Anda di halaman 1dari 23

MANAJEMEN KEPERAWATAN

SPLENEKTOMI

DISUSUN

OLEH:

ALISYA HUMAIRA

ULLIA MAGHFIRAH

NURUL MAULIA

KELAS : 3-C

PEMBIMBING : Ns. Nuri Nazari, M.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MEDIKA NURUL ISLAM

2019-2020

1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT serta segala
rahmat, berkah, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “MANAJEMEN KEPERAWATAN SPLENEKTOMI”.
Mungkin dalam pembuatan makalah ini masih banyak memiliki
kekurangan baik dari segi penulisan, isi dan lain sebagainya. Maka penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan dalam pembuatan makalah di hari
yang akan datang.
Demikianlah sebagai pengantar kata, dengan iringan serta harapan semoga
tulisan sederhana ini semoga dapat di terima dan bermanfaat bagi semua pembaca.
Atas semua ini penulis ucapkan terimakasih dan semoga diberkati dan di
ridhoi Allah SWT.

Sigli, 11 Mei 2020


Penulis,

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………………………………….......................................2

Daftar Isi ……………………………………………………......................3

BAB I PENDAHULUAN..........................................................4

A. Latar Belakang..........................................................4
B. Rumusan Masalah.....................................................4
C. Tujuan .......................................................................4

BAB II PEMBAHASAN...........................................................5

A. Konsep splenektomi..............................................5
1. Definisi .............................................................5
2. Etiologi ...............................................................5
3. Tanda dan gejala..................................................6
4. Patofisiologi ..........................................................6
5. Pemeriksaan penunjang.....................................7
6. Komplikasi..............................................................8
7. Penatalaksanaan......................................................10
B. Rencana Auhan klien dengan meningitis.....................13

BAB III PENUTUP .........................................................................19

A. Kesimpulan........................................................................19

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................25

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Splenektomi adalah operasi pegangkatan limpa. Limpa adalah
organ tubuh yang terletak di rongga perut kiri atas. Bagian atas
limpa menempel pada tulang iga kiri bagian paling bawah. Apabila
limpa membesar, bagian bawahnya dapat teraba.
Limpa berfungsi sebagai tempat berkembangnya sel-sel darah
putih yang berfungsi untuk daya tahan tubuh, selain itu limpa juga
berfungsi menghancurkan sel darah merah dan trombosit. Pada pasien
thalasemia, kelebihan zat besi akibat transfusi juga ditimbun di

4
limpa, hal ini menguntungkan organ lain supaya terhindar dari
timbunan besi yang berbahaya.
Pada pasien thalasemia, pembesaran limpa terjadi akibat
penghancuran sel darah merah yang berlebihan. Apabila limpa
semakin besar, fungsi limpa ntidak terkontrol dan menimbulkan
serangkaian gejala yang dinamakan dengan hiperslenisme. Gejala
iperslenisme yaitu limpa sangat besar, rasa penuh pada perut dan
tidak mau makan banyak karena desakan limpa terhadap saluran
cerna, rendahnya jumlah sel darah putih, darah merah dan
trombosit. Pada keadaan hiperslenisme, pegangkatan limpa
(splenektomi) bdapat dipertimbangkan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasien
splenektomi
2. Bagaimana manajemen keperawatan splenektomi

C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui anatomi dan vaskularisasi lien
2. Mengetahui etiologi,macam,dan rencana pengelolaan
splenektomi
3. Mengetahui komplikasi dari penderita splenektomi
4. Mengetahui perawatan penderita splenektomi pra operatif dan
pasca operasi.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Splenektomi
1. Definisi
Splenektomi adalah adalah sebuah metode operasi pengangkatan
limpa, yang mana organ ini merupakan bagian dari system getah bening.
Splenektomi biasanya dilakukan pada trauma limpa, penyakit keganasan
tertentu pada limpa (hodkin`s disease dan non-hodkin`s limfoma,
limfositis kronik, dan CML), hemolitik jaundice, idiopatik
trombositopenia purpura, atau untuk tumor, kista dan splenomegali.
Indikasi lainnya dilakukan splenektomi ialah pada keadaan luka yang
tidak disengaja pada operasi gaster atau vagotomy dimana melibatkan
flexura splenika di usus

2. Etiologi
Limpa berfungsi sebagai tempat berkembangnya sel-sel
darah putih untuk daya tahan tubuh, selain itu limpa juga

6
berfungsi sebagai penghancur sel darah merah dan trombosit.
Pada pasien thalassemia, kelebihan zat besi akibat
transfusi juga ditimbun di limpa, hal ini menguntungkan
organ lain agar terlindung dari zat besi yang berbahaya.
Pada pasien thalassemia, pembesaran limpa terjadi akibat
penghancuran sel darah merah yang berlebih. Apabila limpa
semakin membesar, fungsi limpa tidak terkontrol dan
menimbulkan beragam gejala yang disebut hipersplenisme.
Gejala hipersplenisme adalah limpa yang semakin membesar,
rasa penuh pada perut, tidak dapat makan banyak akibat
desakan limpa pada saluran cerna, rendahnya sel darah
putih, sel darah merah dan trombosit. Pada keadaan ini,
pengangkatan limpa (splenektomi) dapat dipertimbangkan.

3. Tanda gejala
Gejala pada splenektomi adalah hipersplenisme :
 Limpa yang membesar
 Rasa penuh pada perut
 Tidak dapat makan banyak akibat desakan limpa
pada saluran cerna.
 Leucopenia (rendahnya sel darah putih) yang
menyebabkan infeksi bakteri berulang dan
trombositopenia (rendahnya trombosit) yang
menyebabkan perdarahan.
 Meningkatnya kebutuhan transfuse yang tinggi
yaitu apabila pasien mendapatkan transfuse 200-
220 ml/kg/tahun untuk mempertahankan Hb >10
gr/dl.

4. Patofisiologi

7
Kebanyakan splenektomi dilaksanakan setelah pasien didiagnosa
dengan hypersplenisme. Hypersplenisme bukanlah suatu penyakit
spesifik hanyalah suatu sindrom, yang dapat disebabkan oleh beberapa
penyakit. Ditandai oleh perbesaran limpa (splenomegali), defek dari sel
darah, dan gangguan sistem turn over dari sel-sel darah.
Pada hipersplenisme terjadi destruksi sel darah merah yang
berlebihan. Sehingga usia sel darah merah menjadi lebih pendek,
terbentuk antibodi yang menimbulkan reaksi antigen sehingga sel-sel
rentan terhadap destruksi. Kejadian ini bisa terjadi pada salah satu sel
darah atau dapat terjadi menyeluruh seperti pada pansplenisme.
Hipersplenisme meriupakan keadaan patologi faal limpa yang
mengakibatkan kerusakan dan gangguan sel darah merah. Gambaran
kliniknya terdiri dari trias splenomegali, pansitopeni, dan hiperplasia
kompensasi sumsum merah. Pembagian antara hipersplenisme primer dan
sekunder ternyata kurang tepat dan tidak lagidigunakan. Hipersplenisme
primer adalah hipersplenisme yang belum diketahui penyebabnya,
pembesaran limpa akibat beban kerja yang berlebih akibat sel abnormal
yang melewati limpa yang normal. Sedangkan sekunder jika telah
diketahui penyebabnya dimana limpa yang abnormal akan membuang sel
darah yang normal maupun yang abnormal secara berlebihan.
Sferositosis herediter adalah suatu penyakit akibat defek membran
sel darah merah sehingga sel darah merah terperangkap dalam limpa
secara berlebihan. Defek tersebut terjadi akibat defisiensi spektrin, suatu
protein rangka membran sel darah merah. Gambaran klinis beruapa
anemia, kelelahan, ikteruskadang ditemukan batu empedu berpigmen.
Splenektomi diindikasikan pada semua pasien tersebut untuk menurunkan
jumlah tangkapan sel darah merah abnormal dan koreksi anemia. Saat
operasi, penting untuk mencari adanya limpa assesorius.
Pengangkatan yang tidak adekuatakan memberikan pemulihan
yang tidak maksimal. Tidak ada kelainan struktural dalam darah, akan
tetapi membran sel darah merah terbungkus olehantibodi sehingga sel

8
darah merah tersebut akan terperangkap dalam limpa sehinga
menyebabkan hemolisis dan anemia. Pasien biasanya diterapi dengan
steroid dan penyakit yang mendasarinya. Pasien yang tidak berespon
terhadap streroid jangka panjang dengan dosis tinggi merupakan calon
untuk splenektomi. Sekitar 50 persen penderita berespon baik dengan
splenektomi dan 30 persen lainnya berespon baik terhadap kombinasi
splenektomi dengan steroid dosis rendah Pada purpura trombopatik
autoium, destruksi trombosit yang berlebihan terjadi akibat pemaparan
terus menerus dengan antibodi anti trombosit dalam sirkulasi. Indikasi
steroid bilamana pasien tidak berespon terhadap terapi steroid jangka
panjang dengan dosis tinggi.

5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada splenektomi berupa USG

6. Komplikasi
A. Komplikasi sewaktu operasi
1. Trauma pada usus
a. Usus. Karena flexura splenika letaknya tertutup dan
dekat dengan usus pada lubang bagian bawah dari
limpa, ini memungkinkan usus terluka saat
melakukan operasi.
b. Perut. Perlukaan pada gaster dapat terjadi sebagai
trauma langsung atau sebagai akibat dari
devascularisasi ketika pembuuh darah pendek gaster
dilepas.
2. Perlukaan vaskular adalah komplikasi yang paling
sering pada saat melakukan operasi dapat terjadi
sewaktu melakukan hilar diseksi atau penjepitan
capsular pada saat dilakukan retraksi limpa.

9
3. Bukti penelitian dari trauma pancreas terjadi pada 1%-
3% dari splenektomi dengan melihat tigkat enzim
amylase. Gejala yang paling sering muncul adalah
hiperamilase ringan, tetapi tidak berkembang menjadi
pankreatitis fistula pankeas, dan pengumpulan cairan
dipankreas.
4. Trauma pada diafragma. Telah digambarkan selama
melakukan pada lubang superior tidak menimbulkan
kesan langsung jika diperbaiki. Pada laparoskopi
splenektomi, mungkin lebih sulit untuk melihat luka
yang ada di pneomoperitoneum. Ruang pleura
meruapakan hal utama dan harus berada dalam tekanan
ventilasi positf untuk mengurangi terjadinya
pneumotoraks

B. Komplikasi setelah operasi

1. Koplikasi pulmonal hampir terjadi pada 10% pasien


setelah dilakukan open splenektomi, termasuk
didalamnya atelektasis, pneumonia dan efusi pleura.
2. Abses subprenika terjadi pada 2-3% pasien setelah
dilakukan open splenektomi. Tetapi ini sangat jarang
terjadi pada laparoskopi splenektomi (0,7%). Terapi
biasanya dengan memasang drain di bawak kulit dan
pemkaian antibiotic intravena
3. Akibat luka seperti hematoma, seroma dan infeksi pada
luka yang sering terjadi setelah dilakukan open
splenektomi adanya gangguan darah pada 4-5% pasien.
Komplikasi akibat luka pada laparoskpoi splenektomi
biasanya lebih sedikit (1,5% pasien).

10
4. Komplikasi tromsbositosis dan dan trombotik. Dapat
terjadi setelah dilakukan laparoskopt splenektomi.
5. Ileus dapat terjadi setelah dilakukan open splenektomi,
juga pada berbagai jenis operas intra-abdominal
lainnya.
6. Infeksi pasca splenektomi (Overwhelming Post
Splenektomy Infection) adalah komplikasi yang lambat
terjadi pada pasien splenektomi dan bisa terjadi kapan
saja selama hidupnya. Pasien akan merasakan flu ringan
yang tidak spesifik, dan sangat cepat berubah menjadi
sepsis yang mengancam, koagulopati konsumtif,
bekateremia, dan pada akhirnya dapat meninggal pada
12-48 jam pada individu yang tak mempunyai limpa
lagi atau limpanya sudah kecil. Kasus ini sering
ditemukan pada waktu 2 tahun setelah splenektomi.
7. Splenosis, terlihat adanya jaringan limpa dalam
abdomen yang biasanya terjadi pada setelah trauma
limpa.
8. Pancreatitis dan atelectasis.

7. Penatalaksanaan
Indikasi dilakukannya splenektomi dapat dilihat sebagai berikut.
A. Elektif :
a. Kelainan hematologis
b. Bagian dari bedah radikal dari abdomen atas
c. Kista/tumor limpa
d. Penentuan stadium limfoma (jarang dikerjakan)
B. Darurat (Trauma)

11
Pendekatan terhadap limpa yang ruptur berbeda dari suatu
splenektomi elektif. Pasien yang mengalami trauma limpa harus
ditangani pertama kali dengan protokol ATLS (advanced trauma
life support) dengan kontrol jalan napas,pernapasan dan sirkulasi.
Bilas peritoneum atau pemeriksaan radiologis harus digunakan
untuk menilai cedera abdomen sebelum operasi.
C. Prosedur
Bisa digunakan insisi paramedian kiri atas, median, transversal
atau subkostal kiri. Pada kasus trauma, insisi mediana
memungkinkan akses yang lebih baik ke alat dalam lainnya.
a. Open splenektomi
Langkah pertama dan terpenting adalah memotong
ligamen lieno-renalis. Dengan berdiri di sebelah kanan
pasien, dan dengan asisten menarik perlahan pinggir kiri dari
luka operasi, jalankan satu tangan pada limpa ke bawah
sampai ligamen lieno-renalis. Dengan lembut, tarik limpa dan
potong ligamen lieno-renalis, mulai dari bagian bawah dan
bergerak ke atas kutup atas dengan menggunakan gunting
dengan gagang panjang.
Sekarang geser limpa ke atas dengan tangan kiri dan
perlahan-lahan dorong peritoneum dengan swab pada stick..
Jaringan terus disapu dari belakang limpa, saat limpa dibawa
ke arah luar. Kemudian omentum bisa dilepas dari kutup
bawah dengan memotong vasa gastroepiploica sinsitra antara
forsep arteri dan ligasi dengan benang serap. Pada tahap ini,
vasa brevia yang berjalan dari kutup atas limpa ke lambung
melalui ligamen gastro-lienalis harus diikat dan dipotong
sendiri-sendiri. Jaga untuk tidak merusak lambung.
Kemudian perhatian dialihkan ke pembuluh limpa.
Jalankan beberapa jari kiri ke sekeliling hilus dan palpasi
cabang-cabang arteri lienalis saat arteri tersebut memasuki

12
limpa. Dengan ibu jari pada kauda pankreas untuk
melindunginya, klip dan pisahkan cabang-cabang ini beserta
vena-venanya.Selanjutnya sisa ligamen gastro-lienalis bisa
dipotong.
Limpa bisa diangkat dan pembuluh-pembuluh utama
diikat rangkap dua, arteri sebelum vena. Suction drain
ditempatkan pada rongga subfrenik dan dinding abdomen
ditutup lapis demi lapis.
b. Splenektomi darurat
Pada kasus ruptur limpa, perdarahan massif bisa
mengaburkan inspeksi. Prosedur pertama adalah
mengevakuasi bekuan secara manual dan dengan bantuan
suction. Jalankan tangan anda ke hilus untuk mengendalikan
perdarahan dengan menekan arteri dan vena lienalis di antara
telunjuk dan ibu jari. Jika perdarahan tidak berhenti, gunakan
klem non-crushing untuk menjepit hilus. Ini memungkinkan
penilaian terhadap tingkat kerusakan limpa. Jika tatalaksana
konservatif tidak berhasil, maka harus dilakukan splenektomi
formal.
Infeksi pasca splenektomi biasanya sering disebabkan
oleh bakteri tak berkapsul yaitu Streptococcus pneumoniae,
Haemophillus influenzae, dan Neisseria meningitides.
Patogen lainnya seperti Escherichia coli dan Pseudomonas
aeruginosa, Canocytophagia canimorsus, group B
streptococci, enterococcus spp, dan protozoa seperti
plasmodium.
Infeksi dari post splenektomi dapat dicegah dengan
memberikan pendekatan pada pasien dan imunisasi rutin,
pemberian antibiotic profilaksis, edukasi dan penanganan
infeksi yang segera.

13
8. Pathway

Thalasemia

Pembesaranlimpa MK :

(hipersplenis,e) Kebutuhannutrisibe
rkurang

MK
Operasi
Cemas

Splenektomi

Post Op MK :

Resikoinfeksi

Nyeri

B. Rencana Asuhan Klien dengan Meningitis


1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan

14
1). Keluhan utama
2). Riwayat kesehatan sekarang
3). Riwayat kesehatan yang lalu
4). Riwayat kesehatan keluarga
5). Pemeriksaan fisik: data fokus
1. Data subyektif : Berupa keluhan (verbal) yang
didapat dari klien, keluarga klien atau tim
kesehatan lain yang terlibat pada perawatan klien.
2. Data objektif : data yang didapat dari hasil
pemeriksaan: tanda vital, GCS
3. Pemeriksaan penunjang

2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1:
Nyeri akut (Wilkinson, 2011: 530)
1. Definisi
Pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual
atau potensial, yang tiba-tiba atau perlahan dengan
intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang
dari enam bulan.

2. Batasan karakteristik
1. Subjektif
Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan
nyeri dengan isyarat
2. Objektif
Posisi untuk menghindari nyeri, perubahan tonus
otot, respons autonomik, perubahan selera makan,
perilaku distraksi, perilaku ekspresif, wajah

15
topeng, perilaku menjaga atau sikap melindungi,
fokus menyempit, bukti nyeri dapat diamati,
berfokus pada diri sendiri dan gangguan tidur.
3 Faktor yang berhubungan
Agen-agen penyebab cedera (misalnya biologis, kimia,
fisik, dan psikologis)

Diagnosa 2:
Resiko infeksi
1. Definisi
Peningkatan resiko masuknya organisme patogen.
2. Batasan karakteristik
a. Subjektif
Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan
nyeri, gatal dan bengkak dengan isyarat
b. Objektif
Luka tampak kemerahan, bengkak, dan terdapat
tanda-tanda peradangan

3. Faktor yang berhubungan


a. Prosedur Invasif
b. Ketidakcukupan pengetahuan untuk menghindari paparan
patogen
c. Trauma
d. Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan
e. Ruptur membran amnion
f. Agen farmasi (imunosupresan)
g. Malnutrisi
h. Peningkatan paparan lingkungan pathogen
i. Imunosupresi

16
j. Ketidakadekuatan imun buatan
k. Tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan Hb,
Leukopenia, penekanan respon inflamasi)
l. Tidak adekuat pertahanan tubuh primer (kulit tidak utuh,
trauma jaringan, penurunan kerja silia, cairan tubuh statis,
perubahan sekresi pH, perubahan peristaltik).
m. Penyakit kronik

Perencanaan
NO Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Intervensi NIC
NOC
1. Nyeri akut Setelah -Tingkat -Manajemen Nyeri:
dilakukan Kenyamanan : Meringankan atau
tindakan Tingkat mengurangi nyeri
keperawatan persepsi sampai pada tingkat
selama positif kenyamanan yang
.......x24 jam, terhadap dapat diterima oleh
diharapkan kemudahan klien.
nyeri berkurang fisik dan
psikologis . -Pemberian
-Pengendalian Analgesik:
diri : Menggunakan agens-
Tindakan agens farmakologi
individu untuk untuk mengurangi
mengendalikan atau menghilangkan
nyeri nyeri.
- Tingkat
nyeri : -Manajemen
Keparahan Medikasi:
nyeri yang Memfasilitasi

17
dapat diamati penggunaan obat
atau resep atau obat
dilaporkan. bebas secara aman
Memperlihatkan dan efektif.
pengendalian
nyeri yang -Bantuan Analgesia:
dibuktikan Memudahkan
oleh indikator pengendalian
sebagai pemberian dan
berikut pengaturan
(sebutkan 1-5: analgesik oleh
tidak pernah, klien.
jarang,
kadang-kadang, - Manajemen Sedasi:
sering, atau Memberikan sedatif,
selalu). memantau respons
- Menunjukkan klien, dan
tingkat memberikan dukungan
nyeri , yang fisiologis yang
dibuktikan dibutuhkan selama
oleh indikator prosedur diagnostik
sebagai atau terapeutik.
berikut
(sangat berat,
berat, sedang,
ringan atau
tidak ada):
Ekspresi nyeri
pada wajah,
gelisah atau
ketegangan

18
otot, durasi
nyeri,
merintih dan
menangis,
gelisah.

2. Resiko infeksi Setelah -Meningkatkan -Awasi tanda-tanda


dilakukan penyembuhan vital
tindakan luka dengan Dugaan adanya
keperawatan benar infeksi/terjadinya
selama -Bebas dari sepsis, abses, peritonitis
.......x24 jam, tanda-tanda
diharapkan infeksi -Lakukan pencucian
tidak terjadi tangan yang baik dan
tanda-tanda perawatan luka yang
infeksi. aseptic
Menurunkan risiko
penurunan bakteri.

-Observasi keadaan
luka dan insisi.
Memberikan deteksi
dini terjadinya proses
infeksi dan pengawasan
penyembuhan
peritonitis yang tidak
ada sebelumnya.

-Kolaborasi dengan
pemberian antibiotik
sesuai indikasi

19
Mungkin diberikan
secara profilaktik atau
menurunkan jumlah
organisme dan untuk
menurunkan
penyebaran dan
penyembuhan pada
rongga abdomen.

BAB III
PENUTUP

20
A. Kesimpulan
Splenektomi adalah sebuah metode operasi pengangkatan limpa, yang
mana organ ini merupakan bagian dari system getah bening.
Indikasi lainnya dilakukan splenektomi ialah pada keadaan luka yang tidak
disengaja pada operasi gaster atau vagotomy dimana melibatkan flexura splenika
di usus.
Limpa berfungsi sebagai tempat berkembangnya sel-sel darah
putih untuk daya tahan tubuh, selain itu limpa juga berfungsi
sebagai penghancur sel darah merah dan trombosit. Pada pasien
thalassemia, kelebihan zat besi akibat transfusi juga ditimbun di
limpa, hal ini menguntungkan organ lain agar terlindung dari zat
besi yang berbahaya. Pada pasien thalassemia, pembesaran limpa
terjadi akibat penghancuran sel darah merah yang berlebih.
Kebanyakan splenektomi dilaksanakan setelah pasien didiagnosa dengan
hypersplenisme. Hypersplenisme bukanlah suatu penyakit spesifik hanyalah suatu
sindrom, yang dapat disebabkan oleh beberapa penyakit. Ditandai oleh perbesaran
limpa (splenomegali), defek dari sel darah, dan gangguan sistem turn over dari
sel-sel darah.

21
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2013). Aplikasi Asuhan


Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC
Jilid 2. Edisi Revisi. Jakarta: MediAction.
Sjamsuhidajat R, Wim de Jong (2007). Buku Ajar Ilmu Bedah. Penerbit
Buku Kedoktera EGC.
Wilkinson, J. M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan:
Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Edisi
Revisi. Jakarta: EGC.

22
23

Anda mungkin juga menyukai