Anda di halaman 1dari 5

NAMA : Handika Izza Baihaqi

NIM : 23175082A

TEORI :1

TUGAS ASOBA

1. Xantorizol (Curcuma xanthorrhiza)

a. Penentuan kadar xantorizol dengan metode KCKT


Kadar xantorizol ditentukan menggunakan KCKT dengan kondisi KCKT yang
digunakan ialah sebagai berikut: kolom C18, detektor UV-Vis, volume injeksi 10 µL, elusi
isokratik (eluen H3PO4 dan metanol) serta suhu kolom 40 oC (Darusman et al. 2007).
b. Pemisahan xantorizol pada ekstrak rimpang temulawak dengan kromatografi kolom dan
lapis tipis preparative
Ekstrak temulawak dengan kadar xantorizol tertinggi selanjutnya dipisahkan dengan
kromatografi kolom dilanjutkan kromatografi lapis tipis (KLT) preparatif. Pemisahan dengan
kromatografi kolom dilakukan dengan fase diam berupa silika gel dan fase gerak berupa
campuran n-heksana:etil asetat (ditentukan berdasarkan penentuan eluen terbaik dengan KLT
analitik, tidak dilaporkan dalam tulisan ini). Fraksi-fraksi yang diperoleh dari pemisahan
kromatografi kolom dievaluasi pada KLT analitik, spot yang terbentuk dibandingkan dengan
spot standar xantorizol. Fraksi terpilih difraksinasi lebih lanjut dengan KLT preparatif. Spot
dengan Rf yang sama dengan standar xantorizol dikeruk, dilarutkan dalam n-heksana,
selanjutnya dipekatkan.
c. Identifikasi Fraksi KLTP Terpilih (Isolat Xantorizol) Spektrum FTIR
Sebanyak ±2 mg isolat xantorizol hasil fraksionasi dicampurkan dengan KBr.
Campuran tersebut dibentuk pellet dengan bantuan hand press Shimadzu pada tekanan 8
kN selama 15 menit. Pelet sampel dianalisis dengan FTIR pada daerah 4000-400 cm-1
dengan jumlah payar 32/menit dan resolusi 4 cm-1.
d. Analisis isolat xantorizol dengan KG-SM
Isolat yang didapat dari hasil fraksionasi menggunakan KLT preparatif kemudian
dianalisis menggunakan KG-SM dengan kondisi sebagai berikut: kolom HP-5 MS, dimensi 60
m × 250 µm. Suhu terprogram dari 70 °C sampai 290 °C (selama 40 menit) dengan kenaikan
suhu sebesar 15 °C/menit. Suhu injektor 290 °C. Suhu detektor 250 °C. Mode injeksi split
(50:1) dan tekanan inlet sebesar 18.03 psi. Gas pembawa berupa helium dengan laju alir 1
mL/menit. Spektrometer massa yang digunakan dengan energi ionisasi 70 eV, mode ionisasi
tumbukan elektron. Area deteksinya ialah 40-800 m/z. Setiap puncak yang muncul dalam
kromatogram ion total diidentifikasi dengan menganalisis hasil spektrum massa yang terdapat
pada pustaka spektrometer massa.
e. Evaluasi kemurnian isolat xantorizol
Kemurnian isolat xantorizol ditentukan berdasarkan rasio area puncak xantorizol
terhadap area seluruh puncak yang terdeteksi pada kromatogram KCKT. Analisis KCKT
dilakukan dengan metode yang sama seperti pada penentuan kadar xantorizol.

2. FILANTIN (MENIRAN (PHYLLANTHUS NIRURI LINN) )


a. Penetapan kadar Filantin secara KLT densitometri
Larutan standar filantin dan sampel ditotolkan pada plat silika gel 60 GF 254, kemudian
dieluasi dalam chamber berisi larutan jenuh kloroform : metanol = 9 : 1. Plat yang telah
dieluasi dikeluarkan dan dikeringkan dalam suhu ruangan. Konsentrasi filantin dalam
sampel ditentukan dengan alat Densitometer pada panjang gelombang maksimal 250 nm,
dan dihitung menggunakan rumus:
% Filantin dalam sampel =
Luas Area Sampel X [ Standar ] X Vol totolan Standar X 100 %
Luas Area Standar [ Sampel ] Vol totolan Sampel
b. Penetapan Kadar filantin
Identifikasi filantin dalam ekstrak etanol meniran menggunakan KLT dengan eluen yang
tepat. Eluen yang digunakan adalah perbandingan eluen kloroform : metanol = 9 : 1. Hasil
KLT dilihat dibawah lampu UV pada panjang gelombang 254 nm, terlihat bercak dari
ekstrak meniran sejajar dengan bercak standar filantin (Gambar 2). Pemisahan komponen
dengan KLT dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain suhu ruang, kejenuhan uap
pereaksi, ketebalan fase diam dan cara penotolan.

FILANTIN FILANTIN

Pengukuran kadar filantin menggunakan densitometer. Pada panjang gelombang 250 nm


memberikan kromatogram standar filantin dan kromatogram ekstrak etanol meniran yang
dapat dilihat di bawah ini:
Filantin (Rf=0,81)

Gambar . Kromatogram ekstrak meniran

Tanda panah pada puncak no.6 kromatogram ekstrak meniran, menunjukkan nilai Rf yang
hampir sama dengan Rf pada kromatogram Filantin. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak
meniran mengandung senyawa filantin. Kadar filantin dalam ekstrak meniran dihitung
berdasarkan perbandingan luas area antara standar dan sampel.
NO. Bahan Volume Luas Area Kadar Filantin
totolan dalam ekstrak
herbameniran

1 Ekstrak Herba 20 805,2 0,864 %


Meniran
2. Standar Filantin 30 3346

Kadar filantin dalam ekstrak etanol 70% herba meniran (Phyllanthus niruri Linn)
diperoleh dari perbandingan pengukuran luas area dan volume penotolan, sehingga didapat
0,864%.
3. Skopoletin (Morinda citrifolia L.)
Penetapan kadar skopoletin dengan klt-densitometri.
Penetapan kadar scopoletin ekstrak buah Mengkudu menggunakan KLT-Densitometri
meliputi: a. Pembuatan Larutan Induk Standar Skopoletin. b. Pembuatan Deret Standar
Skopoletin 200 ppm, 400 ppm, 600 ppm, 800 ppm, 1000 ppm, 1200 ppm c. Pembuatan
Larutan Uji. Ditimbang seksama100 mg ekstrak buah mengkudu kemudian ditambahkan
metanol sampai tanda batas 5 ml. d. Pengukuran Kadar Skopoletin. Ditotolkan masing-
masing 5 µl larutan standar yang telah diencerkan dan larutan uji pada plat KLT silika gel 60
GF254. Kemudian dielusi dengan fase gerak eter : toluen : asam asetat 10% dengan
perbandingan 55 : 45 : 0,8 , dan diukur dengan densitometer pada panjang gelombang 366
nm.
4. Sinensetin (Rthosiphon stamineus Benth.)
Penetapan kadar sinesetin. Sampel ekstrak ditimbang sebanyak 5,0 mg dilarutkan
dengan etanol 96 dalam labu ukur 5,0 ml. Selanjutnya ditotol sebanyak 10 µl sedangkan
standard sinensetin ditotol sebanyak 1 µl. Plate silika gel F254 kemudian dieluasi dengan
menggunakan eluen kloroform : etil asetat= 15: 1 tetes untuk 10 ml eluen (hasil uji selektivitas).
Selanjutnya kadar sinensetin dalam sampel ekstrak ditentukan berdasarkan kurva baku linieritas
5; 50; 75; 100 dan 200 ppm dengan menggunakan densitometer Camag scanner 3 dan dikontrol
melalui komputer dengan program software winCATS.

5. Asetilokisida (Centella asiatica)


a. Identifikasi Senyawa Asiatikosida dalam Ekstrak Pegagan Menggunakan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Larutan standar asiatikosida 1 mg/1 ml metanol dan ekstrak pegagan 30 mg/3 ml
metanol ditotolkan ke plat silika gel sebanyak 0,5 µl, kemudian dieluasi menggunakan eluen
kloroform:asam asetat glacial:metanol:air (60:32:12:8). Setelah tereluasi sampai tanda batas
jarak tempuh eluen disemprot dengan anisaldehida asam sulfat dan dipanaskan pada hot
plate 100 0C selama 10 menit. Kemudian noda dilihat secara visual dan dengan UV 365 nm.
b. Penetapan Kadar Asiatikosida
Penetapan Kadar 50 mg ekstrak kental dalam 5 ml metanol pro HPLC, diambil sebanyak
200 µl dan dilarutkan dengan metanol 1 ml, difilter dengan syringe filter 0,2 µl PTFE,
kemudian diinjeksikan 20 µl. Diulangi sebanyak tiga kali.

6. Eurikomanol (Eurycoma longifolia Jack)


Penetapan kadar dengan menggunakan KLT, Kloroform dan metanol (4 : 1) dimasukkan
dalam chamber dan dijenuhkan, sampel fraksi etil asetat dilarutkan dalam pelarut etanol 96 %
sebanyak 1 ml. Setelah jenuh plate silika GF 254 ukuran 10 X 10 cm disiapkan. Standard
eurikomanon, ekstrak etanol, dan sampel (fraksi kloroform, fraksi etil asetat, dan fraksi metanol-
air) ditotolkan dengan pipa kapiler ukuran 1 µl. Plate silika dimasukkan kedalam chamber yang
telah dijenuhkan dan dielusi sampai batas elusi. Deteksi dilakukan di bawah sinar UV 366 nm.

Anda mungkin juga menyukai