Anda di halaman 1dari 17

HUKUM ADAT PERKAWINAN SUMBAWA (Tau Seloto)

NAMA : RIFQI ARYADI FAUZI


NIM : D1A118223
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Masyarakat Sumbawa dalam bentuk yang asli memiliki struktur hukum adat tersendiri. Bentuk
masyarakat hukum tersebut berbeda antara kelompok masyarakat yang satu dengan yang lainnya.
Kelompok-kelompok tersebut menyebar di berbagai tempat di daerah lain di Sumbawa. Perbedaan
kelompok tersebut tecermin dalam upacara adat dalam perkawinan tradisional.

Prosesi Pernikahan Tau Samawa atau masyarakat Sumbawa sebenarnya tidaklah jauh berbeda dengan
masyarakat lain di Indonsia. Namun tentu adat istiadat yang menyertai prosesi itu sangat berbeda dan
punya keunikan tersendiri. Beberapa prosesi tersebut di antaranya: Bajajak, Bakatoan, Basaputis, Bada,
Nyorong, Nikah, Basai.

Sejak adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 (UU Perkawinan) telah ditetapkan ketentuan-
ketentuan tentang perkawinan yang berlaku bagi semua warga Negara Indonesia. Dengan demikian,
berlakulah system lex Specialis Derogat Lex Generalis, di mana undang-undang khusus menyampingkan
undang-undang umum, sehingga setiap perkawinan mengacu kepada undang-Undang tersebut bersifat
khusus. Di dalam UU Perkawinan pada pasal 1 menyatakan bahwa perkawinan diartikan sebagai ikatan
lahir batin seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan untuk membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut R.
Soetojo Prawirohamidjo,pasal 1 UU Perkawinan, mengandung unsur:

1. Ikatan Lahir Batin

Ikatan lahir batin merupakan yang dapat lihat dan mengungkapkan adanya hubungan hukum antara
seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri, hal ini disebut sebagai hubungan formal.

2. Antaran seorang pria dengan seorang wanita

Ikatan perkawinan hanya boleh terjadi antara seorang pria dan seorang wanita. Perkawinan seorang pria
dengan seorang pria atau antara seorang wanita dengan seorang wanita atau seorang wadam dengan
seorang wadam tidak mungkin terjadi.

3. Sebagai suami istri

Ikatan perkawinan didasarkan pada suatu perkawinan yang sah, apabila memenuhi syarat-syarat yang
ditentukan oleh Undang-Undang, baik syarat-syarat intern maupun syarat eksternnya.

4. Tujuan perkawinan
Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal. Keluarga
adalah kesatuan yang terdiri ayah, ibu, anak selaku sendi dan dasar susunan masyarakat Indonesia.
Membentuk keluarga yang bahagia erat hubungan dengan keturunan yang merupakan pula tujuan
perkawinan, sedangkan pemeliharaan dan pendidikan anak-anak menjadi hak dan kewajiban orangtua.
Untuk mendapatkan hal ini, diharapkan kekekalan dalam perkawinan, yaitu bahwa sekali orang
melakukan perkawinan, tidak akan bercerai untuk selama-lamanya, kecuali cerai karena kematian.

5. Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa

Sebagai Negara yang berdasarkan pancasila, sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan
mempunyai hubungan erat dengan agama, kerohanian, sebagai perkawinan bukan saja mempunyai
unsur lahir batin atau jasmani, akan tetapi unsur batin/rohani juga mempunyai perananan penting.
Apabila kita ambil makna dari arti perkawinan dalam ketentuan Undang Undang hukum perkawinan
adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,
serta bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.

Berdasarkan uraian di atas, kita telah memiliki pengertian tentang hokum perkawinan adat Sumbawa
serta pengertian perkawian menurut hukum tertulis, yakni UU Perkawinan.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana system perkawinan menurut hukum adat Sumbawa?

2. Bagaimana proses atau tahapan-tahapan perkawinan dalam adat Sumbawa?

C. TUJUAN

1. Agar dapat mengatahui system perkawinan menurut hukum adat Sumbawa

2. Agar dapat mengatahui proses atau tahapan-tahapan perkawianan dalam adat Sumbawa
BAB II
PEMBAHASAN

A. Rangkaian Upacara Perkawinan

Perkawinaan menurut hukum adat Sumbawa atau yang disebut juga Tau Samawa merupakan suatu
ikatan antara pria dengan wanita sebagai suami-istri untuk bermaksud mendapatkan keturunan dan
membangun serta membina kehidupan keluarga rumah tangga, tetapi juga berarti suatu hubungan
hukum adat yang menyangkut para anggota kerabat dari pihak istri dan dari pihak suami dengan agama
dan kepercayaan yang dianut dari pihak istri dan suami. Dengan terjadinya perkawinan, maka suami-istri
mempunyai ewajiban memperoleh keturunan yang akan menjadi penerus silsilah orangtua dan kerabat.

Oleh karena itu, perkawinan menurut hukum adat Sumbawa sebetulnya untuk mendapatkan atau
memperoleh keturunan dari perkawinan antara seorang laki-laki dengan wanita yang mempunyai
kekerabatan yang erat dengan silsilah dalam keluarganya agar garis keturunan tetap eksis dalam
komunitasnya. Namun hal tersebut tidak berarti mengesampingkan hal-hal yang menyangkut kehidupan
sehari-hari dalam membina dan membangun rumah tangga yang harmonis di dalam hubungan yang
menyangkut keluarga.

Tujuan dari perkawinan yang utama dalam hukum adat Sumbawa adalah untuk melahirkan keturunan.
Akan tetapi maksud dan tujuan perkawinan hukum adat Sumbawa ditentukan oleh bentuk dengan cara
menarik garis keturunan yang mana hal tersebut dibagi beberapa golongan dari garis keturunan yang
ada. Berbagai adat dan keberagaman upacara tradisional masih tetap dilestarikan dalam masyarakat
adat Sumbawa ini.

1.Persiapan

Sebelum memasuki rangkaian upacara inti dalam adat upacara perkawinan di Sumbawa, terlebih dahulu
dilakukan persiapan yang cukup panjang berkenaan dengan usaha kedua belah pihak keluarga untuk
menjalin hubungan yang harmonis. Proses persiapan ini dimaksudkan untuk melayani segala sifat dan
tabiat masing-masing, sehingga dengan bersatunya kudua anak-anak mereka kelak tidak mendapat
hambatan yang diakibatkan oleh adanya perbedaan sifat dan akibat oleh adanya perbedaan sifat dan
tabiat masing-masing. Adapun tahap persiapan pelaksanaan upacara tersebut adalah sebagai berikut:

a. Maleseng (perkenalan)

Apabila seorang pemuda menaruh hati pada seorang gadis, biasanya keinginan itu tidak disampaikan
secara lansung kepada si gadis akan tetapi keinginannya itu disampaikan kepada ketua remaja atau
orang lain yang dapat dipercaya supaya melakukan pengamatan atau penelitian terhadap si gadis guna
mengatahui beberapa hal antara lain:

- Keluarganya;
- Tingkah laku serta tabiat si gadis baik di rumah maupun di dalam masyarakat;

- Apakah si gadis blom ada yang melamar

Apabila hasil pengamatan tesebut menunjukan tidak terdapat hambatan, pemuda itu lansung
mengutarakan kepada orang tuanya supaya meminang gadis yang dimaksud untuk dirinya.

b. Bakatoan (menyampaikan kehendak pada orang tua si gadis)

Setelah semuanya dapat disetujui, selanjutnya pihak keluarga laki-laki mengutus lagi orang yang
melakukan pengamatan tadi untuk menyampaikan maksud tersebut kepada keluarga (orang tua) si
gadis. Orang tua gadis tidak lansung menerima begitu saja maksud tersebut akan tetapi terlebih dahulua
akan dimintakan persetujuan dari si gadis sendiri apakah dia mau meneriama lamran tersebut atau tidak.
Bila lamran ini diterima oleh si gadis, orang tua si gadi meminta waktu (ditegal) kepada utusan tadi untuk
memberitahukan rencaba ini kepada seluruh keluarga, dan setelah itu baru dapat memberikan
keputusan. Kemudian utusan tadi kembali kepada pihak keluarga pemuda untuk menyampaikan berita
tersebut dengan kalimat “Roa tapi tegal dunung mudi regam” artinya mau juga tapi jangan dulu
dipastikan karena dua atau tiga hari ini orang tua si gadis akan member tahukan dulu kepada seluruh
keluarganya. Setelah semuanya telah diberitahu dan bisa menyetujuinya, diutuslah salah seorang dari
keluarga si gadis untuk menyampaikan kepastian kepada orang tua pemuda. Kegiatan ini disebut “Antat
ling putis” (memberitahukan kepastian).

c. Ngajak (berdandang)

Selanjutnya si pemuda dating untuk pertama kalinya ke rmah si gadis yang telah resmi menjadi
pacaranya, pada malam hari yang telah ditentukan dengan membawa “Mako Mama” (tembako dan siri
pinang) yang dibungkus dengan sapu tangan serta “Ade Pang Bao Mama” yaitu barang keperluan si gadis
seperti bakal baju, batik dan sebagainya yang dianggap cocok untuk dipakai oleh si gadis. Kedatangan si
pemudah kerumah pacarnya ini ditemani oleh satu atu dua orang pemuda yang sudah mempunyai
pengalaman ngajak (berdandang). Semaentara itu di rumah si gadis telah disiapan penyambutan khusus
dengan mengundang para keluarga dekat, pemuka adat dan pemuka masyarakat yang akan
menyampaikan nasihat kepada si pemuda. Adapun isi nasihat yang sering disampaikan oleh pemuka
yang telah ditunjuk antara lain sebagai berikut:

“Ao tu, telu to’na ta-d saksi apap kro’a bai baletana, ka kalekt mangan.tapi si-ong ka nan karo’a dadi’. Ka
surut. Kami tloka ta mat saksi ke mat skuet bna tak jangim nene-e tu karo tau rua dngan ta. Dadi naa mu
sling bri-I ba-e tapi num saling pdi-i. nan de bra’ kmdi-n, sin kmri siom yat ba’u ukur dadi-i. tapi kmandita
tbau tao jangka karoa tau nan.

Dadi mha kam saling bri-I nanm sling bri-I nanm sling pdi’ na’a snenge ling pia skayu. Ma’m slamat sama
rua-rua. Ba nand nasa det bau beang lako neneke. Sangkad dunu mudi saling skued kbali”.

Artinya: yah anak-anak. sekang ini kamu saksikan, kenapa kami orang tua ini dipanggil oleh siempunya
rumah ini. Maksudnya adalah supaya kami dapat menyaksikan dan memberikan nasuhat pada kalian
yang sudah saling mengenal dengan putrinya, siempunya rumah ini. Jadi sekarang jangan sampai kamu
hanya mengenal dan menyayangi saja, tetapi kamu harus mempunyai rasa cinta dan kasih yang dalam
seperti yang dituntut oleh agama kita (islam). Jangan sampai kalian dengar pengaruh-pengaruh yang
akan marusak hubungan kalian berdua, supaya kalian selamat samapai tujuan. Jadi cukuplah yang bisa
kami berikan, yang penting walaupun sedikit, tetapi harus selalu diingat. Sekian dulu nanti kita tambah
pada kesempatan yang lain.

Selepas acara menasihati pemuda sebagai pacar resmi sang gadis di rumah itu maka selsai pulalah
rankaian acara Ngajak ini. Hal ini bukan berarti si pemuda boleh dating bermain-main ke rumah
pacarnya, kerena sang pemuda masih harus menjalani satu acara kunjungan yang disebut “Ngajak
mesa”.

d. Ngajak Mesa

Pada malam berikutnya si pemuda dating lagi ke rumahpacarnya setelah suasana desa sepih dan semua
warga desa sudah tertidur. Kedatangan yang kedua kali ini hanya diterima oleh sang pacar dan orang
tuanya. Pada kunjungan ini sengaja diperlambat supaya ada kesempatan kepada kedua orang yang
sedang pacaran ini untuk bicara berdua yang dilanjutkan bicara dengan orang tua si gadis. Pembicaraan
ini dimaksudkan sebagai peringatan kepada keduanya supaya hubungan yang telah terjalin jangan
sampai putus ditengah jalan. Untuk itu harus dijaga adalah masalah tingkah laku dan tidak boleh begitu
sajamempercayai hasutan orang lain.

Setelah acara ini selsai, pada hari-hari berikutnya si lelaki sudah dapat bebas mendatangi rumah
pacaranya, namun belum bisa tampil berdua atau berjalanberduaan karena orang yang berpacaran
sangat dilarang oleh adat untuk pergi bersama sekalipun dalam suasana keramaian desa. Dalam hal ini
menurut adat, pihak laki0laki mempunyai kewajiban untuk menjenput sang pacar supaya dating ke acara
pengantinan atau keramaian lainnya, namun hal itu harus ditemani oleh orang lain baik laki-laki ataupun
perempuan.

e. Lalo Batemung (saling berkunjung)

Dalam menjalani masa pacaran (rabulung) ini, orang tua kedua belah pihak saling berkunjung ke rumah
masing-masing yang didahului oleh oleh orang tua pihak laki-laki untuk kemudian pihank orang tua
wanita akan membalas kunjungan itu. Saling mengujungi ini dilaksanakan dengan tujuan untuk
mempererat hubungan yang telah terjalin melalui anak-anak mereka dan menepis hal-hal yang dapat
menimbulkan terjadinya kesalah pahaman antara keduanya.

Setelah beberapa saat masa pacaran dimulai dan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan serta semua
persiapan untuk melansungkan acara perkawinan sudah ada, pihak orang tua perempuan akan
melakukan “buyalin” (menanyakan) kepada anak gadisnya apakah sudah bersedia dikawinkan dengan
pacaranya. Apabila sudah dinyatakan bersedia, mulailah pihak orang tua si gadis mempersiapkan segala
sesuatu dalam memasuki acara inti daripada perkawinan tersebut.[1]

2. Upacara Perkawinan
setelah melalui proses yang begitu panjang, maka direncanakan pelaksanaan upacara inti perkawinan.
Rangkaian upacara inti dalam perkawinan adat Sumbawa adalah sebagai berikut:

a. Basedak (menyampaikan keinginan)

Apabila si gadis sudah menyatakan bersedia untuk dikawinkan, pihak keluarga akan melakukan
“basedak” (menyampaikan keinginan agar anak-anak yang sedang berpacaran ini boleh dikawinkan)
kepada orang tua laki-laki. Setelah pihak keluarga laki-laki menyatakan kesiapannya, dengan sendirinya
kedua belah pihak telah sepakat untuk melansungkan acara perkawinan tersebut. Adapun keputusan
mengenai hari pelaksanaan sertapenunjukan terhadap beberapa anggota keluarga yang ditugasi sebagai
penghubung, ditentukan melalui kegiatan sebagai berikut:

- Batemung (melakukan pertemuan)

Kedua belah pihak mengadakan pertemuan di rumah pihak perempuan untuk membicarakan berbagai
masalah yang menyangkut rencana perkawinan anak-anak mereka. Dalam pertemuan ini pembicaraan
berkisar pada penentuan hari perkawinan oleh keluarga yang berhajat yang nantinya akan dipandukan
dengan penentuan hari yang dilakukan oleh (Kepala Dusun) selaku pengatur sejumlah acara perkawinan
yang dilaksanakan tersebut.

- Basaputis (mengambil keputusan)

Kegiatan ini disebut juga “Repulung Bale” (musyawarah keluarga dimasing-masing pihak) untuk
membicarakan masalah yang berkaitan dengan berbagai keperluan agar acara perkawinan terlaksana
dengan baik. Dalam pertemuan tersebut juga ditunjuk masing-masing salah seorang keluarga yang
dipercaya sebagai “Tau bang angkang boat” (wakil keluarga sebagai penghubung selama acara
berlansung).

- Basangatas (memberitahukan kepada pemnagku adat)

Kedua penghubung yang telah ditunjuk akan bertugas menghubungi pemangku adat (Kepala Dusun)
untuk memberitahukan rencana perkawinan putra putrid kedua keluarga merkasekaligus meminta
petunjuk mengenai waktu yang tepat dan baik bagi pelaksanaan perkawinan tersebut.

b. Repulung (musyawarah)

Kegiatan musyawarah ini dihadiri oleh seluruh keluarga kedua belah pihakserta pemuka masyarakat dan
pemuka adat. Musyawarah tersebut dilaksanakan untuk menyatukan pendapat mengenai pelaksanaan
acara perkawinan. Musyawarah ini dipimpin oleh salah seorang yang telah ditunjuk oleh kedua belah
pihak yang disebut “Otak Pulung” (pemimpin rapat). Adapun keputusan yang dihasilkan dalam
musyawarah ini menyangkut pengangkatan beberapa orang petugas untuk melaksanakan tugas sesuai
dengan dengan keahlian masing-masing. adapun para petugas yang ditetapkan melalui musyawarah
tersebut adalah:

- Namong merupakan orang yang ditunjuk untuk menyampaikan undangan secara lisan kepada
segenapa anggota masyarakat agar ikut dalam setiap tahap yang dilalui dalam acara perkawinan
tersebut. Namong ini biasanya sudah bisa menentukan siapa yang harus diundang untuk hadir dalam
acara dan siapa pulang yang tidak peril diundang untuk hadir dalam acara perkawinan tersebut.

- Jarum (penghubung) yang ditunjuk oleh pihak keluarga laki-laki yang bertugas mengkoordinir
jalanya upacara secara keseluruhan serta bertanggung jawab atas baik buruknya acara perkawinan
tersebut.

- Tukang Jangan yaitu orang yang diberi tugas untukmengurus sayur dan lauk pauk serta
membaginya secara adil kepada pihak laki-laki dan pihak perempuan. Penyaluran kepada masing-masing
pihak ini dilakukan melalui Tukang Jangan yang telah ditunjuk oleh masing-masing pihak.

- Panatia (panitia) orang yang bertugas mengatur pelaksanaan upacara dirumah masing-masing
pihak dan selanjutnya bertanggung jawab kepada “jarum”.

- Sawi merupakan penghubung antara keluarga pihak laki-laki dan keluarga pihak perempuanyang
mempunyai kedudukan setingkat dengan panitia.

- Saneng adalah seorang pemuda yang ditunjuk dari keluarga dekat pihak laki-laki yang akan duduk
mendampingi pengantin wanita dalam setiap tahap upacara yang akan dilalui serta berta
bertanggungjawab atas keamanan di rumah tempat pelaksanaan upacara perkawinan. Penunjukan
seneng sebagai pengawal ini berkaitan dengan adanya kekhawatiran atas keselamatan pengantin wanita
terhadap usaha pemuda lain untuk merebut penganten wanita atau usaha dukun yang ingin
menggagalkan acara perkawinan tersebut. Kadang-kadang Seneng ini berperan sebagai perantara antara
“sandro” (dukun) yang khusus menjaga pengantin wanita dengan pengantin yang dikawalnya.

- Pesuru yaitu orang yang ditunjuk oleh pihak pengantin laki-laki sebagai pendamping pengantin
wanita selama acara berlansung.

- Bapak Praja yaitu orang yang ditunjuk dari keluarga dekat kedua pengantin yang akan duduk
mendampingi “seneng” bertugas sebagai pembantu seneng.

- Ina Praja yaitu beberapa orang gadis dari keluarga dekat kedua pengantin yang akan duduk
menemani pengantin masing-masing. diantara Ina Praja yang duduk bersama pengantin ada tiga orang
yang diberi tenpat duduk yang tetap sebagai:

ü Tau Ronan yaitu Ina Praja yang duduk disamping pengantin baik pengantin wanita maupun pria.

ü Tau Tegal yaitu Ina Praja yang duduk di depan sebelah kiri atau kanan pengantin masing-masing.

ü Ina Praja Pang Katokal Senang yaitu Ina Praja yang duduk di samping Tau Rona sebagai pembantu Tau
Rona.

c. Ano Ai-Kayu (mempersiapkan)


Setelah para petugas ditunjuk maka masing-masing mengambil pekerjaan sesuai tugas masing-masing.
sehari sebelum acara berlansung ada tiga hal yang perlu dipersiapkan pada masing-masing rumah
pengantin tersebut, yakni:

- Antat Kayu Jangan yaitu mengumpulkan atau mengatur kayu api dan sayur-sayuran ke rumah
seorang yang telah ditentukan oleh masing-masing pihak sebagai tempat untuk memasak.

- Gagas bale yakni kegiatan memperbaiki, mengatur serta menghias rumah yang telah ditetapkan
sebagai tempat berlansung acara perkawinan seperti rumah untuk tempat memasak, rumah tempat
pengantin serta rumah untuk tempat “managan tau loka”.

- Sole Isi yakni kegiatan kaum ibu untuk meminjam/mengumpulkan wadah memasak serta wadah
untuk makan.

d. Ano Tama Pengantan

Kegiatan yang akan dilakukan adalah:

- Batene adalah Kegiatan kaum ibu yang mendatangi rumah tempat memasak dengan membawa
bahan yang akan disumbangkan dalam acara perkawinan berupa beras, kelapa, gula, tikar, bantal, dan
lain-lain.

- Ngukus Ngenang adalah kegitana mengukus ketan yang dikrjakan secara bersama oleh ibu-ibu
yang dating untuk Batane (memberi sumbangan). Nasi ketan ini disipkan untuk pelaksanaan acara “Taek
Tau Nempu” (naiknya pemuda dan pemudi yang sudah bersetatus taruna dan dedara untuk meramaikan
acara tokal mesa’).

- Mongka-ngela adalah kegitan memasak nasi dan sayur yang dipersiapkan untuk acara “Pateha
Loto” (do’a bersama)

- Eta Seneng, Bapak Praja, Ina Praja serta Pries adalah kegitan menjemput para pemuda dan pemudi
(Seneng, Bapak Praja, dan Ina Praja), yang akan mendampingi pengantin, serta Parias penganti oleh
seorang yang telah ditunjuk untuk kemudian diantar ke rumah yang telah disiapkan untuk mengantin
(rumah plemainan)

- Entek Seneng, Bapak Praja/Tokal pangaten yaitu sebelum duduk di rumah plaminan terlebih
dahulu pengantin putrid dimandikan guna menyucikan diri sebagai persiapan memasuki upacara
perkawinan yang dianggap suci oleh masyarakat ini. Selanjutnya dengan didampingi oleh Seneng, Bapak
Praja dan Ina Praja sang pengantin menuju tempat duduknya.

- Entek Tau Nempu Petang, sampainya para pemuda dan pemudi yang sudah berstatus Taruna-
Dedara di rumah pelaminan menandai dimulainya acara Tokal Mesak. Kedatangan pemuda pemudi
tersebut untuk ikut meramaikan acra perkawinan. Oleh karena itu acara ini disebut “Entek Tau Nempu”.
Dalam acara ini para pemuda tersebut akan menyajikan hiburan berupa “ratib” (zikir) yang diiringi bunyi
“Rebana kebo” (Rebana besar). Acara ratib rebana kebo ini berlansung dari jam 8.00 sampai dengan
menjelang tengah malam dan diahiri dengan makan malam bersama di tempat itu dengan sajian nasi
ketan yang dibumbui dengan campuran gula merah dan kelapa.

- Beling Rebana / Basarame, setelah itu dilanjutkan dengan acara hiburan dengan melantunkan
Ratib Rebana Ode (rebana kecil) seta “Balawas” (melantunkan semacam pantun bahasa Sumbawa)
secara bergantian antara para pemuda dan pemudi untuk menghibur pengantin dan berlansung hingga
larut malam.

- Pateha Loto yakni kegiatan do’a dan makan bersama, berlansung pada pagi hari setelah sholat
subuh yang diikuti oleh para pemuka adat, pemuka masyarakat serta pemuka agama. Acara ini
dilaksanakan dengan maksud memohon kepa Allah SWT. Semoga acara perkawinan dapat berlansung
dengan aman dan tetap mendapat ridha dari-Nya.

- Waked (Akad) yaitu acara akad atau meresmikan hubungan antara pemuda dan gadis menjadi
sepasang suami istri biasanya dilansungkan di masjid dihadiri oelh parah pemuka agama dan hadirin
yang akan menyaksikannya. Adapun yang melakukan akad adalah pengantin laki-laki dengan orang tua
atau wali pengantin wanita sendiripun ikut menyaksikan dengan ditemani oleh semua Tau Tegal (para
pendamping).[2]

3 3. Upacara Sesudah Nikah

Acara adat yang dilansungkan setelah Wakat (akad nikah) dikenal dengan nama “Ano Karea” yang
rangkainya terdiri atas:

a. Basarame

Adalah kegitan menghibur pengantin baru yang dilakukan oleh para pemuda baik sedang (usia 17 tahun)
maupun Taruna (usia 20 tahun). Acara hiburan yang disajiakan adalalah ratib rabana yang dilakikan sejak
pagi hingga menjelang tengah hari atau pukul 10:00. Saat acara selanjutnya dimulai.

b. Entek Tau Nempu Ano

Acara hiburan ini menjadi resmi bila memasuki acara Entek Tau Nempu Ano (acara husus untuk mereka
yang telah memasuki status Taruna-Dedara dengan sajian hiburan Ratib Rebana Kebo yang digunakan
adalah rebana yang husus dipakai untuk acara ente tau nempu petang dan entek tau nempu ano.

Menurut kepercayaan masyarakat, rebana kebo yang terdiri dari enam buah tersebut merupakan rebana
bertuah yang tidak boleh diperlakukan secara semberangan. Rebana tersebut biasanya dibagi menjadi
duayaitu satu set (tiga buah), dipakai pada acara yang dilaksanakan di rumah pengantin peria dan tiga
buah lainnya dipakai di rumah pengantin wanita. Apabila terjadi perlakuan yang tidak wajar terhadap
rebana kebo biasanya akan menimbulkan mala petaka baik pengantin, keluarga, bahkan masyarakat
disekitarnya.

c. Mangan Sama
Merupakan acara makan bersama khusus kaum ibu yang hadir di rumah pengantin (tempat memasak)
yang dilaksanakan sektar pukul 11 siang. Acara makan bersama ini dimaksudkan untuk menjamu para
ibu-ibu. Acara tersebut dipimpin oleh seorang ibu yang dianggap sesepuh atau istri kepal desa sambil
memberikan wejangan sebagai peringatan untuk tetap melaksanakan acra-acara yang telah dituntun
oleh adat istiadat yang berlaku dalam desa, dengan harapan agar terhindar dari mala petaka akibat tidak
tertibnya masyarakat dalam melaksanakan adat itu sendiri.

d. Nyorong

Adalah pergi mengantarkan uang mahar yang dilakukan oleh pihak keluarga pengantin laki-laki kepada
pengantin wanita. Orang yang mengantar mas kawin pada saat nyorong ini sebelum pergi ke tempat
pengantin wanita terlebih dahulu singga ditempat “Mangan Tau Loka” guna mendapatkan kesaksian
besarnya jumlah maskawin tersebut dan setelah dinyatakan cukup barulah rombongan ke rumah
pengantin wanita untuk menyerahkan uang tersebut kepada seneng yang memang bertugas untuk
menerima mahar.

e. Mangan Tau Loka

Adalah acara makan bersama segenap kaum laki-laki yang dilaksnakan pada sore hari. Sebelum acara
makan dimulai dilaksanakan tahlilan adan do’a bersama, dengan harapan semoga acara yang
dilaksanakan mendapat rahmat dan berkah dari Allah SWT. Para hadirin yang dating pada acara makan
ini juga membawa “tane” berupa uang sebagai sumbangan kepada pengantin dan keluarganya. Pada
saat inilah rombongan yang melaksankan kegiatan nyorong singgah untuk memberikan kesaksian kepada
pemuka adat dan hadirin mengenai jumlah uang mahar yang akan diserahkan kepada pengantin wanita.

f. Ngiring

Selepas acara mangan tau loka dilaksanakan acara ngiring yaitu penngantin laki-laki meninggalkan
rumahnya menujuh rumah pegantin wanita dengan diiringi olehorang tua, dan handai tolan. Sebagai
pendamping pengantin adalah saneng dan bapak praja serta ina praja sambil berjalan pelan-pelan dalam
alunan suara dendang ratib yang diiringi tabuhan rabana ade (rebna kecil).

Setelah pengantin pria brada di depan rumah pengantin wanita, pengantin wanita didampingi oleh pries
dan tau tegal (ina praja) menjemput pengantin laki-laki di depan pintu dengan membawa (air ceret)
untuk mencuci kaki pengantin pria. Pada saat pengantin pria samapai di depan pintu, pengantin wanita
yang dituntun oleh pengiringnya membersikan kaki pengantin laki-laki sebagai tanda kesetian dimulai.
Selanjutnya mempersilahkan pengantin laki-laki untuk menuju tempat yang sudah disiapkan.

Sebelum pengantin laki-laki dipersilahkan duduk terlebih dulu sang isteri mengatur sembah sambil duduk
berlutut dihadapan pengantin laki-laki untuk menunjukan kesiapannya hidup bersama, baik dalam
keadaan senang maupun susah serta pernyataan kesetiaan untuk membantu suami dalam mencari
nafkah hidup keluarga. Pada saat bersamaan pengantin laki-laki mengibaskan saputangan memutar di
atas kepala istrinya sambil membaca mantra (do’a) “Saturin Sato” (menurunkan hawa nafsu) agar sang
istri tetap tunduk dan taat kepada suami. Sehabis membaca mentera tersebut pengantin laki-laki duduk
dihadapan pengantin wanita yang masi tetap berlutut dan menerima pengantin wanita seutuhnya.
Setelah selsai acara tersebut disiapkan sebuah dulang (nampan) yang berisi nasi disebut “Dulang Me
Pangantan” (dulang nasi pengantin) untuk melakukan kegiatan saling menyiapi nasi. Dalam acara
tersebut istri terlebih dahulu menyuapi suaminya dalam menjalani kehidupan yang baru, untuk
selanjutnya sang suami menyiapkan nafkah lahir batin untuk kebutuhan istrinya. Acara ini diahiri dengan
bersalaman dengan pengantin baru. Dimulai oleh para seneng, Bapak Praja, Ina Praja, Pries serta hadirin
yang selanjutnya.

Dengan berakhirnya acara bersalaman, selsai pulalah seluruh rangkaian acara perkawinan adat yang
dilaknakan oleh masyarakat Sumbawa atau tau Samawa.

B. Alat-alat Kelengkapan Upacara

1 1. Kelengkapan Pesta

Proses panjang upacra adat perkawinan tersebut melibatkan banyak peralatan baik sebagai penunjang
maupun kelengkapan yang harus ada dalam setiap proses yang akan dilalui. Secara adat kelengkapan
pesta sangat erat kaitannya dengan kepercayaan masyarakat terhadap “Arwah leluhur” yang masih
dating bahkan ikut serta dalam proses upacra yang dilaksanakan. Ada beberapa alat kelengkapan upacra
yang masi dikeramatkan oleh masyarakat karena adanya semacam ikatan terhadap roh leluhur yang
menyertai peralatan ini, antara lain:

a. Rebana Kebo yang dipakai pada acara Entek Tau Nempu. Rebana ini berjumlah 6 buah yang dipakai
di tempat pengantin permpuan 3 buah dan 3 buah yang lain dipakai di tempat pengantin laki-laki. Adat
telah menentukan bahwa yang boleh memukul rebana kebo adalah pemuda yang sudah bersetatus
Taruna (usia 17 sampai dengan 20 tahun) dan hanya dipakai pada acara entek tau empuh saja. Untuk
acara hiburan selanjutnya akan dipakai rebana ode (rebana kecil) dan acaranya bersifat umum yang
dapat diikuti oleh siapa saja.

b. Pakaian milik pengantin perempuan senantiasa terpajang di belakang tempat duduk pengantin
wanita pada acara Tokal Mesak (duduk sendiri). Pakaian yang dipajang ini disamping memang milik
pengantin juga merupakan “Tanek” (sumbangan dari keluarga dan tetangga) kepada pengantin wanita.
Di samping pakaian jga terdapat bantal yang disusun dalam sebuah rak yang disebut “Tiang Galah” yang
sekaligus dijadikan sebagai hiasan pelaminan dalam acara tokal mesak hingga acara berkhir yaitu
menanti datangnya pengantin laki-laki pada acara Ngiring.

c. Kelengkapan upacara yang selalu ada bersama Saneng sebagai pengawal pengantin yang sekaligus
sebagai perantara antara Sandro (dukun) dan pengantin. Pralatan ini digunakan sebagai senjata untuk
menghalau para penunggu jalannya upacara utamanya dalam perjalanan mengiring pengantin laki-laki
menuju rumah pengantin perempuan, peralatan tersebut adalah:
- Pisao Pangot yaitu sebila pisau dengan mata terbuat dari besi, hulu dari gading. Pisau ini
digunakan sebagai senjata Saneng dalam mengusir setiap bentuk gangguan terhadap pengantin yang
dikawalnya.

- Owe atau We yaitu senjata saneng yang dibuat dari rotan yang bercabang empat dihiasi dengan
jambul dari benang berwarna warni. Alat ini merupakan senjata pemberian dukun yang dipakai untuk
menghalau kekuatan gaib yang dapat mengganggu jalannya upacara perkawinan.

d. Pedupaan terbuat dari tanah liat biasanya dipakai untuk membakar kemenyan sebagai wahana
untuk mengusir pengaruh jahat yang datang pada saat pengantin dirias.

e. Disamping peralatan di atas, pada perkawinan masyarakat Sumbawa juga memakai alat penangkal
kekuatan jahat yang disebut “Same Sentlak” yaitu ramuan yang dicampur denagan bubuk beras yang
dilekatkan pada dahi dan kacamata pengantin. Ramuan ini berwarna merah yang berbentu bundar dab
dikelilingi oleh bintik-bintik putih dengan maksud bahwa dari pengantin berada di tengah dan dibentengi
oleh para pengawal yang siap menghadapi segala ancaman serta gangguan yang berusaha mengusik
sang pengantin. Same Sentlak ini digunakan sebagai obat penangkal kekuatan jahat yang dibuat oleh
sang dukun berdasarkan hasil komunikasi yang dilakukan secara gaib (komunikasi spiritual).

2 2. Kelengkapan Pakaian Upacara Adat

Kegitan upacra adat yang dilaksnakan oleh Tau Samawa melibatkan banyak orang dari berbagai tingkat
usia. Usia yang paling diperhitungkan dalam kegiatan tersebut adalah mereka yang berusia muda
dengan sebutan:

- Tau nempu yaitu semua pemuda pemudi yang sudah memasuki golongan taruna-dedara ( usia 17-
20 tahun) yang tidak ditunjuk sebagai seneng, bapak praja atau ina praja.

- Tau Mungka adalah pemuda pemudi yang baru pertama kali memasuki jenjang taruna-dedara
(usia 17 tahun) dengan memakai pakaian khusus (yaitu pakaian mungka)

Dengan melibatkan kaum muda, dengan sendirinya proses sosialisai kegiatan adat dapat berjalan dengan
baik, sehingga dapat menepis perubahan yang terjadi akibat pengaruh dari luar yang dapat
mempengaruhi nilai dasar dari kegitan adat yang dilaknakan.

Demikian juga halnya dengan penggunaan pakaian adat yang walau disana sini terdapat perubahan atau
perkembangan namun perubahan tidak berpengaruh terhadap tata nilai yang dipegang teguh oleh
masyarakat di Sumbawa.

Pakaian upara adat yang akan ditampilkan adalah pakaian yang dikenakan oleh mereka yang terlibat
secara resmi dalam kegiatan upacara perkawinan itu anatara lain terdiri dari:

a. Pakaian Pengantin

Adapun kelengkapan pakaian pengantin pada saat melaksakan Nigring (mengiring pengantin laki-laki
menuju rumah pengantin wanita) adalah sebagai berikut:
- Pakaian Pengantin laki-laki, terdiri dari;

ü Sloko (topi haji) sebagai hiasan kepala.

ü Baju biasanya berwarna putih.

ü Jublo (jubah) panjang yang digunakan pada bagian luar baju putih.

ü Kre Alang (sarung songket)

ü Alas kaki (sandal)

- Pakaian pengantin wanita

Pada saat menunggu kedatangan pengantin laki-laki beserta rombongan Ngiring pengantin wanita telah
bersiap dengan pakaian pengantin yang terdiri dari;

ü Mentag Eleng (kerudung) sebagai tutup kepala yang dikenakan diatas sanggul yang diatasnya dihiasi
ddengan “buah punyung” (hiasan sanggul).

ü Lamung Mo (baju kurung) warna putih yang dihiasi dengan sulaman benag emas atau perak.

ü Kre Alang (sarung songket)

ü Subang Naga (giwang besar) yang dikenakan bersamaan denagn “Bangkis” (anting panjang) sebagai
hiasan telinga.

ü Blisu (gelang dari kulit kerang)

ü Kalong (manik-manik besar) yang terbuat dari perak yang dipakai sebagai gelang dan kalung.

ü Buah Lengan (perhiasan lengan)

ü Buah Gorong (buah baju) sejenis kalung yang dipakai sebagai hiasan memanjang mengikuti kancing
baju.

ü Seme Gerat yaitu hiasan pada dahi yang dibuat dari ramuan-ramuan yang dicampur dengan bubuk
beras. Biasanya hiasan dahi ini telah diberi mentera khusus dengan maksud untuk membuat pengantin
wanita disayangi oleh suaminya.

- Pakaian Mungka untuk Pria

ü Tobo, yaitu kopia adat yang dipakai sebagai khisan kepala.

ü Sumping, yaitu hisan yang diselipkan pada tebo bagian kiri.

ü Baju Mungka (bandong) yaitu baju kaos yang memakai kerah

ü Kuari, yaitu kalung hisan dada dari perak.


ü Buah Lengan, yaitu hiasan lengan dari perak

ü Berang Pendok, parang asli tau Samawa

ü Pangot dengan gigi, yaitu sejenis pisau/golokbergagang gading bertahtakan perak.

ü Buah Lamung Gareng, yaitu kancing/buah baju denagan bebtuk bulat yang digantungkan di leher.

ü Sisin Garoson, yaitu cicin perak yang dikenakan pada jari telunjuk kanan.

ü Jimat Mungka, yaitu sejenis ajiamat besar yang dikenakan dilehernya.

ü We Mungka, yaitu rotan yang dibuat bercabang tiga atau empat yang dihiasi “jambul” dari benang
yang dipegang denagan tangan kirinya.

ü Roko Mungka, yaitu rook dari lontar yang panjang dibuat denagn berbagai bentuk hiasan dari lontar
juga.

- Pakaian Mungka untuk Wanita

ü Cipo, yaitu tutup kepala yang dibuat/dibentuk menurut keadaan rambut wanita (sanggul) melintang
diatas kepala yang diatasnya diberi hiasan warna-warni.

ü Abad, yaitu pengikat cipo yang dihiasi dengan renda-renda dari perak.

ü Subang naga yaitu anting atau giwang dari perak yang berbentuk naga melingkar.

ü Bangkis, yaitu anting atau giwang panjang.

ü Lamung Mo, yaitu baju kurung ketat yang dihiasi dengan sulaman dari benang emas atau perak.

ü Salonong (selendang)

ü Kalong, yaitu manic-manik dari perak yang dipakai dengan cara melingkarkan pada gelang tangan.

ü Belisu, yaitu gelang putih dari kulit kima (kerang besar)

ü Kwari, yaitu kalung hiasan dada dari perak.

ü Bua Peniti, yaitu kancing atau buah baju berbentuk bulan sabit/bintang/kelor yang dipasang pada
leher.

ü Kre Alang (sarung songket)[3]


BAB III
KESIMPULAN

Konsep upacara perkawinan secara adat masih cukup dikenal oleh seluruh suku bangsa yang
mendiami bumi Indonesia ini. Hanya saja distorsi dalam tata cara pelaksanaan yang cenderung
mengubah tradisi lama menjadi lebih modern, sehingga setiap tradisi yang berubah secara perlahan atau
tetap bertahan seiring dianggap sebagai masyarakat terbelakang atau ketinggalan zaman. Peeubahan
yang lamban pada masyarakat biasanya terjadi karena ketatnya sosialisasi dan tranformasi kegiatan adat
yang terjadi pada masyarakat pendukungnya.

Salah satu masyarakat yang masih kokoh dengan tradisi perkawinan adat adalah masyarakat
Sumbawa atau dikenal dengan sebutan tau samawa. Acara yang dilaksanakan ternyata masih eret
dengan nilai ketradisionalan yang memiliki beberapa keunggulan untuk digunakan sebagai bahan
renungan bagi masyarakat yang hidup pada era modern dewasa ini. Salah satu nilai yang menonjol
adalah sifat kebersamaan masyarakat dengan pembagian kerja yang cukup baik bagi setiap orang yang
terlibat dalam kegiatan tersebut. Sifat kebersamaan ini diperlihatkan sebagai salah satu fungfsi sosial
upacara perkawinana yang dilaksanakan.

Fungsi social ini diperlihatkan pila melalui keterlibatan anggota keluarga bahkan anggota masyarakat
dengan jalan memberikan bantuan berupa uang, barang maupun tenaga untuk meringankan beban
keluarga yang melaksanakan perkawinan. Hal ini dapat memperkokoh solidaritas dan integritas
dikalangan masyarakat.

Dengan demikian upacara adat semacam ini masih perlu dipertahankan karena mendukung nilai-nilai
luhur dan gagasan vital. Nilai-nilai dan norma-norma yang terdapat dalam upacara perkawinan
menyebabkan masyarakat pendukungnya dapat berintraksi secara efektif dan tertib. Hal ini disebabkan
karena setiap nilai mengandung emosi dan gagasan yang mampu mengekang perilaku negative dan
menghasilkan tingkah laku positif.

Hal yang belum banyak berubah pada pelaksanaan upacara perkawinan adat sumbea adalah keyakinan
terhadap peranana sandro (dukun) sebagai perantara masyarakat terhadap kekuatan tersembunyi
(goib). Disamping itu kelengkapan upacara seperti pakaian pengantin, pakaian mungka dan seneng serta
kelengkapan lainnya masih tetap dipertahankan karena faktor kepatuhan mereka terhadap ketentuan
adat yang berlaku bagi seluruh masyarakat Sumbawa.
DAFTAR PUSTAKA

Yamin Mohamad, Drs, Upacara Adat Perkawinan di Desa Tapel Sumbawa, Perpustakaan Museum Negeri
NTB, Mataram, 2000.

Anda mungkin juga menyukai