Anda di halaman 1dari 16

Acute Medullary Compression

Disusun Sebagai Tugas Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior


( KKS )

Pembimbing:
dr. Luhu A Tapiheru, Sp. S

Oleh:
Febri Juhamsyah

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR SMF ILMU NEUROLOGI


RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN
SUMATERA UTARA
2015
ACUTE MEDULLARY COMPRESSION

A. Pendahuluan

Kompresi Medula Akut merupakan suatu kejadian berupa penekanan pada medulla spinalis

yang harus ditangani segera dikarenakan statusnya yang merupakan masalah

kegawatdaruratan.16 Kompresi Medula Akut merupakan penyakit dengan tingkat kompetensi

3B, yang berarti lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinis serta dapat langsung

memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat dan mampu membuat rujukan

yang tepat demi menyelamatkan pasien.9

B. Definisi

Kompresi medula akut adalah penekanan

pada medula spinalis yang disebabkan oleh

tumor, abses trauma dan penyakit tertentu

yang dapat menekan medula spinalis dan

mengganggu fungsi normalnya.16 Kompresi

medulla akut termasuk dalam kategori

Medical Emergency dikarenakan perlunya


Gambar 1. Segmen Medula Spinalis yang berada
di dalam Kanalis Vertebralis
penanganan dan diagnosis secara cepat untuk
mencegah terjadinya disabilitas jangka panjang akibat efek ireversibel dari kompresi

medulla spinalis9,2

1
C. Epidemiologi

Prevalensi kejadian Cedera Medula Spinalis di Amerika kurang lebih 200.000 pasien, kira-

kira 10.000 orang meninggal karena komplikasi yang berhubungan dengan cedera medula

spinalis. Kasus baru cedera medula spinalis diduga setiap tahun terjadi sekitar 15-50 per

sejuta penduduk, sementara angka prevalensi sekitar 900 per sejuta. Cedera medula spinalis

80% terjadi pada pria usia sekitar 15-30 tahun. Di Indonesia endiri, cedera tulang belakang

yang masuk di RSUD Dr. Soetomo rata-rata 111 kasus pertahun. Sejak tahun 1983–1997

terdapat 1592 kasus yang dirawat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. 13

Trauma medula spinalis terutama mengenai orang muda, paling sering usia 20-24 tahun dan

sekitar 65% kasus terjadi dibawah usia 35 tahun, sering terjadi pada pria daripada wanita (3-

4:1). Sekitar 50% akibat kecelakaan kendaraan bermotor, terutama sepeda motor (40%),

jatuh (20%), olahraga (13%), kecelakaan kerja (12%), kekerasan luka tembak atau tusuk

(15%). Lokasi paling sering adalah C5, diikuti C4, C6, T12, C7 dan L1. Kepustakaan lain

menyebutkan insiden sesuai lokasi lesi, yaitu, servikal 40%, torakal 10%, lumbal 3%,

dorsolumbal 35%, lain-lain 14%. 1

Kompresi medulla akut juga dapat disebabkan oleh adanya tumor. Metastase pada tulang

paling sering ditemukan pada kolumna vertebra. 70% pasien yang telah meninggal

diakibatkan oleh kanker memiliki tumor metastase spinal pada saat diotopsi. Penekanan

pada medulla spinalis terjadi pada 5-10% pasien yang menderita keganasan. 1,4

D. Patomekanisme

Gambar 2. Tampak adanya abses menekan Medula


Spinalis
Kerusakan medulla spinalis berkisar dari

komosis sementara (dimana pasien

sembuh sempurna) sampai kontusio,

laserasi, dan kompresi substansi medulla

(baik salah satu atau dalam kombinasi),

sampai transeksi lengkap medulla (yang

membuat pasien paralisis di bawah

tingkat cedera). Bila hemoragi terjadi

pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes ke ekstradural, subdural atau daerah

subarakhnoid pada kanal spinal. Segera setelah terjadi kontusio atau robekan akibat cedera,

serabut-serabut saraf mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke substansi grisea

medulla spinalis menjadi terganggu. Tidak hanya hal ini saja yang terjadi pada cedera

pembuluh darah medulla spinalis, tetapi proses patogenik dianggap menyebabkan kerusakan

yang terjadi pada cedera medulla spinalis akut. Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian yang

menimbulkan iskemia, hipoksia, edema, dan lesi-lesi hemoragi, yang pada gilirannya

mengakibatkan kerusakan mielin dan akson. Reaksi sekunder ini, diyakini menjadi penyebab

prinsip degenerasi medulla spinalis pada tingkat cedera, sekarang dianggap reversibel 4

sampai 6 jam setelah cedera. Untuk itu jika kerusakan medulla tidak dapat diperbaiki, maka

beberapa metode mengawali pengobatan dengan menggunakan kortikosteroid dan obat-obat

anti-inflamasi lainnya yang dibutuhkan untuk mencegah kerusakan sebagian dari

perkembangannya, masuk kedalam kerusakan total dan menetap. 12

E. Gambaran Klinik

3
- Nyeri dapat ditemukan pada 90-95% pasien. Terdapat dua tipe nyeri:

 Nyeri punggung local merupakan nyeri yang hampir selalu muncul sifatnya konstan

dan lokasi dekat dengan lesi. Nyeri berkurang pada saat duduk atau berdiri, tidak

seperti kelainan pada diskus yang reda jika berada pada posisi berbaring.

Eksaserbasi dengan peningkatan tekanan intratoraks (bersin, batuk, maneuver

Valsalva, serta mengedan).

 Nyeri radicular merupakan kompresi yang terjadi pada spinal root, ditemukan pada

66% pasien, sering ditemukan pada kejadian metastasis lumbosacral (90%) dan

servikal (79%) dibandingkan dengan metastasis pada toraks (55%). Pasien merasa

nyeri yang menjalar dari belakang ke depan. Pada ekstremitas, nyeri radicular

biasanya unilateral. Eksaserbasi dengan posisi berbaring, bergerak, batuk, bersin,

dan Valsalva maneuver. Nyeri ini memburuk pada malam hari dan menjalar sesuai

dengan dermatom.

- Kelemahan pada kaki akan muncul jika tidak ditangani dengan seksama, diawali dengan

adanya kekakuan dan perasaan ingin jatuh (ketidakseimbangan).

- Kelainan sensoris dapat muncul, yang diawali dengan hilangnya rasa yang dimulai dari

kaki, lalu meningkat hingga ke level kompresi medulla. Daerah yang mengalami mati

rasa jika diraba akan terasa dingin.

- Disfungsi anatomis, dengan tanda-tanda awal ialah hilangnya kontrol berkemih, urgensi.

Tanda-tanda akhir berupa retensi urin, serta overflow incontinence. Ditemukan gejala

konstipasi dan hilangnya perspirasi keringat didaerah bawah lesi.

- Lokasi dari kerusakan pada medula spinalis menentukan otot dan sensasi yang

terkena. Kelemahan atau kelumpuhan serta berkurangnya atau hilangnya rasa cenderung
terjadi di bawah daerah yang mengalami cedera. Tumor atau infeksi di dalam atau di

sekitar medula spinalis bisa secara perlahan menekan medula, sehingga timbul nyeri

pada sisi yang tertekan disertai kelemahan dan perubahan rasa. Jika keadaan semakin

memburuk, nyeri dan kelemahan akan berkembang menjadi kelumpuhan dan hilangnya

rasa, dalam beberapa hari atau minggu.


- Jika aliran darah ke medula spinalis terputus, maka kelumpuhan dan hilangnya rasa bisa

terjadi dalam waktu hanya beberapa menit. Penekanan medula spinalis yang berjalan

paling lambat biasanya merupakan akibat dari kelainan pada tulang yang disebabkan

oleh artritis degenerativa atau tumor yang pertumbuhannya sangat lambat. Penderita

tidak merasakan nyeri atau nyeri bersifat ringan, perubahan rasa (misalnya kesemutan)

dan kelemahan berkembang dalam beberapa bulan. 16, 2

F. Diagnosis Klinis dan Diagnosis Penunjang


- Lakukan pemeriksaan neurologis dengan teliti. Perkirakan lokasi lesi pada medulla

spinalis. Periksa residu urin (postvoid urinary residual).


- Periksa lokasi tumor primer (periksa dengan teliti payudara, prostat, foto toraks,

pemeriksaan laboratorium rutin termasuk hitung darah tepi, asam urat, fosfatase asam,

dan PSA)
- Pemeriksaan foto polos vertebra harus dikerjakan dan dapat menunjukkan adanya:
✓ Subluksasio atau kolaps vertebra
✓ Erosi tulang sekunder terhadap tumor atau
✓ Kalsifikasi (meningioma)
- Konsultasi sedini mungkin dengan dokter spesialis saraf dan/atau spesialis bedah saraf

dan bila perlu dengan radioterapis.


- Lakukan pemeriksan MRI vertebra dengan potongan sagital melalui vertebra terkait dan

potongan aksial melalui daerah yang dicurigai. Bila tidak mungkin dilakukan

pemeriksaan MRI, kerjakan pemeriksaan CT-Mielografi.

Gambar 3. Pemeriksaan MRI dapat melihat


kelainan yang menyebabkan kompresi pada
Medula Spinalis
- Tidak dianjurkan melakukan Pungsi

Lumbal bila dicurigai adanya kompresi

medula spinalis; Cairan serebrospinalis

dapat diperiksa pada saat pemeriksaan

Mielografi
- MRI dapat salah interpretasi pada abses

epidural kecil. Bila secara klinis sangat

dicurigai, lakukan pemeriksaan Mielografi/CT-Scan 5,10

G. Penatalaksanaan farmakologik dan non farmakologik


1. Terapi Farmakologik:

Terapi farmakologik berupa pemberian Kortikosteroid (Metilprednisolon) 30 mg/kgBB

bolus intravena selama 15 menit dilanjutkan dengan 5,4mg /kg BB/ jam selama 23 jam.

Hasil optimal bila pemberian dilakukan < 8 jam onset. 10,14 Penggunaan Metilprednisolon

dapat meningkatkan fungsi neurologis dan meredakan nyeri, mengurangi edema dan

memiliki efek onkolitik. Metilprednisolon juga dapat menurunkan onset iskemik medula

spinalis. Pada pasien dengan prognosis yang cukup buruk dan keadaan umum yang

tidak terlalu baik, pemberian kortikosteroid merupakan terapi yang paling mungkin
1,3
untuk dilakukan. Pada penelitian terbaru, ternyata ditemukan bahwa penambahan

Tirilazad, senyawa non-glukokortikoid, yang berfungsi sebagai neuroprotektor dapat

memberikan efek pencegahan terhadap penggunaan Metilprednisolon yang terlalu lama.


8

6
2. Terapi non-Farmakologik:

Radioterapi dapat segera dilakukan setelah diagnosis telah ditegakkan. Radioterapi

dapat diberikan pada tumor-tumor yang radiosensitive dan tidak ditemukan adanya
16,15
kelainan pada spinal. Selain itu radioterapi dapat digunakan sebagai terapi paliatif

pada penderita paraplegia. 7

Terapi bedah dapat diberikan pada pasien dengan keadaan umum yang stabil. Terapi

Bedah merupakan terapi lini pertama jika lokasi tumor primer tidak diketahui, dengan

relaps setelah radioterapi atau adanya instabilitas pada spinal serta pergeseran tulang
belakang. Selain itu harus dipertimbangkan mengenai tumor yang tidak sensitive pada

radioterapi. 1

H. Kontrol dan Pencegahan

Penyebab dari kejadian kompresi medulla spinalis sangat beragam, tidak mungkin dilakukan

pencegahan secara menyeluruh terhadap faktor resiko yang timbul. Pengecekan terhadap

berat badan serta sering berolahraga dapat menurunkan resiko peningkatan tekanan pada

punggung sekaligus gejala pada kompresi medulla spinalis. Selain itu, edukasi mengenai

cara mengangkat beban yang benar dapat menurunkan kejadian cedera pada tulang belakang

yang dapat menimbulkan kompresi pada tulang belakang. 11

I. Prognosis

Derajat fungsi neurologis pada saat diagnosis dan mulainya mendapat penanganan adalah

faktor terpenting untuk menentukan derajat perbaikan fungsi. Pemberian IV Kortikosteroid

dapat diberikan untuk mengurangi edema dan meningkatkan fungsi neurologis sambil

menentukan diagnosis pasti yang diderita oleh pasien. 11,6

J. Algoritma Penanganan Kompresi Medula Akut 15


9
10
K. Daftar Pustaka
1. Abrahm, J. L. 2004. Assessment and treatment of patients with malignant spinal cord

compression. J Support Oncol, 2, 377-88.


2. Arce, D., Sass, P. & Abul-Khoudoud, H. 2001. Recognizing spinal cord emergencies. Am Fam

Physician, 64, 631-8.


3. Batchelor, P. E., Wills, T. E., Skeers, P., Battistuzzo, C. R., Macleod, M. R., Howells, D. W. &

Sena, E. S. 2013. Meta-analysis of pre-clinical studies of early decompression in acute spinal

cord injury: A battle of time and pressure. PloS one, 8, e72659.


4. Bayley, A., Milosevic, M., Blend, R., Logue, J., Gospodarowicz, M., Boxen, I., Warde, P.,

McLean, M., Catton, C. & Catton, P. 2001. A prospective study of factors predicting clinically

occult spinal cord compression in patients with metastatic prostate carcinoma. Cancer, 92, 303-

310.
5. Fehlings, M. G., Vaccaro, A., Wilson, J. R., Singh, A., Cadotte, D. W., Harrop, J. S., Aarabi, B.,

Shaffrey, C., Dvorak, M. & Fisher, C. 2012. Early versus delayed decompression for traumatic

cervical spinal cord injury: results of the Surgical Timing in Acute Spinal Cord Injury Study

(STASCIS). PloS one, 7, e32037.


6. Furlan, J. C., Noonan, V., Cadotte, D. W. & Fehlings, M. G. 2011. Timing of decompressive

surgery of spinal cord after traumatic spinal cord injury: an evidence-based examination of pre-

clinical and clinical studies. Journal of neurotrauma, 28, 1371-1399.


7. Greenberg, H. S., Kim, J. H. & Posner, J. B. 1980. Epidural spinal cord compression from

metastatic tumor: results with a new treatment protocol. Annals of neurology, 8, 361-366.
8. Hall, E. 2011. Antioxidants Therapies for Acute Spinal Cord Injury. Neurotherapeutics, 8, 152-67.
9. Indonesia, K. K. 2012. Standar kompetensi dokter Indonesia. Jakarta: Konsil Kedokteran

Indonesia.
10. Johnston, R. A. 1993. The management of acute spinal cord compression. Journal of neurology,

neurosurgery, and psychiatry, 56, 1046.


11. Medicine, H. Available:

http://www.hopkinsmedicine.org/healthlibrary/conditions/nervous_system_disorders/spinal_cord

_compression_134,13/ [Accessed Mei 18, 2015].


12. Schiff, D. 2003. Spinal Cord Compression. Neurol Clin N Am, 21, 67-86.
13. Setiawan, I. 2005. Cedera Medula Spinalis. Cedera Saraf Pusat dan Asuhan Keperawatannya,

18-32.
14. Sorenson, P., Helweg-Larsen, S., Mouridsen, H. & Hansen, H. 1994. Effect of high-dose

dexamethasone in carcinomatous metastatic spinal cord compression treated with radiotherapy: a

randomized trial. Eur J Cancer A, 30, 22-27.


15. Sprigings, D. C. & Chambers, J. B. 2010. Acute medicine: a practical guide to the management

of medical emergencies, John Wiley and Sons.


16. VIHA 2008. Spinal Cord Compression. VIHA EOL Symptom Guidelines, 1, 179-185.

Anda mungkin juga menyukai