Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH SEMINAR

MANAJEMEN PRE DAN POST OPERASI KASUS KEBIDANAN


Mata kuliah : Keterampilan Klinik Praktik Kebidanan

Dosen Pendamping : Siti Ni’amah, S.Si.T.,M.Kes


Disusun oleh:

1. Febrianti puspitasari (111519001)


2. Maria Ulfah (111519002)
3. Devina Prames Vitriya (111519004)
4. Eva Einji tiravati (111519006)
5. Harnik (111519007)
6. Intania dewi fortuna (111519008)

PRODI DiplomaIII KEBIDANAN


STIKES BAKTI UTAMA PATI
Tahun Akademik 2019/2020
Jl. Ki Ageng Selo No. 15, Blaru Kec.Pati Kab. Pati, Jawa Tengah 59114
Telp. (0295) 384984 Fax. (0295) 382585

i
LEMBAR PENGESAHAN

Makalah yang berjudul “ Manajemen Pre dan Post Operasi Kasus Kebidanan ”
telah disahkan dan disetujui pada :
Hari :....................
Tanggal :....................

Dosen Pengampu

Siti Ni’amah, S.Si.T.,M.Kes


NPP: 12005042

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
rahmat-Nya makalah yang berjudul “Manajemen Pre dan Post Operasi Kasus
Kebidanan”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Konsep Kebidanan.
Kami berterimakasih kepada semua pihak yang sudah membantu kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas Makalah ini tepat pada waktunya.
Dalam menyusun tugas Makalah, masih banyak kekurangan dari segi penulisan,
bahasa, maupun isinya. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat
penulis harapkan guna memperbaiki Makalah ini.

Pati.............................

Penulis,

iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Tujuan .........................................................................................................6
C. Manfaat .......................................................................................................6
BAB II. TINJAUAN TEORI..................................................................................7
A. Definisi Operasi...........................................................................................7
B. Jenis-jenis operasi.......................................................................................7
C. Persiapan untuk pre operasi......................................................................8
D. Persiapan untuk post operasi....................................................................17
E. Prinsip-prinsip umum...............................................................................21
BAB III. PENUTUP...............................................................................................23
A. Kesimpulan ................................................................................................23
B. Saran ..........................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA

iv
v
BAB I

PENDAHULUAN

A. LatarBelakang
Operasi atau pembedahan merupakan semua tindak pengobatan yang
menggunakan carain vasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh
yang akan ditangani. Pembukaan  bagian tubuh ini umumnya dilakukan
dengan membuat sayatan, setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan,
dilakukan tindak perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan  penjahitan
luka. Perawatan selanjutnya akan termasuk dalam perawatan pasca bedah.
Tindakan pembedahan atau operasi dapat menimbulkan berbagai keluhan dan
gejala. Keluhan dan gejala yang sering adalah nyeri (Sjamsuhidajat, 1998).
Tindakan operasi atau  pembedahan biasa saja di pengalaman yang sulit bagi
hampir semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang
akan membahayakan bagi pasien. Kecemasan yang mereka alami biasanya
terkait dengan segala macam  prosedur asing yang harus dijalani pasien dan
juga ancaman terhadap keselamatan jiwa akibat segala macam prosedur
pembedahan dan tindakan pembiusan. Perawat dan bidan mempunyai peranan
yang sangat penting dalam setiap tindakan pembedahan baik pada masa
sebelum, selama maupun setelah operasi. Intervensi keperawatan yang
tepatdiperlukan untuk mempersiapkan klien baik secara fisik maupun psikis.
Tingkat keberhasilan pembedahan sangat tergantung pada setiap tahapan yang
dialami dan saling ketergantungan antara timkesehatan yang terkait (dokter
bedah, dokter anestesi, perawat/bidan) di samping peranan  pasien yang
kooperatif selama proses perioperatif.

PreOperatif adalah fase dimulai ketika keputusan untuk menjalani


operasi atau pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke
meja operasi (smeltzer and Bare, 2002). Post Operasi adalah masa setelah
dilakukan pembedahan yang dimulai saat pasien dipindahkan ke ruang

1
pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya (Uliyah & Hidayat,
2008).

Persalinan adalah suatu proses mendorong keluar hasil konsepsi (janin,


plasenta dan ketuban) dari dalam rahim lewat jalan lahir atau dengan jalan lain
(Reeder, 2012). Persalinan merupakan pengalaman hidup yang dapat
menimbulkan potensi positif dan negatif bagi psikologis ibu (Bryanton, dkk,
2008). Pengalaman persalinan pada ibu primipara akan mempengaruhi
persepsi, respon, kebutuhan dan dukungan dalam menghadapi persalinan
(Nurlaela, 2008). Persalinan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
pervaginam dan pelahiran sectio caesarea. Persalinan pervaginam adalah
keluarnya hasil konsepsi melewati jalan lahir yang dapat dilakukan tanpa
bantuan alat (persalinan spontan) dan dengan bantuan alat (obstetrik operatif).
Pelahiran sectio caesarea adalah persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim
dalam keadaan utuh dan berat janin diatas 500 gram yang sering disebut
dengan sectio caesarea (SC) (Mitayani, 2011; Green, 2012).

SC merupakan tindakan yang beresiko, dampak yang ditimbulkan


antara lain, berupa pendarahan, infeksi, anesthesia, emboli paru – paru,
kegagalan ginjal akibat hipotensi yang lama. Pasien yang menjalani persalinan
dengan metode SC biasanya merasakan berbagai ketidaknyamanan.
Ketidaknyamanan seperti, rasa nyeri dari insisi abdominal dan efek samping
dari anestesi. Proses persalinan yang dialami oleh ibu dengan SC juga akan
berpengaruh pada respon fisilogis setelah melahirkan (Reeder, 2011).

Kelahiran melalui SC dapat menimbulkan gangguan fisiologis dan


psikologis terutama pada pengalaman SC yang tidak direncanakan
(emergensi) (Green, 2012). Berdasarkan kondisi pasien, tindakan SC
dibedakan menjadi dua yaitu, SC terencana (elektif) dan SC darurat
(emergensi). SC terencana (elektif) merupakan tindakan operasi yang sudah
direncanakan jauh-jauh hari sebelumnya. Kondisi ini dilakukan jika ada

2
masalah kesehatan pada ibu atau ibu menderita suatu penyakit, sehingga tidak
memungkinkan untuk melahirkan secara normal, misalnya janin presentasi
bokong, plasenta previa, masalah kesehatan ibu dan janin. Sedangkan SC
darurat (emergensi) dilakukan ketika proses persalinan normal sedang
berlangsung, namun karena suatu keadaan kegawatan, misalnya induksi yang
gagal, prolaps tali pusat, pendarahan, maka SC harus segera dilakukan (Oxorn
& Forte, 2010). Menurut hasil penelitian Sumelung (2014) dari 167 responden
ada empat faktor yang paling berperan dalam peningkatan angka kejadian SC
darurat yaitu gawat janin (31,14%), persalinan tidak maju (27,55%), pre
eklampsia 24,55%) dan panggul sempit (16,76%).

SC adalah salah satu operasi bedah yang paling umum dilakukan di


dunia. Menurut World Health Organization (WHO) (2014), sebanyak (99%)
kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negara-negara
berkembang. Salah satu indikator utama derajat kesehatan suatu negara adalah
angka kematian ibu (AKI). WHO (2012), sebanyak (16%) SC yang melebihi
batas yang direkomendasikan. Indikator SC (5–15%) untuk setiap negara
(Suryati, 2012).

Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, tingkat persalinan SC di


Indonesia (10%), Sumatera Barat (14%) dimana angka tersebut hampir
mendekati batas maksimal standar WHO. Indikator SC di rumah sakit swasta
(30%) dari total jumlah persalinan (Mulyawati, dkk, 2011; Judhita, 2009)

Pada tahun 2015 data SC RS Islam Ibnu Sina Bukittinggi sekitar


(40%-50%) melebihi dari angka total jumlah persalinan. Pada tahun 2015 RS
Ibnu Sina Bukitinggi Yarsi Sumbar, persentase SC yang direncanakan
sebanyak (56%). Dari SC direncanakan diantaranya : gemili (anak kembar),
keinginan sendiri, preeklampsia, SC pengulangan, letak sungsang, HAP
(pendarahan pada kehamilan) dan penyakit pernyerta (mioma, varises,
epilepsi, kista, hernia dan diabetes), sedangkan SC yang tidak direncanakan
sebanyak (44%) diantaranya: serotinus, gagal induksi, fetal distress (gawat

3
janin), oligohidromnion (ketuban sedikit), CPD (panggul sempit) dan KPD
(ketuban pecah dini).

Seksio caesarea (SC) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi


persepsi dan kesiapan ibu menghadapi persalinan. Persepsi ibu yang buruk
dan ketidaksiapan ibu primipara menghadapi SC dapat meningkatkan risiko
depresi postpartum dan trauma. Kesiapan ibu menjalani persalinan
dipengaruhi oleh berbagai hal, salah satunya adalah persepsi ibu terhadap
persalinan. Anggapan individu sebelum hamil, media, latar belakang sosial,
etnis serta budaya merupakan hal-hal yang turut berperan terhadap harapan
ibu mengenai persalinan (Meliyana, 2008). Hasil penelitian Widiastuti (2015)
ibu primipara saat diputuskan emergensi didapatkan hasil, persepsi ibu terkait
SC emergensi, pengaruh spiritualitas terhadap persepsi positif ibu dan
dukungan bagi ibu dalam menghadapi SC emergensi. Dukungan bagi ibu
dalam menghadapi SC emergensi, pengaruh spiritualitas terhadap persepsi
positif ibu dan persepsi ibu terkait SC emergensi berperan dalam
meningkatkan kesiapan ibu untuk menjalani SC emergensi.

SC memiliki dampak pada psikologis ibu. Ibu yang persalinan dengan


SC yang tidak direncanakan (emergensi) mengekspresikan kekhawatiran
praoperatif seperti takut akan kematian, takut akan keselamatan hidup
bayinya, anestesi dan kamar operasi (Somera, dkk, 2010). Ibu tertekan pada
sebelum, selama dan sesudah SC yang dialami yaitu mengekspresikan
kurangnya kepuasan dan persepsi yang negatif terhadap SC (Clement, 2001
dalam Simone, 2007; Porter dkk, 2007). Ibu sering mengalami kekhawatiran
psikososial dan fisik. Ibu mengeluhkan perasaan takut, hilangnya konsentrasi,
mudah marah, kecemasan dan gangguan persepsi tentang SC (Simone, 2007).
Pada wanita SC yang tidak direncanakan cenderung melaporkan nyeri pada
postoperatif dan persepsi melahirkan yang negatif (Cranley dkk, 2012). Selain
itu, psikologis ibu muncul psikososialnya seperti kecemasan, harga diri, dan
depresi yang memiliki berbagai pengaruh pada persepsi melahirkan yang

4
terkait dengan SC yang tidak direncanakan (Bradley, 1983 dalam Simone,
2007). Dan dampak lain setelah SC terjadinya, gangguan stres pasca trauma
(PTSD) dan depresi postpartum (PPD) (Beck, 2004 dalam Simone 2007;
Shuyu, dkk, 2014). Selain itu, komplikasi psikologis lain yang terkait dengan
awal interaksi ibu dengan bayi serta peran pencapaian ibu (Clement, 2001
dalam Simone, 2007). Informasi yang lengkap tentang anestesi, SC dan
dukungan emosional dari pasangan merupakan faktor-faktor yang dapat
menurunkan kecemasan serta meningkatkan kepuasan ibu terhadap SC yang
dialaminya (Hobson dkk, 2005; Porter dkk, 2007).

Menurut Ceronio, dkk (2005), mengeksplorasi pengalaman lima


wanita Kaukasia dan pasangan mereka sebelum, selama, dan setelah SC yang
tidak direncanakan dengan menggunakan wawancara terstruktur pada tiga hari
post SC. Ibu melaporkan nyeri, kelelahan dan stres selama fase pra-operasi,
prosedur operasi yang dipandang negatif, dan emosi positif dalam prosedur
SC. Menurut Simone (2007), dalam penelitian kualitatif terhadap wanita
Afrika-Amerika dengan tujuh partisipan yang dijadwalkan tindakan SC tidak
terencana (emergensi) bahwa ibu-ibu mengalami kehilangan konsentrasi,
reaksi awal postoperatif, dan refleksi pengalaman melahirkan secara SC.

Pada studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada tanggal 10 Maret


2016, Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di ruang kebidanan RS
Islam IbnuSina Bukittinggi Yarsi Sumbar. Ibu-ibu yang akan menjalani
tindakan SC untuk pertama kali pada wanita primipara, pada fase praoperatif
pada yang akan menjalani operasi SC, pasien pertama mengungkapkan
perasaan cemasnya waktu akan menjalani operasi sesar ini. Pasien ini
khawatir nanti terjadi apa-apa saat operasi karena baru pertama kali operasi
ini. Pasien ini mengatakan bahwa dia takut nanti tidak mempunyai
kesempatan melihat bayinya lagi. Pasien berikutnya yang diwawancarai
mengatakan bahwa dia merasa sangat stres dengan keputusan akan dilakukan
operasi sesar ini. Pasien ini mengungkapkan bahwa dia sangat gelisah

5
sehingga sering terbangun saat tengah malam karena akan di operasi ini.
Informasi tentang pengalaman psikologis ibu praoperatif masih sangat
terbatas.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi operasi
2. Untuk mengetahui jenis-jenis operasi
3. Untuk mengetahui perawatan dan persiapan pasien pre operasi
4. Untuk mengetahui Perawatan dan persiapan pasien post operasi
5. Untuk mengetahui prinsip-prinsip umum
C. Manfaat
1. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui definisi operasi
2. Mahasiswa mampu mengetahui jenis-jenis operasi
3. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui Perawatan dan persiapan
pasien pre operasi
4. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui Perawatan dan persiapan
pasien post operasi
5. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui prinsip-prinsip umum

6
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi Operasi
Operasi atau pembedahan merupakan tindakan medis yang penting
dalam pelayanan kesehatan dan salah satu tindakan yang bertujuan untuk
menyelamatkan, mencegah kecacatan dan komplikasi. Namun demikian,
pembedagan juga dapat menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan
nyawa.
Persalinan dengan operasi section caesarea ditujukan untuk indikasi
medis tertentu, yang terbagi atas indikasi untuk ibu dan indikasi untuk bayi.
Persalinan section caesaria atau bedah Caesar harus dipahami sebagai
alternative persalinan ketika dilakukan persalinan secara normal tidak bisa
lagi (Patricia, 2005; Irwan, 2009; Lang, 2011). Meskipun 90 % persalinan
termasuk kategpri normal atau tanpa komplikasi persalinana, namun apabila
terjadi komplikasi maka penanganan selalu berpegang teguh pada prioritas
keselamatan ibu dan bayi. Operasi section caesarea ini merupakan pilihan
persalinan yang terakhir setelah dipertimbangkan cara-cara persalinan
pervaginaan tidak layak untuk dikejrjakan (Akhmad, 2008; Asamoah, 2011).
B. Jenis-Jenis Operasi
1. Jenis-Jenis Pembedahan Berdasarkan Lokasi
Berdasarkan lokasinya, pembedahan dapat dibagi menjadi bedah
toraks kardiovaskuler, bedah neurologi, bedah ortopedi, bedah urologi,
bedah kepala leher, bedah digestif, dan lain-lain.
2.  Jenis-Jenis Pembedahan Berdasarkan Tujuan
Berdasarkan tujuannya, pembedahan dapat dibagi menjadi :
a. Pembedahan diagnosis, ditunjukan untuk menentukan sebab terjadinya
gejala penyakit seperti biopsy, eksplorasi, dan laparotomi.
b. Pembedahan kuratif, dilakukan untuk mengambil bagian dari penyakit.
Misalnya pembendahan apendektomi.

7
c. Pembedahan restoratif, dilakukan untuk memperbaiki deformitas,
menyambung daerah yang terpisah.
d. Pembedahan paliatif, dilakukan untuk mengurangi gejala tanpa
menyembuhkan penyakit.
e. Pembedahan kosmetik, dilakukan untuk memperbaiki bentuk dalam
tubuh seperti rhinoplasti.
C. Perawatan dan persiapan untuk pasien Pre Operasi
Pre operasi (pre bedah) merupakan masa sebelum dilakukannya
tindakan pembedahan, dimulai sejak persiapan pembedahan dan berakhir
sampai pasien di meja bedah.
Hal-hal yang perlu dikaji dalam tahap pra oprasi adalah pegetahuan
tentang persiapan pembedahan, dan kesiapan psikologis. Prioritas pada
prosedur pembedahan yang utama adalah inform consent yaitu pernyataan
persetujuan klien dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan yang
berguna untuk mencegah ketidak tahuan klien tentang prosedur yang akan
dilaksanakan dan juga menjaga rumah sakit serta petugas kesehatan dari klien
dan keluarganya mengenai tindakan tersebut. Pengakajian secara integral dari
fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan
untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi. Adapun persiapan klien di
unit perawatan meliputi :
1) Konsultasi dengan dokter obstetrik dan dokter anestesi
Semua ibu yang akan dioperasi harus diperiksa dokter obstetri dan
dokter anestesi sebelum operasi dilakukan. Anggota multidisiplin lainnya
juga dapat terlibat, misalnya fisioterapis.
2) Pramedikasi
Pramedikasi adalah obat yang diberikan sebelum operasi dilakukan.
Sebagai persiapan atau bagian dari anestesi. Pramedikasi dapat diresepkan
dalam berbagai bentuk sesuai kebutuhan, misalnya relaksan, antiemetik,
analgesik dll.

8
3) Perawatan kandung kemih dan usus
Konstipasi dapat terjadi sebagai masalah pascabedah setelah puasa dan
imobilisasi, oleh karena itu lebih baik bila dilakukan pengosongan usus
sebelum operasi. Kateter residu atau indweling dapat tetap dipasang untuk
mencegah terjadinya trauma pada kandung kemih selama operasi.
4) Mengidentifikasi dan melepas prostesis
Semua prostesis seperti lensa kontak, gigi palsu, kaki palsu, perhiasan
dll harus dilepas sebelum pembedahan. Selubung gigi juga harus dilepas
seandenya akan diberikan anestesi umum, karena adanya resiko terlepas
dan tertelan. Pakai gelang identitas, terutama pada ibu yang diperkirakan
akan tidak sadar dan disiapkan gelang identitas untuk bayi.
5) Persiapan Fisik
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2
tahapan, yaitu persiapan di unit perawatan dan persiapan di ruang operasi
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum
operasi antara lain :
a. Status kesehatan fisik secara umum
Pemeriksaan status kesehatan secara umum meliputi identitas
klien, riwayat penyakit, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik
lengkap; antara lain status hemodinamika, status kardiovaskuler, status
pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin dan fungsi
imunologi. Selain itu pasien harus istirahat yang cukup karena pasien
tidak akan mengalami stres fisik dan tubuh lebih rileks sehingga bagi
pasien yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan darah pasien dapat
stabil serta bagi pasien wanita tidak akan memicu terjadinya haid lebih
awal
b. Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan
dan berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein
darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala

9
bentuk defisiensi nutrisi harus dikoreksi sebelum pembedahan untuk
memberikan protein yang cukup bagi perbaikan jaringan. Segala
bentuk defisiensi nutrisi harus dikoreks sebelum pembedahan untuk
memberikan protein yang cukup untuk perbaikan.
Protein sangat penting untuk mengganti massa otot tubuh
selama fase katabolik setelah pembedahan, memulihkan volume darah
dan protein plasma yang hilang, dan untuk memenuhi kebutuhan yang
meningkat untuk perbaikan jaringan dan daya tahan terhadao infeksi.
Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami
berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi
lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling sering
terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan
sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka
yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis
yang bisa mengakibatkan kematian.
c. Keseimbangan cairan dan elektrolit
Keseimbangan cairan dan elektrolit perlu diperhatikan dalam
kaitannya dengan input dan output cairan. Demikian juga kadar
elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit
yang biasanya diperiksa adalah kadar natrium serum (normal : 135 –
145 mmol/l), kadar kalium serum (normal : 3,5 – 5 mmol/l) dan kadar
kreatinin serum (0,70 – 1,50 mg/dl).
Keseimbangan cairan dan elektrolit berkaitan erat dengan
fungsi ginjal. Ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan
ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka
operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami
gangguan seperti oliguri atau anuria, insufisiensi renal akut, nefritis
akut maka operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal,
kecuali pada kasus-kasus yang mengancam jiwa.
d. Kebersihan lambung dan kolon

10
Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu.
Intervensi keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien
dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon
dengan tindakan enema atau lavement. Lamanya puasa berkisar antara
7 – 8 jam. Tujuan pengosongan lambung dan kolon adalah untuk
menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan
menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga
menghindarkan terjadi infeksi pasca pembedahan. Khusus pada pasien
yang menbutuhkan operasi CITO (segera) seperti pada pasien
kecelakaan lalu lintas, pengosongan lambung dapat dilakukan dengan
cara pemasangan NGT (naso gastric tube).
e. Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari
terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena
rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman
dan juga mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan
perawatan luka.
f. Personal Hygine
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan
operasi karena tubuh yang kotor dapat menjadi sumber kuman dan
mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada pasien yang
kondisi fisiknya kuat diajurkan untuk mandi sendiri dan
membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya, jika
pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene secara
mandiri maka perawat akan memberikan bantuan pemenuhan
kebutuhan personal hygiene.
g. Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan
pemasangan kateter. Selain untuk pengosongan isi bladder tindakan

11
kateterisasi juga diperlukan untuk mengobservasi keseimbangan
cairan.
h. Latihan Fisik
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum
operasi, hal ini sangat penting sebagai persiapan pasien dalam
menghadapi kondisi pascaoperasi, seperti nyeri daerah operasi, batuk
dan banyak lendir pada tenggorokan. Latihan yang diberikan pada
pasien sebelum operasi antara lain latihan nafas dalam, latihan batuk
efektif dan latihan gerak sendi.
i. Pemeriksaan Status Anastesi
Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiuasan
dilakukan untuk keselamatan selama pembedahan. Sebelum dilakukan
anastesi demi kepentingan pembedahan, pasien akan mengalami
pemeriksaan status fisik yang diperlukan untuk menilai sejauh mana
resiko pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan yang biasa
digunakan adalah pemeriksaan dengan menggunakan metode ASA
( American Society of Anasthesiologist ). Pemeriksaan ini dilakukan
karena obat dan teknik anastesi pada umumnya akan mengganggu
fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf. Berikut adalah
tabel pemeriksaan ASA.

Kelas Status Fisik


Seorang pasien yang normal dan sehat, selain penyakit yang akan
ASA I
dioperasi.
ASA II Seorang pasien dengan penyakit sistemik ringan sampai sedang.
Seorang pasien dengan penyakit sistemik berat yang belum
ASA III
mengancam jiwa.
Seorang pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam
ASA IV
jiwa.
ASA V Penderita sekarat yang mungkin tidak bertahan dalam waktu 24
jam dengan atau tanpa pembedahan, kategori ini
meliputi penderita yang sebelumnya sehat, disertai dengan

12
perdarahan yang tidak terkontrol, begitu juga penderita usia
lanjut dengan penyakit terminal.

j. Inform Consent/Izin Persetujuan Operasi


Selain dilakukan berbagai pemeriksaan penunjang terhadap
pasien hal yang paling penting terkait dengan aspek hukum dan
tanggung jawab adalah inform consent. Baik pasien maupu
keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis dan operasi
sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang
akan menjalani tindakan medis wajib menuliskan surat pernyataan
persetujuan dilakukanya tindakan medis. Informed consent sebagai
wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi aspek etik hukum,
maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhadap pasien wajib
untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan operasi. Artinya
apapun tindakan yang dilakukan pada pasien terkait dengan
pembedahan keluarga melalui segala resiko dan konsekuensinya. Jika
petugas belum menjelaskan secara detail maka pihak keluarga harus
betul-betul perlu menanyakanya pada petugas sehingga paham. Hal ini
perlu dilakukan agar tidak terjadi sesuatu yang buruk dikemudian hari
jika operasi tak berjalan sesuai harapan.
k. Persiapan Psikis (Mental)
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya
dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap
atau labil dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya. Tindakan
pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual pada
integeritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis
maupun psikologis (Barbara C. Long). Contoh perubahan fisiologis
yang muncul akibat kecemasan dan ketakutan antara lain :Pasien
dengan riwayat hipertensi jika mengalami kecemasan sebelum operasi
dapat mengakibatkan pasien sulit tidur dan tekanan darahnya akan

13
meningkat sehingga operasi bisa dibatalkan. Pasien wanita yang terlalu
cemas menghadapi operasi dapat mengalami menstruasi lebih cepat
dari biasanya, sehingga operasi terpaksa harus ditunda. Setiap orang
mempunyai pandangan yang berbeda dalam menghadapi pengalaman
operasi sehingga akan memberikan respon yang berbeda pula, akan
tetapi sesungguhnya perasaan takut dan cemas selalu dialami setiap
orang dalam menghadapi pembedahan.Berbagai alasan yang dapat
menyebabkan ketakutan/kecemasan pasien dalam menghadapi
pembedahan antara lain :
1. Takut nyeri setelah pembedahan.
2. Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak
berfungsi normal ( body image ).
3. Takut keganasan ( bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti ).
4. Takut / cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain
yang mempunyai penyakit yang sama.
5. Takut / ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan
dan petugas.
6. Takut mati saat dibius / tidak sadar lagi.
7. Takut operasi gagal.
Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat
dideteksi dengan adanya perubahan - perubahan fisik seperti :
meningkatnya frekuensi nadi dan pernafasan, gerakan - gerakan tangan
yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah, menayakan
pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, sering berkemih.
Perawat perlu mengkaji mekanisme koping yang biasa digunakan oleh
pasien dalam menghadapi stres. Disamping itu perawat perlu mengkaji
hal - hal yang bisa digunakan untuk membantu pasien dalam
menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan ini, seperti adanya
orang terdekat, tingkat perkembangan pasien, faktor pendukung /
support system.Untuk mengurangi / mengatasi kecemasan pasien,

14
perawat dapat menanyakan hal - hal yang terkait dengan persiapan
operasi, antara lain :
1. Pengalaman operasi sebelumnya
Persepsi pasien dan keluarga tentang tujuan / alasan tindakan
operasi. Pengetahuan pasien dan keluarga tentang persiapan
operasi baik fisik maupun penunjang.
2. Pengetahuan pasien dan keluarga tentang situasi / kondisi kamar
operasi dan petugas kamar operasi.
Pengetahuan pasien dan keluarga tentang prosedur ( pre, intra,
post operasi) Pengetahuan tentang latihan - latihan yang harus
dilakukan sebelum operasi dan harus dijalankan setalah operasi,
seperti : latihan nafas dalam, batuk efektif, ROM, dll. Persiapan
mental yang kurang memadai dapat mempengaruhi pengambilan
keputusan pasien dan keluarganya. Sehingga tidak jarang pasien
menolak operasi yang sebelumnya telah disetujui dan biasanya
pasien pulang tanpa operasi dan beberapa hari kemudian datang
lagi ke rumah sakit setalah merasa sudah siap dan hal ini berarti
telah menunda operasi yang mestinya sudah dilakukan beberapa
hari / minggu yang lalu. Oleh karena itu persiapan mental pasien
menjadi hal yang penting untuk diperhatikan dan didukung oleh
keluarga / orang terdekat pasien.Persiapan mental dapat dilakukan
dengan bantuan keluarga dan perawat. Kehadiran dan keterlibatan
keluarga sangat mendukung persiapan mental pasien. Keluarga
hanya perlu mendampingi pasien sebelum operasi, memberikan
doa dan dukungan pasien dengan kata-kata yang menenangkan hati
pasien dan meneguhkan keputusan pasien untuk menjalani operasi.
Peranan tenaga kesehatan dalam memberikan dukungan
mental dapat dilakukan dengan berbagai cara:
a. Membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang
dialami pasien sebelum operasi, memberikan informasi pada

15
pasien tentang waktu operasi, hal-hal yang akan dialami oleh
pasien selama proses operasi, menunjukkan tempat kamar operasi,
dll.
b. Dengan mengetahui berbagai informasi selama operasi maka
diharapkan pasien mejadi lebih siap menghadapi operasi,
meskipun demikian ada keluarga yang tidak menghendaki pasien
mengetahui tentang berbagai hal yang terkait dengan operasi yang
akan dialami pasien.
c. Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan
persiapan operasi sesuai dengan tingkat perkembangan. Gunakan
bahasa yang sederhana dan jelas. Misalnya: jika pasien harus
puasa, perawat akan menjelaskan kapan mulai puasa dan samapai
kapan, manfaatnya untuk apa, dan jika diambil darahnya, pasien
perlu diberikan penjelasan tujuan dari pemeriksaan darah yang
dilakukan, dll. Diharapkan dengan pemberian informasi yang
lengkap, kecemasan yang dialami oleh pasien akan dapat
diturunkan dan mempersiapkan mental pasien dengan baik
d. Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk
menanyakan tentang segala prosedur yang ada. Dan memberi
kesempatan pada pasien dan keluarga untuk berdoa bersama-sama
sebelum pasien di antar ke kamar operasi.
e. Mengoreksi pengertian yang saah tentang tindakan pembedahan
dan hal-hal lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan
kecemasan pada pasien.
f. Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre
medikasi, seperti valium dan diazepam tablet sebelum pasien tidur
untuk menurunkan kecemasan dan pasien dapat tidur sehingga
kebutuhan istirahatnya terpenuhi.
g. Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar
operasi, petugas kesehatan di situ akan memperkenalkan diri

16
sehingga membuat pasien merasa lebih tenang. Untuk memberikan
ketenangan pada pasien, keluarga juga diberikan kesempatn untuk
mengantar pasien samapi ke batas kamar operasi dan
diperkenankan untuk menunggu di ruang tunggu yang terletak di
depan kamar operasi.
l. Persiapan administrasi
Keluarga pasien yang akan dilakukan prosedur operasi wajib
bertanggung jawab membaca dan mendatangani surat izin operasi.
Selain itu persiapkan segala surat, dokumen, dan data yang dibutuhkan
untuk perihal administrasi yang akan kita urus di RS, dan
informasikan semua data ini secara detil kepada anggota keluarga
terdekat (suami/istri, orangtua, adik atau kakak). Jika kita
menggunakan asuransi dari kantor, jelaskan kepada anggota keluarga
bagaimana prosedur pengurusan dan formulir apa saja yang butuh
diisi, difotokopi dan disiapkan. Sama halnya jika menggunakan BPJS
ataupun cara pembiayaan yang lain. Satukan semua berkas formulir
dan fotokopi dokumen dalam satu map khusus. Ketika kita sudah mau
masuk ruang operasi sampai nanti pasca operasi, sudah tentu semua
dokumen administrasi otomatis menjadi urusan keluarga dekat.
Dengan penjelasan sejak awal akan membuat prosedur administrasi
lebih efektif dan meminimalisir kebingungan keluarga.
D. Perawatan dan persiapan untuk pasien Post Operasi
Post operasi adalah masa yang dimulai ketika masuknya pasien
keruang pemulihan dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan
klinik ataudirumah. Setelah pembedahan, perawatan klien dapat menjadi
kompleks akibatfisiologis yang mungkin terjadi. Untuk mengkaji kondisi
pasca atau post operasiini, perawat mengandalkan informasi yang berasal dari
hasil pengkajian keperawatan preoperative. Pengetahuan yang dimiliki klien
tentang prosedur pembedahan dan hal - hal yang terjadi selama pembedahan
berlangsung.Informasi ini membantu perawat mendeteksi adanya perubahan.

17
Tindakan pasca operasi dilakukan dalam 2 tahap, yaitu periode pemulihan
segera dan pemulihan berkelanjutan setelah fase pasca operasi. Untuk klien
yang menjalani bedah sehari, pemulihan normalnya terjadi dalam 1 sampai 2
jam dan penyembuhan dilakukan di rumah. Untuk klien yang dirawat di
rumah sakit pemulihan terjadi selama beberapa jam dan penyembuhan
berlangsung selama 1hari atau lebih tergantung pada luasnya pembedahan dan
respon klien. Setelah tindakan pembedahan (pra oprasi), beberapa hal yang
perlu dikaji diantaranya adalah status kesadaran, kualitas jalan napas, sirkulasi
dan perubahan tanda vital yang lain, keseimbangan elektrolit,  kardiovaskular,
lokasi daerah pembedahan dan sekitarnya, serta alat-alat yang digunakan
dalam pembedahan. Selama periode ini proses asuhan diarahkan pada
menstabilkan kondisi pasien pada keadaan equlibrium fisiologis pasien,
menghilangkan nyeri dan pencegahan komplikasi. Pengkajian yang cermat
dan intervensi segera membantu pasien kembali pada fungsi optimalnya
dengan cepat, aman dan nyaman.
Upaya yang dapat dilakukan diarahkan untuk mengantisipasi dan
mencegah masalah yang kemungkinan mucul pada tahap ini. Pengkajian dan
penanganan yang cepat dan akurat sangat dibutuhkan untuk mencegah
komplikasi yang memperlama perawatan di rumah sakit atau membahayakan
diri pasien. Memperhatikan hal ini, asuhan  postoperasi sama pentingnya
dengan prosedur pembedahan itu sendiri.
a. Faktor yang Berpengaruh Postoperasi
1. Mempertahankan jalan nafas
Dengan mengatur posisi, memasang suction dan pemasangan
mayo/gudel.
2. Mempertahankan ventilasi/oksigenasi
ventilasi dan oksigenasi dapat dipertahankan dengan pemberian
bantuan nafas melalui ventilaot mekanik atau nasal kanul.
3. Mempertahakan sirkulasi darah

18
Mempertahankan sirkulasi darah dapat dilakukan dengan pemberian
caiaran plasma ekspander.
4. Observasi keadaan umum, observasi vomitus dan drainase
Keadaan umum dari pasien harus diobservasi untuk mengetahui
keadaan pasien, seperti kesadaran dan sebagainya. Vomitus atau
muntahan mungkin saja terjadi akibat penagaruh anastesi sehingga
perlu dipantau kondisi vomitusnya. Selain itu drainase sangat penting
untuk dilakukan obeservasi terkait dengan kondisi perdarahan yang
dialami pasien.
5. Balance cairan
Harus diperhatikan untuk mengetahui input dan output caiaran klien.
Cairan harus balance untuk mencegah komplikasi lanjutan, seperti
dehidrasi akibat perdarahan atau justru kelebihan cairan yang justru
menjadi beban bagi jantung dan juga mungkin terkait dengan fungsi
eleminasi pasien.
6. Mempertahanakan kenyamanan dan mencegah resiko injury
Pasien post anastesi biasanya akan mengalami kecemasan, disorientasi
dan beresiko besar untuk jatuh. Tempatkan pasien pada tempat tidur
yang nyaman dan pasang side railnya. Nyeri biasanya sangat dirasakan
pasien, diperlukan intervensi keperawatan yang tepat juga kolaborasi
dengan medi terkait dengan agen pemblok nyerinya.
b. Tindakan:
1. Meningkatkan proses penyembuhan luka dan mengurangi rasa nyeri
dapat dilakukan manajemen  luka. Amati kondisi luka operasi dan
jahitannya, pastikan luka tidak mengalami perdarahan abnormal.
Observasi discharge untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.
Manajemen luka meliputi perawatan luka sampai dengan
pengangkatan jahitan. Kemudian  memperbaiki asupan makanan tinggi
protein dan vitamin C. Protein dan vitamin C dapat membantu
pembentukan kolagen dan mempertahankan integritas dinding kapiler.

19
2. Mempertahankan respirasi yang sempurna dengan latihan napas, tarik
napas yang dalam dengan mulut terbuka, lalu tahan napas selama 3
detik dan hembuskan. Atau, dapat pula dilakukan dengan menarik
napas melalui hidung dan menggunakan diafragma, kemudian napas
dikeluarkan secara perlahan-lahan melalui mulut yang dikuncupkan.
3. Mempertahankan sirkulasi, dengan stoking pada pasien yang berisiko
tromboflebitis atau pasien dilatih agar tidak duduk terlalu lama dan
harus meninggikan kaki pada tempat duduk guna untuk memperlancar
vena.
4. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, dengan
memberikan cairan sesuai kebutuhan pasien, monitor input dan output,
serta mempertahankan nutrisi yang cukup.
5. Mempertahankan eliminasi, dengan mempertahankan asupan dan
output, serta mencegah terjadinya retensi urine.
6. Mobilisasi dini,  dilakukan meliputi ROM, nafas dalam dan juga batuk
efektif yang penting untuk mengaktifkan kembali fungsi
neuromuskuler dan mengeluarkan sekret dan lendir. Mempertahankan
aktivitas dengan latihan yang memperkuat otot sebelum ambulatori.
7. Mengurangi kecemasan dengan melakukan komunikasi
secara  terapeutik.
8. Rehabilitasi, diperlukan oleh pasien untuk memulihkan kondisi pasien
kembali. Rehabilitasi dapat berupa berbagai macam latihan spesifik
yang diperlukan untuk memaksimalkan kondisi pasien seperti sedia
kala.
9. Discharge Planning. Merencanakan  kepulangan pasien dan
memberikan informasi kepada klien dan keluarganya tentang hal-hal
yang perlu dihindari dan dilakukan sehubungan dengan
kondis/penyakitnya post operasi
Ada 2 macam discharge planning :

20
a. Untuk perawat/bidan : berisi point-point discahrge planing yang
diberikan kepada klien (sebagai dokumentasi)
b. Untuk pasien : dengan bahasa yang bisa dimengerti pasien dan
lebih detail.

E. Prinsip-Prinsip Umum

a. Prinsip asepsis ruangan

Antisepsis dan asepsis adalah suatu usaha agar dicapainya keadaan


yang memungkinkan terdapatnya kuman-kuman pathogen dapat dikurangi
atau ditiadakan, baik secara kimiawi, tindakan mekanis atau tindakan fisik.
Termasuk dalam cakupan tindakan antisepsis adalah selain alat-alat bedah,
seluruh sarana kamar operasi, alat-alat yang dipakai personel operasi (sandal,
celana, baju, masker, topi dan lain-lainnya) dan juga cara
membersihkan/melakukan desinfeksi dari kulit/tangan.

b. Prinsip asepsis personel

Teknik persiapan personel sebelum operasi meliputi 3 tahap, yaitu :


scrubbing (cuci tangan steril), gowning (teknik peggunaan gaun operasi), dan
gloving (teknik pemakaian sarung tangan steril). Semua anggota tim operasi
harus memahami konsep tersebut di atas untuk dapat memberikan
penatalaksanaan operasi secara asepsis dan antisepsis sehingga
menghilangkan atau meminimalkan angka kuman. Hal ini diperlukan untuk
meghindarkan bahaya infeksi yang muncul akibat kontaminasi selama
prosedur pembedahan (infeksi nosokomial).

c. Prinsip asepsis pasien

Pasien yang akan menjalani pembedahan harus diasepsiskan. Maksudnya


adalah dengan melakukan berbagai macam prosedur yang digunakan untuk membuat

21
medan operasi steril. Prosedur-prosedur itu antara lain adalah kebersihan pasien,
desinfeksi daerah/bagian tubuh pasien yang dioperasi.

d. Prinsip asepsis instrument

Instrumen bedah yang digunakan untuk pembedahan pasien harus


benar-benar berada dalam keadaan steril. Tindakan yang dapat dilakukan
diantaranya adalah perawatan dan sterilisasi alat, mempertahankan kesterilan
alat pada saat pembedahan dengan menggunakan teknik tanpa singgung dan
menjaga agar tidak bersinggungan dengan benda-benda non steril.

22
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Operasi atau pembedahan merupakan semua tindak pengobatan yang


menggunakan carain vasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh
yang akan ditangani. PreOperatif adalah fase dimulai ketika keputusan untuk
menjalani operasi atau pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien
dipindahkan ke meja operasi Post Operasi adalah masa setelah dilakukan
pembedahan yang dimulai saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan
berakhir sampai evaluasi selanjutnya.

Tingkat keberhasilan pembedahan sangat tergantung pada setiap


tahapan yang dialami dan saling ketergantungan antara tim kesehatan yang
terkait (dokter bedah, dokter anestesi,  perawat/bidan) di samping peranan
pasien yang kooperatif selama proses perioperatif. Tindakan prebedah, bedah,
dan pasca bedah yang dilakukan secara tepat dan  berkesinambungan akan
sangat berpengaruh terhadap suksesnya pembedahan dan kesembuhan pasien.

B. Saran

1. Untuk mahasiswa

Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa mampu memahami


dan menerapkan manajemen pre dan post operasi sesuai SOP, serta dapat
bertanggung jawab dan selalu mengembangkan ilmunya.

23
DAFTAR PUSTAKA

Maryunani, Anik. 2011.Ketrampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan


(KDPK). Jakarta: CV Trans Info Media.
Uliyah, Musrifatul, Alimul Hidayat Azis. 2011. Buku Ajar Ketrampilan Dasar
Praktik  Klinik Kebidanan (KDPK). Surabaya: Health Book Publishing.
Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G.2002. Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC.
Hidayat, A.A.A.,& Uliyah, M. (2008). Praktikum keterampilan dasar praktik
klinik: Aplikasi dasar-dasar praktik kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

24

Anda mungkin juga menyukai