Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN

HAEMORAGIC POST PARTUM

Dosen Pembimbing :

Sri Hardi Wuryaningsih, S.Kep, Ns, M.Kes

Disusun oleh :

1. Nella Astania Eka Putri (P27820119028)


2. Nesti Arifiana Fatikhasari (P27820119029)
3. Nur Fatmawati (P27820119030)
4. Nur Lailia Antasyia (P27820119031)
5. Putri Ari Riskiani (P27820119032)
6. Rachmad Yusuf Efendi (P27820119033)
7. Rachmalia Rianda Mukti (P27820119034)
8. Rahayu Shofia Wijaya (P27820119035)
9. Ranum Anjarsari (P27820119036)
10. Regita Putri Pramesti (P27820119037)
11. Riska Anindya Novianti (P27820119038)
12. Rizqiatul Fitria (P27820119039)

Tingkat II Reguler A

PRODI DIII KEPERAWATAN SOETOMO


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
segala rahmat, karunia-Nya serta hidayah-Nya kepada kami, sehingga asuhan keperawatan
yang berjudul ”Asuhan Keperawatan Haemoragic Post Partum” dapat terselesaikan sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan.
Tujuan dari penulisan asuhan keperawatan ini adalah untuk penilaian yang dilakukan
dan sebagai bukti jika kami telah menyelesaikan tugas ini. Dalam penulisan asuhan
keperawatan ini kami mendapat bantuan dari pihak yang terkait, untuk itu saya mengucapkan
rasa terima kasih kepada :

1. Ibu Sri Hardi Wuryaningsih, S.Kep, Ns, M.Kes selaku dosen mata kuliah Pelayanan
Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) yang telah memberikan bimbingan
sehingga asuhan keperawatan ini dapat terselesaikan.
2. Serta teman – teman yang telah mendukung terselesaikannya tugas ini.

Akhir kata kami sebagai penulis menyadari bahwa penulisan asuhan keperawatan ini
masih jauh dari sempurna. Untuk itu kami sangat mengharapkan adanya saran dan kritik dari
pihak pembaca. Harapan saya semoga penulisan asuhan keperawatan ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak dan bukan menjadi amalan yang sia – sia.

Surabaya, 09 Maret 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI ..................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.3 Tujuan Masalah...........................................................................................2
1.4 Manfaat........................................................................................................2
BAB II LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
TEORI
2.1 Laporan Pendahuluan..................................................................................4
2.1.1 Definisi Haemoragic Post Partum (HPP) ..........................................4
2.1.2 Etiologi...............................................................................................4
2.1.3 Manifestasi Klinis..............................................................................6
2.1.4 Patofisiologi.......................................................................................6
2.1.5 Pathway..............................................................................................7
2.1.6 Komplikasi.........................................................................................8
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang......................................................................8
2.1.8 Penatalaksanaan.................................................................................9
2.2 Asuhan Keperawatan Teori.......................................................................10
2.2.1 Pengkajian........................................................................................10
2.2.2 Diagnosa Keperawatan.....................................................................15
2.2.3 Intervensi Keperawatan....................................................................15
2.2.4 Imolementasi ...................................................................................23
2.2.5 Evaluasi............................................................................................23
BAB III PENUTUP 
3.1 Kesimpulan...............................................................................................24
3.2 Saran..........................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................26

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan
cukup bulan (37-42 minggu) lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang
berlangsung dalam 18 jam tanpa komplikasi baik ibu maupun janin.(Prawirohardjo,
2005).
Persalinan dibagi menjadi 4 tahap yaitu :Kala I (kala pembukaan), Kala II (kala
pengeluaran janin), Kala III (pengeluaran plasenta), Kala IV Kala pengawasan
setelah 2 jam setelah plasenta lahir untuk mengamati keadaan ibu terutama bahaya
perdarahan post partum. Komplikasi perdarahan pasca partum ada dua, yaitu segera
atau tertunda.Syok hemoragi( hipovolemik, dan kematian dapat terjadi akibat
perdarahan yang tiba-tiba dan perdarahan berlebihan). Komplikasi yang tertunda,
yaitu timbul akibat hemoragi pasca partum, mencakup anemia, infeksi puerperal,
dan tromboembolisme (Bobak, 2005). Penyebab perdarahan post partum adalah
atoni uteri, sisa plasenta dan selaput ketuban, laserasi jalan lahir dan penyakit
darah. (Sarwono, 2005).
Perdarahan post partum adalah perdarahan kala IV yang lebih dari 500-600 mL
dalam masa 24 jam setelah anak dan plasenta lahir. Menurut terjadinya dibagi atas
dua bagian : Perdarahan post partum primer (early post partum hemorrhage) yang
terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir dan Perdarahan post partum sekunder ( late
post partum hemorrhage) yang terjadi setelah 24 jam, biasanya antara 5 sampai 15
post partum.(Amru Sofian, 2012)
Diberbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan
oleh perdarahan, proporsinya berkisar antara kurang dari 10 persen sampai hampir
60 persen. (WHO, 2008)
Negara yang berkembang memiliki angka kematian ibu 25% kematian ibu itu
disebabkan oleh Perdarahan Post Partum.Terhitung lebih dari 100.000 kematian
maternal pertahun.Menurut bulletin “american collage of obstetrician and
gynecologists” menempatkan perkiraan 140.000 kematian ibu pertahun.(WHO,
2008) Insiden perdarahan post partum pada Negara maju sekitar 5% dari persalinan,
sedangkan pada Negara berkembang bisa mencapai 28% dari persalinan dan
menjadi masalah utama dalam kematian ibu. Penyebabnya 90 % dari atonia uteri, 7
% robekan jalan lahir, sisanya dikarenakan retensio plasenta dan gangguan
pembekuan darah. (Ambar Dwi, 2010) Indonesia merupakan Negara dengan Angka
1
Kematian Ibu (AKI) tertinggi di Asia Tenggara.Dari setiap 100.000 kelahiran hidup
di Indonesia, terdapat 359 ibu yang meninggal dunia demi melahirkan bayi yang di
kandungnya. Angka tersebut merupakan kondisi terkini Indonesia (Survei
Demografi Kesehatan Indonesia, 2012).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi Haemoragic post partum?
2. Bagaimana etiologi Haemoragic post partum?
3. Bagaimana manifesta klinis Haemoragic post partum?
4. Apa patofisiologi Haemoragic post partum?
5. Apa saja komplikasi Haemoragic post partum?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang Haemoragic post partum?
7. Bagaimana pelaksanaan perawatan Haemoragic post partum?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Haemoragic post partum
2. Untuk mengetahui etiologi Haemoragic post partum
3. Untuk mengetahui manifesta Haemoragic klinis post partum
4. Untuk mengetahui patofisiologi Haemoragic post partum
5. Untuk mengetahui komplikasi Haemoragic post partum
6. Untuk mengetahui pemeriksaan Haemoragic penunjang post partum
7. Untuk mengetahui pelaksanaan Haemoragic perawatan post partum
1.4 Manfaat
1. Bagi Penulis
Perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang profesional melalui lima
tahap proses keperawatan yang dimulai dari melakukan pengkajian, menegakan
diagnose, membuat intervensi, melakukan inplementasi dan melakukan evaluasi
keperawatan pada pasien post partum pervaginam + episiotomi.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Menjadi indikator mutu untuk intitusi pendiikan dalam mengevaluasi
keberhasilan program pendidikan khususnya pada bahan ajar mata kuliah
keperawatan maternitas tentang post partum pervaginam + episiotomi.
3. Bagi Rumah Sakit
Adapun manfaat praktis yang dapat diperoleh antara lain:
a. Sebagai sumbangan pemikiran dan bahan masukan dalam penyelenggaraan
rekam medis agar sesuai dengan peraturan yang ada sehingga nantinya dapat
di implementasikan di rumah sakit dalam menghadapi akreditasi.
2
b. Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pemecahan masalah dan
perbaikan, terutama dalam masalah pemenuhan standar akreditasi rekam
medis di rumah sakit.

3
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
2.1 Laporan Pendahuluan
2.1.1 Definisi Haemoragic Post Partum (HPP)
Post Partum adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta
selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandung seperti sebelum
hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu ( Saleha, 2009). Haemoragic post
partum adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih setelah kala III selesai
(setelah plasenta lahir) (Wiknjosastro, 2007). Perdarahan post partum ada kalanya
merupakan perdarahan yang hebat dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat
wanita jatuh ke dalam syok, ataupun merupakan perdarahan yang menetes
perlahan-lahan tetapi terus menerus dan ini juga berbahaya karena akhirnya jumlah
perdarahan menjadi banyak yang mengakibatkan wanita menjadi lemas dan juga
jatuh dalam syok (Mochtar, 1995).
Perdarahan post partum adalah perdarahan sebanyak 500 cc atau lebih yang
terjadi setelah 24 jam pertama post partum atau 24 jam setelah post partum.
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang terjadi pada masa post partum
yang menyebabkan perubahan tanda vital seperti klien mengeluh lemah, limbung,
berkeringat dingin, dalam pemeriksaan fisik hiperpnea, sistolik < 90 mmHg,
nadi > 100 x/menit dan kadar HB < 8 gr % ( POGI, 2000 ).
2.1.2 Etiologi
Perdarahan postpartum bisa disebabkan karena :
1. Atonia Uteri Atonia uteri adalah ketidakmampuan uterus khususnya
miometrium untuk berkontraksi setelah plasenta lahir. Perdarahan postpartum
secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serat-serat miometrium terutama yang
berada di sekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat
perlengketan plasenta (Wiknjosastro, 2006).Kegagalan kontraksi dan retraksi
dari serat miometrium dapat menyebabkan perdarahan yang cepat dan parah
serta syok 9 hipovolemik. Kontraksi miometrium yang lemah dapat diakibatkan
oleh kelelahan karena persalinan lama atau persalinan yang terlalu cepat,
terutama jika dirangsang. Selain itu, obat-obatan seperti obat anti-inflamasi
nonsteroid, magnesium sulfat, beta-simpatomimetik, dan nifedipin juga dapat
menghambat kontraksi miometrium. Penyebab lain adalah situs implantasi
plasenta di segmen bawah rahim, korioamnionitis, endomiometritis, septikemia,
hipoksia pada solusio plasenta, dan hipotermia karena resusitasi masif (Rueda et
4
al., 2013). Atonia uteri merupakan penyebab paling banyak PPP, hingga sekitar
70% kasus. Atonia dapat terjadi setelah persalinan vaginal, persalinan operatif
ataupun persalinan abdominal. Penelitian sejauh ini membuktikan bahwa atonia
uteri lebih tinggi pada persalinan abdominal dibandingkan vaginal.
2. Laserasi jalan lahir
Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan trauma.
Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif dan traumatik akan
memudahkan robekan jalan lahir dan karena itu dihindarkan memimpin
persalinan pada saat pembukaan serviks belum lengkap. Robekan jalan lahir
biasanya akibat episiotomi, robekan spontan perineum, trauma forsep atau
vakum ekstraksi, atau karena versi ekstraksi (Prawirohardjo, 2010). Laserasi
diklasifikasikan berdasarkan luasnya robekan yaitu (Rohani, Saswita dan
Marisah, 2011):
a. Derajat satu Robekan mengenai mukosa vagina dan kulit perineum.
b. Derajat dua Robekan mengenai mukosa vagina, kulit, dan otot perineum c
c. Derajat tiga Robekan mengenai mukosa vagina, kulit perineum, otot
perineum, dan otot sfingter ani eksternal.
d. Derajat empat Robekan mengenai mukosa vagina, kulit perineum, otot
perineum, otot sfingter ani eksternal, dan mukosa rektum.
3. Retensio plasenta
Retensio plasenta adalah plasenta belum lahir hingga atau melebihi waktu 30
menit setelah bayi lahir. Hal ini disebabkan karena plasenta belum lepas dari
dinding uterus atau plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan. Retensio
plasenta merupakan etiologi tersering kedua dari perdarahan postpartum (20% -
30% kasus). Kejadian ini harus didiagnosis secara dini karena retensio plasenta
sering dikaitkan dengan atonia uteri untuk diagnosis utama sehingga dapat
membuat kesalahan diagnosis. Pada retensio 11 plasenta, resiko untuk
mengalami PPP 6 kali lipat pada persalinan normal (Ramadhani, 2011).
Terdapat jenis retensio plasenta antara lain (Saifuddin, 2002) :
a. Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta
sehingga menyebabkan mekanisme separasi fisiologis.
b. Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki
sebagian lapisan miometrium.
c. Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus
lapisan serosa dinding uterus.
5
d. Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus
serosa dinding uterus.
e. Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri,
disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.
2.1.3 Manifestasi klinis
Manifestasi klinisnya adalah suhu meningkat lebih dari 3.80o c, air ketuban keruh
kecoklatan dan berbau, leukositosis lebih dari 15.000/mm3 pada kehamilan atau
lebih dari 20.000/mm3 dari persalinan (Arief Mansjoer, 1999). Gejala-gejala
perdarahan post partum (Sulaiman Sastrawinata, 2005) adalah :
1. Perdarahan pervaginam
2. Jonsistensi rahim lunak
3. Fundus uteri naik (jika pengaliran darah keluar terhalang oleh bekuan darah atau
selaput janin)
4. Tanda-tanda syok
2.1.4 Patofisilogi
Penyebab utama perdarahan post partum disebabkan kelainan kontraksi uteri adalah
atonia uteri. Atoni uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi
dengan baik dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim.Pada keadaan yang
normal, miometrium bisa berkontraksi sehingga menempatkan pembuluh darah
robek dan mengontrol kehilangan darah sehingga mencegah perdarahan yang cepat
dan berbahaya (Winkyosastro, 2007). Perdarahan dapat terjadi meskipun rahim
baik kontrak dan kurangnya jaringan ditahan, maka trauma pada jalan lahir atau
trauma genitalia dicurigai (Winkyosastro, 2007). Pada trauma atau laserasi jalan
lahir bisa terjadi robekan perineum, vagina serviks, forniks dan rahim.Keadaan ini
dapat menimbulkan perdarahan yang banyak apabila tidak segera diatasi. Laserasi
jalan lahir biasanya terjadi karena persalinan secara operasi termasuk seksio sesaria,
episiotomy, pimpinan persalinan yang salah dalam kala uri, persalinan pervaginam
dengan bayi besar, dan terminasi kehamilan dengan vacuum atau forcep dengan
cara yang tidak benar. Keadaan ini juga bisa terjadi secara spontan akibat rupture
uterus, inverse uterus, perlukaan jaan lahir, dan vaginal hematom. Laserasi
pembuluh darah dibawah mukosa vagina dan vulva akan menyebabkan hematom.
Perdarahan akan tersamarkan dan dapat menjadi berbahaya karena tidak akan
terdeteksi selama beberapa jam dan bisa menyebabkan terjadinya syok. Hematoma
biasanya terdapat pada daerah-daerah yang mengalami laserasi atau pada daerah
jahitan perineum (Cunningham, 2005).
6
2.1.5 Pathway
Postpartum/masanifas Laserasi Jalan Lahir

Involusi uterus Robekan dinding vagina Robekan


Jalan lahir
Psikologis Port de entery kuman
Kontraksi uterus robek
Trauma
Atonia uterus Risiko Infeksi
Takut

Ansietas

Nyeri

Robekan jalan lahir

Perdarahan

Volume cairan turun

Anemia akut

Perfusi Perifer Tidak


Hb, O2 turun
Efektif

Hipoksia

Kelemahan umum Penurunan nadi, tekanan darah Risiko syok

Intoleransi Aktivitas dan Hipovolemi


Defisit Perawatan Diri
7
2.1.6 Komplikasi
Komplikasi perdarahan post partum (Sulaiman Sastrawinata, 2005 adalah :
1. Sindrom Sheehan Perdarahan banyak kadang-kadang diikuti dengan sindrom
Sheehan yaitu : kegagalan laktasi, amenor, atrofi payudara, rambut rontok pubis
dan aksila, superinvolusi uterus, hipotiroid dan infusiensi korteks adrenal.
2. Diabetes insipidus
Perdarahan banyak pasca persalinan dapat mengakibatkan diabetes insipidus
tanpa disertai defisiensi hipofisis interior Komplikasi yang paling berat dari
perdarahan postpartum primer adalah syok. Bila terjadi syok yang berat dan
pasien selamat, komplikasi lanjutan adalah anemia dan infeksi dalam
nifas.Infeksi dalam keadaan anemia biasa berlangsung berat sampai sepsis.Pada
perdarahan yang disertai pembekuan intravaskuler merata dapat terjadi
kegagalan fungsi organ-organ seperti gagal ginjal mendadak. Pada sebagian
penderita terjadi komplikasi lambat dalam bentuk sindrom Sheehan (TMA
Chalik, 1998).
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien perdarahan post partum (Dr. Sardjito, 2000)
adalah :
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak periode antenatal. Kadar
hemoglobin dibawah 10 g/dL berhubungan dengan hasil kehamilan yang
buruk.
b. Pemeriksaan golongan darah dan tes antibody harus dilakukan sejak periode
antenatal.
c. Perlu dilakukan pemeriksaan faktor koagulasi seperti waktu perdarahan dan
waktu pembekuan.
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis dan
penanganan yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum pemeriksaan
laboratorium atau radiologis dapat dilakukan. Berdasarkan pengalaman,
pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat adanya jendalan darah
dan retensi sisa plasenta.
b. USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien
dengan resiko tinggi yang memiliki faktor predisposisi terjadinya
perdarahan post partum seperti plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat
8
pula meningkatkan sensivitas dan spesifitas dalam diagnosis plasenta akreta
dan variannya.
2.1.8 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
Berbagai intervensi medis untuk wanita yang mengalami perdarahan
pascapartum awal bergantung pada penyebab perdarahan. Pada umumnya
perdarahan pascapartum awal akibat atonia uterus ditangani dengan masase
fundus uterus dengan agens oksitosin. Jika perdarahan terjadi akibat laserasi atau
tetinggalnya fragmen plasenta, klien dapat dikembalikan keruang pelahiran
untuk perbaikan laserasi atau evakuasi fragmen plasenta dari uterus (Bobak,
2005). Perdarahan yang menetap akibat uterus yang lembek dapat diatasi dengan
melakukan kompresi bimanual pada uterus. Kepalan tangan diletakkan di forniks
anterior vagina dan didorong kearah dinding depan uterus. Dengan tangan
satunya, praktisi memegang dinding belakang uterus melalui dinding
abdomen.Prosedur kompresi bimanual ini sering kali dapat mengontrol aliran
perdarahan sampai pemberian oksitosin tambahan menghasilkan kontraksi
miometrium yang efektif. Atoni uterus yang sulit ditangani dapat merespon
Metilergonovin 0,2 mg IM dan prostaglandin 1,0 mg Intramiometrium. Obat ini
cara paling efisien untuk menekan tempat perdarahan, mengepak uterus dengan
kasa, suatu prosedur yang dianggap berguna untuk meningkatkan hemostasis
dalam kasus seperti itu, saat ini jarang digunakan. (Bobak, 2005) Dalam
beberapa contoh, intervensi pembedahan mungkin perlu dilakukan.Ligasi uterus
atau arteri hipogastrik sering kali dilakukan sebelum melakukan histerektomi
untuk mencegah kehilangan darah yang berkelanjutan dan berakibat
fatal.Tindakan untuk mencegah dan mengatasi syok dilakukan bersamaan
dengan upaya untuk mengontrol perdarahan (Bobak, 2005).
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan perdarahan post partum (Amin Huda, dkk, 2013 )
adalah :
a. Resusitas Cairan
Berikan resusitasi dengan cairan kristaloid dalam volume yang besar, baik
normal salin (NS/NaCl) atau cairan Ringer Laktat melalui akses Intravena
perifer. NS merupakan cairan yang cocok pada saat persalinan karena biaya
yang ringN dan kompatoilitasnya dengan sebagian besar obat dan transfuse
darah. Resiko terjadinya asidosis hiperkloremik sangat rendah dalam
9
hubungan perdarahan post partum. Bila dibutuhkan cairan kristaloid dalam
jumlah banyak (>10 L), dapat dipertimbangkan penggunaan cairan Ringer
Laktat.
b. Transfuse Darah
Transfuse darah perlu diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut dan
diperkirakan akan melebihi 2.00 mL atau keadaan klinis pasien menunjukan
tanda-tanda syok walaupun telah dilakukan resusitasi cepat
2.2 Asuhan Keperawatan Teori
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan. Pengkajian yang benar
dan terarah akan mempermudah dalam merencanakan tindakan dan evaluasi, dari
tidakan yang dilakasanakan. Pengkajian dilakukan secara sistematis, berisikan
informasi subjektif dan objektif dari klien yang diperoleh dari wawancara dan
pemeriksaan fisik.
I. Identitas Klien
Meliputi : nama klien, umur klien (20-35 tahun), pekerjaan klien, pendidikan klien,
alamat klien, medical record, dll.
II. Riwayat Kesehatan
A. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu : kehilangan darah dalam jumlah banyak
(500>500mL), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah,
letih, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin dan mual.
B. Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik, hemophilia,
riwayat pre-eklamsia, trauma jalan lahir, kegagakan kompresi pembuluh darah,
tempat implantasi plasenta, retensi sisa plasenta.
C. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita hipertensi,
penyakit jantung, dan pre-eklamsia, penyakit keturunan hemophilia, dan
penyakit menular.
D. Riwayat Obsetric
a) Riwayat Menstruasi meliputi : menarche, lamanya siklus, banyaknya,
baunya, keluhan waktu haid, HPHT.

10
b) Riwayat Perkawinan meliputi : usia kawin, kawin yang keberapa, usia mulai
hamil.
E. Riwayat Hamil, Persalinan dan Nifas yang lalu
a) Riwayat Hamil meliputi : waktu hamil muda, hamil tua, apakah ada abortus,
retensi plasenta.
b) Riwayat Persalinan meliputi : tua kehamilan, cara persalinan, penolong,
tempat bersalin, apakah ada kesulitan dalam persalinan, anak lahir atau mati,
berat badan anak waktu lahir, panjang waktu lahir.
c) Riwayat Nifas meliputi : keadaan lochea (Lokia rubra berwarna merah muda
atau coklat setelah 3-4 hari. Lokia serosa terjadi setelah 10 hari setelah bayi
lahir, warna cairan ini menjadi warna kuning sampai putih. Lokia alba bisa
beratahan selama dua sampai enam minggu setelah bayi lahir), apakah ada
perdarahan, ASI cukup atau tidak dan kondisi ibu saat nifas, tinggi fundus
uteri dan kontraksi.
F. Riwayat Kehamilan Sekarang
a) Hamil muda, keluhan selama hamil muda.
b) Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan, tinggi badan,
suhu, nadi, pernafasan, peningkatan tekanan darah, keadaan gizi akibat
mual, keluhan lain.
c) Riwayat Antenatal Care meliputi : dimana tempat pelayanan, beberapa kali
perawatan serta pengobatannya yang didapat.
III. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
A. Pola Nutrisi Metabolik
Makan dan minum pada masa nifas harus bermutu dan bergizi, cukup
kalori, makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan
buah-buahan.
B. Pola Eliminasi
Perhatikan apakah terjadi diuresi setelah melahirkan, adakah inkontinensia
(hilangnya infolunter pengeluaran urine), hilangnya control blas, terjadi over
distensi biasa atau tidak atau retensi urune karena rasa takut luka episiotomy,
pakah perlu bantuan saat BAK, pola BAB, frekuensi, konsistensi, rasa takut
BAB karena pada luka perineum, kebiasaan pengunaan toilet, BAB harus ada 3-

11
4 hari post partum sedangkan miksi hendaklah secepatnya dilakukan sendiri
(Rustam Mukhtar, 1995).
C. Pola Istirahat dan Tidur
Seberapa lamanya, kapan (malam, siang), rasa tidak nyaman yang
mengganggu istirahat, penggunaan selimut, lampu atau remang-renang atau
gelap, apakah mudah terganggu dengan suara-suara, posisi saat tidur (penekanan
pada perineum).
D. Pola Kognitif dan Perceptual
Biasanya pada pola ini klien tidak mengalami gangguan, karena klien masih
dapat berkomunikasi.
E. Pola Persepsi Diri dan Konsep Diri
Sikap penerimaan ibu terhadap tubuhnya yaitu,:
a. Taking In
Fase ini berlangsung pada hari pertama sampai hari kedua. Hal yang perlu
diperhatikan pada fase ini adalah istirahat cukup, komunikasi yang baik dan
asupan nutrisi.
b. Taking hold
Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Ibu merasa khawatir
akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawab dalam perawatan bayinya.
c. Letting go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya. Fase
ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan.Ibu sudah mulai dapat
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya.
d. Post partum blues
Menurut Hamilton,PM tahun 1995, fase ini mucul pada hari ke 3 dan ke 5
setelah melahirkan, dimana ibu akan mengalami depresi, mudah menangis
dan kurang istirahat yang biasanya disebabkan oleh penurunan kadar estrogen
dan progesterone yang tiba-tiba. Keinginan ibu menyusui, persepsi ibu
tentang tubuhnya terutama perubahan-perubahan selama kehamilan, perasaan
klien bila, mengalami operasi SC karena CPD atau karena bentuk tubuh yang
pendek.
F. Pola Peran dan Hubungan

12
Peran klien sebagai ibu biasanya akan terganggu karena penyakit yang
dideritanya, begitu juga hubungannya dengan orang lain disekitarnya.
G. Pola Seksual Reproduksi
Bagaimana pola interaksi dan hubungan dengan pasangan meliputi : frekuensi
koitus atau hubungan intim, pengetahuan pasangan tentang seks, keyakinan,
kesulitan melakukan skes, kontinuitas hubungan seksual. Pengetahuan pasangan
kapan dimulai hubungan intercourse pasca partum (dapat dilakukan setelah luka
episiotomy membaik dan lochea terhenti, biasanya pada akhir minggu ke 3).
H. Pola Nilai dan Kepercayaan
Tanyakan pada klien tentang nilai dan kepercayaan yang diyakininya. Ini sering
kali berpengaruh terhadap intervensi yang akan diberikan.
IV. Pemeriksaan Fisik Head To Toe
A. Keadaan Umum : Mengetahui keadaan pasien sehat, tampak sakit atau pucat
(Manuaba, 2009:80).
B. Kesadaran : Pemeriksaan ini bertujuan Menilai status kesadaran pasien.
Kesadaran terbagi 5 yaitu :
a) Compos mentis (yaitu pasien mengalami kesadaran penuh dengan
memberikan respons yang cukup terhadap stimulus yang diberikan),
b) Apatis (yaitu pasien mengalami acuh tak acuh terhadap keadaan sekitarnya).
c) Somnolen (yaitu pasien memiliki kesadaraan yang lebih rendah, ditandai
dengan pasien tampak mengantuk, selalu ingin tidur dan responsive terhadap
rangsangan ringan, tetapi masih memberikan respons terhadap rangsangan
yang kuat).
d) Sopor (yaitu pasien tidak memberikan respons ringan atau sedang, tetapi
masih memberikan respons sedikit terhadap rangsangan yang kuat dengan
adanya refleks pupil terhadap cahaya yang masih positif).
e) Koma (Yaitu pasien tidak dapat bereaksi terhadap stimulus atau rangsangan
apapun sehingga refleks pupil terhadap cahaya tidak ada).
f) Disorientasi yaitu tingkat kesadaran yang paling bawah, ditandai dengan
disorientasi yang sangat iritatif, kacau dan salah terhadap persepsi terhadap
rangsangan sensorik (Musrifatul Uliyah dkk, 2008:153).
C. Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital

a) Tekanan darah (vital sign)

13
Mengetahui faktor resiko hipertensi atau hipotensi dengan nilai satuannya
mmHg. Keadaan normal antara 120/80 mmHg sampai 130/90 mmHg
(Bicley, 2008).

b) Pengukuran suhu
Mengetahui suhu badan pasien, suhu badan normal adalah 36 0C sampai
370C. Bila suhu lebih dari 380C harus dicurigai adanya infeksi
(Wiknjosastro, 2006).

c) Nadi Memberi gambaran kardiovaskuler. Denyut nadi normal 70 x/menit


sampi 88 x/menit (Perry dan Potter, 2005)

d) Pernafasan
Mengetahui sifat pernafasan dan bunyi nafas dalam satu menit. Pernafasan
normal 22x/menit sampai 24 x/menit (Bicley, 2008).

e) Berat Badan
Mengetahui berat badan pasien untuk mengetahui status gizi pasien.

f) Tinggi Badan
Mengetahui tinggi badan pasien.
D. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
a. Rambut : Untuk menilai warna, kelebatan, dan karakteristik seperti ikal,
lurus, keriting.
b. Muka : Keadaan muka pucat atau tidak adakah kelainan, adakah oedema.
c. Mata : Conjungtiva berwarna merah muda atau tidak, sklera berwarna
putih atau tidak.
d. Hidung : Untuk mengetahui apakah ada polip atau tidak.
e. Telinga : Bagaimana keadaan daun telinga, liang telinga dan ada serumen
atau tidak.
f. Mulut : Untuk mengetahui mulut bersih apa tidak ada caries atau tidak
dan ada karang gigi atau tidak.
2. Leher : Apakah ada pembesaran kelenjar gondok atau tyroid, tumor atau
pembesaran getah bening.
3. Dada : Apakah ada benjolan pada payudara atau tidak, dan apakah simetris
kanan kiri.

14
4. Aksila : Apakah terdapat pembesaran kelenjar Limfe.
5. Abdomen : Apakah ada jaringan parut atau bekas operasi, adakah nyeri
tekan serta adanya massa, apakah uterus berkontraksi.
6. Ekstermitas
a. Atas : Simetris atau tidak, apakah oedema atau tidak, turgor baik atau
tidak, akral dingin atau tidak.
b. Bawah : Apakah terdapat varices, oedema atau tidak, betis merah atau
lembek atau keras.
7. Genetalia : Untuk mengetahui keadaan vulva adakah tanda-tanda infeksi,
varices, pembesaran kelenjar bartholini, dan perdarahan.
8. Anus : Apakah ada haemoroid atau tidak.
V. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Inspekullo
Pemeriksaan inspekullo dilakukan untuk memastikan dari mana asal
perdarahan tersebut apakah ada infeksi atau kelainan pada serviks porsio.
b. Pemeriksaan Dalam
Untuk mengetahui apakah ada nyeri sentuh, adakah benjolan atau robekan di
dalam jalan lahir.
c. Pemeriksaan Lab
Untuk mengetahui Hb apakah dalam batas normal atau tidak. Hb normal 12 – 15
gr/dl.
2.2.2 Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah langkah kedua dari proses keperawatan yang
menggambarkan penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, kelompok maupun
masyarakat terhadap permasalahan kesehatan baik aktual maupun potensial. Dimana
perawat mempunyai lisensi dan kompetensi untuk mengtasinya ( Sumijatun, 2010 ).
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat dan pasti tentang masalah
pasien yang nyata serta penyebabnya dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan
keperawatan menurut Gordon (1982, dalam Dermawan, 2012).
1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin dibuktikan dengan pengisian kapiler > 3 detik, nadi perifer menurun
atau tidak teraba, akral teraba dingin, warna kulit pucat, turgor kulit menurun
(D.0009)

15
2. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (perdarahan) dibuktikan
dengan frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun,
tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa kering, volume
urin menurun, hematokrit meningkat (D.0023)
3. Risiko syok berhubungan dengan hipoksia (D.0039)
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan dibuktikan dengan mengeluh
lelah dan frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat (D.0056)
5. Nyeri akut berhubungan dengan trauma dibuktikan dengan mengeluh nyeri, tampak
meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur (D0077)
6. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap kematian dibuktikan dengan
merasa bingung, merasa khawatir, sulit berkonsentrasi, tampak gelisah, tampak
tegang, sulit tidur (D. 0080)
7. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dibuktikan dengan menolak
melakukan perawatan diri, tidak mampu mandi/mengenakan pakaian/makan/ke
toilet/berhias secara mandiri, minat melakukan perawatan diri kurang (D.0109)
8. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
(kerusakan integritas kulit) dan ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
(penurunan hemoglobin) (D.0142)
2.2.3 Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah yang
merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan, bagaimana
dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan dari semua tindakan keperawatan
(Dermawan, 2012).
1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin dibuktikan dengan pengisian kapiler > 3 detik, nadi perifer menurun
atau tidak teraba, akral teraba dingin, warna kulit pucat, turgor kulit menurun
(D.0009)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan perfusi
perifer meningkat
Kriteria hasil : (SLKI, Perfusi Perifer L.02011)
1. Denyut nadi perifer meningkat
2. Warna kulit pucat menurun
3. Pengisian kapiler membaik
4. Akral membaik
5. Turgor kulit membaik
16
Intervensi Keperawatan : (SIKI, 1.02079 dan 1.06195)
1. Perawatan Sirkulasi (SIKI, 1.02079)
a. Periksa sirkulasi perifer
b. Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi
c. Lakukan pencegahan infeksi
d. Lakukan hidrasi
e. Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi
f. Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan
2. Manajemen Sensasi Perifer (SIKI, 1.06195)
a. Monitor perubahan kulit
b. Hindari pemakaian benda-benda yang berlebihan suhunya
c. Anjurkan memakai sepatu lembut dan bertumit rendah
2. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (perdarahan) dibuktikan
dengan frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun,
tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa kering, volume
urin menurun, hematokrit meningkat (D.0023)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan status
cairan membaik
Kriteria hasil : (SLKI, Status Cairan L.03028)
1. Kekuatan nadi meningkat
2. Turgor kulit meningkat
3. Outuput urin meningkat
4. Perasaan lemah menurun
5. Frekuensi nadi membaik
6. Tekanan darah membaik
7. Membran mukosa membaik
8. Kadar Hb membaik
9. Kadar Ht membaik
Intervensi Keperawatan : (SIKI, 1.03116 dan 1.02050)
1. Manajemen Hipovolemia (SIKI, 1.03116)
a. Periksa tanda dan gejala hipovolemia
b. Monitor intake dan output cairan
c. Berikan asupan cairan oral
d. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
e. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
17
f. Kolaborasi pemberian cairan isotonis
2. Manajemen Syok Hipovolemik (SIKI, 1.02050)
a. Monitor status cairan
b. Periksa seluruh permukaan tubuh adanya DOTS (deformity/deformitas,
open wound/luka terbuka, tenderness/nyeri tekan, swelling/bengkak)
c. Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine
d. Ambil sample darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit
e. Kolaborasi pemberian transfusi darah
3. Risiko syok berhubungan dengan hipoksia (D.0039)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan tingkat
syok menurun
Kriteria hasil : (SLKI, Tingkat Syok L.03032)
1. Kekuatan nadi meningkat
2. Outuput urin meningkat
3. Akral dingin menurun
4. Pucat menurun
5. Haus menurun
6. Frekuensi nadi membaik
7. Pengisian kapiler membaik
Intervensi Keperawatan : (SIKI, 1.02068 dan 1.03121)
1. Pencegahan Syok (SIKI, 1.02068)
a. Monitor status kardiopulmonal
b. Monitor status cairan
c. Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine
d. Jelaskan penyebab/faktor risiko syok
e. Jelaskan tanda dan gejala awal syok
f. Anjurkan melapor jika menemukan/merasakan tanda dan gejala awal syok
g. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
h. Kolaborasi pemberian transfusi darah
2. Pemantauan Cairan (SIKI, 1.03121)
a. Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
b. Monitor waktu pengisian kapiler
c. Monitor elastisitas dan turgor kulit
d. Monitor intake dn output cairan
e. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
18
f. Informasikan hasil pemantauan
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan dibuktikan dengan mengeluh
lelah dan frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat (D.0056)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan toleransi
aktivitas meningkat
Kriteria hasil : (SLKI, Toleransi Aktivitas L.05047)
1. Frekuensi nadi meningkat
2. Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat
3. Keluhan lelah menurun
4. Perasaan lemah menurun
5. Warna kulit membaik
Intervensi Keperawatan : (SIKI, 1.05178 dan 1.05186)
1. Manajemen Energi (SIKI, 1.05178)
a. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
b. Monitor kelelahan fisik dan emosional
c. Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus
d. Anjurkan tirah baring
e. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
f. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
2. Terapi Aktivitas (SIKI, 1.05186)
a. Identifikasi defisit tingkat aktivitas
b. Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu
c. Libatkan keluarga dalam aktivitas
d. Anjurkan keluarga untuk memberi penguatan positif atas partisipasi dalam
aktivitas
5. Nyeri akut berhubungan dengan trauma dibuktikan dengan mengeluh nyeri,
tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur
(D0077)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan toleransi
aktivitas meningkat
Kriteria hasil : (SLKI, Tingkat Nyeri L.08066)
1. Keluhan nyeri menurun
2. Meringis menurun
3. Sikap protekif menurun
19
4. Gelisah menurun
5. Kesulitan tidur menurun
6. Frekuensi nadi meningkat meembaik
Intervensi Keperawatan : (SIKI, 1.08238 dan 1.02061)
1. Manajemen Nyeri (SIKI, 1.08238)
a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
b. Identifikasi skala nyeri
c. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
d. Monitor efek samping penggunaan analgesik
e. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
f. Fasilitasi istirahat dan tidur
g. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
h. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
i. Kolaborasi pemberian analgesik
2. Pemberian Analgesik (SIKI, 1.02061)
a. Identifikasi karakterisik nyeri
b. Monitor efektifitas analgesik
c. Tetapkan target efektifitas analgesik untuk mengoptimalkan respons pasien
d. Jelaskan efek teraapi dan efek samping obat
e. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik
6. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap kematian dibuktikan dengan
merasa bingung, merasa khawatir, sulit berkonsentrasi, tampak gelisah, tampak
tegang, sulit tidur (D. 0080)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan tingkat
ansietas menurun
Kriteria hasil : (SLKI, Tingkat Nyeri L.09093)
1. Verbalisasi kebingungan menurun
2. Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
3. Perilaku gelisah menurun
4. Perilaku tegang menurun
5. Pola tidur membaik
Intervensi Keperawatan : (SIKI, 1.09314 dan 1.09326)
1. Reduksi Ansietas (SIKI, 1.09314)
a. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
b. Monitor tanda-tanda ansietas
20
c. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
d. informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan
prognosis
2. Terapi Relaksasi (SIKI, 1.09326)
a. Identifikasi penurunan tingkat energi
b. Monitor respon terhadap terapi relaksasi
c. Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan analgetik atau
tindakan medis lainnya
d. Anjurkan rileks dandan merasakan sensasi relaksasi
7. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dibuktikan dengan
menolak melakukan perawatan diri, tidak mampu mandi/mengenakan
pakaian/makan/ke toilet/berhias secara mandiri, minat melakukan perawatan diri
kurang (D.0109)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan perawatan
diri meningkat
Kriteria hasil : (SLKI, Tingkat Nyeri L.11103)
1. Kemampuan mandi meningkat
2. Kemampuan mengenakan pakaian meningkat
3. Kemampuan makan meningkat
4. Kemampuan ke toilet (BAB/BAK) meningkat
Intervensi Keperawatan : (SIKI, 1.11348)
1. Dukungan Perawatan Diri (SIKI, 1.11348)
a. Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakaian, berhias, dan
makan
b. Monitor tingkat kemandirian
c. Sediakan lingkungan yang terapeutik
d. Siapkan keperluan pribadi
e. Dampingi dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri
f. Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan
8. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
(kerusakan integritas kulit) dan ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
(penurunan hemoglobin) (D.0142)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan tingkat
infeksi menurun
Kriteria hasil : (SLKI, Tingkat Infeksi L.14137)
21
1. Kebersihan badan meningkat
2. Demam menurun
3. Kemerahan menurun
4. Nyeri menurun
5. Kultur area luka membaik
6. Kadar sel darah putih membaik
Intervensi Keperawatan : (SIKI, 1. 14539)
1. Pencegahan Infeksi (SIKI, 1.14539)
a. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
c. Batasi jumlah pengunjung
d. Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi
e. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
f. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
g. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
2.2.4 Implementasi
Merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan dengan melaksanakan
berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam
rencana tindakan keperawatan. Dalam pelaksanaan rencana tindakan terdapat 2 jenis
tindakan, yaitu tindakan mandiri perawat dan tindakan kolaborasi.
2.2.5 Evaluasi
Merupakan langkah terakhir dari proses perawatan dengan cara melakukan identifikasi
sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan
evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami
respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan
tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan
keperawatan pada criteria hasil.

22
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Haemoragic post partum adalah suatu perdarahan yang bisa disebabkan oleh atonia
uteri, retensio plasenta, laserasi jalan lahir dan kelainan pembekuan darah yang
biasa terjadi 24 pertama pasca partum dan 24 jam setelah pasca partum.
Perdarahan post partum bisa disebabkan karena Atonia Uteri Atonia uteri, Laserasi
jalan lahir, Retensio plasenta
Manifestasi klinisnya adalah suhu meningkat lebih dari 3.80o c, air ketuban keruh
kecoklatan dan berbau, leukositosis lebih dari 15.000/mm3 pada kehamilan atau
lebih dari 20.000/mm3 dari persalinan
Penyebab utama perdarahan post partum disebabkan kelainan kontraksi uteri adalah
atonia uteri. Atoni uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi
dengan baik dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim. Pada keadaan yang
normal, miometrium bisa berkontraksi sehingga menempatkan pembuluh darah
robek dan mengontrol kehilangan darah sehingga mencegah perdarahan yang cepat
dan berbahaya
Komplikasi perdarahan post partum adalah Sindrom Sheehan Perdarahan banyak
kadang-kadang diikuti dengan sindrom Sheehan dan Diabetes insipidus Perdarahan
banyak pasca persalinan dapat mengakibatkan diabetes insipidus tanpa disertai
defisiensi hipofisis interior Komplikasi yang paling berat dari perdarahan
postpartum primer adalah syok
Pemeriksaan penunjang pada pasien perdarahan post partum ada Pemeriksaan
Laboratorium dan Pemeriksaan Radiologi
Penatalaksanaan medis Berbagai intervensi medis untuk wanita yang mengalami
perdarahan pascapartum awal bergantung pada penyebab perdarahan. Pada
umumnya perdarahan pascapartum awal akibat atonia uterus ditangani dengan
masase fundus uterus dengan agens oksitosin
Penatalaksanaan keperawatan perdarahan post partum ada Resusitas Cairan dan
Transfuse Darah.
III.2 Saran
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan bagi mahasiswa agar dapat mencari informasi dan memperluas
wawasan mengenai Haemoragic Post Partum karena dengan adanya
pengetahuan dan wawasan yang luas mahasiswa akan mampu mengembangkan
23
diri dalam masyarakat dan memeberikan pendidikan kesehatan bagi masyarakat
mengenai Haemoragic Post Partum dan faktor-faktor pencetusnya serta
bagaimana pencegahan untuk kasusu tersebut.
2. Bagi rumah sakit
Untuk mencegah meningkatnya Haemoragic Post Partum sebaiknya pasien
diberi informasi yang memadai mengenai Haemoragic Post Partum itu sendiri
dan aspek-aspeknya. Dengan diperolehnya informasi yang cukup maka
pencegahan pun dapat dilakukan dengan segera. Adapun untuk pasien yang
telah mengalami atau menderita Haemoragic Post Partum, maka harus segera
dilakukan perawata intensif.
3. Bagi Masyarakat
Masyarakat diharapkan mampu mengenali tanda dan gejala penyakit
Haemoragic Post Partum, sehingga komplikasi dari penyakit tersebut dapat
segera diatasi, dan bagi masyarakat diharapkan mempu mengendalikan pola
hidup yang tidak baik sehingga bisa terhindar dari penyakit Haemoragic Post
Partum. Diharapkan juga bagi keluarga bersikap lebih terbuka dalam
memberikan informasi yang akan sangat berguna untuk melakukan rencana
tindakan yang tepat nantinya.

24
DAFTAR PUSTAKA

Unknown. 2020. “Haemoragic Post Partum”. Poltekkes Kupang. Dilihat 09 Maret


2021<http://repository.poltekeskupang.ac.id/934/1/HANA%20MANIA
%20SAMENEL.pdf > (Disarikan dari berbagai sumber).

Mardhiyah, Afiya Ilma. 2017. “Haemoragic Post Partum”. Stikes Perintis Padang.
Dilihat 09 Maret 2021
<http://repo.stikesperintis.ac.id/586/1/01%20AFIYA%20MARDHIYAH
%20ILMA.pdf > (Disarikan dari berbagai sumber).

Unknown. 2019. “Haemoragic Post Partum”. Universitas Muhammadiyah Semarang.


Dilihat 11 Maret 2021<http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/151/jtptunimus-gdl-
fosianaaul-7511-2-babii.pdf> (Disarikan dari berbagai sumber).

Wayan Nova A, Dewi. 2019. “Haemoragic Post Partum”. Poltekkes Tanjungkarang.


Dilihat 11 Maret 2021<http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/151/jtptunimus-gdl-
fosianaaul-7511-2-babii.pdf> (Disarikan dari berbagai sumber).

Pratiwi Ni Ketut Ari. 2018. “Haemoragic Post Partum”. Universitas Muhammadiyah


Semarang. Dilihat 11 Maret 2021 <http://repository.poltekkes-
denpasar.ac.id/271/3/NI-KETUT-ARI-PRATIWI%2528117%2529-22-37.pdf >
(Disarikan dari berbagai sumber).

25

Anda mungkin juga menyukai