Anda di halaman 1dari 6

MEMAKNAI MOTIF BATIK MERAK SEMAWIS KHAS SEMARANG

SEBAGAI NILAI-NILAI KARAKTER DALAM PENDIDIKAN BERBASIS


KEARIFAN LOKAL

Aziz Darmanto1, dan Fentya Dyah Rahmawati2


Universitas Negeri Semarang1, 2
miniaturaziz@gmail.com1, fentyadyah24@gmail.com2

Abstrak
Indonesia dianugerahi kekayaan warisan budaya yang beragam. Setiap warisan budaya yang ada
memiliki makna dan nilai-nilai luhur. Adanya makna dan nilai-nilai luhur tersebut dapat dijadikan
pelajaran dan pengilhaman, khususnya pada ranah pendidikan. Pendidikan sejatinya bertujuan
membentuk insan yang berkaraker, beradab, dan berbudaya luhur sebagaimana jati diri bangsanya. Di
era global saat ini, untuk mewujudkan tujuan pendidikan semacam itu maka unsur budaya tidak bisa
diabaikan dalam pelaksanaan pendidikan itu sendiri. Sebaliknya, nilai-nilai yang terkandung dalam
unsur budaya dapat diimplementasikan pada pelaksanaan pendidikan. Salah satu warisan budaya yang
Indonesia miliki adalah Batik. Batik menjadi kearifan lokal yang lekat di masyarakat Jawa dan
diwariskan turun-temurun. Batik dikenal memiliki makna dan filosofis dalam setiap motifnya, tak
terkecuali Batik Motif Merak Semawis khas Semarang dengan dominasi corak burung merak dan
bambu yang dikenal memiliki nilai filosofi yang sangat bagus dalam kehidupan. Nilai filosofi tersebut
dapat dijadikan landasan dalam upaya menjadikan pembelajaran yang berkarakter dengan mengambil
nilai-nilai dari kearifan lokal tersebut. Dengan begitu, upaya membentuk generasi yang berkarakter,
beradab, dan berbudaya luhur sebagaimana jati diri bangsanya dapat dimulai dengan menerapkan
nilai-nilai filosofi Batik Motif Merak Semawis khas Semarang pada pelaksaaan pendidikan
berwawasan kearifan lokal.

Kata kunci: Batik Motif Merak Semawis khas Semarang, Kearifan Lokal, Karakter.
Pendidikan

PENDAHULUAN sistem pendidikan dan pembuatan


Amanat UUD 1945 kepada bangsa kurikulum perlu mengadopsi nilai-nilai
Indonesia salah satunya adalah filosofis yang terkandung dalam kearifan
mencerdaskan kehidupan bangsa. Jalan lokal yang dimiliki bangsa Indonesia.
yang dapat ditempuh guna menjalankan Tujuannya demi mengantisipasi
amanat tersebut adalah dengan pendidikan. penyimpangan yang berupaya menanamkan
UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang pemikiran yang tidak sesuai dengan
Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan ideologi bangsa.
bahwa “pendidikan adalah usaha sadar dan Kajian kearifan budaya lokal perlu
terencana untuk mewujudkan suasana dikembangkan dalam pendidikan karena
belajar dan proses pembelajaran agar memiliki manfaat yaitu melahirkan
peserta didik secara aktif mengembangkan generasi- generasi yang kompeten dan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan bermartabat, merefleksikan nilai- nilai
spiritual keagamaan, pengendalian diri, budaya, berperan serta dalam membentuk
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta karakter bangsa, ikut berkontribusi demi
keterampilan yang diperlukan dirinya, terciptanya identitas bangsa, dan ikut andil
masyarakat, bangsa, dan negara”. dalam melestarikan budaya bangsa.
Seiring perkembangan zaman, (Oktaviani dkk, 2017).
pendidikan tidak hanya dituntut untuk Indonesia sendiri merupakan negara
menciptakan generasi yang cerdas dan kepulauan dengan kekayaan budaya yang
terampil, namun juga memiliki karakter melimpah di setiap daerahnya. Kebudayaan
sebagaimana nilai-nilai luhur ideologi yang ada menjadi kearifan lokal dan
bangsa. Pelaksanaan pendidikan mendorong menjadi nilai-nilai luhur bagi masyarakat.
pada upaya pembelajaran berbasis pada Kearifan lokal yang memiliki makna dan
karakter kearifan budaya. nilai adalah batik. Batik memiliki motif
Dalam mengembangkan pendidikan yang mengandung makna tertentu. Salah
berbasis kearifan lokal, proses terciptanya satu batik yang mengandung nilai-nilai

163
filosofi yang baik dalam kehidupan adalah generasi yang mencerminkan budaya
Batik Motif Merak Semawis khas bangsa dapat dilakukan melalui proses
Semarang. pendidikan yang ideal. Proses pendidikan
Kandungan nilai-nilai filosofi yang yang ideal diterapkan saat ini yakni dengan
terdapat dalam batik tersebut seyogianya melibatkan unsur-unsur atau nilai-nilai
dapat diadopsi dalam pengimplementasian kearifan budaya lokal dalam setiap
pendidikan karekter berbasis kearifan lokal. sendinya. Dengan begitu, nilai-nilai budaya
Dalam tataran nilai, pelaksanaan pendidikan lokal dapat ditranfomasikan menjadi nilai-
dengan menerapkan ruh kearifan lokal sama nilai karakter dalam pelaksanaan
saja dengan menjaga supaya kearifan lokal pendidikan itu sendiri.
tidak hilang dari akarnya dan tumbuh dalam Pentingnya transformasi nilai-nilai
jiwa generasi penerus. budaya lokal sebagai salah satu sarana
untuk membangun karakter bangsa adalah
PEMBAHASAN sebagai berikut: (1) Secara filosofis,
Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal pembangunan karakter bangsa merupakan
Realitas global yang berkembang sebuah kebutuhan asasi dalam proses
sekarang ini adalah pendidikan itu sendiri. berbangsa karena hanya bangsa yang
Dikatakan pendidikan, karena globalisasi memiliki karakter dan jati diri yang kuat
telah membawa doktrin yang membentuk yang akan eksis; (2) Secara ideologis,
masyarakat, peserta didik dan juga pengajar pembangunan karakter merupakan upaya
tidak luput dari doktrin global. Singkatnya, mengejewantahkan ideologi Pancasila
sistem dan budaya pendidikan yang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
berkembang juga telah terhegemoni oleh Secara normatif, pembangunan karakter
perkembangan globalisasi (Soyomukti, bangsa merupakan wujud nyata langkah
2008). mencapai tujuan negara; (3) Secara historis,
Derasnya arus globalisasi dicemaskan pembangunan karakter bangsa merupakan
akan mengikis rasa kecintaan terhadap sebuah dinamika inti proses kebangsaan
kebudayaan lokal. Kandungan budaya luar yang terjadi tanpa henti dalam kurun
yang terbawa dalam arus globalisasi lambat sejarah, baik pada zaman penjajah, maupan
laun mengeliminasi nilai-nilai luhur budaya pada zaman kemerdekaan; (4) Secara
bangsa seiring kurangnya penyertaan sosiokultural, pembangunan karakter
karakter budaya lokal dalam pelaksanaan bangsa merupakan suatu keharusan dari
pendidikan. suatu bangsa yang multikultural (Desain
Menyikapi hal tersebut, eksistensi Induk Pembangunan Karakter Bangsa
budaya lokal perlu dihidupkan kembali Tahun 2010-2025: 1).
dalam pelaksanaan pendidikan. Menurut Tranformasi nilai-nilai budaya
Nadlir (2016), cara yang dapat ditempuh terhadap pelaksaan pendidikan dapat
untuk mengukuhkan budaya lokal dari dilakukan melalui pemaknaan nilai-nilai
ancaman globalisasi yakni dengan cara filosofi yang terdapat pada produk budaya
mengintegrasikan nilai-nilai kearifan semacam batik. Batik mengandung unsur
budaya lokal dalam proses pembelajaran, yang kompleks dari mulai corak, motif, dan
ekstra kurikuler, atau kegiatan kesiswaan. warna. Unsur-unsur tersebut mengandung
Pendidikan berbasis kearifan lokal makna yang dapat diilhami sebagai nilai-
dimaknai sebagai upaya pendidikan dengan nilai karakter universal yang dapat
menanamkan nilai-nilai yang terkadung diterapkan dalam kehidupan. Pendidikan
dalam sebuah produk kebudayaan. Tujuan menjadi salah satu wadah yang dapat
pendidikan berbasis kearifan lokal adalah mentranformasi nilai-nilai tersebut mulai
membentuk generasi berbudaya yang dari sistem birokrasi, pembelajaran, dan
dilahirkan melalui proses pendidikan. penanaman karakter peserta didik.
Kegiatan pendidikan adalah kegiatan yang
menjembatani antara kondisi-kondisi aktual Nilai-Nilai Batik Semarang
dengan kondisi-kondisi ideal Batik merupakan salah satu warisan
(Mudyahardjo, 2012). Dambaan terhadap Indonesia yang menjadi identitas bangsa

164
dan telah dikenal dimata dunia. Setiap dijadikan sebagai pedoman bagi
daerah di Indonesia mempunyai motif dan masyarakat. Dalam pendidikan pun dapat
warna khas batiknya, seperti: Batik dijadikan sebagai pembelajaran moral
Pekalongan, Batik Solo, Batik Yogyakarta, berbasis nilai-nilai kearifan lokal. Dari segi
Batik Bali, Batik Lombok hingga Batik motif dan warna mengandung arti moral
Semarang (Parmono, 1995). Dalam yang dapat dijadikan pedoman
pembahasan ini akan berfokus pada Batik pembelajaran dalam pendidikan.
Semarang. Semarang sebagai ibukota
provinsi Jawa Tengah belum pernah Motif Batik Semarang
mendeklarasikan diri secara resmi tentang Ciri motif dan warna Batik Semarang
kekayaan budaya dalam bidang batik. tidak banyak berbeda dari batik-batik di
Padahal, Semarang memiliki sejarah batik daerah pesisir utara Pulau Jawa. Ciri batik
yang menarik dan terbentuk dalam waktu Semarang cenderung bebas dan tidak
yang panjang. Hal ini menyebabkan terikat dengan aturan-aturan tertentu, ragam
kristalisasi nilai-nilai serta ciri yang khas hias flora dan fauna, ragam hias tidak rinci,
dan unik dari batik Semarang (Dewi dan segi warna cenderung mencolok. (Dewi
Yuliati, 2010). Yulianti, 2010). Perbedaan batik Semarang
Batik Semarang merupakan jenis batik dengan batik daerah pantai utara Pulau
pesisir yang telah eksis sejak abad ke 19. Jawa dan daerah lainnya adalah warna dan
Batik ini digunakan oleh berbagai kalangan, motif batik. Pertama, terletak pada warna
baik kelas bawah, menengah, hingga atas. batik. Batik Semarang umumnya berwarna
Batik ini terdiri dari ornamen tumbuhan dan dasar oranye kemerahan. Sedangkan pada
lung-lungan, tetapi dalam bentuk sarung batik daerah lain, seperti batik Demak
dengan hiasan tumpal kepala pasang. Di warnanya cenderung coklat muda dan batik
wilayah lain, istilah ini dikenal dengan Kudus berwarna dasar biru (Heringa &
kepala tumpal, pucuk rebung, atau sorotan Harmen, 1997).
(Kusrianto, 2013). Warna coklat dan hitam Perbedaan kedua terletak pada motif.
menjadi ciri khas dari motif Batik Batik Semarang umunya memiliki motif
Semarang. bertema fauna yang lebih menonjol dari
Batik Semarang memiliki banyak pada flora, seperti: merak, kupu-kupu, jago,
aksen motif yang berkembang sejak tahun cenderawasih, burung phunix dan
1970. Sejarah panjang batik Semarangan sebagainya. Motif-motif ini tidak lepas dari
menghasilkan motif-motif unik yang pengaruh gaya Cina. Sedangkan pada motif
memiliki ciri khas dan makna yang telah batik di daerah pesisir utara yaitu
mengkristal. Selain motif-motif kuno abad Pekalongan, lebih menonjolkan pada motif
ke 19, ada variasi motif yang terbentuk dari bertema flora, seperti: buket, lung-lungan,
sejarah perkembangan batik, seperti motif bunga cempaka dan sebagainya. Unsur
batik yang diangkat dari ikon-ikon kota eropa lebih menonjol dalam motif Batik
Semarang. Motif-motif ini antara lain: motif Pekalongan.
tugu muda, lawang sewu, asem arang,
merak semawis, kawung semawis, merak, Filosofi Batik Merak Semawis Khas
dan lain sebagainya. Mulai tahun 2006 Semarang
hingga sekarang, Semarang menghasilkan Salah satu motif Batik Semarang
motif-motif batik yang bertema tradisional adalah Batik Motif Merak Semawis, yang
dan kontemporer (Handayani dkk, 2017). bertemakan burung merak. Berdasarkan A
Disadari atau tidak, Batik Semarang Dictionary of Chinese Sysmbols (dalam
mengandung pesan-pesan atau amanah Yulianti, 2010), burung merak
untuk generasi penerus bangsa. Pesan yang melambangkan keagungan, keindahan,
terlukis dalam setiap goresan batik pelindung keturunan dari segala bahaya
diharapkan mampu memberikan manfaat serta dapat mengusir pengaruh buruk.
bagi pembentukan watak dan kepribadian Terdapat empat pemaknaan dalam Batik
generasi bangsa. Pesan atau amanah yang Merak Semawis khas Semarang, yaitu motif
terkandung dalam batik tersebut dapat burung merak, rumpun bambu, ruas bambu,

165
dan warna coklat soga. Warna coklat soga Pemaknaan Nilai-Nilai Karakter Batik
sama halnya dengan warna oranye Merak Semawis Semarang Dalam
kemerahan. Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal
Pendidikan adalah nafas dalam
pembangunan peradaban suatu bangsa.
Dalam pendidikan, hal yang penting bukan
hanya transfer ilmu antara pendidik dengan
peserta didik, namun penanaman nilai-nilai
karakter dan moral menjadi bagian yang
sangat penting dalam membangun generasi
Gambar 1. Batik Motif Merak Semawis yang berkarakter.
(Sumber: Dewi Yuliati, 2010) Penanaman nilai-nilai karakter dalam
pendidikan dapat dimaknai dari kearifan
Filosofi Batik Merak Semawis terbagi lokal daerah ataupun budaya warisan
menjadi empat pemaknaan. Pertama, bangsa. Banyak pesan moral yang bijak dari
burung merak yang memiliki filosofi setiap filosofi kearifan lokal Indonesia, tak
sebagai simbol keagungan, keindahan, terkecuali adalah Batik Merak Semawis
perlindungan keturunan dari segala bahaya Semarang.
dan pengusir pengaruh buruk. Filosofi yang Pemaknaan filosofi Batik Merak
mendalam tersebut menjadikan burung Semawis dalam pendidikan terbagi menjadi
merak sering digunakan sebagai hiasan beberapa makna. Pertama, burung merak
busana kebesaran pejabat kerajaan (Dewi yang mendominasi motif batik. Burung
Yulianti, 2010). merak memiliki filosofi sebagai lambang
Kedua, rumpun bambu dalam goresan keagungan, keindahan, pelindung keturunan
motifnya yang memiliki makna sebagai dari segala bahaya dan pengaruh buruk. Jika
lambang permohonan doa. Hal ini sebagai dikorelasikan dalam pendidikan, maka
salah satu bentuk visualisasi dari kereligian goresan motif ini bermakna sangat indah.
di Semarang. Ketiga, dalam rumpun bambu Burung merak sebagai lambang
juga terdapat ruas-ruas yang dilambangkan keagungan bermakna bahwa pendidikan
sebagai simbol silsilah. Dewi Yulianti harus mampu membentuk peserta didik
(2010) menyebutkan jika ruas yang paling menjadi insan yang memiliki jiwa yang
bawah bagus maka ruas-ruas diatasnya pun besar dalam berbagi (ilmu dan pengalaman)
akan bagus. kepada masyarakat dan orang-orang yang
Keempat, warna coklat soga membutuhkan. Selain itu, peserta didik
merupakan warna yang mendominasi Batik diharapkan mampu menumbuhkan rasa
Merak Semawis Semarang. Warna ini empati yang tinggi kepada sesama.
cenderung melambangkan pergerakan atau Filosofi kedua dari motif burung merak
perjuangan dari masyarakat kota Semarang. adalah keindahan. Maksudnya, dalam
Unsur-unsur tersebut menjadi dasar pendidikan harus mengedepankan sebuah
dalam penerapan pendidikan berbasis proses yang baik, tidak membuat bosan
kearifan lokal. Setiap unsur, mengandung peserta didik dalam mengikuti
filosofi yang sesuai dengan kondisi pembelajaran sehingga meningkatkan rasa
pendidikan kita saat ini. Selain itu, unsur- ingin tau dan gairah belajar peserta didik.
unsur yang mengandung nilai-nilai dan Makna keindahan juga berarti bahwa dalam
makna yang baik dapat menjadi inspirasi penyelenggaraan pendidikan, lembaga
untuk menciptakan pendidikan berbasis pendidikan harus mempunyai standar
kearifan lokal yang ideal. Batik Motif operasional prosedur (SOP) yang tidak
Merak Semawis sejatinya menggambarkan menghambat peserta didik mengembangkan
sebuah makna yang menjadi bahan potensi diri secara optimal. Sebaliknya,
renungan pelaksanaan pendidikan di makna keindahan dalam pendidikan
Indonesia yang multikultural. mendorong peserta didik berkreasi dan
menumbuhkan nilai-nilai estetika dalam
bersikap, berpikir, dan bersosialisasi.

166
Sehingga penyelenggaraan pendidikan sebagai bagian yang secara langsung
berjalan secara sistematis dan harmoni. berinteraksi dengan peserta didik dan
Makna yang ketiga dalam motif mampu mengayomi. Keprofesionalitasan
burung merak adalah pelindung keturunan guru akan menentukan citra birokrasi
dari segala bahaya dan pengusir pengaruh sekolah tersebut. Selain itu, pegawai tata
buruk. Pesan moral yang ingin disampaikan usaha hingga kepala sekolah pun harus
dalam filosofi ini adalah bahwa dalam profesional dalam menjalankan tugas
pendidikan harus mampu membentuk insan sehingga terbentuk birokrasi yang sehat.
intelektual yang memiliki ideologi relevan Puncaknya adalah dengan birokrasi di
dengan negara sehingga mampu tingkat pemerintahan negara yang
membentuk insan pendidikan yang menjunjung peningkatan mutu dari tingkat
berkarakter Pancasila, bermoral, dan anti pegawai paling bawah hingga atas.
korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Pemaknaan yang ke empat adalah
Pelindung keturunan dari segala bahaya dan warna merah oranye atau coklat soga.
pengaruh buruk juga dapat diartikan sebagai Filosofi warna coklat soga dikaitkan dengan
upaya pendidikan yang mencerminkan unsur api yang disimbolkan dengan lidah
kasih sayang antara pendidik dan peserta api. Hal ini berarti bahwa dorongan ke arah
didik dengan mengindari kekerasan dalam kerja aktif, perjuangan, persaingan, dan
sekolah. kreatifitas. Pendidikan harus membentuk
Selain makna burung merak, terdapat peserta didik yang mampu bersaing di era
pula makna rumpun bambu. Filosofi global. Pendidikan dengan memaknai
rumpun bambu adalah sebagai lambang filosofi warna coklat soga dapat
permohonan doa. Relevansi filosofi rumpun digambarkan dengan hasil dari pendidikan
bambu dalam pendidikan adalah bahwa itu sendiri. Sederhananya, pendidikan
pendidikan harus mengedepankan karakter mampu membuat generasi yang memiliki
spiritual peserta didik, hubungan dengan ambisi positif, kegigihan tinggi, dan mampu
Tuhan dan pelibatan Tuhan dalam setiap berinovasi dalam memajukan bangsa dan
proses belajar. Penerapan dan penanaman negaranya.
nilai religi ini dapat divisualisasikan dalam
berdoa sebelum dan setelah pembelajaran. SIMPULAN
Karakter spiritual juga dapat diterapkan Pelaksanaan pendidikan melalui
melalui kegiatan-kegiatan keagamaan di pemaknaan nilai-nilai filosofi Batik Motif
sekolah dengan melibatkan seluruh warga Merak Semawis khas Semarang ditujukan
sekolah guna merefleksikan rohani yang untuk mengembangkan sistem pendidikan
kuat. dan kurikulum yang berbasis kearifan lokal.
Dalam goresan rumpun bambu Pendidikan berbasis kearifan lokal yang
terdapat ruas-ruas bambu yang dimaksud yakni dengan rujukan yang
melambangkan simbol silsilah. Dewi berasal dari kearifan lokal batik yang
Yulianti (2010) menyebutkan bahwa jika memiliki makna dan nilai yang baik dalam
ruas paling bawah bagus, maka ruas-ruas kehidupan. Unsur-unsur yang terdapat
yang diatasnya juga bagus. Hal ini juga dalam Batik Motif Merak Semawis dapat
dikaitkan dengan orangtua dengan anak, ditranformasikan dalam sendi pendidikan di
dimana jika orangtua baik dan selalu Indonesia. Tranformasi nilai-nilai budaya
memberikan contoh baik pada anak maka kearifan lokal menghasilkan generasi yang
anak dan keturunannya pun akan baik. berkarakter karena lahir dari rahim
Jika dikaitkan dalam pendidikan, kebudayaan bangsa.
filosofi ruas bambu bermakna bahwa Pengembangan model pendidikan
pendidikan harus memiliki birokrasi yang berbasis kearifan lokal ini juga bertujuan
sehat, mulai dari lini yang paling bawah membentengi pengaruh budaya asing yang
hingga atas. Dalam hal ini adalah sekolah mengikis nilai-nilai luhur dari kearifan lokal
harus mempunyai kondisi birokrasi yang yang ada. Sehingga, pemaknaan nilai-nilai
sehat, dimana sekolah harus menjamin pada Batik Motif Merak Semawis khas
peningkatan kualitas guru agar profesional

167
Semarang ini juga mampu menguatkan akar Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang
budaya bagi generasi yang akan datang. No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Saran yang timbul dari penulisan ini Pendidikan Nasional. Lembaran
diharapkan mendorong peneliti lain Negara RI tahun 2003. Sekretariat
membedah dan memaknai nilai-nilai Negara. Jakarta.
filosofi pada batik dengan motif lain yang Soyomukti, Nurani. 2008. Pendidikan
dapat diterapakan pada pelaksanaan Berperspektif Globalisasi.
pendidikan di Indonesia. Memaknai nilai- Yogyakarta: Penerbit Arruz Media.
nilai filosofi pada batik juga turut Yuliati, Dewi. 2010. Mengungkap sejarah
berkontribusi dalam mengenalkan budaya dan motif batik Semarangan.
bangsa kepada khalayak umum. Dengan Paramita: Historical Studies
begitu, tranformasi nilai-nilai budaya akan Journal, 20(1).
lebih mudah dan mampu menguatkan
karakter bangsa dan menambah wawasan
kebangsaan yang baik bagi masa depan
bangsa.

DAFTAR PUSTAKA
Handayani, S. R., Bahari, N., & Mursidah,
M. 2017. Akulturasi Kebudayaan
dalam Motif Batik Semarangan. In
Seminar Nasional Lembaga
Penelitian UNM (Vol. 2, No. 1).
Heringa, Rens & Harmen C. Veldhuisen.
1997. Batik from the North Coast of
Java. Los Angeles: Los Angeles
Country Museum of Art.
Kusrianto, Adi. 2013. Batik Filosofi, Motif,
& Kegunaan. Yogyakarta: CV
ANDI Offset.
Mudyahardjo, Redja. 2012. Filsafat Ilmu
Pendidikan Suatu Pengantar.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nadlir, M. 2016. Urgensi Pembelajaran
Berbasis Kearifan Lokal. Jurnal
Pendidikan Agama Islam (Journal
of Islamic Education Studies), 2(2),
299-330.
Oktaviani, I., Zuliana, E., & Ratnasari, Y.
2017. Menggagas Kajian Kearifan
Budaya Lokal di Sekolah Dasar
Melalui Gerakan Literasi Sekolah.
Aktualisasi Kurikulum 2013 dIi
Sekolah Dasar Melalui Gerakan
Literasi Sekolah untuk Menyiapkan
Generasi Unggul dan Berbudi
Pekerti, 35-42.
Parmono, K. 1995. Simbolisme Batik
Tradisional. Jurnal Filsafat, 1(1),
28-35.
Pemerintah Republik Indonesia. 2010.
Desain Induk Pembangunan
Karakter Bangsa Tahun 2010-2025.

168

Anda mungkin juga menyukai