Anda di halaman 1dari 5

I.

AQIDAH

TOLERANSI BERAGAMA
A. Makna Toleransi
Pada akhir-akhir ini ramai dibicarakan di tengah masyarakat tentang betapa pentingnya
toleransi dalam beragama. Hal ini disebabkan karena seringnya terjadi benturan antara umat
bergama baik secara internal (sesama muslim) dan apalagi dengan umat bergama lainnya. Padahal
Islam telah memberi pedoman sedemikian jelas, bahwa agama dan keyakinan tidak boleh
dipaksakan. Terjadinya benturan, pertikaian, perselisihan, konflik dan bahkan permusuhan antar
sesama muslim ataupun antar umat beragama dipicu oleh pemahaman yang “sempit” dalam
memahami maksud nilai-nilai agama, faktor ekonomi dan juga politik. Oleh karena itu setiap muslim
mesti memahami nilai-nilai ajaran agama dengan benar dan menerapkannya dengan cara yang benar
dan disituasi yang tepat, sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman, perbedaan, konflik dan
perselisihan.
Pondasi dasar dalam beragama Islam adalah bahwa setiap muslim mesti meyakini dengan
sepenuhnya bahwa Islam adalah agama yang benar, sebagai pedoman hidup yang diridhai oleh
Allah. Allah berfirman:
“Sesungguhnya agama yang diridhai Allah adalah Islam.” (Q.S Ali Imran : 19)
Oleh sebab itu, setiap muslim mesti mempelajari Islam dengan sungguh-sungguh,
mengamalkan ajaran Islam secara serius dan tidak mencampurkan pemahaman yang benar ini
dengan yang batil, atau mencari pedoman hidup selain Islam. Karena usaha untuk mencari pedoman
hidup selain Islam tidak akan diterima oleh Allah. Allah berfirman dalam surat Ali Imran ayat 85:
“Dan siapa saja yang mencari agama/pedoman hidup selain Islam maka tidak akan diterima oleh
Allah, dan nanti diakhirat dia akan termasuk orang-orang yang merugi.” (Q.S Ali Imran : 85)
Dalam menjalankan agama, Allah dan rasulnya menegaskan agar umat islam berusaha
semaksimal mungkin menjalankan perintah dan meninggalkan larangan, apalagi orang tersebut
sudah dikategorikan mukallaf, karena perbuatan baik yang dikerjakan akan bernilai ibadah berbuah
pahala dan berkah, sementara larangan yang tetap dikerjakan akan berakibat dosa dan hilangnya
keberkahan hidup. Namun demikian, pamahaman yang dalam dan kuat dalam beragama ini tidak
bisa dipaksakan kepada orang lain, baik antar sesama muslim ataupun umat beragama lainnya.
Karena sudah menjadi sunnatullah, manusia diciptakan beraneka ragam, dan warna, ras serta suku
bangsa dan apalagi pemikiran serta pemahaman. Allah menjelaskan bahwa:
“Jika Dia berkehendak, Dia akan jadikan manusia ini satu umat, tetapi mereka senantiasa
berselisih).” (Q.S. Hud ayat 118)
Ibnu Jarir at Thabari dalam tafsirnya menjelaskan bahwa satu umat itu bermak na satu agama,
satu pemahaman. Dan kenyataanya umat manusia beragam pemahaman dan agamanya. Jangankan
membandingkan antara umat Islam dengan agama lain, dalam Islam saja ada pemahaman yang
beragam dan berbeda dalam memahami teks ayat atau pun hadis dalam menangkap pesan yang
diinginkan oleh Allah dan Rasulnya. Oleh karenanya mesti ada kelapangan dada, saling memahami,
toleransi dan tidak memaksakan pemahaman kepada orang lain. Dengan demikian toleransi sejatinya
dalam Islam mempunyai dua dimensi yaitu toleransi antar sesama muslim (secara internal) dan
toleransi dengan umat bergama lainnya (eksternal/non muslim)
Toleransi secara bahasa berasal dari bahasa latin "tolerare", toleransi berarti sabar dan
menahan diri. Toleransi juga dapat berarti suatu sikap saling menghormati dan menghargai antar
kelompok atau antar individu dalam masyarakat atau dalam lingkup lainnya. Dalam Islam toleransi
dinamakan dengan tasamuh yang mengandung makna hampir sama dengan bahasa latin, yaitu
berlapang dada, menerima perbedaan, tidak memaksakan kehendak dan moderat atau pertengahan
dalam berfikir dan melakukan tindakan.
Contoh-contoh aplikatif yang diajarkan Rasul Saw. dan para sahabat dalam menjalankan
agama namun penuh toleran baik sesama muslim ataupun dengan Yahudi atau Nasrani yang sama-
sama tinggal di Kota Madinah sangat banyak, apalagi setelah Fathu Makkah. Adapun orang kafir
yang diperangi Rasul dan para sahabat adalah mereka yang merongrong dan memusuhi Islam.
Sementara mereka yang tidak menghina, memusuhi dan menganiaya umat Islam, hidup tenang dan
damai di Madinah bersama-sama dengan kayakinan yang berbeda-beda.
B. Toleransi Antar Sesama Muslim
Dalam menjalankan agama yang kita yakini dijelaskan oleh Allah bahwa, tidak ada paksaan
untuk masuk ke dalam Islam (Q.S al Baqarah ayat 256). Tetapi setelah kita masuk Islam yang
ditandai dengan bersyahadat, maka kita mesti maksimal menjalankan agama, serius dalam
menerapkannya. Namun demikian kemampuan masing-masing orang berbeda-beda dan juga
terbatas. Sehingga kita temui ada umat Islam yang bisa menjalankan agama dengan sempurna. Dia
mampu menjalankan yang wajib dan juga melaksanakan amalan-amalan sunnah. Dia tidak saja
sekedar menjalankan yang sunat (dalam artian fikih) tetapi juga mampu menghidupkan sunnah-
sunnah rasul (yang oleh sebagian terasa berat dan sulit). Maka sikap yang bijak adalah berlapang
dada dan toleran, jika ada orang yang mampu menjalankan puasa sunnah Senin Kamis, jangan
dianggap orang tersebut militan dan Islam garis keras atau yang lainnya.
Jangankan dalam menjalankan yang sunnah-sunnah, dalam menjalankan ibadah yang wajib
saja ada perbedaan pemahaman dan kemampuan melaksanakan. Ada orang yang mampu membaca
ayat cukup panjang dalam shalat wajib, karena dia punya hafalan yang cukup. Ada yang bisanya
ayat-ayat pendek saja. Ada dalam melaksanakan shalat wajib, ketika membaca Al-Fatihah
bismillahnya dijaharkan, ada yang sir. Semua itu mesti disikapi secara bijak dan arif, karena itu
semua terjadi disebabkan perbedaan kemampuan, pemahaman, dan mazhab atau cara pandang yang
dipakai dalam memahami teks.
Contoh kasus yang juga sering terjadi, adalah dalam tata cara sholat ketika melakukan
perjalanan. Ada orang yang tetap melaksanakan Shalat Zuhur atau Ashar secara sempurna empat
rakaat ketika waktunya sudah masuk. Ada yang memilih menjamak dan mengqashar, dan bahkan
dalam mengqoshar ada yang taqdim ada juga yang takhir yang semua itu ternyata punya dalil dan
dibenarkan secara fikih. Semua ini dinamakan dengan tanawwu’ (keberagaman) yang harus
dimaklumi, sehingga mesti disikapi secara moderat, lapang dada dan toleran.
C. Toleransi Antar Umat Beragama
Indonesia ini bukan negara yang hanya memiliki satu agama yang dianut oleh seluruh warga
negaranya melainkan memiliki banyak agama. Toleransi antar umat beragama harus mampu
tercerminkan melalui tindakan atau perbuatan yang menunjukkan setiap umat beragama seperti
halnya menolong, mengasihi, dan yang paling penting menghormati agama dan iman agama lain,
menghormati ibadah agama lain, menghormati hari hari besar agama lain, saling menjaga tempat
beribadah umat beragama lain, dan tidak saling mengejek agama lain. Islam mengajarkan semangat
tolong menolong tidak semata karena alasan satu keyakinan, tetapi ada atas dasar kemanusiaan.
Rasulullah Saw. mencontohkan dalam kehidupannya sehari-hari yang senantiasa memberikan
bantuan makanan setiap pagi kepada seorang renta dipojok kota Madinah yang kebetulan juga buta.
Setiap hari rasul mengantarkan makanan dan bahkan menyuapinya, hingga beliau meninggal. Tidak
memaksakan keyakinan dan kebenaran Islam, tetapi senantiasa memberikan pertolongan, hingga
orang tua Yahudi itu tersadar bahwa Nabi telah meninggal karena yang mengantarkan makanan telah
digantikan oleh Abu Bakar Ra.
Larangan dalam Islam agar tidak mencela, menghina, melecehkan pemeluk agama lain
didasarkan kepada sifat kelaziman manusia. Ketika mereka merasa dihina, dilecehkan dan dizhalimi,
maka mereka akan berusaha membalas, melakukan hal yang sama, sehingga akhirnya bisa
menimbulkan konflik dan permusuhan bahkan peperangan yang berkepanjangan, dan itu semua akan
merugikan kedua belah pihak. Allah berfirman dalam Al-Qur-an:
“Dan janganlah kamu mencela orang-orang yang menyembah selain Allah, karena mereka (nanti)
akan mencela Allah karena adanya rasa permusuhan dan tanpa ilmu.” (Q.S al An ‘am 108)
Maka konsep toleransi dalam beragama dengan pemeluk agama lain adalah tidak memaksakan
agama atau keyakinan yang kita miliki, karena kewajiban kita hanya sekedar memberikan petunjuk
atau arahan (hidayatul irsyad), adapun mereka akan memeluk Islam atau mengikuti kebenaran adalah
hak Allah S.W.T (hidayah dan taufik). Dan tidak dibolehkan oleh Islam memaksa orang lain masuk
kedalam agama Islam (Q.S. Al Baqarah 256).
Dengan demikan pondasi dasar toleransi beragama itu adalah tidak memaksakan apalagi
mengganggu. Dipersilahkan seseorang memilih agama dan kepercayaannya masing-masing. Hidup
berdampingan dengan rukun dan damai, serta tolong menolong tanpa mengancam, mengintimidasi
dan melecehkan keyakinan yang berbeda. semua orang dipersilahkan memilih agama sebagaimana
yang diyakini masing-masing. Lakum diinukum wa liya diin atau ‘untukmu agamamu dan untukku
agamaku’. (Q.S. Al Kafirun ayat 6)
Toleransi menjadi terasa tidak terpelihara oleh karena di antara mereka yang berbeda agama
merasakan ada sesuatu yang mengganggu atau kesenjangan. Bisa jadi, gangguan itu sebenarnya
bukan bersumber dari agamanya, tetapi berasal dari aspek lain, misalnya dari ekonomi, sosial,
hukum, keamanan, dan semacamnya. Melihat orang atau sekelompok orang terlalu memonopoli
kegiatan ekonomi sehingga merugikan atau mengganggu orang atau kelompok lain, maka muncul
rasa kecewa dan atau sakit hati. Demikian pula jika terdapat sekelompok orang tidak mempedulikan
dan bahkan berperilaku merendahkan, maka orang lain dimaksud merasa terganggu.
Hal demikian menjadikan pihak lain merasa dirugikan., direndahkan, atau dikalahkan. Padahal
sekalipun mereka memeluk agama berbeda, tetapi jika mereka masih sanggup menjaga hubungan
baik, berperilaku adil, jujur, menghormati pihak lain, maka tidak akan terjadi atau menimbulkan
persoalan dalam kehidupan bersama. Semua orang akan merasa senang ketika diperlakukan dengan
cara baik, darimana pun datangnya kebaikan itu. Orang yang berperilaku baik akan diterima oleh
siapapun.
Sebaliknya, ketika sudah berbeda suku, etnis, atau bahkan agama, tetapi kehadirannya juga
dirasakan mengganggu, maka akan melahirkan rasa tidak senang. Jangankan berbeda agama, etnis
atau bangsa, sedangkan sesama bangsa, etnis, dan agama sekalipun juga akan bermusuhan manakala
nilai-nilai kejujuran, keadilan, dan kebenaran diganggu. Oleh karena itu sebenarnya, bukan
perbedaan agama yang dipersoalkan, melainkan perilaku yang merugikan dan mengganggu itulah
yang selalu menjadikan orang atau sekelompok orang tidak bertoleransi. Oleh sebab itu semua pihak
yang berwenang perlu menjaga keseimbangan, keadilan dan menumbuhkan rasa aman serta
harmonis baik anatar sesama agama ataupun berbeda agama dalam tataran yang lebih aplikatif.
D. Contoh Toleransi Umat Beragama dalam Kehidupan Nyata
Banyak contoh aplikatif toleransi antar umat beragama antara pemeluk Agama Islam dan
Kristen di antaranya adalah Jamaah Gereja Kristen Jawa (GKJ) Joyodiningratan dan Masjid Al
Hikmah, Serengan, Kota Solo, Jateng. yang tercipta sejak dahulu. Namun Perbedaan keyakinan tidak
menyurutkan semangat pemeluk Kristen dan Islam setempat untuk saling menjaga kerukunan,
menghormati dan mengembangkan sikap toleransi. Bangunan Masjid Al Hikmah didirikan pada
tahun 1947 sedangkan GKJ Joyodingratan didirikan 10 tahun sebelumnya atau sekitar 1937. Akan
tetapi, toleransi antar umat beragama telah tercipta sejak lama . Misalnya saat pelaksanaan Idul Fitri
yang jatuh pada Minggu. Pengelola gereja langsung menelepon pengurus masjid untuk menanyakan
soal kepastian perayaan Idul Fitri. Kemudian pengurus gereja merubah jadwal ibadah paginya pada
Minggu menjadi siang hari, agar tidak mengganggu umat Islam yang sedang menjalankan shalat Idul
Fitri. 
Contoh lainnya adalah pengurus masjid selalu membolehkan halaman Masjid untuk parkir
kendaraan bagi umat kristiani GKJ Joyoningratan saat ibadah Paskah maupun Natal. hal tersebut
merupakan contoh kecil toleransi antar-umat beragama yang hingga saat ini terus dipelihara. Pihak
gereja maupun pihak masjid, saling menghargai dan memberikan kesempatan untuk menjalankan
ibadah dengan khusyuk dan lancar bagi masih-masing pemeluknya. Seandainya terdapat oknum
tertentu yang akan mengusik kerukunan antar umat beragama di tempat tersebut, baik pihak masjid
maupaun gereja akan bergabung untuk mencegahnya.

Anda mungkin juga menyukai