BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kota Purwokerto adalah Ibukota Kabupaten Banyumas dan
Baturraden merupakan salah satu wilayah di Purwokerto yang lokasinya
menjadi tujuan wisata lokal maupun mancanegara. Maka tidak asing lagi di
bidang pariwisata, Baturaden memiliki aset pariwisata yang bisa
diunggulkan karena didorong oleh lokasi yang strategis dan memungkinkan
berkembangnya pusat perdagangan. Baturaden memiliki suasana dan iklim
yang berbeda dengan tempat lain dan tidak sekedar tempat wahana wisata.
Ketenaran Baturaden dengan udara yang sejuk dan masih alami
menciptakan lokasi wisata tersebut menarik untuk dikunjungi wisatawan.
Namun persoalan hukum dan sosial terjadi tatkala tidak jauh dari
lokawisata Baturraden terdapat lokasi prostitusi. Banyaknya villa dan hotel
berkelas mewah ataupun sekelas melati menyediakan layanan paket transit
yaitu kunjungan 3 jam bagi pelaku prostitusi merupakan sebuah gambaran
kehidupan malam dengan berbagai kesenangan didalamnya. 1 Lebih dari itu,
praktik prostitusi di kota kecil berhawa dingin ini kerapkali menjadi sebuah
dependensi bagi pelaku ekonomi lainnya karena saat bukan masa liburan,
wisata alam Baturraden pun sepi pengunjung. Di Purwokerto sendiri,
setidaknya ada kawasan yang cukup terkenal dengan prostitusinya, yakni
Gang Sadar. Gang Sadar adalah sebuah wilayah dalam bentuk kompleks
prostitusi yang terorganisir dan terletak di utara jantung kota Purwokerto
atau berada tepat berdampingan dengan lokawisata Baturraden.
Dalam menanggapi hal itu, Pemerintah Daerah Kabupaten
Banyumas setidaknya telah mengeluarkan Peraturan Darah (Perda) No.16
Tahun 2015 tentang Penyakit Masyarakat. Pada Perda tersebut dinyatakan
bahwa berbagai bentuk perbuatan yang berupa penyakit masyarakat
merupakan perbuatan yang meresahkan, mengganggu ketertiban umum,
keamanan, kesehatan dan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat maka harus
ditanggulangi. Lalu diperjelas kembali dalam Pasal 11 Perda No. 16 Tahun
1
https://www.liputan6.com/regional/read/3232359/maju-mundur-penutupan-lokalisasi-
gang-sadar-baturraden-banyumas
2
2
http://radarsemarang.com/2016/03/05/3-062-psk-beroperasi-di-jateng/
3
http://news.metrotvnews.com/read/2017/09/13/758074/pemerintah-optimistis-2019-
indonesia-bebas-lokalisasi-prostitusi
3
kelompok pelacur hotel dan pelacur menggunakan rumah penduduk. Hal itu
dikarenakan kawasan Gang Sadar merupakan pemukiman warga yang
dijadikan “kos-kosan” khusus pelacur. kawasan Gang Sadar nyatanya tidak
bercampur atau terpisah dengan rumah penduduk ,ditambah adanya
peraturan tersendiri yang wajib ditaati seperti rumah kos (pemukiman)
hanya untuk kesepakatan tarif dan transaksi uang, sedangkan untuk eksekusi
harus diluar gang sadar atau hotel yang telah dipesan.
Namun, Kartini Kartono (1981) membagi pelacuran menjadi 2(dua)
jenis antara lain :7
1. Prostitusi atau pelacuran terdaftar
Pelakunya diawasi oleh bagian Vice Control dari kepolisian,
yang dibantu dan bekerja sama dengan jawatan sosial dan
jawatan kesehatan. Umumnya mereka(pelacur) dilokalisir
pada suatu daerah tertentu. Penghuniny secara periodik harus
memeriksakan diri pada dokter tau petugas kesehatan, dan
mendapatkan suntikan serta pengobatan sebagai tindakan
kesehatan dan keamanan umum.
2. Prostitusi atau pelacuran yang tidak terdaftar
Yakni termasuk dalam kelompok ini adalah mereka(PSK)
yang melakukan pelacuran secara gelap-gelapan(sembunyi)
dan secara liar,baik secara perorangan maupun kelompok,
perbuatannya tidak terorganisir,tempatnya pun tidak tertentu,
bisa disembarang tempat, baik mencari ”mangsa” sendiri,
maupun melalui calo-calo dan panggilan. Mereka (PSK)
tidak mencatatkan diri kepada yang berwajib. Dengan
demikian, kesehatannya sangat diragukan, karena belum
tentu mereka (pelacur) mau memeriksakan kesehatannya
kepada dokter.
Merujuk teori Kartini Kartono, jika di korelasikan dengan objek
penelitian yang sedang diteliti, maka dapat disimpulkan bahwa PSK gang
sadar termasuk kategori prostitusi atau pelacuran terdaftar dan terlokalisasi.
7
Kartini Kartono, 2005, Patologi Sosial, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Hlm. 251-252.
6
8
Shinta Laila, 2008, Kebijakan Pemerintah Kabupaten Cilacap Dalam Penanggulangan
Penyakit Masyarakat, Tesis, Magister Ilmu Hukum, Purwokerto:Universitas Jenderal
Soedirman
7
9
Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka, 1990, Perundang-undangan dan
Yurisprudensi, Bandung:Penerbit Alumni
8
10
Endang Sturisno, 2007, Bunga Rampai Hukum dan Globalisasi, Yogyakarta:Genta Press
11
Soerjono Soekanto, 1981, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, hlm. 10
9
12
Jimly Asshiddiqie. 1997. Teori & Aliran Penafsiran Hukum Tata Negara.
Jakarta: Ind. Hill.Co. Hal. 17-18
13
Ph. Visser’t Hoft. 2001. Penemuan Hukum (Judul Asli: Rechtvinding, Penerjemah B.
Arief Shidarta. Bandung: Laboratorium Hukum FH Universitas Parahiyangan. Hal. 25
12
14
B. Arief Sidharta (Penerjemah). 2009. Meuwissen tentang Pengembanan Hukum, Ilmu
Hukum, Teori Hukum dan Filsafat Hukum. Bandung. PT Rafika Aditama Hal. 56-57
15
Miles, M.B. & Huberman A.M, 1984, Analisis Data Kualitatif. Terjemahan oleh Tjetjep
Rohendi Rohidi.1992. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
13
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Arief Shidarta. Bandung: Laboratorium Hukum FH Universitas
Parahiyangan. Hal. 25
Azizah, Siti Nur, 2009, Upaya Masyarakat Sekitar Lokalisasi dalam
Mempertahankan Keharmonisan Rumah Tangga (Study di Desa
Kaliwungu Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung). Skripsi,
Fakultas Syari’ah, UIN Malang
Drs. H. Kondar Siregar, MA, 2015, Model Pengaturan Hukum Tentang
Pencegahan Tindak Prostitusi Berbasis Masyarakat Adat Dalihan Na
Tolu, Perdana Mitra Handalan, Hal 1-3
Endang Sturisno, 2007, Bunga Rampai Hukum dan Globalisasi,
Yogyakarta:Genta Press
Jimly Asshiddiqie. 1997. Teori & Aliran Penafsiran Hukum Tata Negara.
Jakarta: Ind. Hill.Co. Hal. 17-18
Kartini Kartono, 2005, Patologi Sosial, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
Hlm. 251-252.
Miles, M.B. & Huberman A.M, 1984, Analisis Data Kualitatif. Terjemahan
oleh Tjetjep Rohendi Rohidi.1992. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia.
Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, 1990, Perundang-undangan
dan Yurisprudensi, Bandung:Penerbit Alumni
Ph. Visser’t Hoft. 2001. Penemuan Hukum (Judul Asli: Rechtvinding,
Penerjemah B.
Shinta Laila, 2008, Kebijakan Pemerintah Kabupaten Cilacap Dalam
Penanggulangan Penyakit Masyarakat, Tesis, Magister Ilmu Hukum,
Purwokerto : Universitas Jenderal Soedirman
Soerjono Soekanto, 1981, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press,
hlm. 10
15
Peraturan Perundang-undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
UU No.10 Tahun 2012 tentang Protokol Operasional Konvensi Hak Hak
Anak mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak, dan Pornografi
Anak
Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Peraturan Daerah Bangkabelitung Nomor 11 Tahun 1978 tentang
Pelarangan Melakukan Pelacuran Mendatangkan, Melindungi,
Menyediakan, Tempat Pelacuran dalam Daerah Kabupaten, Daerah
Tingkat II Belitung
Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 7 Tahun 1999 tentang Larangan
Menggunakan Bangunan atau Tempat Perbuatan Asusila, serta
Pemikatan untuk melakukan Perbuatan Asusila
Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang
Ketertiban Umum
Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 16 Tahun 2005 tentang
Penyakit Masyarakat
Sumber Lain
https://www.liputan6.com/regional/read/3232359/maju-mundur-penutupan
lokalisasi-gang-sadar-baturraden-banyumas
http://radarsemarang.com/2016/03/05/3-062-psk-beroperasi-di-jateng/
http://news.metrotvnews.com/read/2017/09/13/758074/pemerintah-
optimistis-2019-indonesia-bebas-lokalisasi-prostitusi
http://eprints.umm.ac.id/36236/3/jiptummpp-gdl-verayuliar-47507-3
babii.pdf
16