Preeklampsia Berat
Disusun oleh :
dr. Irani Vianza
Pendamping :
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama : Ny. S
Umur : 40 tahun
II. ANAMNESA
Autoanamnesa dengan pasien pada tanggal 19 Mei 2020
Keluhan utama : Tensi tinggi
Keluhan tambahan : Tidak ada
Riwayat Obstetri
G4P2A1
1. ♀ 18 tahun, lahir aterm ditolong oleh dukun beranak
2. ♂ 16 tahun lahir aterm ditolong oleh dukun beranak
3. Abortus, tahun 2012
4. Hamil saat ini
Riwayat KB
Pasien menggunakan KB suntik 3 bulan namun sudah tidak pernah KB sejak tahun 2018
Mata :
Palpebra tidak edema, konjungtiva tidak hiperemis, sklera tidak hiperemis, pupil bulat
isokor, refleks cahaya langsung dan tidak langsung positif pada kedua pupil, lensa
jernih, tidak ada kelainan pada bola mata pasien.
Telinga :
Bentuk daun telinga normotia, tidak menggantung, posisi tidak rendah. Liang telinga
didapati lapang, tidak nampak adanya sekret maupun serumen. Gendang telinga intak,
tidak hiperemis, berwarna putih mengkilap.
Hidung :
Bentuk hidung normal, konka hiperemis, septum nasi di tengah, selaput lendir tidak
hiperemis. Tampak pernafasan cuping hidung. Sekret (-/-).
Mulut :
Bibir lembab, tidak sianosis. Lidah tidak tremor, gusi tenang. Faring hiperemis, tonsil
tidak tampak hiperemis dan membesar.
Leher :
Pada leher tidak terdapat kelainan bentuk, kelenjar tiroid tidak teraba, tekanan vena
jugularis tidak meninggi. Trakea terdapat di tengah. Pergerakan leher bebas.
Thoraks :
Bentuk dada normochest. Tidak ditemukan adanya krepitasi maupun benjolan. Tulang-
tulang iga intak dan sela iga dalam batas normal.
Paru :
▪ Pada inspeksi tidak tampak retraksi sela iga.
▪ Pada palpasi didapatkan vokal fremitus simetris
▪ Pada perkusi sonor/sonor.
▪ Pada auskultasi didapatkan suara nafas vesikuler di kedua lapang paru kiri sama
dengan kanan, tidak ditemukan ronkhi pada lapan paru kanan dan kiri, tidak
ditemukan wheezing.
Jantung :
▪ Inspeksi : Iktus kordis tidak nampak
▪ Palpasi : Vocal Fremitus simetris
▪ Perkusi : Sonor/ sonor
▪ Auskultasi : Bunyi jantung I dan II irreguler, tidak ada murmur, tidak ada gallop.
Abdomen :
▪ Inspeksi : Tampak cembung,
▪ Auskultasi : Sulit dinilai karena hamil
▪ Perkusi : Sulit dinilai karena hamil
▪ Palpasi : Pembesaran hepar dan lien sulit dinilai karena hamil
Tulang Belakang :
Tidak tampak skoliosis, kifosis, dan lordosis.
Genitalia Eksterna :
Tidak ada kelainan bentuk.
Ekstremitas :
Akral hangat, edema ekstremitas bawah +/+, tidak ada sianosis, tonus otot baik, telapak
tangan kanan dan kiri tidak pucat, telapak kaki kanan dan kiri tidak pucat, panjang
simetris, clubbing finger tidak ada.
Kulit :
Turgor baik di keempat ektremitas, ikterik tidak tampak, sianosis tidak ada, eritema
palmaris tidak ada, perfusi kurang dari 2 detik.
Status Obstetri
- Leopold
Leopold 1 : Teraba masa lunak, tidak melenting, kontraksi negative
Leopold 2 : Teraba keras seperti appan di sebelah kanan ibu , bagian-bagian kecil
di sebelah kiri ibu, DJJ 132x/menit
Leopold 3 : Teraba masa keras melenting
Leopold 4 : Teraba masa keras melenting, kedua tangan membentuk sudut
konvergen 5/5
TFU : 24 cm
Genitalia :
HEMATOLOGI
Hb 13,4 gr/dl
Ht 38 %
Leukosit 8900 /µL
Trombosit 193.000 /µL
KIMIA DARAH
Ureum 14 mg/Dl
Creatinin 0,8 mg/dL
FUNGSI HATI
SGOT 24 /µL
SGPT 3 /µL
GLUKOSA
DARAH
GDS 116mg/dL
SEROLOGI
Anti HIV Non Reaktif
HBsAg Non Reaktif
Syphillis Non Reaktif
RAPID COVID 19 Non Reaktif
URINE
LENGKAP
Protein Urine Positif 1
USG
Janin presentasi kepala tunggal hidup intra uterine
Usia kehamilan ~ 31 minggu
TBJ 1600 gram
CTG
V. RESUME
Pasien seorang perempuan hamil G4P2A1 berusia 40 tahun mengaku hamil 8 bulan,
HPHT pada 8 Oktober 2019, perkiraan usia kehamilan 31 minggu. Pasien rutin
memeriksakan kandungannya di klinik oleh bidan sejak usia kehamilan 3 bulan,. Pasien
datang dari Poli Kandungan RSUD Pesanggrahan dengan keluhan temsi tinggi. Keluhan
tensi tinggi sudah ada sejak 2 minggu SMRS saat ANC di klinik. Sejak itu pasien diberi obat
anti hipertensi namun tidak diminum rutin. Pasien sudah mendapatkan terapi PEB di Poli
Kandungan RSUD Pesanggrahan yaitu MgSO4 dan Nifedipin lalu setelah itu pasien
dipindahkan ke ruang perawatan. Keluhan pandangan buram, nyeri ulu hati, pusing, mual,
muntah disangkal. Pasien mengatakan Gerakan janin aktif, keluar air-air disangkal, mulas
disangkal, keluar lendir darah dari jalan lahir disangkal. Kedua tungkai bengkak sejak 3
minggu SMRS
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis, TD: 165/96 mmHg N:
125x/menit, RR: 21x/menit, Suhu : 36,6ºC. Status generalis didapatkan edema kedua tungkai. Pada
pemeriksaan obstetric didapatkan Leopold 1 teraba masa lunak, tidak melenting, kontraksi
negative, Leopold 2 teraba keras seperti appan di sebelah kanan ibu , bagian-bagian
kecil di sebelah kiri ibu, DJJ 132x/menit, Leopold 3 teraba masa keras melenting, leopold 4
teraba masa keras melenting, kedua tangan membentuk sudut konvergen 5/5. TFU 24 cm
VI. DIAGNOSA KERJA
G4P2A1 Gravida 31 minggu dengan PEB, JPKTH
VII. PENATALAKSANAAN
Nonfarmakologi :
- Pemasangan DC
Farmakologi :
- MgSO4 40% 4gr bolus pelan dilanjutkan dengan dengan MgSO4 40% 6gr drip
dalam RL selama 6 jam
- Nifedipin 10 mg/20 menit sampai dengan 4x
- Dexamethasone 2x6mg iv
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationum : ad bonam
Follow Up
PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan salah satu komplikasi medis yang lazim terjasi dalam kehamilan
dan berkontrikbusi secara signifikan terhadap morbiditas dan mortilitas ibu dan anak. Hipertensi
merupakan tanda dari kelainan patologis, yang dapat terjadi kembali atau muncul pertama kali
selama kehamilan. Preeklampsia merupakan kelainan multisistem yang dikarakteristikan dengan
terjadinya hipertensi (tekanan darah ≥140/90 mmHg) dengan proteinuria setelah usia kehamilan
20 minggu dimana sebelumnya tidak terdapat riwayat tekanan darah tinggi (normotensive) dan
proteinuria pada wanita.
Menurut WHO, 3 penyebab utama kematian pada ibu antara lain: perdarahan (30%),
hipertensi dalam kehamilan (25%), dan infeksi (12%). WHO memperkirakan bahwa
preeclampsia memiliki insiden 7x lebih besar di negara berkembang daripada di negara maju.
Prevalensi di negara maju berkisar antara 1,3% - 6%, sementara di negara berkembang sekitar
1,8% - 18%. Sedangkan di Indonesia, angka kejadian preeclampsia adalah 128.273/tahun atau
(2)
sekitar 5,3%. Di Indonesia preeklampsia berat dan eklampsia merupakan penyebab kematian
ibu berkisar 1,5 persen sampai 25 persen, sedangkan kematian bayi antara 45 persen sampai 50
persen. (2)
Patologi dasar yang mendasari terjadinya hipertensi adalah disfungsi endotel dan
vasospasme intensif, yang memengaruhi hampir seluruh pembuluh darah, terutama pada uterus,
ginjal, basis plasenta, dan otak. Agen yang memengaruhi terjadinya disfungsi endotel dan
vasospasme masih belum diketahui secara pasti, namun berikut ini adalah 2 hal yang yang
menjadi pertimbangan yaitu meningkatnya bahan-bahan penekan sirkulasi darah dan
meningkatnya sensitivitas sistem vaskular terhadap bahan-bahan penekan sirkulasi normal
(genetik).
Primigravida, usia, riwayat keluarga, riwayat preeklampsia sebelumnya, abnormalitas
plasenta, obesitas, penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil, DM
tipe 1, primipaternitas, thrombophilia merupakan factor yang mempengaruhi terjadinya
preeklampsia.
Oleh sebab itu, klinisi yang mengawasi pasien harus memiliki pengetahuan yang baik
mengenai anatomi dan struktur plasenta, serta memahami pathogenesis terjadinya preeklampsia,
sehingga mampu menegakkan diagnosis preeklampsia secara tepat dan memberikan terapi secara
akurat untuk memperbaiki luaran/outcome dan prognosis pasien preeklampsia dan bayinya.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
3.1.1 Hipertensi Dalam Kehamilan
Hipertensi merupakan salah satu komplikasi medis yang lazim terjasi dalam kehamilan
dan berkontrikbusi secara signifikan terhadap morbiditas dan mortilitas ibu dan anak. Hipertensi
merupakan tanda dari kelainan patologis, yang dapat terjadi kembali atau muncul pertama kali
selama kehamilan. Pada negara berkembang, dengan kehamilan yang tidak terkontrol secara
adekuat, kejadian hipertensi dalam kehamilan dapat tidak terdeteksi hingga menimbulkan
komplikasi yang lebih berat. (1)
Klasifikasi hipertensi dalam kehamilan menurut National High Blood Pressure Education
Program 2010 dan ACOG (American Collage of Obstetric and Gynecology) 2013 adalah sebagai
berikut: (1)
Kelainan Definisi
Hipertensi TD ≥ 140/90 mmHg dalam 2x pengukuran dengan interval min. 6
jam
Proteinuria Ekskresi protein dalam urin ≥0,3 g /24 jam specimen atau 0,1 g/L
Hipertensi TD ≥ 140/90 mmHg pertama kali dalam kehamilan setelah UK >20
Gestasional minggu, tanpa proteinuria
Preeklamsia Wanita dengan hipertensi gestasional dengan proteiunuria
Eklamsia Wanita dengan preeklamsia yang berkomplikasi dengan kejang
grand mal dan/atau koma
HELLP syndrome Hemolisis (H)
Elevated liver enzymes (EL)
Low platelet count (LP)
Hipertensi kronik Diketahui hipertensi sebelum kehamilan atau hipertensi yang
terdiagnosa pertama kali sebelum 20 minggu kehamilan
Superimposed Terjadinya proteinuria dalam onset akut pada wanita dengan
preeklamsia/eklamsia hipertensi kronik
Hipertensi kronik Penyebab tersering pada hipertensi kronik:
dengan Hipertensi esensial
superimposed Chronic Kidney Disease (renovascular)
preeclampsia & Koarktasi aorta
eclampsia Kelainan endokrin (DM, pheocromocytoma, thyrotoxicosis)
Kelainan jaringan ikat (SLE)
Kriteria diagnosis superimposed preeclampsia:
Onset akut proteinuria > 0,5 g/24 jam specimen
Hipertensi agravasi
Berkembangnya HELLP syndrome
Berkembangnya sakit kepala, skotoma, nyeri epigastrium
3.1.2 Preeklampsia
Preeklampsia merupakan kelainan multisistem yang dikarakteristikan dengan terjadinya
hipertensi (tekanan darah ≥140/90 mmHg) dengan proteinuria setelah usia kehamilan 20 minggu
dimana sebelumnya tidak terdapat riwayat tekanan darah tinggi (normotensive) dan proteinuria
pada wanita. Edema sudah tidak dimasukkan kedalam kriteria diagnostik untuk preeklamsia
kecuali bersifat patologis. Pada beberapa kasus, edema lazim ditemukan pada kehamilan normal.
Tanda-tanda preeklamsia dapat terjadi sebelum minggu ke 20 kehamilan seperti pada kasus mola
(1)
hidatidosa, dan polihidramnion akut. Klasifikasi Preeklampsia menurut ACOG, 2013 dibagi
menjadi 2: dengan tanda perburukan dan tanpa tanda perburukan. Preeclampsia dengan tanda
perburukan adalah sebagai berikut:
3.2 Epidemiologi
Menurut WHO, 3 penyebab utama kematian pada ibu antara lain: perdarahan (30%),
hipertensi dalam kehamilan (25%), dan infeksi (12%). WHO memperkirakan bahwa
preeclampsia memiliki insiden 7x lebih besar di negara berkembang daripada di negara maju.
Prevalensi di negara maju berkisar antara 1,3% - 6%, sementara di negara berkembang sekitar
1,8% - 18%. Sedangkan di Indonesia, angka kejadian preeclampsia adalah 128.273/tahun atau
(2)
sekitar 5,3%. Di Indonesia preeklampsia berat dan eklampsia merupakan penyebab kematian
ibu berkisar 1,5 persen sampai 25 persen, sedangkan kematian bayi antara 45 persen sampai 50
persen. (2)
Menurut penelitian yang dilakukan di Yogyakarta, Indonesia, didapatkan jumlah kasus
kejadian preeklampsia/eklampisa di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta pada tahun
2007–2009 adalah 118 kasus (3,9%) dari total persalinan (3036 persalinan), yang terdiri dari 19
kasus preeklampsia (16,1 persen) dan 99 kasus eklampsia (83,9 persen). Menurut usia ibu,
didominasi oleh kelompok usia 20-35 tahun (64,4%). Berdasarkan paritas sangat didominasi oleh
kelompok primigravida dengan jumlah 82 orang (69,5%), sedangkan dari tingkat ANC ibu,
didominasi oleh kelompok penderita yang melakukan ANC kurang dari 4 kali dengan jumlah 90
orang (76,3%), berdasarkan riwayat hipertensi, didominasi oleh 99 orang (83,9%) yang tidak
memilki riwayat hipertensi. (3)
- Sistem Perlindungan
Melindungi jaringan fetus dari penolakan maternal. Jaringan fetus yang berbeda secara
genetik dengan ibu dapat dipandang sebagai benda asing dan dapat ditolak oleh ibu apabila tidak
terdapat plasenta. Banyak penelitian telah dipusatkan pada kenyataan ini.
Telah diperagakan di dalam laboratorium bahwa aktivitas limfosit dapat ditekan oleh
beberapa hormon seperti estrogen, progesteron, prolaktin dan hCG. Dengan demikian hormon
hormon plasenta melawan setiap kemungkinan penolakan jaringn fetus.
Perlindungan parsial terhadap infeksi. Plasenta meneruskan antibodi dari ibu yang
memberikan imunitas pasif bagi fetus terhadap penyakit yang telah menimbulkan imunitas di
dapat pada ibu. Perlindungan ini dapat terjadi sampai beberapa bukan awal kehidupan. Walaupun
demikian, fetus tidak dapat terlindung terhadap virus seperti virus rubella dan virus varicella atau
terhadap spirochaeta sifilis. Pada keadaan bila virus rubella yang ditularkan pada awal
perkembangan fetus, maka sangat mungkin terdapat efek pada jantung, mata dan telinga. Apabila
sifilis yang ditularkan dan tidak diobati maka bayi akan menderita sifilis. Apabila ibu sudah
mengalami sensitisasi, maka ibu dengan rhesus negatif akan membentuk antibodi terhadap
antigen rhesus di dalam tubuhnya apabila fetus mempunyai rhesus positif. Plasenta tidak mampu
menghalangi antibodi, dan dengan demikian antibodi antibodi tersebut akan mengalami difusi ke
dalam sistem fetal, antibodi tersebut akan mengalami difusi ke sistem fetal , merusak eritrosit
sehingga menyebabkan berbagai derajat anemia dari yang sangat ringan sampai hidrops fetalis
apabila kelainan tersebut tidak terdiagnosis dan diobati.
Organisme penyebab sifilis dan tuberkulosis juga rhesus antibodi, semuanya dapat
memengaruhi fungsi plasenta dan dapat menyebabkan penampakkan plasenta yang abnormal.
- Sistem sekresi
hCG diproduksi pada awal hari ke 9 setelah konsepsi, dan hormon ini mencapai
puncaknya pada hari ke 60. Kadar hormon ini kemudian turun dan tetap rendah sampai pada
akhir kehamilan. Fungsi hormon ini adalah untuk memelihara corpus luteum sampai plasenta
dapat menggantikannya memproduksi estrogen dan progesteron. hCG dieksresikan ke dalam urin
dan menjadi dasar untuk uji diagnostik kehamilan secara imunologis.
Estrogen meningkat selama kehamilan dan membantu mempengaruhi endometrium
dalam minggu minggu awal kehamilan. Estrogen juga mengembangkan fungsi sekresi payudara.
Pada akhir kehamilan, kenaikan estrogen maternal dominan dan bersama dengan steroid fetus
akan meransang produksi prostaglandin. Keadaan ini pada gilirannya meransang produksi
oksitosin dari glandula pituitaria anterior. Estrogen juga meningkatkan kepekaan otot otot uterus
terhadap oksitosin yang memulai kontraksi uterus dan mulainya persalinan.
Progesteron sejumlah besar disintesis dari kolesterol maternal, tetapi plasenta tidak
mempunyai enzim yang dibutuhkan untuk mengubah sejumlah kolesterol ini menjadi estrogen
(estrol, estron dan estradiol). Sintesis ini sebenarnya dilakukan oleh glandula adrenalis fetus
imatur. Kelihatannya aneh bahwa walaupun fetus tidak dapat membuat estrogen sendiri, tetapi
fetus dapat mengubah dan menggunakan estrogen ibu.
(4)
b. Fisiologi Janin
Sejak konsepsi perkembangan konsepsus terjadi sangat cepat yaitu zigot mengala mi
pembelahan menjadi morula, kemudian menjadi blastokis yang mencapai uterus dan kemudian
sel sel mengelompok, berkembang menjadi embrio sampai minggu ke 7. Setelah minggu ke 10
hasil konsepsi disebut janin. Konseptus ialah semua jaringan konsepsi yang membagi diri
menjadi berbagi jaringan embrio, korion, amnion dan plasenta.
- Embrio dan Janin
Embrio akan berkembang sejak usia 3 minggu hasil kosepsi. Secara klinik pada usia
gestasi 4 minggu dengan usg akan tampak sebagai kantong gestasi berdiameter 1 cm, tetapi
embrio belum tampak, pada minggu ke 6 dari haid terakhir – usia konsepsi 4 minggu usia
embrio berukuran 5 mm, kantong gestasi berukuran 2-3 cm. Pada saat itu akan tampak denyut
jantung secara USG. Pada akhir minggu ke 8 usia gestasi 6 minggu usia embrio berukuran 22 –
24 mm. Dimana akan tampak kepala yang relatif besar dan tonjolan jari. Gangguan atau
teratogen akan mempunyai dampak berat apabila terjadi pada gestasi kurang dari 12 minggu,
terlebih pada minggu ke 3.
- Sistem Kardiovaskuler
Tali pusat berisi satu vena dan 2 arteri. Vena ini menyalurkan oksigen dan makanan dari
plasenta ke janin. Sebaliknya kedua arteri menjadi pembuluh balik yang menyalurkan darah ke
arah plasenta untuk dibersihkan dari sisa metabolisme. Perjalanan darah dari plasenta melalui
vena umbilikalis adalah sebagai berikut. Setelah melewati dinding abdomen, pembuluh vena
umbilikal mengarah ke ata menuju hati, membagi menjadi 2. Darah yang masuk ke jantung
kanan ini mempunyai kadar oksigen seperti arteri meski bercampur sedikit dengan darah vena
kava.
Darah ini akan langsung menyemprot melalui foramen ovale pada septum, masuk ke
atrium kiri dan selanjutnya melalui ventrikel liri akan menuju aorta dan seluruh tubuh. Darah
berisi banyak oksigen itu terutama akan memperdarahi organ vital jantung dan otak.
Setelah bayi lahir , semua pembuluh umbilikal, duktud venosus dan duktus arterio
venosus akan mengerut. Pada saat lahir akan terjadi perubahan sirkulasi, dimana terjadi
perkembangan paru dan penyempitan tali pusat. Akibat peningkatan kadar oksigen pada sirkulasi
paru dan vena pulmonalis, duktus arteriosus akan menutup akan menutup dalam 3 hari dan total
pada minggu ke 2. Pada situasi dimana kadar oksigen kurang yaitu pada gagal nafas, duktus akan
relatif membuka.
- Darah Janin
Darah janin mengalami proses pembentukan yang unik yaitu bermula diproduksi di
yolksac, kemudian di hati dan akhirnya di sumsum tulang. Eritrosit janin relatif besar dan
berinti. Hemoglobin mengalami peningkatan dari 12 g/dl pada pertengahan kehamilan menjadi
18 g/dl pada aterm. Volume darah diperkirakan 78 ml.kg berat, sedangkan isi darah plasenta
segera setelah pemotongan tali pusat ialah 45 ml/kg.
- Sistem Respirasi
Gerakan napas janin telah dapat dilihat sejak kehamilan 12 minggu dan pada 34 minggu
secaraa regular gerak napas ialah 40 – 60/menit dan diantara jeda adalah periode apnea. Cairan
ketuban akan masuk sampai bronkioli, sementara di dalam alveolus terdapat cairan alveoli.
Gerak napas janin diransang oleh kondisi hiperkapnia dan peningkatan kadar glukosa.
Sebaliknya kondisi hipoksia akan menurunkan frekuensi napas. Pada aterm normal, gerak mapas
akan berkurang dan dapat apnea selama 2 jam.
Alveoli terdiri atas dua lapis sel epitel yang mengandung sel tipe I dan II. Sel tipe II
membuat sekresi fosfolipid suatu surfaktan yang penting untuk fungsi pengembangan napas.
Surfaktan yang utama ialah sfingomieling dan lesitin serta fosfatidil gliserol. Produksi
sfingomielin dan fosfatidil gliserol akan memuncak pada 32 minggu, sekalipun sudah dihasilkan
sejak 24 minggu. Pada kondisi tertentu misalnya, diabetes produksi surfaktan ini kurang , juga
pada preterm ternyata dapat diransang untuk menigkat dengan cara pemberian kortikosteroid
pada ibunya. Steroid dan faktor pertumbuhan terbukti meransang pematangan paru melalui suatu
penekanan protein yang sama. Pemeriksaan kadar L/S rasio pada air ketuban merupakan cara
untuk mengukur tingkat kematangan paru, dimana rasio L/S > 2 menandakan paru matang.
- Sistem Gastrointestinal
Perkembangan dapat dilihat diatas 12 minggu dimana akan nyata pada pemeriksaan USG.
Janin meminakan terdengar peristaltik usus. Protein dan cairan amnion yang ditelan akan
menghasilkan mekonium didalam usus. Mekonium ini akan tetap tersimpan sampai partus,
kecuali pada keadaan hipoksia atau fetal distres akan tampak cairan bercampur mekonium.
- Sistem Ginjal
Pada 22 minggu akan tampak pembentukan korpuskel ginjal di zona jukstaglomerularis
yang berfungsi filtrasi. Ginjal terbentuk sempurna pada minggu ke 36. Pada janin hanya 2% dari
curah jantung mengalir ke ginjal, mengingat sebagian besar sisa metabolisme dialirkan ke
plasenta. Sementara itu, tubuli juga mampu filtrasi sebelum glomerulus berfungsi penuh. Urin
janin menyumbang cukup banyak pada volum cairan amnion. Bila terdapat kondisi
oligohidramnion itu merupakan petanda penurunan fungsi ginjal atau sirkulasi.
3.4 Etiopatogenesis
Patologi dasar yang mendasari terjadinya hipertensi adalah disfungsi endotel dan
vasospasme intensif, yang memengaruhi hampir seluruh pembuluh darah, terutama pada uterus,
ginjal, basis plasenta, dan otak. Agen yang memengaruhi terjadinya disfungsi endotel dan
vasospasme masih belum diketahui secara pasti, namun berikut ini adalah 2 hal yang yang
menjadi pertimbangan:
Meningkatnya bahan-bahan penekan sirkulasi darah
Meningkatnya sensitivitas sistem vaskular terhadap bahan-bahan penekan sirkulasi
normal (genetik).
Kondisi hipertensi dalam kehamilan lebih banyak muncul pada wanita dengan karakter:
1. Terekspose villi chorialis pertama kali
2. Terekspose villi chorialis dalam jumlah yang besar, seperti pada kehamilan gemelli atau
mola hidatidosa
3. Mempunyai kondisi sebelumnya seperti aktivitas sel endotel atau inflamasi seperti
diabetes, penyakit ginjal atau jantung
4. Secara genetik mempunyai predisposisi untuk berkembang hipertensi dalam kehamilan
Preeklamsia merupakan sebuah sindrom sistemik dalam kehamilan yang bermula dari
plasenta. Preeklamsia dipikirkan sebagai akibat dari invasi sitotrofoblas yang inadekuat diikuti
dengan disfungsi endotel maternal yang meluas. Berbagai faktor seperti renin-aldosteron-
angiotensin, stress oksidatif berlebihan, inflamasi, maladaptasi sistem imun,dan genetik diduga
berperan dalam pathogenesis preeklamsia. Normalnya, sitotrofoblas ekstravili dari janin
menginvasi lapisan endotel arteri spiraslis ibu. Arteri spiralis akan diubah dari pembuluh darah
yang kecil dengan resistensi tinggi menjadi lebar sehingga perfusi plasenta untuk nutrisi janin
akan cukup. Pada preeklamsia, perubahan ini tidak terjadi dengan sempurna. Invasi sitotrofoblas
ke arteri spiralis terbatas hanya sampai pada desidua superfisialis sehingga segmen arteri pada
myometrium tetap sempit. Sitotrofoblas juga tidak mengalmai pseudovaskulogenesis karena
normalnya terjadi perubahan fenotip epitel menjasi seperti sel endotel yang memiliki permukaan
adhesi. Hal ini menyebabkan buruknya daya invasi ke arteri spiralis yang berada di miometrium.
Defek awal inilah yang menyebabkan iskemia plasenta. Plasentasi yang abnormal diperkirakan
menyebabkan lepasnya berbagai factor yang masuk ke sirkulasi maternal sehingga menyebabkan
berbagai tanda dan gejala klinis preeklamsia. Semua gejala klinis preeklamsia disebabkan oleh
endoteliosis glomerulus, peningkatan permeabilitas vascular, dan respon inflamasi sistemik ya ng
menyebabkan jejas dan/atau hipoperfusi pada organ. Manifestasi klinis biasanya terjadi setelah
usia kehamilan lebih dari 20 minggu.
3.5 Patofisiologi
Hipertensi pada kehamilan memengaruhi ibu dan anak. Dengan karakteristik
memengaruhi multi-sistem, jelaslah bahwa beberapa mekanisme patofisiologi ikut terlibat.
Faktor predominan pada patofisiologi preeklamsia dan hipertensi gestasional adalah vasospasme
maternal. Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahiu dengan jelas.
Banyak teori yang telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak
ada satupun teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori-teori yang banyak dianut adalah:
1. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi proses remodeling arteri
spiralis. Pada proses ini, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteria spiralis, yang
menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi
trovoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi
gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Hal ini memberi
dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular dan peningkatan aliran darah
pada utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan
meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik.
Pada hipertensi dalam kehamilan proses remodeling arteri spiralis ini tidak terjadi.
Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak
memungkinkan menglami distensi dan vasodilatasi. Sehingga aliran darah utero plasenta
menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.
2. Hipertensi
Merupakan tanda terpenting untuk menegakkan diagnosis hipertensi dalam kehamilan.
Tekanan diastolic menggambarkan resistensi perifer, sedangkan tekanan sistolik
menggambarkan besaran curah jantung. Tekanan darah bergantung terutama pada curah
jantung, volume plasma, resistensi perifer, dan viskositas darah. Timbulnya hipertensi
adalah akibat vasospasme menyeluruh dengan ukuran tekanan darah ≥ 140/90 mmHg
selang 6 jam. Tekanan diastolic 90 mmHg dipilih sebagai batas hipertensi karena batas
tekanan diastolic 90 mmHg yang disertai proteinuria memiliki korelasi dengan kematian
perinatal tinggi. Mengingat proteinuria berkorelasi dengan nilai absolut tekanan darah
diastolic, maka kenaikan (perbedaan) tekanan darah tidak dipakai sebagai kriteria
diagnosis hipertensi, hanya sebagai tanda waspada. Mean Arterial Blood Pressure (MAP)
tidak berkorelasi dengan besaran proteinuria. MAP jarang dipakai oleh klinisi karena
kurang praktis dan sering terjadi kesalahan pengukuran.
3. Fungsi Ginjal
Perubahan fungsi ginjal disebabkan oleh hal-hal berikut:
1. menurunnya aliran darah ke ginjal akibat hipovolemia sehingga terjadi oligouria
bahkan anuria
2. Kerusakan sel glomerulus mengakibatkan meningkatnya permeabilitas membrane
basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan proteinuria.
3. Terjadi Glomerullar Capillary Endotheliosis akibat sel endotel glomerular mem-
bengkak disertai deposit fibril.
4. Gagal ginjal akut terjadi akibat nekrosis tubulus ginjal. Bila sebagian besar kedua
korteks ginjal mengalami nekrosis, maka terjadi "nekrosis koneks ginjal" yang
bersifat ireversibel.
5. Dapat terjadi kerusakan intrinsik jaringan ginjal akibat vasospasme pembuluh
darah. Dapat diatasi dengan pemberian dopamin agar terjadi vasodilatasi pembuluh
darah ginjal.
Proteinuria
- Proteinuria merupakan syarat untuk diagnosis preeclampsia, tetapi proteinuria
umumnya timbul jauh pada akhir kehamilan, sehingga sering dijumpai
preeclampsia tanpa proteinuria, karena janin sudah lahir lebih dulu.
- Pengukuran proteinuria, dapat dilakukan dengan
(a) urin dipstik: 100 mg/l atau +1, sekurang-kurangnya diperiksa 2 kali urin acak
selang 6 jam dan
(b) pengumpulan proteinuria dalam 24 jam. Dianggap patologis bila besaran
proteinuria > 300 mg/ 24 jam.
Asam urat serum: umumnya meningkat > 5 mg/cc. Hal ini disebabkan oleh
hipovolemia, yang menimbulkan penurunan aliran darah ginjal dan laju filtrasi
glomerulus, sehingga sekresi asam urat menurun. Peningkatan asam urat dapat terjadi
juga akibat iskemia jaringan.
Kreatinin: sama halnya dengan kadar asam urat serum. Dapat mencapai kadar krea-
tinin plasma > 7 mg/cc, dan biasanya terjadi pada preeklampsia berat dengan penyulit
pada ginjal.
Oliguria dan anuria: Oliguria dan anuria terjadi karena hipovolemia sehingga aliran
darah ke ginjal menurun, berakibat pada turunnya produksi urin (oligouria), bahkan
dapat terjadi anuria. Berat ringannya oliguria menggambarkan berat ringannya
hipovolemia. Hal ini berarti menggambarkan pula berat ringannya preeklampsia.
4. Tekanan osmotik koloid plasma/tekanan onkotik
Osmolaritas serum dan tekanan onkotik menurun pada umur kehamilan 8 minggu. Pada
preeklampsia tekanan onkotik semakin menurun karena kebocoran protein dan
peningkatan permeabilitas vascular.
5. Koagulasi dan Fibrinolisis
Gangguan koagulasi pada preeklampsia, misalnya trombositopenia, jarang yang berat,
namun sering dijumpai. Oleh karena itu, hitung trombosit biasanya diperiksa pada
peempuan dengan hipertensi gestasional Pada preeklampsia terjadi peningkatan FDP,
penurunan anti- trombin III, dan peningkatan fibronektin.
6. Viskositas darah
Viskositas darah ditentukan oleh volume plasma, molekul makro: fibrinogen dan
hematokrit. Pada preeklampsia viskositas darah meningkat, mengakibatkan
meningkatnya resistensi perifer dan menurunnya aliran darah ke organ.
7. Hematokrit
Pada hamil normal hematokrit menurun karena hipervolemia, kemudian meningkat lagi
pada trimester III akibat peningkatan produksi urin. Pada preeklampsia hematokrit
meningkat karena hipovolemia yang menggambarkan beratnya preeklampsia.
8. Edema
Edema dapat terjadi pada kehamilan normai. Edema yang terjadi pada kehamilan mem-
punyai banyak interpretasi, misalnya 40% edema dijumpai pada hamil normal, 50%
edema dijumpai pada kehamilan dengan hipertensi, dan 80% edema dijumpai pada
kehamilan dengan hipertensi dan proteinuria.
Edema terjadi karena hipoalbuminemia atau kerusakan sel endotel kapilar. Edema yang
patologik adalah edema yang nondependen pada muka dan tangan, atau edema
generalisata, dan biasanya disertai dengan kenaikan berat badan yang cepat.
9. Hematologik
Perubahan hematologik disebabkan oleh hipovolemia akibat vasospasme, hipoalbumin-
emia hemolisis mikroangiopatik akibat spasme arteriole dan hemolisis akibat kerusakan
endotel arteriole. Perubahan terscbut dapat berupa peningkatan hematokrit akibat hipo-
volemia, peningkatan viskositas darah, trombositopenia, dan gejala hemolisis mikro-
angiopatik.
Disebut trombositopenia bila trombosit < 100.000 sel/ml. Hemolisis dapat me-
nimbulkan destruksi eritrosit.
10. Hepar
Dasar perubahan pada hepar ialah vasospasme, iskemia, dan perdarahan. Bila teriadi
perdarahan pada sei periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel hepar dan pe-
ningkatan enzim hepar. Perdarahan ini dapat meluas hingga di bawah kapsula hepar dan
disebut subkapsular hematoma. Subkapsular hematoma menimbulkan rasa nyeri di
daerah epigastrium dan dapat menimbuikan ruptur hepar, sehingga perlu pembedahan.
11. Neurologik
Perubahan neurologik dapat berupa:
. Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan vasogenik edema. o
Akibar spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan visus. Gangguan
visus dapat berupa: pandangan kabur, skotomata, amaurosis yaitu kebutaan tanpa;'elas
adanya kelainan dan ablasio retinae (retinal deacbment).
. Hiperrefleksi sering dijumpai
pada oreeklampsia berat, tetapi bukan faktor prediksi terjadinya eklampsia.
o Dapat
timbul kejang eklamptik. Penyebab kejang eklamptik belum diketahui dengan jelas.
Faktor-faktor yang menimbulkan kejang eklamptik ialah edema serebri, vasospasme
serebri dan iskemia serebri.
. Perdarahan intrakranial meskipun jarang, dapat terjadi
pada preeklampsia berat dan eklampsia.
12. Kardioaaskular
Perubahan kardiovaskular disebabkan oleh peningkamn cardiac afterload akibat hiper-
tensi dan penumnan cardiac preload akibat hipovolemia.
13. Paru
Penderita preeklampsia berat mempunyai risiko besar terjadinya edema paru. Edema paru
dapat disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada pembuluh darah
kapilar paru, dan menumnnya diuresis. Dalam menangani edema pani, pemasangan
Central Venous Presswre (CVP) tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya dari
pulmonary capillary uedge pressure.
14. lanin
Preeklampsia dan eklampsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin yang di-
sebabkan oleh menurunnya perfusi utero plasenta, hipovolemia, vasospasme, dan ke-
rusakan sel endotel pembuluh darah plasenta.
Dampak preeklampsia dan eklampsia pada janin adalah:
Intrauterine growth restriction (IUGR) dan oligohidramnion
Kenaikan morbiditas dan mortalitas janin, secara tidak langsung akibat
intrauterine growth restriction, prematuritas, oligohidramnion, dan solusio
plasenta.
3.8 Diagnosis
Menurut The American College of Obstetricians and Gynecologist, diagnosis preeclampsia
berat dapat ditegakkan bila ditemukan keadaan sebagai berikut :
1. Hipertensi(2)
- Kenaikan tekanan darah sistolik ≥ 160 mm Hg, atau
- Kenaikan tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg
Pengukuran tekanan darah dilakukan minimal 2 kali, dengan jarak beberapa 4 jam dengan
pengukuran pertama, dan dilakukan pada tangan yang sama dalam keadaan pasien berbaring.
2. Trombositopenia
Dengan hitung platelet <100.000/uL
3. Gangguan fungsi hepar yang ditandai dengan peningkatan enzim hepar yang abnormal (dua
kali lipat dari nilai normal), nyeri pada kuadran kanan atas abdomen atau nyeri epigastrium
4. Peningkatan kreatinin serum > 1,1 mg/dL
5. Edema paru
6. Serangan baru gangguan serebral dan penglihatan
7. Proteinuria(3)
Pengukuran proteinuria dilakukan uji dipstick dengan interpretasi hasil sebagai berikut :
Trace : 0,1 g/L
1+ : 0,3 g/L
2+ : 1 g/L
3+ : 3 g/L
3.10 Komplikasi
Komplikasi dari PEB meliputi komplikasi maternal dan fetal, dan sering terjadi pada pasien yang
tidak mandapatkan terapi.
1. Maternal
o Eclampsia
Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia, yang disertai dengan
kejang menyeluruh dan koma. Eklampsia dapat timbul pada ante, intra, dan posrpartum.
Eklampsia posrpartum umumnya hanya terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah
persalinan (4)
o Edema paru
Pada preeklampsia berat, dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik yaitu payah jantung
ventrikel kiri akibat peningkatan afterload sehingga kerja jantung bertambah atau non-
kardiogenik akibat kerusakan sel endotel pembuluh darah kapilar paru (4)
o Infark miokard
Infark miokard pada PEB terjadi karena vasokonstriksi dan spasme arteri yang
diakibatkan oleh hipertensi sehingg menurunkan aliran darah ke miokard.
o Stroke (2)
Stroke pada PEB terjadi karena perdarahan otak . Pada kasus PEB dimana tekanan darah
sistolik mencapai 160 mmHg maka stroke dapat terjadi. Komplikasi ini merupakan
penyebab utama kematian maternal.
o Acute Respiratory Distress Syndrome (5)
Merupakan kondisi yang mengancam nyawa dimana terjadi gangguan dalam pengambilan
oksigen ke paru dan darah dalam jumlah yang memadai. ARDS diawali oleh peningkatan
permeabilitas barier antara alveolus dan kapiler yang menyebabkan masuknya cairan ke
alveolus. Ditandai dengan pasien yang kesulitan bernafas. Nafas menjadi pendek dan
cepat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan ronkhi yang menandakan adanya cairan pada
paru.
o Koagulopati (4)
Kebanyakan pasien preeclampsia mengalami Disseminated Intravascular Coagulopathy
(DIC). Terjadi karena kerusakan pada sel endothelial yang membuka kolagen utama
kedalam plasma dan mengaktifkan faktor koagulasi. Melalui mekanisme ini apabila
pelepasan tromboplastin cukup banyak maka akan terjadi DIC yang semakin menguras
persediaan fibrinogen dan faktor pembekuan lain. Maka terjadi gangguan pembekuan
darah yang secara lab ditandai dengan memanjangnya faktor pembekuan
o Gagal ginjal
Lesi khas pada ginjal pasien preeclampsia terutama glomeruloendoteliosis menyebabkan
penurunan perfusi dan laju filtrasi ginjal. Hal ini terjadi akibat berkurangnya volume
plasma sehingga kadar kreatinin plasma hamper dua kali lipat dibandingkan kadar normal
selama hamil.
o HELLP syndrome
Sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzymes, and Low Platelets) merupakan
komplikasi kehamilan serius yang dipicu oleh hipertensi dan sering dibahas bersama
dengan kelainan preeklampsia dan eklampsia. Sindrom HELLP umumnya terjadi di paruh
kedua masa kehamilan dan merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas maternal yang
tinggi. Trombositopenia merupakan kelainan yang paling dini dan paling sering pada
sindrom HELLP dan tampak pada semua ibu hamil yang menderitanya. Kelainan kaskade
koagulasi tampak dari pemanjangan PT, APTT, penurunan kadar fibrinogen, dan
gangguan enzim-enzim hati yang tidak terjadi jika perjalanan penyakit telah berlanjut.
Kadar LDH umumnya meninggi lebih cepat dibandingkan kelainan fungsi hati lainnya
yang mencerminkan sumbernya dari sel-sel darah merah yang mengalami hemolisis.
o Gangguan pada retina (4)
Pada PEB tampak edema retina dan spasme setempat maupun menyeluruh pada satu atau
beberapa arteri. Spasme arteri retina yang nyata dapat menunjukkan adanya PEB. Ablasio
retina biasanya disertai dengan kehilangan penglihatan. Dapat dijumpai adanya edema dan
spasme pembuluh darah orbital. Bila terjadi hal- hal tersebut, maka harus dicurigai
terjadinya preeklampsia berat. Gejala lain yang mengarah ke eklampsia adalah skotoma,
diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan peredaran darah dalam
pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.
2. Fetal(3)
o Intrauterine Fetal Death (IUFD)
o Intrauterine Growth Restriction (IUGR)/pertumbuhan janin terganggu
o Prematuritas
Menurunnya aliran darah uteroplasenta yang diakibatkan oleh spasme yang terjadi
pada PEB berakibat pada pertumbuhan janin terganggu dan juga dapat menyebabkan
gawat janin hingga kematian janin yang disebabkan kurangnya oksigenasi untuk janin.
Kenaikan tonus dari otot uterus dan kepekaan terhadap perangsangan menyebabkan
sering terjadinya partus prematurus pada pasien preeclampsia.
Pasien seorang perempuan hamil G4P2A1 berusia 40 tahun mengaku hamil 8 bulan,
HPHT pada 8 Oktober 2019, perkiraan usia kehamilan 31 minggu. 2 minggu yang lalu, pasien
melakukan ANC di klinik bidan dan didapatkan tensi pasien tinggi..
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis, TD: 165/96 mmHg N: 125x/menit,
RR: 21x/menit, Suhu : 36,6ºC. Status generalis didapatkan edema kedua tungkai. Pada pemeriksaan
obstetric didapatkan Leopold 1 teraba masa lunak, tidak melenting, kontraksi negative, Leopold
2 teraba keras seperti papan di sebelah kanan ibu , bagian-bagian kecil di sebelah kiri ibu, DJJ
132x/menit, Leopold 3 teraba masa keras melenting, leopold 4 teraba masa keras melenting,
kedua tangan membentuk sudut konvergen 5/5. TFU 24 cm
Hipertensi menurut ACOG didefinisikan sebagai TD ≥ 140/90 mmHg dalam 2x
pengukuran dengan interval min. 6 jam, sedangkan hipertensi gestasional didefinisakan sebagai
TD ≥ 140/90 mmHg pertama kali dalam kehamilan setelah UK >20 minggu, tanpa proteinuria.
Dan preeklampsia didefinisikan sebagai wanita dengan hipertensi gestasional dengan
proteiunuria.
Berdasarkan anamnesis pasien mengatakan TD tinggi sejak 2 minggu yang lalu, yang
berarti pertama kali tensi tinggi saat usia kehamilan sekitar 29 minggu. Sesuai dengan definisi
PEB yaitu kelainan multisistem yang dikarakteristikan dengan terjadinya hipertensi (tekanan
darah ≥140/90 mmHg) dengan proteinuria setelah usia kehamilan 20 minggu dimana
sebelumnya tidak terdapat riwayat tekanan darah tinggi (normotensive) dan proteinuria. Selain
itu, dilihat dari usia pasien yang sudah menginjak 40 tahun, risiko untuk terjadinya preeklampsia
meningkat 2x lipat.. Pada pemeriksaan protein urine didapatkan protein urine positif . Pada
pemeriksaan fisik didapatkan edema pada kedua tungkai, dimana 80% edema dijumpai pada
80% kehamilan dengan hipertensi dan proteinuria.
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah dengan memasukkan pasien ke ruang rawat inap
dan melakukan tirah baring dan pemasangan folley catheter untuk memantau urine output.
Dikarenakan usia kehamilan pasien <37 minggu maka dilakukan manajemen ekspektatif
(konservatif) manajemen ekspektatif adalah mempertahankan kehamilan bersamaan dengan
pemberian medikamentosa. Tujuan utama dari manajemen ekspektatif adalah untuk
memperbaiki luaran perinatal dengan mengurangi morbiditas neonatal serta memperpanjang usia
kehamilan tanpa membahayakan ibu. Indikasi perawatan konservatif adalah bila kehamilan
preterm ≤37 minggu tanpa disertai gejala impending eclampsia dengan keadaan janin baik.
Medikamentosa sesuai dengan penglolaan manajemen aktif. MgSO4 dihentikan selambat-
lambatnya dalam waktu 24 jam, dan jika dalam 24 jam tidak menunjukkan adanya perbaikan
maka kehamilan harus di terminasi.
Pada pasien dilakukan pemberian MgSO4 40% untuk pencegahan kejang, MgSO4
bekerja dengan menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada serat saraf dengan
menghambat transmisi neuromuscular. Pada pemberian magnesium akan menyebabkan
kompetitif inhibition dengan kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi. Pada pasien juga
diberikan obat anti hipertensi yaitu nifedipine 4x10mg , nifedipine termasuk obat golongan
calcium channel blocker, obat ini bekerja pada otot polos arteriolar dan menyebabkan
vasodilatasi dengan menghambat masuknya kalsium ke dalam sel. Pemberian Dexamethasone
pada pasien dimaksudkan untuk memperbaiki luaran perinatal dengan mengurangi morbiditas
neonatal. Pemberian kortikosteroid mengurangi kejadian sindrom gawat napas, perdarahan
intraventrikular, infeksi neonatal serta kematian neonatal. Namun setelah dilakukan manajemen
ekspektatif selama sekitar 14 jam, pada pasien tidak menunjukkan adanya penurunan TD. Maka
dari itu pasien dirujuk ke RS yang memiliki fasilitas NICU untuk nantinya kehamilan pasien
akan diterminasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dutta DC. Textbook of Obstetrics including Perinatology and Contraception. New Delhi:Jaypee
Brothers Medical Publisher (P)Ltd. 2015;256
2. The American College of Obstetricians and Gynecologist. Hypertension in Pregnancy.
Washington DC. 2013;3-4,19, 54-5
3. Clinical Practice Guideline. The Diagnosis and Management of Pre-Eclampsia and Eclampsia.
Institute of Obstetricians and Gynaecologists, Royal College of Physicians of Ireland. 2013;5.
4. Sarwono Prawirohardjo. Ilmu Kebidanan. 4 th ed. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
2014.
5. NLM. Acute Respiratory Distress Syndrome.
Diunduh dari https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000103.htm. Diakses 22 Januari
2017
6. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap LC, Wenstrom KD. William
Obstetrics. 23rd Ed Vol.1. USA: McGrawHill Companies, 2012:30-7