- Barangsiapa yang memulai sesuatu dengan baik, maka insyaAllah ke depannya juga akan
baik hingga akhir.
- Ketika sudah memasuki usia minimal nikah (di Indonesia untuk perempuan minimal 18th),
maka saat itu sudah mulai untuk mencari ilmu tentang nikah, mengembangkan passion, dsb.
Sehingga ketika nanti saat jodoh sudah datang, kita tidak bingung dan tidak melanggar syariat
Allah.
Menjadi Jodoh Impian : Sifat yang Dianjurkan Ada pada Tiap Pasangan
Menulis kriteria jodoh terus ditempelkan di kamar (misalnya) itu tidak apa-apa. Tapi,
seharusnya tidak sekedar mencari, tapi juga mempersiapkan diri agar kita pantas untuk
mendapatkan sosok yang diimpikan. Jadi, ketika menulis kriteria jodoh, itu sebenarnya
merefleksikan untuk diri kita. Perkara nanti kapan dan siapa yang datang itu urusan Allah
serta kita harus memasrahkannya.
Beberapa sifat yang harus diperhatikan ketika memilih pasangan:
1. Agama
Perempuan dinikahi karena 4 hal (harta, nasab, kecantikan, dan agama). Pilihlah
perempuan karena agamanya, maka engkau akan beruntung. Walaupun agama
ada di posisi terakhir, tapi Nabi sudah menegaskan bahwa pilihlah yang pintar
agamanya.
Reminder untuk perempuan, bahwa jika ingin menjadi jodoh impian, sebaiknya
memperbaiki kualitas agamanya. Karena ibu juga sebagai madrasah pertama untuk
anak-anaknya. Nikahkan anak perempuanmu dengan laki-laki yang baik agamanya.
Karena jika laki-laki itu cinta lalu menikahi perempuan, maka dia akan
memuliakannya, dan jika dia tidak menyukai salah satu sifat istrinya, maka dia tidak
akan mendzoliminya, karena dia punya pegangan agama, sehingga tau dan
mengerti bagaimana Rasulullah bersikap sebagai seorang suami. Maka utamanya,
persiapkan ilmu agama yang baik sebagai bekal utama pernikahan.
2. Kufu
Sekufu = sepadan. Kufu bukanlah hal yang wajib atau syarat sah pernikahan, namun
bisa dijadikan sebagai pertimbangan untuk menerima/menolak pertimbangan.
Karena agar tidak terjadi pertikaian hingga menyebabkan perceraian ketika
menikah akibat adanya ketimpangan antar suami istri. Menurut madzhab Syafi’i,
ada beberapa hal yang dianjurkan sekufu antar calon pasangan, yaitu: (1) agama
dan kesolihan; (2) pekerjaan; (3) terjaga dari aib yang dapat menyebabkan rusaknya
akad nikah, mis. Bisu, gila, dll; dan (4) nasab. Jika menikah dengan yang tidak
sekufu, maka suami dan istri harus rela dan siap untuk menghadapi permasalahan
yang mungkin akan muncul akibat tidak sekufu. Semakin banyak hal yang sekufu,
maka juga akan semakin sedikit perbedaan yang dapat menimbulkan konflik.
Nasab juga menjadi hal yang penting untuk diperhatikan.
3. Penyayang dan mudah memiliki keturunan
Kedua sifat ini biasanya bisa dilihat dari kondisi kesehatannya atau keluarganya
(jika keluarganya memiliki banyak keturunan, maka anak tsb juga kemungkinan
akan memiliki banyak anak)
4. Kecantikan atau ketampanan
Memasang kriteria cantik atau tampan tidak dilarang dalam Islam. Karena memang
fitrahnya manusia yang menyukai dhohir yang tampak cantik atau tampan. Tetapi,
yang tidak boleh adalah menjadikan penampilan dhohir tsb sebagai kriteria utama,
karena menurut sabda Rasulullah, “jangan nikahi wanita hanya karena faktor
kecantikannya, karena bisa jadi kecantikan tsb menjatuhkannya dalam keangkuhan
dan kesombongan. Dan jangan nikahi mereka karena hartanya, karena harta tsb
bisa menjatuhkan mereka kepada perbuatan maksiat dan perbuatan buruk lainnya.
Tetapi nikahilah perempuan karena ketaqwaannya kepada TuhanNya. Sungguh
perempuan yang mulutnya sobek, kulitnya hitam, tapi memiliki ketaqwaan tinggi
itu lebih baik daripada perempuan merdeka yang tidak memiliki agama atau
ketaqwaan dalam hatinya.”
ANJURAN
Hendaknya calon pasangan bukanlah kerabat yang dekat, misalnya sepupu. Karena
nanti akan menjadikan keturunannya lemah.
Menjadi Jodoh Impian : Persiapan Sebelum Menikah
1. Ilmu
Ilmu adalah cahaya. Sehingga, jika ilmu yang dimiliki belum cukup, belum banyak,
maka rumah yang akan ditempati akan gelap dan tidak nyaman. Oleh karena itu,
perbanyaklah mencari ilmu, utamanya ilmu agama. Ilmu yang penting untuk dicari
dan berguna untuk kehidupan berumah tangga: (1) ilmu keislaman (fikih, shiroh,
dsb.): yang diperlukan seseorang untuk mempertahankan kehidupan rumah
tangganya adalah dengan mengetahui dan mengamlkan ajaran agama islam,
karena dalam islam sudah diatur sedemikian rupa tentang kehidupan berumah
tangga. Tidak usah ‘ngedumel’ jika permepuan di rumah mengurus anak, dsb,
karena itu jika dilakukan dengan tulus, ikhlas juga akan berpahala besar dan bahkan
melebihi pahala jihad laki-laki, atau pahala yang bisa didapatkan oleh laki-laki; (2)
fikih perempuan : tentang haid, nifas, dan istihadhoh. Hukumnya wajib untuk
perempuan (fardhu ain) dan fardhu kifayah untuk laki-laki (suami). Jika suami
belum bisa mengajari istrinya tentang ini, maka wajib membolehkan istrinya untuk
belajar di luar; (3) ilmu tentang manajemen waktu : tidak ada alasan tidak ada
waktu untuk keluarga. Itu hanya alasan karena tidak pandainya mengatur waktu
yang dimiliki; (4) ilmu tentang kehamilan, reproduksi, kesehatan umum : agar
suami istri tidak kaget ketika menjadi orang tua baru; (5) ilmu parenting : tidak
hanya dibebankan kepada istri. Karena ibaratnya, ibu sebagai guru dan ayah
sebagai kepala sekolahnya – saling melengkapi. Upgrade ilmu tentang parenting.
Ajarilah anak-anakmu sesuai jamannya, sehingga tidak bisa menjadi orang tua yang
kolot, harus bisa mendidik anak menjadi generasi islami yang cemerlang. Bahkan
disebutkan dalam Al-quran banyak ayat tentang parenting yang menceritakan
hubungan ayah dengan anaknya; (6) ilmu tentang manajemen komunikasi : karena
menikah itu bersinergi dengan orang lain, maka penting untuk bisa menguasai ilmu
komunikasi dasar agar tidak terjadi kesalahpahaman; (7) ilmu financial : agar tidak
terjadi cekcok tentang keuangan. Karena ini masalah yang sensitif
2. Meluruskan niat
Sesuatu yang baik perlu ditunjang dengan niat yang baik pula. Tidak ada amal
apapun tanpa disertai dengan niat. Segala sesuatu tergantung niatnya. Menikah
harus disertai dengan kesiapan dan restu orang tua, agar ketika menikah tidak
kaget dengan adanya kewajiban-kewajiban baru dan adanya penyesalan di
kemudian hari.
3. Berusaha memperbaiki akhlak
Agar terbiasa ketika sudah menikah pun tetap berusaha memperbaiki diri.
4. Berusaha menjaga amalan sunnah
Agar ketika sudah berkeluarga dapat membangun keluarga yang senantiasa
mengamalkan sunnah Rasulullah.
5. Persiapan fisik
Penampilan fisik itu penting. Menjadi hak diri sendiri juga yang wajib dipenuhi.
Sehingga hal ini penting. Jangan sampai sibuk ibadah tetapi lupa menjaga
penampilan diri (kebersihan, kesehatan).
Jika persiapan diri ini sudah dipersiapkan, maka langkah selanjutnya adalah taaruf.
Seputar Mahram
Mahram : orang-orang yang tudak boleh dinikahi.
Muhrim : orang-orang yang melaksanakan ihrom (umroh/haji).
SECARA UMUM, ADA 2 JENIS MAHRAM :
1. Mahram yang tidak boleh dinikahi selamanya (muabbad)
2. Mahram yang tidak boleh dinikahi dalam jangka waktu tertentu (muaqod).
SEBAB-SEBAB SESEORANG MENJADI MAHRAM MUABBAD :
1. Nasab
a. asalnya manusia : bapak, kakek, orang tua ke atas
b. cabang : anak, cucu, cicit, dst ke bawah
c. saudara sekandung, sebapak
d. urutan pertama dari cabang kakek atau nenek : paman dan bibi
Untuk laki-laki tidak boleh menikahi :
- ibu, nenek, dst ke atas
- anak, cucu, dst ke bawah
- saudara kandung, sebapak atau seibu
- anak saudara kandung (keponakan)
- bibi (saudara perempuan ayah atau ibu)
Untuk perempuan tidak boleh menikahi :
- ayah, kakek, dst ke atas
- anak, cucu, dst ke bawah
- saudara kansung
- keponakan
- paman
2. Pernikahan
a. istrinya bapak, kakek, dst ke atas (baik setelah akad atau tidak). Tapi, anaknya
istri bukanlah menjadi mahramnya
b. istrinya anak (menantu – langsung menjadi mahram setelah menikah)
c. orang tua istri – ibu, nenek, dst ke atas(mertua)
d. anak bawaan istri (apabila sudah terjadi hubungan suami istri)
3. Sepersusuan
Mereka yang haram dinikahi karena adanya hubungan darah akibat sepersusuan,
dengan syarat 5x susuan yang mengenyangkan.
- ibu sepersusuan dst ke atas
- anak perempuan sepersusuan
- saudara perempuan sepersusuan
- anak perempuan dari saudara laki-laki atau perempuan sepersusuan
- bibi sepersusuan dari bapak/ibu
- ibu persusuan istri
- anak persusuan istri
- istri dari bapak persusuan
PERTANYAAN:
Taaruf merupakan proses permulaan nikah (pra nikah), maka jangan sampai dikotori dengan
berkhalwat, dsb. Karena hal ini akan dapat berakibat pada pernikahan ke depannya nanti.
Syara’ (cara) bertaaruf :
1. Mengirimkan seorang yang adil pada seseorang yang ingin dinikahi untuk
melihatnya dan memberi tau sifat orang tersebut (memakai perantara);
2. Melihat langsung pada orang yang ingin dinikahi untuk bertaaruf
(kecantikan/ketampanan, kesuburan badannya – bisa dilihat dari wajah dan
telapak tangan (perempuan), tidak lebih dari itu dan tidak melihat dengan waktu
yang lama secara sengaja)
Dalam taaruf tidak boleh melakukan hal yang melanggar syariat, seperti berduaan,
berkomunikasi berlebihan di luar pembicaraan visi misi pernikahan atau keluar dari
pengenalan sifat-sifat yang ingin diketahui.
Pada intinya, proses taaruf digunakan untuk membantu calon pasangan mengenal satu sama
lain, menyatukan visi misi pernikahan.
Khitbah
Selain itu juga tidak dianjurkan sering pergi meskipun ada yang menemani. Adapun sering
keluar bersama tunangan akan mendatangkan sesuatu yang buruk dan terdapat banyak
bahaya di dalamnya. Sehingga dianjurkan jarak antara lamaran dan pernikahan tidak terlalu
lama, karena terkadang banyak orang yang menggampangkan bahwa hal itu tidak apa-
padahal. Padahal, mau seperti apapun jika belum akad masih berlaku hukum ajnabi, jadi tidak
boleh berduaan (meskipun di sosmed), berpegangan, dll.
Jangan melanggar syariat karena nanti akan beerpengaruh terhadap pernikahannya di
kemudian hari.
Fikih Usroh : Asas Keluarga Samara
Hukum-hukum yang berkaitan antara manusia dan keluarganya.
Jadi, pernikahan dalam islam merupakan sebuah ikatan syar’iyah antara suami dan istri.
Dalam artian, ikatan ini diatur oleh syariat dan sebagai perantara merealisasikan maqashid
(melestarikan tujuan pernikahan dan pembentukan keluarga).
Hal-hal yang menjadi akibat setelah terjadinya akad:
- karena akad istri wajib mendapatkan mahar, nafkah
- kewajiban antara suami dan istri
- permasalahan-permasalahan seperti talak, nusyus, khulu’, fasakh, iddah
Wajib diketahui agar suami istri tidak menganggap remeh peran mereka.
Hak suami memang besar terhadap istri, tapi ketika dia mengetahui apa kewajibannya dalam
keluarga, maka dia tidak akan berani untuk meremehkan atau merendahkan istrinya.
Begitupun dengan istri, ketika dia mengetahui hak atas dirinya, maka dia tidak akan berani
menentang suami, menentang syariat, karena dia akan menuntut kewajibannya terlebih
dahulu sebelum haknya terpenuhi.
Secara singkat, dari fikih usroh yang dapat dipelajari adalah: suami merupakan pemimpin.
Pemimpin yang dalam artian memiliki tanggung jawab atas istrinya, pendidikan anaknya.
Kemudian istri prinsipnya adalah khidmah (mengabdi). Maka, orang jika mengabdi itu tidak
perhitungan. Seorang istri tidak usah itung-itungan dengan suami, anggap itu sebagai
pengabdian.
Mengabdilah kepada suamimu dengan sebaik-baiknya. Karena dalam hadis disebutkan bahwa
salah satu penyebab perempuan masuk surga adalah ketika dia mentaati semuanya.
Begitupun dengan suami, walaupun disebutkan bahwa suami adalah pemimpin bagi istrinya,
pemimpin disini tidak boleh semena-mena. Bukan pemimpin yang seenaknya menyuruh,
menuntut. Tetapi bertanggung jawab atas baik tidaknya istri dan anak-anaknya. Bagaimana
nafkahnya, kebutuhannya, pendidikan istri dan anak-anaknya (pemimpin yang mengayomi
dan menuntun).
Pengertian, Manfaat, dan Resiko Pernikahan
Nikah : harus ada akad yang menunjukkan lafadz nikah.
Pernikahan adalah ibadah dalam jangka waktu yang lama, maka harus matang dalam
mengambil keputusan pernikahan agar tidak terjadi penyesalan di kemudian hari setelah
menikah. Jadi, sering-seringlah istikhoroh untuk menentukan calonnya. Jangan putus
istikhoroh walaupun tidak mendapatkan jawaban dalam mimpi, tapi insyaAllah kalau misal
dia memang jodoh kita akan Allah matangkan, mantapkan hati kita, orangtua kita.
Hukum asal menikah adalah sunnah.
Tujuan pernikahan : lebih menentramkan mata dan kemaluan.
“barang siapa yang belum sanggup menikah, berpuasalah. Karena puasa bisa menjadi
tameng.”
Hukum Menikah:
1. Sunnah : ketika seseorang sudah mampu dan butuh untuk menikah (ex: orang yang
sudah memasuki usia pernikahan kemudian dia juga mampu dalam finansial);
2. Wajib : ketika seseorang meyakini bahwa jika dia tidak menikah maka akan terjatuh
dalam perzinahan;
Manfaat Menikah :
1. Melanggengkan jenis manusia dengan cara yang dicintai Allah dan Rasulullah;
2. Menjalankan sunnah Rasul dan mewujudkan cita beliau untuk mewujudkan
generasi yang dapat dibanggakan di akhirat;
3. Mengharapkan doa dari anak shole;
4. Mendapatkan syafaat dari anak kecil yang meninggal sebelum orangtuanya;
5. Membentengi diri dari setan akibat hawa nafsu;
6. Sarana mujahadah dalam melaksanakan kewajiban rumah tangga (ex. ketika
mengetahui ada beberapa sifat yang sedikit berbeda dengan proses taaruf, sabar
menghadapi rutinitas yang itu-itu saja, menghadapi anak, dan konflik lainnya.
Karena setan akan mengganggu manusia ketika beribadah, termasuk dalam
pernikahan. Jadi, kalau misalnya menikah harus meniatkan itu bermujahadah.
Jangan berfikir enaknya saja).
Resiko (ujian) Pernikahan :
Ujian ini perlu diketahui agar nantinya ketika menikah sudah siap untuk menghadapi
resikonya, yaitu:
1. Adanya kesulitan dalam mencari harta halal dan menjaga diri dari harta yang haram
(suami wajib memberi nafkah dan istri wajib mengatur nafkah yang diberikan suami
agar tercukupi dan tidak menarik suami dalam perbuatan maksiat atau yang
melanggar syariat dalam mencari harta lebih)
Dalam kitab ihya’ bab nikah, Imam Ghozali menceritakan, ada seorang istri sebelum
suami berangkat kerja, beliau selalu berpesan agar mencari harta yang halal (bukan
syubhat atau haram). Saya lebih baik, lebih sanggup sabar tidak makan ketika di
dunia daripada harus menghadapi siksaan di neraka. Saya tidak akan kuat untuk
menghadapi siksaan neraka. Catatan untuk istri juga agar tidak menuntut lebih dari
kemampuan suami. Begitupun suami, harus mengetahui kemampuannya dan
memberi pengertian terhadap istri. Jangan menuntut mengikuti kemauan istri
sampai mencari rezeki yang haram;
2. Dalam memenuhi hak pasangan (menjalankan kewajiban) pasti akan menemui
kesulitan. Tapi, sebisa mungkin bermujahadah disitu untuk melakukan kewajiban
dengan baik. Tidak usah yang sempurna, tapi dilaksanakan dengan sebaik mungkin
(yang terbaik) dari kita untuk pasangan kita dengan cara selain amal juga
mempelajari hak dan kewajiban suami istri. Jalankan dulu kewajiban setelah itu
menuntut hak.
3. Kesabaran dalam menghadapi tabiat buruk pasangan
Baik suami atau istri memiliki porsi yang sama dalam kesabaran.
4. Anak dan suami istri yang bisa menjadi penghalang dalam beribadah.
Sebagaimana dalam Al-Quran disebutkan bahwa:
- jangan sampai hartamu, dan anak-anakmu menghalangimu dari mengingat Allah;
- dari istri-istri dan anak-anakmu bisa menjadi musuh, misalnya ketika istri dan anak
menuntut terlalu banyak di luar syariat dan kemampuan suami hingga suami
tersebut akhirnya melakukan hal yang buruk untuk memenuhi keinginan istrinya
Hak Suami (Kewajiban Istri)
Sesuai Sabda Nabi, “kalau saya boleh memerintahkan manusia sujud kepada manusia lainnya,
maka akan saya perintahkan sujud kepada suaminya”. – menunjukkan besarnya hak suami
atas istrinya.
Kewajiban seorang perempuan jika sudah menikah, maka lebih utama dia mematuhi
suaminya terlebih dahulu kemudian orangtua. Meskipun demikian, hal ini bukan berarti
suami boleh semena-mena terhadap istrinya sampai memutus hubungan istri dengan
orangtuanya.
Jika pernikahan dibangun di atas syariat Allah, maka meski suami memiliki hak penuh
terhadap istrinya, dia tidak akan melarang istrinya untuk berbakti kepada orangtuanya.
Karena dia mengetahui syariat Allah yang mewajibkan anak berbakti kepada orangtuanya.
Kewajiban istri dilakukan kepada suami ketika suami juga telah melaksanakan kewajibannya
untuk memberikan nafkah lahir batin kepada istrinya. Jika belum, maka tidak diwajibkan istri
taat kepada suami.
Kewajiban istri :
1. Taat kepada perintah suami selama tidak bertentangan dengan syariat islam
Ketika suami menyuruh istri untuk melakukan hal di luar syariat, maka hal pertama
yang harus dilakukan istri adalah menasehatinya secara baik-baik, memberikan
pengertian.
2. Tinggal di rumah layak yang disediakan oleh suami dan tidak keluar sebelum
mendapat izin suami.
3. Menjaga harga diri suami dan keluarga dengan cara menjaga penampilan dengan
baik, menunjukkan akhlak yang baik (suami wajib mendidik istri), menjaga harga
diri sendiri saat ditinggal suami. Untuk perempuan yang sudah menikah disarankan
tidak berlama-lama mengobrol dengan tetangga karena nanti berpotensi menjadi
ghibah atau pembicaraan yang dilarang akibat pembicaraan yang terlalu luas.
Maka, saat suami tidak ada wajib menjaga hal tersebut dan wajib menjaga harga
diri keluarganya dengan tidak menyebarkan rahasia keluarga.
4. Menjaga harta dengan tidak seenaknya menggunakan harta di luar izin suami di
luar kadar nafkah. Jika mau membeli sesuatu di luar kadar nafkah maka wajib izin
suami.
5. Khidmah urusan rumah (ex. Menyapu, mencuci, dsb)
Ada khilaf diantara ulama apakah ini kewajiban istri atau hanya sekadar khidmah
(pengabdian). Menjadi kewajiban istri, namun jika istri biasa menggunakan jasa
pembantu, maka suami wajib menyediakannya. Namun, lebih baik jika yang
berurusan langsung dengan suami, maka istrinya sendiri yang menyiapkannya
untuk mengambil pahala dari khidmah tersebut.
6. Berdandan dan berpenampilan bersih, rapi di depan suami
Sebaik-baiknya perempuan adalah ketika seorang istri jika suami melihatnya maka
akan membuatnya senang, atau ketika suami memerintahkannya akan menuruti,
dan ketika suami tidak ada dia akan menjaga harta suami dan dirinya sendiri.
JANGAN TERBALIK. Ketika keluar berpenampilan rapi, namun di rumah
berpenampilan ‘sekenanya’. Karena pada dasarnya seseorang itu menyukai
keindahan. ‘jaga mata suamimu dan penciuman suamimu’. ‘tampillah secantik
yang kamu bisa di depan suamimu’.
7. Istri wajib menerima didikan dari suami jika dilakukan dengan baik
8. Merawat suami yang sakit
Hak Istri (Kewajiban Suami)
Karena pernikahan dibangun atas asas maslahah, maka baik suami atau istri wajib
melaksanakan kewajibannya agar kemaslahahannya dapat dirasakan oleh kedua belah pihak.
Dalam Al-quran, terkait kewajiban suami dijelaskan dalam 2 ayat, “pergaulilah mereka dengan
baik” dan “bagi istri sama seperti kewajibannya. Istri memiliki hak atas suaminya”
Secara rinci, hak istri (kewajiban suami) terbagi dalam 2 macam:
1. Hak yang berkaitan dengan tata krama
Menggauli istri dengan baik
Kasih sayang dan lembut (bertutur sapa dengan baik, berlaku baik dalam
semua perbuatan dan berpenampilan yang baik)
Sesuai teladan Rasulullah bahwa beliau merupakan sosok yang gembira, sering
bermain-main dengan istrinya, bahkan setiap sebelum tidur beliau
mengumpulkan istrinya, keluarganya untuk mengobrol
Tidak menggunakan kata-kata yang menyakiti istri
Suami wajib menjaga istri – menyediakan rumah yang layak, menjaga
kehormatan istrinya, tidak mengumbar aib atau rahasia ke orang lain (apalagi
yang berkaitan dengan hubungan intim; haram)
Harus memiliki rasa cemburu
Memuliakan istri (pernikahan bukan tentang siapa yang di depan atau di
belakang, tetapi keduanya berjalan berdampingan, menunaikan hak dan
kewajibannya masing-masing untuk kemaslahatan keluarga ke depannya) –
jangan sampai suami merendahkan istrinya walaupun memang dia memiliki
hak yang besar atas istrinya karena dia harus bertanggung jawab terhadap
keluarganya dan tentunya hal ini di akhirat kelak akan dipertanggungjawabkan.
Jadi, berlakulah sebaik mungkin semampu kalian.
2. Hak yang berkaitan dengan materi
Mahar
Baik tunai atau hutang (asal istri ridho). Tidak boleh tidak memberikan mahar
walaupun istri bilang tidak ada mahar, tetap harus memberikan mahar karena hal
itu wajib dalam pernikahan, walaupun memang tidak menjadi rukun nikah
Nafkah
Nafkah yang wajib adalah makanan pokok, bahan masakan lain, pakaian yang
menjadi kebutuhan, alat kecantikan kesehatan, dan alat kebersihan
Menyediakan pembantu bagi suami yang mampu dan istri yang kebiasannya
sebelum menikah dilayani oleh pembantu. Jadi disini salah satu pentingnya
kafa’ah, karena disana ada nafkah yang mengacu pada kebiasaan istri sebelum
menikah
Tempat tinggal yang layak
PERTANYAAN
Tidak ada ukuran besarnya mahar, yang penting mahar adalah sesuatu yang bisa dijual (ada
harganya) – ketentuan mahar. Dalam Syafi’iyah, mahar (hanya) seperti menghafalkan atau
membaca al-quran itu tidak mencukupi dan harus membayar mahar lain selain itu. Kecuali
jika mengajar al-quran sebagai mahar, karena mengajar itu memiliki nilai.
Memberi mahar yang berlebihan = makruh. Walaupun menurut Mbah Maimoen, kalau bisa
suami memberikan mahar sedidikit banyak karena suatu pekerjaan yang dimulai dengan uang
mahar tersebut akan lebih berkah (boleh memakai uang mahar untuk usaha bersama asalkan
istri ridho), namun dalam fikihnya makruh jika berlebihan, apalagi sampai menyulitkan suami
karena standar maharnya cukup tinggi.
Termasuk barokahnya perempuan adalah memudahkan dalam urusan mahar.
Tujuan kewajiban memberikan mahar : menunjukkan kesungguhan niat suami dalam
menikahi istrinya dan menempatkan istri dalam derajat yang mulia.
Nafkah
Nafkah merupakan kewajiban suami dalam pernikahan (setelah akad nikah) dan juga sebagai
haknya istri setelah istri sudah menyerahkan kepada suaminya untuk digauli. Jika sebelum itu,
maka suaminya belum wajib membayar nafkahnya.
Nafkah terhitung mulai istri menyerahkan dirinya untuk digauli oleh suaminya.
Secara bahasa, nafkah adalah sesuatu yang dikeluarkan.
Secara syariat, nafkah adalah makanan yang wajib dikeluarkan untuk istri, juga pembantunya
atas suami. Atau juga untuk anak, cucu, dst. Atas ibu bapaknya
Kewajiban suami memberikan nafkah bukan karena akad nikah, tetapi setelah istri
menyerahkan diri untuk digauli.
Hak seorang istri atas suaminya:
- makan apabila engkau makan
- pakaian apabila engkau berpakaian
- jangan memukul wajah
- jangan menjelek-jelekkan
- jangan tinggalkan kecuali di dalam rumah (rumah adalah salah satu nafkah dari suami
yang wajib diberikan istri.)
Nafkah memang kewajiban suami, kemudian kewajiban istri adalah mengelola keuangan
sebaik mungkin dan melihat kemampuan suaminya (tidak boleh menuntut suami di luar
kemampuannya).
“ Allah tidak akan melihat seorang istri yang tidak mau bersyukur kepada suaminya dan
tidak merasa cukup“
Nafkah yang wajib diberikan suami:
1. Makanan pokok (termasuk air untuk minum) : tergantung dari kebiasaan setiap
negara
2. Lauk pauk (minyak, ikan, daging, dsb) : sesuai kemampuan suami dan kebiasaan
istri (kafa’ah penting)
3. Pakaian yang layak (baik pakaian luar dan dalam)
4. Alat perawatan tubuh sehari-hari (sisir, alat mandi, dll)
5. Alat masak, makan, perabotan rumah tangga
6. Tempat tinggal yang layak (milik sendiri, atau sewa) : suami tidak berhak memaksa
istri untuk tinggal bersama keluarganya, namun istri juga tidak boleh keterlaluan,
misal baru nikah jika suami belum mampu membeli atau sewa rumah, ya pelan-
pelan, tidak apa-apa jika harus tinggal dengan mertua terlebih dahulu
7. Pembantu (bagi istri yang sebelum menikah sudah terbiasa dibantu), dan
pembantu yang wajib diberikan suami hanya 1. Jika istri minta lebih, maka itu diluar
kewajiban suami
Kadar nafkah berbeda, sesuai kesanggupan suami. Dalam madzhab Syafi’i, dibagi menjadi 3:
1. Suami yang kaya (pemasukan lebih besar dari pengeluaran) : nafkah perhari 2 mud
(1 ¼ kg beras dan lauknya)
2. Suami yang sederhana (pemasukan dan pengeluaran sama) : nafkah perhari 1 ½
mud (9, sekian ons dan lauknya)
3. Suami miskin (pengeluaran lebih besar dari pemasukan) : nafkah perhari 6,25 ons
beras dan lauknya
Jika suami kesulitan memberikan nafkah, istri boleh menunggu sampai 3 hari. Kewajiban
nafkah dihitung perharinya, kalau misal ada hari dimana suami tidak bisa memberikan nafkah
kepada istrinya, maka itu menjadi hutang yang wajib dibayarkn ketika suami sudah memiliki
uang. Ketika dalam masa 3 hari menunggu, setelah itu suami masih belum memiliki uang
untuk memberinya nafkah, maka istri memiliki pilihan untuk mengajukan faskhun nikah jika
sudah tidak kuat atau bersabar (syukur jika istri memiliki skill yang dapat menghasilkan uang
untuk membantu keluarga, karena bagaimanapun perceraian adalah sesuatu yang dibenci
Allah walaupun memang halal. Apalagi jika sudah memiliki anak akan berdampak buruk pada
anaknya).
Nusyus (keluar dari batasan – perbuatan maksiat)
Hukum nusyus = HARAM, baik dari istri ataupun suami
Contoh perbuatan nusyus dari istri:
1. Istri mencari tau sebab nusyusnya suami (jika bersumber dari diri sendiri, maka istri
harus merubah sifat yang membuat suami kurang suka)
2. Menasehati dan mengingatkan suami
3. Boleh mengajukan fasakh atau khulu’
Talak (perceraian)
Talak : terlepasnya ikatan pernikahan antara suami istri karena ungkapan talak suami (secara
sadar atau tidak) dan gugatan istri melalui meja pengadilan.
Meskipun talak adalah hal yang diperbolehkan dalam syariat, namun hal ini adalah perkara
halal yang paling dibenci Allah. Jadi, kalau bisa hal ini sangat dihindari, karena juga akan
berdampak negatif, termasuk untuk anak-anaknya. Maka, persiapkan pernikahan dengan
baik, jangan terburu-buru.
Hak talak ada di suami (yang boleh menjatuhkan perceraian adalah suami).
Untuk istri bisa mengakhiri perceraian dengan :
Faskhun nikah (merusak akad pernikahan yang diajukan kepada hakim dalam kondisi
suami memang telah melakukan aib atau sikap di luar perintah syariat setelah sudah
dinasehati atau istri sudah tidak kuat lagi)
Khulu’ (istri yang meminta ditalak suami, namun disertasi imbalan. Istri
mengembalikan maharnya kepada suami, lalu suami menjatuhkan talak = hak talak
tetap di tangan suami atas permintaan istri)
Hak talak diberikan suami bukan untuk dipergunakan semena-mena oleh suami, tetapi agar
suami tau bahwa itu adalah tanggung jawab dan hanya dengan beberapa kata saja, seperti
“saya mentalak kamu”, “saya menceraikanmu” itu sudah jatuh talak 1, walaupun itu hanya
gurauan, dan istri menjadi haram untuknya. Istri juga tidak boleh sedikit-sedikit bilang “sudah
ceraikan aku”, dsb.
Talak yang dapat dirujuk hanya 2x, baik dalam satu majelis (kesempatan) atau berbeda. Jika
sudah talak 3x, tidak bisa kembali lagi kepada istrinya. Kecuali istri tsb sudah menikah dengan
laki-laki lain dan kemudian bercerai lagi.
Syarat jatuhnya talak:
1. Orang yang menjatuhkan talak adalah suami yang baligh, berakal, sadar, dan tidak
dipaksa
2. Orang yang menjatuhkan talak atas kehendak sendiri dan memang berniat untuk
menjatuhkan talak (jika dengan bahasa kinayah/sindiran. Ex: sekarang kamu saya
lepas yang disertai niat talak). Jika dengan niat yang sorih (jelas), maka tanpa niat
pun sudah jatuh talak.
Macam-macam talak dari segi ungkapan:
1. Talak sunni : dijatuhkan suami kepada istri yang sudah pernah digauli dan pada saat
itu istri dalam keadaan suci dan tidak sedang hamil. Artinya, sesuai dengan anjuran
Rasulullah
2. Talak bid’i : tidak sesuai dengan anjuran Rasulullah, karena talak dijatuhkan pada
saat istri haid atau sedang hamil. Hal ini akan lebih memberatkan istri, karena jika
dijatuhkan pada saat haid iddahnya akan lebih lama dan jika dijatuhkan pada saat
hamil kasian sedang mengandung anak
Perempuan yang ditinggal wafat suaminya wajib untuk ihdad (berkabung) : tidak boleh
bersolek, berdandan, menggunakan pakaian yang mencolok, tidak boleh keluar (jika untuk
bekerja tidak boleh berdandan dan mencolok, dan yang penting malamnya tidur di rumah
yang ditempati, tidak boleh tidur di tempat yang lain).
Perempuan yang ditinggal wafat suaminya atau ditalak ba’in wajib untuk selalu di rumah,
kecuali boleh keluar di siang hari untuk berobat atau bekerja. Jika di malam hari boleh keluar
hanya untuk memenuhi kebutuhan, tetapi wajib untuk tetap menginap di rumah.
Perempuan yang sedang dalam masa iddah dari talak raj’i, dalam masa iddahnya tidak boleh
menikah dengan laki-laki lain atau menerima lamaran baru, walaupun lamarannya berupa
sindiran. Namun jika talak ba’in atau ditinggal wafat, jika ada yang melamar walaupun hanya
dengan sindiran, itu boleh diterima.
Hukum perempuan bekerja
Hak antara istri dan suami sebenarnya sama. Hanya saja, kewajiban suami yang utama adalah
memberikan nafkah untuk istri dan keluarganya. Adapun istri, kewajibannya yang utama
adalah urusan rumah.
Semisal jika istri dituntut bekerja, maka diperbolehkan. Di luar rumah pun juga dibolehkan,
dengan ketentuan:
1. Tetap menutup aurat saat bekerja (bukan pekerjaan yang menuntut untuk
membuka aurat)
2. Mendapatkan izin dari walinya jika belum menikah. Jika sudah menikah harus
mendapatkan izin suami
3. Darurat (bekerja menjadi kebutuhan jika penghasilan suami tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan dan dia ridho)
4. Pekerjaan yang dilakukan adalah pekerjaan yang diperbolehkan syariat dan sesuai
dengan fitrah perempuan
5. Tidak menelantarkan dan tetap mengutamakan urusan rumah tangga (kebutuhan
suami, pendidikan anaknya, dsb)
Kesimpulan: walaupun ada beberapa ulama yang menyebutkan bahwa sebaiknya seorang
perempuan (istri) tidak bekerja di luar rumah karena akan banyak kesulitan yang dihadapi
sehingga juga berpengaruh terhadap pernikahannya, tetapi perempuan juga memiliki hak
untuk bekerja. Karena kalau menganggur juga tidak enak dan perlu untuk menyalurkan skill,
memberikan manfaat kepada ummat. Jadi, jikalau punya potensi dll, silahkan digunakan,
tetapi tetap mengutamakan kebutuhan dan keperluan suami serta anak-anak. Dan sebelum
bekerja lihat dulu kebutuhan anak, suami sudah terpenuhi atau belum, rumah sudah beres
apa belum, baru kemudian mulai pekerjaan yang penting masih dalam batasan syariat dan
bukan pekerjaan yang mengharuskan khalwat dengan laki-laki lain.
PERTANYAAN
2. Kalau misalkan minta mahar QS. Ar- Tidak harus dibaca pas akad. Namun, karena
Rahman, apakah harus dibaca bacaan al-quran tsb tidak memiliki harga,
ketika akad dan apakah harus full maka harus ada mahar lain yang memiliki
satu surat? harga selain surat Ar-rahman. Sunnahnya
ditunaikan sebelum menggauli istri (berupa
mahar yang memiliki harga).
Ex: maharnya adalah seperangkat alat sholat
dan bacaan surat Ar-rahman, maka surat Ar-
rahman ini seperti hanya untuk tabarrukan
agar rumah tangganya penuh dengan kasih
sayang. Silahkan, yang penting harus ada
sesuatu lain yang diberikan yang ada
harganya selain dari surat Ar-rahman.
Walaupun tidak disebutkan di akad, suami
wajib untuk membayarkan mahar.
3. Kalau talak melalui chat Talak jika melalui chat dengan kata-kata yang
bagaimana? Dan jika tidak tahu sorih itu sudah jatuh talak. Namun, masih
bahwa mengucapkan kata talak perlu diperjelas apakah itu dengan paksaan
“saya cerai cerai cerai” itu sudah atau tidak, dll (hingga memenuhi syarat
talak 3 namun masih tetap satu jatuhnya talak). Jika mengucap talak sampai
rumah dan berhubungan? 3x itu sudah berarti jatuh talak kubro. Oleh
karena itu, perlu pengetahuan istri
(utamanya) suami yang memiliki hak untuk
menjatuhkan talak agar tidak melakukan
kesalahan.
Komunikasi efektif
Perlu ditekankan bahwa rumah tangga, pernikahan, itu tidak seperti yang diceritakan di novel-
novel atau film, dsb. Tetapi pernikahan adalah ibadah, jadi tentu ada godaan-godaan yang
mengiringi. Karena setan dari awal manusia diciptakan sudah mengikrarkan diri untuk tidak
berhenti menggoda manusia saat menjalankan kebaikan, apalagi di pernikahan yang menjadi
ibadah dalam jangka waktu panjang dan beribadah bersama pasangan, pasti setan memiliki
segala daya dan upaya untuk menghancurkan ibadah ini dengan berbagai godaan baik lahir
atau batin. Sehingga pasti akan ada konflik yang dihadapi oleh pasangan suami istri. Namun,
sesungguhnya terjadinya konflik ini bisa dicegah.
Jika konflik terjadi
Saat konflik sudah selesai, ada hal-hal yang dapat dilakukan oleh pasangan, yaitu:
1. Minta maaf dan memaafkan
Tidak usah gengsi untuk memaafkan dan jangan sungkan untuk memaafkan.
Karena hal ini merupakan hal yang paling mulia (maaf-maafan).
2. Tidak usah mengungkit konflik yang sudah berlalu
3. Fokus melihat kebaikan pasangan
4. Berpikir positif dan jangan bongkar aib konflik ke orang lain (termasuk orang tua
sendiri). Jadi upayakan tidak membawa orang “ketiga” dalam permasalahan rumah
tangga kita. Solusinya bisa curhat di atas sajadah, karena itu akan lebih
menenangkan. Sesuai anjuran Rasulullah jika sedang ada masalah adalah ambillah
wudhu kemudian sholat 2 rakaat. Nanti di sujud terakhir sebelum tahiyat akhir,
ungkapkan semua apa yang menjadi permasalahan di hati. insyaAllah setelah itu
akan menjadi tenang dan Allah akan membantu menyelesaikan atau memberikan
solusi.
PERTANYAAN