Thyrotoxic Periodic Paralysis
Thyrotoxic Periodic Paralysis
Definisi
general yang terjadi secara episodik dan berulang disertai dengan hipokalemia
fatal akibat dari perpindahan kalium dalam jumlah besar dari ruang
keturunan Asia. Kebanyakan dari pasien-pasien TPP ini justru tidak mengalami
Epidemiologi
dan Korea. Angka kejadinnya pada pasien dengan tirotoksikosis di jepang dan
cina adalah 1,8 dan 1,9%.3 Sedangkan secara keseluruhan, di Asia dijumpai
diperkirakan memiliki resiko lebih tinggi terhadap kejadian TPP, hal ini
berasal dari Asia yang bermigrasi ke Amerika Utara 11.000-23.000 tahun yang
lalu.3
wanita, namun angka kejadian TPP sendiri lebih sering dijumpai pada laki-laki.
Di Cina pada tahun 1967, TPP terjadi pada 13% pasien tirotoksikosis
sedangkan pada wanita hanya 0,17%. Pada tahun 1957, beberapa publikasi
pada pria dan 0,4% pada wanita. Secara keseluruhan, rasio angka kejadian TPP
antara laki-laki dan perempuan adalah sebesar 17:1 hingga 70:1. Namun
belakangan ini terdapat penurunan insidensi TPP di jepang pada tahun 1991
yakni sebesar 4,4% pada laki- laki dan 0,04% pada perempuan.2,3
Patogenesis
Patogenesis TPP hingga saat ini masih belum jelas. Hipokalemia terjadi
ke intraseluler terutama sel otot. Hal ini terjadi diyakini sebagai akibat
aktifitas Na/K-ATPase akan kembali pada kadar yang serupa dengan orang
ini antara lain subunit α1, α2, β1, β2, dan β4. Pada kelima gen subunit ini terlihat
kecepatan influks kalium semestinya dapat diimbangi dengan proses homeostasis dimana
efluks kalium juga seharusnya meningkat. Oleh karena itu, seharusnya terdapat faktor lain
yang berperan dimana pada TPP terjadi pula gangguan proses efluks kalium. Beberapa studi
menunjukkan pada kasus TPP dan FHPP terjadi penurunan efluks kalium melalui gerbang
Kir pada sel-sel otot interkostal. Selain itu, diketahui bahwa insulin dan katekolamin juga
ternyata tidak hanya meningkatkan kerja Na/K-ATPase namun memiliki efek menghambat
gerbang Kir juga. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa terdapat mutasi gen yang
mengkode gerbang Kir yang spesifik pada otot rangka yakni Kir2.6 pada pasien TPP. Hal ini
Selain itu, hormon tiroid juga dapat mempengaruhi Na/K-ATPase melalui rangsangan
mencegah dan mengobati serangan paralisis. Selain peningkatan respon adrenergik, pada
pasien TPP terdapat respon insulin yang berlebihan terhadap masukan glukosa oral
dibandingkan dengan pasien dengan tirotoksikosis tanpa TPP. Insulin telah diketahui mampu
untuk meningkatkan aktifitas Na/K-ATPase, oleh karena itu dapat dimengerti bagaimana
insulin dapat menyebabkan influks kalium ke intrasel. Respon hirperinsulinemia inilah yang
menjelaskan hubungan antara TPP dengan riwayat konsumsi makanan berkarbohidrat tinggi
ataupun cemilan-cemilan manis. Selanjutnya, olahraga merupakan suatu keadaan yang dapat
melepaskan kalium ke ekstrasel dari sel-sel otot rangka sedangkan istrahat akan mendorong
pengembalian kalium ke dalam sel. Hal ini menjelaskan mengapa beistirahat setelah olahraga
dapat mencetuskan terjadinya serangan paralisis dan bila olahraga tetap dilanjutkan, maka
Secara keseluruhan, dapat dilihat bahwa pasien-pasien TPP memiliki beberapa faktor
rangsangan hormon tiroid secara langsung, ataupun secara tidak langsung melalui stimulasi
Gambaran Klinis
Pasien TPP biasanya laki-laki dewasa berusia 20-40 tahun, namun demikian ada pula
yang melaporkan kejadiannya pada usia remaja. Serangannya berupa kelemahan otot mulai
dari ringan hingga kelumpuhan total yang bersifat episodik, sementara dan berulang (tabel 1).
Gambaran umum
Dipicu oleh asupan karbohidrat dalam jumlah besar, diet tinggi garam, alkohol serta
aktifitas fisik berat Riwayat hipertiroidisme pada keluarga
Gambaran klinis hipertiroidisme (lebih sering tidak terlalu jelas)
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan tiroid abnormal (TSH rendah, T4 dan T3 total maupun bebas meningkat, ambilan T3
meningkat)
Elektrodiagnostik
Elektrokardiograf Sinus takikardia
Elektromiografi : gabungan potensial aksi otot gelombang rendah tanpa adanya perubahan
setelah pemberian epinefrin
Keterlibatan otot-otot proksimal lebih berat dibanding dengan otot-otot distal. Gejala
yang muncul awalnya menyerang ekstremitas bawah kemudian berlanjut ke otot panggul dan
ekstremitas atas. Fungsi sensoris tidak terganggu. Otot-otot yang terlibat bisa saja tidak
simetris. Kelumpuhan yang terjadi saat pasien datang ke dokter dapat berupa tetraparesis
yang menyerupai sindroma Gullain-Barre, mielitis transversum serta kompresi akut sumsum
tulang ataupun histeria. Fungsi saluran cerna dan saluran kemih tidak pernah terganggu. Otot-
otot pernafasan jarang terlibat namun kelumpuhan total otot-otot pernafasan serta mata
pernah dilaporkan pada serangan yang berat. durasi serangan dapat berlangsung dalam
beberapa jam hingga 72 jam, dimana terdapat episode sembuh sempurna di antara serangan.
Serangan yang terjadi dapat didahului dengan gejala-gejala prodromal seperti nyeri, kram,
serta kaku pada otot yang terlibat. Pada kebanyakan pasien, didapati penurunan yang nyata
yang banyak, cemilan-cemilan manis, alkohol, aktiitas fisik berat ataupun saat bangun pagi
hari. Serangan yang terjadi akibat dipicu oleh olahraga yang berat terjadi bukan di saat pasien
tersebut berolahraga namun saat pasien beristirahat, dan serangan tersebut bisa saja tidak
terjadi jika pasien melanjutkan kembali olahraganya. Pada daerah subtropis, variasi
jumlah kasus pada tiap musim kemungkinan terjadi akibat adanya peningkatan jumlah
aktifitas di luar rumah atau jumlah konsumsi minuman yang manis saat musim panas. TPP
hanya terjadi jika pasien dalam kondisi hipertiroidisme. Jika kadar hormon tiroid sudah
mencapai nilai normal (eutiroid), maka serangan tidak akan muncul. Kelumpuhan yang
terjadi pada TPP mirip dengan gejala yang juga terjadi pada familial hypokalemic periodic
paralysis (FHPP) kecuali bahwa pada TPP terdapat bukti hipertiroidisme (tabel 2).3,4 Selain
itu, TPP merupakan suatu kondisi yang diturunkan secara autosomal dominan pada ras
kaukasia sedangkan TPP merupakan suatu penyakit yang sporadis dan jarang diturunkan
secara familial.2,3
TPP FHPP
Usia (Tahun) 20-40 <20
Jenis Kelamin Predominan laki-laki Tidak berbeda
Hereditas Sporadis Autosomal Dominan
Etnisitas Asia, Indian- Kaukasia/Asia
Amerika/hispanik,
kaukasia
Riwayat Keluarga Riwayat Tirotoksikosis Riwayat Paralisis
Hipokalemi
Gambaran Klinis Ada Tidak ada
Hipertiroid
Predisposisi Genetik Berkaitan dengan SNPs Mutasi Cav1.1
(R5258H, R1239H,
dari Cav1.1 (-476A à
R1239G), Nav1.4
G, intron 2 nt 57G à (R669H, R672G,
R672H), Kv3.4 (R83H)
A, intron 26 nt 67A à G)
Pemeriksaan
Penunjang
Hipertiroidisme
Adanya bukti hipertiroidisme merupakan perbedaan yang mendasar antara TPP dan
FHPP. Hormon tiroid pada sebagian besar pasien TPP hanya meningkat sedikit. Studi-studi
sebelumnya menunjukkan hanya 10% penderita TPP dengan gejala tirotoksikosis, sedangkan
selebihnya tanpa gejala. Hal yang demikian mnyebabkan TPP sulit didiagnosis pada awal
pemeriksaan. Mayoritas kasus hipertiroidisme yang berkaitan dengan TPP adalah penyakit
Graves, meskipun kondisi lain seperti tiroiditis, struma nodular toksik, adenoma toksik,
tumor pituitari yang mensekresi TSH, mengkonsumsi preparat T4, serta kesalahan dalam
Elektrolit
Tanda utama dari TPP adalah hipokalemia. Nilai kalium pada saat pemeriksaan awal
biasanya kurang dari 3 mmol/liter bahkan bisa mencapai 1,1 mmol/liter. Kadang-kadang,
apabila pasien telah memasuki fase penyembuhan dari paralisisnya, kalium serum dapat
kembali normal. Hipokalemia terjadi bukan akibat kehilangan kalium dari tubuh melainkan
akibat perpindahan yang masif ke dalam sel. Ekskresi kalium urin pada keadaan ini normal
atau justru rendah, sementara keseimbangan asam basa juga normal. Demikian pula tidak
dijumpai kehilangan kalium dari feses pada keadaan ini. beratnya paralisis memiliki korelasi
positif dengan beratnya hipokalemia, namun beratnya hipokalemia tidak memiliki kaitan
dengan beratnya tirotoksikosis ataupun tingginya kadar hormon tiroid. Aritmia ventrikuler
yang mengancam jiwa dan berakibat fatal akibat hipokalemia pernah dilaporkan.3
Hipofosfatemia yang terjadi bervariasi mulai dari ringan hingga sedang (0,36-0,77
mmol/liter). Kadar fosfat serum ini dapat kembali normal jika pasien telah memasuki fase
penyembuhan meskipun tanpa suplementasi. Hal ini telah dipastikan berdasarkan terjadinya
hiperfosfatemia rebound pada pasien yang telah memasuki fase penyembuhan setelah
sebelumnya mendapat terapi preparat fosfat. Pada TPP, hipofosfatemia yang terjadi
kemungkinan akibat influks fosfat ke dalam sel mengikuti proses transport masuknya kalium.
Proses terjadinya hipomagnesemia juga hampir sama dengan hipofosfatemia, namun influks
magnesium ke dalam sel lebih disebabkan karena peningkatan aktifitas katekolamin yang
dilepas selama adanya stress. Pemeriksaan elektrolit urin akan didapat hiperkalsiuruia serta
hipofosfaturia.3,4
Pada duapertiga TPP dapat dijumpai juga adanya peningkatan kadar kreatinin
fosfokinase yang berasal dari otot, khususnya jika faktor pemicunya adalah aktifitas fisik.
Komplikasi berupa rhabdomiolisis juga dapat terjadi pada serangan yang berat.3
Pemeriksaan elektrodiagnostik
penurunan amplitudo potensial aksi gabungan otot rangka, hal ini tidak akan berubah setelah
pemberian/stimulasi epinefrin. Sintem konduksi syaraf dalam keadaan ini terlihat normal
termasuk juga tidak terdapat keterlibatan sistem syaraf tepi. Sama halnya dengan FHPP, uji
latihan dapat menghasilkan abnormalitas pada gambaran EMG pada saat munculnya
paralisis. Gangguan respon otot ini, dapat membaik jika pasien dalam keadaan eutiroid.3
Gambaran abnormal pada elektrokargiogram (EKG) lebih banyak dijumpai pada TPP
kelainan EKG yang dapat ditemukan pada TPP antara lain : sinus takikardia, gelombang U
voltase QRS, kompleks QRS yang melebar, aritmia ventrikel, serta blok atriventrikuler
derajat satu.3,4,7
Gambar 3. EKG 12 sadapan memperlihatkan irama sinus takikardia, pemanjangan interval PR : 240
ms (sebagian gelombang P tertutupi oleh kompleks gelombang repolarisasi sebelumnya), depresi
segmen ST serta pemanjangan interval QT-U : 440 ms.
Diagnosa Banding
kalium serum dapat mencakup pada gangguan tautan neuromuskuler, penyakit-penyakit saraf
spinalis, polineuropati, miopati akut primer serta gangguan psikiatrik maupun gangguan
Intoksikasi organofosfat
Intoksikasi botulismus
Sindroma Eaton-Lambert
Penyakit saraf
Spinalis Mielitis transversal
Poliomielitis
Tumor metastasis
Tumor primer tulang belakang
Sklerosis lateral amiotropik
Polineuropati
Paralisis periodik
Gangguan elektrolit
Mioglobinuria
Polimiositis
Miopati alkoholik
Distropi muskuler
Gangguan psikiatik dan fungsional
Pura-pura sakit
Gangguan konversi
Sindroma Munchausen
Diagnosa banding hipokalemia dapat dilihat berdasarkan proses terjadinya
kalium melalui ginjal ataupun gastrointestinal (tabel 3). Secara umum paralisis periodik
hipokalemik (hypoPP) dapat dibagi menjadi hypoPP familial dan non-familial. hypoPP
familial lebih banyak terjadi ada kelompok ras kaukasia non-hispanik sedangkan hypoPP
non-familial termasuk juga TPP seperti telah disebutkan lebih banyak pada negara-negara
Asia.4,5
1. Hipokalemia
a) Indikasi mutlak : pemberian kalium mutlak segera diberikan yaitu pada keadaan
pasien sedang dalam pengobatan digitalis, pasien dengan ketosidosis diabetik, pasien
dengan kelemahan otot pernafasan dan pasien dengan hipokalemia berat (1000 mg
[25 mmol]
b) Indikasi kuat : kalium harus diberikan dalam waktu tidak terlalu lama yaitu pada
keadaan insufisensi coroner/ iskemia otot jantung, ensefalopati hepatik dan pasien
intrasel.
c) Indikasi sedang : pemberian kalium tidak perlu segera, seperti pada hipokalemia
Kalium dapat diberikan secara oral atau intravena. Kalium intrvena diberikan
Pemberian Kalium 40-60 mEq dapat meningkatkan kadar kalium 1-1,5 mEq/L
dan pemberian 135-60 mEq dapat meningkakan kadar kalium 2,5-3,5 mEq/L.
Kecepatan pemberian KCL melalui vena perifer 10 mEq per jam, atau melalui
vena sentral 20 mEq per jam atau lebih pada keadaan tertentu. - Konsentrasi cairan
infus KCL bila melalui vena perifer, KCL maksimal 60 mEq dilarutkan dalam NaCl
isotonis 1000 ml karena bila melebihi dapat menimbulkan rasa nyeri dan
menyebabkan sclerosis vena. - Konsentrasi cairan infus kalium bila melalui vena
central, KCL maksimal 40 mEq dilarukan dalam NaCl isotonis 100 ml.
Pada keadaan aritmia yang berbahaya atau adanya kelumpuhan otot pernafasan,
KCL dapat diberikan dengan kecepatan 40-100 meq/jam. KCL sebanyak 20 meq
plasma lebih cepat dibandingkan kalium bikarbonat, kalium fosfat atau kalium sitrat.
1) Kandungan kalium >1000 mg [25 mmol]/100 daun ara kering, sirup gula,
rumput laut
blewah, kiwi, jeruk, mangga, daging sapi, babi, daging sapi muda, kambing.
2. Hipertiroid
radioaktif iodine, dan pembedahan. Semua opsi terapi efektif pada pasien Grave’s
disease, sedangkan pada pasien toksik adenoma atau toksik multinodular goitre
Obat Antitiroid
Obat antitiroid yang digunakan adalah propylthiouracil, carbimazole, dan
methimazole. Mekanisme kerja golongan obat ini adalah menghambat oksidasi dan
perifer.
hamil. Efek samping ringan terapi antitiroid adalah pruritus, artralgia dan gangguan
ringan saluran pencernaan. Sedangkan efek samping serius pada terapi ini adalah
Terapi ablasi radioaktif iodine bisa digunakan sebagai terapi pilihan pertama
Dosis optimal terapi radioaktif iodine menggunakan pendekatan dosis tetap dan
menemukan tidak ada perubahan signifikan pada hasil terapi dengan dua pendekatan
hanya bersifat sementara dan cukup diterapi dengan obat anti inflamasi, steroid, dan
Tiroidektomi
Hingga saat ini, tiroidektomi merupakan terapi paling sukses dalam mengobati
Terapi Lain
Terapi lain yang bisa diberikan pada pasien dengan hipertiroid antara lain
tua dengan denyut nadi istirahat > 90 kali per menit atau ada disertai kondisi
Agen Iodine
Pada pasien yang alergi terhadap thionamide, agen iodine eliksir seperti saturated
dimana pemberian dosis iodine dalam jumlah tertentu dapat menyebabkan inhibisi
hormon tiroid. Akan tetapi, efek tersebut hanya bertahan sekitar 10 hari saja.
Glukokortikoid
Glukokortikoid dapat digunakan pada kasus hipertiroid yang berat atau badai tiroid.
Glukokortikoid yang dapat digunakan adalah prednison 20-40 mg per oral per hari
TPP merupakan kondisi yang lebih sering dijumpai di Asia. Diagnosis pada awal
pemeriksaan cenderung terlambat akibat gambaran klinis tirotoksikosis yang sering tidak
jelas dan gambaran paralisis yang mirip dengan tipe paralisis lain yang lebih sering terjadi.
Diagnosis dan penanganan yang cepat sangat diperlukan untuk menghindari komplikasi
kardiopulmonal. TPP merupakan suatu kondisi penyakit yang dapat ditangani secara baik jika
2006;19:126–129
10.1681/ASN.2012010046
http://dx.doi.org/10.1155/2014/649502