Anda di halaman 1dari 56

PROPOSAL

KARYA TULIS ILMIAH

PENERAPAN TERAPI KOGNITIIF PADA PASIEN HARGA DIRI RENDAH

PARDI PRAYOGI
021 SYE 17

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGARA BARAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG D.III

MATARAM

2020
PROPOSAL

KARYA TULIS ILMIAH

PENERAPAN TERAPI KOGNITIF PADA PASIEN HARGA DIRI


RENDAH

Proposal Karya Tulis Ilmiah Ini Di Susun Sebagai Salah Satu Persayaratan
Untuk Melakukan Penelitian Serta Menyelesaikan Program
Pendidikan Diploma III Keperawatan

PARDI PRAYOGI
021 SYE 17

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGARA BARAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG D.III

MATARAM

2020
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Pardi Prayogi

NIM : 021SYE17

Program Studi : Diploma Tiga Keperawatan

Institusi : STIKES YARSI Mataram

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Proposal Karya Tulis Ilmiah yang saya
tulis ini adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan bukan
merupakan pengambil alihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui
sebagai hasil tulisan atau pikiran saya sendiri.

Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Proposal Karya Tulis
Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.

Mataram, 30 Oktober 2019


Pembuat Pernyataan

Pardi Prayogi

Mengetahui

Pembimbing I Pembimbing II

Zuhratul Hajri, Ners, M.Kep M. Alwi Andi, MMR


NIK: NIK:
LEMBAR PERSETUJUAN

PROPOSAL

PENERAPAN TERAPI KOGNITIF PADA PASIEN HARGA DIRI


RENDAH

diajukan oleh

PARDI PRAYOGI

021SYE17

Telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan.

Pembimbing I : Zuhratul Hajri, Ners, M.Kep (.........................)


NIK : 3041416

Pembimbing II : M. Alwi Andi, MMR (.........................)


NIK : 3031405

Mengetahui

Prodi Keperawatan Jenjang D.III

Ketua,

(Melati Inayati Albayani, SST., S.Pd., Ners., MPH)


NIK: 2109715
LEMBAR PENGESAHAN

PROPOSAL

PENERAPAN TERAPI KOGNITIF PADA PASIEN HARGA DIRI


RENDAH

diajukan oleh
PARDI PRAYOGI
021SYE17

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji


Pada tanggal…….bulan……… tahun….

Dewan Penguji:

Penguji I : Kurniatin Prihatin, Ners.,M.,M.Kep (.........................)


NIK : 3041415

Pembimbing I : Zuhratul Hajri, Ners, M.Kep (.........................)


NIK : 3041416

Pembimbing II : M. Alwi Andi, MMR (.........................)


NIK : 3031405

Mengetahui
Prodi Keperawatan Jenjang D.III
Ketua,

(Melati Inayati Albayani, SST., S.Pd., Ners., MPH)


NIK: 2109715
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat dan karunia-Nya, Proposal Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan tepat

pada waktunya. Adapun tujuan penulisan ini adalah untuk memenuhi tugas

Proposal Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Penerapan Terapi Kognitif Pada

Pasien Harga Diri Rendah”.

Dengan tersusunnya Proposal Karya Tulis Ilmiah ini, saya mendapat

bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini

dengan kerendahan hati saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. H. Zulkahfi, S.Kep., Ners., M. Kes selaku ketua STIKES YARSI Mataram

yang menjadi pelindung dan penanggung jawab pelaksanaan proses belajar

mengajar di pendidikan Diploma III Keperawatan di STIKES YARSI

Mataram.

2. Melati Inayati Albayani, S.Pd., Ners., MPH selaku Ketua Program Studi

D.III Keperawatan STIKES YARSI Mataram yang telah memberikan

kesempatandan fasilitas serta arahan untuk mengikuti dan menyelesaikan

pendidikan Diploma III Keperawatan di STIKES YARSI Mataram.

3. Zuhratul Hajri, Ners, M.kep selaku pembimbing I yang telah meluangkan

waktu untuk membimbing serta memberikan motivasi dan arahan sehingga

penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan sesuai dengan

waktu yang telah ditentukan.


4. M. Alwi Andi, MMR selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu

untuk membimbing serta memberikan motivasi dan arahan sehingga

penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan sesuai dengan

waktu yang telah ditentukan.

5. Semua Staf pengajar serta tata usaha STIKES YARSI Mataram yang telah

membantu segala fasilitas dan dukungan sehingga Proposal Karya Tulis

Ilmiah ini bisa terselesaikan.

6. Kedua orang tua dan saudara-saudara tercinta yang telah memberikan doa,

dukungan serta bantuan material dan spiritual kepada penulis.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan kemurahan hati dan

budi pekerti baik semua pihak yang telah membantu memberikan kesempatan,

dukungan, fasilitas, kritik dan saran dalam menyelesaikan Proposal Karya

Tulis Ilmiah.

Mataram, 30 Oktober 2019

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fenomena kesehatan jiwa di Indonesia, merupakan masalah yang

sangat mempengaruhi produktivitas, kebahagiaan manusia dan kualitas

kesehatan perorangan maupun masyarakat yang tidak mungkin

ditanggulangi oleh satu sektor saja, tetapi memerlukan kerjasama

multisektor. Mutu sumber daya manusia tidak akan meningkat jika hanya

menggunakan tenaga manusia tanpa menyelaraskan kesehatan jiwa,

karena manusia terdiri dari 3 (tiga) aspek yaitu organ biologis (fisik atau

jasmani), psikoedukatif (mental-mosional atau kejiwaan), dan

sosiokultural (sosial budaya dan lingkungan). Apabila ingin memperbaiki

mutu dari sumber daya manusia ketiga aspek tersebut harus diperhatikan

secara seksama kemudian diimplementasikan di masyarakat. Jika salah

satu dari ketiga aspek tersebut terabaikan maka upaya peningkatan mutu

sumber daya manusia tidak akan tercapai (Keliat, 2010).

Berdasarkan data dari World Health Organitation WHO (2018) ada

sekitar 450juta orang didunia menderita gangguan jiwa termasuk

skizofrenia. Skizofrenia menjadi gangguan jiwa paling dominan

dibanding gangguan jiwa lainnya. Penderita gangguan jiwa sepertiga

tinggal di negara berkembang, 8 dari 10 orang yang menderita

skizofrenia tidak mendapatkan penanganan medis. Gejala skizofrenia


muncul pada usia 15-25 tahun lebih banyak ditemukan pada laki-laki

dibandingkan pada perempuan (Ashturkar & Dixit, 2013).

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018Riset

Kesehatan Dasar yang dilakukan oleh Kementrian Republik Indonesia

menyimpulkan bahwa prevalensi ganggunan mental emosional yang

menunjukan gejala depresi dan kecemasan, usia 15 tahun ke atas

mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia.

Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai

sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk.

Menurut (Riskesdas, 2018), Warganya yang mengalami gangguan

jiwa di indonsia pada urutan pertama yaitu Provensi Bali dengan jumlah

(11%), adapun di urutan ke-2 yaitu Provensi DIY (daerah istimewa

yogyakarta) dengan jumlah (10%), dan pada urutan ke-3 yaitu NTB

dengan jumlah (10%), dengan prevalensi disetiap kabupaten diaerah

NTB yaitu kabupaten Lombok Timur (24,7%) Sumbawa (21,9%)

Sumbawa Barat (8,1%) di Kabupaten Lombok Barat (12,7%) Bima

(5,6%) Lomok Utara (9,8%) Kota Mataram ( 3,2%).

Harga diri rendah merupakan bagian konsep diri, konsep diri sangat

erat kaitanya dengan diri individu. Kehidupan yang sehat, baik fisik

maupun psikologis salah satunya didukung oleh konsep diri yamg baik

dan stabil. Konsep diri adalah hal-hal yang berkaitan dengan ide, pikiran,

kepercayaan serta keyakinan yang diketahui dan dipahami oleh individu

dalam membina hubungan interpersonal (Darmawan, 2013).


Masalah dengan harga diri rendah, dapat menimbulkan masalah pada

setiap individu yang cenderung pasien mengkritik diri sendiri, adanya

perasaan tidak mampu dalam segala hal, pandangan hidup yang pesimis,

penurunan produktifitas, dan penolakan terhadap kemampuan sendiri.

Sehingga hal tersebut memicu munculnya masalah lain. diantaranya

isolasi sosial, kemudian halusinasi juga bisa terjadi karena kebiasaan

tersebut memungkinkan suara atau bisikan muncul. Masalah lain yang

kemungkinan terjadi adalah resiko perilaku kekerasan, rasa tidak terima

tentang suatu hal karena merasa direndahkan seseorang maupun suara

bisikan yang menghasut untuk melakukan tindakan merusak lingkungan

dan menciderai orang lain (Afifakhrurrozi, 2016).

Masalah pada pasien dengan gangguan harga diri rendah,

penatalaksanaan yang di berikan yaituPsikofarmaka (dengan obat-

obatan), Psikoterapi, Therapy Modalitas. Dalam penatalaksanaan yang

diberikan kepada salah satu pasien yang menagalami harga diri rendah

yaitu dengan terapi modalitas yang behubungan dengan terapi kognitif,

dengan teknik inimelatih keterampilan social pasien untuk meningkatkan

kemampuan social,kemampuan memenuhi diri sendiri dan latihan praktis

dalam komunikasi interpersonal (Maramis, 2010).

Dari uraian diatas maka peneliti tertarik melakukan penelitian pada

salah satu pasien yang memilki masalah pada gangguan jiwa, khususnya

dengan pasien harga diri rendah dengan melakukan pendekatan melalui

terapi kognitif yaitu dengan metode mengali kemapuan dan hobi pasien

kemudian melatih dan membuatkan jadwal harian pasien. Dampak yang


tertjadi jika tidak dilakukan komunikasi terapiutik maka dapat

mengakibatkan gangguan interakrasi sosial seperti menarik diri,

perubahan penapilan peran, keputusan maupun munculnya perilaku

kekerasan yang beresiko mencedrai diri. Orang lain dan lingkungan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka penulis

merumuskan masalah “Bagaimana menerapkan terapi kognitif pada

pasien dengan Harga Diri Rendah” dengan baik dan benar.

Tujuan studi kasus

Tujuan studi kasus adalah menggambarkan asuhan keperawatan

dengan penerapan terapi kognitif dalam meningkatkan kemandirian dan

mampu bersosialisasi pasien harga diri rendah.

1.3 Manfaat studi kasus

1. Masyarakat

Diharapkan masyarakat dan khususnya pasien dapat memahami

tentang penerapan terapi kognitif ini sebagai ilmu untuk mencegah

kekambuhan dari masalah kesehatan jiwa khususnya pada pasien

dengan gangguan harga diri rendah .

2. Pengetahuan dan teknologi keperawatan

Penerapan terapi kognitifpada pasien dengan gangguan harga diri

rendah, perkembangan ilmu ini dapat menjadi tambahan ilmu bagi

institusi keperawatan khususnya bagi keperawatan jiwa

3. Penulis
Proposal karya Tulis Ilmiah ini dapat memberikan manfaat melalui

pengalaman nyata bagi penulis, nambah pengetahuan penulis untuk

mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dari pendidikan khusus pada

penerapan terapi kognitif pada pasien harga diri rendah.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

.2 Konsep Dasar Teori Harga Diri Rendah

2.1.1 Pengertian

Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang

berharga dan tidak dapat bertanggungjawab pada kehidupannya sendiri

Faktor yang mempegaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua,

harapan orang tua yang tidak relistis, kegagalan yang berulang kali, kurang

mempunyai tanggungjawab personal, ketergantungan pada orang lain dan

ideal diri yag tidak realistis. Sedangkan stresor pencetus mungkin

ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal seperti: Trauma seperti

penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian yang

mengancam(Yoedhas, 2010).

Harga diri rendah menurut Keliat (2010) adalah kondisi seseorang

yang menilai keberadaan dirinya lebih rendah dibandingkan dengan orang

lain yang berfikir adalah hal negatif diri sendiri sebagai individu yang

gagal, tidak mampu, dan tidak berprestasi. Harga diri rendah adalah

perasaan tidak berharga, tidak berarti, dan rendah diri yang

berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan

kemampuan diri.
Gangguan harga diri dapat di jabarkan sebagai perasaan yang

negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri sendiri serta merasa

gagal mencapai keinginan (Farida, 2011).

Berdasarkan berbagai pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa

gangguan hargadiri rendah adalah gangguan konsep diri dimana harga diri

merasa gagal mencapai keinginan, perasaan tentang diri yang negatif dan

merasa dirinya lebih rendah dibandingkan dengan orang lain.

2.1.2 Rentang Respon

Bagan rentang respon

Respon Respon Adaptif Maladaptif

Aktualisasi Konsep Diri Harga Diri Keracunan Depersonalisasi

Diri Positif Rendah Identitas

Gambar 2.1 Rentang Respon Sosial Menuru(Iskandar,2014)

a. Respon adaptif

Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam

menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

1) Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri

yang positif dengan latar belakang pengalaman nyata yang

sukses dan dapat diterima.

2) Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai

pengalaman yang positif dalam beraktualisasi diri dan

menyadari hal-hal positif maupun yang negatif dari

dirinya (Eko, 2014)


b. Respon Maladaptif

Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu

krtika dia tidakmampu lagi menyelesaikan masalah yang

dihadapi.

1) Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk

menilai dirinya yang negatif dan merasa lebih rendah dari

orang lain.

2) Kerancuan identitas adalah identitas diri kacau atau tidak

jelas sehingga tidak memberikan kehidupan dalam

mencapai tujuan.

3) Depersonalisasi (tidak mengenal diri) tidak mengenal diri

yaitu mempunyai kepribadian yang kurang sehat, tidak

mampu berhubungan dengan orang lain secara intim.

Tidak ada rasa percaya diri atau tidak dapat membina

hubungan baik dengan orang lain (Eko, 2014).

2.1.3 Etiologi

Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam

konsep diri sesorang. Dalam tinjauan life span hidtory klien

(perjalanan certia hidup pasien), penyebab terjadinya harga diri

rendah adalah pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi

pujian atas keberhasilannya. Saat individu mencapai masa remaja

keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidaj

diterima. Menjelang dewasa awal sering gagal disekolah, pekerjaan

atau pergaulan. Harga diri rendah muncul saat lingkungan


cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari

kemampuannya(Iskandar,2014).

Menurut Stuart (2011), faktor-faktor yang mengakibatkan

harga driri rendah kronik meliputi fakktor predisposisi dan faktor

presipitasi sebagai berikut :

a.Faktor predisposisi

1) Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi

penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak

realistis, kegagalan yang berulang, kurang

mempunyai tangguang jawab personal,

ketergantungan pada orang lain, dan idial diri yang

tidak realistis.

2) Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah

stereotype peran gender, tuntutan peran kerja, dan

harapan peran budaya.

3) Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi

meliputi ketidak percayaan orang tua, tekanan dari

kelompok sebaya, dan perubahan struktur social

(Iskandar,2014).

b. Faktor presipitasi

Menurut Yosep (2010), faktor presipitasi terjadinya

harga diri rendah biasanya adalah kehilangan bagian

tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh, kegagalan

atau produktifitas yang menuurun.


Secara umum, gangguan konsep diri harga diri

rendah ini dapat terjadi secara situasional atau kronik.

Secara situasional karena trauma yang muncul secara

tiba-tiba, misalnya harus dioperasi, kecelakan, perkosaan

atau dipenjara, termasuk dirumah sakit bisa

menyebabkan harga diri rendah disebabkan karena

penyakit fisik atau pemasanagan alat bantu yang mebuat

yang mebuat klien tidak nyaman. Harga diri rendah

kronik biasanya dirasakan klien sebelum sakit atau

sebelum dirawat klien sudah memiliki pikiran negative

dan meningkt saat dirawat(Iskandar, 2014).

c. Perilaku

Pengumpulan data yang dilakukan oleh perawat

meliputi perilaku yang objektif dan dapat diamati serta

perasaan subjektif dan dunia dalam diri klien sendiri.

Perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah

salah satunya mengkritik diri sendiri, sedangkan

keracunan identitas seperti sifat kepribadian yang

bertentangan serta depersonalisasi(Iskandar, 2014).

2.1.4 Tanda dan dan gejala harga diri rendah

Menurut Carpenito (dalam Keliat,2011), perilaku yang

berhubungan dengan harga diri rendah antara lain :

a. Data Subjektif : mengkritik diri sendiri atau orang lain

perasaan tidak mampu, pandangan hidup yang pemsimis,


perasaan lemah dan takut, penolakan terhadap kemampuan diri

sendiri, pengurangan diri/ mengejek diri sendiri, hidup yang

berpolarisasi, ketidak mapuan menentukan tujuan

mengungkapkan kegagalan pribadi, merasionalkan penolakan.

b. Data Objektif, produktivitas menurun, perilaku destruktiv pada

diri sendiri dan orang lain penyalahgunaan zat, menarik diri

dari hubungan social, ekspresi wajah malu dan rasa

bermasalah, menunjukkan tanda depresi (sukarr tidur sukar

makan), tampak mudah tersinggung/mudah marah(Eko, 2014).

Ciri khas dari harga diri rendah menurut Damainyanti

(2011), tandadan gejala harga diri rendah kronik adalah sebagai

berikut :

a. Mengkritiik diri sendiri

b. Persaan tidak mampu

c. Pandangan hidup yang peseimis

d. Penurunan produktivitas

e. Penolakan terhadap kemampuan diri.

Selaian data diatas, dapat juga mengamati penampilan

seseorang dengan harga diri rendah, terlihat darikurang

memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi, selera makan

kurang, tidak berani menatap lawan bicara, lebbih banyak

menunduk, bicara lambat dengan suara nada lemah. (Iskandar,

2014).

1. Faktor-faktor
a. Faktor predisposisi

1) Penolakan orang tua

2) Harapan orang tua yang tidak realistis

3) Kegagalan yang berulang kali

4) Kurang mempunyai tanggung jawab personal

5) Ketergantungan kepada orang lain

6) Ideal diri tidak realistis

b. Faktor presipitasi

1) Citra tubuh yang tidak sesuai

2) Keluhan fisik

3) Ketegangan peran yang dirasakan

4) Perasaan tidak mampu

5) Penolakan terhadap kemampuan personal

6) Perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri

2.1.5 Penatalaksanaan

1) Psikofarmaka

(1) Chlorpromazine ( CPZ ): 3 x100 mg

a) Indikasi

Untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat dalam

kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya

nilai norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat

dalam fungsi-fungsi mental : waham, halusinasi, gangguan

perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali,

berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak


mampu bekerja, hubungan sosial dam melakukan kegiatan

rutin.

b) Cara kerja

Memblokade dopamine pada reseptor pasca sinap di otak

khususnya sistem ekstra piramidal.

c) Kontra indikasi

Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung, febris,

ketergantungan obat, penyakit SSP, gangguan kesadaran yang

disebabkan CNS Depresi.

d) Efek samping

(1) Sedasi

(2) Gangguan otonomik (hypotensi, antikolinergik / parasimpatik,

mulut kering, kesulitan dalam miksi dan defekasi, hidung

tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi,

gangguan irama jantung).

(3) Gangguan ekstra piramidal (distonia akut, akatshia, sindrom

parkinsontremor, bradikinesia rigiditas).

(4) Gangguan endokrin (amenorhoe, ginekomasti).

(5) Metabolik (Jaundice)

(6) Hematologik, agranulosis, biasanya untuk pemakaian jangka

pan

(2) Halloperidol ( HP ): 3 x 5 mg

a) Indikasi
Penatalasanaan psikosis kronik dan akut, gejala demensia

pada lansia, pengendalian hiperaktivitas dan masalah perilaku

berat pada anak-anak.

b) Cara kerja

Halloperidol merupakan derifat butirofenon yang bekerja

sebagai antipsikosis kuat dan efektif untuk fase mania, penyebab

maniak depresif, skizofrenia dan sindrom paranoid. Di samping

itu halloperidol juga mempunyai daya anti emetik yaitu dengan

menghambat sistem dopamine dan hipotalamus. Pada pemberian

oral halloperidol diserap kurang lebih 60–70%, kadar puncak

dalam plasma dicapai dalam waktu 2-6 jam dan menetap 2-4 jam.

Halloperidol ditimbun dalam hati dan ekskresi berlangsung

lambat, sebagian besar diekskresikan bersama urine dan sebagian

kecil melalui empedu.

c) Kontra indikasi

Parkinsonisme, depresi endogen tanpa agitasi, penderita

yang hipersensitif terhadap halloperidol, dan keadaan koma.

d) Efek samping

Pemberian dosis tinggi terutama pada usia muda dapat

terjadi reaksi ekstapiramidal seperti hipertonia otot atau gemetar.

Kadang-kadang terjadi gangguan percernaan dan perubahan

hematologik ringan, akatsia, dystosia, takikardi, hipertensi, EKG

berubah, hipotensi ortostatik, gangguan fungsi hati, reaksi alergi,


pusing, mengantuk, depresi, oedem, retensio urine, hiperpireksia,

gangguan akomodasi.

(3) Trihexypenidil ( THP ) : 3 x 2 mg

a) Indikasi

Semua bentuk parkinson (terapi penunjang), gejala

ekstra piramidal berkaitan dengan obat-obatan antipsikotik.

b) Cara kerja

Kerja obat-obat ini ditujukan untuk pemulihan

keseimbangan kedua neurotransmiter mayor secara alamiah

yang terdapat di susunan saraf pusat asetilkolin dan dopamin,

ketidakseimbangan defisiensi dopamin dan kelebihan

asetilkolamin dalam korpus striatum. Reseptor asetilkolin

disekat pada sinaps untuk mengurangi efek kolinergik berlebih.

c) Kontra indikasi

Hipersensitivitas terhadap obat ini atau antikolonergik

lain, glaukoma, ulkus peptik stenosis, hipertrofi prostat atau

obstruksi leher kandung kemih, anak di bawah 3 tahun, kolitis

ulseratif.

d) Efek samping

Pada susunan saraf pusat seperti mengantuk, pusing,

penglihatan kabur, disorientasi, konfusi, hilang memori,

kegugupan, delirium, kelemahan, amnesia, sakit kepala. Pada


kardiovaskuler seperti hipotensi ortostatik, hipertensi, takikardi,

palpitasi. Pada kulit seperti ruam kulit, urtikaria, dermatitis lain.

Pada gastrointestinal seperti mulut kering, mual, muntah, distres

epigastrik, konstipasi, dilatasi kolon, ileus paralitik, parotitis

supuratif. Pada perkemihan seperti retensi urine, hestitansi urine,

disuria, kesulitan mencapai atau mempertahankan ereksi. Pada

psikologis seperti depresi, delusu, halusinasi, dan paranoid.

2) Psikoterapi

Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul

lagi dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter.

Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena bila ia

menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik.

Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama.

(Maramis,2010)

3) Terapi Modalitas

Terapi modalitas/perilaku merupakan rencana pengobatan

untuk skizofrrenia yang ditujukan pada kemampuan dan

kekurangan klien. Teknik perilaku menggunakan latihan

keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial.

Kemampuan memenuhi diri sendiri dan latihan praktis dalam

komunikasi interpersonal. Terapi kelompok bagi skizofrenia

biasanya memusatkan pada rencana dan masalah dalam hubungan

kehidupan yang nyata.


a. Terapi Rekreasi yaitu terapi dapat dilakukan dengan

melibatkan beberapa anggota keluarga untuk melakukan

rekreasi seperti berlibur ke tempat wisata, mengunjungi

saudara , melakukan aktivitas kelompok seperti senam

berenang dll.

b. Terapi berkebun atau hortikultura ternyata cukup efektif untuk

meningkatkan kesehatan mental dan fisik lansia

c. terapi keagamaan terapi ini juga disebut terapi religius yang

mana tujuan utamanya adalah untuk mendamaikan jiwa dan

membuat lansia semakin dekat dengan agama

d. Terapi keluarg terapi keluarga di hadirkan bersama keluarga

seperti anak anak dan orang tersebut. Jalinan kasih sayang

dari anak kepada orang tua sangat di butuhkan berikan

beberapa perhatian walaupun itu kecil.

Terapi kongnitif ini dilakukan untuk merangsang sistem

kerja kongnitif seperti cara berfikir , mengambil keputsan dan

membuat solusi dengan cara tetap fokus , aktif dan menigkatkan

daya ingat yang baik

4) Terapi aktivitas

Terapi aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu terapi

aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, theerapy aktivitas

kelompok stimulasi sensori, terapi aktivitas kelompok stimulasi

realita dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat dan

Akemat,2010). Dari empat jenis terapi aktivitas kelompok diatas


yang paling relevan dilakukan pada individu dengan gangguan

konsep diri harga diri rendah adalah terapi aktivitas kelompok

stimulasi persepsi. Terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi

persepsi adalah terapi yang mengunakan aktivitas sebagai stimulasi

dan terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan

dalam kelompok, hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan

persepsi atau alternatif penyelesaian masalah(Keliat dan

Akemat,2010).

.2 KonsepAsuhan Keperawatan Jiwa

.2.1 Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dan dasar utma dari proses

keperawatan (Direja, 2011). Data data tersebut di kelompokan menjadi

faktor predisposisi, presipitasi terhadap stresor, sumber koping dan

kemampuan yang dimiliki oleh klien. Data data yang di peroleh selama

pengkajian juga dapat di kelompokan menjadi data subjektif dan data

objektif. Data subjektif merupakan data yang di sampaikan secara lisan

oleh klien mamupun keluaraga klien melalui proses wawancara,

sedangakan data objektif adalah data yang di temukan secara nyata

pada klien melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.

Berikut pengkajian meliputi :

a. Identitas Pasien

Menurut Iskandar (2014) identitas pasien Meliputi nama, umur (pada

pasien dengan gangguan harga diri rendahkebanyakan terjadi pada usia

15-35 tahun), jenis kelamin ( biasanya bisa terjadi pada siapa saja ).
b. Keluahan utama atau alasan masuk

Apa yang menyebabkan klien atau kelauarga datang, atau di rawata di

rumah sakit, apakah sudah tau penyakit sebelumnya, apa yang sudah di

lakukan keluaraga untuk mengatasi masalah ini. Biasanya pada pasien

dengan gangguan harga diri rendah dengan keluhan mengurung diri,

adanya perubahan prilaku, hingga ada keluahan pasien berbicara

sendiri, dan sukar untuk tidur (Iskandar, 2014)

c. Faktor Predisposisi

Menurut Herman (2011) adalah penolakan orang tua yang tidak

realistis, kegagalan berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab

personal, ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang tidak realistis

d. Faktor Presipitasi

Secara umum, gangguan konsep diri harga diri rendah ini dapat

terjadi secara situasional atau kronik. Secara situasional karena trauma

yang muncul secara tiba-tiba, misalnya harus dioperasi, kecelakan,

perkosaan atau dipenjara, termasuk dirumah sakit bisa menyebabkan

harga diri rendah disebabkan karena penyakit fisik atau pemasanagan

alat bantu yang mebuat yang mebuat klien tidak nyaman. Harga diri

rendah kronik biasanya dirasakan klien sebelum sakit atau sebelum

dirawat klien sudah memiliki pikiran negative dan meningkt saat

dirawat(Iskandar, 2014)

e. Konsep diri
1) Gambaran diri : biasanya pada pasien dengan harga diri rendah

persepsi tentang gambaran dirinya tidak berguna dan merasa

tidak suka dengan dirinya.

2) Ideal diri : biasanya persepsi klien tentang bagaimana dia

seharusnya berperilaku berdasarkan setandar, aspirasi, tujuaan,

atau nilai personal tertentu.

3) Harga diri : penilaian individu tentang nilai peronal yang di

peroleh dengan menganalisis sebagai seberapa prilaku dirinya

dengan ideal diri, biasanya pada klien dengan gangguan harga

diri akan memiliki penilaian bahwa dirinya lebih rendah dari

orang lain.

4) Identitas : prinsip pengorganisasian keperibadian yang

bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan,

konsentrasi, dan keunikan individu.

5) Peran : serangkaian perilaku yang di harapakan oleh lingkungan

sosial berhungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok

sosial.

f. Status mental

Menurut Iskandar (2014) setatus mental pada pasien dengan harga diri

rendah yaitu :

1) Penampilan

Biasanya pada pasien dengan harga diri rendah berpenampilan

tidak rapi, rambut acak-acakan, dan biasanya pasien tidak


mengetahui kapan dan dimana harus mandi, tetapi penggunaan

pakaian sesuai dengan keadaan.

2) Pembicaraan

Biasanya pada pasien dengan gangguan harga diri rendah tidak

mampu memulai pembicaraan, bila berbicara topik yang

dibicarakan tidak jelas atau kadang menolak diajak bicara.

3) Aktivitas motorik

Umumnya klien tampak lesu, tidak bergairah dalam beraktivitas.

4) Alam perasaan

Biasanya klien tampak putus asa dan dimanifestasikan dengan

sering melamun.

5) Afek

Afek klien biasanya sesuai, yaitu ekspresi wajah dan

perasaannya sesuai (Apropiate afect).

6) Interaksi selama wawancara

Biasanya klien menunjukkan tidak mampu mempertahankan

kontak mata, menunduk dan kadang-kadang menolak untuk

berbicara dengan orang lain.

7) Persepsi

Pada umumnya klien dengan masalah utama HDR tidak

mengalami perubahan persepsi sensori.

8) Isi pikir

Biasanya tidak mengalami gangguan isi pikir, baik waham

maupun depersonalisasi atau waham curiga.


9) Proses pikir

Biasanya terlambat sehingga klien kadang jarang mau bicara.

10) Tingkat Kesadaran

Biasanya klien dengan masalah utama HDR tidak mengalami

gangguan kesadaran.

11) Memori

Biasanya tidak mengalami gangguan memori, dimana klien

mampu mengingat hal-hal yang telah terjadi.

12) Konsentrasi dan berhitung

Pada umumnya tidak mengalami gangguan dalam konsentrasi

dan berhitung.

13) Kemampuan penilaian

Biasanya tidak mengalami gangguan dalam penilaian.

14) Daya tilik diri

Klien biasanya mengingat penyakit yang dideritanya.

g. Mekanisme Koping

Mekanisme koping termasuk pertahan koping adaptif atau mal

adaptif serta pengunaan mekanisme pertahanan ego untuk

melindungi diri sendiri dalam mengahadapi persepsi diri yang

menyakitkan (Eko, 2014).

1) Adaptif
Biasanya pasien dengan gangguan harga diri rendah dengan

mekanisme koping adaptif cendrung tidak mau berbicara

dengan orang lain dengan merasa tidak peracaya diri terhadap

dirinya sendiri ( Eko, 2014)

2) Maladaptif

Biasanya dengan pasien dengan gangguan harga diri rendah

dengan mekanisme maladaptif cendrung akan menhindar dari

orang lain hingga beresiko mencedrai dirinya dengan pola pikir

pasien bahwa dirinya tidak berguna atau merasa rendah dari

orang lain (Eko, 2014)

.2.5 Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji

c. Analisa Data

Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji menurut Kartika

(2015) :

Tabel 2.1 analisa keperawatan jiwa pada pasien dengan gangguan


harga diri rendah
Masalah Keperawatan Data yang Perlu Dikaji
Gangguan konsep diri : harga DS :
diri rendah 1. Mengungkapkan ingin
diakui jati dirinya
2. Mengungkapkan tidak ada
lagi yang peduli.
3. Mengungkapkan tidak
bisa apa-apa.
4. Mengungkapkan dirinya
tidak berguna.
5. Mengkritik diri sendiri.
6. Perasaan tidak mampu
DO :
1. Merusak diri sendiri.
2. Merusak orang lain.
3. Ekspresi malu.
4. Menarik diri dari
hubungan sosial.
5. Tampak mudah
tersinggung.
6. Tidak mau makan dan
tidak tidu

Akibat isolasi sosial menarik DS :


diri 1. Mengungkapkan enggan
berbicara dengan orang
lain,
2. Klien mengatakan malu
bertemu dan berhadapan
dengan orang lain.
DO :
1. Ekspresi wajah kosong
tidak ada kontak mata
ketika diajak bicara.
2. Suara pelan dan tidak
jelas.
3. Hanya memberi jawaban
singkat (ya atau tidak).
4. Menghindar ketika
didekati.
Tidak efektifan mekanisme DS :
koping individu 1. Mengungkapkan
ketidakmampuan dan
meminta bantuan orang
lain.
2. Mengungkapkan malu dan
tidak bisa ketika diajak
melakukan sesuatu.
3. Mengungkapkan tidak
berdaya dan tidak ingin
hidup lagi.
DO :
1. Tampak ketergantungan
terhadap orang lain.
2. Tampak sedih dan tidak
melakukan aktivitas yang
seharusnya dapat
dilakukan.
3. Wajah tampak murung.
.2.5 Pohon Masalah

Pohon masalah yang muncul menurut Fajariyah (2012) :

Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan

Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi

Isolasi Sosial : Menarik Diri

HARGA DIRI RENDAH

Koping Individu Tidak Efektif

Gambar 1.2 Pohon Masalah

2.2.4 Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah


b. Isolasi sosial : Menarik diri

c. Perubahan persepsi sensori : Halusinasi.

.2.5 RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Tabel 2.2 rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan harga diri
rendah Kartika (2015)
Hari/Tgl No. Diagnosa Perencanaan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Gangguan TUM: 1. Klien menunjukan ekspresi 1.1 Membina
konsep diri: Klienmemiliki wajah bersahabat, hubungan saling
harga diri konsep diri yang menunjukan rasa senang, ada percaya dengan
rendah positif kontak mata, mau berjabat menggunakan
TUK: tangan, mau menyebutkan prinsip komunikasi
1. Klien dapat nama, mau menjawab salam, terapeutik :
membina klien mau duduk a. Sapa klien
hubungan berdampingan dengan dengan ramah
saling percaya perawat, mau mengutarakan baik verbal
dengan masalah yang dihadapi. maupun non
perawat verbal.
b. Perkenalkan
diri dengan
sopan.
c. Tanyakan nama
lengkap dan
nama panggilan
yang disukai
klien.
d. Jelaskan tujuan
pertemuan
e. Jujur dan
menepati janji
f. Tunjukan sikap
empati dan
menerima klien
apa adanya.
g. Beri perhatian
dan perhatikan
kebutuhan dasar
klien.
2. Klien dapat 2. Klien menyebutkan: 2.1 Diskusikan dengan
mengdentifikasi a. Aspek positif dan klien tentang:
aspek positif kemampuan yang a. Aspek positif
dan kemampuan dimiliki klien yang dimiliki
yang dimiliki b. Aspek positif keluarga klien,
c. Aspek positif keluarga,
lingkungan klien lingkungan.
b. Kemampuan
yang dimiliki
klien.
2.2  Bersama klien buat
daftar tentang:
a. Aspek positif
klien,
keluarga,
lingkungan
b. Kemampuan
yang dimiliki
klien
2.3  Beri pujian yang
realistis, hindarkan
memberi penilaian
negatif.
3. Klien dapat 3. Klien mampu 2.4  Diskusikan dengan
menilai menyebutkan klien kemampuan yang
kemampuan kemampuan yang dapat dapat dilaksanakan
yang dimiliki dilaksanakan. 2.5  Diskusikan
untuk kemampuan yang
dilaksanakan dapat dilanjutkan
pelaksanaanya.
4. Klien dapat 4. Klien mampu membuat 4.1  Rencanakan
merencanakan rencana kegiatan harian bersama klien aktivitas
kegiatan sesuai yang dapat dilakukan
dengan klien sesuai dengan
kemampuan kemampuan klien:
yang dimiliki a. Kegiatan
mandiri
b. Kegiatan
dengan
bantuan
4.2  Tingkatkan
kegiatan sesuai kondisi
klien.
4.3  Beri contoh cara
pelaksanaan kegiatan
yang dapat klien
lakukan.
5. Klien dapat 5. Klien dapat melakukan 5.1  Anjurkan klien
melakukan kegiatan sesuai jadwal yang untuk melaksanakan
kegiatan sesuai dibuat. kegiatan yang telah
rencana yang direncanakan.
dibuat. 5.2  Pantau kegiatan
yang dilaksanakan
klien.
5.3  Beri pujian atas
usaha yang dilakukan
klien.
5.4  Diskusikan
kemungkinan
pelaksanaan kegiatan
setelah pulang.
6. Klien dapat 6. Klien mampu 6.1  Beri pendidikan
memanfaatkan memanfaatkan sistem kesehatan kepada
sistem pendukung yang ada keluarga tentang cara
pendukung dikeluarga merawar klien dengan
yang ada harga diri rendah.
6.2  Bantu keluarga
memberikan dukungan
selama klien dirawat.
6.3  Bantu klien
menyiapkan lingkungan
dirumah.

.3 Konsep Terapi Kognitif

.3.1 Definisi Terapi Kognitif

Terapi kognitif merupakan jangka pendek, terstruktur,

berorientasi terhadap masalah saat ini, dan bersifat terapi individu.

Kognitif adalah kemampuan untuk memberikan alasan, mengingat,

persepsi, orientasi, memperhatikan serta memberikan keputusan.

Proses kognitif meliputi sensasi dan persepsi, perhatian, ingatan,

asosiasi, pertimbangan, pikiran dan kesadaran. Ini berarti kognitif

adalah proses mental yang berfungsi agar individu menyadari dan

mempertahankan hubungan dengan lingkungan luarnya (Purwanto,

2015).

Terapi kognitif menjelaskan bahwa bukan suatu peristiwa

yang menyebabkan kecemasan dan tanggapan maladaptive

melainkan harapan masyarakat, penilaian, dan interpretasi dari

setiap peristiwa ini. Sugesti bahwa perilaku maladaptive dapat


diubah oleh berhubungan langsung dengan pikiran dan keyakinan

orang (Stuart, 2009).

Terapi kognitif dikembangkan oleh Aaron Beck. Melalui

terapi ini individu diajarkan/dilatih untuk mengontrol distorsi

pikiran/gagasan/ide dengan benar – benar mempertimbangkan

factor dalam berkembangnya dan menetapnya gangguan perasaan.

(Townsend, 2005).

.3.2 Tujuan Terapi Kognitif pada Pasien Harga Diri Rendah

Menurut Setyoadi, dkk (2011) beberapa mekanisme koping dengan

menggunakan terapi kognitif adalah sebagai berikut:

1. Membantu lien dalam mengidemtifikasi, menganalisis, dan

menentang keakuratan kognisi negatif klien. Selain itu, juga

untuk memperkuat presepsi yang lebih akurat dan perilaku yang

dirancang untuk mengatasi gejala depresi antidepresa (Gold,

1998)

2. Menjadikan klien subjek terhadap uji realistas

3. Memodifikasi proses pemikiran yang salah dengan membantu

klien mengubah cara berfikir pola pikir yang rasional

4. Membentuk kembali pikiran individu dengan menyangkal

asumsi yang maladaptif, pikiran yang menganggu secara

otomatis, serta proses pikir tidak logis yang dibesar-besarkan.


Berfokus pada pikiran individu yang menentukan sifat

fungsionalnya (Videbeck, 2008)

5. Menghilangkan sindrom depresi dan mencegah kekambuhan.

Tanda dan gejala depresi dihilangkan melalui usaha yang

sistematis yaitu mengubah cara berfikir maladaptif dan

otomatis. Dasar pendekatanya adalah suatu asumsi bahwa

kepercayaan yang mengalami distrosi tentang diri sendiri,

dunia, dan masa depan dapat menyebabkan depresi. Klien harus

menyadari kesalahan cara berfikirnya. Kemudian klien harus

belajar cara merespon kesalahan tersebut dengan cara yang

lebih adaptif. Dengan perpektif kognitif, klien dilatih untuk

mengenal dan menghilangkan pikiran dan harapan negatif. Cara

lain adalah dengan membantu klien mengidentifikasi kondisi

negatif, mencarikan alternatif, membuat skema yang sudah ada

menjadi lebih fleksibel (Purwanto, 2015)

6. Membantu menargetkan proses berfikir serta perilaku yang

menyebabkan dan mempertahankan panik. Dilakukan dengan

cara penyuluhan klien, rektrukturisasi kognitif, pernafasan

relaksasi terkendali, umpan balik biologis, mempertanyakan

bukti, memeriksa alternatif dan reframing.

7. Menempatkan individu pada situasi yang biasanya memicu

perilaku gangguan obsesif kompilsif dan selanjutnya mencegah

responsnya.Misalnya dengan cara pelimpahan respons,


mengidentifikasi, dan merestrukturisasi distrosi kognitif melalui

psikoedukasi.

8. Membantu individu mempelajari respons rileksasi, membentuk

hierarki situasi fobia, dan kemudian secara bertahap dihadapkan

pada situasi tetap mempertahankan respons rileksasi misalnya

dengan cara desensitisasi sistematis. Restrukturisasi kognitif

bertujuan untuk mengubahprepesi klien terhadap situasi yang

ditakutinya.

9. Membantu individu memandang dirinya sebagai orang yang

berhasil bertahan hidup dan bukan sebagai korban, misalnya

dengan cara restrukturisasi kognitif.

10. Membantu mengurangi gejala klien dengan restrukturisasi

sistem keyakinan yang salah.

11. Memabntu mengubah pemikiran individu dan menggunakan

latihan oraktik untuk meningkatkan aktivitas sosialnya

12. Membentuk kembali perilaku dengan mengubah pesan internal

.3.3 Manfaat Terapi Kognitif

1. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif

yang dimiliki

2. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan

3. Klien dapat menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai

kemampuan

4. Klien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai

kemampuan
5. Klien dapat merencanakan kegiatan yang sudah dilatihnya

.3.4 Indikasi Terapi Kognitif

menurut Ade, (2007) menjelaskan bahwa terapi kognititf

diberikan pada klien yang mengalami distorsi pikir/ kognitif,

mengkritik diri sendiri, penururnan produktifitas, perasaan tidak

mampu, rasa bersalah, perasaan negatif mengenai tubuhnya,

pandangan hidup yang bertentangan, menarik diri, ketegangan

peran serta mendiskripsikan perjalanan munculnya distorsi kognitif

secara skematis sebagai berikut :


Kognitif :
Dunia : Pristiwa ditafsirkan dengan MOOD :
Sederetan sederetan pikiran yang terus Perasaan diciptakan sendiri
peristiwa/keja oleh pikiran bukan oleh
mengalir (pemberian
dian realitas/pristiwa
makna/komisi
pada ahli intrapersi
terapi kognitif percaya bahwa respon maladatif

berasal dari distorsi (penyimpangan kognitif). Macam-macam

distorsi kognitif yaitu :

1. Pikiran “semua atau tidak sama sekali”: melihat segala sesuatu

itu adalah hitam putih. Kalau bukan dia lebih baik saya mati,

kalau tidak dengan dia, lebih baik tidak nikah selamanya (Ade

dkk, 2007).

2. Over Generalization: Anda memandang suatu peristiwa yang

negatif sebagai suatu pola kekalahan tanpa akhir (Prawitasari

dkk, 2002).

3. Filter Mental: pola kognitif yang distorsi dengan bentuk, pada

diri seseorang menemukan hal yang kecil negatif, tetapi hal itu
cukup untuk menutupi realitas yang ada sehingga menjadi

gelap (Ade dkk, 2007).

4. Mendiskualifikasi yang positif: anda menolak pengalaman -

pengalaman positif dengan bersikeras bahwa semua itu bukan

apa - apa. Dengan cara ini anda dapat mempertahankan suatu

kenyakinan negatif yang bertentangan dengan pengalaman -

pengalaman anda sehari-hari.

5. Loncatan kesimpulan: membuat sebuah penafsiran negatif

walaupun tidak ada fakta yang jelas mendukung kesimpulan

penafsiran tersebut.

Definisi ini mencakup dua distorsi kognitif:

a. Membaca pikiran: dengan sewenang -wenang

menyimpulkan bahwa seseorang sedang bereaksi negatif

terhadap diri sendiri, dan tidak ada usaha untuk mengecek

kesimpulan.

b. Kesalahan peramal: mengharapkan segala sesuatu akan

berubah menjadi sangat buruk, dan merasa yakin bahwa

ramalan yang dibuat sudah merupakan fakta yang pasti.

6. Pembesaran atau pengecilan: melebih -lebihkan pentingnya

suatu hal (misal: kesalahan diri sendiri atau kesuksesan orang

lain), atau dengan tidak tepat megerutkan segala sesuatu

sehingga menjadi sangat kecil (sifat diri sendiri yang baik atau

cacat orang lain) ini disebut permainan teropong (Prawitasari

dkk, 2002)
7. Penalaran emosional: menganggap bahwa munculnya perasaan

- perasaan tertentu yang negatif adalah cermin bagaimana

realitas akan menjadi (Ade dkk, 2007).

8. Pernyataan harus: anda mencoba menggerakkan diri sendiri

dengan “harus” serta “seharusnya tidak” seolah -olah anda

harus dicambuk dan dihukum sebelum dapat diharapkan

melakukan apapun. Perkataan “mestinya” juga menyerang diri

anda. Konsekuensi emosionalnya adalah rasa bersalah. Bila

anda mengatakan “harus” kepada orang lain, maka anda akan

merasa akan amarah, frustasi dan kejengkelan (Prawitasari

dkk, 2002)

9. Memberi cap dan salah memberi cap: suatu bentuk ekstrim

dari over generalisasi. Yang anda lakukan bukannya

menguraikan kesalahan anda tetapi justru memberikan cap

yang negatif perasaan anda, maka anda menempelkan seluruh

cap yang negatif pada diri anda sendiri. ”Saya memang orang

yang sial”, jika orang lain menyinggung perasaan anda, maka

anda akan menempelkan seluruh cap negatif kepadanya.

10. Personalisasi: anda memandangi diri sendiri sebagai penyebab

dari suatu peristiwa eksternal yang negatif, yang dalam

kenyataan sebenarnya bukanlah anda yang pertama -pertama

bertanggung jawab terhadap hal tersebut (Setiono, 2005).

.3.5 Macam – Macam Terapi Kognitif


Menurut Yosep (2010) ada beberapa terapi kognitif.

Pengetahuan tentang teknik ini merupakan syarat agar peran

perawat bisa berfungsi secar optimal. Dalam pelaksanaan teknik-

teknik ini harus dipadukan dengan kemampuan lain seperti teknik

komterdan counseling.

1. Teknik Restrukturisasi Kongnisi (Restructuring Cognitive)

adalah proses belajar untuk menyangkal distorsi kognitifatau

fundamental "kesalahan berpikir," dengan tujuan

menggantikan pikiran seseorang yang tidak rasional,

keyakinan kontra-faktual yang akurat dan dominan.

2. Teknik Penemuan Fakta-Fakta (Questioning the evidence)

Perawat jiwa mencoba memfasilitasi klien agar membiasakan

menuangkan pikiran-pikiran abtraknya secara konkrit dalam

bentuk tulisan untuk memudahkan menganalisanya.

3. Teknik penemuan alternatif (examing alternatives)

Bayak klien melihat bahwa masalah terasa sangat berat karena

tidak adanyaalternative pemecahan lagi. Khususnya pada

pasien depresi dan percobaan bunuh diri.

4. Dekatastropik (decatastrophizing)

Teknik dekatastropik dikenal juga dengan teknik bila dan

apa ( the what-if then ). Hal ini meliputi upaya menolong klien

untuk melakukan evaluasi terhadap situasi dimana klien

mencoba memandang masalahnya secara berlebihan dari


situasi alamiah untuk melatih beradaptasi dengan hal terburuk

debngan apa-apa yang mungkin terjadi.

5. Reframing

Reframing adalah strategi dalam merubah persepsi klien

terhadap situasi atau perilaku. Hal ini meliputi memfokuskan

terhadap sesuatu atau aspek lain dari masalah atau mendukung

klien untuk melihat masalahnya dari sudut pandang saja.

6. Thought Stopping

Kesalahan berpikir sering kali menimbulkan dampak seperti

bola salju bagi klien. Awalnya masalah tersebut kecil, tetapi

lama kelamaan menjadi sulit dipecahkan. Teknik berhenti

memikirkannya ( thought stoping ) sangat baik digunakan pada

saat klien mulai memikirkan sesuatu sebagai masalah.

7. Learning New Behavior With Modeling

Modeling adalah strategi untuk merubah perilaku baru dalam

meningkatkan kemampuan dan mengurangi perilaku yang

tidak dapat diterima. Sasaran perilakunya adalah memecahkan

masalah-masalah yang disusun dalam beberapa urutan

kesulitannya.

8. Membentuk Pola (shaping)

Membentuk pola perilaku baru oleh perilaku yang

diberikan reinforcement. Misalnya anak yang bandel dan tidak

akur bdengan orang lain berniat untuk damai dan hangat


dengan orang lain, maka pada saat niatnya itu menjadi

kenyataan, klien diberi pujian.

9. Token Economy

Token economy adalah bentuk reinforcement positif yang

sering digunakan pada kelompok anak-anak atau klien yang

mengalami masalah psikiatrik. Hal ini dilakukan secara

konsisten pada saat klien mampu menghindari perilaku buruk

atau melakukan hal yang baik. Misalnya setiap berhasil bangun

pagi klien mendapat permen, setiap bangun kesiangan

mendapat tanda silang atau gambar bunga berwarna hitam.

Kegiatan berlangsung terus menerus sampai suatu saat

jumlahnya diakumulasikan.

10. Role Play

Role play memungkinkan klien untuk belajar menganalisa

perilaku salahnya melalui kegiatan sandiwara yang bisa

dievaluasi oleh klien dengan memanfaatkan alur cerita dan

perilaku orang lain. Klien dapat menilai dan belajar mengambil

keputusan berdasarkan konsekuensi-konsekuensi yang ada

dalam cerita. 

11. Social skill Training.

Teknik ini didasari oleh sebuah keyakinan bahwa keterampilan

apapun diperoleh sebagai hasil belajar. Beberapa prinsip untuk

memperoleh keterampilan baru bagi klien

12. Anversion Theraphy


Anversion theraphy bertujuan untuk menghentikan kebiasan-

kebiasan buruk klien dengan cara mengaversikan kegiatan

buruk tersebut dengan sesuatu yang tidak disukai. Misalnya

kebiasaan menggigit penghapus saat boring dengan cara

membayangkan bahwa penghapus itu dianggap sebagai cacing

atau ulat yang menjijikan.

13. Contingency Contracting

Contingency contracting berfokus pada perjanjian yang dibuat

antara therapist dalam hal ini perawat jiwa dengan klien.

Perjanjian dibuat denganpunishment dan reward. Misalnya bila

klien berhasil mandi tepat waktu atau meninggalkan kebiasaan

merokok maka pada saat bertemu dengan perawat hal tersebut

akan diberikan reward.

Dari beberapa penjelasan tentang terapi kognitif, penerapan

yang sesuai digunakan untuk pasien dengan gangguan harga diri

rendah yaitu dengan terapi kognitif “social skill training”pada

terapi kognitif social skill training klien memperoleh proses

pembelajaran perilaku dalam meningkatkan kemampuannya dalam

berinteraksi dengan orang lain agar dapat diterima dan dihargai

secara sosial.

Social skills training bertujuan untuk meningkatkan

keterampilan interpersonal pada klien dengan gangguan hubungan

interpersonal dengan melatih keterampilan klien yang selalu


digunakan dalam hubungan dengan orang lain dan lingkungan.

Menurut (Nihayati, 2017) social skills training bertujuan;

a. Meningkatkan kemampuan sesorang untuk mengekspresikan

apa yang dibutuhkan dan diinginkan

b. Mampu menolak dan menyampaikan adanya suatu masalah

c. Mampu memberikan respon saat berinteraksi sosial

d. Mampu memulai interaksi

e. Mampu mempertahankan interaksi yang telah terbina.

.3.6 Langkah-langkah Terapi Kognitif

1. Sesi Pertama : identifikasi pikiran otomatis, dengan

mengidentifikasi seluruh pikiran otomatis negatif, berdiskusi

untuk pikiran otomatis yang dipilih, memberi tanggapan

rasional terhadap pikiran negatif pertama dan membuat catatan

harian.

2. Sesi Kedua : penggunaan tanggapan rasional terhadap pikiran

otomatis negatif yaitu mengevaluasi kemampuan pasien dalam

melakukan tugas mandiri dalam sesi satu (memberi tanggapan

rasional terhadap pikiran otomatis negatif 1) mendiskusikan

cara dan hasil kesulitan pasien dalam menggunakan catatan

harian dan mendiskusikan penyelesaian terhadap pikiran

otomatis kedua dengan langkah-langkah yang sama seperti sesi

1.

3. Sesi Ketiga : manfaat tanggapan rasional terhadap pikiran

negatif yang negatif (ungkapan hasil dalam mengikuti terapi


kognitif) yaitu mengevaluasi kemampuan dalam melakukan

tugas mandiri sesi kedua di rumah, mendiskusikan

penyelesaian terhadap pikiran otomatis ketiga dengan langkah-

langkah yang sama seperti dalam sesi 1 dan 2 mendiskusikan

cara dan kesulitas pasien dalam mengunakan catatan harian

dan diskusikan manfaat perasaan setelah pasien mengikuti

terapi (ungkapan hasil dalam mengikuti terapi).

4. Sesi Keempat : suport sistem yaitu melibatkan keluarga untuk

dapat membantu dalam melakukan terapi kognitif secara

mandiri.

BAB 3

METODE PENELITIAN

.1 Rancangan Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penulisan Proposal

Karya Tulis Ilmiah adalah desain studi kasus. Penilitian desain

studi kasus adalah studi yang mengeksplorasi suatu masalah

keperawatan dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan data

yang mendalam dan menyertakan berbagai sumber informasi

(Saifuddin Azwar, 2012)

Penelitian studi kasus dibatasi oleh waktu dan tempat, serta

kasus yang dipelajari berupa peristiwa, aktivitas atau individu.

Penelitian studi kasus ini adalah studi untuk mengeksplorasi


masalah “Penerapan Terapi Kognitif Pada Pasien gangguan Jiwa

Dengan Masalah Harga Diri Rendah”.

.3 Subyek Studi Kasus

Subyek merupakan orang yang dijadikan sebagai responden

untuk mengambil kasus (Arikunto, 2006). Subyek penelitian yang

digunakan adalah pasien yang menagalami harga diri rendah yaitu

dengan penerapan terapi kognitifuntuk meningkatkan kualitas dan

kuantitas serta percaya diri pasien, dengankriteria pasien sebagai

berikut :

1. Pasien dengan gangguan jiwa dengan masalah harga diri rendah

2. Pasien setuju dilakukan atau di ikutsertakan dalam penelitian

3. Mengalami gangguan seperti kurangnya prcaya diri, dan

menurunnya kualitas dan kuantitas pasien

4. Usia antara 15-35 tahun

5. Setuju diberikan Penerapan terapi kognitif.

6. Penerapan terapi kognitif selama 7 hari

.3 Fokus Studi

Penerapan terapi kogniti pada pasien dengan Harga Diri Rendah

.3 Definisi Operasional Focus Studi

Harga diri rendah menurut Keliat (2010) adalah kondisi

seseorang yang menilai keberadaan dirinya lebih rendah

dibandingkan dengan orang lain yang berfikir adalah hal negatif

diri sendiri sebagai individu yang gagal, tidak mampu, dan tidak

berprestasi. Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak


berarti, dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif

terhadap diri sendiri dan kemampuan diri.

Kognitif adalah kemampuan untuk memberikan alasan,

mengingat, persepsi, orientasi, memperhatikan serta memberikan

keputusan. Proses kognitif meliputi sensasi dan persepsi, perhatian,

ingatan, asosiasi, pertimbangan, pikiran dan kesadaran. Ini berarti

kognitif adalah proses mental yang berfungsi agar individu

menyadari dan mempertahankan hubungan dengan lingkungan

luarnya (Purwanto, 2015).

Variable Definisi parameter Alat ukur


HDR Adalah menolak Pasien dengan Asuhan Keperawatan
dirinya sebagai gangguan harga diri Jiwa
sesuatu yang berharga redah
dan tidak dapat
bertanggung jawab
pada kehidupannya
sendiri.

Terapi Kognitif Merupakan jangka Pasien gangguan


pendek, terstruktur, jiwa dengan masalah
berorientasi terhadap harga diri rendah
masalah saat ini, dan
bersifat terapi
individu.

.3 Prosedur Metode Modifikasi Prilaku Keterampilan Sosial

a. Desain Penelitian
Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah single

subject A-B design dengan subjek satu (N=1). Penelitian ini

menggunakan one group pretest-posttsest, yang bertujuan untuk

melihat perbandingan dengan mengukur skor partisipan sebelum

diberikan pelatihan dan setelah diberikan pelatihan.

b. Partisipan

Partisipan Partisipan dalam penelitian ini adalah subjek

pasien dengan gangguan jiwa usia 15-35 tahun yang memiliki

masalah terhadap kepercayaan dirinya. Partisipan berjumlah satu

orang atau lebih. Berdasarkan hasil pemeriksaan psikologis yang

dilakukan, ditemukan bahwamemiliki masalah pada kepercayaan

dirinya sendiri. Hal ini mempengaruhi perilaku sosialisasi pasien

terhadap orang lain. Perilaku inatentif pada kegiatan pasien

tersebut ditunjukkan dengan melakukan suatu hal yang tidak

bertujuan, misalnya melihat-lihat ke arah lain, melamun, berdiam

diri, ataupun tidur-tiduran.

.3 Instrumen Studi Kasus

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk

mengumpulkan data (Notoadmodjo, 2012).Instrument penelitian yang

digunakan dalam studi kasus ini yaitu :

1. Alat tulis (bolpoint, pensil, penghapus)

Digunakan untuk meengisi format penelitian

2. Lembar observasi (check list) dan wawancara


Lembar observasi dan wawancara. Indikator observasi pada

penelitian ini adalah menggunakan duration data sheet dengan

mengukur durasi kemunculan target perilaku melalui observasi.

Melalui duration data sheet ini, peneliti mencatat durasi on-task

subjek per-sesi dengan mengukurnya menggunakan stop watch,

yakni setiap kali subjek memulai perilaku on-task hingga subjek

memunculkan perilaku off-task, lalu observasi dan catat perilaku

off-task yang dimunculkan oleh subjek, setelah itu hitung rata-

rata durasi on-task subjek dengan menjumlahkan seluruh durasi

trial on-task yang dilakukan subjek, kemudian dibagi dengan

jumlah trial. Selanjutnya, wawancara dilakukan kepada subjek,

ibu subjek, dan guru untuk membantu mengetahui perilaku on-

task pada subjek sehari-hari.

.3 Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dengan cara memeriksa kondisi

ketenangan dan daya ingat serta pola pikir pasien sebagai data awal,

kemudian diberikan terapi kognitif, dilakukan 1-2 jam perhari dalam

10-12 kali pertemuan untuk klien yang mengalami defisit ke-

terampilan sosial dan penurunan kemam-puan berinteraksi. Untuk

klien yang hanya ingin meningkatkan keterampilan sosial atau ingin

menambah pengalaman dapat dilaksanakan 1-2 hari saja (Prawitasari,

2002).

a. Biofisiologis (pengukuran yang berorientasi pada dimensi

fisiologis manusia, baik invivo maupun invitro)


Metode ini akan dilakukan peneliti dengan melakukan

pemeriksaan fisik/fisiologis pada responden dengan tekhnik

melihat, meraba, mengetuk serta mendengarkan, dan melakukan

pengamatan yang tersirat atau respon dari anggota tubuh yang

diperiksa.

b. Observasi (terstruktur dan tidak terstruktur)

Metode ini akan dilakukan peneliti dengan mengamati

keadaan responden mulai dari mencatat kemampuan sebelum

dilakukan modifikasi prilaku ketemapilan sosial sampai dengan

dilakukannya modifikasi prilaku keterampilan sosial.

c. Wawancara

Metode ini akan dilakukan peneliti dengan cara terstruktur

yaitu mengajukan pertanyaan yang sudah tersusun dengan

sistematis oleh peneliti sehingga mengetahui informasi apa saja

yang akan di dapat, selain itu peneliti juga akan menggunakan

tekhnik tatap muka langsung dengan respondenmenggunakan

pedoman wawancara yang sudah disusun sistematis.

.3 Lokasi Dan Waktu Studi Kasus

Penelitian studi kasus ini akan dilaksanakan Rumah Sakit Jiwa

Mutiara Sukma, Nusa Tenggara Barat. Pada tanggal 11 Februari tahun

2020.

.3 Analisis Data Dan Penyajian Data

Analisa data dilakukan sejak peneliti dilapangan, sewaktu

pengumpulan data sampai dengan semua data terkumpul. Analisa data


dilakukan dengan cara mengemukakan fakta, selanjutnya

membandingkan dengan teori yang ada dan selanjutnya dituangkan

dalam opini pembahasan. Teknik analisa yang digunakan dengan cara

menarasikan jawaban-jawaban dari penelitian yang diperoleh dari

hasil interpretasi wawancara mendalam yang dilakukan untuk

menjawab rumusan masalah penelitian. Teknik analisa digunakan

dengan cara observasi oleh peneliti dan studi dokumentasi yang

menghasilkan data untuk selanjutnya diinterpretasikan oleh peneliti

dibandingkan teori yang ada sebagai bahan untuk memberikan

rekomendasi dalam intervensi tersebut. Urutan dalam analisis adalah :

a. Pengumpulan data

Data yang dikumpulkan dari hasil anamnesa. Kemudian

Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan, dan disalin dalam

bentuk transkrip.

b. Penyajian data

Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, gambar,

bagan maupun teks naratif. Kerahasiaan dari responden dijamin

dengan jalan mengaburkan identitas dari responden atau dengan

menggunakan inisial nama.

c. Kesimpulan

Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan

dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara

teoritis dengan perilaku kesehatan. Penarikan kesimpulan

dilakukan dengan metode induksi.


.3 Etika Studi Kasus

Etika yang mendasari suatu penelitian, terdiri dari :

1. Informed consent (persetujuan menjadi responden)

Bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden

penelitian denganmemberikanlembar persetujuan. Informed

Consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan

memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden

(Hidayat, 2010).

2. Anonimity (tanpa nama)

Memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian

dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama

responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada

lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan

(Hidayat, 2010)

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian,baik

informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang

telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya

kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset

(Hidayat, 2010)
DAFTAR PUSTAKA

Ah. Yusuf, Rizky Fitryasari PK, dan Hanik Endang Nihayati, 2015, Buku Ajar

Keperawatan Kesehatan Jiwa, Salemba Medika, Jakarta

Carpenito, Lynda Juall. (2003). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC:  

Jakarta.

Direja. A. H. S. (2010). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Edisi 1

Yogyakarta : Nuha Medika

Dengan, P., Hdr, M., & Diri, H. (2017). Akademi Kesehatan Rustida Prodi D-Iii

Keperawatan Krikilan-Glenmore-Banyuwangi.

Indrawati, Tatik 2003. Komunikasi Dalam Keperawatan .Jakarta : EGC


Kesehatan, K. (2018). HASIL UTAMA RISKESDAS 2018.

Keliat, Budi Anna. (2010). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.. EGC: Jakartaa

Kususmawati, F., & Hartono Y. (2011). Buku Ajar Keperawatan Jiwa.

Yogyakarta : Nuha Medika

Stuart dan Sundeen. (2012). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. EGC: Jakarta.

Stuart, G. W. (2009). Buku saku keperawatan jiwa.Edisi 5. Editor Pamilih

EkoKaryuni ; alih bahasa. Jakarta : EGC

Setyoadi dan Kushariyadi. (2011). Buku terapi modalitas keperawatan pada klien

psikogeriatrik. Jakarta: Salemba Medika

Towsend. (2015). Buku Saku diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri.

Jakarta:EGC.

Videbeck, Sheila L. (2008). Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta: EGC

Yosep, I. (2013). Keperawatan jiwa edisi revisi. Bandung:Refika Editama

Anda mungkin juga menyukai