Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN KASUS

TUBERKULOSIS PARU

Oleh:
dr. Putri Fatwa Nabilla Yamin

Dokter Pembimbing: dr.


Rizal Agus Tiansyah, Sp.A

Dokter Pendamping:
dr. Hj. Titin Ning Prihatini, MH

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN


INDRAMAYU
2019
PORTOFOLIO KASUS

1
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugerahNya sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “TB Paru” dengan baik. Penulis
juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dr. Rizal Agus Tiansyah, Sp.A
selaku pembimbing dan dr. Hj Titin Ning Prihatini, MH selaku pendamping, yang telah
memberi pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Tak lupa penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan sejawat yang telah memberi saran dan
kritik dalam pembuatan laporan kasus ini. Penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan
penulisan dalam laporan kasus ini serta penulis mengharapkan agar laporan kasus ini
bermanfaat di kemudian hari.

Penulis

dr. Putri Fatwa Nabilla Yamin

2
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis anak mempunyai permasalahan khusus yang berbeda dengan TB


paru orang dewasa. Masalah yang dihadapi pada TB anak adalah masalah diagnosis,
pengobatan dan pencegahan. Gejala dan tanda TB anak sering tidak khas, sehingga
perlu ketelitian dalam anamnesis dan pemeriksaan fisik. Populasi basil TB paru anak
sangat sedikit (paucibacillary) sehingga sulit mendapatkan basil TB untuk konfirmasi
diagnosis TB. Mendiagnosis TB pada anak membutuhkan anamnesis dan analisis yang
teliti, adanya kontak dengan TB dewasa aktif, pemeriksaan fisik dan penunjang
lainnya seperti uji kulit tuberkulin dan foto rontgen.1 Dengan menganalisis hasil
pemeriksaan yang teliti dapat dihindari overdiagnosis atau underdiagnosis TB anak.
Dosis obat anti Tuberkulosis pada anak relatif lebih tinggi daripada dewasa karena
perbedaan farmakokinetik dan farmakodinamik. Dengan diagnosis yang tepat dan
pengobatan dengan dosis yang tepat maka akan meningkatkan kualitas hidup anak dan
tumbuh kembang anak yang optimal.1
Masalah utama pada TB anak adalah diagnosis karena prosedur diagnosis yang
menjadi baku emas sulit dilaksanakan, sehingga diagnosis pasti sulit ditegakkan.
Masalah lain adalah pada terapi, yaitu saat menghentikan pengobatan OAT. Pasa
pasien TB dengan BTA positif, pasien dinyatakan sembuh bila setelah waktu tertentu
pengobatan, terjadi konversi BTA sputum menjadi negatif.2
Berdasarkan dua masalah tersebut yaitu masalah diagnosis dan terapi, maka
dalam menangani TB pada anak selama praktek sehari-hari sering mengalami
kesulitan dan keraguan dalam masalah diagnosis, terapi, dan penghentiannya. Sebagai
akibatnya, sering terjadi pitfalls dalam proses Panjang diagnosis dan terapi TB anak. 4
Kekeliruan mendiagnosis TB pada anak dapat terjadi antara lain karena dokter
menganggap gejala klinis pasien TB anak sama dengan dewasa. Padahal anak bukan
orang dewasa dalam ukuran kecil. Selain aspek tumbuh kembang sebagai tonggak
pembeda anak dengan dewasa, aspek penyakit pun berbeda antara anak dan dewasa.4

LAPORAN KASUS

3
A. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. MZ
Tanggal lahir : 10 Juni 2018
Usia : 1 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Berat badan : 7 kg
Agama : Islam
Alamat : Margalaksana
Pendidikan terakhir :-
Tanggal masuk RS : 10 Juni2019
(11.20 – IGD)
Tanggal pemeriksaan : 16 Juni 2019 ( 13.00 Kidang Kencana 3)
No. RM : 009352

B. IDENTITAS ORANGTUA PASIEN

Nama ibu : Ny. S


Usia : 30 tahun
Pendidikan terakhir : S1
Pekerjaan : IRT

C. ANAMNESIS (ALLOANAMNESIS)

Keluhan Utama : Batuk dan BAB cair


Pasien mengalami batuk sejak kurang lebih 3 minggu SMRS, batuk kadang
mengeluarkan dahak warna putih, hilang timbul, tidak disertai sesak. Disertai keluhan
demam yang hilang timbul, terutama pada malam hari, demam dirasa tidak terlalu
tinggi, suhu badan tidak di ukur. Pasien juga sering terlihat berkeringat saat malam
hari.

Nafsu makan pasien menurun, dan pasien terlihat semakin kurus. Pasien juga terlihat
lemas dan tidak aktif seperti sebelumnya. Sebelumnya pasien sempat tinggal satu
rumah dengan nenek pasien selama 1 minggu. Nenek pasien mengalami batuk lama,

4
disertai keringat malam dan demam tidak terlalu tinggi, namun belum pernah
memeriksakan dirinya.
2 hari SMRS pasien pasien mengalami BAB cair, frekuensi 8-10x/hari, warna
kuning, ampas sedikit, warna kuning kehijauan, adanya lendir dan darah disangkal.
Disertai muntah frekuensi 1-3x/hari berisi susu, volume sekitar ½ gelas aqua. Anak
terlihat lebih rewel dari biasanya, merasa haus terus menerus. BAK warna kuning
jernih, volume lebih sedikit dari biasanya. Batuk pasien juga dirasa semakin memberat
dan nafas terasa sesak. Pasien juga mengalami demam yang lebih tinggi dibanding
biasanya, naik turun, dan meningkat saat malam hari.

Riwayat penyakit dahulu :

Tidak terdapat riwayat penyakit serupa, riwayat alergi (-), riwayat kejang (-).

Riwayat Keluarga :

- Kakak tertua pasien pernah menderita Tuberculosis paru saat usia 1 tahun dan
pengobatan selesai 6 bulan.
- Nenek pasien mengalami batuk lama, disertai keringat malam dan demam tidak
terlalu tinggi.

Riwayat persalinan dan kelahiran :

Pasien lahir dari ibu P3A1, sectio caesarea atas indikasi riwayat section caesarea dan
ketuban pecah dini, dengan berat lahir 3400 gram, cukup bulan, dan segera menangis,
ditolong bidan. Ibu rutin memeriksakan kehamilan ke bidan.

Riwayat imunisasi, nutrisi, tumbuh kembang, dan tempat tinggal :


Riwayat tumbuh kembang :
-Mengangkat kepala usia 1 bulan
-Merespon suara usia 1 bulan
-Senyum sosial usia 2 bulan -Miring-miring
usia 3 bulan
-Tengkurap usia 3 bulan
Kesan tumbuh kembang sesuai usia.

Riwayat nutrisi :

5
Pasien mendapatkan ASI eksklusif
Mulai MPASI usia 6 bulan

Menu makanan sebelum sakit

• ( 06.00) ASI/Susu formula ± 100ml


• (08.00) Bubur daging+sayur ½ mangkuk berukuran 250ml
• (10.00) Buah atau sari buah
• (13.00) Nasi tim ½ mangkuk ukuran 250ml
• (15.00) Biskuit Bayi 1 potong
• (18.00) Nasi tim ½ mangkuk ukuran 250ml
• (20.00) ASI/Susu formula ±100ml Riwayat imunisasi :
• Imunisasi Hepatitis B : 3x, usia 0, 1, dan 6 bulan
• Imunisasi BCG : 1x, usia 2 bulan
• Imunisasi DPT : 5x, usia 2 bulan, 4 bulan dan 6
bulan,
• Imunisasi Polio : 3x, usia 2 bulan, 4 bulan dan 6
bulan
• Imunisasi Campak : 1x, usia 9 bulan
Kesan imunisasi dasar lengkap

Riwayat lingkungan tempat tinggal :


Pasien tinggal di lingkungan yang tidak padat, ventilasi cukup. Ayah merupakan
seorang perokok aktif diluar rumah.

PEMERIKSAAN FISIS

KU: tampak sakit sedang Tanda


vital
• CM
• N : 101x/menit, isi cukup, regular.
• R: 26x/menit, nafas cuping hidung (-) retraksi dinding dada (-)
• S: 37,7° C (axilla)

Antropometri dan status gizi (WHO)


• BB : 7 kg

6
• PB : 72 cm
• Lingkar kepala : 47 cm
• BB/U : -3 SD sampai dengan <-2 SD (Gizi kurang)
• PB/U : -2 SD sampai dengan 2 SD (Normal)
• PB/BB : -3 SD sampai dengan <-2 SD (Gizi kurang)
• LK/U : >0 SD (Normal)
Kesan klinis : gizi kurang

Kepala
- Tidak ada deformitas, ubun-ubun datar.
- Mata: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, palpebral tidak tampak
cekung
- Hidung : Pernapasan cuping hidung (-)
- Mulut: mukosa bibir , mukosa lidah dan bukal lembab
➢ Faring: tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tenang -
Telinga: serumen (-), Membran Timpani intak

Leher
- Kelenjar getah bening tidak teraba membesar

Thorax
Depan Belakang

Inspeksi Bunyi dan Gerak Simetris Bunyi dan Gerak Simetris

Palpasi Vokal Fremitus ki = ka Vokal Fremitus ki = ka

Perkusi Sonor Sonor

Auskultasi Jantung: Jantung:


Bunyi gallop (-). Paru:
Jantung Bunyi Nafas
1 dan 2 Vesikuler ki=ka,
normal Ronki +/+, Mengi
Murmu Bunyi Jantung 1 dan
r (-), 2 normal Murmur (-),

7
gallop Bunyi Nafas Vesikuler
(-). -/- ki=ka, Ronki +/+, Mengi -/-
Paru:

Abdomen

• Inspeksi : Datar, warna sawo matang, tidak ikterik, tidak ada efloresensi

yang bermakna, tidak ada dilatasi vena.

• Palpasi : Soepel, Hati dan lien tidak teraba, defens muskular (-), tidak

teraba massa atau benjolan, turgor kembali cepat

• Perkusi : Timpani di keempat kuadran abdomen

• Auskultasi : BU (+) normal

Ekstremitas atas

• Akral hangat, capillary refill time <2 detik, edema -/-

Ekstremitas bawah

• Akral hangat, capillary refill time <2 detik, edema -/-

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : 10 Juni 2019 (IGD)
Hematologi

Darah rutin Hasil Batas normal

Leukosit 14.600 6000 - 17.500

Eritrosit 4.2 3.6-5.2

Hemoglobin 12.3 10.7-13.1

8
Hematokrit 36,9 35-43

Trombosit 669.000 217.000-497.000

MCV 78.0 74-102

MCH 28.6 21-33

MCHC 36.7 25-37

RDW CV 14.5 13.6-15.5

Hitung jenis

BAS% 0 0-1

EOS% 0 1-5

STAB% 0 2-6

NEU % 86 25-60

LYM% 10 25-50

MON% 4 1-6

Glukosa sewaktu 93 60-180

Laboratorium :11 Juni 2019 ( Rawat inap )

Makroskopis feses Hasil Batas normal

Warna Kuning Coklat

Konsistensi Seperti bubur Lembek

Bau Khas

Darah Negatif Negatif

Lendir Positif Negatif

Mikroskopis feses Hasil Batas normal

9
Lemak Negatif Negatif

Eritrosit Negatif Negatif

Amoeba Negatif Negatif

Telor cacing Negatif Negatif

Serat tumbuhan Negatif

Serat otot Negatif Negatif

Amlium Negatif Negatif

Bakteri Negatif Negatif

Laboratorium 25 Juli 2019 (Poli Anak)

Imunoserologi

Mantoux 18.5mm/positif <10mm

Foto Thorax (11/07/2019)

− Cor : Tak membesar


− Pulmo : Corakan Vesikuler kasar, infiltrat (+) di perihiler dan pericardial, hilus
tak tampak melebar.
− Diafragma : tampak baik

10
− Sinus kostofrenikus : kanan dan kiri lancip

Kesan : Bronkopneumonia dd Tuberkulosis Paru

E. DIAGNOSIS KERJA

A. Diagnosis di IGD
- Bronkopneumonia
- Gastroenteritis akut dehidrasi ringan sedang
B. Diagnosis di ruangan
- Bronkopneumonia dd TB paru aktif
- Gastroenteritis akut dehidrasi ringan sedang
- Gagal tumbuh
- Gizi kurang
C. Diagnosis Akhir
- TB Paru aktif
- Gastroenteritis akut dehidrasi ringan sedang
- Gagal tumbuh
- Gizi kurang

F. TATALAKSANA
Terapi farmakologis
Loading RL 70cc 1x, selanjutnya IVFD RL → 8 tpm makro
Metronidazol 3x75 mg IV
Paracetamol 4x75 mh IV

Terapi non farmakologis


Cek Darah, Hitung jenis, feses lengkap

Edukasi
a) Memberikan gizi yang cukup untuk anak : dengan frekuensi 3 sampai 4 kali Makan
ditambah ASI, 1 sampai 2 kali makanan selingan. Jumlah setiap kali makan adalah ¾
(tiga perempat) sampai 1 (satu) mangkuk ukuran 250 ml. Tekstur
11
( kekentalan/konsistensi) makanan yang di iris-iris, makanan keluarga. Dapat
diberikan makanan tambahan usia 12-24 bulan yaitu ASI, ditambah 3 - 4 kali makan
dan 1 - 2 kali makanan kecil per hari.Kebutuhan kalori pasien perhari berdasarkan
rumus RDA (Recommended Dietary Allowences) untuk umur TB (sesuai height-age)
x BB ideal adalah 867 kkal. Dengan target berat badan 8.5 kg.
Contoh pemberian menu :
• (06.00) ASI/susu formula 100ml
• (08.00) Makanan keluarga ( contoh : nasi tim) semangkuk penuh ukuran
250ml • (10.00) Buah/pudding
• (12.00) Makanan keluarga/makanan yang diiris-iris/nasi tim semangkuk
ukuran 250ml
• (13.30) ASI/susu formula 150ml
• (14.30) Makanan keluarga/makanan yang diiris-iris/nasi tim semangkuk
ukuran 250ml
• (15.00) Biskuit 1-2 potong
• (17.00) Makanan keluarga/makanan yang diiris-iris/nasi tim semangkuk
ukuran 250ml
• (21.00) ASI/susu formula 150ml

Cara pemberian makanan :

• Mulai memperkenalkan makanan yang berbentuk padat atau biasa disebut


dengan makanan keluarga, tetapi tetap mempertahankan rasa
• Menghindari memberikan makanan yang dapat mengganggu organ
pencernaan, seperti makanan terlalu berbumbu tajam, pedas, terlalu asam atau
berlemak.
• Finger snack atau makanan yang bisa dipegang seperti cookies, nugget atau
potongan sayuran rebus atau buah baik diberikan untuk melatih keterampilan
dalam memegang makanan dan merangsang pertumbuhan giginya.
• Pemberian ASI masih tetap diteruskan sampai anak berumur dua tahun.
• Frekuensi pemberian : 3-4 kali sehari makanan keluarga + 1-2 kali sehari
makanan selingan atau bergantung pada nafsu makan bayi + Pemberian ASI.
Jumlah setiap kali makan : semangkuk penuh berukuran 250 ml
• Waktu pemberian makan adalah masa-masa bagi anak untuk belajar dan
mencintai. Berinteraksilah dengannya dan kurangi gangguan waktu ia diberi

12
makan. Jangan paksa anak untuk makan. Bantu anak yang lebih tua untuk
makan
a) Menjaga kebersihan :
- Berikan makan kepada bayi dalam mangkuk/piring yang bersih; jangan
gunakan botol karena susah dibersihkan dan dapat menyebabkan bayi
mengalami diare.
- Cuci tangan Anda dengan sabun sebelum menyiapkan makanan, sebelum
makan dan sebelum memberi makan anak.
- Cuci tangan anak Anda dengan sabun sebelum ia makan
b) Edukasi sumber penularan TB
Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB, maka harus dicari sumber
penularan yang menyebabkan anak tersebut tertular TB. Sumber penularan adalah
orang dewasa yang menderita TB aktif dan kontak erat dengan anak tersebut.
Pelacakan sumber infeksi dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis dan BTA
sputum (pelacakan sentripetal). Bila telah ditemukan sumbernya, perlu pula dilakukan
pelacakan sentrifugal, yaitu mencari anak lain di sekitasnya yang mungkin juga
tertular, dengan cara uji tuberkulin. Sebaliknya, jika ditemukan pasien TB dewasa
aktif, maka anak disekitarnya atau yang kontak erat harus ditelusuri ada atau tidaknya
infeksi TB (pelacakan sentrifugal). Pelacakan tersebut dilakukan dengan cara
anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang yaitu uji tuberkulin. Pada
pasien ini dicurigai sumber penularan adalah nenek pasien, oleh karena itu perlu
pemeriksaan lebih lanjut terhada nenek pasien dan keluarga yang memiliki gejala
serupa. Hal tersebut diperlukan untuk memastikan penyebab sakit dari nenek pasien,
menemukan sumber penularan, memutus rantai penularan terhadap orang
disekitarnya, serta memberikan terapi yang tepat terhadap nenek pasien.
c) Meningkatkan pengetahuan keluarga mengenai TB
Pengobatan TB tidak lepas dari masalah sosial ekonomi. Karena pengobatan
TB memerlukan kesinambungan pengobatan dalam jangka waktu yang cukup lama,
maka biaya yang diperlukan cukup besar. Selain itu, diperlukan juga penanganan gizi
yang baik, meliputi kecukupan asupan makanan, vitamin, dan mikronutrien. Tanpa
penanganan gizi yang baik, pengobatan dengan medikamentosa saja tidak akan
tercapai hasil yang optimal. Edukasi ditujukan kepada pasien dan keluarganya agar
mengetahui mengenai TB. Pasien TB anak tidak perlu diisolasi karena sebagian besar

13
TB padak anak tidak menular kepada orang disekitarnya. Aktivitas fisik pasien TB
anak tidak perlu dibatasi, kecuali pada TB berat.

G. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bona

H. FOLLOW UP

Rawat Inap

10/06/2019 11/06/2019 12/06/2019


(IGD) (VIP 3) (VIP 3)

S: Demam (+), batuk (+), S: Demam (+) batuk (+) S: Demam (+) batuk (+)
BAB cair (+) 8-10x, mual dan muntah (+) BAB mual dan muntah (+) BAB
muntah 3x cair (+) cair (+)

O: O: O:
Kes : CM Kes : CM Kes : CM
N : 101 x/m N :110 x/m N :110 x/m
R : 26 x/m, R : 23 x/m R : 23 x/m
S : 37,7 °C S : 37,6 °C S : 37,6 °C
BB : 7 kg BB : 7 kg BB : 7 kg
Kepala : mata cekung -/- Kepala : mata cekung -/- Kepala : mata cekung -/-
Thoraks : (-), ronki +/+ Thoraks : (-), ronki +/+ Thoraks : (-), ronki +/+
Abdomen: BU (+) Abdomen: BU (+) Turgor Abdomen: BU (+) Turgor
Turgor kembali cepat kembali cepat kembali cepat

14
A: A: A:
Bronkopneumonia dd TB - Bronkopneumonia - Bronkopneumonia
paru aktif - Gastroenteritis - Gastroenteritis akut
GEA dehidrasi ringan akut dehidrasi dehidrasi ringan
sedang
ringan sedang sedang
- Suspect TB paru - Suspect TB paru
aktif aktif
- Gagal tumbuh - Gagal tumbuh
- Gizi kurang - Gizi kurang

P P P
-IVFD RL loading 70cc IVFD 10 tpm (makro) IVFD 10 tpm (makro)
-Metronidazole 4x75 mg iv -Metronidazole 4x75 mg iv
selanjutnya 8 tpm
-Paracetamol 4x75 mg iv -Cefepime 3x250mg iv
(makro)
-Nebu Pulmicort : -Paracetamol 4x75 mg iv
-Metronidazole 4x75 mg
combiven (1:1)/8 jam -Nebu Pulmicort :
iv
-ODR 3x2mg
combiven (1:1)/8 jam
-Paracetamol 4x75 mg iv -Lasidofil 2x1 sachet
-ODR 3x2mg
- -Lasidofil 2x1 sachet -Pro fisioterapi
-Lasidofil 2x1 sachet
-Pro fisioterapi

13/06/2019 14/06/2019 15/06/2019


(VIP 3) (VIP 3) (VIP 3)

S: BAB cair mulai S: BAB cair mulai S: BAB cair (+) 2x, batuk
berkurang 6x, demam berkurang 3x, demam (-), (+)
(-), muntah (-), batuk (+) muntah (-), batuk (+)

15
O: O: O:
Kes : CM Kes : CM Kes : CM
N : 90 x/m N :110 x/m N :120 x/m
R : 22 x/m R : 24 x/m R : 32 x/m, PCH (-)
S : 36,1°C S : 36,7 °C S : 36,6 °C
BB : 7 kg BB : 7 kg BB : 6,8 kg
Kepala : mata cekung -/- Kepala : mata cekung -/- Kepala : mata cekung -/-
Thoraks : (-), ronki -/- Thoraks : (-), ronki -/- Thoraks : (-), ronki -/-
Abdomen: BU (+) Turgor Abdomen: BU (+) Turgor Abdomen: BU (+) Turgor
kembali cepat kembali cepat
kembali cepat

A: A: A:
- Bronkopneumonia - Bronkopneumonia - Bronkopneumonia
- Gastroenteritis akut - Gastroenteritis - Gastroenteritis
dehidrasi ringan akut dehidrasi akut dehidrasi
sedang ringan sedang ringan sedang
- Suspect TB paru - Suspect TB paru - Suspect TB paru
aktif aktif aktif
- Gagal tumbuh - Gagal tumbuh - Gagal tumbuh
- Gizi kurang - Gizi kurang - Gizi kurang

P: P: P:
-IVFD 10 tpm (makro) -IVFD 10 tpm (makro) IVFD 10 tpm (makro)
-Metronidazole 4x75 mg iv -Metronidazole 3x75 mg iv -Metronidazole 3x75 mg iv
-Cefepime 3x250mg iv -Paracetamol 4x75 mg iv -Paracetamol 4x75 mg iv
-Paracetamol 4x75 mg iv -Nebu Pulmicort : -Nebu Pulmicort :
-Nebu Pulmicort : combiven (1:1)/8 jam combiven (1:1)/8 jam
-ODR 3x2mg -ODR 3x2mg
combiven (1:1)/8 jam
-ODR 3x2mg -Lasidofil 2x1 sachet -Lasidofil 2x1 sachet
-Lasidofil 2x1 sachet -fisioterapi -fisioterapi
-fisioterapi

16
16/06/2019
(VIP 3)

S: BAB (-) batuk (+).


Demam (-), muntah (-)

O:
Kes : CM
N : 110 x/m
R : 22 x/m
S : 36,7°C
BB : 7 kg
Kepala : mata cekung -/-
Thoraks : (-), ronki -/-
Abdomen: BU (+) Turgor
kembali cepat

A:
- Bronkopneumonia
- Gastroenteritis
akut dehidrasi
ringan sedang
- Suspect TB paru
aktif
- Gagal tumbuh
- Gizi kurang

P:
-Rawat jalan
-Lacidofil 2x1

- Paracetamol drop 3x 3cc

17
-Metronidazole 3x 3,5 cc

Kontrol Pasca Perawatan


26/07/2019 10/07/19 24/07/19
(Poli Anak) (Poli Anak) (Poli anak)

S: Batuk (+) BAB cair (- S: Batuk (+) nafsu S: nafsu makan


) makan meningkat
meningkat, anak lebih
aktif

O: O: O:
Kes : CM Kes : CM Kes : CM
N :98 x/m N : 110 x/m N :100 x/m
R : 18 x/m R : 20 x/m R : 18 x/m
S : 36,7 °C S : 36,7°C S : 36,8 °C
BB : 7.2 kg BB : 7,2 kg BB : 7,2 kg
Kepala mata cekung -/- Kepala mata cekung -/- Kepala mata cekung -/-
Thorax : pulmo VBS Thorax : pulmo VBS Thorax : pulmo VBS
+/+, Ronki -/-, Wheezing +/+, Ronki -/-, +/+, Ronki -/-,
-/- Wheezing -/- Wheezing -/-
Abdomen: Cembung, Abdomen: Cembung,
Abdomen: Cembung,
soepel, BU (+) normal,
soepel, BU (+) normal,
soepel, BU (+) normal, luka operasi rembes (-)
luka operasi rembes (-)
luka operasi rembes (-)

Tes Mantoux : >18mm

A: A: A:
- TB Paru aktif - TB Paru aktif - TB Paru aktif
- Gastroenteritis - Gastroenteritis - Gastroenteritis
dehidrasi ringan dehidrasi ringan dehidrasi ringan
sedang sedang sedang

18
- Gagal tumbuh - Gagal tumbuh - Gagal tumbuh
- Gizi kurang - Gizi kurang - Gizi kurang

P: P: P:
OAT fase intensif OAT fase intensif OAT fase intensif
pediatric 1x1 tab pediatric 1x1 tab
pediatric 1x1 tab

I. PEMBAHASAN

I. TUBERKULOSIS

A. DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis).1 Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya. TB anak adalah penyakit TB yang terjadi pada anak usia 0-14
tahun.1 Mikrobakteria bersifat tahan asam, yaitu mampu membentuk kompleks mikolat yang
stabil dengan pewarnaan arylmethane. Istilah basil tahan asam digunakan sebagai nama lain
mikrobakteria.8

B. INSIDENS
Sekurang-kurangnya 500.000 anak menderita TB setiap tahun ,200 anak di dunia
meninggal setiap hari akibat TB, 70.000 anak meninggal setiap tahun akibat TB. Beban kasus
TB anak di dunia tidak diketahui karena kurangnya alat diagnostik yang “child-friendly” dan
tidak adekuatnya sistem pencatatan dan pelaporan kasus TB anak. 1 Data TB anak di
Indonesia menunjukkan proporsi kasus TB Anak di antara semua kasus TB pada tahun 2010
adalah 9,4%, kemudian menjadi 8,5% pada tahun 2011 dan 8,2% pada tahun 2012. Apabila
dilihat data per provinsi, menunjukkan variasi proporsi dari 1,8% sampai 15,9%. Hal ini
menunjukan kualitas diagnosis TB anak masih sangat bervariasi pada level provinsi. Kasus
TB Anak dikelompokkan dalam kelompok umur 0-4 tahun dan 5-14 tahun, dengan jumlah
kasus pada kelompok umur
5-14 tahun yang lebih tinggi dari kelompok umur 0-4 tahun. 1

19
Menurut WHO 1 juta anak di dunia menderita TB setiap tahunnya, dimana jika
dipresentasekan adalah 10% dari populasi anak. Jumlah anak yang meninggal akibat TB
adalah 233000 dalam setahun.

C. FAKTOR RISIKO
Terdapat beberapa fakto risiko yang mempermudah terjadinya infeksi TB maupun
timbulnya penyakit TB pada anak. Faktor tersebut dibagi menjadi faktor risiko infeksi dan
faktor risiko progresi infeksi menjadi penyakit ( risiko penyakit).4
a) Resiko infeksi TB
Faktor resikonya antara lain adalah anak yang terpajan dengan orang dewasa
dengan TB aktif, daerah endemis, kemiskinan, lingkunagn yang tidak sehat dan
tempat penampungan umum yang banyak terdapat penderita TB aktif. Pasien TB anak
jarang yang menularkan ke anak lain atau pun orang dewasa karena kuman TB sangat
jarang ditemukan pada sekret endobronkial anak.4 Ada beberapa hal yang dapat
menjelaskan hal tersebut. Pertama, jumlah kuman pada pasien TB anak biasanya
sedikit, yang sedikit tersebut sudah mampu menyebabkan sakit karena imunitas anak
masih lemah. Kedua, letak fokus primernya di daerah parenkim yang jauh dari
bronkus sehingga tidak terjadi produksi sputum. Ketiga, tidak ada/ sedikitnya
produksi sputum dan tidak terdapatnya reseptor batuk di daerah parenkim.4
b) Resiko sakit TB

Yang pertama adalah usia, anak yang berusia ≤ 5 tahun mempunyai risiko
lebih besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit TB, karena imunitas selularnya
belum matur. Akan tetapi, risiko sakit TB ini akan berkurang secara bertahap seiring
dengan bertambahnya usia.4 Selanjutnya adalah infeksi baru yang ditandai dengan
adanya uji tuberkulin yang awalnya negatif menjadi positif pada satu tahun terakhir,
5
malnutrisi, imunokompromais, diabetes militus dan gagal ginjal kronik. Tingkat
Pendidikan ibu memiliki korelasi terhadap terjadinya sakit TB pada anak, 50% anak
penderita TB memiliki ibu dengan Pendidikan yang rendah, sedangkan hanya 6.3%
anak penderita TB memiliki ibu dengan Pendidikan tinggi. Hal ini berhubungan
dengan Pendidikan ibu memeiliki dampak positif terhadap nutrisi dan kesejahteraan
anak.6

20
D. PATOGENESIS
Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus TB. Kuman TB dalam percik
renik (droplet nuclei) yang ukurannya sangat kecil (1-5 µm), akan terhirup dan dapat
mencapai alveolus.6 Pada sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh
mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak terjadi respons imunologis spesifik.
Akan tetapi, pada sebagian kasus lainnya, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada
individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan
memfagosit kuman TB yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil
kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag,
dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya, kuman TB membentuk lesi di
tempat tersebut, yang dinamakan fokus primer gohn.1
Dari fokus primer gohn kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di
kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau
tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus (perihiler),
sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar
paratrakeal. Gabungan antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan
kompleks primer.1
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks
primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Hal ini berbeda dengan pengertian
masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya
kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB bervariasi selama 2−12
minggu, biasanya berlangsung selama 4−8 minggu. Selama masa inkubasi tersebut, kuman
berkembang biak hingga mencapai jumlah 103–104, yaitu jumlah yang cukup untuk
merangsang respons imunitas selular Pada saat terbentuknya kompleks primer, TB primer
dinyatakan telah terjadi. Setelah terjadi kompleks primer, imunitas selular tubuh terhadap
TB terbentuk, yang dapat diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih
negatif. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, pada saat
sistem imun selular berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Akan tetapi, sejumlah
kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas selular telah terbentuk,
kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan oleh imunitas

21
selular spesifik (cellular mediated immunity, CMI).1 Setelah imunitas selular terbentuk,
fokus primer di jaringan paru biasanya akan mengalami resolusi secara sempurna
membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah terjadi nekrosis perkijuan dan enkapsulasi.
Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi
penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB
dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun tahun dalam kelenjar ini, tetapi tidak
menimbulkan gejala sakit TB.1
Kompleks primer juga dapat mengalami komplikasi,akibat fokus di paru atau di
kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan
pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah
lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan
paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal pada
awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga bronkus
dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan
hiperinflasi di segmen distal paru melalui mekanisme ventil (ball-valve mechanism).
Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis. 1 Kelenjar yang mengalami inflamasi dan
nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga
menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan
obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan
atelektasis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi. Selama masa
inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat terjadi penyebaran limfogen dan
hematogen.1 Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional
membentuk kompleks primer, atau berlanjut menyebar secara limfohematogen. Dapat juga
terjadi penyebaran hematogen langsung, yaitu kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan
menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB
disebut sebagai penyakit sistemik. Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi
adalah dalam bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread).
Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga
tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di
seluruh tubuh, bersarang di organ yang mempunyai vaskularisasi baik, paling sering di
apeks paru, limpa, dan kelenjar limfe superfisialis. Selain itu, dapat juga bersarang di
organ lain seperti otak, hati, tulang, ginjal, dan lain-lain. Pada umumnya, kuman di sarang
tersebut tetap hidup, tetapi tidak aktif (tenang), demikian pula dengan proses

22
patologiknya. Sarang di apeks paru disebut dengan fokus Simon, yang di kemudian hari
dapat mengalami reaktivasi dan terjadi TB apeks paru saat dewasa.1
Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogenik generalisata
akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB
masuk dan beredar di dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan
timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata.
Tuberkulosis diseminata ini timbul dalam waktu 2−6 bulan setelah terjadi infeksi.
Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta
frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak
adekuatnya sistem imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada anak
bawah lima tahun (balita) terutama di bawah dua tahun. Bentuk penyebaran yang jarang
terjadi adalah protracted hematogenic spread . Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu
fokus perkijuan di dinding vaskuler pecah dan menyebar ke seluruh tubuh, sehingga
sejumlah besar kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB
akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic
spread. 1

23
Gambar 1. Patogenesis Tuberculosis 1

Manifestasi klinis TB di berbagai organ muncul dengan pola yang konstan, sehingga
dari studi Wallgren dan peneliti lain dapat disusun suatu kalender terjadinya TB di berbagai
organ. Proses infeksi TB tidak langsung memberikan gejala. Uji tuberkulin biasanya positif
dalam 4-8 minggu setelah kontak awal dengan kuman TB. Pada awal terjadinya infeksi TB,
dapat dijumpai demam yang tidak tinggi dan eritema nodosum, tetapi kelainan kulit ini
berlangsung singkat sehingga jarang terdeteksi.4

Gambar 2. Kalender perjalanan penyakit tuberkulosis primer4

Sakit TB primer dapat terjadi kapan saja pada tahap ini. Tuberkulosis milier dapat
terjadi setiap saat, tetapi biasanya berlangsung dalam 3-6 bulan pertama setelah infeksi TB,
begitu juga dengan meningitis TB. Tuberkulosis pleura terjadi dalam 3-6 bulan pertama
setelah infeksi TB. Tuberkulosis sistem skeletal terjadi pada tahun pertama, walaupun dapat
terjadi pada tahun kedua dan ketiga. Tuberkulosis ginjal biasanya terjadi lebih lama, yaitu 5-
25 tahun setelah infeksi primer. Sebagian besar manifestasi klinis sakit TB terjadi pada 5
tahun pertama, terutama pada 1 tahun pertama, dan 90% kematian karena TB terjadi pada
tahun pertama setelah diagnosis TB.4

24
E. MANIFESTASI KLINIS
A. Gejala sistemik/umum TB anak adalah sebagai berikut:
1. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik dengan
adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi
yang baik.1,7

2. Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan
demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain). Demam
umumnya tidak tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan gejala spesifik
TB pada anak apabila tidak disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum
lain.1
3. Batuk lama ≥3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau
intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat
disingkirkan. 1,7
4. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh
(failure to thrive). Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain. 6. Diare
persisten/menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan baku
diare.1,7

B. Gejala klinis spesifik terkait organ


Gejala klinis pada organ yang terkena TB, tergantung jenis organ yang
terkena, misalnya kelenjar limfe, susunan saraf pusat (SSP), tulang, dan kulit,
adalah sebagai berikut:
a) Tuberkulosis kelenjar (terbanyak di daerah leher atau regio colli): Pembesaran
KGB multipel (>1 KGB), diameter ≥1 cm, konsistensi kenyal, tidak nyeri, dan
kadang saling melekat atau konfluens.1
b) Tuberkulosis otak dan selaput otak:
a) Meningitis TB: Gejala-gejala meningitis dengan seringkali disertai
gejala akibat keterlibatan saraf-saraf otak yang terkena.
b) Tuberkuloma otak: Gejala-gejala adanya lesi desak ruang
c) Tuberkulosis sistem skeletal:

25
a) Tulang belakang (spondilitis): Penonjolan tulang belakang (gibbus)
b) Tulang panggul (koksitis): Pincang, gangguan berjalan, atau tanda
peradangan di daerah panggul.
c) Tulang lutut (gonitis): Pincang dan/atau bengkak pada lutut tanpa
sebab yang jelas.

d) Tulang kaki dan tangan (spina ventosa/daktilitis).


d) Skrofuloderma: Ditandai adanya ulkus disertai dengan jembatan kulit antar
tepi ulkus (skin bridge).1
e) Tuberkulosis mata:
a) Konjungtivitis fliktenularis (conjunctivitis phlyctenularis).
b) Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi).
f) Tuberkulosis organ-organ lainnya, misalnya peritonitis TB, TB ginjal dicurigai
bila ditemukan gejala gangguan pada organ-organ tersebut.1

F. ALUR DIAGNOSIS TUBERKULOSIS ANAK

Dalam menegakkan diagnosis TB anak, semua prosedur diagnostik dapat


dikerjakan, namun apabila dijumpai keterbatasan sarana diagnostik yang tersedia,
dapat menggunakan suatu pendekatan lain yang dikenal sebagai sistem skoring.
Sistem skoring tersebut dikembangkan diuji coba melalui tiga tahap penelitian oleh
para ahli yang IDAI, Kemenkes dan didukung oleh WHO dan disepakati sebagai
salah satu cara untuk pelayanan kesehatan dasar. Sistem skoring ini membantu tenaga
kesehatan agar tidak terlewat dalam mengumpulkan data klinis maupun pemeriksaan
penunjang sederhana sehingga diharapkan dapat mengurangi terjadinya
underdiagnosis maupun overdiagnosis TB. Penilaian/pembobotan pada sistem skoring
dengan ketentuan sebagai berikut:1
a. Parameter uji tuberkulin dan kontak erat dengan pasien TB menular
mempunyai nilai tertinggi yaitu 3.
b. Uji tuberkulin bukan merupakan uji penentu utama untuk menegakkan
diagnosis TB pada anak dengan menggunakan sistem skoring.

26
c. Pasien dengan jumlah skor ≥6 harus ditatalaksana sebagai pasien TB
dan mendapat OAT.
Setelah dinyatakan sebagai pasien TB anak dan diberikan pengobatan OAT
(Obat Anti Tuberkulosis) harus dilakukan pemantauan hasil pengobatan secara cermat
terhadap respon klinis pasien. Apabila respon klinis terhadap pengobatan baik, maka
OAT dapat dilanjutkan sedangkan apabila didapatkan respons klinis tidak baik maka
sebaiknya pasien segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan untuk dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut.1

27
Gambar 3. Tabel skoring Tuberkulosis 1

28
Gambar 4. Alur diagnosis dan tatalaksana tb1

Catatan:
- Diagnosis dengan sistem skor ditegakkan oleh dokter.
- Jika dijumpai skrofuloderma, langsung didiagnosis tuberkulosis.
- Berat badan dinilai saat datang.
- Demam dan batuk tidak ada respon terhadap terapi sesuai baku.
- Gambaran sugestif TB, berupa; pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal
dengan/tanpa infiltrat; konsolidasi segmental/lobar; kalsifikasi dengan infiltrat;
atelektasis; tuberkuloma. Gambaran milier tidak dihitung dalam skor karena
diperlakukan secara khusus.
- Mengingat pentingnya peran uji tuberkulin dalam mendiagnosis TB anak, maka
sebaiknya disediakan tuberkulin di tempat pelayanan kesehatan.
- Pada anak yang diberi imunisasi BCG, bila terjadi reaksi cepat BCG (≤ 7 hari) harus
dievaluasi dengan sistim skoring TB anak, BCG bukan merupakan alat diagnostik.
- Didiagnosis TB Anak ditegakkan bila jumlah skor ≥ 6, (skor maksimal 13).
- Jika ditemukan gambaran milier, kavitas atau efusi pleura pada foto toraks, dan/atau
terdapat tanda-tanda bahaya, seperti kejang, kaku kuduk dan penurunan kesadaran
serta tanda kegawatan lain seperti sesak napas, pasien harus di rawat inap di RS.

29
Untuk mempermudah pemahan mengenai konsep infeksi dan sakit TB, klasifikasi
yang dibuat oleh American Thoracic Society (ATS) dan Centers for Desease Control
and Prevention (CDC) Amerika dapat membantu.

Kelas Pajanan (Kontak Infeksi ( Uji Sakit ( Uji


tuberkulin, klinis, dan
dengan pasien TB tuberkulin positif)
penunjang positif)
aktif)
0 - - -
1 + - -
2 + + -
3 + + +

Tabel 1. Klasifikasi individu berdasarkan status tuberkulosisnya9

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a) Uji tuberkulin
Tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat
antigenik yang kuat. Jika disuntikkan secara intrakutan kepada seseorang yang telah
terinfeksi TB, maka akan terjadi reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan. Uji
tuberkulin cara mantoux dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 ml PPD RT23 2TU
secara intrakutan di bagian volar lengan bawah. Pembacaan dilakukan 48-72 jam
setelah penyuntikan. Pengukuran dilakukan terhadap indurasi yang timbul. Jika tidak
timbul indurasi sama sekali hasilnya dilaporkan sebagai negatif. Secara umum hasil
uji tuberkulin dengan diameter indurasi 10 mm dinyatakan positif tanpa
menghiraukan penyebabnya. 4
Hasil positif ini sebagian besar disebabkan oleh infeksi TB alamiah, tetapi
masih mungkin disebabkan oleh imunisasi BCG atau infeksi M. atipik. Pada anak
balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 10-14 cm dinyatakan uji
tuberkulin positif, kemungkinan besar karena infeksi TB alamiah, tetapi masih
mungkin disebabkan oleh BCG-nya, tapi bila ukuran indurasinya 15 mm sangat
mungkin karena infeksi alamiah. Apabila diameter indurasi 0-4 mm dinyatakan uji
tuberkulin negatif. Diameter 5-9 cm dinyatakan positif meragukan. Pada keadaan

30
imunokompromais atau pada pemeriksaan foto thorak terdapat kelainan radiologis
hasil positif yang digunakan 5mm.4

b) Uji interferon
Prinsip yang digunakan adalah merangsang limfosit T dengan antigen tertentu,
diantaranya antigen dari kuman TB. Bila sebelumya limfosit T tersebut telah
tersensitisasi dengan antigen TB maka limfosit T akan menghasilkan interferon
gamma yang kemudian di kalkulasi. Akan tetapi, pemeriksaan ini hingga saat ini
belum dapat membedakan antara infeksi TB dan sakit TB.4

c) Radiologi
Gambaran foto Rontgen toraks pada TB tidak khas, kelainan-kelainan
radiologis pada TB dapat juga dijumpai pada penyakit lain. Secara umum, gambaran
radiologis yang sugestif TB adalah:4
a. Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat
b. Konsolidasi segmental/lobar
c. Milier
d. Kalsifikasi dengan infiltrat
e. Atelektasis
f. Kavitas
g. Efusi pleura
h. Tuberkuloma

d) Serologi
Beberapa pemeriksaan serologis yang ada di antaranya adalah PAP TB,
mycodot, Immuno Chromatographic Test (ICT), dan lain-lain. Akan tetapi, hingga
saat ini belum ada satupun pemeriksaan serologis yang dapat membedakan antara
infeksi TB dan sakit TB.4

e) Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi yang dilakukan terdiri dari pemeriksaan
mikroskopik apusan langsung untuk menemukan BTA, pemeriksaan biakan kuman
M.

31
Tuberkulosis dan pemeriksaan PCR. Pada anak pemeriksaan mikroskopik langsung
sulit dilakukan karena sulit mendapatkan sputum sehingga harus dilakukan bilas
lambung. Dari hasil bilas lambung didapatkan hanya 10 % anak yang memberikan
hasil positif. Pada kultur hasil dinyatakan positif jika terdapat minimal 10 basil per
milliliter spesimen. Saat ini PCR masih digunakan untuk keperluan penelitian dan
belum digunakan untuk pemeriksaan klinis rutin.4

f) Patologi Anatomik
Pemeriksaan PA dapat menunjukkan gambaran granuloma yang ukurannya
kecil, terbentuk dari agregasi sel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Granuloma
tresebut mempunyai karakteristik perkijuan atau area nekrosis kaseosa di tengah
granuloma. Gambaran khas lainnya ditemukannya sel datia langhans. 4

H. TATALAKSANA
Tatalaksana medikamentosa anak terdiri dari terapi pengobatan dan profilaksis
(pencegahan). Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB, sedangkan profilaksis TB
diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis primer) atau anak yang terinfeksi TB
tanpa sakit TB (profilaksis sekunder). Beberapa hal penting dalam tatalaksana TB Anak
adalah:1
a) Obat TB diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan sebagai
monoterapi.
b) Pemberian gizi yang adekuat.
c) Mencari penyakit penyerta, jika ada ditatalaksana secara bersamaan

A. Paduan OAT Anak Prinsip pengobatan TB anak:


a) OAT diberikan dalam bentuk kombinasi minimal 3 macam obat untuk mencegah
terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman intraseluler dan
ekstraseluler.1
b) Waktu pengobatan TB pada anak 6-12 bulan. pemberian obat jangka panjang
selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
kekambuhan.1
c) Pengobatan TB pada anak dibagi dalam 2 tahap:

32
- Tahap intensif, selama 2 bulan pertama. Pada tahap intensif, diberikan
minimal 3 macam obat, tergantung hasil pemeriksaan bakteriologis dan berat
ringannya penyakit.1
- Tahap Lanjutan, selama 4-10 bulan selanjutnya, tergantung hasil
pemeriksaan bakteriologis dan berat ringannya penyakit. Selama tahap
intensif dan lanjutan, OAT pada anak diberikan setiap hari untuk mengurangi
ketidakteraturan minum obat yang lebih sering terjadi jika obat tidak
diminum setiap hari.1
d) Pada TB anak dengan gejala klinis yang berat, baik pulmonal maupun
ekstrapulmonal seperti TB milier, meningitis TB, TB tulang, dan lainlain dirujuk
ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan.1
e) Pada kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB, TB
endobronkial, meningitis TB, dan peritonitis TB, diberikan kortikosteroid
(prednison) dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis. Dosis
maksimal prednisone adalah 60mg/hari. Lama pemberian kortikosteroid adalah
2-4 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan tappering off dalam jangka waktu
yang sama. Tujuan pemberian steroid ini untuk mengurangi proses inflamasi dan
mencegah terjadi perlekatan jaringan.1
f) Paduan OAT untuk anak yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian
Tuberkulosis di Indonesia adalah:
- Kategori Anak dengan 3 macam obat: 2HRZ/4HR
- Kategori Anak dengan 4 macam obat: 2HRZE(S)/4-10HR
g) Paduan OAT Kategori Anak diberikan dalam bentuk paket berupa obat
Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi
2 atau 3 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan
pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.1
h) OAT untuk anak juga harus disediakan dalam bentuk OAT kombipak untuk
digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.1

33
Gambar 5. Skema panduan OAT anak

B. Obat TB yang Digunakan

Obat TB utama (first line, lini utama) saat ini adalah rifampisin (R), isoniazid
(H), pirazinamid (Z), etambutol (E), dan Streptomisin (S). Rifampisin dan isoniazid
merupakan obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid, etambutol, dan
streptomisin. Obat lain (second line, lini kedua) adalah paraaminosalicylic acid
(PAS), cycloserin terizidone, ethionamide, prothionamide, ofloxacin, levofloxacin,
mixiflokxacin, gatifloxacin, ciprofloxacin, kanamycin, amikacin, dan capreomycin,
yang digunakan jika terjadi MDR.4

Nama Obat Dosis harian Dosis maksimal Efek Samping


(mg/kgBB/ha
ri) (mg/hari)

Isoniazid 5-15* 300 Hepatitis, neuritis perifer, hipersensitivitas

Rifampisin* 10-20 600 Gastrointestinal, reaksi kulit, hepatitis,

* trombositopenia, peningkatan enzim hati, cairan tubuh berwarna oranye kemerahan

Pirazinamid 15-30 2000 Toksisitas hati, atralgia, gastrointestinal

Etambutol 15-20 1250 Neuritis optik, ketajaman penglihatan

berkurang, buta warna merah-hijau, penyempitan lapang pandang,

hipersensitivitas, gastrointestinal

Tabel 1. Obat antituberkulosis yang biasa dipakai dan dosisnya 4

34
Gambar 6. Paduan OAT Kategori Anak dan peruntukannya secara lebih lengkap

C. Kombinasi dosis tetap OAT KDT (FDC=Fixed Dose Combination)

Untuk mempermudah pemberian OAT sehingga meningkatkan keteraturan minum


obat, paduan OAT disediakan dalam bentuk paket KDT/ FDC. Satu paket dibuat untuk
satu pasien untuk satu masa pengobatan. Paket KDT untuk anak berisi obat fase intensif,
yaitu rifampisin (R) 75mg, INH (H) 50 mg dan pirazinamid (150). Fase lanjutan
rifampisin 75 mg dan INH 50mg.

Gambar 7. Dosis Kombinasi pada TB anak

Keterangan :

R: Rifampisin; H: Isoniasid; Z: Pirazinamid


- Bayi di bawah 5 kg pemberian OAT secara terpisah, tidak dalam bentuk
kombinasi dosis tetap, dan sebaiknya dirujuk ke RS rujukan

35
- Apabila ada kenaikan BB maka dosis/jumlah tablet yang diberikan,
menyesuaikan berat badan saat itu
- Untuk anak obesitas, dosis KDT menggunakan Berat Badan ideal (sesuai
umur). Tabel Berat Badan berdasarkan umur dapat dilihat di lampiran
- OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah, dan tidak boleh
digerus)
- Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah/dikulum (chewable),
atau dimasukkan air dalam sendok (dispersable).
- Obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam setelah makan
- Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat tidak
boleh digerus bersama dan dicampur dalam satu puyer.

D. Pemantauan dan Hasil Pengobatan TB Anak


Pemantauan pengobatan pasien TB Anak Pada fase intensif pasien TB anak
kontrol tiap minggu, untuk melihat kepatuhan, toleransi dan kemungkinan adanya
efek samping obat. Pada fase lanjutan pasien kontrol tiap bulan. Setelah diberi OAT
selama 2 bulan, respon pengobatan pasien harus dievaluasi. Respon pengobatan
dikatakan baik apabila gejala klinis berkurang, nafsu makan meningkat, berat badan
meningkat, demam menghilang, dan batuk berkurang. Apabila respon pengobatan
baik maka pemberian OAT dilanjutkan sampai dengan 6 bulan. Sedangkan apabila
respon pengobatan kurang atau tidak baik maka pengobatan TB tetap dilanjutkan
tetapi pasien harus dirujuk ke sarana yang lebih lengkap. Sistem skoring hanya
digunakan untuk diagnosis, bukan untuk menilai hasil pengobatan. Setelah pemberian
obat selama 6 bulan, OAT dapat dihentikan dengan melakukan evaluasi baik klinis
maupun pemeriksaan penunjang lain seperti foto toraks. 1
Pemeriksaan tuberkulin tidak dapat digunakan sebagai pemeriksaan untuk
pemantauan pengobatan, karena uji tuberkulin yang positif masih akan memberikan
hasil yang positif. Meskipun gambaran radiologis tidak menunjukkan perubahan yang
berarti, tetapi apabila dijumpai perbaikan klinis yang nyata, maka pengobatan dapat
dihentikan dan pasien dinyatakan selesai. Pada pasien TB anak yang pada awal
pengobatan hasil pemeriksaan dahaknya BTA positif, pemantauan pengobatan
dilakukan dengan melakukan pemeriksaan dahak ulang sesuai dengan alur
pemantauan pengobatan pasien TB BTA pos. 1

36
E. Efek Samping pengobatan TB Anak
Pasien dengan keluhan neuritis perifer (misalnya: kesemutan) dan asupan
piridoksin (vitamin B6) dari bahan makanan tidak tercukupi, maka dapat diberikan
vitamin B6 10 mg tiap 100 mg INH. Untuk pencegahan neuritis perifer, apabila
tersedia piridoksin 10 mg/ hari direkomendasikan diberikan pada :1
• bayi yang mendapat ASI eksklusif
• pasien gizi buruk,
• anak dengan HIV positif.
F. Tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur
Ketidakpatuhan minum OAT pada pasien TB merupakan penyebab kegagalan terapi.1

Jika anak tidak minum obat >2 minggu di fase intensif atau > 2 bulan di fase
lanjutan DAN menunjukkan gejala TB, beri pengobatan kembali mulai dari
awal. 1

Jika anak tidak minum obat <2 minggu di fase intensif atau <2 bulan di fase
lanjutan DAN menunjukkan gejala TB, lanjutkan sisa pengobatan sampai
selesai. Pada pasien dengan pengobatan yang tidak teratur akan
meningkatkan risiko terjadinya TB kebal obat. 1
G. Pengobatan ulang TB anak
Anak yang pernah mendapat pengobatan TB, apabila datang kembali dengan
keluhan gejala TB, perlu dievaluasi apakah anak tersebut benar- benar menderita
TB. Evaluasi dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan dahak atau sistem skoring.
Evaluasi dengan sistem skoring harus lebih cermat dan dilakukan di fasilitas
rujukan. Apabila hasil pemeriksaan dahak menunjukkan hasil positif, maka anak
diklasifikasikan sebagai kasus Kambuh. Pada pasien TB anak yang pernah
mendapat pengobatan TB, tidak dianjurkan untuk dilakukan uji tuberkulin ulang.1

I. KEKELIRUAN (PITFALLS) PADA TUBERKULOSIS ANAK

Untuk menegakkan diagnosis TB anak, dimulai dari gejala klinis dan dilengkapi
dengan pemeriksaan penunjang. Gejala klinis yang secara ’klasik’ sering dihubungkan
dengan TB adalah batuk, keringat malam, BB menurun atau sulit naik, demam berulang,
nafsu makan kurang, dan pembesaran kelenjar limfe terutama di daerah leher.

37
A. Gejala Klinis
a) Batuk
Batuk merupakan gejala utama TB pada orang dewasa, tetapi bukan gejala
utama TB anak. Tuberkulosis paru pada anak biasanya berlokasi di parenkim paru
sebagai kelanjutan dari proses TB primer. Seperti kita ketahui, tidak ada reseptor
batuk di parenkim paru, sehingga penyakit TB pada anak biasanya tidak
menyebabkan batuk secara langsung. 5
b) Keringat Malam
Keringat malam merupakan gejala klinis TB penting pada dewasa, tetapi
bukan gejala utama pada anak. Pada orang dewasa yang sehat, pada malam hari saat
istirahat atau tidur, metabolisme basalnya menurun. Pada keadaan sakit TB,
metabolisme tubug pasien dewasa meningkat sehingga akan berkeringat pada malam
hari. Pada anak, yang masih dalam fase tumbuh, growth hormone sisekresi dan
bekerja pada malam hari, sehingga metabolisme tubuh anak juga akan meningkat
pada malam hari, dan dapat berkeringat pada malam hari. 5

c) Nafsu makan kurang dan BB sulit naik


Gejala – gejala ini bukan merupakan gejala klinis yang spesifik TB pada
anak, karena dapat disebabkan oleh berbagai macam penyakit lain, sehingga perlu
ditelusuri berbagai kemungkinan penyebab lain. Perlu digali mengenai keterangan
kualitas dan kuantitas asupan makanan, apakah sudah sesuai dengan kebutuhannya.
Variasi dan tampilan menu yang disajikan juga berpengaruh pada nafsu makan anak.
Perlu pula dicari kemungkinan gangguan pencernaan yang membuat pasien
berkurang nafsu makannya. 5
d) Demam berkepanjangan dan/ atau berulang
Banyak penyakit infeksi yang memberi gejala demam berkepanjangan
dan/atau berulang, baik di sistem respiratorik atau nonrespiratorik. Pada anak perlu
dipikirkan kemungkinan infeksi saluran kemih, tifus abdominalis pada anak yang
besar, atau penyebab lain seperti keganasan. Sinusitis kronik dan otitis media kronik
juga dapat menyebabkan demam berkepanjangan. Efusi subdural juga dapat menjadi
sumber demam berkepanjangan dan/ atau berulang. 5
e) Pembesaran kelenjar limfe kolli
Dalam keadaan normal, kelenjar limfe tidak teraba apalagi membesar. Perlu
dibedakan antara pengertian kelenjar yang ’teraba’ dan ’membesar’ . Kelenjar limfe
38
dikatakan membesar apabila ≥10 mm, sedangkan bila ukuran ≤10mm dikatakan
teraba. Limfadenopati yang dikatakan membesar adalah di leher yang sering menjadi
sumber kekeliruan diagnostik TB anak. Penyebab tersering limfadenopati kolli adalah
IRA berulang, yang biasanya disertai dengan pembesaran tonsil dan atau adenoid,
Penyebab lain limfadenopati adalah adenoid. Limfadenopati dikatakan TB apabila
multipel, tidak nyeri tekan, terlebih bila saling melekar atau konfluens. 5

B. Pemeriksaan Penunjang
a) Foto rontgen thoraks
Walaupun foto rontgen thoraks berperan dalam diagnosis TB,tetapi tidak ada
gambaran radiologis yang khas untuk TB, kecuali gambaran milier. Interpretasi
atau ekspertise foto rontgen thoraks yang sering kita dapatkan adalah ”
Bronkopneumonia”, dengan kemungkinan KP (koch pulmonal) belum dapat
disingkirkan atau proses spesifik masih mungkin”. Jika hanya berdasarkan
ekspertise radiologis saja maka akan banyak sekali pasien yang didiagnosis
bronkopneumonia atau TB meskipun secara klinis dan pemeriksaan penunjang
tidak sesuai. 5
Berdasarkan aspek TB, dalam gambaran foto rontgen toraks ada dua
kemungkinan, yaitu ’sugestif’ dan ’nonsugestif TB’. Gambaran sugestif TB di
antaranya berupa pembesaran kelenjar limfe hilus/paratrakea dengan/tanpa
infiltrat, atelektasis lobus medius, konsolidasi lobar/ segmental, gambaran milier,
efusi pleura, kavitas, kalsifikasi (proses lama), dan destroyed lung. Gambaran non
sugestif TB adalah infiltrat minimal, dan ini yang paling sering kita temui dalam
rontgen toraks. Adanya infiltrat pada paru sebab apapun akan memberikan
gambaran bercak-bercak putih. Rumus umum sederhana dalam menilai
kemungkinan ke arah TB yang dapat kita gunakan adalah adanya diskonkruensi
(ketidaksesuaian) antara klinis dan gambarab radiologis. Misalnya secara klinis
tidak ada sesak nafas, tetapi kelainan foto rontgen toraks sangat nyata, maka layak
untuk memikirkan ke arah TB. 5
b) Uji tuberkulin Mantoux
Baku emas diagnosis TB anak adalah biakan TB. Akan tetapi seperti diuraikan
di depan, banyak sekali kendala untuk melaksanakan pemeriksaan ini. Oleh
karena itu, walaupun ada kelemahannya, uji tuberkulin cara mantoux merupakan
alat diagnostik utama TB anak. 5
39
Dalam penggunaan uji tuberkulin juga terdapat beberapa kekeliruan yang
mungkin terjadi. Yang pertama adalah dalam pembacaannya. Penilaian hasil uji
tuberkulin Mantoux adalah berdasarkan indurasi yang timbul, bukan eritemanya.
Ukuran eritema dapat sama, lebih kecil, atau yang sering adalah lebih besar
daripada indurasinya. Eritema selebar apapun, jika tanpa indurasinya maka
dinyatakan negatif. Pengukuran indurasi baku adalah daridiameter transversalnya.
Hasil yang dilaporkan adalah dalam satuan angka mm, misalnya 12 mm(saja).
Bila tidak ada indurasi maka dilaporkan 0 mm, bukan dinyatakan negatif atau
positif. Secara umum dinyatakan positif jika ≥10mm. 5
Kekeliruan lain terkait uji tuberkulim adalah anggapan bahwa semua pasien
dengan uji tuberkulin positif berarti sakit TB, padahal uji tuberkulin hanya
menunjukan infeksi TB dan tidak dapat menentukan sakit atau tidaknya seorang
pasien. 5
Dalam penegakan diagnosis TB, bila hasil uji tuberkulinnya negatif, sering
kali dianggap karena anergi. Hasil uji tuberkulim yang negatif dapat dijumpai
dalam tiga keadaan besar, diluar masalah kesalahan teknik penyuntikan atau
pembacaan. Kemungkinan pertama, dan terbanyak adalah memang tidak ada
infeksi TB. Kemungkinan kedua adalah dalam masa inkubasi. Kemungkinan
ketiga adalah karena anergi, Keadaan anerginini hanya dijumpai pada pasien
imunokompremais seperti gizi buruk, pemaikaian steroid jangka panjang, pasca
morbili, HIV, dll. Seringkali terjadi kekeliruan, yaitu pasien gizi kurang atau
pemaikaian steroid jangka pendek sudah dianggap anergi. Pada berbagai keadaan
yang berpotensi menyebabkan anergi masih mungkin uji tuberkulin positif.
Dengan demikian, uji tuberkulin tetap perlu dilakukan pada keadaan berpotensi
anergi dan jangan serta merta menduga anergi bila uji tuberkulinnya negatif. 5
c) Peyalahgunaan BCG sebagai alat diagnostik
Bacille Calmette-Guerin adalah perangkat preventif TB, tetapi ada yang
menggunakan reaksi BCG sebagai alat diagnostik TB. Istilah yang salah sering
dipakai adalah BCG-test. 5
d) Pemeriksaan adarah
- Laju Endap Darah ( LED ) dan limfositosis
Dasar pemikiran penggunaan LED dalam diagnosis TB adalah karena
TB merupakan infeksi kronis yang dapat menyebabkan peningkatan LED.
Akan tetapi perlu diingat bahwa nilai LED dapat meningkat pada berbagai
40
keadaan infeksi atau inflamasi kronis, sehingga LED sama sekali tidak
khas untuk TB. Pada proses TB desiminata, misalnya TB milier, seringkali
nilai LED nya malah normal. LED masih ada manfaatnya untuk menilai
keberhasilan terapi bila sebelum terapi nilainya tinggi. 5 Peningkatan nilai
hitung jenis limfosit juga sering dipakai untuk penunjang diagnosis sakit
TB, padahal pada keadaan infeksi TB tanpa sakit, atau infeksi lainnya
seperti infeksi virus juga dapat menyebabkan nilai limfosit tinggi. Dengan
demikian, nilai hitung jenis limfosit juga tidak mempunyai nilai
diagnostik.
5

- Polymerase Chain Reaction (PCR)


PCR merupakan varian dari pemeriksaan mikrobiologis yang
mempunyai sensitivitas yang sangat tinggi. Begitu sensitifnya,
pemeriksaan ini bahkan dapat mendeteksi ’serpihan’ kuman TB, karena
yang dideteksi adalah DNA kuman. Berbeda dengan pemeriksaan biakan,
yang memerlukan kuman TB hidup, dengan serpihan kuman saja PCR
sudah dapat memberi hasil positif. Karena sangan sensitifnya
(oversensitif), pemeriksaan ini berpotensi memberikan hasil false positif,
yaitu hasil positif dianggap sama dengan sakit TB , padahal mungkin pada
pasien hanya ada sedikit kuman TB yang tidak mampu membuat sakit TB.
5

- Serologi
Sistem imun yang berperan penting dalam imunologi TB adalah
imunitas seluler. Para ahli mencoba melakukan pemeriksaan serologis yang dasarnya
adalah imunitas humoral, yaitu mendeteksi kadar antibodi terhadap kuman TB dalam
darah, Pemeriksaan serologis yang ditawarkan seperti PAP TB, ICT. Mycodot, dan
lain – lain hanya dapat mengetahui infeksi TB, dan tidak dapat menentukan sakit TB.
Dengan demikian, berbagai pemeriksaan serologis yang ada saat ini tidak lebih
5
unggul daripada uji tuberkulin, bahkan sensitivitasnya di bawah uji tuberkulin. e)
Kekeliruan terapi
- Panduan terapi
Terapi TB memerlukan waktu yang relatif lama, yaitu minimal 6bulan,
yang terbagi menjadi dua fase , yaitu fase intensif selama 2 bulan

41
dilanjutkan fase sterilisasi selama masa sisa terapi. Dala, praktik sehari –
hari masih sering kita temukan paduan OAT yang tidak baku, misalnya
rifampisin, isoniazid, dan etambutol ; rifampisin dan isoniazid ; bahkan
isonazid saja, dan berbagai panduan lain. Hal yang perlu dicermati adalah
bahwa secara farmakologik , OAT umumnya mudah terganggu
bioavailabilitasnya terutama rifampisin. Rifampisin sangat higroskopis dan
sensitif terhadap sinar matahari. Oleh karena itu, rifampisin tidak boleh
dicampur dalam satu racikan dengan OAT lain. Jika meresepkan OAT
dalam bentuk puyer maka masing-masing OAT dibuat dalam bungkus
terpisah. Dari aspek farmasi, isoniazid sangat tidak stabil bila dibuat dalam
bentuk sirup, sehingga penggunaan isoniazid sirup tidak dianjurkan. 5
- Evaluasi Terapi
Uji tuberkulin tidak dapat dijadikan sebagai alat pemantau atau
evaluasi terapi, karena pada pasien TB dengan uji tuberkulin positif akan
tetap positif walaupun sudah sembuh. LED dapat digunakan jika awal
terapi hasilnya tinggi, Pemeriksaan PCR dan serologis tidak dapat
digunakan untuk evaluasi terapi. 5
Pemeriksaan radiologis dapat digunakan untuk evaluasi terapi terutama
pada TB milier dan efusi pleura. Untuk TB yang lain, hanya sebagai data
tambahan, karena perbaikan secara radiologis umumnya tidak nyata. Dasar
utama evaluasi terapi adalah keadaan klinis.5
J. ANALISA KASUS
An. MZ usia 1 tahun yang pada awalnya didiagnosis sebagai bronkopneumonia
dengan diagnosis banding Tuberkulosis paru. Terdapat beberapa manifestasi sistemik
yang dapat muncul tuberkulosis paru anak yaitu demam lama (≥2 minggu) dan atau
berulang tanpa sebab yang jelas, demam tidak terlalu tinggi, kadang disertai keringat
malam.9 Manifestasi sistemik lain adalah nafsu makan menurun, dengan gagal tumbuh dan
berat badan tidak naik secara adekuat, batuk lama >3 minggu dengan penyebab selain TB
sudah disingkirkan, malaise, dan dapat terjadi diare persisten yang tidak sembuh dengan
pengobatan baku diare.9
Pada anamnesis, didapatkan batuk sejak 3 minggu SMRS, disertai demam yang
hilang timbul, dan tidak terlalu tinggi dengan perabaan tangan, dan keringat malam hari.
Selain itu terdapat penurunan nafsu makan yang diikuti, penurunan berat badan pasien.

42
Anak juga terlihat kurang aktif dibanding sebelumnya, serta mengalami diare. Anak juga
sempat tinggal dengan nenek yang mengalami batuk lama tanpa diketahui penyebabnya.
Batuk kronik merupakan gejala tersering pada TB dewasa, tetapi pada anak bukan
merupakan gejala utama. Fokus primer TB paru anak umumnya terdapat didaerah
parenkim yang tidak memiliki reseptor batuk. Gejala batuk kronik pada TB anak dapat
timbul bila limfadenitis regional menekan bronkus sehingga merangsang reseptor batuk
secara kronik, selain itu juga dapat disebabkan karena imunitas anak dengan TB menurun
sehingga mudah mengalami Infeksi Respiratorik Akut ( IRA) berulang. 9
Dari anamnesis juga didapatkan riwayat bahwa anak sempat tinggal selama 1 minggu
bersama neneknya yang mengalami batuk lama disertai keringat malam dan demam,
namun tidak diketahui penyebabnya. Sumber infeksi TB pada yang terpenting adalah
pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius, terutama dengan BTA positif. Pasien TB
anak jarang menularkan kuman pada anak lain, karena kuman TB sangat jarang ditemukan
di dalam sekret endobronkial pasien anak.9

Dari pemeriksaan fisik, status gizi anak berdasarkan kurva WHO mengalami gizi kurang.
Hal tersebut sesuai teori bahwa pada pasien TB anak sering terjadi penurunan berat badan
tanpa sebab yang jelas, BB tidak naik dengan adekiuat, serta gagal tumbuh. 9

Pada pemeriksaan penunjan foto rontgen thoraks pasien didapatkan gambaran


corakan Vesikuler kasar, infiltrat (+) di perihiler dan pericardial, hilus tak tampak
melebar, dengan kesan Bronkopneumonia dengan diagnosis banding Tuberkulosis Paru.
Tidak ada gambaran radiologi yang khas untuk TB anak kecuali TB millier. 1,9 Namun
berdasarkan aspek TB, dalam gambaran foto rontgen thoraks terdapat dua kemungkinan
yaitu sugestif TB dan nonsugestif TB. Gambaran sugestif TB diantaranya pembesaran
kelenjar limfe hilus/paratrakea dengan atau tanpa infiltrate, atelectasis lobus medius,
konsolidasi lobar / segmental, gambaran millier, efusi pleura, kavitas, kalsifikasi, dan
destroyed lung. 1,9

Hasil pemeriksaan tes Mantoux pasien didapatkan hasil 18.5mm/positif. Uji


tuberkulin adalah alat pemeriksaan TB yang sudah lama dikenal, namun masih
mempunyai nilai diagnostic yang tinggi pada anak. Secara umum, hasil uji tuberkulin
dengan diameter indurasi ≥10mm dinyatakan positif tanpa menghiraukan penyebabnya.
1,9
Hasil positif sebagian besar disebabkan oleh infeksi TB alamiah. Pada saat

43
terbentuknya kompleks primer, infeksi TB dinyatakan telah terjadi. Setelah terjadi
kompleks primer, imunitas selular tubuh terhadap TB terbentuk, yang dapat diketahui
dengan adanya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif. 1,9
M Paengingat diagnosis TB anak sulit karena gejalanya tidak khas, maka diagnosis TB
anak ditegakan berdasarkan sistem skoring gejala dan pemerikaan penunjang tuberculosis.
1,9
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, maka pasien ini memili
ki skor 9 yang terdiri dari adanya kontak berdasarkan laporan keluarga dengan hasil BTA
tidak diketahui, Uji tuberkulin >10 mm , BB/TB <90% atau BB/U <80%, demam yang
tidak diketahui penyebabnya ≥2 minggu
, batuk kronik ≥3 minggu, foto thoraks gambaran sugestif TB. Oleh karena itu dapat
Tuberkulosis paru dapat ditegakan pada pasien ini.

Penatalaksanaan tuberkulosis pada pasien ini adalah diberikan OAT dalam bentuk
paket KDT/FDC yang terdiri dari obat fase intensif yaitu rifampisin (R) 75mg, INH (H)
50 mg dan pirazinamid (150). Fase lanjutan rifampisin 75 mg dan INH 50mg. 1,9 Pasien
diberikan OAT satu tablet perhari, dikarenakan berat badan pasien 7 kg. Selain itu,
keluarga pasien juga diberikan edukasi mengenai pentingnya keteraturan minum obat.
Keteraturan pasien dikatakan baik apabila pasien menelan obat sesai dengan dosis yang
ditentukan dalam panduan pengobatan. 1,9 Selain itu juga harus dicari sumber penularan
yang menyebabkan anak tersebut tertular TB. Sumber penularan adalah orang dewasa
yang menderita TB aktif dan kontak erat dengan anak tersebut. 1,9 Selain itu, diperlukan
pula penanganan gizi yang baik, meliputi kecukupan asupan makanan, vitamin, dan
mikronutrien. Edukasi ditunjukan kepada pasien dan keluarganya agar mengetahui
mengenai TB. Pasien TB anak tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB anak tidak
menular terhadap orang disekitarnya. Aktifitas fisik pasien tidak perlu dibatasi, kecuali
pada TB berat. 1,9

44
Edukasi
b) Memberikan gizi yang cukup untuk anak : dengan frekuensi 3 sampai 4 kali Makan
ditambah ASI, 1 sampai 2 kali makanan selingan. Jumlah setiap kali makan adalah
¾ (tiga perempat) sampai 1 (satu) mangkuk ukuran 250 ml. Tekstur
( kekentalan/konsistensi) makanan yang di iris-iris, makanan keluarga. Dapat
diberikan makanan tambahan usia 12-24 bulan yaitu ASI, ditambah 3 - 4 kali
makan dan 1 - 2 kali makanan kecil per hari.Kebutuhan kalori pasien perhari
berdasarkan rumus RDA (Recommended Dietary Allowences) untuk umur TB
(sesuai height-age) x BB ideal adalah 867 kkal. Dengan target berat badan 8.5 kg.
Contoh pemberian menu :
• (06.00) ASI/susu formula 100ml
• (08.00) Makanan keluarga ( contoh : nasi tim) semangkuk penuh ukuran
250ml • (10.00) Buah/pudding
• (12.00) Makanan keluarga/makanan yang diiris-iris/nasi tim semangkuk
ukuran 250ml
• (13.30) ASI/susu formula 150ml
• (14.30) Makanan keluarga/makanan yang diiris-iris/nasi tim semangkuk
ukuran 250ml
• (15.00) Biskuit 1-2 potong
• (17.00) Makanan keluarga/makanan yang diiris-iris/nasi tim semangkuk
ukuran 250ml
• (21.00) ASI/susu formula 150ml

Cara pemberian makanan :

• Mulai memperkenalkan makanan yang berbentuk padat atau biasa disebut


dengan makanan keluarga, tetapi tetap mempertahankan rasa

45
• Menghindari memberikan makanan yang dapat mengganggu organ
pencernaan, seperti makanan terlalu berbumbu tajam, pedas, terlalu asam atau
berlemak.
• Finger snack atau makanan yang bisa dipegang seperti cookies, nugget atau
potongan sayuran rebus atau buah baik diberikan untuk melatih keterampilan
dalam memegang makanan dan merangsang pertumbuhan giginya.
• Pemberian ASI masih tetap diteruskan sampai anak berumur dua tahun.
• Frekuensi pemberian : 3-4 kali sehari makanan keluarga + 1-2 kali sehari
makanan selingan atau bergantung pada nafsu makan bayi + Pemberian ASI.
Jumlah setiap kali makan : semangkuk penuh berukuran 250 ml
• Waktu pemberian makan adalah masa-masa bagi anak untuk belajar dan
mencintai. Berinteraksilah dengannya dan kurangi gangguan waktu ia diberi
makan. Jangan paksa anak untuk makan. Bantu anak yang lebih tua untuk
makan
d) Menjaga kebersihan :
- Berikan makan kepada bayi dalam mangkuk/piring yang bersih; jangan
gunakan botol karena susah dibersihkan dan dapat menyebabkan bayi
mengalami diare.
- Cuci tangan Anda dengan sabun sebelum menyiapkan makanan, sebelum
makan dan sebelum memberi makan anak.
- Cuci tangan anak Anda dengan sabun sebelum ia makan
e) Edukasi sumber penularan TB
Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB, maka harus dicari sumber
penularan yang menyebabkan anak tersebut tertular TB. Sumber penularan adalah
orang dewasa yang menderita TB aktif dan kontak erat dengan anak tersebut.
Pelacakan sumber infeksi dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis dan BTA
sputum (pelacakan sentripetal). Bila telah ditemukan sumbernya, perlu pula dilakukan
pelacakan sentrifugal, yaitu mencari anak lain di sekitasnya yang mungkin juga
tertular, dengan cara uji tuberkulin. Sebaliknya, jika ditemukan pasien TB dewasa
aktif, maka anak disekitarnya atau yang kontak erat harus ditelusuri ada atau tidaknya
infeksi TB (pelacakan sentrifugal). Pelacakan tersebut dilakukan dengan cara
anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang yaitu uji tuberkulin. Pada
pasien ini dicurigai sumber penularan adalah nenek pasien, oleh karena itu perlu
pemeriksaan lebih lanjut terhada nenek pasien dan keluarga yang memiliki gejala

46
serupa. Hal tersebut diperlukan untuk memastikan penyebab sakit dari nenek pasien,
menemukan sumber penularan, memutus rantai penularan terhadap orang
disekitarnya, serta memberikan terapi yang tepat terhadap nenek pasien.
f) Meningkatkan pengetahuan keluarga mengenai TB
Pengobatan TB tidak lepas dari masalah sosial ekonomi. Karena pengobatan
TB memerlukan kesinambungan pengobatan dalam jangka waktu yang cukup lama,
maka biaya yang diperlukan cukup besar. Selain itu, diperlukan juga penanganan gizi
yang baik, meliputi kecukupan asupan makanan, vitamin, dan mikronutrien. Tanpa
penanganan gizi yang baik, pengobatan dengan medikamentosa saja tidak akan
tercapai hasil yang optimal. Edukasi ditujukan kepada pasien dan keluarganya agar
mengetahui mengenai TB. Pasien TB anak tidak perlu diisolasi karena sebagian besar
TB padak anak tidak menular kepada orang disekitarnya. Aktivitas fisik pasien TB
anak tidak perlu dibatasi, kecuali pada TB berat.

47
DAFTAR PUSTAKA

1. Dinihari TN, Dewi RK. Petunjuk Teknis Menejemen TB Anak.Direktorat Jendral


Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.2016
2. Wibisono HB, Suryanto A, Farida. Simposium Tuberkulosis “Holistic Approach of TB
Management”. Badan Penerbit Universitas Diponogoro.2013
3. Tuberculosis (Child and adolescent). Available at https://www.who.int/tb/areas-
ofwork/children/en/.

4. UNICEF. Paket konseling: pemberian makan bayi dan anak. Unicef. 2014;1–39.
5. World Health Organization. Guidance for national tuberculosis programmes on the
management of tuberculosis in children.Available from :
http://apps.who.int/medicinedocs/documents/s21535en/s21535en.pdf.
6. Attaha CJ, Ogucheb S, Egahc D, Ishayad TN, Banwate M, Adgidzi AG. Risk factors
associated with paediatric tuberculosis in an endemicsetting. Alexandria Journal of
Medicine 54 (2018) 403. https://doi.org/10.1016/j.ajme.2018.05.002.
7. World Health Organization. Diagnosis of childhood TB.Available
from :
https://www.who.int/tb/challenges/ChildhhoodTB_section2.pdf?ua=1.
8. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson Ilmu Kesehatan Anak
Esensial. Singapore : Elsevier. 2014.
9. Raharjoe N, Basir D, MS Makmuri, Kartasasmita B. Pedoman Nasional Tuberkulosis
Anak. Jakarta : UKK Respirologi IDAI.2009.

48
49

Anda mungkin juga menyukai