Anda di halaman 1dari 13

BAB III

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. DESKRIPSI DATA

Kapal ADNOC 851 adalah type PSV dengan GRT 1092 milik ADNOC
LOGISTIC & SERVICES UAE, kapal ini dilengkapi dengan dua mesin penggerak
utama type Nigata 3516-B dengan 2x1800 BHP dan dua auxiliary engine type
Volvo D-12, 240 KW dan satu Emergency Generator Volvo D-7 90 KW. Sebagai
kapal Supply atau PSV ADNCO 851 membawa muatan general cargo di main
deck, minyak, dan air tawar serta material lainnya yang mana sangat dibutuhkan
pada kegiatan pengeboran minyak dan gas lepas pantai.
Adapun fakta kondisi yang terjadi di atas kapal ADNOC 851 adalah sebagai
berikut :

1. Belum Terbangunnya Kesadaran ABK untuk Bekerja Sesuai Dengan


Manajemen Kerja

Terdapat pula Anak Buah Kapal yang tidak bersungguh-sungguh


melaksanakan pekerjaan dengan berbagai alasan mulai dari sifat malas, bosan
dengan rutinitas pertemuan sehingga Manajemen dilaksanakannya secara
formalitas. Bila terjadi audit biasanya akan bermasalah karena tidak
melaksanakan dan bila ada petugas dari perusahaan maupun pencharter
biasanya dengan berat hati melakukannya dengan bersungguh-sungguh.
Bagi yang bersungguh-sungguh melaksanakannya sudah tentu
melaksanakannya dari mulai program kerja, kemudian kepala kerja meminta
ijin kerja kepada Safety Officer atau Perwira Jaga di anjungan, yang
selanjutnya Safety Officer membuat permit to work atau check list dengan

18
segera mengadakan meeting atau JSA (Job Safety Analysis) untuk semua
anggota team kerja yang akan bekerja. Prosedur-prosedur kerja dan
keselamatan kerja sudah berjalan sebagaimana mestinya, namun namanya sifat
manusia ada yang mau melaksanakan dengan bersungguh-sunguh dan ada pula
hanya sebatas formalitas.
Pernah penulis temui di atas kapal selama melakukan pengamatan, yang
mana pada Jam 15.00 LT tanggal 10 Mei 2020 tepatnya pada saat kapal sandar
belakang di platform, terjadi kecelakaan kerja yang dialami oleh ABK,
kecelakaan kerja yang terjadi pada saat itu ABK keletihan dikarenakan kurang
istirahat setelah selesai bekerja, ABK tersebut menonton TV dan berbincang-
bincang bersama temannya hingga lupa waktu, Sedangkan esok harinya dia
harus bekerja harian, akhirnya terjadi kecelakaan kerja yaitu tergelincir ketika
mengambil alat kerja di gudang, walau tak parah tapi membuat pergelangan
kakinya terkilir. Itu terjadi disebabkan dia tidak benar-benar mengikuti arahan-
arahan yang sudah ditetapkan.

2. ABK yang Tidak Mengikuti Manajemen Keselamatan Kerja

Kecelakaan kerja tidak dapat dielakkan secara menyeluruh, namun


demikian, setiap perencanaan keputusan dan organisasi harus mengutamakan
aspek keselamatan kerja (Safety First).
ISM Code merupakan kumpulan manajemen kerja yang menjamin
keselamatan kerja apabila diikuti secara benar. Namun dalam kenyataan sehari-
hari penulis sering melihat dalam mengerjakan suatu arahan dari perwira, ABK
sering mengabaikan manajemen-manajemen kerja ini. Sebagai contoh, saat
mengerjakan suatu pekerjaan di dek, seharusnya ABK memakai sepatu kerja
dan juga helm keselamatan dan begitu pula pada saat melakukan kegiatan olah
gerak kapal untuk sandar ke dermaga dilanjutkan dengan kegiatan bongkar
muat barang di pelabuhan.
Salah satu kejadian pada tanggal 15 Mei 2020, penulis melihat ABK saat
bekerja di dek tidak memperhatikan kondisi di area pekerjaan dimana dia
sedang bekerja, tetapi justru dia sedang berbincang-bincang dengan rekan
kerja, sehingga mereka tidak melihat bahaya yang mungkin saja bisa timbul
saat kerja di dek. Contoh lain waktu kerja di dek, membersihkan karat

19
(chipping) ABK tersebut tidak memakai kaca mata (safety gogles), semua ini
akan sangat berbahaya terhadap keselamatan dari ABK itu sendiri maka perlu
adanya pencegahan karena kecelakaan tidak bisa diramalkan atau diprediksi
atau diperhitungkan.

B. ANALISIS DATA

Dari rumusan masalah yang penulis uraikan pada bab I maka penulis
menganalisis data dengan mencari penyebab permasalahan untuk menemukan
pemecahannya diantaranya yaitu :

1. Rendahnya Tanggung Jawab Safety Officer Sebagai Pengawas


Pelaksanaan Manajemen Keselamatan Kerja

Setiap pekerjaan membutuhkan tanggung jawab, perhatian, kontribusi,


dan kepedulian. Seorang Safety Officer yang mampu memiliki tanggung jawab
dan kontribusi total terhadap pekerjaan, pasti akan memberikan kinerja yang
baik dan berdedikasi secara total terhadap pekerjaan dan kewajibannya di atas
kapal. Tanpa tanggung jawab Safety Officer akan sulit mencapai puncak
keberhasilan tertinggi. Tanpa tanggung jawab Safety Officer hanya sibuk
mengurusi aksi dan reaksi pekerjaan, tidak akan memiliki antusias, motivasi,
dan keberanian untuk menjadi lebih baik serta tidak akan mampu berkontribusi
secara maksimal kepada pekerjaannya.
Dalam tugasnya yang merangkap sebagai Chief Officer, Safety
Officer merasa kesulitan dalam melaksanakan pengawasan yang efektif
pada pelaksanaan manajemen keselamatan di atas kapal. Terlihat dari
beberapa kasus kecelakaan kerja yang terjadi. Selain karena faktor
pengawasan yang kurang, ABK yang belum terbangun kesadarannya
dalam melaksanakan prosedur kerja dan keselamatan kerja sehingga
peraturan akan dijalankan apabila benar-benar diawasi atau dalam
pengawasan Safety Officer. Berarti setiap peraturan tersebut ditaati bukan
karena kesadarannya akan pentingnya menjaga keselamatan kerja, akan
tetapi karena takut akan sanksi yang diberikan apabila Safety Officer
menemukan pelanggaran yang dilakukan oleh ABK. Namun kepatuhan itu

20
hanya sebatas pengawasan. Jadwal kerja Safety Officer yang begitu padat
sehingga sulit membagi waktu antara kewajiban tugasnya yang berkaitan
dengan kelancaran operasional kapal dengan melakukan pengawasan
setiap saat di area kerja pada saat pekerjaan sedang berlangsung untuk
memastikan bahwa pelaksanaan manajemen keselamatan kerja dijalankan
dengan baik oleh ABK.

2. Kurangnya Ketegasan Safety Officer Dalam Memberikan Sanksi


Terhadap ABK Yang Tidak Menjalankan Manajemen Keselamatan Kerja

Pengarahan yang di berikan Safety Officer mengenai prosedur


keselamatan kerja kadang diabaikan oleh ABK karena ABK merasa pekerjaan
tersebut merupakan pekerjaan yang sudah biasa dilakukan di atas kapal.
Sedangkan resiko kecelakaan kerja tidak bisa diprediksi kapan dan dimana
seseorang akan mengalaminya atau mendapati musibah yang sama sekali tidak
bisa di duga-duga. Faktor yang membuat ABK mengabaikan pengarahan atau
petunjuk dari Safety Officer salah satunya karena rendahnya kedisiplinan ABK
dalam menaati peraturan termasuk pengarahan dari Safety Officer yang
merangkap sebagai Chief Officer atau kepala kerja mereka di atas kapal.
Disiplin kerja dapat di definisikan sebagai suatu sikap menghormati,
menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik
yang tertulis maupun tang tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan
tidak keberatan untuk menerima sanksi-sanksinya apabila melanggar tugas dan
wewenang yang diberikan kepadanya.
Untuk mengurangi pelanggaran, biasanya pihak yang melakukan
pelanggaran diberikan sanksi yang seimbang atau sesuai dengan pelanggaran
yang telah dilakukannya. Dalam hal ini, Safety Officer yang berhak
memberikan sanksi apabila ada ABK yang dengan sengaja atau tidak sengaja
melanggar peraturan, tidak menjalankan prosedur kerja dan keselamatan kerja
serta tidak mengimplementasikan manajemen keselamatan kerja dalam
pekerjaannya sehari-hari seperti yang telah disosialisasikan di atas kapal.
Sanksi merupakan hukuman atau perlakuan tertentu yang sifatnya tidak
mengenakkan atau menimbulkan penderitaan yang diberikan kepada pihak
pelaku pelanggaran. Hukuman semestinya diberikan sebanding dengan kualitas

21
penyimpangan, apalagi jika penyimpangan tersebut dapat merugikan atau
mencelakakan orang disekitarnya. Sanksi ini diberikan untuk menyadarkan
pelaku dan tidak dilakukan lagi olehnya dikemudian hari serta tidak terjadi atau
tidak dilakukan lagi oleh pihak lain.
Namun, menurut pengamatan penulis Safety Officer di AHTS. Jul Sofus
K tidak tegas dalam memberikan sanksi terhadap ABK yang tidak menjalankan
manajemen keselamatan kerja. Hal ini membuat ABK yang lainnya
menyepelekan prosedur keselamatan kerja tersebut dengan anggapan yang
terpenting pekerjaan selesai tepat pada waktu tanpa memikirkan resiko
kecelakaan yang dapat dialami.

3. Kurangnya Sosialisasi Keselamatan Kerja Terhadap Anak Buah Kapal

Sosialisasi di atas kapal berupa pengarahan familiarisasi yang dilakukan


untuk menjelaskan point-point pada prosedur keselamatan kerja yang terdapat
di manual book perusahaan dengan bahasa yang mudah dipahami oleh ABK.
Pengarahan merupakan petunjuk yang diberikan untuk melaksanakan sesuatu
atau perintah yang ada secara tertulis maupun secara lisan. Selain itu
Sosialisasi dapat berupa pengarahan atau familiarisasi yang dilakukan setiap
ABK baru bekerja di atas kapal. Familiarisasi merupakan suatu hal yang sangat
penting bagi awak kapal, khususnya bagi ABK yang akan bekerja di atas kapal.
Dalam hal ini perusahaan harus memperhatikan keutamaan familiarisasi ini
agar berjalan dengan efektif sesuai dengan prosedur perusahaan.
Namun penulis mengamati, sosialisasi kurang efektif terhadap anak buah
kapal. Salah satunya familiarisasi tidak diberikan secara maksimal karena
beberapa faktor yaitu keterbatasan waktu karena ABK pengganti terlambat
dikirim oleh Perusahaan. Pada saat ABK pengganti tiba, ABK yang akan
digantikan harus sign off dalam waktu 1 atau 2 hari ke depan. Familiarisasi
sesuai dengan manual book harus dijalankan selama seminggu. Adapun
pelaksanaan familiarisasi ini mencakup mengenai pengenalan safety /
keselamatan kerja di kapal, keseluruhan komponen atau isi kapal, tugas dan
tanggung jawab sesuai dengan posisi atau jabatan, hal-hal yang perlu dilakukan
apabila terjadi keadaan darurat dan terutama prosedur pelaksanaan kerja
maupun keselamatan kerja.

22
Akan tetapi karena keterbatasan waktu tersebut menjadikan familiarisasi
yang seharusnya dijalankan selama kurang lebih 7 hari, pada kenyataannya
dijalankan selama 1 hari dan paling lama 2 hari karena mengikuti sisa masa
kontrak ABK yang akan sign off. Penulis mengamati, hal ini kurang efektif
bagi pengetahuan dan keterampilan ABK yang sebagian besar baru pertama
kali bekerja di kapal supply. Selain itu rencana kerja dan jadwal operasi yang
lumayan padat menjadi salah satu faktor. Kadang waktu yang seharusnya
digunakan untuk familiarisasi, bersamaan dengan waktu operasional kapal
(kapal sedang beroperasi).
Kecelakaan kerja dapat terjadi ABK karena menggunakan alat- alat
keselamatan kerja yang kurang terampil. Hal ini dapat terjadi karena
ketidaktahuan dari ABK tentang cara penggunaan atau mungkin baru pertama
kali seseorang tersebut menggunakannya. Sebagai contoh ABK menggunakan
gerinda mesin portable dan kacamata pelindung untuk memotong rantai fender
akibatnya hampir mencelakai ABK itu sendiri. Setelah diselidiki ternyata ABK
baru tersebut baru pertama kali memakai alat tersebut.
Selain itu Di saat ada perintah untuk melaksanakan pekerjaan, ABK
langsung bersiap-siap memenuhi panggilan dan perintah kerja tersebut.
Namun, ABK tersebut lupa memakai alat-alat kelengkapan kerja terutama alat-
alat yang berhubungan dengan keselamatan kerja karena terburu-buru untuk
menjalankan tugas. Hal ini dapat menimbulkan dampak yang mengancam
keselamatan diri ABK tersebut. Walaupun kelihatannya merupakan hal kecil
akan tetapi perlindungan jiwa bagi ABK sangat penting terutama saat mereka
menjalankan kewajiban serta tugas dan tanggung jawabnya di atas kapal.
Kadang yang menjadi prioritas mereka hanya pekerjaannya ingin cepat-cepat
selesai tanpa memikirkan keamanan dan keselamatan diri mereka. Apabila
tidak diambil tindakan khusus mengenai hal ini maka ABK akan tetap
mengulangi kesalahan yang sama yaitu mereka tidak melengkapi diri mereka
dengan alat-alat keselamatan kerja sebelum mereka menjalankan pekerjaan.
Hal tersebut dikarenakan kurangnya sosialisasi keselamatan kerja terhadap
anak buah kapal.

4. Terbatasnya Pengetahuan Safety Officer Dalam Memberikan Sosialisasi


Prosedur Keselamatan Kerja kepada ABK

23
Safety Officer mencerminkan seseorang yang menjadi contoh bagi
bawahannya, namun Safety Officer sebagai seorang panutan justru yang
melanggar atau tidak melaksanakan manajemen keselamatan kerja. Hal ini
disebabkan karena Perusahaan tidak terlalu ketat dalam melakukan
penyeleksian dan merekrut Safety Officer yang tidak profesional di bidangnya.
Akibatnya Safety Officer yang bekerja di atas kapal kurang memiliki
pengetahuan dan tidak menerapkan disiplin kerja maupun keselamatan kerja.
Contohnya yaitu pada saat berada di tempat kerja, Safety Officer tidak
menggunakan alat-alat keselamatan kerja. Hal ini dapat membahayakan
keselamatan jiwa Safety Officer tersebut dan diikuti juga oleh ABK lain yang
bekerja di atas kapal.
Safety Officer sebagai seseorang yang bertanggung jawab penuh atas
keselamatan kerja dan pengawas di atas kapal tidak memahami manajemen
keselamatan kerja, karena kurangnya pengetahuan Safety Officer akan prosedur
keselamatan kerja. ABK yang bekerja di atas kapal juga sering mengabaikan
manajemen keselamatan kerja dalam melaksanakan pekerjaan dan tugas
tanggung jawab masing – masing ABK tersebut.
Selain itu, kurangnya kompetensi Safety Officer dalam memberikan
sosialisasi manajemen keselamatan kerja dapat dilihat juga dari cara dia
memimpin meeting maupun memberikan briefing terhadap ABK. Pada saat
meeting maupun memberikan briefing seorang Safety Officer tidak menguasai
materi sehingga materi yang disampaikan tidak sesuai dengan manajemen
keselamatan kerja. ABK akan mengikuti materi materi yang diberikan seorang
Safety Officer, padahal penyampaiannya itu salah. Dengan kurangnya
kompetensi dan pengetahuan seorang Safety Officer tentang manajemen
keselamatan kerja, pekerjaan di atas kapal akan menimbulkan resiko
kecelakaan kerja.

24
C. PEMECAHAN MASALAH

Untuk mengurangi resiko kecelakaan kerja, maka penulis mencari


pemecahan atau solusi dalam rangka meningkatkan disiplin ABK untuk
keselamatan kerja di ADNOC 851 diantaranya yaitu sebagai berikut :

1. Meningkatkan Sikap Disiplin Dan Tanggung Jawab Safety Officer Sebagai


Pelaksana Dan Pengawas Manajemen Keselamatan Kerja Di Atas Kapal

Pentingnya sikap disiplin dan tanggung jawab Safety Officer sebagai


pelaksana dan pengawas sangat berpengaruh dalam kelancaran pelaksanaan
manajemen keselamatan di atas kapal. Dalam hal ini, Perusahaan harus
melakukan pembinaan secara langsung terhadap Safety Officer maupun para
perwira di kapal untuk meningkatkan pemahaman, kesadaran terhadap
pelaksanaan manajemen keselamatan kerja. Pembinaan-pembinaan dan tanya
jawab seputar manajemen keselamatan kerja, yang dinilai masih terasa asing
bagi para pelaut pemula atau pelaut yang belum berpengalaman. Pembinaan
tersebut juga sekaligus pemberian contoh bagaimana cara membuat atau
melaksanakan manajemen dan akibatnya kalau tidak melaksanakan manajemen
keselamatan kerja tersebut. Dengan demikian akan meningkatkan kesadaran
atas pentingnya manajemen keselamatan kerja tersebut sehingga dapat
menumbuhkan rasa tanggung jawab seperti sebelum melakukan pekerjaan
terlebih dahulu mengadakan Tool Box Meeting dan pengisian check list form
sebagai laporan pengawasan dalam pelaksanaan manajemen keselamatan kerja
tersebut.
Pengecekan secara langsung oleh pihak perusahaan dimaksudkan bukan
untuk mencari kesalahan pihak kapal, akan tetapi untuk membantu pihak kapal
dalam melaksanakan kebijakan perusahaan seperti SMS Manual. Perusahaan
dalam melaksanakan pengecekan secara langsung seperti dilaksanakannya
program internal audit langsung ke kapal harus ditingkatkan lagi dengan
memberikan petunjuk penyelesaian atas semua ketidaksesuaian yang dijumpai
selama internal audit. Setelah melakukan internal audit wakil perusahaan harus
memberikan laporan hasil auditnya kepada pimpinan di kapal, melakukan
diskusi, memberikan saran-saran, memberikan petunjuk cara penyelesaiannya
dan selanjutnya mengadakan safety meeting yang dihadiri oleh semua ABK

25
untuk meningkatkan kesadaran semua ABK sehingga pimpinan kapal tidak
mengalami kesulitan dan mendapatkan dukungan dari semua ABK dalam
menyelesaikan ketidaksesuaian berdasarkan hasil audit. Ujung tombak
keselamatan kerja ada di setiap individu pelaku aktifitas, Safety Officer
memastikan sistem management pengendalian resiko selalu diterapkan oleh
setiap individu yang akan melakukan pekerjaan.

2. Perusahaan Memberikan Motivation Training Kepada Safety Officer


Mengenai Cara Melakukan Penerapan dan Pelaksanaan Manajemen
Keselamatan Kerja Di Atas Kapal

Selain sebagai pengawas dan pelaksana manajemen keselamatan di atas


kapal, Safety Officer juga sebagai kepala kerja bagian dek di atas kapal
sangat berperan penting dalam membina, menggerakkan dan mengarahkan
Anak Buah Kapal agar dapat bekerja dengan penuh semangat dan
pengertian demi tercapainya tujuan yang diinginkan oleh perusahaan dan
misi bersama crew. Sebagai pemimpin dan bagian dari Perwira di atas
kapal, maka Safety Officer harus tegas dalam mengambil tindakan maupun
dalam memberikan sanksi apabila terjadi pelanggaran atau penyimpangan
dari peraturan maupun prosedur kerja dan keselamatan kerja yang berlaku.
Untuk memperoleh pengetahuan mengenai cara memimpin yang baik
maka Perusahaan harus memberikan Motivation Training bagi Safety
Officer agar membentuk sikap kepemimpinan di atas kapal dan dapat
mengarahkan ABK dengan sempurna. Kepemimpinan merupakan suatu
proses pengaruh kegiatan kelompok orang ke arah penentuan dan
pencapaian tujuan. Kepemimpinan dalam penerapannya harus disesuaikan
dengan keadaan lingkungan serta anggota bawahan yang dihadapi seorang
Safety Officer dalam hal ini mengambil tipe atau cara kepemimpinan
Demokratis, tegas menerapkan peraturan dan berwibawa. Untuk dapat
mengarahkan mengenai manajemen keselamatan kerja di atas kapal sebelum
diterapkan oleh ABK, maka Safety Officer harus terampil dalam
berkomunikasi.

26
Adapun komunikasi tersebut adalah sebagai berikut :

a. Komunikasi dalam berbahasa yang umum dipakai di atas kapal agar


mudah dimengerti.
b. Berkomunikasi dalam hal membimbing harus pada waktunya dan
memperhatikan situasi serta kondisi.
c. Komunikasi perlu menghindari kata-kata yang dapat menyinggung
perasaan seseorang.

Selain komunikasi dan koordinasi yang baik dengan ABK, untuk


mencegah terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh ABK yang dapat
menimbulkan resiko-resiko yang berdampak juga pada perusahaan maupun
rekan kerja (resiko fisik maupun non-fisik), maka Safety Officer harus tegas
dalam memberikan sanksi (punishment) bagi yang melanggar. Hal ini
bertujuan untuk menegakkan sebuah aturan yang telah di sosialisasikan agar
benar-benar ditaati dan di patuhi oleh seluruh ABK.

3. Sosialisasi Prosedur Keselamatan Kerja Dilakukan Secara Berkala di


AHTS. Jul Sofus K

Safety Officer melaksanakan pengarahan secara rutin. Pengarahan


tersebut berupa sosialisasi manajemen keselamatan kerja yang dilakukan setiap
dua kali dalam sebulan. Sosialisasi ini bertujuan agar ABK dapat mengambil
pelajaran berharga, dimana dalam pengarahan tersebut Safety Officer
memberikan program yang berkaitan tentang pentingnya keselamatan kerja.
Program tersebut diantaranya berupa pengarahan, pelatihan dan penayangan
video-video tentang manajemen keselamatan kerja yang apabila tidak
diterapkan dalam melaksanakan pekerjaan di atas kapal maka akan
menimbulkan bahaya dan resiko kecelakaan kerja.
Sosialisasi sangat diperlukan bagi ABK yang akan bekerja di atas kapal.
Sosialisasi yang dilakukan tidak sampai satu hari ternyata tidak efektif bagi
ABK yang akan joint di atas kapal. ABK yang baru joint di atas kapal kurang
mendapatkan sosialisasi dikarenakan jadwal pelayaran yang sangat padat.
Untuk mengatasinya, ABK yang akan turun diikutkan lagi diatas kapal untuk

27
mendampingi ABK baru yang akan menggantikan pekerjaannya. ABK lama
memberi pengarahan mengenai tugas – tugas yang harus dikerjakan, tanggung
jawab dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan ABK lama
tersebut. Pengarahan atau petunjuk yang diberikan ABK lama bertujuan agar
ABK yang baru mengetahui dan mengerti manajemen kerja yang benar di atas
kapal. Setelah itu, Nakhoda memberitahukan kepada perusahaan mengenai
ABK lama yang masih mengikuti pelayaran mendampingi ABK baru agar
diberikan bonus sesuai dengan waktu tambahan selama di atas kapal.
Selain itu, ABK baru juga mendapat bimbingan dan pengarahan dari
Safety Officer. Dengan memberikan bimbingan dan pengenalan awal secara
bijaksana terhadap ABK yang baru naik kapal. Safety Officer akan menjelaskan
prosedur –prosedur yang berlaku di atas kapal, tentang keselamatan kerja dan
peraturan -peraturan di kapal sesuai dengan kebijakan perusahaan, termasuk
pelaksanaan manajemen keselamatan kerja.
Dengan meningkatkan sosialisasi manajemen keselamatan kerja terhadap
ABK di atas kapal dengan memberikan pengarahan dari ABK lama dan
bimbingan prosedur keselamatan kerja dari Safety Officer. Hal tersebut dapat
memberikan pengetahuan tentang manajemen keselamatan kerja agar ABK
mengetahui dan mengerti tugas dan tanggung jawabnya serta meningkatkan
kesadaran ABK akan pentingnya keselamatan kerja di atas kapal.

4. Perlunya Peningkatan Keterampilan / Skill Terhadap Safety Officer


Dengan Memberikan Pengarahan Dan Pelatihan

Sebagai pelaksana dan pengawas, Safety Officer harus menjelaskan


kepada ABK dan menganalisis faktor yang mempengaruhi keselamatan kerja.
Dalam melakukan pekerjaan perlu dipertimbangkan berbagai potensi bahaya
serta resiko yang bisa terjadi akibat sistem kerja atau cara kerja, penggunaan
mesin, alat dan bahan serta lingkungan disamping faktor manusianya. Istilah
hazard atau potensi bahaya menunjukan adanya sesuatu yang potensial untuk
mengakibatkan cedera atau penyakit, kerusakan atau kerugian yang dapat
dialami oleh ABK. Sedang kemungkinan potensi bahaya menjadi manifest,
sering disebut resiko. Baik “hazard” maupun “resiko” tidak selamanya menjadi
bahaya, asalkan upaya pengendaliannya dilaksanakan dengan baik. Maka
dibutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang memadai sebelum

28
mengarahkan dan mengawasi ABK
Safety Officer memiliki kewajiban untuk menjelaskan manajemen kerja
dan keselamatan kerja, mengawasi ABK untuk disiplin serta memperingatkan
ABK apabila terjadi pelanggaran dalam pelaksanaan manajemen kerja maupun
keselamatan kerja tersebut. Untuk mendapatkan Safety Officer yang
berkualifikasi, Perusahaan melakukan sistem merekrut Safety Officer yang
Profesional dan berpengalaman dibidangnya. Perusahaan harus lebih selektif
dalam hal penerimaan Safety Officer yang hendak bekerja di atas kapal.
Seorang Safety Officer harus memberikan briefing dan meeting tentang
manajemen keselamatan kerja terhadap ABK. Tujuan dari briefing dan meeting
ini untuk mengevaluasi setiap hasil kerja dan memberikan masukan-masukan
kepada ABK mengenai cara kerja sesuai dengan manajemen yang telah dibuat
perusahaan agar pekerjaan dapat diselesaikan dengan efektif dan efisien.
Manajemen harus tetap dilaksanakan walaupun pekerjaan yang dilakukan
setiap hari dan sudah berulang-ulang dilaksanakan agar setiap pekerjaan dapat
diselesaikan dengan lancar dan aman serta resiko kecelakaan kerja dapat
dihindari. Seorang Safety Officer dan Chief Officer juga akan menjadi contoh
atau panutan bagi ABK serta motor penggerak utama dilapangan, maka
seorang Safety Officer tidak hanya sekedar mengetahui dan memahami
manajemen, tetapi juga dapat menerapkan dan mengimplementasikan dalam
pekerjaan sehari-hari di atas kapal. Misalnya pada saat berada di area tempat
kerja, Safety Officer menggunakan alat-alat keselamatan kerja agar tidak
membahayakan keselamatan jiwa Safety Officer tersebut dan ABK lain akan
mengikuti manajemen keselamatan kerja yang di lakukan Safety Officer.
Apabila Safety Officer yang sudah bekerja di atas kapal kurang
profesional dan memiliki pengetahuan yang minim mengenai manajemen
keselamatan kerja, hendaknya Nakhoda sebagai pimpinan dan pemegang
kekuasaan tertinggi di atas kapal memberikan pengarahan dan pelatihan kepada
Safety Officer. Pengarahan dan pelatihan ini bertujuan agar Safety Officer
terampil dan memahamai tugas-tugas yang harus dilakukannya dalam
pelaksanaan manajemen keselamatan kerja di atas kapal yaitu :
a. Mencatat semua kejadian aktifitas Safety, merangkum semua kejadian
yang bersifat Acident ataupun niermiss,membuat analisa dan pengendalian

29
yang akan diterapkan agar tidak terulang hal yangsama, serta membuat
cacatan/laporan tanpa mengurangi atau menutupi suatu kejadian.
b. Memastikan semua pelaku aktifitas dapat menilai, mengetahui dan
menguasai cara pengendalian resiko yang ada serta menguasai
pengendalian dampak kelingkungan sehingga tidak terjadi kejadian yang
dapat merugikan keselamatan orang lain. (Membuat sistem bahwa
dipastikan pelaku aktifitas adalah orang yang menguasai karakter
pekerjaannya).
c. Memastikan semua pelaku aktifitas selalu berpikiran pada target selamat
dengan menerapkan Behavior Base Safety (Menerapkan pengisian BBS
Form / Check list form).
d. Menerapkan Safety Garansi kepada seluruh pelaku aktifitas untuk
memastikan Penghentian perilaku yang tidak aman dari mulai golongan
paling bawah ke atas dengan cara Memberikan wewenang menghentikan
pekerjaan yang tidak aman.

30

Anda mungkin juga menyukai