Makalah Fisika Optik Dan Cahaya
Makalah Fisika Optik Dan Cahaya
OLEH
Kelompok 5:
1.Habel Pit’ay
2.Ivoni I. Dethan
3.Jeneva K. Doko
4.Magdalena Abong
5.Maria K. Lama
PRODI: FARMASI B
Kupang
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga kami
dapat menyusun makalah “Optik dan Cahaya” ini tepat pada waktu yang diberikan. Kami
menyadari kekurangan dalam pembuatan makalah ini oleh karena itu kami mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah kami ini. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
DAFTAR ISI
BAB I (PENDAHULUAN)
Latar
belakang.................................................................................................................................1.1
Rumusan masalah.................................................................................................................1.2
Tujuan....................................................................................................................................1.3
BAB II (PEMBAHASAN)
Pengertian optika..................................................................................................................2.1
Kesimpulan............................................................................................................................3.1
Saran.......................................................................................................................................3.2
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.Mengetahui pengertian optika
2.Mengetahui pengertian optika geometris dan pemaparannya
3.Mengetahui pengertian optika fisis dan pemaparannya
BAB II
PEMBAHASAN
Pemantulan teratur terjadi ketika suatu berkas cahaya sejajar datang pada permukaan
yang halus atau rata seperti permukaan cermin datar atau permukaan air yang tenang.
Sedangkan pemantulan baur terjadi ketika suatu berkas cahaya sejajar datang pada
permukaan yang kasar atau tidak rata sehingga dipantulkan keberbagai arah yang tidak
tertentu.
2.Hukum pemantulan
Gambar 2.3 Hukum pemantulan
Dari hasil percobaan sesuai gambar 2.3, diperoleh hukum pemantulan sebagai berikut:
1) Sinar datang, sinar pantul, dang garis normal berpotongan pada satu titik dan terletak pada satu
bidang datar.
2) Sudur datang (i) sama dengan sudut pantul (r)
Sehingga hukum pemantulan dapat dinyatakan secara matematis sebagai berikut:
i=r
1.Cermin Cekung
Cermign cekung bersifat mengumpulkan sinar. Berkas sinar yang datang sejajar
sumbu utama akan akan dipantulkan mengumpul pada suatu titik yang disebut titik fokus (F).
Secara geometris dapat dibuktikan bahwa panjang fokus (f), yaitu jarak cermin ke titik fokus
besarnya sama dengan setengah panjang jari-jari kelengkungan cermin.
f = r/2
Untuk melukis sinar yang berasal dari sebuah benda yang menuju sebuah cermin,
terdapat tiga sinar utama yang berguna untuk menentukan lokasi bayangan dan sering disebut
sinar-sinar istimewa, yaitu:
1) Sinar datang yang sejajar dengan sumbu utama dipantulkan melalui titik fokus.
2) Sinar datang yang melalui titik fokus dipantulkan sejajar dengan sumbu utama.
3) Sinar datang yang melalui titik pusat kelengkungan cermin (C) dipantulkan melalui titik itu
juga.
Gambar 2.6 Sinar-sinar istimewa
Rumus umum cermin cekung
Perhatikan Gambar 2.6 untuk menurunkan persamaan matematis yang menggambar lokasi
sebuah bayangan.
Gambar 2.7 (b) menunjukkan suatu sinar dari benda melalui titik fokos (F) yang
dipantulkan sejajar dengan sumbu utama melalui bayangan. Oleh karena itu, kita dapat
melihat dua buah segitiga yang sama sebangun, sehingga berlaku:
Keterangan:
f = jarak fokus cermin
so = jarak benda ke cermin
si = jarak bayangan ke cermin
ho = tinggi benda
hi = tinggi bayangan
Dari persamaan di atas berlaku untuk cermin cekung maupun cermin cembung,
namun harus memperhatikan perjanjian tanda berikut:
so bertanda + jika benda terletak di depan cermin (benda nyata)
so bertanda - jika benda terletak di belakang cermin (benda maya)
si bertanda + jika bayangan terletak di depan cermin (banyangan nyata)
si bertanda - jika benda terletak di belakang cermin (banyangan maya)
f bertanda + untuk cermin cekung
f bertanda - untuk cermin cekung
Bayangan yang dibentuk cermin dapat lebih besar atau lebih kecil dari ukuran
bendanya. Untuk menyatakan perpandingan ukuran bayangan terhadap bendanya digunakan
konsep pembesar. Pada pembahasan ini akan dibahas perbesaran linear. Perbesaran linear
didefinisikan sebagai perbandingan antara tinggi bayangan (jarak bayangan) dengan tinggi
benda (jarak benda). Secara matematis dituliskan:
Hukum Pembiasan
Ada beberapa pengertian yang perlu dipahami sebelum membahas tentang hukum
pembiasan, yaitu:
a. Sinar datang adalah sinar yang datang pada bidang batas dua medium.
b. Sinar bias adalah sinar yang dibiaskan oleh bidang batas dua medium.
c. Garis normal adalah garis yang tegak lurus pada bidang batas dua medum.
d. Sudut datang (i) adalah sudut antara sinar datang dengan garis normal.
e. Sudut bias (r) adalah sudut antara sinar bias dengan garis normal.
f. Indeks bias mutlak suatu medium (n) didefinisikan sebagai perbandingan cepat rambat
cahaya di ruang hampa (c) terhadap cepat rambat cahaya di medium tersebut (v). Secara
matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
Karena kecepatan cahaya di dalam suatu medium selalu lebih kecil daripada di ruang
hampa maka indeks bias mutlak suatu medium selalu lebih besar dari 1 (n > 1).
Indeks bias relatif suatu medium nr didefinisikan sebagai pepandingan indeks bias
mutlak medium tersebut terhadap indeks bias mutlak medium lain, secara matematis dapat
dirumuskan sebagai berikut.
Keterangan:
n12 = indeks bias relatif medium 1 terhadap 2
n1 = indeks bias mutlak medium 1
n2 = indeks bias mutlak medium 2
v1 = laju cahaya dalam medium 1
v2 = laju cahaya dalam medium 2
Karena indeks bias relatif adalah perbandingan indeks bias antara dua medium, maka indeks
bias relatif ini bisa bernilai lebih besar atau lebih dari satu.
Gambar 2.9 Hukum pembiasan
Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan oleh Willebrord Snellius (1591 – 1626),
seperti pada gambar 2. Diproleh hukum pembiasan atau hukum Snellius sebagai berikut:
1) Sinar datang, sinar bias, dan garis normal berpotongan pada suatu titik dan terletak pada satu
bidang datar.
2) Sinar datang dari medium yang kurang rapat ke medium yang lebih rapat dibiaskan
mendekati garis normal.
3) Sinar datang dari medium yang lebih rapat ke medium yang kurang rapat dibiaskan
menjauhi garis normal.
4) Sinar datang secara tegak lurus terhadap bidang batas dua medium tidak dibiaskan,
melainkan diteruskan.
Hukum pembias tersebut dapat dinyatakan secara matematis sebagai berikut.
n1 sin i = n2 sin r
Keterangan:
n1 = indeks bias mutlak medium 1
n2 = indeks bias mutlak medium 2
i = sudut datang
r = sudut bias
dimana r dapat dihitung dari hukum Snellius (n1 sin i =n2 sin r).
c = f .
Keterangan:
c = kecepatan perambatan cahaya
f = frekuensi
λ = panjang gelombang
Karena harga c tetap, bila frekuensi kecil maka panjang gelombang besar atau
sebaliknya.
6. Cahaya warna merah mempunyai f kecil maka besar.
2.Dispersi Cahaya
Dispersi adalah peristiwa penguraian cahaya polikromarik (putih) menjadi cahaya-
cahaya monokromatik (merah, jingga, kuning, hijau, biru, dan ungu). Dispersi cahaya terjadi
jika seberkas cahaya polikromatik (cahaya putih) jatuh pada sisi prisma. Cahaya putih
tersebut itu akan diuraikan menjadi warna-warna pembentuknya yang disebut spektrum
cahaya.
~ Sudut Deviasi
Sudut deviasi adalah sudut yang dibentuk oleh perpanjangan sinar datang dan sinar
keluar pada prisma. Misalnya pada segi empat PSQT berlaku hubungan: β + sudut PSQI =
180o. Sedangkan pada segitiga PSQ berlaku hubungan: r1 + i2 + sudut PSQ = 180o. Dengan
demikian, diperoleh hubungan baru:
β + sudut PSQ = r1 + i2 + sudut PSQ
β = r1 + i2
Dengan β = sudut puncak atau sudut pembias prisma
r1 = sudut bias pada permukaan pertama
i2 = sudut datang pada permukaan kedua
pada segitiga PQR berlaku hubungan: sudut PRQ + sudut QPR + sudut PQR = 180o, dimana
sudut QPR = i1 – r1 dan sudut PQR = r2 – i2 sehingga diperloleh:
sudut PRQ + (i1 – r1) + (r2 – i2) = 180o
sudut PRQ = 180o + (r1 + i2) – (i1 + r2)
Dengan demikian, sudut deviasi D adalah
D = 180o – sudut PRQ
= 180o – [180o + (r1 + i2) - (i1 + r2)]
= (i1 + r2) – (r1 + i2)
Karena β = r1 + i2, maka diperoleh:
D = i 1 + r2 – β
~ Sudut Dispersi
Cahaya putih yang melalui prisma diuraikan menjadi spektrum warna, yaitu warna
merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu. Hal ini menunjukan bahwa sesungguhnya
cahaya putih merupakan gabungan dari ketujuh warna di atas. Cahaya yang merupakan
gabungan dari beberapa jenis warna disebut polikromatis, sedangkan cahaya yang terdiri dari
satu warna disebut monokromatis.
Apabila spektrum warna hasil dispersi diurutkan dari warna merah hingga ungu, maka
diperoleh beberapa sifat: sudut deviasi semakin besar, indeks bias semakin besar, frekuensi
semakin besar, dan panjang gelomnang semakin kecil.
Jika ditinjau dari susunan spektrumnya, maka :
1. Indeks bias (n) : Ungu terbesar sedang merah terkecil.
2. Deviasi (D) : Ungu terbesar sedang merah terkecil.
3. Frekuensi (f) : Ungu terbesar sedang merah terkecil.
4. Energi photon (Eph) : Ungu terbesar sedang merah terkecil.
5. Panjang gelombang ( ) : Ungu terkecil sedang merah terbesar.
6. Kecepatan (v) : Ungu terkecil sedang merah terbesar.
Deviasi sinar merah:
Dm = (nm – 1)β
Deviasi sinar ungu:
Du = (nu – 1)β
Sudut dispersi φ menyatakan lebar spektrum yang ditimbulkan oleh prima yang
besarnya bergantung pada selisih antara sudut deviasi warna ungu dan marna merah.
φ = Du – Dm
= (nu – 1)β – (nm – 1)β
φ = (nu – nm)β
Keterangan:
φ = sudut dispersi
nu = indeks bias warna ungu
nm = indeks bias warna merah
β = sudut puncak atau sudut pembias prima
3.Interferensi Cahaya
Interferensi Cahaya adalah perpaduan dua atau lebih sumber cahaya sehingga
menghasilkan keadaan yang lebih terang (interferensi maksimum) dan keadaan yang gelap
(interferensi minimum). Interferensi maksimum : pada layar didapatkan garis terang apabila
beda jalan cahaya antara celah merupakan bilangan genap dari setengah panjang gelombang.
Sedangkan interferensi minimum : Pada layar didapatkan garis gelap apabila beda jalan
antara kedua berkas cahaya merupakan bilangan ganjil dari setengah panjang gelombang.
Syarat interfesi cahaya adalah cahaya tersebut harus koheren. Koheren adalah dua
sumber cahaya atau lebih yang mempunyai frekwensi dan amplitudo sama (hampir sama)
serta beda fase yang tetap.
~Interferensi Pada Lapisan Tipis
Pola interferensi pada lapisan tipis dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu perbedaan panjang
lintasan optik dan perubahan fasse sinar pantul. Dengan dua fakto itu, maka syarat-syarat
interferensi sebagai berikut:
1) Syarat terjadinya interferensi maksimum (terangg)
2nd cos r = (m – )λ m = 1, 2, 3, . . . .
2) Syarat terjadinya interferensi minimum (gelap)
2nd cos r = m λ m = 0, 1, 2, . . . .
Kita ketahui bahwa cahaya merambat sebagai gelombang, namun cahaya termasuk
dalam gelombang transversal atau longitudinal belum diketahui. Namun dengan peristiwa
adanya polarisasi, maka dapat dipastikan bahwa cahaya termasuk dalam gelombang
transversal, karena gelombang longitudinal tidak pernah mengalami polarisasi.
Polarisasi cahaya adalah pengkutuban dari pada arah getar dari gelombang
transversal. (Dengan demikian tidak terjadi polarisasi pada gelombang longitudinal).
Berkas cahaya yang berasal dari sebuah sumber cahaya, mempunyai arah getar
bermacam-macam, sinar semacam ini disebut sinar wajar. Bila sinar wajar ini dikenakan pada
permukaan pemantulan, permukaan pemantulan mempunyai kecenderungan untuk
memantulkan sinar-sinar yang arah getarnya sejajar dengan cermin. Sampai pada suatu sudut
datang tertentu, hanya satu arah getar saja yang dipantulkan, yaitu arah getar yang sejajar
bidang cermin. Sudut ini disebut sudut polarisasi dan sinar yang mempunyai satu arah getar
saja disebut : sinar polarisasi atau cahaya terpolarisasi linier.
Cahaya terpolarisasi dapat terjadi karena :
a. Peristiwa pemantulan
b. Peristiwa pembiasan
c. Peristiwa pembiasan ganda
d. Peristiwa absorbsi selektif
3.1 Kesimpulan
Optika merupakan cabang ilmu fisika yang mempelajari tentang konsep cahaya,
terutama mengkaji sifat-sifat cahaya, hakikat, dan pemanfaatannya. Optika terbagi atas dua
bagian yaitu optika geometris merupakan optika yang membahas tentang pemantulan dan
pembiasan cahaya, dan optika fisis merupakan cabang studi cahaya yang membahas tentang
sifat-sifat cahaya, interferensi cahaya, hakikat cahaya dan pemanfaatan sifat-sifat cahaya.
Optika geometris meliputi pemantulan cahaya (pementulan pada cermin datar,
pemantulan pada cermin cekung dan pemantulan pada cermin cembung), dan pembiasan.
Sedangkan optika fisis meliputi warna cahaya, dispirasi cahaya,interferensi cahaya, difraksi
cahaya, polaritas cahaya, dan pengukuran cahaya.
3.2 Saran
Dalam kehidupan sehari-hari kita tak lepas dari cahaya, baik cahaya matahari, cahaya
bulan, cahaya lampu, maupun cahaya api. Oleh karena itu, mari kita mempelajari sifat-sifat
cahaya, hakikat cahaya dan pemanfaatannya, karena cahaya sangatah penting bagi makhluk
hidup.
DAFTAR PUSTAKA