Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH TERMODINAMIKA TEKNIK KIMIA I

“HEAT EFFECT (EFEK PANAS)”

Dosen :   Dr. Ir. Renita Manurung, MT

Oleh:
Nama : Dina Nietty Tamba
NIM : 170405186
Kelas :C

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Termodinamika Teknik
Kimia I dengan judul Heat Effect ( Efek Panas). Tujuan dari penulisan makalah ini adalah
untuk memenuhi tugas mata kuliah Termodinamika Teknik Kimia I di Teknik Kimia
Universitas Sumatra Utara.

Dengan ini, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada ibu Dr. Ir. Renita
Manurung, MT. Selaku dosen pembimbing mata kuliah termodinamika Teknik Kimia I.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, Penulis
mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan dapat membantu memudahkan pembaca
dalam memahami tentang Efek Panas.

Medan, 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR 1i i

DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 1
1.3 Tujuan 1
BAB II PEMBAHASAN 2
2.1 Efek Panas Sensible 2

2.2 Panas Laten Zat Murni 5


2.3 Panas Reaksi Standar 7

2.4 Panas Pembentukan Standar 8


2.5 Panas Pembakaran Standar 9

2.6 Hubungan Antara ∆ H ° Dengan T 10

2.7 Efek Panas Suatu Industri 12


REFERENSI 13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Efek panas merupakan fenomena perpindahan panas pada suatu sistem atau yang
mengakibatkan perubahan suhu dalam suatu sistem. Proses pembuatan bahan kimia dapat
mencakup sejumlah efek panas. Contohnya, Etilena glikol (pendingin dan antibeku) dibuat
melalui oksidasi parsial etilena untuk membentuk etilena oksida. Reaksi oksidasi yang
paling efektif dilakukan pada suhu mendekati 250℃. Reaksi oksidasi cenderung
menaikkan suhu, oleh karena itu panas harus terus dihilangkan dari reaktor sehingga suhu
tidak melebihi 250℃.

Etilen oksida dihidrasi menjadi glikol melalui penyerapan dalam air, panas
berevolusi karena perubahan fasa dan disolusi. Pada proses ini dilepaskan panas karena
perubahan fasa dan proses pelarutan dan juga karena reaksi hidrasi antara etilen oksida
terlarut dengan air. Akhirnya glycol dimurnikan dengan distilasi, suatu proses penguapan
dan kondensasi, yang mengakibatkan terjadinya pemisahan suatu larutan menjadi
komponen – komponennya.

1.2 RUMUSAN MASALAH


2. Apa itu efek panas sensible?
3. Apa itu panas laten zat murni?
4. Apa itu panas reaksi standar?
5. Apa itu panas pembentukan standar?
6. Apa itu panas pembakaran standar?
7. Bagaimana hubungan antara ∆ H ° dengan T?
8. Bagaimana efek panas dari suatu industri ?

1.3 TUJUAN

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar dapat memahami apa itu heat effect (efek
panas),

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 EFEK PANAS SENSIBLE

Panas sensibel adalah perpindahan panas dari suatu sistim yang disertai oleh
perubahan suhu, tetapi tidak ada perubahan fasa, reaksi kimia, dan perubahan komposisi.
Ketika suatu sistem merupakan zat homogen dengan komposisi konstan, aturan fasa
menunjukkan bahwa keadaan sistem tersebut akan tertentu, jika dua dari sifat – sifat
intensifnya tertentu.

U = U (T,V)

dU = ( ∂∂UT ) + ( ∂∂VU ) dV
V T

dU = CvdT + ( ∂∂VU ) dV
T

suku kedua ras kanan akan sama dengan 0, jika

 Proses berlangsung pada volume konstan, apapun senyawanya


 Bagaimanapun prosesnya energi dalam (U) tidak tergantung pada volume (V), baik
gas ideal ataupun fluida incompressible

dU = CvdT
T2
∆U = ∫ CvdT (1)
T1

Satu – satunya proses volume konstan yang dapat dibalik (reversible) secara mekanis
adalah pemanasan sederhana ( pengadukan pada dasarnya tidak dapat dibalikkan) untuk Q
= ∆U

T2

Q = ∆ U = ∫ CvdT
T1

Entalpi juga dapat dinyatakan sebagai tekanan (P) dan temperatur (T)

dH = ( ∂∂TH ) dT + ( ∂∂HP ) dP
P T

2
dH = CpdT + ( ∂∂ HP ) dP
T

suku kedua ruas akan = 0 pada situasi

 Untuk setiap proses yang berlangsung pada tekanan konstan


 Entalpi (H) tidak tergantung pada tekanan, apapun prosesnya. Keadaan ini berlaku
pada keadaan gas ideal dan gas nyata pada tekanan dan suhu rendah.

Dalam kasusnya, yaitu pada persamaan:

dH = C pdT

T2
∆ H = ∫ C p dT (2)
T1

Selain itu, Q = ∆ H untuk proses sistem tertutup yang mengalami proses reversible yang
berlangsung steady dengan ∆ EK dan ∆ EP yang dapat diabaiakan, Ws = 0

T2
Q=∆ H = ∫ CpdT (3)
T1

2.1.1 Ketergantungan Kapasitas Panas (Cp) Terhadap Temperatur (T)

Kapasitas panas (Cp) tergantung pada temperatur dan tidak tergantung pada
tekanan. Secara sederhana diberikan pada persamaan:

Cp Cp
= α + βT + γT ² atau = α + βT + cT ¯ ²
R R

Dimana α, β , γ, a, b dan c adalah karakteristik konstanta dari zat tertentu. Persamaan 3


dapat diselesaiakan jika tersedia hubungan antara kapasitas panas (Cp) dan temperature
(T). Persamaan empriris yang paling sederhana yang menyatakan hubungan antara Cp dan
T adalah,

Cp
= A + BT + CT² + DT¯² (4)
R

Dimana A, B, C dan D adalah konstranta yang nilainya tergantung pada jenis senyawa
kimia.

3
2.1.2 Kapasitas Panas Untuk Gas Ideal

Pada keadaan P → 0 sebuah gas mendekati keadaan gas ideal dimana volume
molekular dan gaya antarmolekul diabaikan. Gas ,masih memiliki sifat yang
mencerminkan konfigurasi molekul internal. Dengan demikian, kapasitas panas keadaan
gas ideal C igP dan C igv adalah fungsi dari temperature tetapi tidak tergantung pada tekanan,
memberikan kemudahan kolerasi. Persamaan dasar untuk ketergantungan suhu dari energi
dalam (U) keadaan gas ideal. (ig = ideal gas)

3
U ig❑= RT + f(T)
2

Untuk gas ideal H ig= U ig + RT

3
H ig = RT + f(T)
2

∂ H ig
C igp = ( ) = 52 R + ( ∂ f∂(TT ) )
∂T P P

Gas nyata dapat menjadi ideal jika p → 0

CigP
= A + BT + CT² + DTˉ² (5)
R

Nilai parameter A, B, C dan D untuk berbagai macam gas dalam keadaan ideal dapat
dilihat pada table C.1. Untuk gas ideal berlaku:

CigV CigP
= –1 (6)
R R

Sehingga hubungan antara Cv dan T mengikuti hubungan anatara Cp dan T

4
2.2 PANAS LATEN ZAT MURNI

Panas laten adalah panas yang ditransfer ke suatu zat murni untuk di cairkan dari
keadaan padat atau diuapkan dari cairan pada tekanan konstan namun tidak ada perubahan
suhu yang terjadi. Ada banyak transisi yang menyertai perubahan suatu zat dari suatu
keadaan padat alotropik ke yang lainnya. Contohnya, panas yang diserap kertika belerang
Kristal rombik berubah menjadi struktur monoklinik pada suhu 95 ℃ dan 1 bar adalah
11,3 J/g. Panas laten yang menyertai perubahan fasa merupakan fungsi temperatur dan
terkait dengan sifat-sifat sistem lainnya dengan persamaan termodinamika:

dPsat
∆H = T∆ V (7)
dT

Dimana untuk spesies murni pada temperatur (T)

∆H = panas laten = perubahan entalpi yang menyertai perubahan fasa

∆V = perubahan volume yang menyertai perubahan fasa

Psat = tekanan saturasi, yaitu tekanan dimana perubahan fasa terjadi yang hanya berfungsi
dari T

Ketika persamaan 7 diterapkan pada penguapan cairan murni, d Psat /dT adalah
kemiringan kurva P versus T yang diinginkan. ∆V adalah perbedaan antara volume molar
dari uap jenuh dan cairan jenuh, ∆H adalah panas laten penguapan, dengan demikian ∆H
dapat dihitung dari tekanan uap dan data volumetrik, menghasilkan nilai energi dengan
satuan tekanan x volume. Panas laten juga dapat dihitung dengan kalorimetri (kalorimeter
Riedel). Persamaan Kalorimeter Riedel

∆ Hn
RT n
= 1.092 ¿ ¿ (8)

5
Dimana:

∆ Hn = Panas laten penguapan pada Tn

Tn = Normal boiling point (titik didih normal)

Pc = Tekanan kritis dalam bar

Trn = Reduced temperature pada Tn

∆ Hn/Tn mempunyai dimensi seperti konstanta R, maka satuannya harus dipilih yang
cocok.

Perkiraan panas laten penguapan cairan murni pada suatu T, dengan harga T yang
diketahui diberikan metode Watson pada persamaan:

0,38
∆ H2 1−T r
∆ H1
= ( )
1−T r
2

1
(9)

Contoh soal:

Panas laten suatu uap air pada 100℃ adalah 2254 J/g. berapa panas laten pada suhu 300
℃?

Penyelesaian:

Diketahui: ∆ H 1 = 2254J/g

T1 = 100℃ = 273,15 K

T2 = 300 ℃ = 573,15 K

Ditanya: ∆ H 2 = ……………..?

Jawab:

273,15
Tr = = 0,577
1
647,1

573,155
Tr = = 0,886
2
647,1

6
0,38
∆ H2 1−T r
∆ H1
= ( )
1−T r
2

0,38
∆ H 2 = (2257) 1−0,886
(
1−0,577 )
= (2257)( 0,270 )0,38

= 1371 J/g

2.3 PANAS REAKSI STANDAR

Efek panas dari proes kimia sepenuhnya sama dengan proses fisika. Reaksi kimia
disertai dengan perpindahan panas, oleh perubahan suhu selama reaksi. Untuk reaksi
pembakaran adiabatik, reaktan dan produk memiliki energi yang sama, yang membutuhkan
suhu tinggi untuk produk tersebut. Untuk reaksi isothermal, panas harus di transfer
kelingkungan.

Reaksi panas didasarkan pada pengukuran eksperimental. Paling mudah diukur


adalah panas pembakaran, karena sifat reaksinya. Produk pembakaran dicampur dengan
udara pada suhu T, dan campuran mengalir ke ruang bakar dimana reaksi terjadi memasuki
bagian berjaket air yaitu tempat untuk mendinginkan suhu hingga suhu T. karena tidak ada
poros yang diproduksi dan kalorimeter dirancang untuk menghilangkan perubahan energi
potensial dan energi kinetik. Neraca energi overall menurut hukum termodinamika, untuk
proses steady flow

∆ H =Q

Dari persamaan diatas disimpulkan bahwa perubahan entalpi yang disebabkan oleh
reaksi pembakaran sama besarnya dengan panas yang mengalir dari reaksi produk ke air,
dan dapat dihitung dari kenaikan suhu dan laju aliran air. Perubahan entalpi reaksi ∆ H
disebut panas reaksi. Jika reaktan dan produk berada dalam kondisi standarnya, maka efek
panasnya adalah reaksi standar. Bentuk umum dari reaksi pembakaran standar

aA + bB → lL + Mm

7
Panas reaksi standar didefinisikan sebagai perubahan entalpi jika a mol A dan b mol B
pada temperatur T keadaan standar bereaksi membentuk l mol L dan m mol M pada
keadaan standarnya pada temperature T yang sama.

Gambar 1: representasi skematis dari panas reaksi standar pada suhu T

Semua kondisi untuk keadaan standar adalah tetap kecuali suhu. Keadaan standar
merupakan keadaan tertentu dari suatu spesies pada temperatur T dan pada tekanan,
komposisi dan kandungan tertentu, seperti gas, cair atau padat. Ketika reaksi panas
diberikan untuk suatu reaksi, itu berlaku untuk koefisien stokiometrik seperti yang tertulis.
Jika setiap koefisien stokiometrik digandakan, panas reaksi akan berlipat ganda. Sebagai
contoh, dua versi reaksi sintesis ammonia sebagai berikut:

1 1
N2 + H2 → NH3 ∆ H °298 = - 46,110 J
2 2

N2 + 3H2 → 2NH3 ∆ H °298 = - 92, 220 J

2.4 PANAS PEMBENTUKAN STANDAR

Reaksi pembentukan didefinisikan sebagai reaksi-reaksi yang membentuk senyawa

1
tunggal dari unsur-unsur penyusunya. Sebagai contoh C + O2 + 2H2 → CH3OH adalah
2
reaksi pembentukan metanol. Reaksi H2O + SO3 → H2SO4 bukan reaksi pembentukan,
karena membentuk asam sulfat bukan karena unsur tetapi dari senyawa lain. Reaksi
pembentukan dipahami untuk menghasilkan 1 mol produk. Oleh karena itu panas
pembentukan didasarkan pada 1 mol senyawa yang terbentuk. Panas reaksi pada suhu
berapapun dapat dihitung dari data kapasitas panas jika nilai untuk satu suhu diketahui.
Biasanya suhu yang digunakan untuk referensi adalah 25 ℃ atau 298,15 K. Contoh reaksi

8
pembentukan yang berhubungan dengan panas pembentukan yang sesuai dengan table C.4.
(Menghitung panas reaksi dari water-gas shift reaction pada 25 ℃)

CO2 (g) + H2(g) → CO(g) + H2O(g)

Maka;

CO2(g) : C(s) + O2(g) → CO2(g) ∆ H °298 : -393,509J

H2(g) : karena hidrogen adalah elemen, maka ∆ H °298 : 0


1
CO(g) : C(s) + O2(g) → CO(g) ∆ H °298 : -110,525 J
2
1
H2O(g) : H2(g) + O2(g) → H2O(g) ∆ H °298 : -241,818 J
2

Karena reaksi sebenarnya dilakukan sepenuhnya dalam fase gas pada suhu tinggi, keadaan
standar semua produk dan reaktan pada 25 ℃ dianggap sebagai keadaan gas ideal pada 1
bar. Karena panas reaksi pembentukan yang diinginkan berlawanan dengan panas
pembentukan standarnya (dilihat pada CO2) maka cara menghitungnya adalah :

CO2 (g) → C(s) + O2(g) ∆ H °298 : 393,509J


1
C(s) + O2(g → CO(g) ∆ H °298 : -110,525 J
2
1
H2(g) + O2(g) → H2O(g) ∆ H °298 : -241,818 J
2
CO2 (g) + H2(g) → CO(g)+ H2O(g) ∆ H °298 : 41,166 J
Arti dari hasil ini adalah bahwa entalpi 1 mol CO ditambah 1 mol H2O adalah sebesar
41,166 J ketika setiap produk dan reaktan dianggap sebagai gas murni pada 25 ℃ dalam
kondisi gas ideal pada 1 bar.

2.5 PANAS PEMBAKARAN STANDAR

Reaksi pembakaran adalah reaksi suatu unsur atau senyawa dengan oksigen untuk
membentuk produk pembakaran tertentu. Untuk senyawa organik yang hanya terdiri dari
karbon, hidrogen, dan oksigen produknya adalah karbon dioksida dan air, tetapi keadaan
airnya bisa berupa uap ataupun cairan. Nilai untuk produk air yang cair merupakan produk

9
pembakaran yang tinggi, sementara uap sebagai produk panas pembakaran yang lebih
rendah. Data selalu didasarkan pada 1 mol zat A seperti pembentukan n-butana. Reaksi
pembentukan n-butana:

4C(s) + 5H2(g) → C4H10 (g)

Ini tidak layak dalam praktiknya. Namun, persamaan ini dihasilkan dari persamaan reaksi
pembakaran berikut:

4C(s) + 4O2 (g) → 4C02(g) ∆ H °298 : (4)(-393,509)


1
5H2(g) + 2 O2(g) → 5H2O(l) ∆ H °298 : (5)(-285,830)
2
1
4CO2(g) + 5H2O(l) → C4H10(g) + 6 O2(g) ∆ H °298 : 2,877,396
2
°
4C(s) + 5H2(g) → C4H10 (g) ∆ H 298 = -125,790 J
Seperti halnya panas pembentukan standar, panas pembakaran standar juga dapat
digunakan untuk menghitung panas reaksi standar.

2.6 HUBUNGAN ANTARA ∆ H ° dengan T

Reaksi secara umum

|V 1| A 1+|V 2|A2 + …….→ |V 3| A 3+|V 4| A 4+ ¿….…

Dimana; VI = koefisien stoikiometrik

A1 = singkatan dari rumus kimia

Konversi tanda untuk V1:

 Positif (+) untuk produk


 Negative (-) untuk reaktan

Contoh, sistesis ammonia;

N2 + 3H2 → 2NH3

Dimana, VN2 = - 1, VH2 = -3, VNH3 = 2

Konvensi tanda ini memungkinkan definisi panas reaksi standar diekspresikan secara
matematis dengan persamaan sederhana.

10
∆ H ° ≡ ∑ ViHi ° (10)
1

Hi adalah entalpi spesies i pada keadaan standar yaitu sama dengan panas pembentukan
standar ditambah dengan entalpi pada keadaan standar dari semua elemen – elemen
penyusunnya. Jika sebagai dasar perhitungan diambil entalpi pada keaadan standar elemen
penyusun = 0, maka

H I °=¿ ∆ H ° fi (11)

Jika persamaan 10 disubtitusikan ke persamaan 11, maka

∆ H °=¿ ∑ Vi ∆ H fi ° (12)
1

Untuk reaksi standar, produk dan reaktan selalu berada dalam keadaan standar, sehinnga
entalpi keadaan keadaan standar hanya merupakan fungsi dari temperature

d H I °=¿ C ° pi dT , jika dikalikan dengan vi, maka

vid H I °=¿ v iC ° pi dT

Penjumlahan untuk semua produk dan reaktan

∑ vi d H I ° =∑ vi C°pidT (13)
i i

Karena vi konstan, maka

∑ (vi ¿ d H I ° )=∑ ¿ ¿ ¿) atau d ∑ vi H I ° = ∑ viC °pidT


i i i i

Menurut persamaan 10

∆ C °p ≡ ∑ v iC °pi
1

Jika perubahan kapasitas panas standar didefinisikan sebagai

d∆ H °=∆ C°pdT (14)

Jika diintegralkan;

T
0 0∆ C 0P
∆ H = ∆ H + R∫0 dT

T R 0

(15)

11
Jika suhu ketergantungan kapasitas panas masing – masing produk dan reaktan diberikan
persamaan:

T
∆ C 0P ∆B ∆C (T −T 0)
∫ R dT = ∆ A ( T −T 0 )+ 3 (T² - T 20) + 3 (T³ - T 30) + ∆ D TT 0
T0

Gambar 2. Jalur yang mewakili prosedur untuk menghitung panas reaksi standar pada suhu
T dari niai suhu referensi T0

2.7 EFEK PANAS DARI REAKSI INDUSTRI

Reaksi industri jarang dilakukan dalam kondisi standar. Selain itu, dalam beberapa
kasus reaktan tidak hadir dalam proporsi stoikiometrik, reaksi mungkin tidak sampai
selesai dan kemungkinan suhu akhir berbeda dengan suhu awal selain itu, zat inert dapat
muncul dan beberapa reaksi dapat terjadi secara bersamaan. Namun demikian, perhitungan
efek panas dari reaksi aktual didasarkan pada prinsip – prinsip yang telah dipertimbangkan.

12
REFERENSI
Smith, J.M, H.C Van Ness, M.M. Abbott and M.T. Swihart. 2005. Chemical Engineering
Thermodynamics. Eight Edition. Mc Graww Hill

13

Anda mungkin juga menyukai