1505 2216 1 PB PDF
1505 2216 1 PB PDF
Tidak Terkontrol
Tatalaksana Farmakologi Diabetes Melitus Tipe 2 pada Wanita Lansia dengan
Kadar Gula Tidak Terkontrol
Ferina Dwi Marinda , Jhons Fatriyadi Suwandi2, Aila Karyus3
1
1
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2
Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
3
Bagian IKKOM Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
Abstrak
Diabetes Melitus (DM) merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapatkan penanganan yang seksama. Diabetes
melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua‐duanya. Tujuan studi ini adalah untuk menerapkan pendekatan dokter keluarga
secara holistik dan komprehensif serta menyelesaikan masalah berbasis evidence based medicine yang bersifat family‐
approached dan patient‐centered. Studi ini merupakan laporan kasus. Pasien wanita, 60 tahun dengan keluhan sering
mengalami kesemutan pada kedua tangan. Faktor internal adalah pasien seorang lanjut usia, tidak menjalankan pola makan
yang sehat dikarenakan pengetahuan yang kurang, kurang aktifitas fisik, dan perilaku berobat kuratif. Pasien memiliki kadar
glukosa darah sewaktu: 290 mg/dl. Dilakukan intervensi terhadap pasien dan keluarga tentang penyakitnya, pola makan
dan pentingnya tindakan preventif untuk mencegah komplikasi penyakitnya. Wanita usia lanjut menjadi faktor utama
terjadinya diabetes melitus, diperberat dengan pola makan tinggi glukosa dan kurangnya olahraga. Pelayanan dokter
keluarga dalam terapi farmakologis maupun non farmakologis mampu menyelesaikan masalah kesehatan dan
meningkatkan kualitas hidup pasien.
Kata kunci: diabetes melitus, dokter keluarga, glukosa darah
Pharmacologic Management of Diabetes Melitus Type 2 in Elderly Woman
with Uncontrolled Blood Glucose
Abstract
Diabetes Melitus (DM) is a health problem that need serious management. Diabetes melitus is a group of metabolic
diseases with charateristic hyperglicemia that occurs due to abnormal insulin secretion, insulin action or both. The aim of
this study is applying a holistic and comprehensive approach to the family that solve problems by Evident Based Medicine
from family‐approached and patient‐centered. This study is a case report. A Female Patient, 60 years old with tingling
symptoms in her hands. The internal factors are elderly age, do an unhealthy life because lack of knowledge, work activity
less, and curative behaviour. The number of random blood glucose is 290 mg/dl. Intervention to patients and families
about the disease, diet and the importance of preventive measures to prevent complications of the disease. Elderly women
into a major factor in diabetes melitus, aggravated by a high glucose food style and sport less. Family physician services in
the pharmacological and non‐pharmacological therapy is able to resolve health problems and improve the quality of life of
patients.
Keywords: diabetes mellitus, family doctor, blood glucose
Korespondensi: Ferina Dwi Marinda, S.Ked., alamat Perum. Bumi Asri G.29 Kedamaian Bandar Lampung, HP 081369794911,
email: ferinadwimarinda@yahoo.com
Pendahuluan
Diabetes Melitus (DM) merupakan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 9,1
masalah kesehatan yang perlu mendapatkan juta pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada
penanganan yang seksama.1 Diabetes adalah tahun 2035.3
masalah kesehatan global, proporsi pasien Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar
dengan diabetes tipe 2 meningkat dalam waktu (Riskesdas) tahun 2013 oleh Departemen
yang singkat di Asia.2 Menurut Organisasi Kesehatan, menunjukkan bahwa prevalensi DM
Kesehatan Dunia (WHO), jumlah penderita di Indonesia untuk usia di atas 15 tahun
diabetes melitus di Indonesia diperkirakan sebesar 6,9%. Prevalensi DM di Indonesia
mengalami peningkatan dari 8,4 juta jiwa pada mengalami peningkatan dari 1,1% (2007)
tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta jiwa pada menjadi 2,1% (2013). Prevalensi tertinggi DM
tahun 2030 mendatang. International Diabetes yang telah didiagnosis oleh dokter terdapat di
Federation (IDF) memprediksi adanya kenaikan DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%),
J Medula Unila|Volume 5|Nomor 2|Agustus
2016|26
Ferina, Jhons, dan Aila | Tatalaksana Farmakologi Diabetes Melitus Tipe 2 pada Wanita Lansia dengan Kadar Gula Tidak
Terkontrol
Sulawesi Utara (2,4%), dan Kalimantan Timur sering merasa lemas, selalu merasa lapar dan
(2,3%). Prevalensi DM di Lampung yaitu 0,8%.4 haus, serta sering buang air kecil menganggu
Diabetes melitus merupakan suatu aktivitas terutama saat istirahat pada malam
kelompok penyakit metabolik dengan hari. Keluhan‐keluhan tersebut sudah
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena dirasakan pasien sejak 1 tahun yang lalu.
kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau Pasien telah menderita kencing manis
kedua‐duanya. Hiperglikemia kronik pada sejak 1 tahun yang lalu. Pasien berobat karena
diabetes berhubungan dengan kerusakan keluhan semakin memberat dan dilakukan
jangka panjang, disfungsi atau kegagalan pemeriksaan gula darah sewaktu didapatkan
beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, lebih dari 300 mg/dl. Pasien diberikan obat
saraf, jantung, dan pembuluh darah. Prevalensi penurun gula darahnya dan diedukasi berupa
DM semakin tahun semakin meningkat rutin periksa gula darah serta pola makan yang
terutama pada kelompok yang berisiko tinggi dianjurkan bagi diabetes melitus. Setelah itu,
untuk mengalami penyakit DM diantaranya pasien tidak rutin memeriksakan gula darah
yaitu kelompok usia dewasa tua (>40 tahun), dan kontrol mengenai penyakitnya.
kegemukan, tekanan darah tinggi, riwayat Pasien selama ini melakukan kontrol
keluarga DM, dan dislipidemia.5 penyakitnya di Puskesmas, namun pasien
Diabetes melitus dapat menyebabkan mengaku sudah 4 bulan tidak memeriksakan
banyak komplikasi yang membahayakan. kadar gula darahnya. Pasien mengaku jarang
Keadaan yang termasuk dalam komplikasi akut memeriksakan rutin kadar gula darahnya dan
DM adalah ketoasidosis diabetik (KAD) dan berobat ke puskesmas jika keluhan memberat.
Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH) yang Pasien mengaku lupa ketika ditanyakan nama
dapat menyebabkan kondisi koma. Adapun obat anti diabetes yang pernah ia konsumsi.
komplikasi kronik penyakit diabetes dapat Pasien hanya mengingat obat anti diabetes
menyebabkan kerusakan pada pembuluh yang terakhir diminum sebanyak dua buah.
darah baik pembuluh darah besar Pola pengobatan pasien dan keluarganya
(makroangiopati) maupun pembuluh darah adalah kuratif yaitu berobat apabila telah sakit.
kecil (mikroangiopati) dan kerusakan saraf Riwayat penyakit keluarga pasien tidak
(neuropati diabetik).1 diketahui.
Diabetes Melitus tidak dapat Pasien memiliki kebiasaan makan
disembuhkan tetapi kadar gula darah dapat makanan tinggi lemak (gorengan dan cemilan)
dikendalikan. Sasaran dengan kriteria nilai baik dan tidak menyukai makanan berserat seperti
di antaranya adalah gula darah puasa 80‐<100 buah dan sayur. Anak pasien juga kerapkali
mg/dL, 2 jam sesudah makan 80‐144 mg/dL, telah mengingatkan untuk menjaga pola
A1C <6,5%, kolesterol total <200 mg/dL, makan terkait penyakit yang diderita ibunya,
trigliserida <150 mg/dL, IMT 18,5‐22,9 kg/m2 namun pasien tidak memperhatikan himbauan
dan tekanan darah <130/80 mmHg. tersebut dan masih memakan makanan apa
Pengendalian DM melalui diet, olah raga, yang ia mau. Pasien mengaku sering
dan obat‐obatan dapat mencegah terjadinya mengonsumsi kopi dengan tiga sendok makan
komplikasi. Untuk itu tingkat kepatuhan penuh gula pasir setiap pagi hari. Pasien juga
berdiet, berolahraga dan minum/ injeksi obat mengakui jarang melakukan kegiatan olahraga.
anti diabetes harus dipantau. Salah satunya Tinggi badan pasien 150 cm, berat badan
adalah dengan melakukan penyuluhan dan sebelum sakit DM ±60 kg, dan berat badan saat
penatalaksanaan secara komperhensif yang ini 45 kg. Riwayat merokok dan minum alkohol
juga melibatkan keluarga sebagai lingkungan disangkal oleh pasien.
yang mendukung.5 Dilakukan pemeriksaan fisik dan
didapatkan keadaaan umum tampak sakit
Kasus ringan, kesadaran compos mentis, tekanan
Pasien, Ny. D seorang wanita berusia 60 darah 110/70 mmHg, frekuensi nadi
tahun datang dengan keluhan kesemutan pada 88x/menit, frekuensi nafas, 20x/menit, suhu
kedua tangan yang semakin memberat. Pasien 36,5 oC, berat badan 45 kg, tinggi badan 150
mengaku keluhan ini dirasakan sejak 6 bulan cm, dan IMT sebesar 20.
yang lalu dan dirasakan hilang timbul Mata, telinga, hidung, kesan dalam batas
sepanjang hari. Keluhan‐keluhan lain seperti normal. Leher, JVP tidak meningkat, kesan
J Medula Unila|Volume 5|Nomor 2|Agustus 2016|27
Ferina, Jhons, dan Aila | Tatalaksana Farmakologi Diabetes Melitus Tipe 2 pada Wanita Lansia dengan Kadar Gula
Tidak Terkontrol
dalam batas normal. Paru, gerak dada dan Perubahan pola makan akibat berkurangnya
fremitus taktil simetris, tidak didapatkan ronkhi jumlah gigi sehingga persentase asupan
dan wheezing, kesan dalam batas normal. karbohidrat meningkat, (4) perubahan neuro‐
Jantung, batas kanan jantung pada linea hormonal khususnya insulin‐like growth factor‐
sternalis kanan, batas kiri jantung tepat pada 1 (IGF‐1) dan dehydroepandrosteron (DHEAS)
linea midclavicula, ICS 5, kesan batas jantung turun sampai 50% pada usia lanjut yang
normal. Abdomen, datar dan supel, tidak mengakibatkan penurunan ambilan glukosa
didapatkan organomegali ataupun ascites, karena menurunnya sensitivitas reseptor
kesan dalam batas normal. Ekstremitas tidak insulin serta turunnya aksi insulin.9
terdapat edema, kesan dalam batas normal. Ketika memeriksakan diri ke Puskesmas
Muskuloskeletal tidak didapatkan kelainan Rawat Inap Gedong Tataan, Ny.D datang
sendi, rom dalam batas normal, kesan dalam karena keluhan kesemutan dan ingin
batas normal. Status neurologis, reflek memeriksakan kadar gula darahnya. Ia
fisiologis normal. Reflek patologis tidak ada, mengetahui bahwa ia pernah menderita
pemeriksaan motorik dan sensorik pasien tidak kencing manis sejak 1 tahun yang lalu, ketika
ada kelainan. Pemeriksaan Penunjang yang itu ia merasakan badan sangat lemas, selalu
dilakukan yaitu gula darah sewaktu sebesar merasa haus dan lapar, serta sering buang air
290 mg/dl. kecil hingga menggangu waktu istirahat di
Pasien didiagnosa dengan DM Tipe 2. malam hari. Pasien berobat karena keluhan
Pasien kemudian diberikan terapi farmakologis semakin memberat dan dilakukan pemeriksaan
berupa metformin tablet 2 x 500mg, gula darah sewaktu didapatkan lebih dari 300
Glibenclamide tablet 1 x 5mg, dan Vitamin B mg/dl. Pasien diberikan obat penurun gula
kompleks tablet 2 kali sehari. Tatalaksana darahnya dan diedukasi berupa rutin periksa
nonfarmakologis meliputi edukasi mengenai gula darah serta pola makan yang dianjurkan
anjuran pola makan dan olahraga. bagi diabetes melitus. Setelah itu, pasien tidak
rutin memeriksakan gula darah dan kontrol
Pembahasan mengenai penyakitnya.
Masalah kesehatan yang dibahas pada Saat datang ke Puskesmas, keluhan yang
kasus ini adalah seorang wanita berusia 60 sama juga di rasakan pasien, keluhan
tahun yang terdiagnosa diabetes melitus tipe II. kesemutan semakin memberat disertai pegal‐
Berdasarkan usia tersebut pasien digolongkan pegal. Pasien sudah 4 bulan tidak kontrol
usia lanjut.7 Pertambahan usia merupakan penyakitnya dan ingin memeriksakan kadar
faktor risiko yang penting untuk DM. Penuaan gula darahnya. Pemeriksaan kadar gula darah
berhubungan erat dengan resistensi insulin, sewaktu pasien menunjukan angka 290 mg/dl.
seperti halnya resistensi insulin terkait dengan Berdasarkan guideline American Association of
DM tipe 2. Lansia yang memiliki berat badan Clinical Endocrinologist (AACE) 2011, Diabetes
normal juga dapat mengalami resistensi melitus dapat di tegakan salah satunya apabila
insulin, yang menunjukkan bahwa didapatkan gejala klasik hiperglikemi dan kadar
bertambahnya usia (menjadi tua) itu sendiri gula darah sewaktu didapatkan ≥200 mg/dl.
meningkatkan risiko mengalami DM tipe 2.8 Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
Pada populasi orang tua terjadi laboratorium yaitu gula darah sewaktu
perubahan‐perubahan terkait bertambahnya tersebut dapat disimpulkan bahwa pasien
usia, seperti regulasi‐regulasi terkait genetik, mengalami diabetes mellitus.6
kebiasaan, dan pengaruh lingkungan yang Diabetes pada lansia umumnya bersifat
berkontribusi pada munculnya diabetes asimptomatik, kalaupun ada gejala, seringkali
mellitus. Pada DM tipe 2 terjadi resistensi berupa gejala tidak khas seperti kelemahan,
insulin yang mana pada usia lanjut disebabkan letargi, perubahan tingkah laku, menurunnya
oleh 4 faktor yaitu: (1) Terjadi perubahan status kognitif atau kemampuan fungsional
komposisi tubuh yaitu penurunan jumlah (antara lain delirium, demensia, depresi,
massa otot dan peningkatan jumlah jaringan agitasi, mudah jatuh, dan inkontinensia urin).
lemak yang mengakibatkan menurunnya Inilah yang menyebabkan diagnosis DM pada
jumlah serta sensitivitas reseptor insulin, (2) lansia seringkali agak terlambat.10,11
Penurunan aktivitas fisik yang mengakibatkan Pasien hanya berobat saat keluhan
penurunan jumlah reseptor insulin, (3) memberat dan tidak rutin kembali
J Medula Unila|Volume 5|Nomor 2|Agustus
2016|28
Ferina, Jhons, dan Aila | Tatalaksana Farmakologi Diabetes Melitus Tipe 2 pada Wanita Lansia dengan Kadar Gula Tidak
Terkontrol
5‐10% per tahun. Sebuah studi UKPDS samping hipoglikemia. Oleh sebab itu,
menyatakan bahwa 50% pasien yang terkontrol diperlukan edukasi bagi lansia dan
dengan obat‐obatan tunggal memerlukan pengasuhnya tentang pengenalan gejala
penambahan obat kedua setelah 3 tahun; dan hipoglikemia dan penanganannya.18
setelah 9 tahun, 75% pasien memerlukan Pembinaan pada pasien ini dilakukan
terapi multipel untuk mencapai target HbA1C dengan mengintervensi pasien beserta
<7%.17‐19 keluarga. Dari hasil kunjungan tersebut, sesuai
Pada pasien DM yang gula darahnya konsep Mandala of Health, dari segi perilaku
tidak terkendali dengan kombinasi modifikasi kesehatan pasien masih mengutamakan kuratif
gaya hidup dan metformin, ada 4 golongan daripada preventif dan memiliki pengetahuan
obat‐obatan yang dapat diberikan menurut yang kurang tentang penyakit yang ia derita.
konsensus ADA‐EASD. Obat‐obatan ini terdiri Human biology, pasien merasakan
dari 2 golongan yaitu terapi tingkat 1/langkah 2 penyakit kencing manis yang dideritanya
yang terdiri dari sulfoniliurea dan insulin serta menimbulkan keluhan‐keluhan yang
terapi tingkat 2 yang terdiri dari tiazolidindion mengganggu aktifitasnya. Pasien hanya kontrol
dan agonis Glucagon Like Peptide‐1/GLP‐1. apabila keluhan semakin memberat.
Diantara semua obat ini, sulfonilurea adalah Lingkungan psikososial, pasien merasa bahagia
yang paling cost‐effective, sedangkan insulin dengan keadaan keluarganya saat ini,
dianggap sebagai terapi yang paling efektif hubungan antar anggota keluarga juga
dalam mencapai target gula darah. Sulfonilurea terbilang dekat dan jarang mengalami suatu
dan insulin berhubungan dengan risiko masalah. Ekonomi, uang untuk memenuhi
hipoglikemia dan peningkatan berat badan.18,19 kebutuhan rumah tangga bergantung pada
Berdasarkan konsensus ADA‐EASD, anak pasien sebagai tulang punggung keluarga.
insulin dapat diberikan bila target gula darah Life style, pola makan belum sesuai
tidak tercapai dengan modifikasi gaya hidup dengan anjuran dokter, pasien belum
dan pemberian metformin. Keputusan untuk mengurangi makanan tinggi karbohidrat dan
memulai pemberian insulin dibuat berdasarkan kurang mengkonsumsi sayur‐sayuran. Pasien
pertimbangan akan kemampuan penderita lebih memilih makan apa yang ia mau tanpa
untuk menyuntikkan sendiri insulin, dan memperhatikan kondisi penyakitnya. Perilaku
keutuhan fungsi kognitif. Pada lansia yang olahraga ringan tiap harinya belum dijalani
bergantung pada orang lain untuk memberikan karena alasan tubuh terasa pegal‐pegal.
insulin, maka gunakan insulin masa kerja Ada beberapa langkah sebelum orang
panjang (long‐acting) dengan dosis sekali mengadopsi perilaku baru. Pertama adalah
sehari, walaupun ini tidak dapat memberikan awareness (kesadaran) yaitu menyadari
kontrol gula darah sebaik yang dicapai dengan stimulus tersebut dan mulai tertarik (interest).
pemberian insulin basal bolus atau regimen Orang tersebut akan menimbang‐nimbang baik
dua kali sehari.12 atau tidaknya stimulus tersebut (evaluation)
Pada lansia yang hanya menggunakan dan mencoba melakukan apa yang dikehendaki
insulin basal, saatnya pemberian insulin bukan oleh stimulus (trial). Pada tahap akhir adalah
hal yang penting. Jika kontrol gula darah atau adoption, berperilaku baru sesuai dengan
glukosa postprandial target tidak tercapai pengetahuan, kesadaran dan sikapnya.20
dengan pemberian basal insulin, maka dapat Edukasi pada penyandang diabetes
diberikan insulin kerja singkat (short‐acting). meliputi pemantauan glukosa mandiri,
Namun, pada pemberian bolus insulin short perawatan kaki, ketaatan pengunaan obat‐
acting, saatnya makan merupakan faktor obatan, berhenti merokok, meningkatkan
penting, dan sering menimbulkan masalah aktifitas fisik, dan mengurangi asupan kalori
pada pasien yang rentan yang tidak dapat dan diet tinggi lemak.21 Tujuannya adalah gula
menyuntikkan insulinnya sendiri. darah dapat terkontrol dengan kadar ≤ 200
Bila kegagalan sel B pankreas mensekresi mg/dl. Sesuai dengan rekomendasi PERKENI
insulin sudah demikian parah, diperlukan 2015 penderita diabetes mellitus dianjurkan
pemberian insulin untuk kontrol gula darah, mengkonsumsi karbohidrat sebesar 45‐ 65%
sehingga insulin memegang peranan penting dari total asupan energi dengan pembatas
dalam tata laksana DM. Lansia merupakan karbohidrat total < 130g/hari. Asupan lemak
kelompok populasi yang rentan terhadap efek dianjurkan sekitar 20‐25% dan protein
J Medula Unila|Volume 5|Nomor 2|Agustus
2016|30
Ferina, Jhons, dan Aila | Tatalaksana Farmakologi Diabetes Melitus Tipe 2 pada Wanita Lansia dengan Kadar Gula Tidak
Terkontrol
J Medula Unila|Volume 5|Nomor 2|Agustus
2016|32