Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN

PRAKTEK INDIVIDU

PENGEMASAN DAN PELABELAN PRODUK KERUPUK UDANG PUTIH


(LITOPENAEUS VANNAMEI ) DI UKM KECAMATAN PULAU
DERAWAN KAMPUNG TANJUNG BATU KABUPATEN BERAU

Oleh:

WIWYD ELVANA
1706015074

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTANUNIVERSITAS
MULAWARMAN
SAMARINDA
2020
1. LATAR BELAKANG

Salah satu cara pengawetan udang adalah dengan mengubah bentuk udang mentah
menjadi produk kerupuk dengan penambahan bahan-bahan lainnya. Kerupuk
merupakan makanan yang sangat digemari, bahkan kerupuk udang merupakan salah
satu jenis kerupuk yang pernah diekspor ke luar negeri bersama bahan makanan lainnya.
Kerupuk udang mentah atau matang jika dibungkus dalam plastik yang menarik kiranya
dapat memenuhi syarat untuk diekspor (Saraswati, 1986 dalam Subekti, 1998). Kerupuk
adalah salah satu produk olahan tradisional yang banyak dikonsumsi di Indonesia.
Kerupuk dikenal baik disegala usia maupun tingkat sosial masyarakat. Kerupuk mudah
diperoleh di segala tempat, baik di kedai pinggir jalan, di supermarket, maupun di
restoran hotel berbintang. Kerupuk udang adalah kerupuk yang bahannya terdiri dari
adonan tepung dan udang. Kerupuk udang mempunyai beberapa kualitas bergantung
pada komposisi banyaknya udang yang terkandung dalam kerupuk. Semakin banyak
jumlah udang yang terkandung dalam kerupuk semakin baik kualitasnya. Kerupuk
dibuat dengan bahan dasar tepung tapioka atau tepung gandum, bahkan gaplek pun
dapat digunakan untuk pembuatan kerupuk udang. Dari bahan dasar tersebut
ditambahkan sejumlah udang segar atau udang kering dan bumbu seperti bawang putih,
bawang merah, garam, gula, air dan bleng (Winarno, 1983 dalam Subekti, 1998).
Menurut Astawan (1988), pembuatan kerupuk udang menggunakan bahan utama tepung
tapioka. Sedangkan bahan tambahan lainnya adalah udang, telur/susu, garam, gula, air,
dan bumbu (bawang putih. bawang merah, ketumbar, dan sebagainya) yang bervariasi.
Oleh karena itu kemasan sangat penting untuk menjaga kualitas produk perikanan agar
tidak mengalami kerusakan dan memperpanjang umur simpan produk perikanan.

Kemasan atau packaging menjadi salah satu unsur penting dalam suatu produk.
Menurut Kotler dan Keller (2009), pengemasan adalah kegiatan merancang dan
memproduksi wadah atau bungkus sebagai sebuah produk. Makanan yang diberi wadah
atau pembungkus akan tercegah dari kerusakan, pencemaran (debu) serta gangguan fisik
(gesekan, benturan, getaran). Disamping itu pengemasan berfungsi untuk menempatkan
suatu hasil pengolahan atau produk industri agar mempunyai bentuk-bentuk yang
memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan distribusi. Pembuatan label sangat
dianjurkan dalam suatu produk. Selain meningkatkan minat konsumen untuk membeli
suatu produk tersebut, juga menghindari terjadinya kesalahan dalam pembelian.
Hubungan antara label dan kemasan adalah sebagai informasi yang jelas dan benar pada
label kemasan pangan untuk memudahkan konsumen dalam memilih suatu produk
pangan biasanya didasari dengan pengetahuan konsumen tentang label kemasan.
Membaca label pada makanan yang dikemas sebelum memutuskan untuk membelinya
merupakan salah satu dari 13 pesan Umum Gizi Seimbang (PUGS). Peraturan
perundang-undangan menetapkan bahwa semua makanan yang dikemas haruslah
mempunyai label yang memuat keterangan tentang isi, jenis dan jumlah bahan-bahan
yang digunakan, tanggal kadaluarsa, komposisi zat gizi yang dinyatakan dalam jumlah
serta sebagai persen Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (AKG) untuk setiap
takaran saji serta keterangan penting lainnya (seperti kehalalan produk). Dengan
demikian konsumen akan dapat mengetahui kandungan gizi serta kelayakan makanan
kemasan tersebut Almatsier, (2011); Devi, (2013).
Labeling adalah upaya memberi label berupa informasi singkat mengenai
produk tersebut. Beberapa informasi yang perlu dicantumkan dalam label meliputi:
nama produk, pembuat produk, alamat pembuat produk, bahan yang digunakan untuk
membuat produk, komposisi gizi, masa kadaluarsa, dan izin departemen kesehatan atau
instansi terkait.
2. TINJAUAN PUSTAKA

1. Klasifikasi dan Morfologi Udang Putih (L. Vannamei)


Menurut Haliman dan Dian (2006), klasifikasi udang putih (Litopenaeus vannamei)
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Sub kingdom : Metazoa
Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
Subkelas : Eumalacostraca
Superordo : Eucarida
Ordo : Decapodas
Subordo : Dendrobrachiata
Familia : Penaeidae
Sub genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei

Haliman Dan Adijaya (2004) menjelaskan bahwa udang putih memiliki tubuh
berbuku-buku dan aktivitas berganti kulit luar (eksoskeleton) secara periodik
(moulting). Bagian tubuh udang putih sudah mengalami modifikasi sehingga dapat
digunakan untuk keperluan makan, bergerak, dan membenamkan diri kedalam lumpur
(burrowing ), dan memiliki organ sensor, seperti pada antenna dan antenula.

Kordi (2007) juga menjelaskan bahwa kepala udang putih terdiri dari antena,
antenula,dan 3 pasang maxilliped. Kepala udang putih juga dilengkapi dengan 3 pasang
maxilliped dan 5 pasang kaki berjalan (periopoda). Maxilliped sudah mengalami
modifikasi dan berfungsi sebagai organ untuk makan. Pada ujung peripoda beruas-ruas
yang berbentuk capit (dactylus). Dactylus ada pada kaki ke-1, ke-2, dan ke-3. Abdomen
terdiri dari 6 ruas. Pada bagian abdomen terdapat 5 pasang (pleopoda) kaki renang dan
sepasang uropods (ekor) yang membentuk kipas bersama-sama telson (ekor)(Suyanto
dan Mujiman, 2003).
Bentuk rostrum udang putih memanjang, langsing, dan pangkalnya hamper
berbentuk segitiga. Uropoda berwarna merah kecoklatan dengan ujungnya kuning
kemerah-merahan atau sedikit kebiruan, kulit tipis transparan. Warna tubuhnya putih
kekuningan terdapat bintik-bintik coklat dan hijau pada ekor (Wayban dan Sweeney,
1991). Udang betina dewasa tekstur punggungnya keras, ekor (telson) dan ekor kipas
(uropoda) berwarna kebiru-biruan, sedangkan pada udang jantan dewasa memiliki
ptasma yang simetris. Spesies ini dapat tumbuh mencapai panjang tubuh 23 cm (Wyban
dan Sweeney, 1991).

Gambar 1. Morfologi Umum Udang Putih (L. vannamei) (Haliman dan Dian, 2006)

Keterangan
1. Chepalothorax (bagian kepala)
2. Rostrum (cucuk kepala)
3. Mata
4. Antennula ( sungut kecil)
5. Prosartema
6. Antenna ( sungut besar)
7. Maxilliped ( lat bantu rahang)
8. Periopod (kaki jalan)
9. Pleopoda ( kaki renang)
10. Telson ( ujung ekor)
11. Uropoda ( ekor kipas)

2. Pengemasan dan pelabelan


1. Pengemasan
Pengemasan didefinisikan sebagai aktivitas merancang dan memproduksi wadah
atau pembungkus suatu produk. Bungkus atau kemasan yang menarik akan memberikan
nilai plus pada konsumen yang sedang membedakan beberapa produk yang bentuk dan
mutunya hampir sama. Perbedaan tersebut akan terlihat dari label yang biasanya dalam
kemasan produk (Kotler, 2008).

Pengemasan berperan sebagai sarana promosi penjualan yang dapat menstimulasi


kebiasaan belanja konsumen sehingga dapat mengurangi biaya promosi yang tinggi
(Kuvykaite, et al., 2009).

2. Penggolongan kemasan plastik


Sebelum membeli makanan atau minuman, masyarakat sebaiknya memilih kemasan
plastik yang aman digunakan. Untuk mengetahui bahan plastik yang aman digunakan,
lihatlah nomor-nomor yang tertera pada kemasan. Nomor itu biasanya berada di dalam
segitiga tanda panah melingkar di bagian bawah kemasan. Setiap nomor menunjukkan
bahan yang digunakan (Sucipta, 2017). Menurut Sucipta, (2017) beberapa jenis plastik
yang digunakan sebagai kemasan makanan sebagai berikut :
a) Nomor 1 Polyethylene terephtalate (PET atau PETE), biasa digunakan untuk
mengemas air minum, minuman ringan berkarbonasi, jus buah-buahan, minyak
goreng, saus, jeli dan selai.
b) Nomor 2 High density polyethylene (HDPE), biasa digunakan untuk
mengemas susu, yogurt, dan botol galon air minum.
c) Nomor 3 Polyvinyl chloride (PVC atau disebut vinil). Plastik ini sering dibuat
cling wrap. Sering juga dipakai untuk wadah kue kering atau cokelat. Ada juga
botol plastik yang dapat ditekan (untuk pengeluaran bahan) terbuat dari PVC.
d) Nomor 4 Low density polyethylene (LDPE), biasa digunakan sebagai plastik
kemasan rapat (cling wrap), pengemas roti, makanan beku, dan botol plastik
yang dapat ditekan.
e) Nomor 5 Polypropylene (PP), biasa digunakan untuk mengemas sup, saus
tomat, dan margarin.
f) Nomor 6. Polystyrene (PS), sangat dikenal konsumen dalam bentuk kemasan
stereofom seperti yang digunakan untuk mengemas buah dan sayuran di toko-
toko swalayan.
g) Nomor 7. Jenis plastik lainnya, terutama polycarbonate. Plastik ini
mengandung bisphenol-A yg berbahaya dan dapat bermigrasi. Plastik ini tahan
suhu tinggi. Ada yang menggunakan sebagai botol susu bayi dan alat-alat
makan (sendok, garpu, pisau) plastik.

Diantara jenis plastik tersebut yang relative paling aman dan telah mengalami uji
evaluasi badan pengawasan obat dan makanan Amerika Serikat (FDA) adalah PET
(nomor 1). Penggunaan botol plastik PET secara berulang-ulang diperbolehkan dengan
syarat botol tersebut dicuci dengan sabun dan dikeringkan terlebih dahulu.

Beberapa jenis plastik yang aman digunakan untuk kemasan bahan pangan adalah
PP, HDPE, LDPE da n PET. Keamanan kemasan dapat dikenali dengan logo ataupun
tulisan yang tertera misalnya tulisan ataupun kode plastik tersebut biasanya dicetak
timbul pada benda plastik yang bersangkutan. Walaupun begitu, banyak keasan plastik
yang tidak mencatumkan logo ataupun keterangan apapun sehingga sebagai konsumen
haruslah lebih berahti-hati dalam penggunaannya. Secara umum bila ditinjau dari
sifatnya sebaiknya kemasan plastik tidak digunakan untuk pangan yang bersifat asam,
mengandung lemak ataupun minyak terlebih dalam keadaan panas. Jika memungkinkan
menggunakan alternatif lain sebagai kemasan pangan misalnya kaca atau gelas.
3. Simbol kemasan plastik
Plastik memiliki bermacam-macam kegunaan. Untuk mengetahui yang mana plastik
untuk makanan dan minuman dan yang mana yang bukan, maka harus dibedakan plastik
jenis yang satu dan lainnya berdasarkan simbol yang tertera pada plastik tersebut.
Berikut simbol plastik berdasarkan kegunaannya :

a) Simbol Food Grade


Bergambar gelas dan garpu yang artinya wadah tersebut aman untuk digunakan
untuk makanan dan minuman.
b) Simbol Non Food Grade
Gambar garpu dan gelas dicoret. Artinya wadah tersebut tidak didesain untuk
wadah makanan, karena kandungan zat kimia di dalamnya bisa membahayakan
kesehatan.
c) Simbol Microwave Save
Gambar garis bergelombang. Wadah aman untuk digunakan sebagai penghangat
makanan di dalam microwave, karena tahan suhu yang tinggi.
d) Simbol Non Microwave
Gambar garis bergelombang dicoret. Wadah tidak boleh digunakan untuk
menghangatkan makanan di dalam microwave, karena tidak tahan suhu yang
tinggi atau panas.
e) Simbol Oven Save
Gambar oven (dua garis horizontal), yang artinya aman digunakan sebagai
penghangat makanan di dalam oven. Meskipun terbuat dari plastik, wadah ini
tahan suhu tinggi.
f) Simbol Non Microwave
Gambar dua garis horizontal dicoret. Artinya, wadah tidak tahan suhu tinggi.
g) Simbol Grill Save
Gambar pemanggang atau grill (tiga segitiga terbalik), menandakan wadah aman
digunakan untuk suhu tinggi. Jika gambar dicoret artinya wadah tidak boleh
digunakan untuk memanggang.
h) Simbol Freezer Save
Gambar bunga salju, yang menunjukkan wadah aman digunakan untuk
menyimpan makanan atau minuman dengan suhu rendah atau beku. Sebaliknya,
jika gambar dicoret maka wadah tidak boleh untuk disimpan dalam lemari
pendingin.
i) Simbol Cut Save
Gambar pisau, yang berarti wadah aman digunakan sebagai alas saat memotong
bahan-bahan makanan. Sebaliknya, jika gambar pisau dicoret, artinya tidak
untuk wadah memotong.
j) Simbol Dishwasher Save
Gambar gelas terbalik. Wadah aman untuk dicuci dalam mesin pencuci. Namun
jika gambar gelas dicoret, artinya gelas harus dicuci manual.

4. Penggunaan plastik yang aman


Penggunaan plastik sebagai kemasan pangan semakin meningkat seiring dengan
perkembangan industri plastik. Namun demikian, adanya berbagai kajian mengenai
plastik terutama dampaknya terhadap kesehatan, telah membuka wawasan para
konsumen untuk lebih bijak dalam penggunaan plastik sebagai kemasan pangan.
Pada prinsipnya, tidak ada satu pun jenis plastik yang mutlak aman untuk kemasan
pangan. Keamanan penggunaan plastik sebagai kemasan pangan didasarkan pada
jumlah migran atau monomer plastik (bahan-bahan kimia yang membentuk plastik)
yang bermigrasi ke dalam pangan. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah migran
dari pengemas ke dalam pangan antara lain adalah konsentrasi migran, kekuatan ikatan
atau mobilitas bahan kimia dalam pengemas tersebut, ketebalan kemasan, sifat alami
pangan dalam kaitan kontak dengan pengemas (kering, berair, berlemak, asam,
alkoholik), kelarutan bahan kimia terhadap pangan, lama dan suhu kontak.
Beberapa jenis plastik yang relatif aman digunakan sebagai kemasan pangan
adalah PP, HDPE, LDPE, dan PET. Keamanan kemasan dapat dikenali dari logo atau
tulisan yang tertera, misalnya: tulisan aman untuk makanan atau food safe, for food use,
food grade. Logo atau tulisan atau kode plastik tersebut biasanya dicetak timbul pada
benda plastik yang bersangkutan. Walaupun begitu, banyak juga kemasan plastik yang
tidak mencatumkan logo atau keterangan apapun sehingga sebagai konsumen harus
lebih berhati-hati dalam penggunaannya.
Secara umum, bila ditinjau dari sifatnya, sebaiknya kemasan plastik tidak
digunakan untuk pangan yang bersifat asam, mengandung lemak atau minyak, terlebih
dalam keadaan panas. Jika memungkinkan, gunakan alternatif lain sebagai kemasan
pangan, misalnya kaca atau gelas (Indraswati, 2017).

5. Pelabelan
Label atau disebut juga etiket adalah tulisan tag, gambar atau deskripsi lain yang
tertulis, dicetak, distensil, diukir, dihiasi, atau dicantumkan dengan jalan apapun, pada
wadah atau pengemas. Tujuan pelabelan adalah memberi informasi, sebagai sarana
komunikasi, memberi petunjuk, sarana periklanan dan memberi rasa aman bagi
konsumen. Informasi yang diberikan pada label antara lain; nama produk, daftar bahan
yang digunakan, berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat produksi, keterangan
halal, tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa, nomor pendaftaran, kode produksi serta
petunjuk atau cara penggunaan, petunjuk atau cara penyampaian, nilai gizi serta tulisan
atau pernyataan khusus (Julianti, et al, 2004).
3. PEMBAHASAN

1. Jenis produk atau nama produk : Kerupuk udang


Kerupuk yang diproduksi oleh salah satu UKM kecamatan pulau derawan,
kerupuk udang dibuat hanya dengan bahan baku, tepung terigu, udang, garam, dan
bumbu. Bumbu yang digunakan hanya bawang putih, bawang merah, ketumbar, dan
lainnya. Kerupuk udang yang dibuat tidak ditambahkan bahan pengawet.

2. Jenis bahan kemasan yang digunakan :


Nomor 4 Low density polyethylene (LDPE), biasa digunakan sebagai plastik
kemasan rapat (cling wrap), pengemas roti, makanan beku, dan botol plastik yang
dapat ditekan.

3. Informasi yang terdapat pada kemasan :


 Label peoduk atau nama produk : kerupuk udang ‘asli berau’
 Experied date : baik digunakan sebelum 12/2020
 Produksi oleh : bumdesma “ karya sarumpun” kecamatan pulau derawan
berau – Kalimantan timur
 No hp : 081253711907
 Komposisi : tepung terigu, penyedap rasa, garam, dan bumbu halus
 Symbol : Food Grade
 Symbol : jenis plastik no (07)
 Symbol : buang sampah pada tempatnya

4. Jenis kemasan ( primer dan skunder)


Kemasan yang digunakan oleh UKM adalah kemasan primer saja. Artinya
kemasan primer, kerupuk dikemas dalam plastik, kemudian dipress sealer.
Setelah kemasan selesai kemudian dicantumkan Pada kemasan dalam kode
tanggal kadaluarsa, label produk, no hp, symbol jenis plastic, symbol food grade,
dan komposisi. Hal ini dimaksudkan agar pada saat pemasaran dapat memberikan
informasi pada konsumen dan produsen mengenai informasi produk dan
Keamanan produk.

5. Ramah lingkungan
Dilihat dari jenis kemasannya LDPE ( Low Density Polyethylene) sulit
dihancurkan tetapi baik untuk wadah makanan.
4. KESIMPULAN

1. Kesimpulan
Pengemasan kerupuk udang Di Ukm Kecamatan Pulau Derawan Kampung
Tanjung Batu Kabupaten Berau, menggunakan kemasan plastik jenis plastic LDPE (
Low Density Polyethylene) sulit dihancurkan tetapi baik untuk wadah makanan dan
dapat menjaga mutu produk. Informasi yang tercantum pada label kemasan kerupuk
udang belum sepenuhnya sesuai dengan Undang-Undang RI No.07 tahun 1996.
Informasi yang tercantum pada label kemasan kerupuk udang meliputi nama produk,
komposisi, nama dan alamat pabrik, tanggal kadaluarsa, no telp,symbol jenis plastic
dan Food Grade.

2. Saran
Pada proses pengemasan udang kerupuk, sudah sangat aman untuk kwualitas
produk sendiri hanya saja ada kekeliruan pada saat penulisan symbol plastic bisa kita
lihat di halaman lampiran ada kode 07 di kemasan sedangkan kemasan yang
digunakan jenis kemasan no 4, Sedangkan jenis plastic no 7 artinya jenis kemasan
tersebut sangat tidak disarankan untuk digunakan pada bahan makan.
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.

Astawan, M.W. dan Astawan, M. 1988. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat
Guna. Akademika Pressindo. Jakarta.

Haliman, R. W Adijaya D.S. 2004.Udang Vannamei. Penebar Swadaya. Jakarta.

Haliman, R.W dan Dian A.S. 2006. Udang Vannamei. Penebar Swadaya. Jakarta

indraswati, D. 2017. Pengemasan Makanan. Forum Ilmiah Kesehatan (FORIKES).


Ponorogo.

Julianti, E. dan M. Nurminah. 2006. Buku Ajar Teknologi Pengemasan. Medan:


Universitas Sumatera Utara – Press

Kotler, Philip Dan Kevin Lane Keller. 2009. Manajemen Pemasaran. Edisi 13 Jilid
satu. Erlangga : Jakarta

Kuvykaite, Rita, dkk. 2009. “Impact Of Package Elements On Consumers’s Purchase


Decision”. Journal Economics & Managemen.

Sucipta, I Nyoman, et al. 2017. Pengemasan Pangan kajian Pengemasan yang Aman,
Nyaman, Efektif dan Efisien. Udayana University Press. Denpasar.

Suyanto, R.S. dan Mujiman A. 2010. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya,
Jakarta. 23 hal.

Tancung, A. B., M. Ghufran H Kordi K. (2007). Pengelolaan Kualitas Air Dalam


Budidaya Perairan. Jakarta: Rineka Cipta. Hal 2,3

Wyban, J.A., J.N. Sweeney. 1991. Intensive Shrimp Production Technology. The
Oceanic Institute. Hawaii.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai