Anda di halaman 1dari 2

Pertanyaan :

Pengaturan Soal Tanah Bengkok


Kami mau tanya; 1. Siapakah yang membuat peraturan/UU tentang aset tanah desa ("bengkok")? 2.
Apakah ada undang-undang/peraturan pemerintah/daerah yang mengatur tentang masalah aset tanah
desa atau yang juga disebut "bengkok"? Jika ada bagaimana penilaian Anda, apakah sudah aspiratif?
Misalnya dalam hal ini kasus penjualan bengkok yang dilakukan aparatur desa pada pihak ketiga.
Yang mana dalam hal ini membuat masyarakat marah sehingga protes dan menduduki tanah tersebut.
Hal ini telah melanggar aturan apa/kebijakan yang tidak memihak rakyat. Selain itu kami juga minta
UU/PP yang terkait dengannya.  
Jawaban :

1.      Pengaturan mengenai tanah bengkok dapat ditemui dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No.
4 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan Desa (“Permendagri 4/2007”). Pada
Pasal 1 angka 10 Permendagri 4/2007 disebutkan bahwa “Tanah Desa adalah barang milik desa
berupa tanah bengkok, kuburan, dan titisara.” Jadi, tanah bengkok merupakan salah satu Tanah
Desa. Tanah kas desa adalah kekayaan desa dan menjadi milik desa (lihat Pasal 2 ayat [1] jo Pasal
3 ayat [1] Permendagri 4/2007).

Dasar pengaturan tanah bengko adalah Permendagri yang merupakan suatu Peraturan Menteri,
dalam hal ini Menteri Dalam Negeri. Peraturan Menteri menurut Penjelasan Pasal 8 ayat (1) UU
12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, adalah peraturan yang
ditetapkan oleh menteri berdasarkan materi muatan dalam rangka penyelenggaraan urusan tertentu
dalam pemerintahan.

2.      Kami tidak dapat menilai apakah pengaturan mengenai tanah bengkok dalam Permendagri 4/2007
tersebut aspiratif atau tidak. Namun, Permendagri 4/2007 telah mengatur rambu-rambu untuk
mencegah penyalahgunaan tanah bengkok. Dalam Pasal 15 Permendagri 4/2007 diatur sebagai
berikut:

(1)      Kekayaan Desa yang berupa tanah Desa tidak diperbolehkan dilakukan pelepasan hak
kepemilikan kepada pihak lain, kecuali diperlukan untuk kepentingan umum.

(2)      Pelepasan hak kepemilikan tanah desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
setelah mendapat ganti rugi sesuai harga yang menguntungkan desa dengan
memperhatikan harga pasar dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

(3)      Penggantian ganti rugi berupa uang harus digunakan untuk membeli tanah lain yang
lebih baik dan berlokasi di Desa setempat.

(4)      Pelepasan hak kepemilikan tanah desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Keputusan Kepala Desa.

(5)      Keputusan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan setelah
mendapat persetujuan BPD dan mendapat ijin tertulis dari Bupati/Walikota dan
Gubernur.         

Menjawab pertanyaan Anda yang terakhir, praktik jual beli tanah bengkok untuk kepentingan
pribadi merupakan suatu pelanggaran hukum. Jadi, menurut hemat kami, praktik jual beli tanah
bengkok untuk kepentingan pribadi aparatur desa bukan karena pengaturan Permendagri 4/2007
yang tidak aspiratif. Tapi hal ini lebih disebabkan adanya pelanggaran dalam pelaksanaan
peraturan tersebut.

Sekian Jawaban dari kami, semoga membantu.


 

Anda mungkin juga menyukai