Skripsi Bela Anita
Skripsi Bela Anita
SKRIPSI
DISUSUN OLEH :
BELA ANITA
NIM :1613201009
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan judul “Hubungan Pola Asuh, Pola Makan Dan Status Ekonomi Terhadap
Pasaman Tahun 2020”. Yang merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan, arahan, dan
dukungan dari berbagai pihak. Terutama ibu Dr.Hj. Evi Hasnita, S.Pd, M.Kes selaku
Pembimbing I dan Ibu Hj. Adriani, S.Kp, M.Kes, selaku Pembimbing II, yang telah
yang terhormat :
1. Ibu DR. Hj. Evi Hasnita selaku Rektor Universitas Fort De Kock Bukittinggi, yang
3. Ibu Hj. Adriani, S.Kp, M.Kes selaku Ketua Prodi Ilmu Kesehatan Masyarakat
i
ii
4. Ibu Ns. Silvia, M. Biomed selaku Penguji I yang banyak memberikan ilmu kepada
5. Ibu Shantrya Dhelly Susanti, SST, M. Kes selaku Penguji II yang banyak
6. Bapak/Ibu staff dosen Universitas Fort De Kock Bukittinggi yang telah memberi
7. Untuk yang teristimewa keluarga tercina terimakasih atas dukungannya, jerih payah
dan pengorbanannya, serta do’a yang tidak terhingga untuk mengiringi setiap
langkahku
8. Serta semua sahabat dan rekan-rekan seperjuangan yang tidak dapat penulis
sebutkan namanya satu persatu yang telah memberikan bantuannya baik secara
langsung maupun tidak langsung, serta dukungan, semangat dan sarannya dalam
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, hal ini bukanlah
suatu kesenjangan melainkan karena keterbatasan ilmu dan kemampuan penulis, untuk
itu penulis harapkan kritikan dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak
Peneliti
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................iii
DAFTAR TABEL......................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakang..................................................................................................1
B. RumusanMasalah.............................................................................................8
C. TujuanPenelitian..............................................................................................8
D. ManfaatPenelitian............................................................................................9
E. RuangLingkupPenelitian.................................................................................10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Stunting
1. Pengertian Stunting....................................................................................11
2. Kelompok Usia Beresisiko Stunting..........................................................12
3. Penilaian Status Gizi..................................................................................12
4. Dampak Stunting.......................................................................................14
5. Indeks Tinggi Badan Menurut Umur.........................................................15
B. Pola Asuh
1. Pengertian Pola Asuh Orang Tua..............................................................18
2. Jenis Praktek Pengasuhan Anak................................................................28
3. Faktor yang Mempengaruhi Praktek Pengasuhan.....................................36
C. Pola Makan
1. Pengertian Pola Makan..............................................................................42
2. Gizi Seimbang Untuk Balita......................................................................42
3. Kebutuhan Gizi Balita...............................................................................43
4. Menu Seimbang Untuk Balita...................................................................44
D. Status Ekonomi................................................................................................46
E. Keranga Teori..................................................................................................46
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep............................................................................................47
B. Defenisi Operasional.......................................................................................48
C. Hipotesis Penelitian.........................................................................................49
iv
BAB VI PEMBAHASAN
A. Kesimpulan............................................................................................. 69
B. Saran....................................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
v
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
A. Latar Belakang
badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Balita stunting termasuk
masalah gizi kronik yang di sebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial
ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada
bayi. Balita stuntingdi masa yang akan datang akan mengalami kesulitan dalam
Kejadian balita pendek atau biasa di sebut dengan stunting merupakan salah
satu masalah gizi yang dialami oleh balita di dunia saat ini. Pada tahun 2017 22,2%
atau sekitar 150,8 juta balita di dunia mengalami stunting. Namun angka ini sudah
yaitu 32,6%. Pada tahun 2017, lebih dari setengah balita stunting di dunia berasal
dari Asia (55%) sedangkan lebih dari sepertiganya (39%) tinggal di Afrika. Dari
83,6 juta balita stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan
1
2
Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) selama tiga tahun terakhir,
seperti gizi kurang, kurus, dan gemuk. Prevalensi balita pendek mengalami
peningkatan dari tahun 2016 yaitu 27,5% menjadi 29,6% pada tahun 2017.
balita pendek di Indonesia sebesar 35,8%. Pada tahun 2010, terjadi sedikit
pada tahun 2013 yaitu menjadi 37,2%. Prevalensi balita pendek selanjutnya akan
diperoleh dari hasil Riskesdas tahun 2018 yang juga menjadi ukuran keberhasilan
Berdasarkan hasil PSG tahun 2015, prevalensi balita pendek di Indonesia adalah
29%. Angka ini mengalami penurunan pada tahun 2016 menjadi 27,5%. Namun
prevalensi balita pendek kembali meningkat menjadi 29,6% pada tahun 2017.
Prevalensi balita sangat pendek dan pendek pada usia 0-59 bulan di Indonesia tahun
2017 adalah 9,8% dan 19,8%. Kondisi ini meningkat dari tahun sebelumnya yaitu
prevalensi balita sangat pendek sebesar 8,5% dan balita pendek sebesar 19%.
Provinsi dengan prevalensi tertinggi balita sangat pendek dan pendek pada usia 0-
59 bulan tahun 2017 adalah Nusa Tenggara Timur, sedangkan provinsi dengan
Menurut Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018, Provinsi
anak yang dikategorikan sangat pendek dengan persentase 9,30% dan pendek
3
yaitu kategori anak sangat pendek sebesar 9,60% dan anak pendek sebesar 20,30%
ekonomi rendah serta indikator dari kurang gizi kronis yang terjadi dalam jangka
waktu yang lama sehingga stunting pada anak balita khususnya pada usia 2 – 5
tahun akan terlihat dengan jelas dan merupakan salah satu indikator status gizi
Stuntingpada anak dapat berakibat fatal bagi kemampuan belajar di sekolah, dan
kemampuan anak pendek lebih rendah dibandingkan anak dengan tinggi normal;
dan pada saat dewasa, kemampuan bekerja (produktivitas) anak pendek lebih
rendah dibandingkan dengan anak normal (Bina Gizi dan KIA 2014, p.20).
gizi akan berisiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah. Setelah lahir, bayi
yang tidak disusui secara baik akan berisiko menderita berbagai infeksipenyakit
karena pola makan yang tidak cukup asupan gizinya dan tidak higienis. Pemberian
Makanan Bayi dan Anak sangat menentukan petumbuhan anak. Setelah usia 6
bulan anak perlu mendapat asupan gizi dapat memenuhi kebutuhan asupan gizi
Pertumbuhan anak dapat dilihat pada pertambahan berat dan tinggi/ panjang
pembiasaan perilaku hidup bersih dan sehat, dan pemeliharaan kesehatan serta
meliputi tingginya resiko morbiditas, baik sewaktu usia anak maupun pada usia
dewasa terutama pada anak – anak stunting. Disamping itu, dampak gangguan
pertumbuhan berupa mortalitas juga cukup tingi baik pada anak wasting maupun
stunting (Masrul 2005). Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak cukup hanya
dengan terjaganya asupan zat gizi, status kesehatan anak, namun diperlukan asuhan
asuh sendiri terhadap anak mempunyai beberapa kegiatan seperti pemberian ASI/
penghasilan amat rendah, kualitas dan kuantitas gizimakanan yang rendah, sanitasi
lingkungan dan sumber air bersih yang kurang, akses terhadap pelayanan kesehatan
5
terbatas, jumlah anggota keluarga yang besar dan tingkat buta aksara yang tinggi
(Herwinda, 2015).
dukungan agar tercapai pertumbuhan fisik, mental, sosial yang dibutuhkan anak.
Pengasuhan anak yang adekuat saja tidak dapat menghasilkan status gizi,
pertumbuhan dan perkembangan anak yang baik, tanpa factor keamanan pangan
Pola makan pada balita yang tidak sesuai dapat meningkatkan prevalensi
keadaan gizi. Hal ini disebabkan karena kuantitas dan kualitas makanan dan
minuman yang dikonsumsi akan mempengaruhi tingkat kesehatan pada anak. Gizi
yang optimal sangat penting untuk pertumbuhan normal serta perkembangan fisik
dan kecerdasan bayi, anak-anak serta seluruh kelompok umur (Kemenkes RI,
2014).
Pola makan yang seimbang yang sesuai dengan kebutuhan disertai pemilihan
bahan makanan yang tepat akan melahirkan status gizi yang baik (Sulistyonigsih,
mengonsumsi makanan dibawah kebutuhan minimal yaitu kurang dari 70% dari
angka kecukupan gizi (AKG). Lebih lanjut data tersebut menjelaskan bahwa
berdasarkan kelompok umur ditemukan 24,4% Balita, 41,2% anak usia sekolah
Anak merupakan salah satu kelompok rawan gizi selain pada kelompok usia
sekolah, remaja, kelompok ibu hamil dan menyusui dan kelompok usia lanjut.
Kelompok rawan gizi adalah suatu kelompok di dalam masyarakat yang paling
memerlukan zat-zat gizi dalam jumlah yang lebih besar dari kelompok umur yang
(Kumala, 2013).
Penelitian yang dilakukan Aramico (2013), hasil analisis uji statistik hubungan
anak, dengan dampak negatef yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya
berat lahir rendah (UNICEF, 2012; dan WHO, 2010 dalam Khoirun dan Siti, 2015).
Salah satu provinsi yang memiliki prevalensi dengan kategori tinggi yaitu
Pasaman sebagai penyumbang angka kejadian stunting tertinggi pada tahun 2017
yaitu sebanyak 40,6%. Hal ini yang menjadi alasan Kabupaten Pasaman merupakan
salah satu dari 100 Kabupaten/kota prioritas penanganan stuntingdi Indonesia pada
tahun 2018. Berdasarkan Data yang dieproleh dari Dinas Kesehatan Kabupaaten
7
berada di Kabupaten Pasaman dengan kasus gizi balita yaitu gizi kurang mencapai
127, balita pendek (stunting) 33,0%, dan balita kurus (wasting) 19,81%. Pada
SMP dan hanya sedikit yang memilki pendidikan SMA dan Perguruan
karena hidup mereka hanya di biayai dari hasil tani. Berdasarkan latar belakang
diatas maka peneliti melakukan penelitian tentang Hubungan Pola Asuh, Pola
Makan dan Status Ekonomi dengan Kejadian Stuntingpada Balita di Wilayah Kerja
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah Hubungan Pola Asuh, Pola Makan dan Status Ekonomi dengan Kejadian
Tahiun 2020.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk Mengetahui Hubungan Pola Asuh, Pola Makan dan Status Ekonomi
2. Tujuan Khusus
Tahun 2020.
2020
Tahun 2020.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
puskesmas tersebut.
penelitian cross sectional yang bersifat telaah pustaka (literature review) yang
PubMed. Variabel independen dalam penelitian ini adalah pola asuh, pola makan
pada balita. Kemudian data yang diperoleh dari telaah pustaka dianalisis secara
mendalam oleh penulis. Data-data yang diperoleh dituangkan ke dalam sub bab-sub
A. STUNTING
1. Pengertian Stunting
faltering) yang terjadi pada anak akibat dari kekurangan gizi jangka panjang
sehingga anak menjadi lebih pendek dari usianya. Kekurangan gizi pada anak
tidak terjadi secara langsung dan cepat. Kekurangan gizi ini bisa terjadi mulai dari
masa kehamilan ibu sampai dengan anak dilahirkan, dan akan mulai terlihat dari
Stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek) didasarkan pada indeks
tinggi badan atau panjang badan menurut umur (TB/U atau PB/U) yang
status gizi yang berdasarkan pada umur dan kemudian dibandingkan dengan
standar baku dari WHO, didapatkan hasil z-scoredibawah normal. Z-score kurang
Masa balita merupakan kelompok usia yang bisiko mengalami gizi salah
pada anak usia 12-36 bulan dengan prevalensi sebesar 38,3 – 41,5% (Anugraheni
10
11
2012). Kelompok usia 24-35 bulan adalah kelompok usia yang berisiko besar
mengalamistunting (Hagoes et al,2017). Oleh karena itu, keadaan gizi yang baik
dan sehat pada masa anak balita merupakan hal yang penting bagi kesehatannya
di masa depan. Masa usia 12-24 bulan adalah masa rawan dimana balita sering
mengalami infeksi atau gangguan status gizi, karena pada usia ini balita
mengalami peralihan dari bayi menjadi anak. Apabila pola pengasuhan tidak betul
a. Pengertian Antropometri
segala macam pengukuran dimensi tubuh, komposisi tubuh dari segi umur dan
tingkat gizi seseorang.Dari pengukuran ini dapat diketahui apakah gizi anak
b. Ukuran Antropometri
1) Umur
status gizi pada anak.Pengukuran berat badan dan tinggi badan yang
2) Berat Badan
Berat badan merupakan parameter pengukuran status gizi yang paling baik
dan mudah dilihat. Perubahan inibisa dilihat dengan cepat karena melalui
pola makan anak akan dapat diketahui apakah berat badan anak
indicator untuk melihat laju pertumbuhan fisik dan status gizi anak dimana
3) Tinggi Badan
riyawat gizi pada masa lampau. Nilai tinggi badan akan terus miningkat,
mespikun pertumbuhan yang sangat pesat terjadi pada masa bayi dan
melambat dan akan pesat lagi pada masa remaja. Pengukuran tinggi
badan juga objektif dan dapat diulang (Adriani & Wirjatmadi, 2014).
4. Dampak Stunting
Dampak buruk yang ditimbulkan oleh masalah gizi pada periode tersebut,
sebelum usia 6 bulan, akan mengalami kekerdilan lebih berat menjelang usia dua
13
tahun. Bila hal tersebut terjadi, maka salah satu organ tubuh yang paling cepat
mengalami resiko adalah otak. Dalam otak terdapat sel-sel saraf yang sangat
berkaitan dengan respon anak termasuk dalam melihat, mendengar, dan berpikir
selama proses belajar. Anak stunting pada usia dua tahun secara signifikan
mengalami kinerja kognitif yang lebih rendah dan nilai yang lebih rendah di
sekolah pada masa anak-anak (Grantham et al. 2007 dalam Susanti 2017).
2) Perkembangan kognitif, motorik, dan verbal pada anak tidak optimal; dan
dibandingkanpada umumnya)
4) Kapasitas belajar dan peforma yang kurang optimal saat masa sekolah;
dan
dalam keadaan normal. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan
nampak dalam waktu yang relatif lama. Indeks Tinggi Badan menurut umur
(TB/U) Memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat
dari keadaan yang berlangsung lama, misalnya kemiskinan, perilaku hidup sehat
dan pola asuh / pemberian makan yang kurang baik dari sejak anak dilahirkan
mengetahui kurang gizi masa lampau, alat mudah dibawa kemana-mana dan
dibuat secara lokal, jarang orang tua keberatan diukur anaknya. Kelemahan
Indeks TB/U yaitu tinggi badan tidak cepat naik bahkan tidak mungkin turun,
pengukuran relatif sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak sehingga
diperlukan dua orang untuk melakukannya. Sumber kesalahan bisa berasal dari
tenaga yang kurang relatif kesalahan pada alat dan tingkat kesulitan pengukuran.
(Supariasa,2013,p.58).
keadaan kurus kering yang kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk melihat
keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaann berat badan
lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam
bentuk indeks TB/U (Tinggi badan menurut umur), atau juga indeks TB/TB
(Berat badan menurut Tinggi badan) jarang dialakukan karena perubahan tinggi
badan yang lambat dan biasanya hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan indeks
ini pada umumnya memberikan Gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik,
Status gizi anak balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan tinggi
badan (TB). Berat badan anak balita ditimbang menggunakan timbangan digital
yang memiliki presisi 0,1 kg, panjang atau tinggi badan diukur menggunakan alat
ukur panjang/tinggi dengan Presisi o.1 cm. Variabel BB dan TB/PB anak balita
disajikan dalam bentuk tiga indeks antropometri,yaitu BB/U, TB/U, dan BB/TB.
Untuk menilai status gizi anak balita, maka angka berat badan dan tinggi badan
B. Pola Asuh
Pola asuh orangtua adalah perlakuan atau sikap orangtua dalam berinteraksi
(Sarwono, 2010).
Pola asuh merupakan praktik pengasuhan yang dilakukan dalam rumah tangga
(Venny,dkk 2018)
hubungan yang bermakna antara riwayat pola asuh dengan kejadian stunting. Pola
asuh anak adalah perilaku yang di praktikkan oleh pengasuh (ibu, bapak, nenek
tumbuh kembang anak termasuk di dalamnya kasih sayang dan tangung jawab
perkembangan bayi. Faktor ini terlebih dahulu mempengaruhi praktek asuh dan
kemudian praktek asuh mempengaruhi asupan zat gizi dan kesakitan bayi,
Aceh Tengah ditemukan adanya hubungan antara sosial ekonomi, pola asuh, dan
pola makan dengan kejadian stunting. Berdasarkan analisis multivariat, pola asuh
wilayah penelitian tersebut. Subjek penelitian dengan pola asuh yang kurang baik
memiliki risiko menjadi stunting 8 kali lebih besar dibandingkan dengan subjek
anak usia 24-59 bulan. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh penelitian yang
dilakukan oleh Netty (2015) yang menyatakan bahwa pola asuh makan, pola asuh
kesehatan dan pola asuh psikososial merupakan faktor risiko yang mempengaruhi
kejadian stuntingpada anak usia 12-36 bulan diwilayah Puskesmas Sumber Kudus
kabupaten Sijunjung.
gizi sejak saat janin dan terus berlanjut sampai bayi lahir dan memasuki fase anak
termasuk sulit makan sehingga asupan gizi sangat kurang hal ini bertambah
dengan situasi pola asuh anak dan kurang mendapat perhatian dalam hal konsumsi
Baumrid (2008) dalam Papalia Agoes, mengatakan bahwa pola asuh dibagi
menjadi tiga, yaitu pola asuh otoriter, pola asuh demokratif dan pola asuh serba
Pola asuh otoriter adalah pola pengasuhan anak yang bersifat pemaksaan,
keras dan kaku dimana orang tua akan membuat berbagai aturan yang saklek
harus dipatuhi anak-anaknya tanpa mau tahu perasaan sang anak. Orang tua
akan emosi dan marah jika anak melakukan hal yang tidak sesuai dengan yang
diinginkannya. Hukuman mental dan fisik akan sering diterima oleh anak-
anak dengan alasan agar anak harus tetap patuh dan disiplin serta
Pola asuh demokratif adalah pola asuh orang tua pada anak yang memberi
kebebasan pada anak untuk berkreasi dan mengeksplorasi berbagai hal sesuai
dengan kemampuan anak dengan sensor batasan dan pengawasan yang baik
dari orang tua. Pola asuh ini adalah pola asuh yang cocok dan baik untuk
Orang tua yang memili pola asuh jenis berusaha berperilaku menerima dan
kekuasaan.
Pada hampir semua budaya didunia yang melakukan pengasuhan pada anak
adalah wanita. Oleh karena itu , pengasuhan anak tidak dapat dipisahkan dengan
keadaaan keluarga dan wanita. Bagaimana cara mengasuh anak sangat tergantung
pengasuhan anak terutama dilaksanakan oleh ibu, dan pada beberapa masyarakat
dilaksanakan oleh saudara yang lebih tua dari anak, saudara ibu atau anggota
keluarga lainnya
dalam satu rumah, dan paling tidak ada satu orang yang berperan sebagai
ibu.Pengasuhan dalam satu keluarga utuh terdiri dari ayah dan ibu dan ada
kesinambungan pendidikan anak dalam suasana yang damai serta penuh kasih
saying.
tambahan
makanan, namun ada juga perilaku pengasuh berupa menciptakan situasi yang
Makasar tahun 2013 ditemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
dengan keadaan stunting anak. Maka dapat dikatakan ibu yang memberikan
perhatian dan dukungan terhadap anak dalam hal ini akan memberikan
dampak positif pada status gizi anak, dimana digambarkan pada hasil
penelitian ini yang menjawab cukup menunjukkan 53,8% panjang badan anak
perhatian ibu terhadap anak sehingga waktu makan dan selera makan anak
anggota keluarga lain seperti ayah, nenek dan saudara anak sendiri (Herwinda
2015).
gizi dan pertumbuhan yang baik bagi anak. Berbagai faktor yang berpengaruh
a. Karakteristik anak
intelektual anak, selera makan, kesehatan anak, anak yang tidak diingini, anak
Sumber daya pengasuhan dapat dibagi atas : satu, sumber daya manusia
fisik, status gizi dan kepercayaan diri dari pengasuh. Kedua, sumber daya
pengganti pengasuh anak yang memadai apabila ibu tidak bisa memberikan
C. Pola Makan
keadaan gizi. Hal ini disebabkan karena kuantitas dan kualitas makanan dan
minuman yang dikonsumsi akan mempengaruhi tingkat kesehatan pada anak. Gizi
yang optimal sangat penting untuk pertumbuhan normal serta perkembangan fisik
dan kecerdasan bayi, anakanak serta seluruh kelompok umur (Kemenkes RI,
2014).
Pola makan dalam keluarga berpengaruh terhadap pemenuhan asupan zat gizi
anggota keluarga terutama anak balita. Pola makan adalah salah satu cara atau
usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis makanan dengan maksud tertentu
kesembuhan penyakit (Depkrs RI,2009). Melalui pola makan keluarga yang baik
maka akan lebih mudah memenuhi kebutuhan gizi anggota keluarga. Sebaliknya,
pola makan yang kurang baik akan berisiko pada penurunan asupan zat gizi anak,
23
(Nadimin,2017)
Maluku Tengah tahun 2008 yang menyimpulkan bahwa balita yang memiliki pola
makan kurang akan berisiko mengalamistunting 9,5 kali lebih besar dibanding
balita yang memiliki pola makan baik (13). Penelitian di Maluku Utara tahun
pada ballita merupakan faktor yang menyebabkan gizi kurang dan stunting
(Christin dkk,2013).
Penelitian di Brazil membuktikan bahwa anak dengan pola makan kurang atau
mengonsumsi asupan protein di bawah rata-rata kecukupan gizi per hari, berisiko
1,5 kali lebih besar mengalami stunting. Dari penelitian Basri Aramico,dkk
(2013) juga diketahui bahwa anak dengan asupan lemak di bawah rata-rata
konsumsi per hari berisiko 2 (1,98) kali lebih besar mengalami stunting.
kekurangan gizi dan tidak kurang gizi mengalami perubahan yang cepat pada pola
Pada sebuah penelitian yang menunjukkan pola makan anak normal lebih baik
49,5% subjek yang mengalami stunting pola memiliki pola makan yang kurang
baik. Pada umumnya mereka makan 2 kali sehari dan kebanyakan bhanya
24
mengkonsumsi 2 jenis makanan yaitu nasi dengan sayur atau nasi dengan lauk
Anak usia 1-5 tahun dapat pula dikatakan mulai di sapih atau selepas menyusu
Balita 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi dua, yaitu anak usia lebih dari satu
tahun sampai tiga tahun yang dikenal dengan “batita” dan anak usia lebih dari tiga
tahun sampai lima tahun yang dikenal dengan usia “prasekolah”. Balita sering
ditentukan oleh usia, jenis kelamin, aktivitas, berat badan, dan tinggi badan.
diperoleh status gizi yang baik(Proverawati Atikah dan Wati Erna Kusuma,
2011).
25
a. Kebutuhan Energi
orang dewasa, sebab pada usia tersebut pertumbuhannya masih sangat pesat.
dengan bayi yang usianya kurang dari satu tahun, kebutuhannya relatif kecil.
Kebutuhan air bayi dan balita dalam sehari berfluktuasi seiring dengan
memerlukan enam zat gizi utama yaitu karbohidrat, protein, lemak, itamin,
mineral dan air.Zat gizi tersebut dapat diperoleh dari makanan yang
1) Beragam jenisnya
3) Higienis dan aman (bersih dari kotoan dan bibit penyakit serta tidak
kegiatan seperti belajar, berolah raga, bermain dan aktivitas lain. Zat
jangung, singkong, ubi jalar, kentang, talas, gandum dan sagu. Makanan
mineral dan air. Makanan yang banyak mengandung vitamin mineal dan
fungsi tersebut tidak bisa dipenuhi hanya dari satu macam makanan saja
karena tidak ada satu pun makanan dari alam yang mempunyai kandungan
gizi lengkap. Jika makanan anak beragam, maka zat gizi yang tidak
terkandung atau kurang dalam satu jenis makanan akan dilengkapi oleh zat
gizi yang berasal dari makanan jenis lain. Agar makanan yang dimakan anak
beraneka ragam kita harus selalu ingat bahwamakanan yang dimakan anak aus
27
mengandung zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur.Ketiga zat ini dapat
Balita memiliki kebutuha gizi yang berbeda dari orang dewasa, balita
membutuhkan lebih banyak lemak dan lebih sedikit serat. Menu seimbang
anak makan secara teratur 3 kali sehari dimulai dengan sarapan atau
Seperti ikan, telur, tempe, susu dan tahu. Untuk pertumbuhan anak
dibutuhkan pangan sumber protein dan sumber lemak kaya akan omega 3,
banyak mengonsumsi ikan dan telu karena kedua jenis pangan tersebut
dan perkembangan anak. Jika memberikan susu kepada anak, orang tua
28
dengan kadar gula yang tinggi akan membuat selera anak terpaku pada
kadar kemanisan yang tinggi. Pola makan yang terbiasa manis akan
besar.
D. Status Ekonomi
dari pada factor genetik dan etnik.Status ekonomi rumah tangga dipandang memiliki
dampak yang signifikan terhadap probalitas seorang anak menjadi pendek dan
kurus.Dalam hal ini, WHO merekomendasikan status gizi pendek atau stunting
sebagai alat ukur atas tingkat sosial-ekonomi yang rendah dan sebagai salah satu
ekonomi yang rendah pada kedua kelompok stuntingdan normal, ternyata kelompok
anak normal yang miskin memiliki pengasuhan yang lebih baik dibandingkan dengan
timbal balik antara kurang gizi dan kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab
29
pokok atau akar masalah gizi buruk.Proporsi anak yang gizi kurang dan gizi buruk
tinggi presentasi anak yang kurang gizi begitupun sebaliknya. Anak yang berasal dari
keluarga dengan tingkat ekonomi rendah sangat rawan terhadap gizi kurang.Mereka
mengkonsumsi makanan (energi dan protein) lebih rendah dibanding anak-anak dari
berunting ini kerangkanya lebih pendek (stunting) dan lebih kurus (Astari 2005,p.49).
sehingga harus dilihat dalam konteks yang lebih luas dan tidak hanya dalam ranah
biomedis.Status ekonomi rumah tangga juga memiliki efek yang signifikan terhadap
Semba (2008) di Indonesia dan Bangladesh menunjukkan bahwa anak dari keluarga
dengan tingkat ekonomi rendah memiliki resiko stunting lebih tinggi dibandingkan
anak dari keluarga sosial ekonomi yang lebih tinggi.Hal ini menunjukkan bahwa
rentang usia 2 sampai 5 tahun. Pada masa ini anak masuk dalam masa pra
30
tua.Periode ini merupakan periode yang sangat penting dan tidak dapat terulang
atau disebut dengan the golden ege.Pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi
pada masa ini sangat menentukan bagaimana anak pada periode selanjutnya
manusia dari kecil menjadi besar dengan bertambahnya jumlah, ukuran, dimensi
pada tingkat sel, organ maupun individu. Pertumbuhan yang terjadi pada anak
mempunyai sifat kuantitatif dan merujuk pada perubahan struktur dan fungsi
organ yang lebih optimal, pertumbuhan fisik anak dapat dinilai dengan ukuran
panjang (cm, meter), berat (gram, kilogram), umur, tulang, dan tanda –tanda sek
sekunder, tidak hanya petumbuhan fisik anak yang mengalami perubahan tetapi
juga struktur organ dan otak anak. (Soetjiningsih & Ranuh, 2016).
tahun pertama kelahiran, pembelahan sel otak sangatlah pesat pada masa ini,
setelah itu pembelahan sel melambat dan menjadi pembelahan sel otak biasa
sehingga pada bayi baru lahir berat otaknya ¼ dari berat otak orang dewasa dan
jumlah sel otaknya sudah mencapai 2/3 dari jumlah sel otak orang dewasa. Pada
anak usia 2 tahun ukuran otak sudah menacapai 80% dari ukuran orang dewasa
3. Perkembangan Anak
struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur sebagai
tubuh, jaringan tubuh, organ dan system organ yang berkembang secara optimal
emosi, intelektual, dan tingkah laku anak yang merupakan hasil dari interaksi
fungsional, perubahan juga bersifat progresif, terarah dan terpadu atau koheren,
hal ini berarti perkembangan anak mempunyai arah tertentu dan cenderung terus
yang pasti antara yang terjadi pada saat ini, sebelumnya dan selanjutnya
Perkembangan pada anak dapat dilihat dari berbagai aspek diantaranya adalah
sebagai berikut:
Fisik atau tubuh manusia merupakan organ yang sangat komplek dan
perkembangan fisik pada manusia meliputi 4 aspek yaitu, system syaraf yang
32
tingkah laku yang baru, struktur fisik atau tubuh yang meliputi tinggi dan
kognitif erat kaitannya dengan intelektual anak dalam berfikir dan mengambil
dalam berfikir anak – anak memiki cara yang berbeda dibandingkan dengan
2016).
aspek biologis, aspek psikologis dan kultur. Aspek biologis, otot dan syaraf
pada alat – alat berbicara sudah berkembang secara baik sejak anak lahir.Anak
yang baru lahirsudah bisa mengeluarkan suara seperti “a”, “e”. Aspek
suaranya sendiri, dan diulang – ulang oleh orang lain, kemudian anak akan
mempelajari suara baru dan meniru orang lain berbicaraanak akan lebih
mengerti jika bahasa merupakan hal yang sangat penting untuk berinteraksi
F. Kerangka Teori
Gambar 2.1
Kerangka Teori
1. Faktor Langsung
o Penyakit Infeksi
o BBLR
o Pola Makan
o Pemberian ASI
Ekslusif
o Pola Asuh Stunting Pada Balita
A. Kerangka Konsep
diamati dan diukur melalui penelitian yang akan dilakukan atau kerangka konsep
merupakan formulasi atau simplikasi dari kerangka teori atau teori-teori yang
mendukung penelitian tersebut. Oleh sebab itu kerangka konsep ini terdiri dari
(Notoatmodjo,2012,p.100-101).
Gambar 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
Pola Asuh
Status Ekonomi
35
36
B. Definisi Operasional
Table 3.1
Definisi Operasional
No Variabel Defenisi Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala ukur
operasional
Dependen
1. Kejadian Kejadian tinggi Kuesioner Wawancara 0. Tidak Ordinal
Stunting badan anak Stunting
tidak sesuai TB/U : <-2
dengan usianya SD
1. Ya
Stunting
TB/U : ≥-2
SD
C. Hipotesis Penelitian
37
1. Ada Hubungan Pola Asuh terhadap kejadian stuntingpada Balita di wilayah kerja
2. Ada Hubungan Pola Makan terhadap kejadian stunting pada Balita di wilayah
A. Desain Penelitian
penelitian cross sectional yang bersifat telaah pustaka (literature review) yang
PubMed. Variabel independen dalam penelitian ini adalah pola asuh, pola makan dan
balita. Kemudian data yang diperoleh dari telaah pustaka dianalisis secara mendalam
oleh penulis. Data-data yang diperoleh dituangkan ke dalam sub bab-sub bab
1. Popolasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua artikel yang diterbitkan dalam
jurnal internasional dan nasional yang memiliki topik tentang pola asuh, pola
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah artikel yang diterbitkan dalam jurnal
internasional dan nasional dengan topik pola asuh, pola makan dan pendapatan
keluarga terhadap kejadian stunting pada balita yang memenuhi kriteria inklusi.
38
39
Adapun kriteria inklusi sampel dalam artikel penelitian ini antara lain sebagai
berikut:
c. Variabel independen dalam artikel penelitian adalah pola asuh, pola makan
d. Variabel dependen hasil artikel penelitian adalah kejadian stunting pada balita.
Jumlah dan sumber artikel yang termasuk kriteria inklusi berdasarkan hasil
penelusuran artikel dengan kata kunci di atas dengan proses pencarian artikel
sebagai berikut :
Inklusi:
a. full text sesuai dengan judul
studi literatur
Eligibility Jumlah artikel yang di Eksklusi:
inklusi n: 16
a. cara analisis tidak dilaporkan
atau tidak dapat diperoleh
b. hasilnya tidak ditujukan untuk
Included Jumlah artikel yang tujuan penelitian
memenuhi syarat review n:
10
40
Pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini dilakukan dengan berbagai
cara dan teknik yang berasal dari berbagai sumber. Dalam penelitian ini teknik
pengumpulan data dan informasi yang digunakan adalah studi literatur. Studi literatur
ini dimaksudkan untuk mengungkapkan berbagai teori –teori yang relevan dengan
permasalahan yang sedang diteliti. Teknik ini dilakukan dengan cara membaca,
pola makan dan pendapatan keluarga terhadap kejadian stunting pada balita. Ada
beberapa macam sumber informasi yang dapat digunakan peneliti sebagai bahan studi
baru.
2. Buku
bidang ilmu yang erat kaitannya dengan penelitian diwujudkan dalam bentuk
buku yang ditulis oleh seorang penulis yang berkompeten di bidang ilmunya.
3. Internet
D. Alur Penelitian
Bagan 4.2
Kerangka Alur Penelitian
Studi Literatur
Pengumpulan Data
Konseptualisasi
Analisa Data
Kesimpulan
Saran
BAB V
HASIL PENELITIAN
a. Judul Penelitian : Hubungan Pola Asuh dengan Kejadian Stunitng Balita dari
d. Populasi dan Sampel Penelitian : Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu
sesuai dengan kriteria inklusi yaitu ibu balita usia 24 – 59 bulan dari keluarga
e. Instrumen Penelitian : Instrumen atau alat pengumpul data pada penelitian ini
menggunakan kuesioner.
Palembang.
42
43
a. Judul Penelitian : Hubungan Sosial Ekonomi, Pola Asuh, Pola Makan dengan
Aceh Tengah
d. Populasi dan Sampel Penelitian : Populasi pada penelitian ini adalah seluruh
siswa kelas I-III dari 11 sekolah dasar di wilayah Kecamatan Lut Tawar
menggunakan kuesioner.
f. Hasil Penelitian : Ada hubungan antara pendapatan orang tua dan status gizi
(p<0,001) OR=7,8. Ada hubungan antara pola asuh dengan status gizi
(p<0,001) OR=8,07, ada hubungan antara pola makan dengan status gizi
(p<0,001) OR=6,01. Artinya Ada hubungan yang signifikan antara pola asuh,
penghasilan orang tua, dan pola makan dengan kejadian stunting pada Siswa
d. Populasi dan Sampel Penelitian : Populasi pada penelitian ini adalah lima
sekolah dasar negri dan swasta yang memiliki angka kejadian stunting
yang signifikan antara status ekonomi keluarga dan pola asuh makan dengan
a. Judul Penelitian : Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Kejadian Stunting Anak
Makassar.
d. Populasi dan Sampel Penelitian : Populasi penelitian ini adalah semua balita
f. Hasil Penelitian : Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk pola asuh ibu,
terdapat sekitar 72,6% sampel dengan praktik pemberian makan yang baik,
dan terdapat sekitar 71,0% sampel dengan rangsangan psikososial yang baik.
pada Balita Usia 24-59 bulan di Desa Wawatu Kecamatan Maramo Utara
d. Populasi dan Sampel Penelitian : Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
penelitian ini sama dengan jumlah populasi yaitu sebanyak 95 orang. Cara
survei kepada seluruh populasi yang ada atau mengambil semua anggota
f. Hasil Penelitian : Hasil uji statistik Chi-Square pada taraf kepercayaan 95%
(0,05) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pola asuh Ibu
(p=0,001) dengan kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan di Desa
f. Hasil Penelitian : Penelitian ini menunjukkan bahwa 41% balita usia 24-59
hubungan antara pola asuh makan dan keragaman pangan dengan stunting p-
Stunting pada Balita Usia 24-59 bulan di Desa Karangrejek Wonosari Gunung
Kidul
terdapat di Desa Karangrejek yaitu 173 orang. Jumlah sampel 121 balita
pendapatan keluarga rendah sebesar 19% dan pendapatan tinggi 19,8% (p-
Stunting pada Balita Usia 24-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat
cross sectional.
d. Populasi dan Sampel Penelitian : Populasi seluruh ibu dan balita usia 24-59
orang
f. Hasil Penelitian : Hasil uji statistik dengan uji chi square didapatkan nilai p-
value = 0,006 (< 0,05) sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti
ada hubungan antara penghasilan orang tua dengan kejadian status stunting
Mokodompit, 2019)
Stunting Pada Anak Usia 2-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Bohabak
d. Populasi dan Sampel Penelitian : Populasi dalam penelitian ini adalah anak
f. Hasil Penelitian : Hasil analisis statistik Chi Square dengan nilai Fisher’s
Exact dimana p-value α (0,492) > 0,05) yang berarti secara statistik tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara Pola Asuh dengan kejadian Sunting
pada anak usia 2-5 tahun diwilayah kerja Puskesmas Bohabak. Sedangkan
< 0,05) yang berarti secara statistik terdapat hubungan yang signifikan antara
pendapatan keluarga dengan kejadian sunting pada anak usia 2-5 tahun di
f. Hasil Penelitian : Data hasil penelitian ini dianalisis menggunakan uji chi
square. Hasil penelitian diperoleh bahwa tidak ada hubungan antara pola asuh
Rappang.
BAB VI
PEMBAHASAN
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa
dari seluruh responden ibu dengan kebiasaan pemberian makan yang kurang baik
terhadap balitanya sebagian besar memiliki balita stunting yaitu sebesar 68,4%.
Sedangkan dari seluruh responden ibu dengan kebiasaan pemberian makan yang
baik, yang memiliki balita stunting hanya sebesar 19,8%. Berdasarkan analisis
stunting balita dari keluarga miskin. Kemudian dari seluruh responden ibu dengan
memiliki balita stunting yaitu sebesar 64,7%. Sedangkan dari seluruh responden
ibu dengan kebiasaan pengasuhan yang baik, yang memiliki balita stunting hanya
Stunting merupakan salah satu permasalahan status gizi pada balita yang
kesehatan selama periode prenatal dan postnatal. Stunting muncul sebagai akibat
dari keadaan kekurangan gizi yang terakumulasi dalam waktu yang cukup lama
52
53
(Kemenkes RI,2018).
Nation Children Fund, digambarkan bahwa pola asuh yang tidak baik dalam
keluarga merupakan salah satu penyebab timbulnya permasalahan gizi. Pola asuh
dukungan dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial dari anak yang
sedang tumbuh dalam keluarga. Pola asuh terhadap anak dimanifestasikan dalam
dalam keadaan sakit berupa praktek kesehatan di rumah dan pola pencarian
pelayanan kesehatan.
Kebiasaan yang ada didalam keluarga berupa praktik pemberian makan, pola
usia 24 – 59 bulan. Dari keadaan tersebut dapat dilihat bahwa pola asuh keluarga
berperan besar terhadap status gizi anak. Hal ini mengindikasikan bahwa anak
yang berasal dari keluarga dengan kemampuan ekonomi tinggi juga dapat
rendah masih dapat dijumpai anak dengan status gizi yang baik.
pemberian makan bergizi dan mengatur porsi yang dihabiskan akan meningkatkan
status gizi anak. Makanan yang baik untuk bayi dan balita harus memenuhi
syarat-syarat kecukupan energi dan zat gizi sesuai umur, pola menu seimbang
54
dengan bahan makanan yang tersedia, kebiasaan dan selera makan anak, bentuk
dan porsi makanan yang disesuaikan pada kondisi anak dan memperhatikan
kebersihan perorangan dan lingkungan. Kemudian hubungan yang erat, mesra dan
selaras antara orang tua dan anak merupakan syarat mutlak untuk menjamin
tumbuh kembang yang selaras, baik fisik, mental maupun psikososial anak.
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa
penghasilan orang tua rendah berisiko 7,84 kali lebih besar menyebabkan stunting
gizi stunting 55,8% dan 13,9%. Hasil uji statistik chi-square menunjukkan ada
hubungan yang signifikan antara penghasilan orang tua dengan status gizi
(p<0,001). Selanjutnya, kategori pola asuh kurang baik berisiko 8,07 kali lebih
status gizi stunting 53% dan 12,3%. Hasil uji statistik chi-square menunjukkan
ada hubungan yang signifikan antara pola asuh dengan status gizi (p<0,001).
Kemudian, pola makan dengan kategori kurang berisiko 6,01 kali lebih besar
Hasil uji statistik chi-square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara
Anak-anak pada masa usia sekolah dan remaja mengalami pertumbuhan baik
mental, intelektual, fisik, dan sosial. Golongan umur ini perlu mendapatkan
perkembangan anak yang dimulai saat masa dalam kandungan, masa balita, usia
lingkungan. Masalah gizi oleh banyak faktor yang saling terikat secara langsung
dapat dipengaruhi oleh penyakit infeksi dan kurangnya asupan gizi secara kualitas
dan kualitas pelayanan kesehatan, pola asuh anak yang kurang memadai, sanitasi
peningkatan status gizi memiliki hubungan timbal balik. Hal tersebut dapat dilihat
dari dua sisi, pertama berkurangya biaya berkaitan dengan kematian dan kesakitan
akibat kekurangan gizi, dan dari sisi lain akan meningkatkan produktivitas.
Manfaat ekonomi yang diperoleh sebagai dampak dari perbaikan status gizi
anak dan pengobatan jika sakit, papan/ pemukiman yang layak, higiene
Stimulasi mental merupakan cikal bakal dalam proses belajar (pendidikan dan
diharapkan kepada orang tua terutama para ibu atau pengasuh agar lebih intensif
dalam mengasuh anak dimana pola asuh menunjukkan hubungan yang signifikan
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian, diketahui bahwa dari 30
(6,7%). Hasil uji statistik Chi-square menunjukan ada hubungan yang signifikan
antara status ekonomi keluarga dengan kejadian stunting pada anak sekolah dasar
Sedangkan dari 60 responden yang memiliki pola asuh makan tidak baik terdapat
57
hubungan yang signifikan antara pola asuh makan dengan kejadian stunting pada
dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang anak. Anak sekolah
merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan yang perlu
anak merupakan salah satu upaya yang penting bagi kelangsungan hidup suatu
Kualitas hidup anak dapat dilihat kesehatannya melalui keadaan status gizi
yang baik dan merupakan salah satu indikator pembangunan. Status gizi anak
merupakan satu dari delapan tujuan yang akan dicapai dalam Millenium
Development Goals (MDGs) 2015, dampak dari status gizi rendah yaitu pada
usia sekolah akan mengakibatkan anak menjadi lemah, cepat lelah dan mudah
sakit oleh karena itu anak-anak seringkali absen serta mengalami kesulitan dalam
Kejadian stunting pada anak usia sekolah dasar merupakan manifestasi dari
stunting pada waktu balita, karena tidak ada perbaikan tumbuh kejar (catch up
growth) asupan zat gizi makro dan mikro yang tidak sesuai kebutuhan dalam
58
jangka lama, disertai penyakit infeksi. Laju pertumbuhan baik laki-laki maupun
Kasus stunting pada anak dapat dijadikan prediktor rendahnya kualitas sumber
daya manusia suatu negara. Hal ini disebabkan karena stunting dapat
perekonomian Indonesia.
merupakan salah satu faktor tidak langsung yang berhubungan dengan status gizi
anak termasuk stunting. Kualitas dan kuantitas asupan gizi pada makanan anak
terhadap penyakit infeksi. Hal ini menunjukkan bahwa untuk mendukung asupan
gizi yang baik perlu ditunjang oleh kemampuan Ibu dalam memberikan
pengasuhan yang baik bagi anak dalam hal praktik pemberian makan, praktik
terutama pada anak. Masalah gizi kurang yang terus berlanjut terutama pada anak
sekolah yang masih dalam masa pertumbuhan nanti akan memberikan dampak
negatif terhadap pertumbuhan fisik mereka (stunted). Kemudian pola asuh yang
59
dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan optimis baik fisik,
mental dan sosial sangat mendukung tercapainya status gizi yang optimis, melalui
perawatan yang menyeluruh dari orang tua terhadap tumbuh kembang anaknya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk pola asuh ibu, terdapat sekitar
72,6% sampel dengan praktik pemberian makan yang baik, dan terdapat sekitar
71,0% sampel dengan rangsangan psikososial yang baik. Berdasarkan hasil uji
kejadian stunting anak usia 24-59 bulan di posyandu Asoka II Wilayah PeSisir
Kelurahan Barombong.
pertumbuhan dan perkembangan anak berusia di bawah lima tahun. Secara lebih
lebih penting lagi keterlambatan perkembangan otak dan dapat pula terjadinya
penurunan atau rendahnya daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi. Pada masa
ini juga anak masih benar-benar tergantung pada perawatan dan pengasuhan oleh
ibunya.
Hal ini juga sesuai dengan pendapat (Rahim, 2011) bahwa peran keluarga
terutama ibu dalam mengasuh anak akan menentukan tumbuh kembang anak.
Perilaku ibu dalam menyusui atau memberi makan, cara makan yang sehat,
60
memberi makanan yang bergizi dan mengontrol besar porsi yang dihabiskan akan
Pemberian makanan pada bayi dan anak merupakan landasan yang penting
dalam proses pertumbuhan. Di seluruh dunia sekitar 30% anak dibawah lima
Pola makan pada balita yang tidak sesuai dapat meningkatkan prevalensi
keadaan gizi. Hal ini disebabkan karena kuantitas dan kualitas makanan dan
minuman yang dikonsumsi akan mempengaruhi tingkat kesehatan pada anak. Gizi
yang optimal sangat penting untuk pertumbuhan normal serta perkembangan fisik
dan kecerdasan bayi, anak-anak serta seluruh kelompok umur (Kemenkes RI,
2014).
Pola makan yang seimbang yang sesuai dengan kebutuhan disertai pemilihan
bahan makanan yang tepat akan melahirkan status gizi yang baik (Sulistyonigsih,
mengonsumsi makanan dibawah kebutuhan minimal yaitu kurang dari 70% dari
angka kecukupan gizi (AKG). Lebih lanjut data tersebut menjelaskan bahwa
berdasarkan kelompok umur ditemukan 24,4% Balita, 41,2% anak usia sekolah
Menurut asumsi peneliti, anak merupakan salah satu kelompok rawan gizi
selain pada kelompok usia sekolah, remaja, kelompok ibu hamil dan menyusui
dan kelompok usia lanjut. Kelompok rawan gizi adalah suatu kelompok di dalam
61
kekurangan gizi. Anak berada pada siklus pertumbuhan atau perkembangan yang
memerlukan zat-zat gizi dalam jumlah yang lebih besar dari kelompok umur yang
lainnya. Kekurangan makanan yang bergizi serta pola pengasuhan yang buruk
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 35 balita (100%) yang memiliki
pola asuh Ibu yang kurang baik terdapat 23 balita (65,7%) yang mengalami
stunting dan terdapat 12 balita (34,3%) yang tidak mengalami stunting (normal).
Sedangkan dari 45 balita (100%) yang memiliki pola asuh Ibu yang baik terdapat
11 balita (24,4%) yang mengalami stunting dan terdapat 34 balita (75,6%) yang
tidak mengalami stunting (normal). Hasil uji statistik Chi-Square pada taraf
hubungan antara pola asuh Ibu dengan kejadian stunting pada balita usia 24-59
Tahun 2017.
Indikator yang paling baik untuk menggambarkan kekurangan gizi pada anak
sebagian besar dipengaruhi oleh asupan nutrisi yang tidak adekuat dan infeksi
Masalah gizi oleh banyak faktor yang saling terikat secara langsung dapat
dipengaruhi oleh penyakit infeksi dan kurangnya asupan gizi secara kualitas
dan kualitas pelayanan kesehatan, pola asuh anak yang kurang memadai, sanitasi
Terdapat beberapa penyebab stunting salah satunya yaitu pola asuh dimana
pada anak. Menurut United Nations Children’s Fund (UNICEF) pola asuh
merupakan salah satu faktor tidak langsung yang berhubungan dengan status gizi
anak termasuk stunting. Kualitas dan kuantitas asupan gizi pada makanan anak
terhadap penyakit infeksi. Hal ini menunjukkan bahwa untuk mendukung asupan
gizi yang baik perlu ditunjang oleh kemampuan Ibu dalam memberikan
pengasuhan yang baik bagi anak dalam hal praktik pemberian makan, praktik
tangga dan diwujudkan dengan tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta
anak. Aspek-aspek yang dinilai dalam penelitian ini meliputi tiga aspek yaitu
stunting pada balita karena asupan makanan pada balita sepenuhnya diatur oleh
Ibunya. Ibu dengan pola asuh baik akan cenderung memiliki balita dengan status
gizi yang lebih baik dari pada Ibu dengan pola asuh yang kurang baik.
yang penting dalam proses pertumbuhan. Peran keluarga terutama Ibu memiliki
peran yang sangat penting yang berkaitan dengan pola asuh pemberian makan
dalam upaya pengasuhan anak, seperti menyusui dan memberikan makan kepada
pola asuh pemberian makan yang tepat maka status gizi anak akan menjadi lebih
baik, hal ini dimungkinkan karena anak akan mendapatkan asupan zat gizi yang
baik sesuai dengan tingkat kebutuhannya yang berguna untuk pertumbuhan dan
perkembangannya.
memiliki pola asuh makan yang kurang, dan uji chi square menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara pola asuh makan dengan kejadian
stunting dengan p-value 0,015 (p≤0,05). Balita yang mempunyai riwayat pola
asuh kurang memiliki peluang 2,4 kali mengalami stunting jika dibandingkan
dengan balita yang mempunyai riwayat pola asuh yang baik. Kemudian rata-rata
64
skor keragaman pangan pada penelitian ini adalah 4,8. Kondisi ini menunjukkan
bahwa asupan makan balita di Kecamatan Bayat termasuk kedalam kategori tidak
beragam, karena skor keragaman pangan kurang dari 5. Keadaan sosial ekonomi
Stunting merupakan permasalahan gizi di dunia, ada 165 juta balita di dunia
dalam kondisi pendek (stunting). Delapan puluh persen balita stunting tersebar
prevalensi stunting secara nasional terjadi peningkatan dari 35,6% (2010) menjadi
37,2 % (tahun 2013). Kondisi tersebut menggambarkan bahwa sekitar 8,9 juta
anak Indonesia mengalami pertumbumbuhan tidak maksimal atau satu dari tiga
persentase balita stunting pada kelompok balita (29,6%) lebih besar jika
dibandingkan dengan usia baduta (20,1%). Hal ini terjadi karena pada usia
tersebut balita sudah tidak mendapatkan ASI dan balita mulai menyeleksi
(memilih) makanan yang dimakan. Oleh karena itu pada masa ini sangat penting
peran orang tua terutama ibu dalam memberian makan kepada balita
Pola asuh makan yang diterapkan oleh ibu akan berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan balita karena kekurangan gizi pada masa balita
akan bersifat irreversible (tidak dapat pulih), sehingga pada masa ini balita
membutuhkan asupan makan yang berkualitas. Semakin baik pola asuh makannya
65
maka semakin baik pula status gizinya. Pola asuh makan yang baik dicerminkan
dengan semakin baiknya asupan makan yang diberikan kepada balita. Asupan
prestasi sekolah yang buruk yang ketika dewasa akan menurunkan pendapatan
gizi balita. Jika hal ini terjadi pada masa golden age (masa emas) maka akan
menyebabkan otak tidak dapat berkembang secara optimal dan kondisi ini sulit
untuk dapat pulih kembali. Pola asuh yang kurang dalam penelitian ini adalah
makan balita menjadi kurang baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya
mengalami stunting yaitu 23 balita (19%) dan yang tidak mengalami stunting
0,000. Dengan demikian p-value= 0,000 adalah lebih kecil dibandingkan dengan
taraf kesalahan yang digunakan pada taraf α = 0,05. Hal ini berarti terdapat
kebutuhan pangan yang cukup baik segi kuantitas dan kualitas dan keamanannya.
ekonomi keluarga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pekerjaan orang
tua, tingkat pendidikan orang tua dan jumlah anggota keluarga. Status ekonomi
jumlahnya hampir sama. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan keluarga yang
keseluruhan dan atau eksposur yang berulang yang dapat berupa penyakit atau
pada balita. Gaya hidup masing-masing keluarga yang berbeda juga turut
rendahnya kualitas pangan, kurangnya hygiene dan sanitasi, serta pencegahan dan
Tingkat sosial ekonomi keluarga dapat dilihat dari penghasilan dalam satu
keluarga. Hal ini merupakan modal dasar menuju keluarga sejahtera, sehingga
menunjang kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu berbagai upaya keluarga rela
mencukupi.
jumlah uang yang dihasilkan dan jumlah uang yang akan dikeluarkan untuk
membiayai keperluan rumah tangga selama satu bulan. Pendapatan keluarga yang
68
Menurut asumsi peneliti, tingkat sosial ekonomi berkaitan dengan daya beli
makanannya terutama untuk memenuhi kebutuhan zat gizi dalam tubuh anak.
dikelola setiap harinya baik dari segi kualitas maupun jumlah makanan.
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa
balita dengan penghasilan orang tua < Rp. 1.500.000,- yang mengalami kejadian
stunting adalah sebanyak 24 orang (51%), dan yang tidak mengalami kejadian
stunting adalah sebanyak 23 orang (49%). Pada balita dengan penghasilan orang
lebih sedikit dibandingkan yang tidak mengalami stunting 27 orang (82%). Hasil
uji statistik dengan uji chi square didapatkan nilai p = 0,006 (< 0,05) sehingga Ho
ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti ada hubungan antara penghasilan orang
tua dengan kejadian status stunting pada balita di Puskesmas Rawat Inap
Pertumbuhan dan perkembangan pada masa balita tentunya sangat pesat, pada
masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup dalam jumlah dan
kualitas yang lebih banyak, karena pada umumnya aktivitas fisik yang cukup
tinggi dan dalam proses belajar. Jika intake zat gizi tidak terpenuhi maka
karena malnutrisi jangka panjang yang ditandai dengan indeks panjang badan
dibanding umur (PB/U) atau tinggi badan dibanding umur (TB/U) dengan batas
z-score kurang dari -2 SD. Data dari UNICEF tahun 2013 secara global sekitar
Berdasarkan usia balita, kejadian stunting banyak terdapat pada balita usia 24
hingga 59 bulan. Gizi buruk kronis (stunting) disebabkan oleh banyak faktor
ekonomi, sistem pendidikan, sistem kesehatan, sistem sanitasi dan air bersih
menjadi faktor penyebab kejadian stunting. Tingkat rumah tangga (keluarga) yaitu
kualitas dan kuantitas makanan yang tidak memadai, tingkat pendapatan, jumlah
dan struktur anggota keluarga, pola asuh makan anak, pelayanan kesehatan dasar,
sanitasi dan air bersih tidak memadai menjadi faktor penyebab stunting. Faktor
penyebab ditingkat rumah tangga akan memengaruhi keadaan anak umur dibawah
5 tahun dalam hal asupan makanan menjadi tidak seimbang, berat badan lahir
kondisi sosial ekonomi yang rendah dan berimbas pada pola pemberian makan
yang tidak tepat. Dengan pendapatan yang tinggi akan lebih mudah memperoleh
akses kebutuhan pangan sehingga status gizi anak dapat lebih baik. Kemampuan
keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan baik dalam jumlah maupun mutu
B. Pembahasan tekait hasil penelitian dari artikel yang hasil tidak signifikan
Mokodompit, 2019)
Hasil analisis statistik Chi Square dengan nilai Fisher’s Exact dimana p-value
α (0,492) > 0,05) yang berarti secara statistik tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara Pola Asuh dengan kejadian Sunting pada anak usia 2-5 tahun
pendapatan keluarga diperoleh p-value α (0,018) < 0,05) yang berarti secara
kejadian sunting pada anak usia 2-5 tahun di wilayah kerja puskesmas
Bohabak.
median kurva pertumbuhan anak (Fikawati dkk, 2017). Seorang anak dikatakan
Pola asuh yang baik sangat mendukung tercapainya status gizi yang optimal,
melalui perawatan yang menyeluruh dari orang tua terhadap tumbuh kembangnya.
kembang anak. Dengan pendidikan dan pengetahuan orang tua yang baik maka
orang tua dapat menerima segala informasi tentang pengasuhan anak yang baik,
yang besar, akan kesulitan untuk mencukupi pangan berkualitas bagi keluarganya
(Purnamasari, 2018).
Berdasarkan pola asuh pada penelitian ini, terdapat 4 anak tidak diberi ASI
dan Kolostrum dengan alasan bahwa ASI tidak keluar. Untuk anak yang
mendapat ASI terdapat 18 anak yang tidak hanya mendapat ASI saja sampai 6
bulan dan tidak diberi ASI sesuai keinginan melainkan diberikan tambahan susu
formula dengan alasan ibu bahwa frekuensi ASI sedikit dan anak selalu menangis
ketika disusui, ibu bekerja, puting luka. Untuk anak yang sudah tidak diberi ASI
pada usia 12-24 bulan yaitu 25 anak dengan alasan ibu bahwa anak sudah tidak
suka ASI, sudah dibiasakan minum susu formula atau teh. Untuk anak yang tidak
diberi MP-ASI sejak usia 6 bulan berjumlah 15 anak dengan alasan anak belum
suka makan, ibu takut memberikan makan, anak sudah suka makan. Untuk anak
yang jadwal makan tidak teratur berjumlah 4 anak dengan alasan ibu anak malas
72
makan, anak hanya banyak minum susu. Untuk anak yang tidak mendapat
makanan yang ada saja, anak tidak suka sayur. Untuk anak yang tidak selalu
didampingi ketika makan berjumlah 12 anak dengan alasan ibu bahwa anak sudah
taumakan sendiri, ibu sibuk. Untuk anak tidak dibujuk untuk menghabiskan
makanan berjumlah 9 anak dengan alasan ibu bahwa nafsu makan menurun, anak
sudah kenyang.
Pada penelitian ini menunjukkan derajat stunting pada anak usia 2-5 tahun
lebih banyak pada anak dengan kategori pendapatan keluarga rendah 32 orang
(22,0%).
mengkonsumsi makanan yang lebih murah dan menu yang kurang bervariasi,
konsumsi zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh, tetapi kenaikan pendapatan akan
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa
dari 25 responden menunjukkan bahwa Pola Asuh Orang Tua Demokratis dengan
(12%), dan Pola Asuh Orang Tua Demokratis dengan Stunting kategori sangat
73
dengan persentase (40%), dan Pola Asuh Orang Tua Otoriter dengan kejadian
(44%). Total Pola Asuh Orang Tua Demokratis berjumlah 4 responden dengan
persentase (16%), dan total Pola Asuh Orang Tua Otoriter berjumlah 21
(100%).
Dari hasil fisher’s exact test didapatkan nilai p=0,593 dengan tingkat
kemaknaan α < 0,05 yang artinya p > α, maka dapat disimpulkan bahwa Ha
ditolak dan Ho diterima, yang artinya tidak ada hubungan yg signifikan antara
Pola Asuh Orang Tua dengan kejadian Stunting Di Wilayah Kerja Puskesmas
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya stunting pada anak
yaitu pola asuh dari ibu maupun keluarga. Pola asuh memiliki peranan yang
penting agar terwujudnya pertumbuhan anak yang optimal. Pola asuh adalah
penyebab tidak langsung dari kejadian stunting dan apabila tidak dilaksanakan
dengan baik dapat menjadi penyebab langsung dari kejadian stunting, artinya
pola asuh adalah faktor dominan sebagai penyebab stunting (UNICEF, 2015).
Menurut Engle et al (1997) terdapat empat komponen penting didalam pola asuh
74
tangga dan diwujudkan dengan tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta
anak. Aspek-aspek yang dinilai dalam penelitian ini meliputi tiga aspek yaitu
stunting pada balita karena asupan makanan pada balita sepenuhnya diatur oleh
Ibunya. Ibu dengan pola asuh baik akan cenderung memiliki balita dengan status
gizi yang lebih baik dari pada Ibu dengan pola asuh yang kurang baik.
dapat pula terjadinya penurunan atau rendahnya daya tahan tubuh terhadap
penyakit infeksi. Pada masa ini juga anak masih benar-benar tergantung pada
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi literatur dari 10 artikel yang memenuhi syarat untuk di
1. Hasil literatur review dari 10 artikel hasil penelitian terkait hubungan pola asuh,
pola makan dan status ekonomi keluarga terhadap kejadian stunting pada balita
diantaranya menunjukkan hasil yang tidak signifikan terkait hubungan pola asuh
75
B. Saran
1. Bagi Puskesmas
pengetahuan pola makan atau pemberian makan pada anak dalam rencana strategi
sehingga dengan adanya koleksi buku yang lengkap, serta tersedianya fasilitas
akan dapat mempermudah bagi siswa dalam belajar dan mengakses pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Aramico, B, Sudargo, T., &Susilo, J.(2016). Hubungan Sosial Ekonomi, Pola Asuh, Pola
Makan Dengan Stunting Pada Siswa Sekolah Dasar Di Kecamatan Lut Tawar,
Kabupaten Aceh Tengah.
Brigette Sarah Renyoet et al. (2012). Hubungan Pola Asuh dengan Kejadian Stunting
Anak 6-24 Bulan di Wilayah Kerja Pesisir Kecamatan Tallo Kota Makasar
Christin,D, N.,M, Juffrie., & Emy Huriyati. (2013). Riwayat Pola Asuh, Pola Makan,
Asupan Zat Gizi Berhubungan dengan Stunting pada Anak 24-59 Bulan di Bioki
Utara, Timor Tengah, Nusa Tenggara Timur
Herwinda.(2015). Hubungan Status Gizi dan Pola Asuh Dengan Kejadian Stunting Pada
Anak Usia 6-24 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Sikabu Kab. Padang
Pariaman
Nadimin.(2017). Pola Makan, Keadaan Kesehatan dan Asupan Zat Gizi Anak Balita
Stunting di Moncong Loe Kabupaten Maros Sulawesi Selatan.
Ni’mah,C.,& Siti, R.(2015). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Pada
Balita.
Profil Kesehatan Indonesia.(2018). Pusat Data Dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia
Rahmayana, Dkk (2014). Hubungan Pola Asuh Dengan Kejadian Stunting Anak Balita
Usia 2-5 Tahun Di Kelurahan Tlogomas. Skripsi.Universitas Muhammadiyah
Malang.
Susanti, Ari. (2017). Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Pada
Anak Usia 7-24 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Plus Mandiangin Kota
Bukittinggi Tahun 2017. Skripsi. Stikes Fort De Kock.
Wahdah, Siti, Dkk (2015). Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting
Pada Balita Usia 24-59 Bulan Di Desa Wawatu Kecamatan Morama Utara
Kabupaten Konawe Selatan. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat.
Lampiran I
KepadaYth.
Calon Responden
Dengan Hormat.
Universitas Fort De Kock Bukittinggi yang bernama Bela Anita yang akan/ sedang
melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Pola Asuh, Pola Makan dan Status
Cubadak Kabupaten Pasaman Tahun 2020”. Untuk itu saya meminta kesediaan
dan tidak akan merugikan bagi responden, kerahasian tentang semua informasi yang
Bela Anita
Lampiran 2
INFORMED CONSENT
(PERNYATAAN PERSETUJUAN)
Bukittinggi, Januari2020
Responden
(...................................)
HUBUNGAN POLA ASUH, POLA MAKAN DAN STATUS
EKONOMI TERHADAP KEJADIAN STUNTING PADA
TAHUN 2020
Tanggal Wawancara :
Nama Pewawancara :
No Responden:
Alamat Responden :
Petunjuk Pengisian :
mengisi jawaban
2. Pilihalah salah satu jawaban yang menurut saudara tepat tanpa adanya paksaan
Skripsi
4. Bila ada pernyataan yang tidak mengerti silahkan tanyakan langsung kepada
peneliti
A. IdentitasIbu
Nama :
Umur :
Tingkat Pendidikan :
a. Tidaksekolah/tidaktamat SD
b. Tamat SD/sederajat
c. Tamat SLTP/sederajat
d. Tamat SLTA/sederajat
e. Tamat Diploma/Sarjana
Pekerjaan :
a. Tidakbekerja/IRT
b. Petani
c. Wiraswasta
d. PNS
e. Lainnya, sebutkan….
B. IdentitasBalita
Nama :
Umur :
Jeniskelamin : L/P
BeratBadanLahir :
PanjangBadan :
C. Stunting
1. Menurutibu, apakahbalitaperluditimbangsetiapbulan ?
a. Tidakperlu (0)
b. Perlu (1)
c. TidakTahu (0)
2. Menurutibu, apakahguna KMS itu ?
a. Untuk di bawasetiap kali penimbangan (0)
b. Untukmemantauberatbadanpertumbuhanbalita (1)
c. Tidaktahu (0)
3. Apakahanakibupernah di ukurPanjang/tinggibadannyadalam 6 bulan
Terakhir ?
a. Pernah(lanjutkepertanyaan 4) (0)
b. TidakPernah(lanjutkepertanyaan 6) (1)
c. Tidaktahu, lupa (0)
4. Jikatidakpernahanakibuditimbangdimana ?
a. Posyandu (0)
b. PelayananKesehatanLainnya (1)
c. Tidakpernak (0)
5. Berapa kali anakibuditimbangdalam 6 bulanterakhir ?
a. ……….bulan
6. Jikatidakpernahapaalasannya ?
a. Jarakjauh (0)
b. Belumsempat (0)
c. Lainnya, sebutkan….. (0)
d. Pernahditimbang (1)
7. BerapaTinggi/PanjangBadananakibusekarang ?
a. ………bulan
D. Pola Asuh
A. Sumber Daya Pengasuhan
1. Siapa yang paling banyak waktunya sehari-hari mengasuh anak ibu?
a. Ibu sendiri (1)
b. Suami (0)
c. Lainnya, sebutakn…. (0)
2. Bila Ibu pergi siapa yang mengasuh anak ibu?
a. Suami (1)
b. Nenek/Kakek dari anak (0)
c. Lainnya, sebutkan…. (0)
3. Bila Ibu sedang melakukan pekerjaan di rumah, apa yang ibu lakukan
terhadap anak
a. Mendiamkan (0)
b. Memberikan mainan (0)
c. Mengerjakan pekerjaan sambil mengajaknya bicara (1)
4. Bila ada, siapa yang paling sering mengantikan ibu untuk mengerjakan
pekerjaan rumah tangga sewaktu ibu mengasuh anak?
a. Suami (1)
b. Nenek/Kakek dari anak (0)
c. Lainnya, sebutkan…. (0)
5. Bagaimana keterlibatan suami ibu dalam mengasuh anak?
a. Tidak ikut sama sekali mengasuh anak (0)
b. Dalam waktu-waktu tertentu mengasuh anak (0)
c. Sangat besar keikutsertaan dalam mengasuh anak (1)
B. Praktek Asuhan Makan Untuk Anak
6. Apakah anak masih diberi ASI (kalau ya loncat ke soal no.10)
a. Ya (1)
b. Tidak (0)
7. Bila tidak umur berapa anak ibu ini tidak di beri ASI lagi?......... bulan
8. Apa alasan ibu sehingga anak tidak diberi ASI lagi?
a. ASI tidak keluar (1)
b. Anak muntah bila menyusu tidak mau menyusu (1)
c. Lainnya, sebutkan…. (1)
9. Bila tidak diberi ASI lagi, apakah anak diberi pengganti ASI (susu botol) ?
a. Ya (1)
b. Tidak (1)
10. Mulai umur berapa anak ibu diberi makanan tambahan (MP ASI)
Selain susu?...............bulan (1 or 0)
11. Kapan ibu memberi makan pada anak ?
a. Jika Anak menangis (0)
b. Pada waktu tertentu secara rutin (pagi,siang,sore) (1)
c. Lainnya, sebutkan…. (0)
12. Bila anak tidak mau makan apa yang ibu lakukan ?
a. Didiamkan saja sampai mau makan sendiri (0)
b. Dipaksa agar mau makan (0)
c. Dirayu agar mau makan (1)
13. Seberapa sering ibu pengasuh menyiapkan makan untuk anak?
a. Tidak pernah (0)
b. Setiap hari (1)
c. Seminggu kurang dari 3 kali (0)
14. Bagaimana menu makan anak setiap hari ?
a. Menu makan selalu sama setiap hari (0)
b. Menu makan bervariasi setiap hari (1)
c. Disesuaikan dengan keinginan anak setiap hari (0)
C. Praktek Asuhan Berkaitan Kesehatan Anak
15. Apakah ada anggota keluarga yang merokok didalam/sekitar rumah ?
a. Ada, beberapa orang? (0)
b. Tidak ada (1)
16. Apakah ibu membawa anak ke posyandu dalam 3 bulan terakhir ?
a. Tidak (0)
b. Ya (1)
17. Apakah bayi sudah diimunisasi sesuai umurnya?
a. Anak sudah lengkap diimunisasi sesuai umurnya (1)
b. Anak tidak diimunisasi sesuai (0)
c. Anak tidak diimunisasi (0)
18. Apakah anak ibu pernahsakit dalam 1 bulan terakhir ?
a. Ya (0)
b. Tidak (1)
D. Praktek Asuhan Berkaitan dengan Kebersihan Anak
19. Apa sumber air minum untuk keluarga ibu ?
a. Air galon (1)
b. Air sungai (0)
c. Lainnya, sebutakn ….. (1)
20. Apakah anak selalu dimandikan minimal 2x sehari ?
a. Ya (1)
b. Kadang-kadang (1)
c. Tidak (0)
21. Apakah ayah/ibu mengajarkan cuci tangan sebelum makan dengan sabun
dan air mengalir ?
a. Ya (1)
b. Kadang-kadang (1)
c. Tidak (0)
22. Bagaimana cara ibu membersihkan tempat/wadah makanan anak ?
a. Dicuci dengan air dan sabun kemudian direndam dalam
air panas (1)
b. Dicuci dengan air saja/ dicuci dengan air dan sabun (0)
(checklist pada kolom ya jika ibu berikan, cheklist pada kolom tidak jika ibu
tidak
memberikan)
No Pertanyaan Ya Tidak
(1) (0)
1. Apakah anak anda makan 3 kali dalam sehari ?
2. Apakah jadwal makan anak anda teratur setiap hari
(pagi,siag,malam) ?
3. Apakah anak anda selalu sarapan pagi setiap hari dan itu
merupakan hal yang penting ?
4. Apakah menu makan anak anda lebih banyak nasi daripada
lauk dan sayuran ?
5. Apakah anak anda minum vitamin setiap hari ?
6. Menurut pendapat anda, apakah makanan yang anak anda
makan sesuai dengan anjuran menu gizi seimbang ?
7. Apakah anda selalu menjaga/berusaha agar pola makan anak
anda teratur setiap hari ?
8. Menurut anda, apakah makanan yang anda berikan kepada
anak anda akan mempengaruhi pertumbuhan dan berat
badan anak anda?
9. Apakah anda memberikan susu kepada anak anda ?
10. Apakah anda memberikan nasi 1 piring + 1 potong
ikan/daging/tahu/tempe + 1 mangkok sayuran + 1 potong
buah-buahan kepada anak anda setiap kali makan?
Disadur dari : Ismalinda (2016)