Anda di halaman 1dari 7

Street Address Phone

City, State, Zip Code E-Mail

HomeArtikel IlmiahPeran IMP dalam Program Kependudukan, KB, dan


Pembangunan Keluarga
Peran IMP dalam Program Kependudukan, KB, dan Pembangunan Keluarga
ipekb gunungkidulSeptember 04, 2018

Oleh: Dra Umi Wasriyati, MM


(Koordinator PKB Wonosari)

Kedudukan dan peran Institusi Masyarakat Pedesaan (IMP) dalam pembangunan


KB di Indonesia sudah tidak perlu dipertayakan lagi. Dengan dirintisnya pola
pembinaan peserta KB (akseptor) yang melibatkan masyarakat sebagai
pelaksana pada era 1975-an, IMP telah menunjukkkan eksistensi dan peran
bhaktinya dalam menunjang kesuksesan program KB nasional. Hasilnya sungguh
menggembirakan. Sekarang ini pola pelaksanaan KB di Indonesia banyak ditiru
oleh bangsa-bangsa di dunia khususnya negara-negara berkembang dengan
persoalan demografis serupa.

IMP sendiri pada hakekatnya merupakan wadah pengelolaan dan pelaksanaan


program KB nasional mulai dari tingkat desa/kelurahan, dusun/RW hingga
tingkat RT. IMP di tingkat desa/kelurahan dinamakan PPKBD yaitu seseorang
atau beberapa orang kader dalam wadah organisisi yang secara sukarela
berperan aktif melaksanakan/mengelola program KB di tingkat desa/kelurahan.
Sementara di tiungkat dusun/RW dinamakan Sub PPKBD yaitu seseorang atau
beberapa orang kader dalam wadah organisasi dengan peran yang sama
ditingkat dusun/RW. Sedangkan ditingkat RT dinamakan Kelompok KB (Pok KB),
yakni seseorang atau beberapa orang kader dalam wadah organisasi yang secara
sukarela berperan aktif melaksanakan /mengelola program KB di tingkat RT.
Selain PPKBD, Sub PPKBD, dan Pok KB, ada lagi kader IMP yang juga
berperan aktif mensukseskan program KB di tigkat lapangan, yaitu kelompok KB
KS. Kelompok KB KS ini merupakan kelompok peserta KB KS dalam wadah
organisasi yang secara sukarela berperan aktif melaksanakan atau mengelola
program KB melakukan kegiatan di bidang KB seperti Posyandu, UPPKS,
Kelompok Bina Keluarga Sejahtera (BKS) yaitu Bina Keluarga Balita (BKB), Bina
Keluarga Remaja (BKR), Bina keluaga Lansia (BKL), dan sebagainya.
Di era sekarang ini, khususnya di era otonomi daerah, peran kader IMP
sangatlah penting dan menjadi satu kekuatan yang dapat diandalkan untuk tetap
dapat mempertahankan keberhasilan program KB di masyarakat seiring dengan
terus menurunnya jumlah Penyuluh KB yang aktif karena pindah, pensiun,atau
meninggal dunia. Tanpa kader IMP, program KB di Indonesia dipastikan sudah
tidak berjalan lagi dan tidak mampu mempertahankan keberhasilan yang akan
dicapai. Tentu saja ini telah didukung oleh personil kader IMP yang cukup
banyak hingga menjangkau seluruh desa, dusun, RT, serta memiliki daya juang
yang tinggi dalam rangka ikut mensukseskan program KB.
` Kader IMP sekarang ini mempunyai 6 peran dalam rangka ikut
mensukseskan program KB, yang kemudian dikenal istilah, “Enam Peran
Bakti”. Keenam peran bakti institusi tersebut adalah: Pengorganisasian,
Pertemuan, KIE, dan Konseling, Pencatatan Pendataan, Pelayanan Kegiatan, dan
Kemandirian. Dengan enam peran baktinya, kader IMP telah menjangkau
seluruh aspek, sebagaimana diamanatkan dalm UU No 52 Tahun 2009 tentang
Perkembangan kependudukan dan Pembangunan Keluarga , yakni: (1)
Pendewasaan Usia Perkawinan, (2) Pengaturan Kelahiran, (3) Pembinaan
Ketahanan keluarga, dan (4) Peningkatan kesejahteraan keluarga.
Yang perlu juga dipahami oleh setiap kader IMP adalah bahwa intensitas
dan kualitas pelaksanaan enam peran bakti institusi dari kader IMP selanjutnya
akan diukur berdasarkan parameter yang telah di tentukan.
Pelaksanaaan Gerakan KB Nasional selama 47 tahun telah menunjukkan
keberhasilannya. Keberhasilan ini ditandai dengan penurunan pertumbuhan
penduduk, tingkat fertifilitas, dan peningkatan kesadaran masyarakat dan
keluarga tentang makna Keluarga Kecil. Selain itu juga ditandai dengan
peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat dalam mengelola Gearakan
Pembangunan Keluarga Sejahtera yang dilakukan oleh instansi masyarakat, LSM,
organisasi profesi, organisasi swasta serta kelompok masyarakat maupun tokoh
masyarakat.
Seiring dengan pemberlakuan otonomi daerah, diakui atau tidak, hal itu telah
mendudukkan Institusi Masyarakat Pedesaan (IMP) yang terdiri dari PPKBD
(Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa), sub PPKBD (tingkat Dusun) dan
kelompok KB-KS (tingkat RT) dalam posisi strategis dan penting sebagai ujung
tombak program KKBPK di lapangan. Lebih-lebih setelah program KKBPK
mengembangkan visi “Menjadi Lembaga Yang Handal dan dipercaya dalam
Mewujudkan Penduduk Tumbuh Seimbang dan Keluarga Berkualitas” dengan
misi “Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera”. Ini berarti, di masa
sekarang dan yang akan datang, IMP perlu terus ditumbuh kembangkan dan
dibina sehingga nantinya dapat dijadikan sebagai salah satu wahana
pengembangan SDM yang berkualitas.
Tulisan ini mengkhususkan untuk membahas bagaimana menjadikan IMP
sebagai wahana yang efektif dalam pengembangan SDM berkuailtas. Harapannya,
tulisan ini dapat menumbuhkan kesadaran berbagai pihak terhadap pentingnya
kedudukan IMP dalam program KKBPK yang saat ini telah memasuki era
revitalisasi. Sehingga dengan berbekal pada kesadaran ini, masyarakat dapat
diharapkan memberi perhatian yang cukup pada IMP yang menjadi tumpuan
petugas dalam gerak operasional KKBPK di lapangan.

Enam Peran IMP


IMP yang diartikan sebagai wadah pengelolaan dan pelaksanaan Gerakan
Pembangunan Keluarga Sejahtera di tingkat Desa/Kelurahan hingga di tingkat
Dusun dan RT, pada prinsipnya saat ini memiiki 6 peran (sebelumnya 7 peran)
yang kemudian dikenal sebagai 6 Peran Bhakti IMP. Keenem peran tersebut
antara lain:
1) Pengorganisasian,
2) Pertemuan,
3) KIE dan Konseling,
4) Pencatatan dan Pendataan,
5) Pelayanan Kegiatan, dan
6) Kemandirian.

1) Pengorganisasian
IMP sebagai wadah berbagai kegiatan di tingkat Desa/Kelurahan kebawah
memerlukan kepengurusan. Kepengurusan IMP diupayakan dikembangkan dari
kepengurusan tunggal menjadi kepengurusan kolektif. Kepengurusan kolektif
dimaksudkan dalam rangka pembentukan kepengurusan dan pembagian kerja
dalam menjalankan peran baktinya.

2) Pertemuan
Pertemuan rutin yang dilaksanakan IMP baik antar pengurus institusi, konsultasi
pengurus dengan PKB/PLKB maupun dengan petugas lain yang terkait, secara
berkala dan berjenjang.

3) KIE dan Konseling


IMP melakukan kegiatan penyuluhan, motivasi dan Konseling Program KKBPK.
Mendorong peningkatan kesertaan dalam ber KB yang semakin mandiri dan
lestari.

4) Pencatatan, Pendataan dan Pemetaan SasaranSalah satu aktivitas penting IMP


adalah membuat laporan bulanan kepada PKB/PLKB tentang: a) kegiatan IMP
dalam melakukan pencatatan secara rutin dan ikut melaksanakan pendataan
keluarga; b) kegiatan IMP Bersama Penyuluh KB membuat dan melakukan
pemetaan sasaran (demografi, tahapan KS dan sebagainya); c) kegiatan IMP
dalam memanfaatkan hasil pendataan dan peta sasaran bagi kepentingan
pembinaan di tingkat wilayahnya; serta d) intervensi kegiatan-kegiatan di
wilayahnya berdasarkan peta PUS yang telah dibuat.
5) Pelayanan KegiatanKader IMP di dalam ketugasannya melakukan beberapa
kegiatan, seperti: pembinaan tentang pendewasaan usia perkawinan (PUP),
antara lain usia ideal bagi pria dan wanita untuk menikah (25 dan 21 tahun),
Kesehatan reproduksi, Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyakit Menular Seksual,
Penyalahgunaan NAPZA dan lain sebagainya. Selain itu, IMP juga melakukan
pembinaan mengenai pengaturan kelahiran antara lain pemakaian alat
kontrasepsi sesuai umur dan kondisi kesehatan ibu, jumlah anak, jarak kelahiran
dan umur anak terkecil.

6) Kemandirian
Kader IMP sangat diharapkan mampu mencipatakan sistem kemandirian dalam
menjalankan program melalui beberapa program, seperti: a) upaya pendanaan
kelompok melalui iuran dan penjualan produk lokal; b) mendorong kemandirian
kelompok kegiatan dalam memfasilitasi pelayanan KB; c) menciptakan "arisan
program" sebagai wujud penggerakan masyarakat; d) meningkatan pemahaman
dan peran kader IMP; serta e) melaksanakan kegiatan upgrading melalui
Workshop dan simulasi secara berkala.

Dengan enam peran bhakti yang dimainkan, kita dapat mengetahui bahwa IMP
memiliki kedudukan yang sangat strategis dalam pengembangan program KB di
wilayahnya masing-masing. Artinya berhasil tidaknya program Kependudukan,
KB dan Pembangunan Keluarga di suatu wilayah akan banyak dipengaruhi oleh
berhasil tidaknya institusi dalam melaksanakan perannya.
Memang, dalam operasionalnya, kemampuan IMP jelas tidak mungkin
menunjukkan kesamaan. Apalagi personilnya terdiri dari orang-orang dengan
latar belakang pendidikan dan pengalaman yang beragam. Begitu juga dengan
latar belakang ekonomi, budaya dan tradisi. Oleh karena itu, pemerintah lalu
membuat klasifikasi IMP berdasarkan tingkat kemampuannya dalam
melaksanakan kegiatan yang dibagi atas tiga tingkatan :
Pertama, Klasifikasi Dasar, yaitu yang telah ada pengorganisasian, kepengurusan
serta pembagian tugas. Namun pertemuan belum rutin, belum ada rencana kerja
dan belum ada notulen. Belum ada konseling (baru KIB), pendataan masih
sederhana, pelayanan pembangunan KB/KS belum lengkap, dan upaya
kemandirian hanya ada satu macam atau belum ada sama sekali.
Kedua, Berkembang, yaitu IMP yang telah memiliki kepengurusan dan
pembagian tugas yang jelas (kecuali PPKBD yang dimungkinkan
kepengurusannya tunggal), pertemuan sudah rutin serta ada rencana kerja
notulen, KIE dan konseling sudah ada, pencatatan dan pendataan lebih rapi dan
memenuhi standar, pelayanan pembangunan KB/KS lebih lengkap dan telah
melakukan minimal dua upaya kemandirian.
Ketiga, Mandiri, yaitu IMP yang telah melaksanakan enam peran bhakti secara
lengkap dan berkualitas. Dalam arti, dari sisi pengorganisasian kepengurusan
sudah dilengkapi dengan seksi-seksi, pertemuan rutin dan berjenjang, rencana
kerja dan notulen lengkap, KIE dan konseling berjalan dengan baik, pencatatan
dan pendataan lengkap dan ada tindak lanjut. Selain itu pelayanan KB/KS dan
upaya kemandirian telah berjalan sesuai dengan harapan.

Perlu Lebih Diberdayakan


Mengingat kemampuan IMP yang berbeda-beda untuk tiap wilayah, ditambah
kondisi lapangan yang belum memungkinkan IMP untuk dapat melaksanakan
perannya secara optimal, maka tidak terlalu salah jika kita perlu lebih
memberdayakan IMP ini dari banyak sisi. Baik itu yang menyangkut aspek
pengorganisasian, kemampuan dalam memberikan KIE dan konseling maupun
dalam pencatatan dan pendataan. Disamping itu dalam pelayanan kegiatan
KB/KS yang mencakup pelayanan ulang, rujukan, UPPKS dan Bina Keluarga, serta
beberapa upaya kemandirian.
Perlu diketahui, UU No 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan
dan Pembangunan Keluarga Sejahtera yang menjadi acuan operasional
pembangunan KB di lapangan, telah memberikan kesempatan yang seluas-
luasnya kepada masyarakat untk bersama-sama dengan pemerintah terlibat
dalam pengelolaan program KB di Indonesia.
Dalam RPJMN sendiri telah ditegaskan, Pembangunan Nasional (baik SDM
maupun SDA) tidak akan berhasil dengan baik tanpa partisipasi aktif dari
masyarakat. Karena masyarakat adalah pelaku utama pembangunan yang
diprogramkan pemerintah. Sehingga pemerintah dalam hal ini berkewajiban
untuk mengarahkan, membimbing, serta menciptakan suasana yang menunjang
peran serta masyarakat dan pemerintah harus saling mendukung, saling mengisi
dan saling melengkapi dalam satu kesatuan langkah menuju terciptanya
pembangunan nasional.
Selanjutnya karena pembangunan nasional pada dasarnya bertujuan untuk
membangun SDM yang berkualitas dan meningkatkan taraf hidup masyarakat
dan bangsa dalam semua bidang kehidupan, maka IMP sebagai bagian dari
penggerak kegiatan pembangunan (khususnya KB/KS) di lapangan diharapkan
mampu untuk melaksanakan fungsinya dengan baik. Karena bagaimanapun,
pembangunan khususnya dalam bidang KB, tidak mungkin dapat dilaksanakan
sendiri oleh pemerintah tanpa memerlukan kepedeulian dan peran serta
masyarakat melalui kelompok-kelompok kegiatan termasuk IMP.

Beberapa Upaya Pengembangan Kualitas


Masalahnya sekarang, upaya apa saja yang dapat ditempuh pemerintah bersama
masyarakat dalam memberdayakan IMP sehingga institusi yang terdiri dari
PPKBD, Sub PPKBD serta kelompok KB/KS dapat menjadi wahana yang efektif
dalam ikut serta mengembangkan SDM yang berkualitas.
Tentunya dengan catatan, upaya yang ditempuh tetap memperhatikan
keterbatasan-keterbatasan yang ada. Baik yang menyangkut biaya, tenaga, waktu
dan kendala-kendala lain yang bersifat teknis. Namun hasil yang diperoleh harus
seoptimal mungkin. Artinya dengan biaya, waktu dan tenaga yang minimal,
hasilnya dapat maksimal. Dengan demikian, pola perencanaan dan pelaksanaan
upaya pemberdayaan IMP yang efeltif dan efisien harus menjadi syarat utama.
Apalagi saat ini IMP sendiri telah menggunakan “Pola 5” dalam pembinaan
terhadap keluarga.
Terkait dengan itu, paling tidak ada 5 upaya strategis yang dapat ditempuh
pemerintah dan masyarakat agara dapat IMP sesuai dengan tugas dan perannya,
terutama dalam hal posisinya sebagai wahana pengembangan SDM yang
berkualitas :
Pertama, Pemerintah bersama masyarakat, LSM, organisasi profesi, dan tokoh
masyarakat perlu terus melakukan pembinaan secara intensif terhadap jenis-
jenis IMP yang ada baik di tingkat desa, dusun maupun RT. Pembinaan ini
hendaknya dilakukan secara terpadu antara institusi pemerintah terkait bersama
dengan tokoh-tokoh masyarakat dan institusi masyarakat yang ada. Substansi
materi pembinaan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing.
Kedua, perlu diupayakan agar IMP dapat terlibat dalam setiap pertemuan di
desa, dusun maupun RT terutama jika yang dibahas terkait dengan
pembangunan KB dan KS. Keterlibatan ini penting, karena dapat dijadikan
wahana bagi IMP untuk melakukan koordinasi dengan aparat pemerintah, LSM
dan warga masyarakat umum, sehingga tugas dan peran yang dimainkan dapat
disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.
Ketiga, memberikan kesempatan kepada IMP untuk mengembangkan
kemampuan dan kreativitasnya melalui kegiatan studi banding, magang,
menghadiri ceramah ilmiah atau penyuluhan yang diselenggarakan oleh desa,
kecamatan atau tingkat yang lebih tinggi, serta pertemuan-pertemuan teknis
lainnya yang berkaitan dengan gerakan KB dan Pembangunan KS.
Keempat, melalui koordinasi yang mantap dan terencana, pemerintah bersama
LSOM terkait perlu mengupayakan monitoring dan evaluasi secara rutin
terhadap keberhasilan IMP dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Wujud
evaluasi ini dapat dalam bentuk lomba, kunjungan pembinaan, atau kegiatan
sejenis yang diselenggarakan secara berjenjang.
Kelima, perlu diupayakan secara bijak untuk mendudukkan IMP pada posisi
sesuai tugas dan peranannya saja. Jadi tidak untuk tumpuan semua bidang, yang
hanya akan mengakibatkan IMP tidak dapat berperan sebagaimana mestinya.
Upaya ini perlu diterapkan, mengingat IMP di pedesaan tidaklah berisi orang-
orang yang serba bisa dengan tingkat pendidikan yang tinggi. Sehingga jika diberi
porsi berlebih, hasilnya tidak akan efektif.
Dapat diyakini, jika kelima upaya tersebut dapat dijalankan dengan baik, IMP
yang ada di pedesaan akan dapat berfungsi dengan baik dan peran-peran yang
dibebankan dapat dijalani dengan baik pula. Bila ini telah terwujud, berarti
upaya memberdayakan IMP agar menjadi wahana pembentukan SDM yang
berkualitas telah menjadi kenyataan. Sehingga harapan-harapan pemerintah dan
masyarakat untuk masa depan yang lebih baik lewat perjuangan IMP tidak lagi
hanya harapan-harapan kosong tanpa kepastian.(*)

First Name, Last Name, Title (if Applicable)

Personal Information: Nationality: Marital Status:


**Note – some companies may want additional information such as place of birth, citizenship, visa status, etc.
That is normal procedure for some CV’s so include that information here if requested
Education:
College: List Your Undergraduate School Here
City, State
Degree – Major, Year Graduated
Special Interests, Clubs, Organizations you participated in

Graduate School: List your Graduate School Here


City, State
Degree – Major, Year Graduated
Special Interests, Clubs, Organizations you participated in\

Credentials
List here any certifications and/or titles that you have received

Employment Experience:

List here your employment history beginning with your current or most recent position and work backwards
chronologically.

Example:
Private Practice, Desert Dentistry Partners, Mesa, AZ, 2010 – Present

Academic Experience:

List here any teaching or training experience that you have provided to others. Make sure to include the estimated amount
of hours that you performed these activities.

Example
Course Coordinator – Humphrey Elementary School – Taught oral care and hygiene for elementary school students. (50
hours)

Professional Organizations:

List any professional organizations that

Anda mungkin juga menyukai