Anda di halaman 1dari 14

SATUAN ACARA PENYULUHAN DIMENSIA DI

RUMAH KEL TN H DI RT 04 RW 02 KEL


GADINGKASRI KEC KLOJEN KOTA MALANG

Oleh Mahasiswa:
Dicky Kurniawan S.Kep 201720461011050
Eko Ferry Darmawan, S.Kep. 201720461011073

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
2018
SATUAN ACARA PENYULUHAN(SAP)
DIMENSIA DI RUMAH KEL TN H KELURAHAN GADING KASRI RW 02
KOTA MALANG

Pokok bahasan : Dimensia


Sasaran : Keluarga Tn H
Hari/ Tanggal : Sabtu, 13 Oktober 2018
Waktu : 17 menit
Tempat : Rumah Tn H RT 04 RW 02
Pukul pelaksanaan : 19.00 WIB s.d selesai
Pemateri : Dicky Kurniawan, S.Kep. dan Eko Ferry D, S.Kep.

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Umum
Setelah mendapat pendidikan kesehatan, diharapkan warga Kauman mengetahui,
memahami, mencegah dan mengatasi kepikunan pada lansia dengan baik.
Sehingga mengurangi risiko timbulnya kepikunan pada lansia.

2. Tujuan Khusus
Setelah mendapatkan pendidikan kesehatan tentang kepikunan atau demensia
selama 10 menit, warga Desa Kauman akan mampu:
a. Menjelaskan demensia atau kepikunan sesuai dengan bahasa sendiri.
b. Menguraikan kembali tanda dan gejala yang muncul pada
kepikunan/demensia yang dialami lansia.
c. Menyebutkan serta menjelaskan faktor penyebab kepikunan/demensia
dengan tepat.
d. Menjelaskan bagaimana langkah pengobatan apabila ditemukan tanda dan
gejala kepikunan/demensia pada lansia, yaitu siapa yang perlu ditemui dan
pengobatannya.
e. Menjelaskan peran keluarga dalam pencegahan kepikunan/demensia pada
lansia.
f. Menyebutkan kembali hal-hal yang dilakukan untuk pencegahan
kepikunan/demensia pada lansia dengan bahasa sendiri.

B. Sub Pokok Bahasan


1. Pengertian dimensia
2. Etiologi dimensia
3. Faktor Penyebab dimensia
4. Pencegahan dimensia
5. Peran keluarga pada kepikunan/ dimensia lansia
6. Pencegahan dan perawatan dimensia pada lansia oleh keluarga
C. Strategi
Media ( Alat bantu )
1. Leaflet
Metode
1. Presentasi / ceramah
2. Tanya jawab
3. Pembagian leaflet

D. Rencana Kegiatan Penyuluhan


KEGIATAN
No WAKTU KEGIATAN PENYULUHAN
PESERTA
Pembukaan: 1. Menjawab Salam
1. Membuka kegiatan dengan dan Mendengarkan
mengucapkan salam dan 2. Memperhatikan
Memperkenalkan Dari 3. Memperhatikan
1. 2 Menit
2. Menjelaskan tujuan dari
penyuluhan
3. Menyebut materi yang akan
diberikan
Pelaksanaan:
Menjelaskan pengertian Dimensia 1. Memperhatikan
1. Menjelaskan Faktor Penyebab dan mendengarkan
DIMENSIA. 2. Memperhatikan
2. 10 Menit 2. Menjelaskan tanda dan gejala dan mendengarkan
ketergantungan DIMENSIA. 3. Memperhatikan
3. Menjelaskan pencegahan, dan mendegarkan
perawatan dan peran keluarga pada
lansia yang mengalami dimensia
Penutup:
1. Tanya jawab 1. Bertanya
2. Mereview kembali materi yang 2. Menjawab/
3. 5 Menit telah diberikan menjelaskan
3. Mengucapkan terimakasih atas 3. Menjawab salam
peran peserta
Mengucapkan salam penutup
E. Seting Tempat

Keterangan:
: penyaji
: Moderator
: Fasilitator
: Observer
: Dokomentasi
: Peserta

Keterangan:
1. Penyaji : Dicky Kurniawan, S.Kep. dan Eko Ferry D, S.Kep.
Tugas : Membuka acara, menyampaikan materi
2. Moderator : Dicky Kurniawan, S.Kep. dan Eko Ferry D, S.Kep.
Tugas : Memandu jalannya acara sampai selesai dan menyampaikan
tujuan
3. Fasilitator : Dicky Kurniawan, S.Kep. dan Eko Ferry D, S.Kep.
Tugas : Memfasilitasi jalannya acara penyuluhan
4. Observer : Dicky Kurniawan, S.Kep. dan Eko Ferry D, S.Kep.
Tugas : Mengobservasi jalannya penyuluhan untuk dievaluasi
setelah acara selesai bersama kelompok, guna perbaikan
acara.
5. Dokomentasi: Dicky Kurniawan, S.Kep. dan Eko Ferry D, S.Kep.
Tugas : Mendokomentasikan kegiatan dari awal samapai akhir
kegiatan
6. Notulen : Dicky Kurniawan, S.Kep. dan Eko Ferry D, S.Kep.
Tugas : Mencatat hasil kegiatan

F. Evaluasi
1. Evaluasi Struktural
a. Kesiapan SAP
b. Pada tanggal 12 Oktober 2018 mahasiswa melakukan kontrak waktu
dengan Kel Tn H untuk melakukan penyuluhan.
c. Kesiapan Kel Tn H yang akan mengikuti penyuluhan
d. Kesiapan tempat yang akan digunakan untuk penyuluhan, tempat yang
digunakan untuk penyuluhan yaitu rumah Kel Tn H.
e. Kesiapan media yang akan digunakan untuk penyuluhan yaitu
menggunakan leaflet.
2. Evaluasi proses
a. Tanggal dan waktu sesuai dengan yang direncakan dengan Kel Tn H,
penyuluhan dimulai pada pukul 19.10. sebelum penyuluhan dimulai.
b. Sebelum melakukan penyuluhan mahasiswa melakukan perkenalan diri
kepada Kel Tn H serta menjelaskan tujuan kegiatan penyuluhan.
c. Pemateri memulai penyampaiaan materi pada pukul 19.05 dengan topik
bahasan Dimensia
d. Peserta mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir kegiatan dan tidak
ada yang meninggalkan tempat sebelum acara selesai.
e. Saat penyuluhan berlangsung, Kel terlihat antusias mendengarkan
penjelasan yang disampaikan oleh pemateri dan Kel aktif dalam
bertanya sekaligus melakukan diskusi tentang Dimensia. Dengan
pertanyaan :
1. Apakah keluarga dengan penyakit dimensia bisa disembuhkan ?
Jawaban:
Untuk saat ini belum dapat disembuhkan, tetapi hanya bisa
mengurangi atau memperlambat gejalanya saja. Dengan cara
mencukupi asupan nutrisi, gaya hidup sehat rajin olahraga,
kehidupan sosial yang baik mengurangi stres, pengobatan
psikologis, dan melalui obat-obatan.
3. Evaluasi Hasil
a. Jumlah peserta yang hadir sesuai dengan target yaitu 3 peserta.
b. Beberapa peserta terlihat antusias dalam bertanya dan melakukan
diskusi, tetapi masih ada juga peserta yang pasif untuk melakukan
diskusi.
c. Peserta memahami apa yang disampaika penyaji.
d. Peserta mampu menjawab pertanyaan terkait topik bahasan penyuluhan
yang diberikan oleh pemateri.

Dokumentasi kegiatan penyuluhan pada tanggal 13 Oktober 2018 di rumah Kel


Tn H RT 04 RW 02 Kelurahan Gadingkasri.
Lampiran I : TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN : TINJAUAN PUSTAKA


DIMENSIA
1. Pendahuluan
Lanjut usia tidak identik dengan pikun (dementia) dan perlu diketahui bahwa
pikun bukanlah hal normal pada proses penuaan. Lansia dapat hidup normal tanpa
mengalami berbagai gangguan memori dan perubahan tingkah laku seperti dialami
oleh lansia dengan demensia. Sebagian besar orang mengira bahwa demensia adalah
penyakit yang diderita lansia. Tapi kenyataannya demensia dapat diderita oleh siapa
saja dari semua tingkat usia dan jenis kelamin.
Berdasarkan dari sejumlah hasil penelitian diperoleh data bahwa demensia
seringkali terjadi pada lansia yang telah berumur kurang lebih 60 tahun. demensia
dibagi menjadi 2 jenis, yaitu 1. Demensia senilis (> 60 tahun), 2. Demensia
prasenilis (<60 tahun). sekitar 56,8% lansia mengalami demensia dalam bentuk
demensia alzheimer (4% dialami lansia yang telah berusia 75 tahun, 16% pada usia
85 tahun dan 32% pada usia 90 tahun). sampai saat ini diperkirakan kurang lebih 30
juta penduduk dunia mengalami demensia dengan berbagai sebab.
2. Pengertian
Kepikunan atau Demensia adalah satu penyakit yang melibatkan sel-sel otak
yang mati secara abnormal. Hanya satu terminologi yang digunakan untuk
menerangkan penyakit otak degeneratif yang progresif. Daya ingatan, pemikiran,
tingkah laku dan emosi terjejas bila mengalami demensia. Penyakit kepikunan
ditandai dengan hilangnya ingatan atau kesulitan seseorang untuk memperoleh
informasi yang sudah tersimpan di dalam otak. Meskipun kepikunan merupakan
bagian umum dari penuaan, kondisi ini juga dapat berubah sebuah gejala penyakit
atau efek samping dari konsumsi obat-obatan atau suatu tindakan (Elizabeth. 2009)
Ingatan dapat dipengaruhi oleh proses penuaan.  Semakin tua seseorang, berbagai
macam proses dan reaksi kimia terjadi pada beberapa organ vital, salah satunya
adalah otak. Perubahan ini disisi lain dapat mempengaruhi bagian pada otak yang
bertanggung jawab dengan sistem saraf panca indera dan ingatan. Ini dapat
menjelaskan bagaimana orang yang usianya lebih tua, lebih sulit belajar hal yang
baru atau menginta informasi yang baru.
Pada umumnya demensia terjadi pada usia lanjut (>65 tahun) dan merupakan
gangguan yang ditandai oleh gangguan kognitif, emosional dan psikomotor yang
menyebabkan penderita tidak mampu mengikuti aktifitas sosial dan mengurus diri
untuk keperluannya sehari-hari. Pada demensia terjadi kemerosotan mental yang
terus menerus, makin lama makin buruk (progresif) meliputi penurunan daya ingat
akan hal yang baru saja terjadi, kemunduran kemahiran berbahasa, kemunduran
intelektual, perubahan perilaku dan fungsi-fungsi otak lainnya sehingga mengganggu
aktifitas sehari-hari.
3. Tanda dan Gejala
Hal yang menarik dari gejala penderita demensia adalah adanya perubahan
kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Penderita
yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah Lansia dengan usia enam puluh lima
tahun keatas. Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala yang menonjol
pada tahap awal, mereka sebagaimana Lansia pada umumnya mengalami proses
penuaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri,
mereka sulit mengingat nama cucu mereka atau lupa meletakkan suatu barang.
(Silvia 2006)
Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan diri sendiri
bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai
dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama, mereka merasa khawatir
terhadap penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga
merasa bahwa mungkin Lansia kelelahan dan perlu lebih banyak istirahat. Mereka
belum mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik penurunan daya ingat yang
dialami oleh orang tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada Lansia,
mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat
saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi
Lansia. Pada saat ini mungkin saja Lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai
berhalusinasi. Di sinilah keluarga membawa Lansia penderita demensia ke rumah
sakit di mana demensia bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan.
Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan.
Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji dan
mengenali gejala demensia. Mengkaji dan mendiagnosa demensia bukanlah hal yang
mudah dan cepat, perlu waktu yang panjang sebelum memastikan seseorang positif
menderita demensia. Setidaknya ada lima jenis pemeriksaan penting yang harus
dilakukan, mulai dari pengkajian latar belakang individu, pemeriksaan fisik,
pengkajian syaraf, pengkajian status mental dan sebagai penunjang perlu dilakukan
juga tes laboratorium.
Pada tahap lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah laku yang semakin
mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali bagi keluarga memahami dengan baik
perubahan tingkah laku yang dialami oleh Lansia penderita demensia. Pemahaman
perubahan tingkah laku pada demensia dapat memunculkan sikap empati yang
sangat dibutuhkan oleh para anggota keluarga yang harus dengan sabar merawat
mereka. Perubahan tingkah laku (Behavioral symptom) yang dapat terjadi pada
Lansia penderita demensia di antaranya adalah delusi, halusinasi, depresi, kerusakan
fungsi tubuh, cemas, disorientasi spasial, ketidakmampuan melakukan tindakan yang
berarti, tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, melawan, marah,
agitasi, apatis, dan kabur dari tempat tinggal (Silvia. 2006).
Tanda dan gejala:
a. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa”
menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas. Kesulitan mengingat atau
ingatan jangka pendek.
b. Kesulitan dalam mengingat nama atau mengenali wajah.
c. Tersesat di lokasi yang sudah familiar.
d. Sering salah menyebutkan nama benda.
e. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan,
tahun, tempat penderita demensia berada.
f. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar,
menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau
cerita yang sama berkali-kali.
g. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah
drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain,
rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak
mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.
h. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah.
i. Kesukaran dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari.
j. Sering mengulang kata-kata
k. Cepat marah dan sulit di atur.
l. Kesulitan belajar dan mengingat informasi baru.
m. Kurang konsentrasi.
n. Kurang koordinasi gerakan.
o. Kurang kebersihan diri.
p. Apatis, tidak ada minat beraktivitas atau bersosialisai
q. Menghindari tugas yang biasa dikerjakan
r. Suasana hati mudah berubah-ubah
Gejala yang umumnya dirasakan dari segi kognitif meliputi:

a. Hilang ingatan.
b. Kesulitan berkomunikasi.
c. Kesulitan berbahasa dan betutur kata.
d. Sulit memecahkan masalah atau merencanakan sesuatu.
e. Konsentrasi menurun.
f. Sulit menilai situasi dan mengambil keputusan.
g. Sulit mengkoordinasikan pergerakan tubuh.
h. Merasa bingung.
Sedangkan gejala yang dirasakan dari segi psikologis meliputi:
a. Depresi.
b. Gelisah.
c. Perubahan perilaku dan emosi.
d. Merasa ketakutan (paranoid).
e. Agitasi.
f. Halusinasi.
4. Faktor Penyebab
Pertambahan usia
a. Makanan yang tidak seimbang, kekurangan vitamin B1, B6, B12 dan asam folat.
b. Kebiasaan enggan berfikir atau sering mengosongkan pikiran.
c. Kurang bergerak atau kurang  beraktivitas.
d. Kurang berkomunikasi atau bersosialisasi pada sesama.
e. Akibat dari stres atau depresi. Orang yang stres cenderung tidak terkontrol dalam
makan dan berperilaku. Pada saat seseorang mengalami stres maka sel-sel
hippocampus (bagian otak sebelah dalam) terpaksa bekerja lebih keras sehingga
otak menjadi lelah dan mudah rusak. 
f. Kebiasaan merokok
g. Kebiasaan buruk minum-minuman alkohol.
h. Jenis kelamin yang mempengaruhi.
i. Kurangnya istirahat atau tidur yang kurang efektif bagi lansia.
j. Menurunnya fungsi sel syaraf otak menjadi salah satu penyebab munculnya
penyakit pikun. Sel syaraf otak yang rusak akan membuat kemampuan mengingat
dan berpikir seseorang menjadi lemah.
5. Siapa yang perlu ditemui dan pengobatan yang tersedia
Untuk mendiagnosa seseorang terkena demensia atau tidak, dibutuhkan waktu
untuk benar-benar mempelajari gejala yang timbul. Hal pertama yang dapat
dilakukan adalah berkonsultasi dengan dokter keluarga atau dokter umum.
Pemeriksaan meliputi penyelidikan terhadap kegiatan keseharian pasien, dan kapan
gejala-gejala tersebut timbul. Pemeriksaan fisik, laboratorium, dan kemampuan
mental juga dibutuhkan untuk mendiagnosa demensia. (Kushariyadi. 2010)
Ketika demensia sudah terdiagnosis, dokter umum dapat merujuk pasien kepada
dokter spesialis, tergantung pada umur dan gejala yang dirasakan pasien. Dokter
spesialis yang mungkin ditemui adalah ahli geriatrik (khusus pasien lanjut usia) atau
dokter spesialis saraf.
Salah satu tahap penting dari pengobatan demensia adalah menentukan jenisnya.
Ada demensia yang dapat disembukan asalkan penyebab demensia ini dapat
dihilangkan. Namun jika pasien mengidap demensia yang tidak dapat disembuhkan,
maka satu-satunya cara adalah mengendalikan gejala demensia. Pengobatan yang
tersedia adalah sebagai berikut:
a. Penghambat Kolinesterase – adalah sebuah terapi yang mengaktifkan beberapa
zat kimia yang dapat meningkatkan kemampuan mengingat dan berpikir pasien.
b. Memantine – bila digabungkan bersama dengan penghambat kolinesterase akan
memberikan hasil yang lebih baik.
c. Terapi pekerjaan – Penderita demensia membutuhkan bantuan untuk
menjalankan kehidupan kesehariannya dan perawatan yang teratur.
Kapan Perlu Menemui Dokter Spesialis Demensia?
Ketika terdapat kecurigaan timbulnya gejala dari demensia pada anggota keluarga,
pasien dianjurkan untuk berkonsultasi dengan seorang spesialis. Berikut adalah
gejala yang sering ditemukan:
a. Bermasalah dengan ingatan sehari-hari atau pikun.
b. Bermasalah dalam memusatkan perhatian, membuat sebuah perencanaan atau
pengaturan.
c. Bermasalah dalam menemukan kata-kata untuk dalam berkomunikasi.
d. Bermasalah mengenai gambar dan ruang.
e. Bermasalah mengenai arah.
6. Pencegahan dan Perawatan dimensia
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia
diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan
fungsi otak. Keluarga memiliki peran penting dalam pencegahan dan perawatan
lansia denagn kepikunan, selain dari tindakan media. Karena keluarga yang selalu
dekat pada lansia, sehingga dapat mengontrol setiap aktivitas lansia.
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan lansia penderita
demensia yang tinggal di rumah. Hidup bersama dengan penderita demensia bukan
hal yang mudah, tapi perlu kesiapan khusus baik secara mental maupun lingkungan
sekitar. Pada tahap awal demensia penderita dapat secara aktif dilibatkan dalam
proses perawatan dirinya. Membuat catatan kegiatan sehari-hari dan minum obat
secara teratur. Ini sangat membantu dalam menekan laju kemunduran kognitif yang
akan dialami penderita demensia. (Kushariyadi. 2010)
Keluarga tidak berarti harus membantu semua kebutuhan harian Lansia, sehingga
Lansia cenderung diam dan bergantung pada lingkungan. Seluruh anggota
keluargapun diharapkan aktif dalam membantu Lansia agar dapat seoptimal mungkin
melakukan aktifitas sehari-harinya secara mandiri dengan aman. Melakukan aktivitas
sehari-hari secara rutin sebagaimana pada umumnya Lansia tanpa demensia dapat
mengurangi depresi yang dialami Lansia penderita demensia.
Merawat penderita dengan demensia memang penuh dengan dilema, walaupun
setiap hari selama hampir 24 jam kita mengurus mereka, mungkin mereka tidak akan
pernah mengenal dan mengingat siapa kita, bahkan tidak ada ucapan terima kasih
setelah apa yang kita lakukan untuk mereka. Kesabaran adalah sebuah tuntutan
dalam merawat anggota keluarga yang menderita demensia. Tanamkanlah dalam hati
bahwa penderita demensia tidak mengetahui apa yang terjadi pada dirinya.
Merekapun berusaha dengan keras untuk melawan gejala yang muncul akibat
demensia.
Saling menguatkan sesama anggota keluarga dan selalu meluangkan waktu untuk
diri sendiri beristirahat dan bersosialisasi dengan teman-teman lain dapat
menghindarkan stress yang dapat dialami oleh anggota keluarga yang merawat
Lansia dengan demensia.
Yaitu sebagai berikut:
a. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol dan
zat adiktif yang berlebihan.
b. Memperbaiki asupan makanan bagi lansia, yaitu dengan menyajikan makanan
yang bergizi tinggi dan seimbang. Makanan yang disajikan untuk makanan yang
baru, atau bukan makanan yang telah mengalami pemasakan berulang dan proses
masak yang tepat. Sehingga asupan gizi pada makanan dapat terserap baik oleh
lansia.
1) Vitamin E, untuk memperlambat Alzheimer dan kondisi demensia terkait.
Vitamin E biasanya dikonsumsi dalam dosis rendah untuk menghindari
komplikasi seperti kematian, khususnya bagi penderita penyakit jantung.
2) Asam folat omega 3. Walau masih memerlukan riset lebih lanjut, omega 3
dipercaya dapat membantu menekan risiko seseorang terserang demensia.
3) Makanan yang disarankan : buah berrie, kuning telur, ikan laut, minyak ikan,
kacang-kacangan, buah bit, dan sayuran.
c. Memberikan bacaan berupa buku, majalah atau koran yang merangsang otak
untuk berpikir hendaknya dilakukan setiap hari.
d. Memfasilitasi lansia dengan pemberian terapi musik, yaitu musik yang disukai
lansia. Atau kegiatan seni yang disukai oleh lansia. Sehingga dapat memberikan
aktivitas otak pada lansia.
e. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif
1) Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
2) Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang
memiliki persamaan minat atau hobi
f. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam
kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.
g. Ajak lansia untuk berkomunikasi, dengan mengingatkan pada suatu peristiwa
yang pernah dialami lansia. Akan lebih baik jika komunikasi dilakukan bersama
anak dan cucu. Sehingga menimbulkan perasaan nyaman, aman dan tenang.
Selain itu, kasih sayang dan kehangatan yang tinggi dari keluarga,
menghindarkan lansia dari pengosongan pikiran, dimana hal tersebut akan
memunculkan kepikunan.
h. Ajak lansia untuk beraktivitas ringan, seperti membersihkan rumah, berjalan,
berolahraga bersama atau kegiatan lain yang biasa dilakukan lansia.
i. Ajarkan pada lansia untuk selalu membersihkan diri, memilih pakaian yang
serasi, dan pemantasan diri dengan baik.
j. Ajarkan lansia untuk menempatkan barang atau benda dengan tepat, sehingga
dapat terhindar dari lupa.
k. Hindarkan lansia sendiri, karena berisiko untuk mengalami perubahan
kepribadian.
l. Mengajak lansia untuk bersosialisasi di masyarakat, sehingga lansia dengan
orang-orang yang ada di sekitar rumah.
m. Beristirahat dengan cukup.
DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth.J.Corwin.2009.Buku Saku : Patofisiologi. ED.3.3 EGC: Jakarta

Kushariyadi.2010. Askep Pada Klien Lanjut Usia. Selemba medika: Jakarta.

Silvia. A.Price & Wilson. 2006. Patofisiologi. ED.8. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai