Anda di halaman 1dari 19

PERKEMBANGAN AGAMA DAN KEBERAGAMAAN

PESERTA DIDIK USIA SD


Dian Wildan
Email: yanwildan2@gmail.com
Mahasiswa Pascasarjana UIN SGD Bandung
Abstraks
Perkembangan agama dan keberagamaan peserta didik usia SD memiliki
perkembangan tersendiri yang khas. Perkembangannya tidak bisa disamakan dengan
usia remaja, apalagi dengan usia dewasa. Perkembangan agama dan keberagamaann
peserta didik usia SD merupakan perkembangan yang menjadi kelanjutan dari usia
sebelumnya. Bila perkembangan agama dan keberagamaan pada usia ini tidak
diperhatikan dengan baik, tidak mendapatkan proses edukasi yang benar, maka
perkembangannya akan mengalami gangguan. Ia akan menjalani kehidupan yang out
religion and spirits (perkembangan agama dan keberagamaan yang tidak sehat).
Dimensi keberagamaan aspek keimanan (keyakinan), ubudiyah (ritual), akhlak
(pengamalan), penghayatan (hati), dan ilmu (pengetahuan/intelektual) pada usia SD
berkembang sesuai dengan perkembangan psikologis dan tugas perkembangan,
kematangan belajar, fase keberagamaan, dan perkembangan hidayah.
Dalam aspek pengetahuan agama, anak usia SD sudah dapat memahami secara
logis konsep-konsep dasar agama, baik masalah ketuhanan ataupun peribadatan.
Walaupun pengetahuannya sesuai dengan tingkat nalarnya yang masih sederhana,
belum kritis. Aspek ubudiyah, anak usia SD sudah dapat diberikan tanggung jawab
kehambaan kepada Tuhannya, seperti menjalankan shalat, puasa, dan lainnya. Namun
belum sampai pada tingkat penghayatan dan pemaknaan. Aspek akhlak atau sikap
perilaku (adab) menjadi aspek yang paling penting untuk dijadikan corenya
perkembangan agama dan keagamaan peserta didik usia SD. Hal ini karena pertama
sesuai dengan misi Islam yang utama, yaitu menyempurnakan moral manusia
(akhlak). Sehingga perkembangan agama dan keagamaan peserta didik usia SD lebih
difokuskan pada pengembangan akhlakul karimah (dimensi moral), tanpa
meninggalkan dimensi keagamaan yang lainya.
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Manusia sejak di alam transedental (alam ruh) telah mempersaksikan
eksistensi Tuhan. Persaksian setiap jiwa yang memastikan bahwa dirinya hamba yang
diciptakan dari ketiadaan dan Allah sebagai yang Maha Menciptakan (QS Al-Araf:
172). Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan : “Sebagian ulama Salaf dan ulama Khalaf
yang mengatakan bahwa persaksian ini tiada lain adalah fitrah mereka yang mengakui
keesaan Tuhan.” 1 Istilah fitrah manusia ini dalam Mujid (1999: 53) disebut dengan
fitrah al-Munazzalah. Yakni potensi ruhani yang diberikan langsung oleh Allah
kepada jiwa manusia. Potensi ini dapat berubah dan berfungsi untuk memberikan
motivasi dan dinamisasi tingkah laku[ CITATION Abd99 \l 1057 ]. Fitrah inilah elemen
jiwa yang merespon konsep agama menjadi pengalaman keberagamaan.
Perkembangan agama dan keberagamaan pada manusia sejatinya sudah
muncul sejak manusia dilahirkan. Dalil yang menunjukan hal tersebut diantaranya
ayat Al-Qur’an yang disampaikan pada paragraf di atas. Juga sebuah hadis
menguatkan pandangan ini, seperti hadis riwayat Bukhari dari Abu Hurairah
menegaskan bahwa : “Seseorang tidak dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah. Maka
kedua orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, dan Majusi, dalam riwayat
lain: Musyrik.”[CITATION Ima90 \p 97 \l 1057 ].
Perkembangan agama dan keberagamaan terjadi pula pada fase manusia usia
SD (anak-anak). Perkembangan agama dan keberagamaan yang dimiliki oleh anak-
anak pastinya tidak akan sama dengan mereka yang sudah usia remaja, terlebih
dengan yang sudah berusia dewasa ataupun tua. Kita dapat memperhatikan dalam
perilaku shalat wajib. Perhatikan bagaimana anak-anak usia SD shalat, pada
umumnya mereka shalat tidak bisa bertahan untuk tetap konsisten dalam keadaan
sempurna. Ada-ada saja tingkahnya, kadang-kadang berubah-rubah dan menggerakan
badan kesana-kemari.
Berbeda dengan anak remaja, mereka sudah kelihatan semakin mampu
membawakan dirinya dan menguasai dirinya, sehingga sholat yang dilakukan tidak
mengalami adanya perubahan-perubahan seperti anak-anak. Lain halnya dengan
orang yang sudah dewasa, maka dengan penuh kesadaran dan pengertian melakukan
sholat sebagaimana yang ada di dalam ajaran yang telah dia pelajari dan yakininya.
Aspek keberagamaan yang lainpun tidak ada bedanya. Bagi mereka yang
termasuk kelompok usia 6 tahun – 12 tahun, mereka masih rentan untuk mengikuti
1
https://tafsir.learn-quran.co/id/surat-7-al-araf/ayat-172. Diakses 11 Oktober 2018. Jam 05: 15.
keberagamaan yang sebenarnya tidak pantas untuk disikapi dengan sikap
keberagamaan. Seperti anak-anak mudah mengidolakan pablik pigur yang terkenal,
tanpa mempertimbangkan perilakunya, akhlaknya, dan ketaqwaanya. Menyikapi club
bola yang disuakinya secara berlebihan hingga mengorbankan segalanya untuk
mendukung club bola tersebut.
Aspek intelektual juga, pada usia anak-anak yang masih mudah dipengaruhi
oleh faham apapun. Bisa jadi mereka justru lepas dari keberagamaan yang hanif
(lurus). Maka jadi hal yang urgen bila pendidik memperhatikan perkembangan agama
dan keberagamaan anak-anak (peserta didik).
Terlebih pada masa sekarang, arus kemajuan informasi dan teknologi
sedemikian cepatnya. Sedangkan pendidikan bersikap slow respon atas tantangan
yang dihadapi oleh anak-anak (peserta didik). A. Tafsir menyebutkan, pendidikan
selalu terlambat dalam menghadapi kemajuan tatanan sosial kemasyarakatan
[ CITATION ATa16 \l 1057 ]. Sehingga anak dihadapkan pada permasalahan hidup.
Diantaranya permasalahan pemahaman agama dan sikap keberagamaan yang
tercederai oleh dampak negatif dari arus informasi dan teknologi. Buruknya
perkembangan agama dan keberagamaan peserta didik akan berdampak buruk pula
pada kehidupan secara keseluruhan. Karena bila selama masa usia anak-anak mereka
tidak mengalami perkembangan agama dan keberagamaannya dengan baik, mereka
akan mengalami ‘kejahiliyahan’ hidup.
Peneliti menjadi tertarik untuk menyusun makalah yang memberikan
gambaran terkait perkembangan agama dan keberagamaan pada anak-anak. Maka
makalah yang disusun ini berjudul : “Perkembangan Agama dan Keberagamaan
Peserta Didik usia SD/MI”.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah makalah ini fokus pada beberapa hal berikut ini:
1. Apa maksud perkembangan agama dan keberagamaan?
2. Bagaimana perkembangan agama dan keagamaan pada peserta didik
usia SD?
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Perkembangan Agama dan Keberagamaan
Frasa
Rabi’ah al-Adawiyah seorang sufi perempuan termashur. Lahir di Basrah
tahun 95 H/717 M sebagai anak ke-4 dan meninggal 185 H/801 M 2. Dia memiliki
kisah yang menawan sejak dari masa kanak-kanaknya. Diriwayatkan sejak kecil dia
telah memahami dan merasakan keadaan orang tuanya. Kedua orang tuanya hidup
dengan zuhud. Ayahnya terkenal atas kejujurannya dan kesalihannya. Bila Rabi’ah
kecil makan, maka dia hanya makan alakadarnya, tidak pernah menunjukan diri yang
rakus.
Suatu hari Rabi’ah berada di tempat jamuan hidangan pesta. Sebelum
menyantap makanannya, ia menatap wajah ayahnya dan berkata : “Ayah, yang haram
selamanya tidak akan menjadi halal.” Ayahnya terkejut mendengar ucapan anaknya,
ia tatap Rabi’ah yang masih anak-anak. Kemudian ayahnya berkata: “Rabi’ah
bagaimana pendapatmu bila tidak ada lagi yang dapat diperoleh kecuali yang haram.”
Rabi’ah menjawab : “Biar saja kita menahan lapar di dunia, ini lebih baik dari pada
kita menahannya kelak di akhirat dalam api neraka.”[ CITATION Sya01 \l 1057 ].
Kemudian sejarah mencatat nama harus Rabi’ah al-Adawiyyah sebagai perempuan
yang shalehah, salah seorang sufi yang termashur.
Sepenggal kisah tersebut menunjukan dua hal pokok hubungan agama dan
keberagamaan manusia, yaitu : pertama, pengertian agama dan keberagamaan.
Kedua, urgensi perkembangan agama dan keberagamaan.
Perkenalan Rabi’ah dengan agama dimulai sejak awal di alam ruh. “Dan
(ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
"Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami),
kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu
tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang
lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)". (QS Al-Araf: 172).
Perkenalan berikutnya saat Rabi’ah terlahir. Lantunan kalimat tauhid
menyelinap melalui telinga, walaupun belum tentu dia mendengar. Tetapi adzan dan
iqomah yang dikumandangkan oleh seorang ayah yang soleh, telah menjadikan fitrah
dalam jiwa Rabi’ah berinteraksi dengan keindahan agama Islam. Seolah Islam
mengenalkan dirinya dengan perkenalan yang sangat menakjubkan, menyentuh jiwa
2
https://id.wikipedia.org/wiki/Rabi%27ah_al-Adawiyyah. Diakes 8 Oktober 2018. Jam 19:00
yang baru terlahir, melalui pelantara seorang ayah yang mengalir darahnya pada jasad
Rabi’ah, dan sentuhan kasih sayang penuh dengan syukur berhembus lembut ke
dalam relung jiwa Rabi’ah.
Perkenanlan selanjutnya saat Rabi’ah di usia anak-anak. Pengetahuan agama
keluarganya dan keshalihan dan ketaqwaan lingkungannya telah memberikan
pengetahuan dan pemahaman yang sahih tentang agamanya. Juga telah memberikan
pengalaman spiritual dan keagamaan yang terbaik.
Jadi bagi Rabi’ah agama adalah apa yang didengar, dilihat, dan dirasakan oleh
dia. Meliputi keyakinannya kepada Allah dan Nabi-Nya serta keyakinan-keyakinan
yang lainnya. Meliputi ilmu dan amal (perbuatan) badaniyah ubudiyah, muamalah,
jinayah dan sebagainya. Meliputi khuluqiyah kesusilaan, etika/adab, budi pekerti dan
akhlakul karimah.
Sedangkan keberagamaan adalah mahabbah (cinta) Rabi’ah kepada yang
Satu. Shodiq, amanah, zuhud, qana’ah, tawakal, dan lain sebagainya menyatu ke
dalam jiwa Rabi’ah. Rabi’ah adalah khudu’ dan khusu’ dihadapan Allah. Rabi’ah
adalah tawadhu’ dan ta’awun dihadapan sesama. Rabi’ah adalah zuhud dan qana’ah
dihadapan dunia.
Definisi
Kata “perkembangan” dari kata ‘kembang’ artinya menjadi bertambah
sempurna perihal pribadi, pikiran, pengetahuan, sikap dan sebagainya 3. Jadi, jika
menurut Zakiyah (1970: 58) dari sejak masa kandungan saja nilai keagamaan dapat
memasuki pribadi manusia, maka sejak itu pula dimulai perkembangan agama dan
keberagamaanya. Artinya, agama dan keberagamaan seseorang berkembang pada diri
seseorang sejak dia lahir, bahkan sejak dari masa kandungan.
Pengetahuan tentang agama dan pengalaman keberagamaan akan dia peroleh
seiring dengan kondisi lingkungan yang diperolehnya. Semakin kuat lingkungan
agama dan keberagamaan seseorang maka semakin besar pula pertumbuhan pikiran,
sikap, dan keterampilan agama dan keberagamaan seseorang. Sesuai dengan hadis
tentang fitrah manusia yang ada sejak dilahirkan, riwayat Bukhari dan Muslim.

Berikut ini pengertian perkembangan agama dan keberagamaan menurut para


ahli :
1) Al-Ghazali dalam [CITATION Yah94 \p 53-54 \l 1057 ] mengartikan agama dan
keberagamaan dengan istilah tazkiyah al-nafs. Al-Ghazali mengartikannya
dengan sangat luas. Berhubungan erat dengan akhlak dan jiwa. Serta
3
https://kbbi.web.id/kembang. Diakses 10 Oktober 2018. Jam 06:10
berfungsi sebagai pola pembentukan kehidupan manusia yang memiliki
spiritual tinggi. Konsep Tazkiyah an-nafs meliputi ilmu lahir dan batin,
syari’at dan akhlak, serta dunia dan ukhrawi.
2) Sa’id Hawwa meyakini bahwa pusat hidup hakiki seseorang adalah hati.
Hati yang murni ibarat lampu, itulah qalbun salim. Jalan memperbaiki dan
mengobati hati yang sakit adalah ilmu. Ilmu menuntun untuk beramal. Ilmu
tidak bisa dilepaskan dari hati. Untuk menyalakan cahaya iman dalam hati
dibutuhkan pengamalan agama [CITATION Sai06 \p 111-113 \l 1057 ].
3) M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa keberagamaan adalah fitrah, yakni
sesuatu yang melekat pada diri manusia dan terbawa sejak lelahirannya:
“Fitrah Allah yang menciptakan manusia atas fitrah itu”. (QS Ar-Rum:
30). Ini berarti manusia tidak dapat melepaskan diri dari agama. Tuhan
menciptakan demikian, karena agama merupakan kebutuhan hidupnya.
Mungkin manusia bisa mengangguhkannya, tetapi tidak akan bisa
selamanya. Begitu ajal hendak menjemput, sebelum ruh meninggalkan
jasad, ia akan merasakan kebutuhan terhadap agama[CITATION MQu01 \p
375-376 \l 1057 ].
4) Suyanto dalam [CITATION Abd06 \p xiii-xvi \l 1057 ] menjelaskan bahwa inti
Islam sebagai agama adalah berpijak pada prinsip ketuhanan (tauhid).
Implementasi sikap keberagamaanya adalah terjalin hubungan vertikal yang
baik dengan Allah (hablu minallah), yang diikuti oleh hubungan horizontal
yang baik pula (hablu minnaas), sehingga terjadi hubungan simbiotik antara
kesalehan individual dengan kesalehan sosial.
5) Akhmad Sodiq dalam [CITATION Akh18 \p 4 \l 1057 ] menyimpulkan bahwa
rohani yang terkendali dengan iman akan menentukan nilai sebuah perilaku
terpuji (akhlak mahmudah) atau negatif (akhlak madzmumah). Membentuk
akhlak baik artinya mengkontruksi rohani muthmainnah. Menngkontruksi
ruhani artinya meletakan kendali jiwa pada qalb yang suci. Menyucikan
qalb artinya menyucikan nafsu. Menyucikan nafsu artinya mujahadah dan
riyadah. Inilah jihad hakiki dalam hidup.
6) Menurut [CITATION Rah02 \p 27-28 \l 1057 ] , perkembangan keagamaan pada
anak adalah proses yang dilewati oleh seseorang untuk mengenal tuhannya.
Sejak manusia dilahirkan dalam keadaan lemah fisik maupun psikis,
walaupun dalam keadaan yang demikian ia telah memiliki kemampuan
bawaan yang bersifat laten yakni fitrah keberagamaan. Potensi ini
memerlukan pengembangan melalui bimbingan dari orang yang lebih
dewasa dan pemeliharaan yang mantap yang lebih pada usia dini .
Memahami pengertian di atas dan kandungan Al-Qur’an surat Lukman (ayat
13-17) dapat dibangun pengertian bahwa perkembangan agama dan keberagamaan
adalah kemadirian dalam memahami dan meyakini agama serta menyikapinya dengan
mengamalkan dan diamalkan. Termasuk sikap keberagamaan adalah menghindari
pemahaman dan keyakinan yang keliru seperti syirik, berbuat keji dan mungkar, dan
lain sebagainya.
Konsep perkembangan agama dan keberagamaan peserta didik usia SD
A. Konsep tahapan agama dan keberagamaan peserta didik usia SD
Faktor kematangan belajar.
Usia SD adalah usia sekolah. Usia mulai 6 tahun sampai 12 tahun. masa ini
sudah dianggap masa matang mengikuti pembelajaran. Tanda-tanda kematangan
tersebut antara lain:
a. Ada kesadaran terhadap kewajiban dan pekerjaan serta berkesanggupan
untuk menjalankan tugas-tugas yang diberikan oleh orang lain kepadanya
walaupun sebenarnya dia tidak menyukainya.
b. Perasaan sosial kemasyarakatan sudah mulai tumbuh dan berkembang, hal
ini dapat terlihat di dalam pergaulan anak dengan teman-temannya.
c. Telah memiliki perkembangan jasmani yang cukup kuat dalam rangka
melaksanakan kewajiban dan tugas-tugas yang diberikan kepadanya.
d. Telah memiliki perkembangan intelek yang cukup besar, hingga memiliki
minat, kecekatan, dan pengetahuan4.
Faktor perkembangan psikologi peserta didik SD :
Ciri utama anak-anak usia 6 – 12 sebagai berikut : 1) memiliki dorongan untuk
ke luar rumah dan memasuki kelompok sebaya; 2) keadaan fisik yang memungkinkan
anak memasuki dunia permaianan dan pekerjaan yang membutuhkan keterampilan
jasmani; 3) memiliki dorongan mental untuk memasuki dunia konsep, logika, simbol,
dan komunikasi luas.
Adapun tugas perkembangan meliputi hal-hal berikut :
1. Belajar keterampilan fisik yang diperlukan untuk bermain, seperti
melompat, mengejar, menghindar dan lain-lain.
2. Membina sikap postif terhadap dirinya seperti harga diri dan kemapuan
diri.

4
Drs. H.M. Hafi Anshari, Dasar-Dasar Ilmu Jiwa Agama, (Surabaya: Usaha Nasional, 1991). Hal. 69-70.
3. Belajar bergaul dengan teman-teman sebaya sesuai dengan moral dan
etika yang berlaku dimasyarakat.
4. Belajar bermain peran sebagai seorang pria dan sebagai wanita (jia ia
perempuan).
5. Mengembangkan dasar-dasar keterampilan membaca, menulis, dan
berhitung.
6. Mengembangkan konsep yang dibutuhkan dalam kehidupan
7. Mengembangkan kata hati, moral dan skala nilai yang selaras dengan
keyakinan dan budaya yang berlaku di masyarakat.
8. Mengembangkan sikap objektif, lugas baik positif maupun negatif
terhadap kelompok.
9. Belajar mencapai kemerdekaan atau kebebasan pribadi sehingga
menjadi dirinya sendiri yang independen (mandiri) dan bertanggung
jawab.[CITATION Muh13 \p 50 \l 1057 ]
Faktor perkembangan agama dan keagamaan
Pada usia ini perkembangan agama dan keagamaan munurut penelitian Ernest
Harms berada pada fase kedua, yaitu The Realistic Stage (Tingkat Kepercayaan)5.
Dimana sebelumnya anak mengalami perkembangan agama dan keagamaan pada fase
The Fairy Tale Stage (Tingkat Dongeng. Tingkatan ini dimulai pada anak berusia 3-6
tahun. Pada tingkatan ini konsep ke-Tuhanan lebih banyak oleh fantasi dan emosi.
Setelah fase The Realistic Stage akan mengalami fase The Individual Stage
(Tingkat Individu). Tentunya fase ini terjadi pada usia 12 tahun ke atas. Fase ketiga
masuk pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang tinggi, sejalan
dengan perkembangan usia mereka6, yakni pada usia di atas usia SD.
Faktor internal diri anak yang paling mempengaruhi pada fase The Realistic
Stage (Tingkat Kepercayaan) adalah kemampuan berpikir anak atau logika. Dorongan
untuk berpikir logis tentang konsep Tuhan membawa ia pada pemikiran bahwa
keberadaan dirinya sebagai makhaluk yang diciptakan dan Tuhan Yang Mencipta.

B. Sifat perkembangan agama dan keagamaan peserta didik usia SD


Sebagai manusia yang utuh tentu saja anak-anak sama dengan orang dewasa.
Mereka memiliki jasmani dan ruhani. Perkembangan emosi dan juga intelektual
mereka miliki. Perbedaannya terdapat pada tingkat perkembangannya. Hal ini

5
Jalaluddin,Psikologi Agama. (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005). Hal. 66-67
6
Raharjo, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002), hlm. 28-29.
berpengaruh juga pada sifat perkembangan agama dan keagamaan. Diantaranya
sebagai berikut7 :
1) Unreflective (kurang mendalam/ tanpa kritik). Kebenaran yang mereka
terima tidak begitu mendalam, cukup sekadarnya saja, dan mereka merasa
puas dengan keterangan ringan masuk akal. Menurut peneilitian, pikiran
kritis baru muncul pada anak berusia 12 tahun, sejalan dengan
perkembangan moral. Diusia ini pun anak yang kurang cerdas pun
menunjukkan pemikiran yang kreatif. Namun demikian, sebelum usia 12
tahun pada anak yang mempunyai ketajaman berpikir akan menimbang
pemikiran yang mereka terima dari orang lain. 
2) Egosentris. Terutama pada usia 3-7 tahun. Dalam hal ini, berbicara bagi
anak-anak tidak mempunyai arti seperti orang dewasa. Bagi anak, bahasa
tidaklah menyangkut orang lain, tetapi lebih merupakan “monolog” dan
“monolog kolektif”, yaitu merupakan bahasa egosentris, bukan sebagai
sarana untuk mengomunikasikan gagasan dan informasi, lebih-lebih
merupakan pernyataan atau penegasan diri dihadapan orang lain.
3) Anthromorphis. Konsep anak mengenai ketuhanan pada umumnya berasal
dari pengalamannya. Dikala ia berhubungan dengan orang lain, pertanyaan
anak mengenai “bagaimana” dan “mengapa” biasanya mencermikan usaha
mereka untuk menghubungkan penjelasan religius yang abstrak dengan
dunia pengalaman mereka yang bersifat subjektif dan konkret.
4) Verbalis dan Ritualis. Kehidupan agama pada anak sebagian besar tumbuh
mula-mula secara verbal (ucapan). Mereka menghafal secara verbal
kalimat keagamaan, selain itu pula dari amaliah yang mereka laksanakan
berdasarkan pengalaman menurut tuntunan yang diajarkan kepada mereka.
5) Rasa heran dan kagum. Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat
keagamaan yang terakhir pada anak. Maka rasa kagum pada anak ini
belum bersifat kritis dan kreatif. Mereka hanya kagum pada keindahan
lahiriyah saja. Rasa kagum mereka dapat disalurkan melalui cerita-cerita
yang menimbulkan rasa takjub.

C. Konsep hidayah sebagai pemandu aktivitas keberagamaan


Muhammad Abduh dalam tafsir al-Manar yang dikutip dalam [ CITATION
Abd06 \l 1057 ] menyatakan perkembangan hidayah Allah SWT terdapat empat
bagian :

7
Sururin,Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta : PT Grafindo Jaya, 2004), hlm.58 – 61.
1) Hidayah ilham (insting), petunjuk Allah yang dapat ditangkap oleh
manusia, tumbuhan, dan binatang.
2) Hidayah hawas (panca indra), petunjuk Allah yang dapat ditangkap oleh
indra manusia juga hewan.
3) Hidayah aqli (pikiran), petunjuk Allah yang dapat ditangkap oleh akal
pikiran manusia.
4) Hidayah dien (agama), petunjuk Allah yang dapat ditangkap oleh hati yang
bersih atau keimanan. Yaitu hatinya orang-orang beriman.
Manusia secara potensial memiliki modal dasar untuk menerima agama.
Penerimaan secara ilhami, yakni agama ditunjukan sebagai sesuatu yang dapat
diterima secara insting. Dalam bahasa hadis Nabi SAW disebut dengan fitrah.
Berikut ini kutipan artikel yang mebuktikan peran hidayah ilham:
Dr. Al Qadhi, melalui penelitiannya yang panjang dan serius di Klinik Besar Florida Amerika
Serikat, berhasil membuktikan hanya dengan mendengarkan bacaan ayat-ayat Alquran,
seorang Muslim, baik mereka yang berbahasa Arab maupun bukan, dapat merasakan
perubahan fisiologis yang sangat besar.
Penurunan depresi, kesedihan, memperoleh ketenangan jiwa, menangkal berbagai macam
penyakit merupakan pengaruh umum yang dirasakan orang-orang yang menjadi objek
penelitiannya. Penemuan sang dokter ahli jiwa ini tidak serampangan.
Penelitiannya ditunjang dengan bantuan peralatan elektronik terbaru untuk mendeteksi
tekanan darah, detak jantung, ketahanan otot, dan ketahanan kulit terhadap aliran listrik. Dari
hasil uji cobanya ia berkesimpulan, bacaan Alquran berpengaruh besar hingga 97% dalam
melahirkan ketenangan jiwa dan penyembuhan penyakit.
Penelitian Dr. Al Qadhi ini diperkuat pula oleh penelitian lainnya yang dilakukan oleh dokter
yang berbeda. Dalam laporan sebuah penelitian yang disampaikan dalam Konferensi
Kedokteran Islam Amerika Utara pada tahun 1984, disebutkan, Al-Quran terbukti mampu
mendatangkan ketenangan sampai 97% bagi mereka yang mendengarkannya.
Kesimpulan hasil uji coba tersebut diperkuat lagi oleh penelitian Muhammad Salim yang
dipublikasikan Universitas Boston. Objek penelitiannya terhadap 5 orang sukarelawan yang
terdiri dari 3 pria dan 2 wanita. Kelima orang tersebut sama sekali tidak mengerti bahasa Arab
dan mereka pun tidak diberi tahu bahwa yang akan diperdengarkannya adalah Al-Qur'an.
Penelitian yang dilakukan sebanyak 210 kali ini terbagi dua sesi, yakni membacakan Al-
Qur'an dengan tartil dan membacakan bahasa Arab yang bukan dari Al-Qur'an.
Kesimpulannya, responden mendapatkan ketenangan sampai 65% ketika mendengarkan
bacaan Al-Qur'an dan mendapatkan ketenangan hanya 35% ketika mendengarkan bahasa Arab
yang bukan dari Al-Qur'an. (https://iiq.ac.id/index.php?a=artikel&d=2&id=183.
Diakses 11 Oktober 2018. Jam 19:45).

Pada tingkat usia yang lebih besar, usia 6-12 tahun. Perkembangan hidayah
manusia telah bertambah dari asal hidayah ilhami. Pada usia ini hidayah hawas,
hidayah aqli, dan mulai masuk pada hidayah dien.
Implikasi terhadap perkembangan agama dan keberagamaan peserta didik usia
SD adalah :
1) Implikasi dimensi keagamaan
Menurut C.Y. Glock dan R Stark dalam bukunya American Piety: The
Nature of Religion Commitmen, menyebut ada lima dimensi agama
dalam diri manusia, yakni dimensi keyakinan (ideologis), dimensi
peribadatan dan praktek keagamaan (ritualistic), dimensi penghayatan
(eksperensial), dimensi pengamalan (konsekuensial) dan dimensi
pengetahuan agama (intelektual) 8.
Aspek keyakinan terhadap agama dan keberagamaan peserta didik usia
SD dibangun dengan logika berpikir, namun masih sederhana. Belum
sampai pada keyakinan yang bersifat idiologis. Begitupun aspek
pengetahuan agama, mereka cukup mengenal rukun iman, rukun Islam
dan apa itu ihsan. Yang diperbanyak dalam usia ini adalah aspek ritual
atau ubudiyah. Dari mulai usia 7 tahun agama telah mencanangkan
pendidikan syari’ah ubudiyah. Jadi pengamalan rukun Islam bertumpu
pada pengamalan shalat.
2) Implikasi faktor pengaruh
Agama dan keberagamaan peserta didik usia SD dipengaruhi oleh tiga
faktor besar, yaitu faktor intern, faktor ekstern, dan faktor hidayah.
1. Faktor internal dilandasi oleh teori bahwa manusia adalah homo
religious (makhluk beragama) karena manusia sudah memiliki potensi
untuk beragama. Potensi tersebut bersumber dari faktor intern manusia
yang termuat dalam aspek kejiwaan manusia seperti naluri, akal,
perasaan, maupun kehendak dan sebagainya 9.
2. Faktor ekternal. Manusia juga keagamaannya dipengaruhi oleh
faktor lingkungan (ekternal)10. Manusia terdorong untuk beragama
karena pengaruh faktor luar dirinya, seperti rasa takut, rasa
ketergantungan ataupun rasa bersalah (sense of guilt).
Dr. Zakiah Daradjat mengatakan bahwa : ”seseorang yang pada masa
kecilnya tidak pernah mendapatkan didikan agama, maka pada masa
dewasanya nanti, ia tidak akan merasakan pentingnya agama dalam
hidupnya”. Lain halnya dengan orang yang diwaktu kecilnya
mempunyai pengalaman agama, misalnya ibu-bapaknya adalah orang
yang tahu beragama, lingkungan social dan kawan-kawannya juga
hidup menjalankan agama, terbiasa menjalankan ibadah, ditambah pula

8
Djamaluddin Ancok, Fuat Nashori Suroro, Psikologi Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1995), hal. 77
9
Hadis Bukhari dan Muslim tentang fitrah dan QS Al-Araf: 172.
10
ibid
dengan pendidikan agama, secara sengaja di rumah, sekolah dan
masyarakat. Maka orang-orang itu akan dengan sendirinya mempunyai
kecenderungan kepada hidup dalam aturan-aturan agama, terbiasa
menjalankan ibadah, takut melangkahi larangan-larangan agama dan
dapat merasakan betapa nikmatnya hidup beragama.
Peranan orang tua dalam menumbuhkan jiwa agama bagi anaknya,
memberikan prospek kehidupan anak pada masa yang akan datang.
Orang tua yang mengerti tentang urgensi pertumbuhan dan
perkembangan agama dalam kehidupan anak yang memberikan suatu
kecenderungan kepada aturan-aturan agama yang harus dilaksanakan
dalam praktek hidupnya sehari-hari. Hal seperti inilah dapat
dimanfaatkan untuk melatih anak dalam membiasakan menjalankan
ibadah agama dan penuh rasa disiplin dan tanggung jawab.
3. Faktor hidayah. Faktor hidayah yaitu petunjuk Allah SWT. Firman
Allah : “Katakanlah: "Sesungguhnya aku telah diberikan hidayah
(ditunjuki) oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang
benar, agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim itu bukanlah termasuk
orang-orang musyrik". (QS Al-An’am: 161). Sehingga dalam
menumbuhkan agama dan keberagamaan peserta didik, tidak
dicukupkan dengan memberikan pengetahuan, pembiasaan, dan
keteladanan saja tetapi juga dengan selalu berdo’a kepada Allah untuk
diberikan hidayah.

D. Akhlakul karimah sebagai core perkembangan agama dan keadamaan peserta


didik usia SD
Sesuai dengan prinsip pertumbuhannya, seorang anak yang tumbuh dewasa
menurut Jalaluddin (2004: 64), memerlukan bimbingan sesuai dengan prinsip yang
dimilikinya, yaitu sebagai berikut 11:
1. Prinsip Biologis. Secara fisik, anak yang baru dilahirkan berada dalam
keadaan lemah. Dalam segala gerak dan tindak-tanduknya ia selalu
memerlukan bantuan dari orang dewasa sekelilingnya karena keadaan
tubuhnya belum tumbuh secara sempurna dan difungsikan secara
maksimal.
2. Prinsip Tanpa Daya. Sejalan dengan belum sempurnanya pertumbuhan
fisik dan psikisnya, anak yang baru dilahirkan hingga menginjak usia
11
Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, Pustaka Setia, Bandung, 2008, hlm. 47
dewasa selalu mengharapkan bantuan dari orang tuanya. Ia sama sekali tak
berdaya untuk mengurus dirinya sendiri.
3. Prinsip Eksplorasi. Kemantapan dan kesempurnaan perkembangan potensi
manusia yang dibawa sejak lahir, baik jasmani maupun rohani
memerlukan pengembangan melalui pemeliharaan dan latihan. Jasmaninya
baru akan berfungsi secara sempurna jika dipelihara dan dilatih. Akal dan
fungsi mental lainnya pun baru akan menjadi baik dan berfungsi jika
kematangan dan pemeliharaan serta bimbingan dapat diarahkan pada
pengeksplorasian perkembangannya.
Menurut Muhammad Athahiyah Al-Abrasyi[CITATION Abd06 \p 79-80 \l 1057 ],
Rasulullah telah menetapkan misi agama dan sikap keberagamaan yang ingin
dicapainya adalah membentuk moral yang tinggi, karena akhlak karimah merupakan
jiwa dari ajaran Islam itu sendiri. Tujuan tersebut berpijak pada Sabda Nabi SAW :
“Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik”. (HR Malik bin Anas dari
Anas bin Malik.
Rumusan Akhmad Sodiq dalam membangun akhlak pada usia SD sebagai
berikut 12:
Jenjang Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3
SD/MI  Taat kepada orang  Taat kepada guru - Taat kepada orang
tua  Adab buang yang lebih tua
 Adab makan angin, BAB, BAK - Adab berpakaian,
 Menghindarkan diri  Menghindarkan bersin, dan
dari sikap berlebih- diri dari sikap menguap.
lebihan sombong - Mengidari dari
 Cinta Nabi/Rasul  Cinta nabi/rasul ghibah, namimah,
dan orang-orang dan orang shalih dan suka
shalih menguping
- Cinta Nabi dan
orang shalih
Jenjang Kelas 4 Kelas 5 Kelas 6
SD/MI - Terbiasa menutup - Hidup sederhana - Adab bergaul
aurat di depan umum - Dermawan dengan sesama.
- Adab berbicara - Adab duduk - Bersikap terbuka
- Terbiasa disiplin - Menghindari diri dengan orang tua
- Menghidari diri dari dari sifat tamak - Menghindarkan
sifat malas dan - Cinta Nabi dan diri dari
tergesa-gesa. rasul serta orang meminta-minta
- Cinta Nabi/Rasul dan shalih - Cinta Nabi/rasul

12
Akhmad Sodiq, Prophetic Character Building. Jakarta : Kencana, 2018. Hlm 216.
orang shalih dan orang shalih

Tingkat perkembangan agama dan keberagamaan usia SD dalam aspek


aqidah, ibadah, dan akhlaknya. Namun inti dari perkembangan agama dan
keagamaannya terpusat pada perkembangan akhlak. Masalah akhlak ini tercakup di
dalamnya akhlak al-mahmudah dan akhlak mazmumah.
Jadi akhlak menjadi wujud implementasi membangun agama dan
keberagamaan peserta didik usia SD. Zakiah (1970: 58) mengemukakan bahwa masa
pertumbuhan pertama terjadi pada usia 0 – 12 tahun, seyogianya sejak masa
kandungan pun orang tua harus memasukkan nilai keagamaan pada diri anak
bersamaan dengan pertumbuhan pribadinya. Saat nalar anak mulai mengenal
Tuhannya, maka ia mulai menteladani akhlak Tuhan. Pendekatan keteladanan
lingkungan keluarga juga sekolah sangat penting dalam perkebangan agama dan
keberagamaan anak. Kata-kata, sikap, tindakan dan perbuatan orang tua sangat
berpengaruh terhadap perkembangan keagamaan pada anak13.
Dan dalam Shahih Muslim, diriwayatkan dari ‘Iyadh bin Himar, ia berkata,
Rasulullah saw. bersabda: “Allah berfirman: ‘Sesungguhnya Aku telah menciptakan
hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif (lurus). Maka datanglah syaitan-syaitan
kepada mereka, lalu menyimpangkan mereka dari agamanya dan mengharamkan bagi
mereka apa yang telah Aku halalkan bagi mereka.” (HR. Muslim). Membangun
akhlak yang mulia pada usia SD artinya memelihara keadaan hanif anak. Sehingga
pada masanya dia dewasa, ia tidak bermasalah dengan kepribadian dan akhlaknya.
Masa kanak-kanak : 6-12 tahun
Membangun perkembangan agama dan keberagamaan pada usia ini dapat
dilakukan dengan pendekatan tafakur alam. Pada usia SD, anak sedang tertarik
dengan alam, sehingga memiliki perasaan yang kuat kepada alam. Sampai
membangun kemampuan berkomunikasi dengan alam dan ini merupakan pokok bagi
setiap orang dalam perkembangan spiritual [CITATION Ina02 \p 72 \l 1057 ].
Proses perkembangan agama dan keagamaan pada usia SD dengan corenya
pembentukan akhlak dilakukan dengan berbagai pendekatan. Sekolah dan orang tua
melakukannya melalui beberapa kesempatan pergaulan sebagai berikut :
1. Dalam permainan.
2. Dalam latihan-latihan / praktek apa kerja sehari-hari
3. Melalui peintah orang tua
4. Pemberian contoh tauladan dan pembiasaan disiplin

13
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, Jakarta, 1996, hlm. 58
Pengaruh orang tua memberikan kesan kepada anak bahwa dalam kehidupan
sehari-hari, si anak harus senantiasa terikat dengan kehidupan orang tua, sebab pada
hakekatnya mereka masih membutuhkan bantuan orang tua. Maka dengan demikian
terdapat kecenderungan anak untuk menggantungkan diri pada orang tua.
Proses perkembangan naluri beragama akan dapat berjalan dengan pertumbuhan
fisik anak. Dampak jiwa agama dalam sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan
sehari-hari, cenderung untuk mengadaptasikan dirinya dengan lingkungan sekitarnya.
Bagaimana anak usia SD mengenal Tuhannya?
Anak-anak mulai mengenal Tuhan, melalui bahasa. Dari kata-kata orang yang
ada di lingkungannya, yang pada permulaan di terima secara acuh tak acuh saja. Akan
tetapi setelah ia melihat orang dewasa menunjukkan rasa kagum dan takut pada
Tuhan, maka mulailah ia merasa sedikit gelisah dan ragu tentang suatu yang gaib
yang tidak dapat dilihatnya itu, mungkin ia akan ikut membaca dan mengulang kata-
kata yang diucapakan oleh orang tuanya. Lambat laun tanpa disadarinya, akan
masuklah pemikiran tentang Tuhan dalam pembinaan kepribadiannya dan menjadi
obyek pengalaman yang agamis. Tidak adanya perhatian terhadap Tuhan pada
permulaan adalah karena ia belum mempunyai pengalaman yang akan membawanya
kesana, baik pengalaman yang menyenangkan, ataupun yang menyusahkan. Akan
tetapi setelah ia melihat reaksi orang-orang di sekelilingnya, yang disertai oleh emosi
atau perasaan tertentu, maka timbullah pengalaman tertentu, yang makin lama makin
meluas dan mulailah perhatiannya terhadap kata Tuhan itu tumbuh. Biasanya
pengalaman itu pada mulanya tidak menyenangkan, karena merupakan ancaman bagi
integritas kepribadiannya, karena itulah perhatian anak-anak tentang Tuhan pada
permulaan merupakan sumber kegelisahan atau ketidaksenangannya.
Karena Allah itu tidak kasatmata, namun nama-Nya sering disebut-sebut di
rumahnya, kecenderungan bagi si anak, hal itu akan membentuk gambaran mental
yang di susun berdasarkan pemehaman yang ia miliki. Gambaran mental tersebut
dapat berbeda antara satu orang dengan orang yang lain. Gambaran-gambaran mental
yang demikian sangat dipengaruhi oleh penjelasan-penjelasan dari kedua orang
tuanya mengenai hal-hal yang disukai Allah dan hal-hal yang dibenci-Nya.
Adanya perhatian terhadap Tuhan menunjukkan mulai timbulnya naluri agama
pada anak-anak. Wolter Housten Clark telah mengemukakan pendapatnya bahwa :
“jika anak dibiarkan hidup tanpa agama dan hidup dalam lingkungan tak beragama,
maka ia akan menjadi dewasa tanpa mengenal agama.
Sesungguhnya tidak mengenal adanya agama, banyak terletak pada situasi dan
lingkungan rumah tangga. Apabila orang tua di rumah tangga lalai dan memandang
enteng terhadap pembinaan jiwa agama pada anak-anaknya, maka disinilah letak
faktor kekosongan jiwa agama, yang menyebabkan anak hidu jauh dari
kehidupanagama. Namun sebaliknya apabila orang tua benar-benar menaruh
perhatian yang sungguh-sungguh terhadap pembinaan jiwa agam anaknya, maka akan
Nampak pengaruh positifnya yang dapat menyebabkan anak timbul semangat dan
gairahnya dalam menjalankan / melaksanakan ibadah agama secara konsekuen.
Itulah sebabnya, maka orang tua harus dapat menjadikan dirinya sebagai suri
tauladan bagi anak-anaknya, baik dari segi ucapan, perbuatan maupun dalam segi
tindakannya.
Di dalam ajaran agama islam terdapat ajakan untuk menyuruh menjaga diri
sendiri da keluarga, sebagaimana firman Allah swt, dalam Qs. At-Tahrim : 6; “Hai
sekalian orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari (siksaan)
api neraka…”
Memelihara diri dan keluarga adalah membutuhkan sikap keteladanan dan
perhatian yang kontinyu, tidak cepat putus asa, lemah semangat dan sebagainya. Apa
yang telah dipercayai anak adalah, tergantung pada apa yang di terima dari kedua
orang tuanya di rumah, dan atau guru di sekolah serta apa yang telah dilihat dan
disarankan di lingkungan masyarakatnya.
Anak-anak usia SD menerima agama secara sederhana dan global. Penerimaan
tersebut adalah mereka mengikuti kehendak orang tuanya. Kepercayaan agama bagi
anak akan lebih mudah tertanam jiwa anak, apabila melalui ceritera-ceritera atau
dongeng-dongeng orang sakit, atau cerita agama, cerita nenek moyang dahulu, serta
kisah-kisah tokoh agama dan sebagainya.
Kepercayaan agama bagi anak akan bertambah lagi, melalui latihan-latihan dan
didikan yang diterima dalam lingkungannya. Biasanya kepercayaan itu berdasarkan
konsepsi-konsepsi yang nyata dan konkrit sehingga anak tersebut mudah
mengasosiasikannya dengan kehidupan sehari-hari. Anak-anak tersebut menerima
agama berdasarkan gambaran yang pernah dilihatnya atau pernah di dengarnya dan
lain sebagainya. Potensi keagamaan yang ada pada diri setiap anak akan berkembang
sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan psychisnya semakin besar
anak tersebut, maka akan semakin jelas faham akan ajaran agama dilakukannya itu.
Dengsan demikian pertumbuhan dan perkebangan jiwa agama bagi anak akan
semakin sempurna pula.
Sesungguhnya pertumbuhan dan perkembangan agama pada jiwa agama bagi
anak sedikit demi sedikit menjadi lebih actual, yang menyebabkan pengertian anak
terhadap manfaat agama akan mendapatkan lapangan baru dalam dirinya.
Bertambahnya pengertian mereka akan mudah mudah pula menimbulkan perhatian
yang serius dan terfokus sehingga agama bagi anak tersebut memberikan motivasi dan
gairah dalam praktek hidup sehari-hari. Kita tidak heran apabila ada anak yang
mempertahankan diri pribadinya, baik karena hasil didikan maupun karena pengaruh
bakat dan situasi lingkungannya.
Apabila agama telah mendapatkan tempat yang terhormat di hati anak, maka
sudah barang tentu segala ucapan, perbuatan dan tingkah lakunya akan menjurus
kepada sifat-sifat yang terpuji dan menunjukan sikap keberagaman yang positif.
Dengan demikian akan terlihatlah bahwa perkembangan agama dan keberagamaan
anak usia SD akan semakin tinggi. Sesuai dengan bertambahnya usia dan kedewaan
berpikirnya akan semakin tinggi pula agama dan keberagamaannya.
Dapat disebutkan jika Allah semakin dekat kepada jiwa anak, manakala anak
tersebut juga semakin dekat kepada Allah.
BAB III
SIMPULAN
Pengertian bahwa perkembangan agama dan keberagamaan peserta didik usia
SD adalah proses diri yang menerima agama sebagai keyakinan yang dianutnya.
Proses ini ditunjukan dengan sikap keberagamaan yang positif dalam dimensi
keimanan (keyakinan), ubudiyah (ritual), akhlak (pengamalan), penghayatan (hati),
dan ilmu (pengetahuan/intelektual).
Perkembangan psikologis dan tugas perkembangan, kematangan belajar, fase
keberagamaan, dan perkembangan hidayah merupakan faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan agama dan keagamaan peserta didik usia SD. Sehingga
anak usia ini akan menempati perkembangan agama dan keberagamaanya pada
tempatnya yang sesuai. Dalam aspek pengetahuan agama, anak usia SD sudah dapat
memahami secara logis konsep-konsep dasar agama, baik masalah ketuhanan ataupun
peribadatan. Walaupun pengetahuannya sesuai dengan tingkat nalarnya yang masih
sederhana, belum kritis. Aspek ubudiyah, anak usia SD sudah dapat diberikan
tanggung jawab kehambaan kepada Tuhannya, seperti menjalankan shalat, puasa, dan
lainnya. Namun belum sampai pada tingkat penghayatan dan pemaknaan.
Aspek akhlak atau sikap perilaku (adab) menjadi aspek yang paling penting
untuk dijadikan corenya perkembangan agama dan keagamaan peserta didik usia SD.
Hal ini karena pertama sesuai dengan misi Islam yang utama, yaitu menyempurnakan
moral manusia (akhlak). Juga karena pada usia SD membangun perkembangan agama
dan keberagamaan melalui akhlak merupakan yang paling sesuai dengan
perkembangannya; baik perkembangan psikologisnya, tugas belajarnya,
intelektualnya, emosinya, juga perkembangan hidayahnya.
DAFTAR PUSTAKA

A. Tafsir. 2016. Filsafat Pendidikan Islami. Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2016.

Abdul Mujib & Jusuf Mudzakkir. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : KENCANA, 2006.

Abdul Mujib. 1999. Fitrah & Kepribadian Islam (sebuah pendekatan psikologis). Jakarta :
Darul Falah, 1999.

Abuddin Nata. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Kencana Prenada Media, 2010, p. 23.

—. 2005. Pendidikan dalam Persepektif al-Qur’an. Jakarta : UIN Jakarta Press, 2005, p. 15.

Akhmad Sodiq. 2018. Prophetic Character Building. Jakarta : Kencana, 2018, p. 1.

Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, Pustaka Setia, Bandung, 2008, hlm. 47
Hafi Anshari, Dasar-Dasar Ilmu Jiwa Agama, (Surabaya: Usaha Nasional, 1991), hlm. 69-70.

Imam Al-Bukhari. 1990. Shahih al-Bukhari. Semarang : Thaha Putra, 1990.

Inayat Khan. 2002. Metode Mendidik Anak Secara Sufi. Bandung : Penerbit Marja', 2002.

M. Arifin. 1996. Ilmu Pendidikan Islam; Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Interdisipliner. Jakarta : Bumi Aksara, 1996.

M. Ismail Yusanto & M. Sigit Purnawan Jati. 2002. Membangun Kepribadian Islam. Jakarta :
Khairul Bayan, 2002, p. 23.

Muhibbin Syah. 2013. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2013.

Rumayalis. 2010. Metodelogi Pendidikan Agama Islam. Jakarta : Kalam Mulia, 2010.

Said Hawwa. 2006. Pendidikan Spiritual. Yogyakarta : Mitra Pustaka, 2006, p. v.

Shihab, M. Quraish. 2001. Wawasan Al-Quran. Bandung : Mizan, 2001.

Syamsun Ni'am. 2001. Cinta Ilahi. Surabaya : Risalah Gusti, 2001.

Tafsir, Ahmad. 2007. Islam, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2007, pp. 50-51.

Yahya, Jaya. 1994. Spiritualisasi Islam. Jakarta : CV RUHAMA, 1994, pp. 1-3.

Zakiyah Daradjat. 1996. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta : Bulan Bintang, 1996.

https://tafsir.learn-quran.co/id/surat-7-al-araf/ayat-172. Diakses 11 Oktober 2018. Jam 05:


15.

https://id.wikipedia.org/wiki/Rabi%27ah_al-Adawiyyah. Diakes 8 Oktober 2018. Jam 19:00

https://kbbi.web.id/kembang. Diakses 10 Oktober 2018. Jam 06:10

Anda mungkin juga menyukai