Anda di halaman 1dari 5

Penugasan Mentoring Akhwat

Tidak Takjub dengan Pendapatnya Sendiri

Oleh:
Kholifa Nur Ardhina
14711022

Pembimbing:
dr. Suyoso, Sp.PD
dr. Susiati, Sp.KJ
Meimin Setyaningsih, S.Kep.Ns
Galuh Ardianti, S.Gz

Mentoring Kurikulum Keislaman


RSUD dr. Soedono Madiun
Dokter Muda FK UII 2018-2020
A. Definisi
Ujub adalah perilaku mengagumi diri sendiri dan senantiasa membanggakan diri sendiri.
Merasa memiliki kelebihan tertentu yang tidak dimiliki orang lain. Ibnul Mubarak berkata, “Ujub
adalah ketika engkau merasa bahwa dirimu memiliki kelebihan tertentu yang tidak dimiliki orang
lain.”
Ujub merupakan sifat yang tercela yang harus dihindari oleh setiap muslim, karena Ujub bisa
menjerumuskan seorang muslim kepada sifat Takabbur (sombong). Imam Al-Ghazali
berkata,”Ujub adalah kecintaan seseorang pada suatu karunia dan merasa memilikinya sendiri,
tanpa mengembalikan keutamaannya kepada Allah.”
Ada banyak sebab yang bisa menimbulkan rasa Ujub pada di seseorang, bisa karena sering
dipuji orang, banyak meraih kesuksesan, punya kekuasaan dan yang semisalnya. Itu semua
adalah sebab yang bisa terlihat oleh mata dan dirasakan oleh diri sendiri dan orang lain . Namun,
ada juga sebab yang tidak terlihat dan tidak dirasakan oleh diri sendiri tapi orang lain bisa melihat
dan merasakannya. Merasa aman dari dosa karena tidak pernah bermaksiat dan bangga dengan
diri yang “tersucikan” dari dosa.
Sesungguhnya orang yang berbangga terhadap dirinya sendiri tidak akan dapat melihat aib
yang ada pada dirinya walaupun aib itu sangat besar, tetapi dia dapat melihat kelebihan dan
kebaikan dirinya sebagaimana mikroskop yang dapat memperbesar hal-hal yang kecil dalam
dirinya.
B. Ayat Al-Quran
Al-Qur'an telah menyebutkan bagaimana kebanggaan kaum Muslimin terhadap diri mereka
pada waktu Perang Hunain yang menyebabkan kekalahan, sehingga mereka menyadari keadaan
itu dan kembali kepada Tuhan mereka.

‫هّٰللا‬
‫ض‬ َ ‫ــا َّو‬4ًٔ‫ن ۙ اِ ۡذ اَ ۡع َجبَ ۡـت ُكمۡ َك ۡث َرتُ ُكمۡ فَلَمۡ ت ُۡغ ِن ع َۡن ُكمۡ ش َۡئـ‬
ُ ‫ضاقَ ۡت َعلَ ۡي ُك ُم ااۡل َ ۡر‬ ‌ٍ ‫اطنَ َكثِ ۡي َر ٍ‌ة ۙ َّويَ ۡو َم ُحنَ ۡي‬ ِ ‫ص َر ُك ُم ُ فِ ۡى َم َو‬ َ َ‫لَـقَ ۡد ن‬
ۚ‌َ‫بِ َما َر ُحبَ ۡت ثُ َّم َولَّ ۡـيتُمۡ ُّم ۡدبِ ِر ۡين‬

“Sungguh, Allah telah menolong kamu (mukminin) di banyak medan perang, dan (ingatlah)
Perang Hunain, ketika jumlahmu yang besar itu membanggakan kamu, tetapi (jumlah yang
banyak itu) sama sekali tidak berguna bagimu, dan bumi yang luas itu terasa sempit bagimu,
kemudian kamu berbalik ke belakang dan lari tunggang-langgang.” (QS at-Taubah: 25)
َ‫س ۡولِ ٖه َو َعلَى ۡال ُم ۡؤ ِمنِ ۡينَ َواَ ۡن َز َل ُجنُ ۡودًا لَّمۡ ت ََر ۡو َها‌ ۚ َوع ََّذ َب الَّ ِذ ۡينَ َكفَ ُر ۡوا‌ ؕ َو ٰذ لِكَ َجزَ ٓا ُء ۡال ٰـكفِ ِر ۡين‬ ‫هّٰللا‬
ُ ‫س ِك ۡينَـت َٗه ع َٰلى َر‬
َ ُ ‫ثُ َّم اَ ۡنزَ َل‬

Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang
beriman, dan Dia menurunkan bala tentara (para malaikat) yang tidak terlihat olehmu, dan Dia
menimpakan azab kepada orang-orang kafir. Itulah balasan bagi orang-orang kafir. (QS at-
Taubah: 26)

C. Hadits
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda:

ِ ‫ َوإِ ْع َجابُ ْال َمرْ ِء بِنَ ْف‬،ٌ‫ َوهَ ًوى ُمتَّبَع‬،‫ع‬


‫س‬ ٌ ‫ ُشحٌّ ُمطَا‬:‫ات‬ ٌ َ‫ثَال‬
ٌ ‫ث ُم ْهلِ َك‬
“Ada tiga hal yang dianggap dapat membinasakan kehidupan manusia, yaitu kekikiran
(kebakhilan) yang dipatuhi, hawa nafsu yang diikuti, dan ketakjuban orang terhadap dirinya
sendiri." (HR at-Thobroni dalam Al-Awshoth no 5452 dan Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini hasan).
Selain itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda, “Seseorang yang menyesali dosanya,
maka ia menanti rahmat Allah. Sedang seseorang yang merasa ‘ujub, maka ia menanti murka
Allah.” (HR. Baihaqi). “Tidak akan masuk surga orang yang suka menyebut-nyebut kembali
pemberiannya, seorang yang durhaka, dan pecandu minuman keras.” (HR. Nasa’i).
”Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat perasaan sombong
meskipun hanya sebesar biji sawi.” (HR. Nasa’i)
“Andaikan kalian tidak pernah berbuat dosa sedikitpun, pasti aku khawatir kalau kalian
berbuat dosa yang lebih besar, yaitu perasaan ujub,”(HR Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman no
6868).

D. Sirah Nabi
Sebagaimana kisah dalam Qur’an Surat At-Taubah ayat 25-26. Ketika itu, sebagian di antara
mereka -para sahabat- ada yang berkata, “Pada hari ini kita tidak akan kalah gara-gara jumlah
yang sedikit.”
Tatkala penyakit ujub itu menyelinap ke dalam hati mereka, maka Allah berikan pelajaran
bagi mereka. Padahal, mereka itu adalah para Sahabat Nabi -orang-orang termulia di atas muka
bumi setelah para nabi- sejumlah 12 ribu pasukan kaum muslimin kocar-kacir di awal
pertempuran dalam menghadapi 4 ribu pasukan musyrikin dari kabilah Hawazin. Tafsir al-Karim
ar-Rahman, hal. 345).
Sahabat Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu ‘anhu berkata, "Keburukan yang engkau lakukan
adalah lebih baik daripada kebaikan di sisi Allah yang membuatmu berbangga diri. Kemaksiatan
yang menyebabkan dirimu terhina dan tercerai-berai adalah lebih baik daripada ketaatan yang
menyebabkan dirimu berbangga dan menyombongkan diri."
Ibnu Sa’ad menceritakan di dalam kitabnya ath-Thabaqat, bahwasanya Umar bin Abdul Aziz
apabila berkhutbah di atas mimbar kemudian dia khawatir muncul perasaan ujub di dalam
hatinya, dia pun menghentikan khutbahnya.
Demikian juga apabila dia menulis tulisan dan takut dirinya terjangkit ujub maka dia pun
menyobek-nyobeknya, lalu dia berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari
keburukan hawa nafsuku.” (dikutip dari al-Fawa’id, hal. 146).

E. Tambahan
Bahaya ‘Ujub
Sifat ‘ujub membawa akibat buruk dan menyeret kepada kehancuran, baik bagi pelakunya
maupun bagi amal perbuatannya. Di antara dampak dari sifat ‘ujub tersebut adalah:
1. Membatalkan pahala.
Seseorang yang merasa ‘ujub dengan amal kebajikannya, maka pahalanya akan gugur
dan amalannya akan sia-sia karena Allah tidak akan menerima amalan kebajikan
sedikitpun kecuali dengan ikhlas karena-Nya.
2. Menyebabkan Murka Allah.
3. Terjerumus ke dalam sikap ghurur (terperdaya) dan takabur.
Orang yang kagum pada diri sendiri akan lupa melakukan instrospeksi diri. Bersamaan
dengan perjalanan waktu, hal itu akan menjadi penyakit hatinya. Pada akhirnya ia
terbiasa meremehkan orang lain atau merasa dirinya lebih tinggi daripada orang lain dan
tidak mau menghormati orang lain. Itulah yang disebut takabur.
4. Menyebabkan mengumbar nafsu dan melupakan dosa-dosa.
Seseorang yang mempunyai perasaan ‘ujub akan selalu menilai dirinya baik dan tidak
pernah menilai dirinya buruk dan serba kekurangan, sehingga ia selalu mengumbar
keinginan hawa nafsunya dan tidak merasa kalau dirinya telah berbuat dosa.
5. Menyebabkan orang lain membenci pelakunya.
Pada umumnya, orang tidak suka terhadap orang yang membanggakan diri, mengagumi
diri sendiri, dan sombong. Oleh karena itu, orang yang ‘ujub tidak akan banyak
temannya, bahkan ia akan dibenci meskipun luas ilmunya dan terpandang kedudukannya.
Syeikh Mustafa As Sibai berkata, “Separuh kepandaian yang disertai tawadhu’ lebih
disenangi oleh orang banyak dan lebih bermanfaat bagi mereka daripada kepandaian
yang sempurna yang disertai kesombngan.”
6. Menyebabkan su’ul khotimah dan kerugian di akhirat.
Qatadah berkata, “Barangsiapa yang diberi kelebihan harta, atau kecantikan, atau ilmu,
atau pakaian, kemudian ia tidak bersikap tawadhu’, maka semua itu akan berakibat buruk
baginya pada hari kiamat.”

Anda mungkin juga menyukai