seorang Tabi’I dengan menisbahkan langsung kepada Nabi SAW dengan tidak menyebut nama orang yang menceritakan kepadanya” IBNU HAJAR AL-ASQOLANY
“Sesuatu yang disandarkan Tabi’in pada
Nabi saw. dari riwayat yang (notabene) ia dengar (bukan langsung dari Nabi saw. melainkan) dari orang lain yang (satu thabaqah dengannya).” – PEMBAGIAN HADITS MURSAL A. MURSAL KHAFI B. MURSAL JALY MURSAL JALY Mursal disini maksudnya “yang terputus” Jaly “yang nyata/jelas” “Jelas keterputusannya” “Suatu hadits yang diriwayatkan oleh seorang rowi dari gurunya, tetapi ia tidak semasa dengannya” MURSAL KHAFI Mursal maksudnya “yang terputus” Khafi “ yang tersembunyi” “Suatu hadits yang diriwayatkan oleh seorang rowi dari seorang syaikh yang semasa dengannya dan bertemu, tetapi ia tidak menerima hadits iyu daripadanya” “Suatu hadits yang diriwayatkan oleh seorang rowi dari seorang syaikh yang semasa dengannya, tetapi ia belum pernah bertemu dengannya” “Suatu hadits yang diriwayatkan oleh seorang rowi dari seorang syaikh yang semasa dan bertemu dengannya, tetapi ia tidak pernah menerima satu hadits pun daripadanya” TINGKATAN HADITS MURSAL • Syamsuddin As-Sakhawi adalah satu- satunya ulama ahli hadis yang membagi Hadis Mursal ke dalam beberapa tingkatan.[15] Pembagian ini, kemudian memudahkan para peneliti hadis untuk mengategorikan Hadis Mursal, sekaligus menentukan kualitasnya. Hanya saja, dalam tingkatan ini As-Sakhawi juga memasukkan hadis Mursal Ash-Shahâbi.[16] Meskipun, mayoritas ulama ahli hadis menyepakati bahwa Hadis Mursal terjadi hanya di thabaqah Tabi’in. Berikut ini pembagiannya: TINGKATAN HADITS MURSAL • Hadis yang diriwayatkan secara mursal dari Sahabat yang pernah mendengar hadis dari Nabi saw. • Hadis yang diriwayatkan secara mursal dari Sahabat yang pernah melihat Nabi saw. tapi belum pernah mendengar hadis dari Nabi saw. • Hadis yang diriwayatkan secara mursal dari Al- Mukhadram (pernah bertemu Nabi saw. dalam keadaan kafir, kemudian masuk Islam setelah Nabi saw. wafat) • Hadis yang diriwayatkan secara mursal dari Tabi’in yang mutqin seperti Ibnu Al-Musayyab. • Hadis yang diriwayatkan secara mursal dari Tabi’in yang sangat hati-hati dalam memilih guru seperti Asy-Sya’bi dan Mujahid. • Hadis yang diriwayatkan secara mursal dari Tabi’in yang gampang menerima riwayat hadis dari siapa saja seperti Al-Hasan Al-Bashri. SEBAB-SEBAB IRSAL • Karena rawi Tabi’in yang meriwayatkan Hadis Mursal ini pernah mendengar suatu hadis yang diriwayatkan dari seklompok rawi-rawi yang tsiqah dan menurut dia hadis itu memang sahih. Maka, kemudian dia dengan sengaja meriwayatkan hadis itu—karena tahu hadisnya sahih—secara mursal dari gurunya.[18] • Karena rawi Tabi’in yang meriwayatkan Hadis Mursal ini, lupa siapa yang menyampaikan hadis yang pernah ia dengar. Maka, ia terpaksa meriwayatkannya sendiri secara mursal.[19] Namun, rawi ini memiliki pendirian bahwa ia tidak meriwayatkan suatu hadis kecuali dari orang yang tsiqah. Seperti, Ibnu Al-Musayyab[20] dan Ibrahim An-Nukha’i. Mereka tidak akan meriwayatkan Hadis Mursal kecuali dari rawi yang tsiqah.[21] SEBAB-SEBAB IRSAL • Jika seorang rawi Tabi’in tidak sedang meriwayatkan hadis, ia hanya menyampaikan hadis itu dalam rangka mengingat-ingat atau untuk kepentingan fatwa—yang dalam kondisi ini memang rawi tidak dituntut menyampaikan sanadnya—karena memang yang dibutuhkan dan yang penting saat itu adalah matannya.[22] • Jika seorang rawi Tabi’in yakin bahwa ia pernah mendengar suatu hadis yang sahih dari salah satu guru dua guru yang sama-sama tsiqah, tapi sang rawi Tabi’in ini lupa tepatnya dari guru yang mana. Maka, kemudian ia meriwayatkan secara mursal karena tidak tahu pasti dari guru tsiqah yang mana.[23] KEHUJAHAN HADITS MURSAL Sebagian ulama berpendapat bahwa hadits mursal bisa dijadikan dalil agama, namun demikian para ulama ahli hadits tetap berpendapat Hadits Mursal tidak boleh dipakai. Ibnu Hajar : “Boleh jdi yang gugur (yang namanya tidak disebut) itu seorang shahabi, tetapi boleh jadi juga ia seoranga Tabi’i. (Karena ada juga Tabi’i meriwayatkan dari Tabi’i). Untuk menerapkan salah satunya perlu kepada keterangan yang sah) KEHUJAHAN HADITS MURSAL Jumhur berpendapat berpendapat bahwa pada dasarnya illat-nya Hadis Mursal adalah jahâlatu ar-râwi atau tidak diketahuinya identitas sang rawi. Serta , jahâlatu ar-râwi ini dianggap sebagai illat jika khawatir sang rawi yang tidak diketahui identitasnya itu adalah sosok yang tidak adil. Al-Barra’ berkata
“Tidak semua dari kita (Sahabat) ini mendengar langsung
dari Rasulullah saw. Ketika itu di antara kita ada yang jarang bertemu (Nabi saw.) dan sibuk. Tapi, semua orang saat itu tidak ada yang berbohong maka (untuk mudahnya) yang hadir (di hadapan Nabi saw.) menyampaikan pada yang tidak hadir.” Anas bin Malik juga berkata,
“Tidak semua hadis yang kami sampaikan
pada kalian dari Rasulullah saw. itu kami dengar langsung dari beliau. Tapi, sahabat- sahabat kamilah yang menyampaikannya pada kami. Dan, kami adalah kaum yang tidak berbohong satu sama lain.” MUTLAK DITOLAK
• “Pendapat kita tentang tidak sahnya berhujah
dengan Hadis Mursal dan menghukuminya sebagai hadis dhaif adalah madzhab yang diputuskan oleh jumhur Huffâzh Al-Hadîts dan para peneliti atsar. Mereka pun telah mendiskusikannya dalam karya-karya mereka.” DALIL AL-QUR’AN
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu
yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS. Al-Isrâ’ [17]: 36) KITAB YANG MEMUAT HADITS MURSAL • Al-Marâsîl karya Abu Daud. • Tuhfatul Asyrâf (bagian akhir) karya Al- Hafizh Al-Muzzi. • Al-Jâmi’ Al-Kabîr (bagian akhir) karya Al- Imam As-Suyuthi. KITAB YANG MEMUAT ROWI HADITS MURSAL
• Al-Marâsîl karya Ibnu Abi Hatim
• Bayân Al-Mursal karya Abu Bakr Al-Bardiji • At-Tafshîl li Mubhami Al-Marâsîl karya Al- Khatîb Al-Baghdadi • Juz’ fi Al-Marâsîl karya Dhiya’uddin Al- Maqdisi • Juz’ fi Al-Marâsîl karya Ibnu ‘Abdilhadi Al- Maqdisi • Jâmi’ At-Tahshîl li Ahkâm Al-Marâsîl karya Al-‘Ala’i • Tuhfatu At-Tahshîl fi Dzikri Ruwati Al- Mursalîn karya Al-Hafizh Al-‘Iraqi