Anda di halaman 1dari 32

Telaah Jurnal Penelitian

Progressive Muscle Relaxatation Terhadap Kualitas Tidur Dan Kadar Gula


Darah Pada Diabetes Di Desa Hulu Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu
Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2019

Untuk Memenuhi Tugas Telaah Jurnal Keperawatan Komunitas

DISUSUN OLEH :

SAHARISTA MUNJAYANAH PRATIWI

P27220018076

3B-DIII

PRODI D-III KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA

2020
Telaah Jurnal Penelitian

A. Judul DAN Nama Jurnal


1. Judul jurnal : “Progressive Muscle Relaxatation Terhadap Kualitas
Tidur Dan Kadar Gula Darah Pada Diabetes Di Desa Hulu Wilayah
Kerja Puskesmas Pancur Batu Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli
Serdang Tahun 2019”
2. Nama Jurnal : Elisabeth Health Journal : Jurnal Kesehatan, Vol. V No.
01 (Juni,2020) : V-01 E-ISSN 2541-4992.
3. Link
http://ejournal.stikeselisabethmedan.ac.id:85/index.php/EHJ/article/
view/277

B. Karakteristik Responden
Karakteristik responden adalah bapak-bapak dan ibu-ibu. Dibagi menjadi
32 dengan umur 51-60 tahun dan ada yang lebih. Kualitas tidur adalah
skor yang diperoleh dari responden yang telah menjawab pertanyaan-
pertanyaan pada Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), yang terdiri dari 7
(tujuh) komponen, yaitu kualitas tidur subyektif, latensi tidur, durasi tidur,
efisiensi tidur sehari-hari, gangguan tidur, penggunaan obat tidur, dan
disfungsi aktivitas siang hari. Masing-masing komponen memiliki kisaran
nilai 0 – 3 dengan 0 menunjukkan tidak adanya kesulitan tidur dan 3
menunjukkan kesulitan tidur yang berat. Skor dari ketujuh komponen
tersebut dijumlahkan menjadi 1 (satu) skor global dengan kisaran nilai 0 –
21. Jumlah skor tersebut disesuaikan dengan kriteria penilaian yang
dikelompokkan sebagai berikut.

C. Intervensi yang dilakukan


Intervensi keperawatan komunitas yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah memberikan tindakan Progresif Muscle Relaxation (PMR). Berikut
Standar Operational Prosedur (SOP) Melakukan Progresif Muscle
Relaxation (PMR)

Pengertian Progressive muscle relaxation (PMR) adalah terapi


relaksasi dengan gerakan mengencangkan dan
melemaskan otot-otot pada satu bagian tubuh pada satu
waktu untuk memberikan perasaan relaksasi secara
fisik.
Tujuan Untuk meningkatkan relaksasi dan kemampuan
pengelolaan diri. Latihan ini dapat membantu
mengurangi ketegangan otot, stres, menurunkan tekanan
darah, meningkatkan toleransi terhadap aktivitas sehari-
hari, meningkatkan imunitas, sehingga status fungsional
dan kualitas hidup meningkat (Smeltzer & Bare, 2010).

Indikasi Untuk semua penderita DM

Peralatan 1. Alat tulis


2. Buku Kerja
3. Format evaluasi proses
4. Format dokumentasi perawat
Metode 1. Diskusi dan tanya jawab
2. Curah pendapat
3. Intervensi atau tindakan
Prosedur 1. Persiapan
a. Membuat kontrak waktu dan tempat dengan
klien sesuai dengan kesepakatan.
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Fase orientasi
a. Salam terapeutik :
1) Salam dari terapis kepada klien
2) Terapis menggunakan papan nama
b. Evaluasi/ validasi
Menanyakan bagaimana perasaan saat ini

c. Kontrak
1) Menjelaskan tujuan pertemuan kedua yaitu
klien mampu melakukan tehnik relaksasi
dengan mengencangkan dan mengendorkan
otot mata, mulut, tengkuk, bahu, tangan,
punggung, perut, bokong dan kaki, mampu
merasakan perubahan sebelum otot‐otot
dikencangkan dan setelah otototot
dikencangkan.
2) Menjelaskan aturan main dalam pelaksanaa
terapi PMR, yaitu 2 kali sehari selama 25-
30 menit. Latihan bisa dilakukan pagi dan
sore hari, dilakukan 2 jam setelah makan
untuk mencegah rasa mengantuk setelah
makan dan klien mengikuti wajib kegiatan
dari awal sampai akhir.
3. Fase kerja
a. Minta klien untuk melepaskan kacamata dan
jam tangan serta melonggarkan ikat pinggang
(jika klien menggunakan ikat pinggang)
b. Atur posisi klien pada tempat duduk atau
ditempat tidur yang nyaman
c. Anjurkan klien menarik nafas dalam
hembuskan secara perlahan (3‐5 kali) dan
katakan rileks (saat menginstruksikan
pertahankan nada suara lembut)
d. Terapis mendemonstrasikan gerakan 1 sampai
dengan 7 yaitu mulai proses kontraksi dan
relaksasi otot diiringi tarik nafas dan
hembuskan secara perlahan meliputi :
1) Gerakan pertama ditujukan untuk melatih
otot tangan yang dilakukan dengan cara
menggenggam tangan kiri sambil membuat
suatu kepalan. Pasien diminta membuat
kepalan ini semakin kuat sambil merasakan
sensasi ketegangan yang terjadi. Lepaskan
kepalan perlahan-lahan, sambil merasakan
rileks selama ± 8 detik. Lakukan gerakan 2
kali sehingga klien dapat membedakan
perbedaan antara ketegangan otot dan
keadaan rileks yang dialami. Prosedur
serupa juga dilatihkan pada tangan kanan.
2) Gerakan kedua adalah gerakan untuk
melatih otot tangan bagian belakang.
Gerakan ini dilakukan dengan cara menekuk
kedua lengan ke belakang pada pergelangan
tangan sehingga otot-otot di tangan bagian
belakang dan lengan bawah menegang, jari-
jari menghadap ke langit-langit. Lakukan
penegangan ± 8 detik, kemudian
relaksasikan secara perlahan-lahan dan
rasakan perbedaan antara ketegangan otot
dan keadaan rileks yang dialami. Lakukan
gerakan ini 2 kali.
3) Gerakan ketiga adalah untuk melatih otot-
otot bisep. Gerakan ini diawali dengan
menggenggam kedua tangan sehingga
menjadi kepalan kemudian membawa kedua
kepalan ke pundak sehingga otot-otot bisep
akan menjadi tegang. Lakukan penegangan
otot ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara
perlahan-lahan dan rasakan perbedaan
antara ketegangan otot dan keadaan rileks.
Lakukan gerakan ini 2 kali.
4) Gerakan keempat ditujukan untuk melatih
otot-otot bahu. Dilakukan dengan cara
mengangkat kedua bahu setinggi-tingginya
seakan-akan menyentuh kedua telinga.
Fokus perhatian gerakan ini adalah kontras
ketegangan yang terjadi di bahu, punggung
atas, dan leher. Rasakan ketegangan otot-
otot tersebut ± 8 detik, kemudian
relaksasikan secara perlahan-lahan dan
rasakan perbedaan antara ketegangan otot
dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2
kali.
5) Gerakan kelima sampai ke delapan adalah
gerakan-gerakan yang ditujukan untuk
melemaskan otot-otot di wajah. Otot-otot
wajah yang dilatih adalah otot-otot dahi,
mata, rahang, dan mulut. Gerakan untuk
dahi dapat dilakukan dengan cara
mengerutkan dahi dan alis sampai
ototototnya terasa dan kulitnya keriput,
mata dalam keadaan tertutup. Rasakan
ketegangan otot-otot dahi selama ± 8 detik,
kemudian relaksasikan secara perlahan-
lahan dan rasakan perbedaan antara
ketegangan otot dan keadaan rileks.
Lakukan gerakan ini 2 kali.

6) Gerakan keenam ditujukan untuk


mengendurkan otot-otot mata diawali
dengan menutup keras-keras mata sehingga
dapat dirasakan ketegangan di sekitar mata
dan otot-otot yang mengendalikan gerakan
mata. Lakukan penegangan otot ± 8 detik,
kemudian relaksasikan secara perlahan-
lahan dan rasakan perbedaan antara
ketegangan otot dan keadaan rileks.
Lakukan gerakan ini 2 kali.
7) Gerakan ketujuh bertujuan untuk
mengendurkan ketegangan yang dialami
oleh otot-otot rahang dengan cara
mengatupkan rahang, diikuti dengan
menggigit gigi-gigi sehingga ketegangan di
sekitar otot-otot rahang. Rasakan
ketegangan otot-otot tersebut ± 8 detik,
kemudian relaksasikan secara perlahan-
lahan dan rasakan perbedaan antara
ketegangan otot dan keadaan rileks.
Lakukan gerakan ini 2 kali

e. Minta klien meredemonstrasikan kembali


gerakan 1 sampai dengan 6
f. Terapis memberikan umpan balik dan pujian
terhadap kemampuan yang telah dilakukan
klien
g. Minta klien untuk mengingat gerakan 1 sampai
dengan 6 dalam terapi PMR ini.
h. Terapis mendemonstrasikan gerakan 8 sampai
dengan 15 yaitu mulai proses kontraksi dan
relaksasi otot diiringi tarik nafas dan
hembuskan secara perlahan meliputi :
1) Gerakan kedelapan dilakukan untuk
mengendurkan otot-otot sekitar mulut. Bibir
dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga
akan dirasakan ketegangan di sekitar mulut.
Rasakan ketegangan otot-otot sekitar mulut
selama ± 8 detik, kemudian relaksasikan
secara perlahan-lahan dan rasakan
perbedaan antara ketegangan otot dan
keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.
2) Gerakan kesembilan ditujukan untuk
merilekskan otot-otot leher bagian belakang.
Pasien dipandu meletakkan kepala sehingga
dapat beristirahat, kemudian diminta untuk
menekankan kepala pada permukaan
bantalan kursi sedemikian rupa sehingga
pasien dapat merasakan ketegangan di
bagian belakang leher dan punggung atas.
Lakukan penegangan otot ± 8 detik,
kemudian relaksasikan secara perlahan-
lahan dan rasakan perbedaan antara
ketegangan otot dan keadaan rileks.
Lakukan gerakan ini 2 kali.
3) Gerakan kesepuluh bertujuan untuk melatih
otot leher bagian depan. Gerakan ini
dilakukan dengan cara membawa kepala ke
muka, kemudian pasien diminta untuk
membenamkan dagu ke dadanya. Sehingga
dapat merasakan ketegangan di daerah leher
bagian muka. Rasakan ketegangan otot-otot
tersebut ± 8 detik, kemudian relaksasikan
secara perlahan-lahan dan rasakan
perbedaan antara ketegangan otot dan
keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.
4) Gerakan kesebelas bertujuan untuk melatih
otot-otot punggung. Gerakan ini dapat
dilakukan dengan cara mengangkat tubuh
dari sandaran kursi, kemudian punggung
dilengkungkan, lalu busungkan dada.
Kondisi tegang dipertahankan selama ± 8
detik, kemudian rileks. Pada saat rileks,
letakkan tubuh kembali ke kursi, sambil
membiarkan otot-otot menjadi lemas.
Rasakan ketegangan otot-otot punggung
selama ± 8 detik, kemudian relaksasikan
secara perlahan-lahan dan rasakan
perbedaan antara ketegangan otot dan
keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.
5) Gerakan kedua belas dilakukan untuk
melemaskan otot-otot dada. Tarik nafas
panjang untuk mengisi paru-paru dengan
udara sebanyak-banyaknya. Tahan selama
beberapa saat, sambil merasakan
ketegangan di bagian dada kemudian turun
ke perut. Pada saat ketegangan dilepas,
pasien dapat bernafas normal dengan lega.
Lakukan penegangan otot ± 8 detik,
kemudian relaksasikan secara perlahanlahan
dan rasakan perbedaan antara ketegangan
otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan
ini 2 kali.
6) Gerakan ketiga belas bertujuan untuk
melatih otot-otot perut. Tarik kuat-kuat
perut ke dalam, kemudian tahan sampai
perut menjadi kencang dan keras. Rasakan
ketegangan otot-otot tersebut ± 8 detik,
kemudian relaksasikan secara perlahan-
lahan dan rasakan perbedaan antara
ketegangan otot dan keadaan rileks.
Lakukan gerakan ini 2 kali.
7) Gerakan keempat belas bertujuan untuk
melatih otot-otot paha, dilakukan dengan
cara meluruskan kedua belah telapak kaki
sehingga otot paha terasa tegang. Rasakan
ketegangan otot-otot paha tersebut selama ±
8 detik, kemudian relaksasikan secara
perlahan-lahan dan rasakan perbedaan
antara ketegangan otot dan keadaan rileks.
Lakukan gerakan ini 2 kali.
8) Gerakan kelima belas bertujuan untuk
melatih otot-otot betis, luruskan kedua belah
telapak kaki sehingga otot paha terasa
tegang. Gerakan ini dilanjutkan dengan
mengunci lutut, lakukan penegangan otot ±
8 detik, kemudian relaksasikan secara
perlahan-lahan dan rasakan perbedaan
antara ketegangan otot dan keadaan rileks.
Lakukan gerakan ini 2 kali.
i. Minta klien meredemonstrasikan kembali
gerakan 8 sampai dengan 15
j. Terapis memberikan umpan balik dan
memberikan pujianterhadap kemampuan yang
telah dilakukan klien
k. Minta klien untuk mengingat gerakan 1 sampai
dengan 15 dalam terapi PMR ini.
4. Fase terminasi
a. Evaluasi
1) Menanyakan perasaan klien setelah
melakukan latihan relaksasi otot
2) Mengevaluasi kemampuan klien tentang
pemahaman langkah‐langkah dan gerakan
dalam latihan relaksasi otot progresif
3) Mengevaluasi kemampuan klien dalam
melakukan latihan Relaksasi
b. Tindak lanjut
1) Menganjurkan klien melakukan kembali
latihan relaksasi otot mata, mulut, leher,
bahu, tangan, punggung, perut, bokong dan
kaki.
2) Mencatat situasi tersebut kedalam buku
kerja
c. Kontrak yang akan datang
1) Menyepakati kegiatan untuk melakukan
evaluasi kemampuan klien melakukan
latihan relaksasi progresif
2) Menyepakati waktu dan tempat untuk
pertemuan ke 2 dan 3
SOP PEMERIKSAAN GLUKOSA DARAH
PEMERIKSAAN GLUKOSA DARAH
Pengertian Pemeriksaan gula darah digunakan untuk mengetahui kadar
gula darah seseorang.
Nilai normal GDS 1. Dewasa : serum dan plasma = 140 mg/dl         darah
lengkap = 120mg/dl
2. Anak : 120 mg/dl
3. Lansia : serum dan plasma = 160 mg/dl           darah
lengkap = 140 mg/dl
Indikasi 1. Klien yang tidak mengetahui penyakitnya
2. Penderita DM
Tujuan Untuk mengetahui kadar gula sewaktu sebagai indikator
adanya metabolisme karbohidrat
Persiapan Alat 1. Glukometer / alat monitor kadar glukosa
darah
2. Kapas Alkohol
3. Hand scone bila perlu
4. Stik GDA / strip tes glukosa darah
5. Lanset / jarum penusuk
6. Bengkok
7. Tempat sampah
Persiapan 1. Jelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan
Lingkungan kepada pasien.
2. Mencuci tangan.
3. Memakai handscone bila perlu
4. Atur posisi pasien senyaman mungkin.
5. Dekatkan alat di samping pasien.
6. Pastikan alat bisa digunakan.
7. Pasang stik GDA pada alat glukometer.
8. Mengurut jari yang akan ditusuk (darah diambil dari
salah satu  ujung jari telunjuk, jari tengah, jari manis
tangan kiri / kanan).
9. Desinfeksi jsri ysng sksn ditusuk dengan kapas
alkohol
10. Menusukkan lanset di jari tangan pasien, dan biarkan
darah mengalir secara spontan
11. Tempatkan ujung strip tes glukosa darah (bukan
diteteskan ) secara otomatis terserap ke dalam strip
12. Menghidupkan alat glukometer yang sudah terpasang
stik GDA.
13. Menutup bekas tusukkan lanset menggunakan kapas
alkohol.
14. Alat glukometer akan berbunyi dan bacalah angka
yang tertera pada monitor.
15. Keluarkan strip tes glukosa dari alat monitor
16. Matikan alat monitor kadar glukosa darah
17. Membereskan alat.
18. Mencuci tangan.
19. Dokumentasi : catat hasil pada buku catatan
D. Hasil Penelitian
Pengaruh Progresive Muscle Relaxation terhadap peningkatan kualitas
tidur yang sangat signifikan terdapat perbedaan pada intervensi 1pada
diabets dengan p=0.695 (<0.05) dan kelompok intervensi II diabetes
p=0.00(p<0.05). dan pengaruh Progresive Musle Relaxation terhadap
penurunan glukosa darah dengan ditemukan perbedaan sebelum dan
setelah intervensi I pada diabetesi p=0.627 (p>0.05) ,dengan perbedaan
intervensi kelompok II diabetes p=0.00 (p<0.05) menunjukan adanya
pengaruh yang signifikan.

E. Rekomendasi Penelitian
Progresive Muscle Relaxation dilakukan secara teratur dan aktif dapat
pengendalian pencengahan komplikasi komplikasi
menurunkan/menstabilkan kadar glukosa darah,karena relaksasi otot ini
pelaksanaan sederhana, mudah
Elisabeth Health Journal : Jurnal Kesehatan,
Vol. V No. 01 (Juni,2020) : V-01 E-ISSN 2541-
4992

Progressive Muscle Relaxatation Terhadap Kualitas Tidur Dan Kadar Gula


Darah Pada Diabetes Di Desa Hulu Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu
Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2019

Magda Siringo-ringo1 ,Pomarida Simbolon2,

1
P ro g ra m S tu d i D 3 K e p e ra w a ta n
2
P ro g ra m S tu d i N e rs
Abstrak
Latar Belakang.Diabetes meletus relatif produksi insuline defisit yang
mengakibatkan mekanisme pengontrolan kadar glukosa dadar
D ite rim a 1 6 J u n i 2 0 2 0
D is e tu ju i 1 8 J u n i 2 0 2 0 dalam tubuh tidak terkontrol,sehingga menimbulkan potensial
D ip u b lik a s ik a n 1 8 J u n i komplikasi hiperglikemia dan hipoglikemia.Kondisi ini
2020 membuat pasien diabetes stress,kecemasan yang hebat
berbahaya meningkatkan kadar glukosa darah dalam
Keywords: tubuh,hal ini sebagai pengelolaannya direkomendasikan
Relaksasi Otot
terapie komplementer menggunakan progresive Muscle
Progresif, Kualitas
Tidur, Kadar Glukoda Relaxations.. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
Darah Diabetes pengaruh Progresive Muscle Relaxation terhadap kualitas
tidur dan kadar glukosa darah pada diabetes.
Metode. Desain penelitian ini kuasi eksperimen dengan pre and post with
control group, untuk masing-masing kelompok terdiri 32
orang sampel dengan tehnik consecutive sampling. Data
dianalisis secara Uji statistik yang digunakan Wilcoxon Sign
Range Test dan Mann Whitney U.
Hasil.; Analisis statistik pengaruh Progresive Muscle Relaxation terhadap
peningkatan kualitas tidur yang sangat signifikan terdapat
perbedaan pada intervensi 1pada diabets dengan p=0.695
(<0.05) dan kelompok intervensi II diabetes p=0.00(p<0.05).
dan pengaruh Progresive Musle Relaxation terhadap
penurunan glukosa darah dengan ditemukan perbedaan
sebelum dan setelah intervensi I pada diabetesi p=0.627
(p>0.05) ,dengan perbedaan intervensi kelompok II diabetes
p=0.00 (p<0.05) menunjukan adanya pengaruh yang
signifikan
Pembahasan; Ada pengaruh relaksasi autogenik terhadap penurunan kadar
glukosa darah pada pasien diabetes melitus tipe Saran bagi
Diabetes Progresive Muscle Relaxitation dapat pengendalian
pencengahan komplikasi komplikasi
menurunkan/menstabilkan kadar glukosa darah,karena
relaksasi otot ini pelaksanaan sederhana, mudah ,ekonomis
tidak ruangan khusus tutorial, cukup membutuhkan
niat,semangat optimisme menjadi sehat bahagia masa depan
.diharapkan diabetesi selalu aktif melaksanakan relaksasi otot
progresive tetatur,rutin.serta usahan tetap patuh kontrol gula
darah sewaktu imbangi diet sehat seimbang . Bagi
Pengembangan Ilmu Kesehatan / Peneliti Hasil penelitian ini
diharapkan dapat digunakan sebagai referensi informasi data
dalam menemukan alternatif terapie mengendalikan
komplikasi diabetes.disarankan penelitian selanjutnya jumlah
sampel lebih besar dalam mengetahui faktor-faktor penyebab
penyakit penyerta. Modifikasi terapi komplemen yang lainnya
seperti kombinasikan dengan terapi musik, mengukur tingkat
stres, depresi, pemeriksaan (ABI), pemeriksaan HBA1C

Abstract
Introduction..Diabetes erupts relative to the production of insuline deficits
which results in an uncontrolled control mechanism of the level
Keyword; of glucose in the body, giving rise to potential complications of
Progressive Muscle hyperglycemia and hypoglycemia. These conditions make
Relaxation, Sleep diabetic patients diabetes stress, great anxiety dangerous to
Quality, Diabetes Blood increase blood glucose levels in the body, this is as a
Glucose Levels management recommended complementary therapy using
progressive Muscle Relaxations .. The purpose of this study was
to determine the effect of Progressive Muscle Relaxation on sleep
quality and blood glucose levels in diabet
Method. The design of this study was quasi-experimental with pre and post
with control groups, for each group consisting of 32 samples with
consecutive sampling techniques. Data were analyzed by
statistical tests used by the Wilcoxon Sign Range Test and Mann
WhitneyU
Result. The influence of Progressive Muscle Relaxation on improving sleep
quality was very significant there was a difference in intervention
1 in diabets with p = 0.695 (<0.05) and diabetic intervention
group p = 0.00 (p = <0.05). and the effect of progressive muscle
relaxation on decreasing blood glucose with found differences
before and after intervention I in diabetics p = 0.627 (p> 0.05),
with differences in intervention group II diabetes p = 0.00 (p
<0.05) showed a significant relationship
Duscussion. There is an autogenic relaxation effect on decreasing blood
glucose levels in patients with diabetes mellitus type. Suggestions
for Diabetes Progressive Muscle Relaxitation can control the
prevention of complications of lowering / stabilizing blood
glucose levels, because muscle relaxation is a simple, easy,
economical implementation, not a special tutorial room, it just
needs intention , the spirit of optimism to be healthy happy
future. Hopefully, people with diabetes are always active in
implementing progressive, regular muscle relaxation. And the
efforts to remain obedient to control blood sugar while balanced a
healthy balanced diet. For the Development of Health Sciences /
Researchers The results of this study are expected to be used as a
reference for data information in finding alternative therapies to
control diabetes complications. It is suggested that further
research the number of samples is greater in knowing the factors
causing comorbidities. Other modifications to complement
therapy such as combining music therapy, measuring stress
levels, depression, examination (ABI), HBA1C examination
Redaksi / Penerbit : eISSN 2541-4992
LPPPM STIKes Santa Elisabeth Medan
Jl . Bunga Terompet No.118, Medan Telp (0618214020) –
Email: jurnalstikeselisabeth@gmail.com
PENDAHULUAN DMT2 yang tepat, tegas permanen. Dalam
Diabetes yang mengalami melaksanakan pengontrolan kadar gula
hiperglikemia /hiperglikemia karena darah terdapat beberapa cara diantaranya
kenaikan penurunan insulin atau resisten adalah dengan terapi relaksasi, yang
insulin. Prevalensi penyandang diabetes diantaranya terdiri dari bermacam-macam
meletus di dunia pada tahun 2014 adalah diantaranya adalah PMR, Benson, nafas
sebanyak 387 juta dengan prevalensi 8,3% dalam, relaksasi autogenik dimana semua
dan diperkirakan akan meningkat menjadi jenis relaksasi ini sudah di uji coba melalui
592 juta pada tahun 2035. Angka kejadian berbagai penelitian (Moyad & Hawks,
diabetes meletus di Indonesia menempati 2009). Tehnik relaksasi dengan gerakan
urutan ke dua setelah Cina yaitu sebanyak dan instruksi yang lebih sederhana
9,116 juta dengan prevalensi sebesar daripada tehnik relaksasi lainnya, dapat
5.8%.Puskesmas Pancurbatu 2018 dilakukan dengan posisi berbaring, duduk
menunjukkan terdiagnosis penyakit dikursi dan duduk bersandar yang
diabetes meletus merupakan penyakit memungkinkan klien dapat melakukannya
tidak menular terbanyak kedua dengan dimana saja tanpa menyita banyak waktu
presentase kunjungan 4,71%. Data Dinas adalah relaksasi autogenik dimana
kesehatan Kabupaten Deli serdang (Greenberg, 2002). Penelitian tentang
padatahun 2018 menunjukkn bahwa relaksasi autogenik telah dilakukan
jumlah kunjungan pasien diabetes meletus menguji efektifitas relaksasi autogenik
sebayank 13.459 kunjungan yang dalam upaya menurunkan kecemasan
mengalami penyait tidak menular diabetes dalam masalah tidur dan relaksasi
meletus dan hipertensi. Glukosa autogenik dalam penurunan kecemasan
merupakan bentuk karbohidrat yang paling pada mahasiswa keperawatan (Kanjia, et
sederhana yang diabsorbsi ke dalam cairan al., 2006; Bowden, et al., 2012),
darah melalui sistem pencernaan. menurunkan nyeri (Ishinova, et al., 2009;
Konsentrasi glukosa darah sangat penting Prato & Yucha, 2012;).Di Indonesia juga
dipertahankan pada kadar yang cukup telah dilakukan penelitian relaksasi
tinggi dan stabil sekitar mg/dl untuk autogenik. Prayitno (2008) menyatakan
mempertahankan fungsi otak dan suplai bahwa relaksasi autogenik dapat
jaringan secara optimal. Kadar glukosa menurunkan nyeri pada penderita ulkus
darah juga perlu dijaga agar tidak peptikum, selanjutnya penelitian yang
meningkat terlalu tinggi mengingat dilakukan oleh Setyawati, (2010) dimana
glukosa juga berpengaruh terhadap relaksasi autogenik dapat menurunkan
tekanan osmotik cairan ekstraseluler kadar glukosa darah dan tekanan darah
(Ignatavicius & Walkman, 2006; Robbin, pada pasien diabetes melitus dengan
et al., 2007). Menurut International hipertensi. Relaksasi merupakan bentuk
Diabetes Federation (IDF, 2005 dalam mind body intervention dalam terapi
Soegondo, et al., 2009) Indonesia komplementer dan alternative (CAM)
dinyatakan menduduki peringkat ke 3 dalam setting keperawatan (kozier et al,
terbesar di dunia, sementara IDF pada 2004). Penggunaan terapi komplementer
tahun 2006 menyatakan angka prevalensi ini semakin meningkat beberapa dekade
DM untuk Amerika Serikat 8,3% dan Cina terakhir ini, bahkan terapi CAM ini sudah
3,9% dan Indonesia berada diantaranya. merupakan bagian dari keperawatan sejak
Data terbaru hasil survey WHO (2011), periode Florence Nightingale seperti dalam
Indonesia menduduki ranking ke 4 terbesar bukunya Notes on Nursing tahun Relaksasi
di dunia. Untuk mencegah terjadinya diduga bekerja dengan pengaturan hormon
komplikasi DM, maka diperlukan kortisol dan hormon stres lainnya. Hal ini
pengontrolan yang terapeutik dan teratur diperkuat oleh penelitian DiNardo (2009)
melalui perubahan gaya hidup pasien efek meditasi pada penurunan kadar gula
darah. Menurut Saunders (2007) ada tiga 5 juta/bln 10 31.3 6 18.8
>5 juta/bln 18 56.3 13 40.6
posisi dasar dalam melakukan relaksasi Jumlah 32.0 100.0 32.0 100.0
autogenik yaitu duduk di kursi, menyandar Menikah
Tidak 3 9.4
di atas kursi, atau berbaring di lantai. Pada Menikah 26 81.3 30 93.8
posisi berbaring prinsipnya sama dengan Janda 3 9.4 2 6.3
Jumlah 32.0 100.0 32.0 100.0
dengan yang dikemukakan dalam National Lama (thn)
Safety Council (2004) memungkinkan 1- 10 19 59.7 17 53.1
11-20 12 37.5 15 46.9
gravitasi untuk mendukung. Posisi duduk >21 1 3.1
memiliki keuntungan yaitu praktis, dapat Jumlah 32.0 100.0 32.0 100.0
dilakukan dimana saja. Sumber Data Desa Hulu,2019

METODE Tabel diatas menunjukkan


Penelitian ini menggunakan desain menggambarkan bahwa mayoritas (93%)
penelitian quasi eksperimen pre and post menikah kelompok kontrol (81.3%),Jenis
with control group,untuk masing -masing kelamin perempuan kelompok perlakuan
kelompok terdiri dari 32 orang sampel (71.9%) sedangkan kontrol sebesar
dengan teknik consecutive (62.5%).umur antara kelompok perlakuan
sampling.Pengumpulandata dilaksanakan dan kontrol berkisar 51-60 tahun sebesar
pendekatan observatif intervensi (50.0%),Pendidikan kelompok kontrol
relaxatitios progressive muscle pada lulusan SMP,perlakuan 6 orang PT
diabetes gangguan tidur sleeping index (18.8%),pekerjaan sebagian besar
atau Pittsburgh Sleep Quality Index wiraswasta sebesar 14 orang (43.%) baik
(PSQI),kadar glukosa darak sewaktu. Data kelompok perlakuan dan kontrol,dengan
dianalisis secara univariat dan bivariat. Uji demikian dari segi penghasilan sebagian
statistic yang digunakan WILCOXON besar lebih lima juta perbulan kelompok
Sign Range Test dan Mann Whitney U. perlakuan 18 orang (56.7%) dan kontrol 13
HASIL DAN PEMBAHASAN orang (40.6%), lama menderita penyakit
diabetes meletus berkisar 1- 10 tahun
Hasil kelompok perlakuan 19 orang (59.7%)
Tabel 5.1. Distribusi Karakteristik ,kontrol 17 orang (53.1%)
Diabetes Meletus di Desa Hulu .Pengaruh Progresif Muscle
Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Relations/PMR Terhadap Kualitas Tidur
Deli Serdang Tahun 2019 Tabel 5.2. Distribusi Progresif Muscle
Karakteristik Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol
Jumlah Persentase Jumlah Persentase Relations/PMR Terhadap Kualitas
(f) (%) (f) (%) Tidur Diabetes Di Desa Hulu
JK
L 9 28.1 12 37.5 Kecamatan Pancur Batu Kabupaten
P 23 71.9 20 62.5 Deli Serdang 2019.
Jumlah 32 100.0 32.0 100.0 Kualit Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol
Umur(thn)<5 as Pre Post Pre Post
0 5 15.6 2 6. 3 Tidur Intervensi
51-60 16 50.0 16 50.0
f % f % f % f %
>61 11 34.4 14 43. 7
SB 0 0 6 18.7 4 12.6 6 18.7
Jumlah 32.0 100.0 32.0 100.0
CB 18 56,2 26 81.3 27 84.3 26
PenddkanSD CB 14 43.8 1 3.1 81.3
SMP 2 6.3 SB
SMA 12 37.5 16 50.0
Jlh 32 100 32 100. 32 100 32 100
PT 14 43.8 14 43.7
6 18.8
Wilcox P=0.000 P=0.408
Jumlah 32.0 100.0 32 100.0
on
Pekerjaan Signed
Tak Kerja rank
Buruh 12 37.5 7 21.9
Test
Wiraswasta 14 43.8 14 43.7
Menne P=0.000
PNS/Pensiu 6 18.8 1 3.1
y
dll 10 21.9
Whitn
Jumlah 32.0 100.0 32.0 100.0
ney
Penghasilan1 Sumber Data Desa Hulu,2019
-3 Juta/bln 4- 4 12.5 13 40.6
Tabel diatas menunjukan bahwa dan post -test dari setiap masing-masing
mengalami perbedaan hasil antara pre-test kelompok.Hasil pre-test dan post -tes
dan post -test dari setiap masing-masing perlakuan serta kelompok kontrol
kelompok.Hasil pre-test dan post -tes didapatkan bahwa hasil menunjukkan ada
perlakuan serta kelompok kontrol penurunan kadar glukosa darah sewaktu
didapatkan bahwa hasil menunjukkan ada yang dapat dilihat dengan uji statistik
peningkatan kualitas tidur yang dapat Wilxocon Signed Rank Test signifikan
dilihat dengan uji statistik Wilxocon p=0.000,ditemukan adanya kestabilan
Signed Rank Test signifikan nilai penurunan kadar gulukosa darah pada
p=0.005,ditemukan adanya peningkatan kelompok perlakuan, hal ini ditunjukan
kualitas tidur pada kelompok perlakuan, dengan nilai p=0.000,sedangkan kelompok
hal ini ditunjukan dengan nilai kontrol dilakukan uji statistik dengan
p=0.000,sedangkan kelompok kontrol Paired T–test didapatkan p=0.679
ditemukan ditemukan nilai p=0.408 sehingga tidak terjadi penurunan kadar
sehingga tidak terjadi peningkatan kualitas glukosa darah sewaktu tidak signifikan
tidur tidak signifikan.Dari data tersebut dari data tersebut diatas pada kelompok
diatas pada kelompok perlakuan terjadi perlakuan terjadi penurunan kadar glukosa
peningkatan kualitas tidur pada diabetes darah pada diabetes sebelum dan sesudah
sebelum dan sesudah dilakakukanya dilakakukanya tindakan latihan progresive
tindakan latihan progresive otot relaksasi otot relaksasi pada diabetes. Hasil uji
pada diabetes. Hasil uji Mann Whitnney Mann Whitnney Test dalam mengetahui
Test dalam mengetahui perbedaan score perbedaan score kualitas tidur antara
kualitas tidur antara kelompok perlakuan kelompok perlakuan dan kontrol setelah
dan kontrol setelah dilaksanakannya dilaksanakannya progresive otot relaksasi
progresive otot relaksasi pada diabetes, hal pada diabetes, hal ini, dapat ditunjukan
ini, dapat ditunjukan dengan nilai p=0.000. dengan nilai p=0.000 yang berarti adanya
berarti adanya perbedaan score paling perbedaan score paling signifikan antara
signifikan antara kelompok kontrol dengan kelompok kontrol dengan perlakuan.
perlakuan.
Tabel 5.4. Hasil Kadar Glukosa Darah
Tabel 5.3. Distribusi Progresif Muscle Sebelum dan Setelah Progresive Otot
Relations/PMR Terhadap Kadar Relaksasi Pada Diabetes di Desa Hulu
Glukosa Darah Sewaktu Pada Diabetes Kecamatan Pancur Batu Kabupaten
Di Desa Hulu Kecamatan Pancur Batu Deli Serdang 2019
Kabupaten Deli Serdang 2019. Variabel (n) Statistik Mean Median SD Min Max
Kadar Kelompok Kelompok Kadar Pre 32 136.50 2747 138.5 15542 114 164
Glukosa Perlakuan Kontrol Gula
Darah Darah I Post 32 140.84 169,4 1502 15542 114 174
Sewaktu
Pre Post Pre Post
f % f % f % f % Kadar Pre 32 136.50 2747 138.07 15542 114 168
Baik 10 31.2 0 2 6.2 Gula
Sedang 15 46.8 22 68.8 28 87.5 21 65.6 Darah II Post 32 14084 265.4 13950 150.12 115 174
Buruk 17 4 12.5 8 25
53.2
Sumber Data Desa Hulu,2019
Jlh 32 100 32 100 32 100 32 100
Tabel 5.4. menunjukkan rerata kadar
Wilcoxon P=0.000 P=0.695 gulukosa darah diabetes sebelum
Signed
rank Test
intervensi relaksasi otot progresive
Menney P=0.000 kelompok pertama 174.7mg/dl dengan
Whitnney stadar deviasi 155.42 mg/dl. Dengan
Sumber Data Desa Hulu,2019
Tabel diatas menunjukan bahwa demikian dengan nilai terendah 114 mg/dl
mengalami perbedaan hasil antara pre-test dan nilai tertinggi 174 .Sedangkan nilai
rerata intervensi kedua kadar gula darah Kolmogorov-Smirnov dengan hasil
penurunan kadar gula darah sewaktu pada intervensi pertama p=0.031,tahap
diabetes setelah dilaksanakan relaksasi otot kedua p=0.000 dan tahap ketiga
progresive 265.4 mg/dl dengan standar p=0.020. berarti adanya perbedaan
deviasi 150.12 mg/dl dengan nilai score paling signifikan antara
terendah 114 mg/dl dan nilai tertinggi 174 kelompok perlakuan secara bertahap
mg/dl, Sedangkan intervensi yang ketiga dengan tindakan relaksasi otot
terhadap relaksasi otot progresive progresive penurunan kadar glukosa
penurunan kadar darah sewaktu dengan darah sewaktu diabetes meletus.
rerata terendah 114 mg/dl dan nilai
Pembahasan
tertinggi 174 mg/dl, Sedangkan intervensi
yang ketiga terhadap relaksasi otot. Hasil 1 . .Pengaruh Relaksasi Otot
analisis uji normalitas data kadar glukosa Progresive terhadap Kualitas
darah sebelum dan setelah relaksasi otot Tidur Diabetes di Desa Hulu
progresive kelompok perlakuan satu dan Kecamatan Pancur Batu 2019
dua Uji normalitas data dilakukan dengan
uji Shapiro Wilk Penelitian menunjukkan
pengaruh relaksasi otot progresive
Tabel 5.5. Hasil Normalitas Kadar terhadap kualitas tidur pada diabetes
Glukosa Darah Diabetes Sebelum sangat signifikan,relaksasi otot
Setelah Relaksasi Otot Progresive di progresiv mengendalian masalah
Desa Hulu Kecasmatan Pancur Batu komplikasi pada diabetes yaitu
Kabupaten Deli Serdang 2019 gangguan tidur
(insomnia),dimanatekniklatihanmeng
Kelomp Stati df Shapiro- Statis Kolmo arahk angerakanmengencangkan
ok stik Wilk tik goro-
Smirno danmelemaskan bagiansistemotot
v tubuh
Sig Sig
Pre 1 0.12 32 .502 0.154 0.031 dimana
Post 1 30.1 32 efektifitasnya memberikan perasaan
24
592 0.152 0.032 rileks progresive. Gerakan yang
Pre II 0,12 32 .402 0.238 0.00
Post II 1
mengencang kan melemaskanotot
32 135 0.122 0.20 dengan metode
0.13 ;Continous,Intensitas,Durasi,Rhytmi
5
Sumber Data Desa Hulu,2019
cal.Fr equencyProgresif,Endurance
(CIDRFEP) durasi 15 -30 menit
Hasil analisis tabel 5.5. dapat dalam waktu 3 kali perminggu
disimpulkan bahwa setelah dilakukan uji selama sebulan pada diabetes
normalitas dengan uji Shpiro-Wilk meletus mengalami gangguan tidur
terhadap kadar glukosa darah sewaktu diabetes Pada saat melaksanakan
diabetes pada tahap pertama diperoleh nilai relaksasi otot progresive prosedur
p=0.502 (p>0.05), berarti kadar glukosa salah satu persiapan yang dibutuhkan
darah diabetes pada intervensi tahap adanya kepercayaan,perasaan,pikiran yang diarahkan dalam me
pertama ini berdistribusi normal. Hal Dalam penelitian ini
serupa dengan kadar glukosa darah penderita diabetes ditemukan bahwa
diabetes setalah interpevensi relaksasi otot rerata kualitas tidur yang sangat
progresive fase ke dua dengan nilai buruk yang sering disebut insomnia.
p=0.402 (p>0.05) dan tahap intervensi Seorang pasien yang tidurnya kurang
ketiga p=0.135 (p= >0.05),dengan analisis dapat menyebabkan beberapa
kesimpulan uji statistik Shapiro-Wilk gangguan pada respon imun,
berdistibusi normal .dilaksanakan data endokrin dan fungsi kardiovaskuler
kadar glukosa darah diabetes uji statistik (Gay,
v

2010 dalam Caple&Grose,2011). kuat antara gangguan tidur pada


Meningkatkan kesehatan yang baik dan diabetes Gangguan ini umumnya dirasakan
pemulihan individu yang sakit dengan sebagai kesulitan untuk tidur, tidak dapat
tidur yang berkualitas (Potter & Perry, mempertahankan tidur dalam waktu lama,
2010). Akibat kekurangan waktu tidur atau terlalu lama tidur. Dalam penelitian
dapat mempengaruhi fungsi sistem ini menunjukkan rerata kadar gulukosa
endokrin terutama terkait dengan darah diabetes sebelum intervensi relaksasi
gangguan toleransi glukosa, resistensi otot progresive kelompok pertama
insulin dan berkurangnya respon insulin 174.7mg/dl dengan stadar deviasi 155.42
(Spiegel, 2008). Penelitian kualitas tidur mg/dl.
pada diabetes melitus yang dilakukan oleh Dengan demikian dengan nilai
Cunha, et al. (2008) terhadap 31 diabetes terendah 114 mg/dl dan nilai tertinggi 174
melitus di Sao Paolo menunjukan bahwa .Sedangkan nilai rerata intervensi kedua
sebanyak 52 % pada diabetes kualitas kadar gula darah penurunan kadar gula
tidur kurang. Penelitian juga dilakukan darah sewaktu pada diabetes setelah
oleh Arifin(2011) terhadap kualitas tidur dilaksanakan relaksasi otot progresive
dengan kadar glukosa darah pada pasien 265.4 mg/dl dengan standar deviasi 150.12
diabetes, menunjukan ada hubungan mg/dl dengan nilai terendah 114 mg/dl dan
kualitas tidur dengan kadar glukosa darah nilai tertinggi 174 mg/dl, Sedangkan
diabetes Tidur dikatakan berkualitas jika intervensi yang ketiga terhadap relaksasi
telah melewati tahapan – tahapan tidur, otot progresive penurunan kadar darah
kualitas tidur dari tahap 1 sampai tahap 4 sewaktu dengan rerata terendah 114 mg/dl
bertambah dalam. dan nilai tertinggi 174 mg/dl, Sedangkan
Tidur yang dangkal merupakan intervensi yang ketiga terhadap relaksasi
karakteristik dari tahap 1 dan 2 seseorang otot Hal sama dengan penelitian ini
akan lebih mudah terbangun. Tahap 3 dan bahwa diabetes, ketiga hal tersebut dapat
4 melibatkan tidur yang dalam. Disebut disebabkan oleh kadar gula darah yang
tidur gelombang rendah, dan seseorang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Kondisi
sulit terbangun. Tidur REM merupakan kadar gula darah yang tinggi membuat
fase pada akhir tiap siklus tidur 90 menit tubuh terasa lebih hangat dan lebih banyak
sebelum seseorang terbangun (Potter & berkeringat. Karenanya, keinginan untuk
Perry, 2006). Dalam penelitian ini kuaitas tidur cenderung rendah lantaran perasaan
tidur belum. Hal sama juga penelitian tidak nyaman. Di samping itu, kadar gula
Purnanto (2009) rerata pasien diabetes darah yang tinggi juga membuat produksi
insomia Sebagai faktor pencetus pemicu urine meningkat, sehingga keinginan untuk
kualitas tidur tidak cukup baik bagi berkemih juga tinggi. Kelanjutan dari
penderita diabetes dimana sebagai gejala sering berkemih adalah dehidrasi,
tanda klasik diabetes salah satu nucturia karenanya rasa haus kerap tak bisa
merupakan kontribusi insiden insomnia dihindari. Ujung dari permasalahan
pada malam hari,meskipun masih ada tersebut adalah keinginan untuk berkemih
faktor pencetus lain yang berhubungan dan minum di malam hari, sehingga
dengan gangguan hormonal seperti kualitas tidur akan terganggu sama sekali.
peningkatan kosticostiroid dalam tubuh Di sisi lain, kadar gula darah yang terlalu
Sebagian pengidap diabetes mellitus akan rendah akan menimbulkan keluhan seperti
mengalami gangguan tidur di malam hari. gemetar, rasa melayang, lemas, dan
Tak jarang, peristiwa ini membuat mereka keringat dingin. Itu semua juga dapat
tak bersemangat, badan lemas, dan selalu menurunkan kualitas tidur pengidap
mengantuk di waktu siang. Terkait diabetes. Perubahan tidur yang dapat
peristiwa tersebut, sebuah studi di tahun dialami penderita diabetes berupa
2012 menemukan adanya hubungan yang nusturia,hipoglikemia nokturia,sindrom
kaki, kegelisahan /kecemasan ,neuropati dengan wawancara pada responden bahwa
perifer dan sleep apnea Surani,et,al,2015). kualitas tidur terganggu dampaknya dalam
Gangguan istirahat tidur pada peleksanaan relaksasi otot yang akan
penderita diabetes melitus adalah sebagai dilaksanakanpagisoredenganpendampingat
berikut: nocturia Nocturia adalah kondisi im peneliti pikiran, kecemasan. Sleep
insomnia yang disebabkan karena adanya Apnea adalah insomnia secara komplek
dorongan untuk berkemih pada malam hari yang ditandai dengan episode berulang
yang terjadi dua kali atau lebih tiap malam. berupa obstruksi faring selama tidur,
Hal inilah menyebabkan diabetes melitus hipoksia intermiten, aurosal yang
onset tidur dan sulit mempertahankan tidur menyebabkan kesulitan memulai tidur,
(Surani et al, 2015)..Hipoglikemia berkurangnya waktu tidur dan
nocturnal Hipoglikemia nocturnal adalah hipersomnolen pada siang hari (Surani., et
rendahnya kadar gula darah penderita al, 2015).). Faktor penyebab kualitas tidur
diabetes pada malam hari yang antara lain strees, kecemasan, kondisi fisik
menyebabkan rendahnya kualitas tidur. dan gaya hidup.
Yang dikaitkan dengan penelitian ini Hal ini sesuai dengan penelitian
bahwa hasil kadar gula darah terendah yang dilakukan Sohat (2014), Hal serupa
kelompok intervensi akhir pemeriksaan penelitian Ernawati (2010), sebagai faktor
menunjukkan terendah 114 mg/dl. Kondisi kualitas tidur penderita diabetes salah satu
seperti ini akibat dari sensitifitas insulin faktor psikologis, gangguan medis umum,
paling tinggi terjadi pada malam hari gaya hidup, faktor lingkungan fisik, dan
sehingga pemberian terapi farmakologi faktor lingkungan sosial. Dari hasil
memiliki peranan dalam penurunan kadar wawancara reponden juga mengatakan
gula darah pada malam hari yang dapat bahwa mereka sulit memulai tidur dan
memperburuk kondisi insomnia (Surani., sering terbangun dimalam hari dan sulit
et al, 2015). untuk tidur kembali, meskipun tertidur
Sondroma kaki gelisah Sindroma kembali harus menunggu beberapa menit
kaki gelisah merupakan insomnia yang atau beberapa jam. Menurut Martono dan
terjadi akibat perubahan neurosensori Pranarka(2011) Komplikasi mikrovaskular
(Surani., et al, 2015). Sindroma kaki pertama adalah retinopati. Kecurigaan
gelisah ditandai oleh rasa sensasi kaku akan diagnosis DM terkadang berawal dan
pada kaki yang terjadi sebelum onset tidur gejala berkurangnya ketajaman
(Japardi, 2002). The International Restless penglihatan atau gangguan lain pada mata
Study Group Leg Syndrome(IRLSGS) yang dapat mengarah pada kebutaan.
mengemukakan ciri-ciri dari sindroma kaki Retinopati diabetes dibagi dalam 2
gelisah, yaitu: dorongan menggerakkan kelompok, yaitu retinopati non proliferatif
kaki disertai sensasi yang menyenangkan , dan proliferatif. Retinopati. Non
merasa lega setelah melakukannya, upaya proliferatif merupakan stadium awal
semakin kuat saat berbaring dan mencoba dengan ditandai adanya mikroaneurisma,
untuk tidur ,Gejala semakin parah pada sedangkan retino proliferati ditandai
malam hari dan dapat melibatkan dengan adanya pertumbuhan pembuluh
ekstremitas atas Sindroma kaki gelisah darah kapiler, jaringan ikat dan adanya
sering terjadi pada penderita diabetes hipoksia retina. Pada stadium awal
melitus yang berkenaan dengan neuropati retinopati dapat diperbaiki dengan kontrol
perifer yang menyebabkan insomnia gula darah yang baik, sedangkan pada
dengan manifestasi kualitas tidur yang kelainan sudah lanjut hampir tidak dapat
buruk, latensi tidur yang lama, tidak diperbaiki hanya dengan kontrol gula
mampu mempertahankan tidur dan darah, malahan akan menjadi lebih buruk
disfungsi pada siang hari (Surani., et al, apabila dilakukan penurunan kadar gula
2015),Sedangkan dalam penelitian ini, darah yang terlalu singkat..Nefropati
diabetik ditandai dengan adanya proteinuri Pratiwi (2010) mengemukakan dimana
persisten atau lebih dari 0.5 gr/24 jam, latihan relaksasi progresif teknik terbukti
terdapat retinopati dan hipertensi. Dengan program terapi ketegangan otot mampu
demikian upaya preventif pada nefropati mengatasi keluhan anxietas, insomnia,
adalah kontrol metabolisme dan kontrol kelelahan, kram otot, nyeri leher dan
tekanan darah..Pada penderita diabetes pinggang, tekanan darah tinggi, fobi ringan
juga terjadi perubahan pada irama dan gagap. Sustrani (2005) yang dikutip
sirkardian tidur normal yaitu Penurunan Sumiarsih Widad (2013) mengemukakan
kualitas tidur dikarenakan adanya efek bahwa relaksasi progresif adalah cara yang
dari terapi relaksasi otot progresif. Hal efektif untuk relaksasi dan mengurangi
tersebut sesuai dengan teori Ramdhani kecemasan.Jika belajar mengistirahatkan
(2006) dalam Triyanto (2014) bahwa otot-otot kita melalui suatu cara yang
teknik relaksasi semakin sering dilakukan tepat, maka hal ini akan diikuti dengan
terbukti efektif mengurangi ketegangan, relaksasi mental atau pikiran..
depressi,stees ,kecemasan dengan Menurut Pranata (2013) relaksasi
intervensi pada kualitas tidur yang otot progresif merupakan teknik yang
menurun pada penderita diabetes Hal itu memfokuskan relaksasi peregangan pada
juga sesuai dengan teori yang sekelompok otot dalam suatu keadaan
dikemukakan oleh Greenberg (2002) yang rileks. Teknik yang digunakan berdasarkan
dikutip Mashudi (2012) mengatakan suatu rangsangan pemikiran untuk
relaksasi otot-otot progresive akan mengurangi kecemasan dengan
memberikan hasil setelah dilakukan menegangkan sekelompok otot dan
sebanyak dua kali setiap hari pagi sore kemudian rileks sejalan dengan penelitian
secara terus menerus dan teratur Latihan yang dilakukan Nessma & Widodo (2011)
mandiri berkelompok menunjukkan tentang pengaruh terapi relaksasi otot
efektifitas yang tinggi bukan sementara progresif terhadap kualitas tidur pada
saja harus berlangsung selama siklus penderita diabetes di Desa Hulu
kehidupan Soewondo(2012),menyebutkan Kecamatan Kabupaten Deli Serdang yang
relaksasi otot progresivesal rangka berjumlah 64 orang penderita diabetes
menjemen pengelolaan dalam intervensi meletus dengan desain penelitian metode
terhadap penderita diabetes yang quasi eksperimental dengan rancangan pre
mengalami gejala strees,kecemasan test-post test design..Dari hasil
ketegangan kualitas tidur kurang sangat penelitiannya membuktikan bahwa setelah
buruk (Bernstein, Borkovek & Hazlett- diberikan terapi relaksasi otot progresif
Stevens (2000) dalam Soewondo (2012) pada kelompok perlakuan diabetes
mengemukakan bahwa latihan relaksasi mengalami kualitas tidursangat berat
otot progresive terutama adalah untuk menurun menjadi 0%, sedang sebesar
penderita diabetes yang mengalami 56,7%dan ringan sebesar 43,3%,
ketegangan tinggi.merupakan indikasi sedangkan pada kelompok kontrol tingkat
absolut pada diabetes tingkat ketegangan kualitas relatif tidak mengalami
tinggi yang berdampak mengganggu perubahan. Hal sama penelitian yang
kinerja dan perilaku lain dampak kualitas dilakukan oleh Sumiarsih dan Widad
tidur sangat buruk yang disebabkan (2013) tentang pengaruh teknik relaksasi
ketegangan otot dan pikiran kacau. progresif terhadap perubahan pemenuhan
Hal ini juga di dukung oleh kebutuhan tidur pada lansia di Desa
Purwanto (2013) mengemukakan bahwa Sijambe Kecamatan Wonokerto
relaksasi otot progresif bermanfaat untuk Kabupaten Pekalongan. Dengan desain
penderita gangguan tidur (insomnia) serta penelitian menggunakan quasi
meningkatkan kualitas tidur. Menurut eksperimental dengan pendekatan pre test
Davis (1995) dalam Purwaningtyas & and post test without control design dan
sampel sebanyak 20 orang. Dari hasil dalam menentukan diagnosis penyakit diabetes meletus,
hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu >200
penelitiannya bahwa relaksasi otot
mg/dl sedangkan kadar glukosa dara puasa >126 mg/dl
progresif mempunyai pengaruh yang (Waspadji ,2013).Faktor yang mempengaruhi kadar gula
signifikan dalam meningkatkan darah meningkat yaitu bertambahnya jumlah makanan
pemenuhan kebutuhan tidur pada lansia. yang dikonsumsi, kurang olahraga, bertambahnya berat
Dalam penelitian ini, menunjukkan badan dan usia, meningktanya stress dan faktor emosi,
sebelum dilaksaanakan relaksasi otot serta dampak perawatan dari obat, misalnya steroid dan
progresive respon sebanyak 32 orang Interaksi antara kelenjar adrenal, pituitary, pankreas dan
mengalami kualitas tidur cukup buruk 14 liver sering terganggu akibat stress dan penggunaan
orang (43.8 %) dan setelah dilaksanakan obat-obatan. Gangguan pada organ-organ tersebut
intervensi menunjukkan peningkatan mempengaruhi metabolisme ACTH (hormon pada
kualitas tidur sangat baik 6 orang (18.7%), pituitary), kortisol, glukokortikoid (hormon kelenjar
adrenal) serta glucagon yang merangsang
cukup baik 26 orang (81.3%),dari hasil
glukoneogenesis di liver yang akhirnya meningkatkan
penelitian saat ini sebagai penyebabnya kadar glukosa dalam darah. Kualitas tidur Kurang dapat
faktor potensia segi usia >61 tahun 11 memicu produksi hormon kortisol, menurunkan
orang (34.4%),lama terdiagnosis diabetes toleransi glukosa dan mengurangi hormon tiroid. Semua
11-20 tahun 14 orang(43.8%).Hal juga itu dapat menyebabkan resistensi insulin dan
Penelitian Johnson (1991) dalam Maas et memperburuk metabolism.Sebaliknya, jika kadar
al (2011) menggunakan relaksasi progresif glukosa darah melebihi kemampuan tubuh untuk
dengan sampel lansia wanita yang sedang menyimpannya disertai dengan aktivitas fisik yang
tidak dirawat. Dengan menggunakan kurang, maka kadar glukosa darah menjadi lebih tinggi
model pretest-posttes yang dirancang dari normal atau hiperglikemi (ADA, 2015). Konsumsi
untuk subjek yang sama, responden karbohidrat terlalu banyak terutama makanan yang
mengandung karbohidrat sederhana dapat meningkatkan
merasakan penurunan yang signifikan dari
kadar glukosa dalam darah.. Karena jumlah molekul
waktu tidur, penurunan frekuensi yang sedikit, maka akan mempermudah sekaligus
terbangun dimalam hari, tidur lebih tenang, mempercepat tubuh untuk mencerna jenis karbohidrat
perasaan lebih segar saat terbangun, dan memberikan pengaruh peningkatan glukosa pada tubuh.
merasa lebih puas dengan tidur yang Kebanyakan karbohidrat dalam makanan akan diserap
dialami, setelah menggunakan teknik ke dalam aliran darah dalam bentuk monosakarida
relaksasi progresif. Polisomnografi glukosa. Jenis gula lain akan diubah oleh hati menjadi
(Elektroensefalogram (EEG), glukosa (Murray, 2009). Kadar gula darah responden
Elektromiogram (EMG) dan sebelum dan sesudah relaksasi otot progresif Hasil
Elektrookulogram (EOG)) penelitian ini diketahui bahwa kadar gula darah sebelum
mengindikasikan pengurangan waktu tidur latihan relaksasi otot progresif didapatkan nilai
yang signifikan, pengurangan frekuensi
terbangun dimalam hari, berkurangnya
waktu untuk tidur ringan selama 3 jam
pertama dari waktu tidur, dan lebih banyak
waktu tidur dengan gelombang lambat
selama 3 jam pertama dari waktu tidur.

1 . Pengaruh Relaksasi Otot progresive


terhadap Kadar Glukosa Darah Pada
Diabetes di Desa Hulu Kecamatan
Pancur Batu 2019

Kadar glukosa darah merupakan


sejumlah glukosa terdapat dalam plasma
darah (Dorlan,2010).Pemantauan kadar
glukosa darah secara primer dibutuhkan
rata-rata 274.7 mg/dL, dan sesudah Selain itu peristiwa kehidupan yang
melakukan relaksasi otot progresif penuh stres telah dikaitkan dengan
didapatkan penurunan kadar gula darah perawatan diri yang buruk pada
dengan nilai rata-rata sebesar 265.4 penderita diabetes seperti pola
bmg/dl. Menurut Junaidin, (2018) di makan, latihan, dan penggunaan
Puskesmas Woha mendapatkan perbedaan obat- obatan (Smeltzer & Bare,
rata-rata yang signifikan sebelum dan 2008; Price & Wilson,
setelah dilakukan latihan relaksasi otot 2010).Relaksasi otot progresive
progresif. Rata-rata kadar gula darah gerakan-gerakan ini dapat membantu
sebelum latihan 238,40 mg/dL dan rata- mengurangi ketegangan otot, stres,
rata setelah latihan mengalami penurunan menurunkan tekanan darah,
menjadi 125,68 mg/dl dengan demikian meningkatkan toleransi terhadap
ada penurunan kadar gula darah setelah aktivitas sehari-hari, meningkatkan
dlaksanakan relaksasi otot progresif hal ini imunitas, sehingga status fungsional
sebagai efektif terhadap tubuh rileks. Siste dan kualitas hidup meningkat
parasimpatis merangsang hipotalamus (Smeltzer & Bare, 2012) Selama
menurunkan sekresi corticotropinreleasing stres, hormonhormon yang mengarah
hormone (CRH). Penurunan CRH akan pada peningkatan kadar gula darah
mempengaruhi sekresi adreno seperti epineprin, kortisol, glukagon,
corticotropik hormone (ACTH). Keadaan ACTH, kortikosteroid, dan tiroid
ini dapat menghambat korteks adrenal akan meningkat. Selain itu peristiwa
untuk melepaskan hormon kortisol kehidupan yang penuh stres telah
penurunan/ menghambat proses dikaitkan dengan perawatan diri
gluconeogenesis sehingga meningkatkan yang buruk pada penderita diabetes
pemakaian glukosa oleh sel, sehingga seperti pola makan, latihan, dan
kadar gula darah kembali dalam batas penggunaan obat- obatan (Smeltzer
normal. ada pengaruh yang signifikan & Bare, 2008; Price & Wilson,
Progressive Muscle Relaxatiton terhadap 2010).Relaksasi otot progresiive
kadar glukosa darah pada merupakan bentuk mindbody therapy
pasien.relaksasiototprogressive (terapi pikiran dan otot-otot tubuh)
merupakan salah satu intervensi dalam terapi komplementer (Moyad
keperawatan yang dapat diberikan kepada & Hawks, 2009). Relaksasi otot
pasien DM untuk meningkatkan relaksasi progresive juga akan menghambat
dan kemampuan pengelolaan diri. Latihan jalur tersebut dengan cara
ini dapat membantu mengurangi mengaktivasikerjasistem saraf parasimpatis dan m
ketegangan otot, stres, menurunkan gerakan-gerakan otot secara
tekanan darah, meningkatkan toleransi progresive yang diberikan pada
terhadap aktivitas sehari-hari, diabetes dapat menurunkan kadar
meningkatkan imunitas, sehingga status gula darah dalam tubuh..Penelitian
fungsional dan kualitas hidup meningkat ini juga menunjukkan adanya
(Smeltzer & Bare, 2012). Mekanisme penurunan kadar gula darah diabetes
relaksasi otot progressive dalam sebelum setelah intervensi rerata
menurunkan kadar glukosa darah sewaktu intervensi pertama 2747
erat kaitannya kecemasan yang dialami mg/dlsetalah intervensi 165.4 mg/dl
pasien baik fisik maupun psikologis. Perbedaannya score antara sebelum
Selama stress,kecemasan yang berlebihan setelah kolompok intervensi
hormonhormon yang mengarah pada membandingkan relaksasi otot
peningkatan kadar glukosa seperti progresive dengan kelompok control.
epineprin, kortisol, glukagon, ACTH, Dari hasil penelitian Mashudi (2011)
kortikosteroid, dan tiroid akan meningkat. dan hasil penelitian ini jelas bahwa
relaksasi otot progresive dapat
menurunkan kadar
glukosadarahdiabetesndenganmemunculka tubuhnya diteganggkan dan
n kondisi rileks. . Pada kondisi ini terjadi merasakan sesuatu yang rileks,
perubahan impuls saraf pada jalur aferen nyaman, enak, dan santai ketika otot-
ke otak dimana aktivasi manjadi inhibisi. otot tubuh yang
Perubahan impuls saraf ini menyebabkan sebelumnyaditegangkan
perasaan tenang baik fisik maupun mental te
seperti berkurangnya denyut jantung, rsebut direlaksasikan.
menurunnya kecepatan metabolisme tubuh Menurut penelitian Setyoadi
dalam hal ini mencegah peningkatan kadar (2011) teknik relaksasi otot progresif
glukosa darah (Smeltzer & Bare, 2012). merupakan teknik relaksasi otot
Hipofisis anterior juga diinhibisi sehingga tidak memerlukan imajinasi,
ACTH yang menyebabkan sekresi kortisol kekuatan, atau sugesti dan harus
menurun sehingga proses berdasarkan keyakinan bahwa tubuh
glukoneogenesis, katabolisme protein dan manusia adanya warning kecemasan
lemak yang berperan meningkat kadar kejadian yang dirangsang pikiran
glukosa darah menurun (Sudoyo, et al, menimbulkan ketegangan otot.
2016). Beberapa penelitian sebelumnya Teknik relaksasi otot progresif
relaksasi otot progresive telah memusatkan perhatian terhadap
menunjukkan manfaat dalam mengatasi aktivitas otot dalam melakukan
berbagai masalah Kesehatan terutama teknik relaksasi untuk mendapatkan
mengurangi ansietas atau kecemasan, dan perasaan relaks. Menurut (Sucipto,
berkurangnya kecemasan ini 2014) relaksasi otot progresif
mempengaruhi berbagai gejala psikologis mengarahkan perhatian penderita
dan kondisi medis. Yildirim & Fadiloglu diabetes dapat membedakan
(2016) dari hasil penelitiannya perasaan dialami saat kelompok otot
menyebutkan bahwarelaksasi otot dilemaskan. Relaksasi otot progresif
progresive menurunkan kecemasan dan ini mengarahkan perhatian pasien
meningkatkan kualitas hidup pada diabetes untuk membedakan perasaan yang
yang menjalani dialisis. Penelitian yang dialami saat kelompok otot
dilakukan oleh Sheu, et al, (2013) dilemaskan dan dibandingkan
memperlihatkan bahwa PMR menurunkan dengan ketika otot dalam kondisi
rata-rata tekanan darah sistolik dan tenang, relaksasi otot progresif
diastolik pada pasien hipertensi di Taiwan. bermanfaat untuk menurunkan
Maryani (2008), menyebutkan relaksasi resistensi perifer dan menaikkan
otot progresive mengurangi kecemasan elastisitas pembuluh darah. Maka
yang berimplikasi pada penurunan mual ada pengaruh signifikan Progressive
dan muntah pada pasien yang menjalani Muscle Relaxatiton (PMR) terhadap
kemoterapi. Haryati (2009), menyebutkan kadar glukosa darah pada pasien
bahwa relaksasi otot progresive diabetes. Relaksasi otot
meningkatkan status fungsional pasien progresif,sebagai pilar pengelolaan
kanker dengan kemoterapi di RS. Dr nonfarmakologik yang dapat
Wahidin Sudirohusodo. Selanjutnya diberikan kepada pasien diabetes
relaxatasi otot progresif efektif untuk meningkatkan relaksasi dan
menurunkan tekanan darah pada pasien kemampuan pengelolaan diri.
hipertensi primer di Kota Malang Latihan ini dapat membantu
(Hamarno, 2010). Dalam penelitian ini mengurangi ketegangan otot, stres,
responden melaporkan bahwa pada saat menurunkan tekanan darah,
melakukan relaksasi otot progresive ada meningkatkan toleransi terhadap
dua sensasi yang berbeda yaitu merasakan aktivitas sehari-hari, meningkatkan
ketegangan otot ketika bagian otot-otot imunitas, sehingga status fungsional
dan kualitas hidup meningkat
(Smeltzer & Bare, 2012). Dimana
mekanisme Relaksasi otot progresif
dalam menurunkan nilai kadar gula
darah seperti epineprin, kortisol, glukagon, menurun sehingga
ACTH, kortikosteroid, tiroid akan proses
meningkat. Selain itu dampak beberapa glukoneogenesis, katabolisme
peristiwa kehidupan yang penuh stres protein dan lemak yang berperan
sehingga akan mengganggu kualitas tidur meningkat kadar gula darah menurun
dan juga dikaitkan perawatan diri yang (Sudoyo, et al, 2006). Beberapa
buruk seperti pola makan, latihan, dan penelitian mengenai terapie
penggunaan obat-obatan (Smeltzer & Bare, Relaksasi otot progresif /PMR,
2008; Price & Wilson, 2010). Stres fisik menunjukkan bahwa manfaat dalam
maupun emosional mengaktifkan sistem mengatasi masalah Kesehatan antara
neuroendokrin dan sistem saraf simpatis lain; mengurangi ansietas atau
melalui hipotalamuspituitari- adrenal kecemasan, dan berkurangnya
(Price & Wilson, 2006; Smeltzer, 2002; kecemasan ini akan mempengaruhi
DiNardo, 2009).. Hasil penelitian oleh berbagai macam gejala psikologis
Mashudi (2011) menjelas bahwa latihan dan kondisi medis. Menurut Yildirim
PMR yang diberikan kepada pasien & Fadiloglu (2006) bahwa hasil
diabetes efektifitas dapat menurunkan penelitiannya menyebutkandimana
kadar gula darah. Perbedaannya dengan terapie Relaksasi otot progresif
penelitian ini adalah, pada penelitian /PMR menurunkan kecemasan dan
tersebut peneliti membandingkan meningkatkan kualitas hidup pasien
Relaksasi otot progresif/ PMR dengan yang menjalani dialisis. Penelitian
kelompok kontrol pada pasien diabetes yang dilakukan Sheu,et,al, (2003)
untuk mengukur kadar gula darah, 64 memperlihatkan Relaksasi otot
sampel dibagi dalam dua kelompok, progresif / PMR menurunkan rata-
kelompok intervensi diberikan latihan rata tekanan darah sistolik dan
Relaksasi otot progresif /PMR oleh peneliti diastolik pada pasien hipertensi di
selama dua kali sehari pagi sore selama Taiwan. Maryani (2008),
selama 3 minggu selama 15 meit. Hasilnya menyebutkan Relaksasi otot
kelompok intervensi Relaksasi otot progresif mengurangi kecemasan
progresif /PMR menunjukkan penurunan yang berimplikasi pada penurunan
kadar gula darah secara signifikan minggu mual dan muntah pada pasien yang
pertama dan kedua nilai (p= 0,001), menjalani kemoterapi.
sedangkan kelompok kontrol kadar gula Haryati (2009), menyebutkan
darah nilai (p=0,507). Dari hasil penelitian bahwa Relaksasi otot progresif
Mashudi (2011) dan hasil penelitian ini meningkatkan status fungsional
jelas bahwa Relaksasi otot progresif /PMR pasien kanker dengan kemoterapi di
dapat menurunkan kadar glukosa darah RS. Dr Wahidin Sudirohusodo.
penderita diabetes dengan memunculkan Selanjutnya relaxatasi otot progresif
kondisi rileksPada kondisi ini terjadi efektif menurunkan tekanan darah
perubahan impuls saraf pada jalur aferen pada pasien hipertensi primer di
ke otak dimana aktivasi manjadi inhibisi. Kota Malang(Hamarno,
Perubahan impuls saraf ini menyebabkan 2010)..Dalam penelitian ini
perasaan tenang baik fisik maupun mental responden melaporkan bahwa pada
seperti berkurangnya denyut jantung, saat melakukan Relaksasi otot
menurunnya kecepatan metabolisme tubuh progresif /PMR ada dua sensasi yang
dalam hal ini mencegah peningkatan kadar berbeda yaitu merasakan ketegangan
gula darah (Smeltzer & Bare, 2002). otot ketika bagian otot-otot tubuhnya
Hipofisis anterior juga diinhibisi sehingga diteganggkan dan merasakan sesuatu
ACTH yang menyebabkan sekresi kortisol yang rileks, nyaman, enak, dan
santai ketika otot-otot tubuh yang
sebelumnya ditegangkan tersebut
direlaksasikan. Kemungkinan lain
adalah kemampuan responden
melaksanakan Relaksasi otot
bersangkutan tidak mampu memusatkan penelitian Wati Widia (2012 )
pikiran dalam melaksanakan Relaksasi otot menyebutkan adanya pengaruh Progresive
progresif /PMR menimbulkan efektifitas Mucsle Relaxatation,terhadap penurunan
kurang membawa hasil yang maksimal, kadar glukosa darah.Permiabilitas
karena PMR merupakan salah satu bentuk membrane terhadap glukosa meningkat
mind-body therapy.Pengaruh relaksasi otot dengan berkontraksinyaotot-otot pada saat
progresive (Progresive Mucsle aktifitas fisik/berolahraga secara resistensi
Relaxatation) Jacobson terhadap kadar insuline meningkat, hal ini akan
guladarah diabetes kelompok intervensi. menyebabkan insuline pada penderita
Bedasarkan hasil penelitian ditemukan diabetes berkurang, reaksi hanya terjadi
bahwa rata-rata kadar gula darah penderita jika setiap kali berolahraga/beraktifitas
diabetes sebelum dilakukan relaksasi otot fisik dengan gerakan -gerakan bagian
progresive 274.7mg/dl dan setelah tubuh,tidak merupakan efek yang
dilakukan Progresive Mucsle Relaxatation permanan atau berlangsung lama,oleh
menjadi nilai kadar gula darah sebesar karena itu bahwa beraktifitas fisik/latihan
165.7 mg/dl. Dengan demikian bahwa jasmani harus dilaksanakan secara
terdapat rata-rata penurunan kadar gula intermitten dan teratur (Ilyas,2013).
darah berkisar antara 43,50 mg/dl.. Pengaruh Progresive Mucsle
Analisis selanjutnya dengan menggunakan Relaxatation terhadap kadar glukosa darah
uji Paired T-test diperoleh nilai P=,0.003 pada kelompok Hasil analis kelompok
yang artinya ada perbedaan secara perlakuan fase minggu 2 menggunakan uji
signifikan antara kadar gula darah diabetes Paired-T-test p=0.000(p<0.05), dengan
sebelum dan setelah dilaksanakan kesimpulan adanya perbedaan signifikan
Progresive Mucsle Relaxatation. MenurutSmeltzer&Bare,2008;Sherwood
Pengaruh Progresive Mucsle ,2014 menyatakan bahwa mekanisme
Relaxatationt terhadap terdapat penurunan Progresive Mucsle Relaxatation dapat
kadar gula darahbyaitu terjadi saat otot - menurunkan kadar glukosa darah erat
otot bagian tubuh sedang aktif walau kaitannya kualitas tidur dan istirahat yang
kebutuhan otot akan glukosa meningkat dialami diabetesi. Selama insomnia
,tetapi tidak disertai peningkatan hormon-hormon yang menimbulkan pada
insuline,ini dapat disebabkan dimana peningkatan kadar glukosa darah seperti
meningkatnya osmolaritas reseptor epineprinkortisol,glukogan,ACTH,Kortiko
insuline di otot dan akan bertambahnya steroid semuanya hal ini akan
volume junlah reseptor insuline aktif meningkatkan konversi asam amino,laktat
waktu melakukan aktifitas dan piruvat hati menjadi glukosa melalui
fisik.latihan/olahraga,dimana saat waktu proses glukoneogenesis,dengan demikian
beraktifitas fisik /latihan gerakan-gerakan akan terjadi insomnia,dan strees akan
otot bagian tubuh blood flow (BFP) reaktif meningkatkan glukosa darah (Smeltzer &
meningkat ini disebabkan dimana lebih Bare,2008). Sistem saraf simpatis dan
banyak kapiler -kapiler pembuluh darah meningkatan akan membutuhkan energe
terbuka sehingga lebih banyak reseptor ,akan memicu siskulasi darah ke otot-otot
insuline yang tersedia aktif hal inilah yang muscle skeletal,meningkatkan detak
berpengaruhi penurunan kadar glukosa jantungdan kadar glukosa
darah pada penderita (Sherwood,2013).Kortisol memecahkan
diabetes.Halinidisebabkan(Vitahealth,2008 simpanan lemak ,protein yang berbarengan
,Ilyas,2013). Hal penelitian Ocbrivianita,et memperbanyak simpanan karbohidrat dan
al (2012) yang menyatakan bahwa meningkatkan penyediaan glukosa darah,
Progresive Mucsle Relaxatation yang akan terjadi peningkatan cadangan glukosa
dilakukan penderita diabetes lebih efektif darah,asam amina (AA) asam lemak
dalam penurunan kadar glukosa darah,dan dipergunakan dalam kebutuhan tubuh
(Sherwood,2013) Sistem saraf simpatis melaksanakan relaksasi otot progresive
dan epinefrine disekresikan keduanya tetatur rutin.serta usahakan tetap patuh
memblokir insuline dan menstimulasi kontrol gula darah sewaktu imbangi diet
glukagon, perubahan hormon ini sehat seimbang
bersamaan dalam meningkatkan kadar
b.Bagi Institusi pelayanan tenaga
glukosa,asam lemak.Epinefrine dan kesehatan
glokagon kadarnya dalam darah yang
meningkat saat insommnia /kualitas Penelitian ini diharapkan sebagai
tiduristirahat tidak terjaga akan mendorong sumber pengembangan ilmu pengetahuan
glikogenolisis hati dan kortisol khusunya berhubungan dengan perawatan
.Glukogenolisis hati, Bahwa nsuline mandiri yang dilaksanakan sebagai home
sekresinya tertekan saat kualitas tidur tidak care diabetesi maupun penyakit kronis
terjaga.dalam menghambat pemecahan lainnya yang dapat dipergunakan sebagai
simpanan glikogen hati.Semua efek akan terapie komplementer modalitas.bagi klien
membantu meningkatkan mengalami penyakit kronik di
konsentrasiglukosadarah komunitas,Rumah Sakit
(Sherwood,2013). c.Bagi Pengembangan Ilmu Kesehatan
KESIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian ini diharapkan
dapat dijadikan sebagai referensi informasi
Kesimpulan data dalam menemukan alternatif terapie
pengendalian potensial komplikasi
1 . Ada perbedaan yang sangat signifikan diabetes .disarankan penelitian berikutnya
antara kualitas tidur diabetes pada jumlah sampel lebih besar dalam
intervensi 1 dengan p=0.695 (p>0.05) mengetahui faktor -faktor penyakit
dan kelompok intervensi 2 terjadi penyerta.diabetes modifikasi terapie
peningkatan kualitas tidur diabetes komplementer yang lainnya seperti
sangat signifikan p=0.00 (p=<0.05)2. kombinasikan terapie
2 . Ada pengaruh perbedaan yang sangat musik,mengukurtingkat stres,depresi
signifikan antara kadar glukosa darah pemeriksaan Arteri Branhial (ABI),
diabetes sebelum dan setelah intervensi 1 pemeriksaan HBA1C.
relaksasi otot progresive pada kelompok DAFTAR PUSTAKA..
intervensi I p=0.627 (p>0.05) dengan Agustin, D. 2012. Faktor-Faktor yang
perbedaan yang signifikan antara kadar Mempengaruhi Kualitas Tidur Pada
glukosa darah diabetes sebelum dan Pekerja Shift di PT Krakatau Tirta
setelah relaksasi otot progresive Industri Cilegon. (Skripsi). Fakultas
kelompok intervensi II p=0.000 (p<0.05). Ilmu Keperawatan Universitas
Saran Indonesia : Depok
Astuti, P. (2014). Teknik Progressive
a.Bagi Diabetes selain program terapie
Muscle Relaxation Mempengaruhi
nonfarmakologik yaitu latihan Progresive
Kadar Glukosa Darah Penderita.
Muscle Relaxitation dapat dijadikan
Jurnal Ilmiah Kesehatan Vol. 7, No. 2,
sebagai pengendalian pencengahan
114-121
komplikasi menurunkan/menstabilkan
Alawiyyah,T. 2009. Gambaran Pola Tidur
kadar glukosa darah,karena relaksasi otot
Pada Perawat di Rumah Sakit Syarif
inipelaksanaansederhana,mudah,ekonomi
Hidayatullah Jakarta 2009 (Skripsi).
tidak ruangan khusus dan tutorial, hanya
Fakultas Kedokteran dan Kesehatan
membutuhkan niat,semangat optimisme
UIN Syarif Hidayatullah: Jakarta.
menjadi sehat bahagia masa depan
Budiono, S. 2003. Bunga Rampai Higiene
diharapkan pada diabetesi selalu aktif
Perusahaan Ergonomi
(HIPERKES) dan Kesehatan dan 65-70 Ergonomics. Fifth
Keselamatan Kerja. Badan Penerbit edition. Taylor & Francis
Universitas Diponegoro, Semarang Publisher.
Dahlan, S. 2010. Besar Sampel dan Cara Hasaini, A. (2015). Efektifitas
Pengambilan Sampel dalam progressive muscles relaxation
Penelitian Kedokteran dan (PMR) terhadap kadar gula
Kesehatan. Edisi 3. Jakarta : darah pada kelompok penderita
Salemba Medika. Guyton dan Hall. diabetes mellitus Tipe II di
2008. Aktivitas Otak Puskesmas Martapura. Caring
Tidur,Gelombang Otak, Epilepsi, Vol. 2, No. 1, 16-27.
Psikosis.Buku Ajar Fisiologi Hijriana, I., Suza, D. E., & Ariani, Y.
Kedokteran. EGC. Jakarta. Hal 777 (2016). Pengaruh latihan
Dafianto, R. (2016). Skripsi: Pengaruh pergerakan sendi ekstremitas
relaksasi otot progresif terhadap bawah terhadap nilai Ankle
resiko ulkus kaki diabetik pada Brachial Index (ABI) pada
pasien diabetes mellitus tipe di Pasien
wilayah kerja Puskesmas Jelbuk H.Simanjuntak, R.A, & Situmorang,
Kabupaten Jember. Jember: D.A. 2010. Analisis pengaruh
Universitas Jember. shift kerja terhadap beban kerja
Dewi, Purnama, R. (2013). Faktor Resiko mental dengan metode
Yang Berhubungan Dengan Kadar subjective workload
Gula Darah Pada Penderita . assessment technique (swat).
Ernawati. (2013). Penatalaksanaan Jurnal Teknologi, Volume 3,
Keperawatan Diabetes Melitus. No1, 53-60.
Jakarta : Mitra Wacana Media. Olahraga Bagi Diabetisi dalam
Greenstein, Ben., & Wood, Diana. (2010). Soegondo, S., Soewondo, P., &
At a Glance Sistem Endokrin. Subekti, I. Ed. Penataksanaan
Jakarta : Erlangga. Diabetes Melitus Terpadu (hlm
Hamarno, Rudi. (2006). Pengaruh Latihan 69-82). Jakarta :
Relaksasi Otot Progresif Terhadap FKUI.International
Penurunan Tekanan Darah Klien Di
Hipertensi Primer Di Kota Malang. abetes Federation, (2013). IDF
(Tesis). Perpustakaan FKUI.. Diabetes Atlas, 6. Ed.
Handayani, 2008. P. Hubungan Antara Mashudi. (2011). Pengaruh
Penerapan Shift Kerja Dengan Pola Progressive Muscle Relaxation
Tidur Pekerja di Bagian Produksi Terhadap Kadar Glukosa
PT. Enka Parahiyangan (Skripsi). Darah Pasien Diabetes Melitus
Program Studi Kesehatan Tipe 2 Di R.S.U.D Raden
Masyarakat Universitas Islam Mattaher, (tesis). Perpustakaan
Negeri Syarif Hidayatullah: Jakarta FIKUI.
ILO, Encyclopedia of Occupational Murdiningsih, S., & Gun Gun A.G.
Health and Safety, International (2013). Pengaruh Kecemasan
New York Labour Office, Geneva, Terhadap Kadar Glukosa
1983, Vol. II. Darah Pada Penderita
Handayani. (2012). Modifikasi gaya hidup Diabetes Melitus Di Wilayah
dan intervensi farmakologis dini Puskesmas Banyuanyar
untuk pencegahan penyakit Surakarta. (tesis). Universitas
diabetes mellitus tipe II. Media Gizi Sahid Surakarta.
Masyarakat Indonesia Vol.1, Potter Perry. 2010. Fundamental of
Nursing. Buku 1 Edisi 7.
Jakarta : Salemba Medika.
R, Boedisantoso, A. (2013).
Komplikasi Akut Diabetes
Melitus dalam Soegondo, S.,
Resti, B. I. (2014). Teknik Relaksasi Otot Melitus Terkini dalam Soegondo, S.,
Progresif Untuk Mengurangi Stres Soewondo,
Pada Penderita Asma. Jurnal
Rustam. 2008, Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Kadar Gula
Darah pada Pasien Diabetes Mellitus
di RSU Panglima Sebaya Kabupaten
Kalimantan Timur.
Rahmadiliyani, 2008 : Hubungan Antara
Pengetahuan Tentang Penyakit dan
KomplikasiDengan Tindakan
Mengontrol Kadar Gula Darah Di
wilayah kerja Puskesmas I Gatak
Sukoharjo.
Safitrie, A. 2013. Studi Komparatif
Kualitas Tidur Perwat Shift dan Non
Shift di Unit Rawat Inap dan Unit
Rawat Jalan. Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro : Semarang.
Selvia, N. 2013. Perbedaan stress kerja
ditinjau dari shift kerja pada perawat
di RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Jurnal psikologi,vol 2 No, 01 Februari
2013. Fakultas psikologi universitas
Airlangga.Surabaya
Sherwood, Laurell. 2001. Tidur adalah
suatu proeses aktif yang terdiri dari
periode- periode tidur Gelombang
lambat dan paradoksal yang beselang
–seling.Fisiologi Manusia Dari Sel Ke
Sisitem .Edisi 2.EGC. Jakarta.
Sukardji, 2009 : Penatalaksanaan Diabetes
Mellitus Terpadu. Edisi II Cetakan
Ke-7. Jakarta: Fakultas Kedokteran
UI.
Sumadibrata, 2006 : Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam edisi ke IV, Jakarta
Fakultas Kedokteran Uiversitas
InndonesiaDM Tipe 2. Idea Nursing
journal Vol. VII, No. 2, 32-39. Hoe,
J., Koh, W., Jin, A., Sum, C., Lim,
S., & Tavintharan, S. (2012
Setiyawati Andina. (2010). Pengaruh
Relaksasi Otogenik Terhadap Kadar
Gula Darah Dan Tekanan Darah
Pada Klien Diabetes Mellitus Tipe 2
Dengan Hipertensi Di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Di D.I.Y
dan Jawa Tengah, (tesis).
Perpustakaan FIKUI.Diabetes

Anda mungkin juga menyukai