Anda di halaman 1dari 4

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.

1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) 1

Unzoo sebagai Alternatif Menikmati Alam di


Taman Nasional Baluran
Dia Sebening Permata dan Wahyu Setyawan
Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil, Perencanaan dan Kebumian, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
wahyu_s@arch.its.ac.id

Abstrak — Teori Unzoo membahas tentang bagaimana


pengondisian aktivitas manusia di lingkungan alam liar. Unzoo
sendiri diartikan sebagai sebuah tempat di mana masyarakat
belajar tentang alam melalui interaksi dan keterkaitan langsung
baik di habitat buatan maupun habitat asli. Bentuk penerapan
Unzoo antara lain adalah skywalk, jalur pengamatan kehidupan
liar, boardwalk dan menara pandang. Dengan segala potensinya,
Taman Nasional Baluran dipilih sebagai lokasi perancangan.

Gambar 1. Lokasi perancangan di Taman Nasional Baluran


Kata Kunci — interaksi, satwa, skywalk, TN Baluran, unzoo

I. PENDAHULUAN
Seorang arsitek yang mendalami bidang perancangan
kebun binatang, Jon Coe, telah mengemukakan sebuah teori
Unzoo, sebagai alternatif baru dalam menikmati alam dan
berinteraksi dengan satwa.
Pada unzoo, dominasi satwa dan alam menjadi penting.
Unzoo memiliki konsep yang berkebalikan dengan zoo. Zoo
(kebun binatang) adalah taman yang memamerkan binatang
dari berbagai belahan dunia, disimpan dalam kandang atau
sebuah tempat agar dapat dilihat, didatangi, dibiakkan dan
dipelajari oleh ilmuwan, sedangkan unzoo adalah tempat di
mana masyarakat belajar tentang binatang, tumbuhan dan
ekosistem melalui interaksi atau keterlibatan langsung di
habitat asli maupun buatan.[1]
Taman Nasional Baluran (Gambar 2) adalah salah satu
taman nasional yang ada di Jawa Timur. Dengan wilayah
seluas 25.000 hektare, di sana terdapat satwa endemik berupa Gambar 2. Peta Taman Nasional Baluran
rusa timur, banteng, dan 155 jenis burung.[2] Potensi tersebut
menjadi alasan penulis menjadikan Taman Nasional Baluran
sebagai lokasi obyek perancangan untuk menerapkan konsep
Unzoo.
Pada dasarnya, semua taman nasional memiliki
menggunakan sistem zonasi untuk mengelola wilayahnya,
tidak terkecuali Taman Nasional Baluran. Terdapat 6 zonasi
yang ada di sana, di antara lain adalah : zona inti adalah
kawasan taman nasional yang mutlak dilindungi serta tidak
diperbolehkan adanya perubahan berupa mengurangi,
menghilangkan, menambah jenis tumbuhan dan satwa lain
yang tidak asli, zona rimba Gambar 3. Gunung Baluran
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) 2

adalah bagian taman nasional yang ditetapkan karena letak,


kondisi dan potensinya mampu mendukung kepentingan
pelestarian alam pada zona inti dan zona pemanfaata, zona
pemanfaatan adalah bagian dari taman nasional yang
ditetapkan karena letak, kondisi, dan potensi alamnya yang
terutama dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata alam dan
kondisi lingkungan lainnya, zona perlindungan bahari adalah
bagian dari kawasan perairan laut yang ditetapkan sebagai
areal perlindungan jenis tumbuhan, satwa dan ekosiste mserta
sistem penyangga kehidupan, zona rehabilitasi adalah bagian
yang ditetapkan sebagai areal untuk pemulihan komunitas
hayati dan ekosistemnya yang mengalami kerusakan, zona
khusus adalah bagian yang ditetapkan sebagai areal untuk
permukiman kelompok masyarakat dan aktivitas kehidupannya
bagi kepentingan sarana telekomunikasi, listrik dan
transportasi.[3]
Obyek perancangan terletak di Bukit Bekol, yang masuk
dalam zona pemanfaatan. Dari pintu gerbang Taman Nasional,
dibutuhkan jarak tempuh sebesar 12 km untuk mencapai site
(Gambar 1).

II. PENDEKATAN PERANCANGAN


Terdapat 5 hal utama yang bisa dijadikan acuan untuk
menerapkan teori Unzoo (Gambar 4).
1. Unzoo menekankan pada dominansi alam dan satwa, hal ini
dapat dilakukan dengan membiarkan satwa bergerak bebas
dan menyediakan ruang bagi manusia untuk bisa
mengamati alam.
2. Unzoo memberikan satwa keleluasaan untuk bertingkah
laku. Jika pada zoo keleluasaan itu dicabut dengan
memasukkan mereka ke dalam kandang dan Gambar 4. Poin penting unzoo
dipertontonkan secara paksa, unzoo justru membuat satwa
tertarik untuk mendekat. Cara membuat mereka tertarik
menjadi penting dalam menerapakn unzoo, contohnya
seperti feeder, tempat bernaung dan air.
3. Berbeda dengan zoo, unzoo lebih kompleks karena
mengelola hewan yang bergerak bebas. Diperlukan studi
tentang perilaku hewan tertentu dan lokasi habitat mereka.
Salah satu contoh konkretnya adalah dengan memasang
kamera pemantau di beberapa titik yang dilewati satwa
untuk memantau keadaan mereka.
4. Setiap spesies memiliki jam biologis yang berbeda-beda,
ada beberapa satwa yang nokturnal dan ada yang diurnal.
Manusia memang tergolong makhluk hidup yang diurnal,
yaitu aktif di pagi serta siang hari. Namun dalam
menciptkan kondisi yang ingin dicapai pada teori unzoo,
jam biologis satwa menjadi lebih penting. Manusia justru
perlu mengikuti jam biologis satwa.
5. Tujuan dari unzoo adalah memberikan ruang edukasi bagi
manusia. Unzoo memandang bahwa tingkah laku alami
satwa di habitat aslinya merupakan pertunjukan berharga
yang dapat memberikan gambaran bagi manusia tentang
bagaimana cara alam bekerja. Memberikan ruang-ruang
bagi manusia untuk menikmati pertunjukan tersebut adalah Gambar 5. Contoh penerapan unzoo
tugas perancang.
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) 3

III. HASIL RANCANGAN

Untuk meminimalisir intervensi terhadap tapak, semua


massa bangunan menggunakan struktur panggung (Gambar7).
Skywalk atau jalur layang menghubukan tiap area dengan
ketinggian bervariasi mengikuti kontur lahan.
Skywalk tersebut memiliki titik-titik tertentu yang dapat
memperkaya (Gambar 6) pengalaman pengunjung di Taman
Nasional Baluran. Disediakan spot foto, area melihat satwa,
area mengamati pohon, dan lain-lain (Gambar 8). Lantai
skywalk menggunakan perforated metal panel, agar dapat
meneruskan air hujan langsung ke tanah. Terdapat Perbedaan
material lantai skywalk pada beberapa titik untuk memberikan
pengalaman yang lebuh, contohnya pada area melihat satwa
agar pengunjung dapat lebih jelas melihat satwa.
Menara pandang yang menjadi titik akhir dalam urutan
skywalk memberikan keleluasaan bagi pengunjung untuk
menikmati pemandangan ke segala arah. Pada musim-musim
tertentu, pengamatan hewan liar di menara pandang menjadi
pengalaman yang menarik, contohnya pada musim kawin
merak. Di menara pandang, pengunjung juga bisa melakukan
pengamatan bintang pada malam hari.
Bentuk respon rancangan terhadap satwa yang lain adalah
dengen menghadirkan konsep berhuni bersama burung.
Konsep ini terdapat pada area penginapan (Gambar 8). Dengan
banyaknya jenis burung yang ada di Taman Nasional Baluran, Gambar 6. Urutan skywalk
diharapkan rancangan ini dapat memberikan pengalaman
menginap yang unik dengan mengamati burung yang menjadi
“tetangga”nya. Konsep ini dihadirkan melalui penyediaan
ruang untuk burung bersarang, dan mencoba menarik perhatian
mereka melalui warna pada fasad bangunan.

IV. KESIMPULAN
Edukasi manusia tentang satwa dan alam merupakan salah
satu isu besar yang menjadi topik perancangan ini. Fasilitas
ekowisata di sebuah kawasan taman nasional bertujuan untuk
mewadahi aktivitas manusia di tengah tapak yang kondisinya
masih sangat alami. Obyek perancangan ini adalah skywalk,
penginapan, menara pandang dan fasilitas penunjuang lainnya. Gambar 7. Perspektif skywalk
Respon obyek rancang terhadap tapak adalah meminimalisir
intervensi dengan menggunakan struktur panggung dan
menyediakan ruang bersarang bagi burung.
Merancang bangunan ramah alam dan satwa memiliki
tantangan tersendiri, karena ada tambahan jenis pengguna lain
yang berimplikasi pada rancangan. Bangunan ramah alam dan
satwa adalah konsep bangunan yang perlu diterapkan pada
kawasan lindung seperti taman nasional, hutan lindung, suaka
margasatwa, dan lain sebagainya.

Gambar 8. Penginapan
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) 4

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Tuhan YME


atas berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan jurnal ini. Juga kepada seluruh dosen atas
segala ilmu dan bimbingannya, serta kepada seluruh pihak
yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian
jurnal ini.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Coe, Jon, 2012, Design and Architecture : Third Generation
Conservation, Post Immersion and Beyond
[2] Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik
Indonesia nomor P.76/Menlhk-Setjen/2015, tentang Kriteria Zona
Pengelolaan Taman Nasional dan Blok Pengelolaan Cagar Alam,
Suaka Margasatwa, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam
[3] Ria, Arrianty, 2007, Taman Nasional Baluran : Secuil Afrika di Pulau
Jawa,www.academia.edu/5003485/TAMAN_NASIONAL_BALURAN_S
ecuil_Afrika_di_Jawa_?auto=download, diakses tanggal 28 Januari
2020

Anda mungkin juga menyukai