Anda di halaman 1dari 4

RINGKASAN TERMINOLOGI BUKTI

Fase Proses Audit (Phase Of The Audit Process) empat fase proses audit dalam kolom
pertama merupakan cara yang mendasar dimana suatu audit disusun, sebagaimana
digambarkan menunjukkan komponen-komponen kunci terhadap keempat fase dalam proses
pengauditan ini.

Tujuan Audit (Audit Objectives) merupakan tujuan-tujuan dalam suatu pengauditan yang
harus terpenuhi sebelum auditor dapat menyimpulkan bahwa suatu kelompok transaksi atau
saldo akun sudah disajikan secara wajar. Terdapat enam tujuan terkait transaksi, delapan
tujuan terkait saldo, dan empat tujuan audit terkait penyajian dan pengungkapan.

Jenis-Jenis Pengujian (Types Of Test)lima jenis pengujian audit yang dibahas sebelumnya
yang digunakan auditor untuk menentukan apakah laporan keuangan telah disajikan secara
wajar dimasukkan dalam kolom ketiga pada tabel tersebut. Prosedur analitis digunakan di
fase III dan fase IV. Prosedur analitis perencanaan juga dilakukan sebagai bagian dari
prosedur penilaian risiko di fase I. prosedur analitis juga diperlukan saat penyelesaian audit,
yang menjadi penyebab mengapa prosedur analitis. Ini dimasukkan ke fase IV.

Keputusan Bukti (Evidence Decisions)empat sub kategori keputusan yang dibuat oleh
auditor dalam pengumpulan bukti audit dimasukkan dalam kolom keempat tabel tersebut.
Kecuali prosedur analitis, keempat keputusan bukti tersebut diterapkan disetiap jenis
pengujian.

Jenis-Jenis Bukti (Types Of Evidence) delapan kategori luas dalam bukti yang
dikumpulkan auditor dimasukkan dalam kolom terakhir pada tabel

IKHTISAR PROSES AUDIT

Fase I : Merencanakan Dan Merancang Sebuah Pendekatan Audit

Auditor menggunakan informasi yang didapatkan dari prosedur penilaian risiko terkait
dengan penerimaan klien dan perencanaan awal, memahami bisnis dan industri klien, menilai
risiko bisnis klien dan melakukan prosedur analitis pendahuluan yang bertujuan untuk
menilai risiko bawaan dan risiko audit yang dapat diterima. Auditor menggunakan penilaian
materialitas, risiko audit yang dapat diterima, risiko bawaan, risiko pengendalian dan setiap
risiko kecurangan yang teridentifikasi untuk mengembangkan keseluruhan perencanaan audit
dan program audit. Diakhir fase I, auditor harus memiliki suatu rencana audit dan program
audit spesifik yang sangat jelas untuk audit secara keseluruhan.

Fase II: Melakukan Pengujian Pengendalian Dan Pengujian Substantif Transaksi

Auditor melakukan pengujian pengendalian dan pengujian substantif transaksi selama fase
ini. Tujuan dari fase II ini adalah untuk:

1.      Mendapatkan bukti yang mendukung pengendalian tertentu yang berkontribusi terhadap
penilaian risiko pengendalian yang dilakukan oleh auditor (yaitu, ketika risiko pengendalian
ini dikurangi di bawah maksimum) untuk audit atas laporan keuangan dan untuk audit
pengendalian internal atas laporan keuangan dalam suatu perusahaan publik.

2.      Mendapatkan bukti yang mendukung ketepatan moneter dalam transaksi-transaksi

Tujuan pertama terpenuhi dengan melakukan pengujian pengendalian dan yang kedua dengan
melakukan pengujian terperinci transaksi. Sering kali kedua jenis pengujian dilakukan secara
simultan untuk satu transaksi yang sama. Ketika pengendalian tidak dianggap efektif atau
ketika auditor menemukan adanya penyimpangan-penyimpangan, pengujian substantif dapat
diperluas dalam fase ini atau fase III juga dengan mempertimbangkan dampaknya pada
laporan auditor atas pengendalian internal terhadap laporan keuangan.

Dikarenakan hasil pengujian pengendalian dan pengujian substantif transaksi merupakan


penentu utama dari keluasan pengujian terperinci saldo, kedua pengujian tersebut
diselesaikan dua atau tiga bulan sebelum tanggal neraca. Hal itu membantu auditor merevisi
program audit pengujian terperinci  saldo untuk hasil-hasil yang tak terduga dalam pengujian
sebelumnya dan untuk menyelesaikan audit sesegera mungkin setelah tanggal neraca.
Pendekatan ini juga digunakan untuk audit perusahaan publik untuk memungkinkan
diberikannya kesempatan pada manajemen untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan
dalam pengendalian dengan tepat waktu agar memungkinkan bagi auditor untuk menguji
pengendalian yang baru diterapkan sebelum akhir tahun.

Fase III: Melakukan Prosedur Analitis Dan Pengujian Terperinci Saldo

Tujuan dari fase III adalah untuk mendapatkan bukti tambahan yang memadai untuk
menentukan apakah saldo akhir catatan-catatan kaki dalam laporan keuangan telah disajikan
dengan wajar. Sifat dan keluasan pekerjaan akan sangat bergantung pada temuan-temuan dari
dua fase sebelumnya.

Dua kategori umum dalam prosedur di fase III adalah:

1.      Prosedur analitis substantif yang menilai keseluruhan kewajaran transaksi-transaksi dan
saldo-saldo akun.

2.      Pengujian terperinci saldo, yang mana prosedur audit digunakan untuk menguji salah
saji moneter dalam saldo-saldo akun di laporan keuangan.

Prosedur analitis sering kali dilakukan di awal dengan menggunakan data awal sebelum akhir
tahun, sebagai alat perencanaan dan pengarahan bagi pengujian audit lainnya untuk bagian-
bagian khusus. Namun manfaat terbesar dari perhitungan rasio-rasio dan melakukan
perbandingan-perbandingan terjadi setelah klien telah selesai menyusun laporan
keuangannya. Idealnya. Prosedur analitis ini dilakukan untuk menentukan seberapa luas
pengujian saldo yang akan dilakukan. Prosedur analitis ini juga digunakan sebagai bagian
dari pelaksanaan pengujian saldo dan selama fase penyelesaian audit.

Fase IV:  Menyelesaikan Audit Dan Menerbitkan Suatu Laporan Audit

Setelah tiga fase pertama diselesaikan, auditor harus mengumpulkan bukti tambahan terkait
dengan tujuan penyajian dan pengungkapan, ikhtisar hasil, penerbitan laporan audit dan
melakukan bentuk-bentuk komunikasi lainnya.

Melakukan Pengujian Tambahan Untuk Tujuan Penyajian  Dan Pengungkapan

Prosedur yang dilakukan auditor untuk mendukung tujuan audit terkait penyajian dan
pengungkapan sama dengan prosedur audit yang dilakukan untuk mendukung tujuan audit
terkait transaksi maupun terkait saldo. Auditor menguji pengendalian tersebut untuk
mendapatkan bukti pendukung tujuan audit terkait penyajian dan pengungkapan kelengkapan
dan akurasi. Auditor juga melakukan pengujian substantif untuk mendapatkan bukti yang
tepat dan memadai bahwa informasi yang diungkapkan dalam catatan-catatan kaki
merefleksikan transaksi dan saldo yang sebenarnya yang telah terjadi dan bahwa penyajian
kewajiban klien adalah untuk mendukung tujuan kuterjadian serta hak dan kewajiban.

Selama fase terakhir ini auditor melakukan prosedur audit terkait dengan kewajiban
kontinjensi dan kejadian-kejadian setelah tanggal neraca. Kewajiban kontingensi harus
diungkapkan dalam catatan kaki klien. Auditor harus yakin bahwa pengungkapan telah
lengkap dan akurat.

Pengumpulan Bukti Akhir

Selain bukti yang didapatkan dari setiap siklus selama fase I dan fase II dan untuk setiap akun
selama fase III, auditor harus mendapatkan bukti berikut untuk laporan keuangan  secara
keseluruhan selama fase penyelesaian.

 Melakukan prosedur analitis akhir


 Mengevaluasi asumsi keberlangsungan usaha (going concern)
 Mendapatkan surat representasi klien.
 Membaca informasi dalam laporan tahunan untuk meyakinkan bahwa informasi yang
disajikan konsiten dengan laporan keuangan.
Menerbitkan Laporan Audit

Jenis laporan audit yang akan diterbitkan bergantung pada bukti yang dikumpulkan dan
temuan-temuan auditnya.

Komunikasi Dengan Komite Audit Dan Manajemen

Auditor diharuskan untuk mengomunikasikan setiap kekurangan dalam pengendalian internal


yang signifikan pada komite audit atau manajemen senior. Standar audit juga mengharuskan
auditor untuk mengomunikasikan beberapa hal pada mereka yang bertanggung jawab dalam
pelaksanaan tata kelola perusahaan seperti pada komite audit atau badan yang sejenis
menjelang penyelesaian audit dan sesegera mungkin.

Daftar Pustaka

Jusup,Al Haryono. 2014. Auditing. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN:Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai