Anda di halaman 1dari 37

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SINDROMA


KOMPARTEMEN

DISUSUN OLEH

NAMA : ISTI HANNA MARYA

NIM : PO.71.20.2.18.014

TINGKAT : II A

DOSEN PEMBIMBING : SURYANDA, S.Pd,M.Kes

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN BATURAJA

TAHUN 2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SINDROMA KOMPARTEMEN ini dapat
tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


SINDROMA KOMPARTEMEN ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih


banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Baturaja, April 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

COVER ...............................................................................................................1

KATA PENGANTAR ......................................................................................... 2

DAFTAR ISI ...................................................................................................... 3

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................... 5

1. LATAR BELAKANG ...............................................................................5


2. a.Rumusan masalah ........................................................................... 6
b. Tujuan ................................................................................................ 6
c. Manfaat .............................................................................................. 7
3. LANDASAN TEORI .................................................................................7
4. a.Anatomi dan fisiologi ...................................................................... 7
b. Rongga abdomen ............................................................................. 8
c. Pengertian ........................................................................................ 9
d. Etilogi .............................................................................................. 11
e. Klasifikasi ........................................................................................ 12
f. Patofisiologi .................................................................................... 13
g. Manifestasi klinis ........................................................................... 18
h. Pemeriksaan diagnostik ................................................................ 19
i. Penatalaksanaan............................................................................. 20
j. Komplikasi ...................................................................................... 21
k. Prognosis ........................................................................................ 21
l. Pengkajian ...................................................................................... 22
BAB II PENGKAJIAN ...................................................................................... 24
1. BARTHEL INDEKS SCORE ................................................................. 24
2. PERUMUSAN MASALAH ..................................................................... 26

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ................................................................ 27

A. KASUS .................................................................................................. 27
B. PENGKAJIAN ....................................................................................... 27

3
C. ANALISIS DATA ................................................................................... 28
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN .............................................................. 30
E. INTERVENSI KEPERAWATAN ............................................................ 30
F. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN ........................... 33
BAB III PENUTUP ............................................................................................ 36
A. KESIMPULAN ....................................................................................... 36
B. SARAN .................................................................................................. 36
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………..37

4
BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Sindrom kompartemen didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadi


peningkatan tekanan didalam suatu rongga anatomis tubuh yang mempengaruhi
tekanan didalam suatu rongga anatomis tubuh yang mempengaruhi sirkulasi dan
mengancam fungsi dan kelangsungan hidup jaringan disekitarnya. Sindrom
kompartemen abdominal ( ACS ) muncul bila disfungsi organ terjadi sebagai hasil dari
hipertensi intra-abdomen. Sindrom ini didefinisikan dengan menetap atau berulangnya
tekanan intra-abdomen lebi dari 20 mmHg (27,2 cm H2O) atau tekanan perfusi
abdomen kurang dari 60 mmHg ( 81,6 cmH2O ) dengan disertai onset satu atau lebih
kegagalan system organ. Tekanan intra-abdomen normal antara 0 dan 5 mmHg
( 6,8cmH20), tapi pada pasien dewasa yang kritis normal IAP dapat mencapai antara 5
mmHg (6,8 cmH2O) dan 7 mmHg (9,52 cmH2O).

Sindrom kompartemen abdominal adalah manifestasi akhir dari IAH yang


ditandai dengan disfungsi kardiovaskular,paru,ginjal,splaknik dan intracranial. Sebagian
besar kondisi klinis telah menunjukkan dapat terjadinya IAH dan ACS, termasuk trauma
tajam atau tumpul, luka bakar, pancreatitis, ruptur aneurisma aorta, neoplasma, ascites,
transplantasi hati, pendarahan retroperitoneal dan pasien tanpa cedera intra abdomen
yang memerlukan volume cairan resusitasi yang masif. Sekarang ini penyebab
terbanyak adalah korban multiple trauma yang memerlukan intervensi bedah abdomen
segera, terutama pembedahan untuk damage control.

Sindrom kompartemen akut cenderung memiliki hasil akhir yang jelek, toleransi
otot untuk terjadinya iskemia adalah 4 jam. Kerusakan irreversible terjadi bila lebih dari
8 jam. Jika diagnosa terlambat dapat menyebabkan trauma syaraf dan hilangnya fungsi
otot. Walaupun fasciotomi dilakukan dengan cepat dan awal, hampir 20% pasien
mengalami deficit motorik dan sensorik yang persisten.

Angka kematian tinggi pada abdominal compartemen sindrom meskipun dengan


pengobatan, hal ini terjadi karena ACS akan mempengaruhi beberapa sistem organ.

5
Selanjutnya, ACS sering sekuele cedera parah yang independen membawa morbiditas
dan mortalitas yang tinggi. Malbrain dkk menunjukkan bahwa dengan sendirinya,
peningkatan tekanan intra abdomen berkorelasi dengan peningkatan mortalitas
sebelum menjadi kompartemen sindrom abdomen. Pada kasus ACS dilaporkan 10-
68% dari pasien yang mengalaminya.

a. Rumusan Masalah
• Apakah pengertian abdomen kompartemen sindrom?
• Apakah etiologi dari abdomen kompartemen sindrom?
• Apa saja klasifikasi dari abdomen kompartemen sindrom?
• Bagaimana patofisiologi dari abdomen kompartemen sindrom?
• Bagaimana manifestasi klinis dari abdomen kompartemen sindrom?
• Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari abdomen kompartemen sindrom?
• Bagaimana penatalaksanaan dari abdomen kompartemen sindrom?
• Apa saja komplikasi dari abdomen kompartemen sindrom?
• Bagaimana konsep asuhan keperawatan kepada klien dengan abdomen
kompartemen sindrom mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan dan
menentukan intervensi keperawatan?
b. Tujuan
➢ Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan tentang asuhan perawatan
pasien dengan abdomen kompartemen sindrom.
➢ Tujuan Khusus
• Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian abdomen kompartemen
sindrom
• Mahasiswa mampu menjelaskan tentang etiologi dari abdomen
kompartemen sindrom
• Mahasiswa mampu menjelaskan tentang klasifikasi dari abdomen
kompartemen sindrom
• Mahasiswa mampu menjelaskan tentang patofisiologi dari abdomen
kompartemen sindrom

6
• Mahasiswa mampu menjelaskan tentang manifestasi klinis dari abdomen
kompartemen sindrom
• Mahasiswa mampu menjelaskan tentang pemeriksaan diagnostik dari
abdomen kompartemen sindrom

• Mahasiswa mampu menyebutkan penatalaksanaan dari abdomen


kompartemen sindrom
• Mahasiswa mampu menyebutkan komplikasi dari abdomen
kompartemen sindrom
• Mahasiswa mampu menjelaskan konsep asuhan keperawatan kepada
klien dengan abdomen kompartemen sindrom mulai dari pengkajian,
diagnosa keperawatan dan menentukan intervensi keperawatan.

c. Manfaat
Makalah ini dibuat untuk menjelaskan aplikasi konsep perawatan pada klien
dengan abdomen kompartemen sindrom sehingga dapat digunakan sebagai
referensi asuhan keperawatan.

2. LANDASAN TEORI
A. ANATOMI FISIOLOGI
a) Anatomi Fisiologi Abdomen
1. Dinding Abdomen Dinding abdomen dibentuk oleh otot-otot perut dimana di
sebelah atas dibatasi oleh angulus infrasternalis dan di sebelah bawah dibatasi
oleh krista iliaka, sulkus pubikus dan sulkus inguinalis. Otot-otot dinding
abdomen tersebut terdiri dari otot-otot dinding abdomen bagian depan, lateral
dan belakang :
a. Otot rectus abdominis
Terletak pada permukaan abdomen menutupi linea alba, bagian
depan tertutup vagina dan bagian belakang terletak di atas
kartilago kostalis 6-8. Fungsi dari otot ini untuk fleksi trunk,
mengangkat pelvis.
b. Otot piramidalis

7
Terletak di bagian tengah di atas simpisis pubis, di depan otot
rectus abdominalis. Fungsinya meregangkan linea alba.
c. Otot transversus abdominalis
Otot ini berupa tendon menuju linea alba dan bagian inferior
vagina musculi recti abdominalis. Fungsi dari otot ini menekan
perut, meregangkan dan menarik dinding perut.

d. Otot obligus eksternus abdominis


Letaknya yaitu pada bagian lateral abdomen tepatnya di sebelah
inferior thoraks. Fungsi dari otot ini adalah rotasi thoraks ke sisi
yang berlawanan.
e. Otot obligus internus abdominis
Otot ini terletak pada anterior dan lateral abdomen, dan tertutup
oleh otot obligus eksternus abdominis. Fungsinya untuk rotasi
thoraks ke sisi yang sama (Chandra, Ade, 2010).

B. RONGGA ABDOMEN
Rongga abdomen (cavum abdomen) isinya terdiri dari : lambung, usus halus
(duodenum, jejunum, ileum), usus besar/colon, kelenjar pankreas, limpa/lien,
hati/hepar, dan ginjal/renal.
➢ Lambung : organ berbentuk J, terletak pada bagian superior kiri rongga
abdomen di bawah diafragma. Fungsinya : penyimpanan makanan, produksi
kimus (massa homogen setengah cair, berkadar asam tinggi yang berasal dari
bolus), digesti protein, produksi mukus, produksi faktor intrinsik (glikoprotein,
vitamin B12), dan untuk absorpsi nutrien.
➢ Usus halus : Duodenum : bagian terpendek (25-30 cm).
• Jejunum : bagian selanjutnya sepanjang 1-1,5 m.
• Ileum : merentang sampai menyatu dengan usus besar,
• panjangnya 2-2,5 m. Fungsi usus halus yaitu secara selektif mengabsorpsi
produk digesti.
➢ Usus besar :

8
• Sekum : kantung tertutup yang menggantung di bawah area katup
ileosekal.
• Kolon : bagian usus besar dari sekum sampai rectum, terdiri dari kolon
asenden, transversa, desenden.
• Rectum : bagian saluran pencernaan dengan panjang 12-13 cm, yang
berakhir di saluran anal.
• Fungsi usus besar : mengabsorpsi 80-90% air dan elektrolit dari kimus
yang tersisa, sejumlah bakteri dalam kolon mampu mencerna sejumlah
kecil selulosa dan memproduksi sedikit kalori nutrien bagi tubuh, serta
untuk mengekskresi zat sisa dalam bentuk feses.
➢ Kelenjar pankreas : kelenjar terelongasi berukuran besar di balik kurvatur
besar lambung.
• Lien : kelenjar yang terletak di regio hipogastrium sinistra, di dalamnya
banyak terdapat jaringan limfe dan sel darah. Fungsinya membentuk
eritrosit, menghasilkan limfosit & antibody, menghancurkan leukosit &
trombosit.
➢ Hepar : organ viseral terbesar dan terletak di bawah kerangka iga, beratnya
1500 gram dan kaya akan persediaan darah.
• Fungsinya untuk sekresi empedu, metabolisme, penyimpanan mineral,
detoksifikasi, produksi panas dan penyimpanan darah.
➢ Renal : organ berbentuk seperti kacang berwarna merah tua yang panjangnya
12,5 cm dan tebalnya 2,5 cm.
• Fungsinya : pengeluaran zat sisa organik, pengaturan konsentrasi ionion
penting, pengaturan keseimbangan asam basa tubuh, pengaturan
produksi sel darah merah, pengaturan tekanan darah, pengeluaran zat
beracun (Sloane, Ethel, 2003).

C. PENGERTIAN
Abdominal Compartement Syndrom (ACS) adalah peningkatan mendadak
tekanan intraabdomen yang mengakibatkan perubahan dalam mekanisme
pernafasan, parameter hemodinamik dan ginjal serta perfusi serebral. ACS

9
memiliki relevansi yang luar biasa dalam praktek operasi dan perawatan pasien
sakit kritis, karena dampaknya pada beberapa sistem organ. (Indian Journal of
Critical Care Medicine, 2009).
Sindrom kompartemen didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadi
peningkatan tekanan di dalamsuatu rongga anatomis tubuh yang mempengaruhi
sirkulasi dan mengancam fungsi dan kelangsungan hidup jaringan di sekitarnya.
Sindrom kompartemen abdominal (ACS) muncul bila disfungsi organ terjadi
sebagai hasil dari hipertensi intra-abdomen. Sindrom ini didefinisikan dengan
menetap atau berulangnya tekanan intra-abdomen lebih dari 20 mmHg (27,2
cmH2O) atau tekanan perfusi abdomen kurang dari 60 mmHg (81,6 cmH2O)
dengan disertai onset satu atau lebih kegagalan system organ.

Tekanan intra-abdomen normal antara 0 dan 5 mmHg (6,8 cmH2O), tapi pada
pasien dewasa yang kritis normal IAP dapat mencapai antara 5 mmHg (6,8
cmH2O) dan 7 mmHg (9,52 cmH2O). Kompartemen syndrome abdomen (ACS)
adalah keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan intra abdominal di dalam
suatu rongga anatomis tubuh yang tertutup mempengaruhi aliran darah dan
mengancam fungsi dan kelangsungan hidup jaringan di sekitarnya. ACS
menggambarkan kombinasi peningkatan tekanan intra abdominal dan disfungsi
organ (Marshal, 2009) Hipertensi intra-abdomen didefinisikan dengan menetap
atau berulangnya tekanan intra-abdomen (IAP) lebih dari 12 mmHg atau tekanan
perfusi abdomen (APP) kurang dari 60 mmHg, dimana tekanan perfusi abdomen
(APP) =
• tekanan arteri rata-rata (MAP)
• tekanan intra-abdomen (IAP). Berbeda dengan hipertensi intraabdomen
(IAH), sindrom kompartemen abdominal tidak diberi tingkatan tetapi lebih
didasarkan sebagai fenomena “all or none”.( Joseph E. 2007.) Hipertensi
intra-abdomen.pada individu sehat, IAP normal adalah 12 mmHg.
(Papavramedis et. all.2011) Menurut tingkatanya IAP, IAH dinilai sebagai
berikut : o Grade I: 12-15 mmHg IAP o Grade II: 16-20 mmHg IAP o
Grade III: 21-25 mmHg IAP o Grade IV: IAP> 25 mmHg (Papavramedis
et. all.2011)

10
D. ETIOLOGI
Peningkatan tekanan intra abdomen terjadi pada 4% - 15% pasien dengan
penanganan intensive bedah pada berbagai kondisi klinis termasuk pembedahan
abdomen yang lama, akumulasi ascites, trauma tumpul abdomen, ruptur
aneurisma aorta abdomen, pancreatitis hemoragik, fraktur pelvis, ileus dan
obstruksi usus, pneumoperitoneum dan syok septic. Faktor risiko dari abdominal
compartement syndrom 1. Berkurangnya komplians dinding abdomen
• Gagal nafas akut, terutama dengan peningkatan tekanan intrathorak
• Pembedahan abdomen dengan jahitan primer fasia yang tertutup ketat.
• Trauma mayor/ luka bakar
• Posisi telungkup, tinggi kepala bed lebih dari 30°
• Indeks masa tubuh yang tinggi, obesitas
2. Peningkatan isi intraluminal
• Gastroparesis
• Ileus
• Obstruksi kolon
3. Peningkatan isi abdomen
• Hemoperitonium/pneumoperitonium
• Asites/disfungsi hati
• Infeksi abdomen
• Laparascopi
• Dialisis peritonium

11
• Trauma mayor
4. Kebocoran kapiler / resusitasi cairan
• Asidosis (pH 33°C )
• Hipotensi
• Hipotermi (>33°C )
• Politranfusi (>10 unit/24 jam) 8
• Koagulopati (platelet >15 detik atau partial tromboplastin time (PTT) >
2 kali normal atau international standardised ratio (INR) > 1.5)
• Resusitasi cairan (>5 liter/24 jam)
• Pankreatitis
• Oliguria
• Sepsis
• Trauma mayor/luka bakar
• Laparatomi

E. KLASIFIKASI
Klasifikasi kompartemen sindrom abdomen (ACS) menurut Indian Journal of
Critical Care Medicine adalah :
❖ Primer
Dasarnya disfungsi organ dan IAH dengan adanya cedera langsung pada
isi perut bagian proksimal. Contoh trauma adalah peritonitis, ileus, dan
perdarahan.
❖ Sekunder
Terdiri dari tekanan tinggi dan disfungsi organ yang disebabkan oleh
edema dan resusitasi. Contoh resusitasi pasien syok hemaragik, luka
bakar.
❖ Rekuren
Dimana pasien telah pulih dari ACS sekali tetapi karena siklus sekunder
dimulai lagi. Tingkat kematian sangat tinggi.

12
F. PATOFISIOLOGI
Setiap kelainan yang meningkatkan tekanan dalam rongga perut dapat
menimbulkan hipertensi intra-abdomen. Dalam beberapa situasi, seperti
pankreatitis akut atau pecahnya aneurisma aorta abdominal. Obstruksi mekanis
usus halus dan pembesaran abdomen bisa menimbulkan hipertensi intra
abdomen. Namun, trauma tumpul abdomen dengan perdarahan intraabdomen
dari lienalis, hati, dan cedera mesenterika adalah penyebab paling umum dari
hipertensi intra-abdomen.pembedahan perut dengan tujuan untuk
mengendalikan pendarahan juga dapat meningkatkan tekanan dalam ruang
peritoneal. Distensi usus sebagai akibat dari syok hipovolemik dan perpindahan
volume yang besar, merupakan penyebab penting hipertensi intra-abdomen, dan
selanjutnya mengakibatkan ACS pada pasien trauma (Paula Richard, 2013).

Pada kondisi syok, vasokonstriksi dimediasi oleh system syaraf simpatik


mengakibatkan kurangnya suplai darah ke kulit, otot, ginjal, dan saluran
pencernaan, hal ini bertujuan untuk menyuplai jantung dan otak. Redistribusi
darah dari usus menghasilkan hipoksia seluler di jaringan usus. Hipoksia ini
berhubungan dengan 3 bagian penting dari perkembangan kompensasi positif
yang mencirikan pathogenesis hipertensi intraabdomendan perkembangannya
menjadi ACS :
a) Pelepasan sitokinin
b) Pembentukan oksigen radikal bebas
c) Penurunan produksi adenosine trifosfat pada sel (Paula Richard, 2013).

Sebagai respon terhadap jaringan yang mengalami hipoksia, maka sitokinin


dilepaskan. Molekul-molekul ini meningkatkan vasodilatasi dan meningkatkan
permeabilitas kapiler yang mengarah pada terjadinya edema. Setelah seluler
mengalami reperfusi, oksigen radikal bebas dihasilkan. Agen ini memiliki efek
toksik pada membran sel yang kondisinya diperparah oleh adanya sitokinin,
yang merangsang pelepasan radikal lebih banyak lagi. Selain itu, kurangnya
penghantaran oksigen ke jaringan yang mengalami keterbatasan produksi

13
adenosine triphosphat dan penurunan persediaan dari adenosine triphosphat ini
tergantung pada aktivitas seluler. (Paula Richard, 2013).
Yang terkena dampak adalah pompa natrium-kalium. Efisien fungsi pompa
sangat penting untuk peraturan intraseluler elektrolit. Ketika pompa gagal, terjadi
kebocoran natrium ke dalam sel sehingga menarik air. Sel membengkak, selaput
kehilangan integritas, isi intraseluler keluar ke ekstraseluler dan mengakibatkan
inflamasi (peradangan). Inflamasi dengan cepat berubah menjadi edema,
sebagai akibat dari kebocoran kapiler, dan jaringan di usus semakin
membengkak akibat dari semakin meningkatnya tekanan intra-abdomen.
Pada awal tekanan, perfusi usus terganggu, hipoksia seluler, kematian sel,
peradangan, edema terus berlanjut. Jadi, pada hipertensi intra-abdomen dapat
menyebabkan vasokonstriksi sehingga terjadi peningkatan tekanan intra-
abdomen. Apabila tekanan intraabdomen terus meningkat, dapat menyebabkan
terjadinya penurunan perfusi jaringan dan akhirnya terjadi edema yang juga
dapat memperparah peningkatan tekanan intra-abdomen. Meningkatnya tekanan
intra-abdomen inilah yang akhirnya menyebabkan kompartement sindrom
abdominal. Selain itu patofisiologi sindrom kompartemen melibatkan hemostasis
jaringan lokal normal yang menyebabkan peningkatan tekanan jaringan,
penurunan aliran darah kapiler, dan nekrosis jaringan lokal yang disebabkan
hipoksia. Tanpa memperhatikan penyebabnya, peningkatan tekanan jaringan
menyebabkan obstruksi vena dalam ruang yang tertutup. Peningkatan tekanan
terus meningkat hingga tekanan arteriolar intramuskuler bawah meninggi.
Pada titik ini, tidak ada lagi darah yang akan masuk ke kapiler, menyebabkan
kebocoran ke dalam kompartemen, sehingga tekanan (pressure) dalam
kompartemen makin meningkat. Penekanan saraf perifer disekitarnya akan
menimbulkan nyeri hebat. Metsen memperlihatkan bahwa bila terjadi
peningkatan intrakompartemen, tekanan vena meningkat. Setelah itu, aliran
darah melalui kapiler akan berhenti. Dalam keadaan ini penghantaran oksigen
juga akan terhenti, Sehingga terjadi hipoksia jaringan (pale). Jika hal ini terus
berlanjut, maka terjadi iskemia otot dan nervus, yang akan menyebabkan

14
kerusakan ireversibel komponen tersebut. Ada 3 teori tentang penyebab iskemia,
yaitu :
1. Spasme arteri akibat peningkatan tekanan kompartemen
2. “Theori of critical closing pressure.”Akibat diameter yang kecil dan tekanan
mural arteriol yang tinggi, tekanan transmural secara signifikan berbeda
(tekanan arteriol-tekanan jaringan) ini dibutuhkan untuk memelihara patensi.
Bila tekanan jaringan meningkat atau tekanan arteriol menurun perbedaan
tidak ada, yaitu critical closing pressure dicapai, arteriol akan menutup.
3. Karena dinding vena yang tipis, vena akan kolaps bila tekanan jaringan
melebihi tekanan vena. Bila darah mengalir secara kontinyu dari kapiler,
tekanan vena secara kontinyu akan meningkat pula sampai melebihi tekanan
jaringan dan drainase vena dibentuk kembali. Sedangkan respon otot
terhadap iskemia yaitu dilepaskannya histamine like substans mengakibatkan
dilatasi kapiler dan peningkatan permeabilitas endotel. Ini berperan penting
pada transudasi plasma dengan endapan sel darah merah ke intramuscular
dan menurunkan mikrosirkulasi. Otot bertambah berat (peningkatan lebih dari
50%). McQueen dan Court-Brown berpendapat bahwa perbedaan tekanan
diastolik dan tekanan kompartemen yang kurang dari 30 mmHg mempunyai
korelasi klinis dengan sindrom kompartemen (Irga, 2008).
4. Patogenesis dari sindrom kompartemen) kronik telah digambarkan oleh
Reneman. Otot dapat membesar sekitar 20% selama latihan dan akan
menambah peningkatan sementara dalam tekanan intra kompartemen.
Kontraksi otot berulang dapat meningkatkan tekanan intamuskular pada
batas dimana dapat terjadi iskemia berulang. Sindrom kompartemen kronik
terjadi ketika tekanan antara kontraksi yang terus - menerus tetap tinggi dan
mengganggu aliran darah. Sebagaimana terjadinya kenaikan tekanan, aliran
arteri selama relaksasi otot semakin menurun, dan pasien akan mengalami
kram otot. Kompartemen anterior dan lateral dari tungkai bagian bawah
biasanya yang kena (Irga, 2008). Patofisiologi dampak ACS pada berbagai
sistem organ :

15
a. Disfungsi ginjal
Disfungsi ginjal merupakan dampak yang paling sering terjadi. Efek klasik
IAH/ACS pada system ginjal yaitu oliguria hingga menjadi anuria dengan IAP
yang meningkat. IAP 15±20 mmHg dapat terjadi oliguria, sementara IAP lebih
dari 30 mmHg dapat terjadi anuria. Mekanisme terjadinya disfungsi ginjal
terdapat banyak faktor. ACS membuat gangguan pada kardiovaskular dengan
menurunkan curah jantung sehingga menurunkan aliran arteri ginjal,
meningkatkan resistensi vaskular ginjal, menurunkan filtrasi glomerulus dan
kompresi vena ginjal.

b. Disfungsi paru
Peningkatan IAP berdampak langsung pada fungsi paru. Komplians paru
mengalami resultan reduksi progresif pada kapasitas total paru, kapasitas residu
fungsional dan volume residu. Ini ditunjukkan secara klinis dengan elevasi
hemidiafragma pada radiografi dada. Perubahan ini ditunjukkan pada IAP diatas
15 mmHg. Terjadi kegagalan respirasi selanjutnya akibat hipoventilasi dari hasil
elevasi progresif IAP. Resistensi vascular paru meningkat sebagai hasil dari
pengurangan tekanan oksigen alveolus dan peningkatan tekanan intra-torak.
Pada akhirnya, disfungsi organ paru ditunjukkan dengan keadaan hipoksia,
hiperkapnia dan peningkatan tekanan ventilasi.

c. Disfungsi jantung
Peningkatan IAP secara konsisten berkorelasi dengan penurunan curah
jantung.Ini ditinjukkan pada IAP diatas 20 mmHg. Penurunan jurah jantung
merupakan hasil dari penurunan alur balik vena jantung dari kompresi langsung
pada venacava dan vena porta. Peningkatan tekanan intra-thorak juga membuat
penurunan aliran vena cava superior dan inferior. Resistensi maksimal aliran
darah vena cava terjadi di hiatus cavum diafragma. Ini berhubungan dengan
gradient tekanan tiba-tiba antara abdomen dan rongga dada. Peningkatan
tekanan intra-thorak menyebabkan kompresi jantung dan pengurangan volume
akhir diastolik. Kenaikan resistensi vascular sistemik berasal dari efek gabungan

16
vasokonstriksi arteriolar dan IAP yang meningkat. Gangguan ini membuat stroke
volume berkurang dimana hanya satu-satunya yang dikompensasi dengan
meningkatkan detak jantung dan kontraktilitas. Kurva Starling kemudian
bergeser ke bawah dan ke kanan dan curah jantung secara progresif menurun
dengan IAP yang meningkat. Kelainan ini terjadi eksaserbasi bersamaan dengan
hipovolemia. Perubahan hemodinamik signifikan ditunjukkan pada IAP diatas 20
mmHg.

d. Disfungsi hepar
Penurunan aliran darah arteri hepatik, vena porta dan sirkulasi mikro
berhubungan dengan IAH. Ketika babi yang teranestesi IAP-nya meningkat
hingga 20 mmHg, kebalikan dari Q konstan dan tekanan arteri rata-rata, aliran
arteri hepatic berkurang hingga 55%, aliran vena porta menurun hingga 35% dan
aliran sirkulasi mikro hepatic berkurang hingga 29% dibandingkan dengan
control. Penurunan pada aliran sirkulasi mikro hepatik yang sama juga terjadi
pada pasien dengan kolesistektomi per laparoskopi. Pasien dengan trauma
kemungkinan meningkat resiko sekunder terhadap penurunan aliran darah portal
dan visceral yang terjadi selama syok.

e. Disfungsi Splaknik
Sama seperti dampak yang terjadi pada hati, ginjal dan vena cava inferior, efek
predominan dari peningkatan IAP juga mengurangi perfusi splaknik.
Hipoperfusisplaknik dapat terlihat pada IAP 15 mmHg dengan laporan kasus
iskemiaintestinal yang memerlukan intervensi operatif setelah laparoskopik
elektif mempertahankan 15 mmHg pneumoperitonium. Bagaimanapun aliran
darah arterimesenterikum, mukosa usus, dan vena porta telah menurun dengan
peningkatan IAP. Ini dapat diukur pada pengaturan klinis dengan tonometri
gaster yang mengindikasikan penurunan perfusi pada perut. Sebuah studi
menunjukkan bahwa penurunan perfusi gaster disimpulkan dengan penurunan
pHi gaster yang berkurang lebih awal dari tanda-tanda ACS (oliguria, tekanan
puncak inspirasi meningkat). Penurunan perfusi gastrointestinal ini terjadi tidak

17
bergantung pada penurunan Q. IAP yang meningkat juga menunjukkan tekanan
vena porta yangmeningkat. Ini kemungkinan salah satu factor kontribusi pada
patofisiologi varises esophagus pada pasien dengan gagal hati. Meningkatnya
IAP hingga 10 mmHg menghasilkan peningkatan tekanan varises, volume,
radius dan ketegangan dinding. Sebagai tambahan, penurunan perfusi splaknik
dan cedera reperfusi ditunjukkan dengan produksi sitokin dari usus. Ini berperan
dalam perkembangan komplikasi septic dan atau sindrom respon inflamasi
sistemik (SIRS) dan kegagalan organ multipel.

f. Disfungsi system saraf pusat


Meskipun ACS tidak menyebabkan kegagalan system saraf pusat, terdapat
hubungan erat antara IAH dan ICP yang meningkat dengan reduksi sekunder
pada CPP yang ditunjukkan pada dua hewan percobaan. Ini akibat mekanisme
peningkatan tekanan intrathora dimana dihasilkan dari IAH, elevasi media pada
diafragma. Peningkatan tekanan intra-thorak meningkatkan tekanan vena jugular
dan ICP. Pasien dengan ACS secara klinis dan ICP yang meningkat telah
terkoreksi ICP dengan laparotomi dekompresi. Dengan demikian pemantauan
IAP disarankan pada pasien dengan neurotrauma dan cedera abdomen atau
curiga IAH dengan pemikiran untuk dekompresi pada peningkatan ICP (Paula,
2013).

G. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis ACS antara lain :
1) Distensi abdomen yang berat
2) Gagal napas yang ditandai dengan PCO2 yang meningkat, volume tidal yang
berkurang, tingginya tekanan puncak inspirasi.
3) Curah jantung yang menurun
4) Tekanan darah yang labil
5) pH rendah yang menetap
6) Oliguria yang tidak respon terhadap terapi konvensional

18
7) Tekanan intra abdomen yang meningkat (> 40 mm Hg) (Paula Richard MD,
2013).
Gejala klinis yang terjadi pada kompartemen sindrom dikenal dengan 5P yang
secara umum terjadi pada ekstremitas, yaitu :
1. Pain (nyeri), nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang
terkena, ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang
paling penting. Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan
keadaan klinik (pada anak-anak tampak semakin gelisah atau memerlukan
analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot yang tegang pada kompartemen
merupakan gejala yang spesifik dan sering.
2. Pallor (pucat), diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daerah tersebut
3. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi)
4. Parastesia (rasa kesemutan)
5. Paralysis, merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang
berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena kompartemen
sindrom.
Sedangkan gejala yang khas pada kompartemen sindrom, yaitu:
1. Nyeri yang timbul saat aktivitas, terutama saat olahraga. Biasanya setelah
berlari atau beraktivitas selama 20 menit.
2. Nyeri bersifat sementara dan akan sembuh setelah beristirahat 15-30
menit 3. Terjadi kelemahan atau atrofi otot (Irga, 2008)

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostic untuk ACS adalah :

 Laboratorium :
o Comprehensive metabolic panel (CMP) : Profil metabolic lengkap antara
lain elektrolit, BGA, Kimia Klinik, renal fungsi tes, urinalisis, renal fungsi
test.
o Complete blood cell count (CBC) / Darah Lengkap : Trombosit mengalami
penurunan (, 55.000/mm3)

19
o Pemeriksaan enzim amylase and lipase : terjadi peningkatan
(pancreatitis) o Prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin
time (aPTT) bila pasien diberi heparin : untuk memeriksa faktor pembekuan
mengalami perpanjangan (PT . 15 detik, PTT : . 2 kali normal)
o Test untuk marker jantung : CPKMB/:creatine phosphokinase Myoglobin
mengalami peningkatan menunjukkan adanya sel miokardium
o Urinalisis : Adanya keton, darah,dalam urine menunjukkan adanya
gangguan pada ginjal
o Pengukuran level serum laktat : Peningkatan asam laktat dalam darah
menunjukkan shock dan dehidrasi berat.
o Arterial blood gas (ABG) : PH mengalami penurunann : < 7,02
(Asidosis) dan peningkatan PCO2

 Radiografi :
oAbdomen serial untuk melihat udara bebas atau obstruksi usus.
o Radiografi polos abdomen sering tidak berguna dalam mengidentifikasi
sindrom kompartemen abdominal.
o CT scan abdomen dapat memberikan banyak temuan.

I. PENATALAKSANAAN
Penanganan harus berdasarkan pada pemeriksaan klinis dengan peningkatan
IAP. IAP kritis yang menimbulkan berbagai disfungsi organ bergantung pada
keadaan premorbid pasien. Pasien gemuk setiap saat meningkat IAP tetapi telah
terkompensasi dengan hal tersebut. Grade I IAH secara umum hanya
memerlukan resusitasi volume dengan pemantauan tekanan berkelanjutan.
Beberapa pasien tidak membaik keadaannya. Pasien dengan grade II harus
ditangani berdasarkan gejalanya. Bila oliguria ringan dengan kompresi jantung
dan paru minimal, dapat diresusitasi lebih lanjut dan dilanjutkan dengan
memantau tekanan. Bila pasien mengalami cedera intrakranial atau kompresi
berat yang lebih, operasi dekompresi harus dipikirkan. Grades III dan IV ditangani

20
dengan operasi dekompresi. Saat ini sebagian besar peneliti menyetujui bahwa
tekanan kritis untuk ACS adalah antara 20 hingga 25 mmHg.

J. KOMPLIKASI
Jika kompartemen sindrom tidak mendapatkan penanganan dengan segera,
akan menimbulkan berbagai komplikasi antara lain (Irga, 2008) :
 Nekrosis pada syaraf dan otot dalam kompartemen
 Kontraktur volkman, merupakan kerusakan otot yang disebabkan oleh
terlambatnya penanganan sindrom kompartemen sehingga timbul
deformitas pada tangan, jari, dan pergelangan tangan karena adanya
trauma pada lengan bawah.
 Trauma vascular
 Gagal ginjal akut
 Sepsis
 Acute respiratory distress syndrome (ARDS)

K. PROGNOSIS
Sindrom kompartemen akut cenderung memiliki hasil akhir yang jelek, toleransi
otot untuk terjadinya iskemia adalah 4 jam. Kerusakan irreversible terjadi bila
lebih dari 8 jam. Jika diagnosa terlambat dapat menyebabkan trauma syaraf dan
hilangnya fungsi otot. Walaupun fasciotomi dilakukan dengan cepat dan awal,
hampir 20% pasien mengalami deficit motorik dan sensorik yang persisten
(Irga,2008). Tingkat kematian dengan kasus ACS dilaporkan 10-68% dari pasien
yang mengalaminya. Prosentase klien yang dapat bertahan hidup dengan kasus
ACS sekitar 53%. Jika sudah diketahui ada tanda-tanda mengalami ACS, maka
penatalaksanaan yang harus dilakukan adalah dekompresi laparotomi. Angka
kematian tinggi pada abdominal compartemen sindrom meskipun dengan
pengobatan, hal ini terjadi karena ACS akan mempengaruhi beberapa sistem
organ. Selanjutnya, ACS sering sekuele cedera parah yang independen
membawa morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Malbrain dkk menunjukkan
bahwa dengan sendirinya, peningkatan tekanan intra abdomen berkorelasi

21
dengan peningkatan mortalitas sebelum menjadi kompartemen sindrom
abdomen (Paulo,2013).

L. PENGKAJIAN
a. Data pasien
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan keluarga
d. Riwayat kesehatan masa lalu
e. Pengkajian psikososial kultural dan spiritual
1. Status psikologi dan perkembangan
2. Sosial ekonomi
3. Budaya
4. Spiritual
f. Riwayat keperawatan
Keluhan pada pasien bedah orthopedi yang paling sering adalah nyeri, akibat
dari cidera, fraktur, spasme otot atau cidera muskuloskeletal
g. Riwayat penyakit sekarang
Memantau keadaan umum pasien dan masalah – masalah yang timbul
berkaitan dengan jenis gangguan muskuloskeletal

h. Riwayat penyakit dahulu


Apakah pasien pernah mengalami gangguan muskuloskeletal atau pernah
melakukan bedah orthopedi sebelumnya, penyakit seperti hipertensi dan lain
sebagainya
i. Riwayat penyakit keluarga
Apakah anggota keluarga ada yang pernah melakukan bedah orthopedi.
j. Pemeriksaan fisik
1. Look : oedem, warna kulit, pus, balutan, bandingkan dengan yang normal
2. Feel : palpasi apa ada tanda terdeness, krepitasi, deformitas
3. Move : pada pemeriksaan move, periksalah bagian tubuh yang nromal
terlebih dahulu, selain untuk mendapatkan kooperasi dari penderita, juga
untuk mengetahui gerakan normal penderita

22
• Apabila ada fraktur, tentunya akan terdapat gerakan yang
abnormal didaerah fraktur (kecuali fraktur incomplete)
• Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat gerakan dari tiap
arah pergerakan, mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dengan
ukuran metric. Pencatatan ini penting untuk mengetahui apakah
ada gangguan gerak.
• Kekakuan sendi disebut ankylosis dan hal ii dapat disebabkan oleh
faktor intraarticular atau ekstraarticular
• Pergerakan yang perlu dilihat adalah gerakan aktif (apabila
penderita sendiri yang menggerakan karena disuruh oleh
pemeriksa ) dan gerak pasif (bila pemeriksa yang menggerakkan).
• Pada pemeriksaan selain penderita duduk atau berbaring, juga
perlu dilihat waktu berdiri dan berjalam.

BAB II
PENGKAJIAN

23
1. BARTHEL INDEKS SCORE
Aktivitas Sko
r
Makan
O : tidak mampu
5 : memerlukan bantuan, seperti memotong makanan,
mengoleskan mentega, atau memerlukan bentuk diet
khusus
1O : mandiri tanpa bantuan
Mandi
O : tergantung
5 : mandiri
Kerapianƒpenampilan
O : memerlukan bantuan untuk menata penampilan
diri
5 : mampu secara mandiri menyikat gigi, mengelap
wajah, menata rambut, dan bercukur

Berpakaian
O : tergantung tidak mampu
5 : perlu dibantu tapi dapat melakukan sebagian
1O : mandiri (mampu mengancingkan baju,
menutup resleting, merapikan)

Buang air besar


O : inkontinensia, atau tergantung pada
enema
5 : kadang mengalami kesulitan
1O : normal
Buang air kecil
O : inkontinensia, harus dipasang kateter, atau tidak
mampu mengontrol BAK secara mandiri

24
5 : kadang mengalami kesulitan
1O : normal

Penggunaan kamar
mandiƒtoilet
O : tergantung
5 : perlu dibantu tapi tidak tergantung penuh
1O : mandiri
Berpindah tempat (dari tempat tidur ke tempat duduk,
atau sebaliknya)
O : tidak mampu, mengalami gangguan
keseimbangan 5 : memerlukan banyak bantuan (satu
atau dua orang) untuk bisa duduk
1O : memerlukan sedikit bantuan (hanya diarahkan
secara verbal) 15 : mandiri

Mobilitas (berjalan pada permukaan yang


rata)
O : tidak mampu atau berjalan kurang dari
5Oyard
5 : hanya bisa bergerak dengan kursi roda,
lebih dari 5O yard 1O : berjalan dengan
bantuan lebih dari 5O yard
15 : mandiri (meskipun menggunakan alat bantu)
Menaiki menuruni tangga
O : tidak mampu
5 : memerlukan bantuan
1O : mandiri
2. PERUMUSAN MASALAH
1. Nyeri akut
2. Gangguan pertukaran gas
3. Penurunan curah jantung

25
26
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. KASUS
. Ny.W seorang karyawan swasta, datang ke RS. Dr.NOESMIR. Ny.W mengeluh rasa
tidak nyaman pada abdomen dan mual muntah 2 minggu sebelum masuk rumah sakit,
klien mengeluh nyeri hebat pada perut bagian bawah saat melakukan aktivitas berat
dan mereda dalam keadaan rileks. Saat dalam keadaan nyeri, klien meminum
analgesic untuk meredakan nyeri yang dirasakan. Klien tidak memeriksakan
keadaannya tersebut sampai bagian perutnya membesar disertai nyeri hebat dan
sesak. Ny.W mengatakan bahwa sekitar setahun yang lalu, klien pernah kecelakaan
dan mengalami trauma tumpul pada perut. Klien mengaku tidak mempunyai penyakit
gastritis apendisitis,asma dan mengatakan tidak memiliki riwayat alergi

B. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Nama : Ny.W
Jenis kelamin : perempuan
Umur : 50tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Alamat : suka maju
Masuk RS : 7 april 2020
2. Keluhan utama
Klien mengeluh nyeri dibagian perut bawah
3. Riwayat penyakit saat ini
Klien mengeluh rasa tidak nyaman pada abdomen dan mual muntah 2
minggu sebelum masuk rumah sakit, klien mengeluh nyeri hebat pada perut
bagian bawah saat melakukan aktivitas berat dan mereda dalam keadaan
rileks Saat dalam keadaan nyeri, klien meminum analgesic untuk meredakan
nyeri yang dirasakan. Klien tidak memeriksakan keadaannya tersebut sampai
bagian perutnya membesar disertai nyeri hebat dan sesak
4. Riwayat penyakit terdahulu

27
Sekitar setahun yang lalu, klien perna kecelakaan dan mengalami trauma
tumpul pada perut. Klien mengaku tidak mempunyai penyakit gastritis,
apendisitis, asma, dan mengaku tidak memiliki riwayat alergi
5. Riwayat penyakit keluarga Tidak ada
6. Pengkajian psikososial-spiritual
Intrapersonal : klien merasa cemas
Interpersonal : -
7. Pemeriksaan fisik
B1 (Breath) : sesak, nafas tidak teratur
B2 (blood) : pucat, peningkatan tekanan darah, penurunan nadi
Be3(brain) : ada perasaan takut, penampilan yang tidak tenang, data
psikologis klien nampak gelisah
B4 (bladder) : oliguria
B5 (bowel) : mual, muntah, nafsu makan turun, nyeri tekan pada abdomen
B6 ( bone ) : kelemahan, lelah

D. ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah
1 Ds : klien mengeluh Trauma tumpul Nyeri akut
Nyeri pada perut abdomen
KU :lemas
TD : 120/80 mmhg
N : 80x/menit Perdarahan intra
S : 37◦c abdomen
RR : 24x/menit
nyeri Do
Hipertensi inta
P: nyeri timbul akibat
abdomen
adanya benturan
tumpul pada abdomen
saat kecelakaan
Q: nyeri yang dirasakan
seperti ditusuk – tusuk

28
R : terasa nyeri
dibagian perut bawah
S : skala nyeri 8
T : selalu timbul
2 Ds : klien mengeluh Tekanan intra abdomen Pola napas tidak
sesak saat bernafas meningkat efektif

KU :lemas
TD : 120/80 mmhg
N : 80x/menit Relaksasi diafragma
S : 37◦c terhambat
RR : 26x/menit

Kapasitas residual
Do : klien terlihat sulit
fungsional
bernafas

Suplai O2 menurun

Sesak

3 Ds : klien mengeluh Trauma abdomen Penurunan curah


lemas jantung

Do : klien terlihat pucat Perdarahan antara


N : 80x/menit peritonial
TD : 120/80 mmHg
RR: 26x/menit Penurunan volume
S : 37◦c darah
Akral : dingin dan
lembab Penurunan arus balik
CRT : > 3 Detik vena

Penurunan isi sekuncup

29
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan adanya peningkatan tekanan intra


abdomen akibat adanya benturan tumpul pada abdomen saat kecelakaan
2. pola napas tidak efektif berhubungan dengan distensi abdomen
3. penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
jantung

E. INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL
KRITERIA HASIL
Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Monitor ttv 1. Mengetahui keadaan
tindakan asuhan
berhubunga 2. .Kaji pqrst umum pasien
keperawatan
n adanya selama 1x24jam 3. Berikan 2. Melakukan pengkajian
diharapkan nyeri
peningkata kesempatan untuk mendapatkan data
menghilang
n tekanan dengan criteria waktu nyeri
hasil :
intra istirahat bila 3. Istirahat akan merelaksasi
1. ttv normal
abdomen 2. Kemampua terasa nyeri semua
n
akibat dan berikan jaringan sehingga akan
menuntask
adanya an aktivitas posisi yang meningkatkan
meningkat
benturan nyaman. kenyamanan.
3. Keluhan
tumpul nyeri 4. Mengajarkan 4. Akan
menurun
pada tehnik melancarkanperedarandar
4. Kesulitan
abdomen tidur relaksasi ah, dan dapat
menurun
saat dan metode mengalihkan perhatian
5. Frekuensi
kecelakaan nadi distraksi nyerinya ke hal-hal yang
membaik
5. Beritahu menyenangkan
pasien untuk 5. Menghindari adanya
menghindari tekanan intra abdomen
mengejan, Mengurangi rasa nyeri
meregang,
batuk, dan

30
mengangkat
benda yang
berat.
6. Kolaborasi
pemberian
obat
analgesik

Pola napas Setelah dilakukan 1. Kaji 1. Frekuensi,irama,dan


tidak efektif tindakan asuhan frekuensi, kedalaman napas yang
berhubunga keperawatan irama, dan normal menunjukan
n dengan selama 1x24jam kedalaman pola napas yang efektif
distensi diharapkan pola pernafasan 2. Mendengarkan suara
abdomen napas normal 2. Auskultasi napas klien normal
dengan criteria
bunyi nafas atau tidak
hasil :
3. Berikan 3. Posis semi fowler
1. ttv normal
2. dispnea posisi yang memudahkan udara
menurun nyaman : masuk sehingga klien
3. frekuensi semi fowler dapat bernapas
napas 4. Berikan dengan optimal
membaik instruksi 4. Dengan latihan napas
4. kedalaman untuk yang rutin, klien dapat
napas latihan terbiasa untuk
membaik nafas bernapas dalam yang
dalam efektif
Penurunan Setelah dilakukan 1. Observasi 1. Dingin, pucat merupakan
curah tindakan asuhan warna kompensasi peningkatan
keperawatan
jantung selama 1x24jam kulit, stimulasi
yang diharapkan pasien temperatu sistem saraf simpatik dan
mampu mencapai
berhubunga r, rendahnya cardiac
pompa jantung
n dengan yang efektif untuk kelembap output.
perubahan memenuhi perfusi an dan 2. Sinus takikardi dan
yang adekuat
kontraktilita Dengan criteria adanya peningkatan tekanan
s jantung hasil : sianosis. darah arteri terlihat pada
1. Pasien 2. Observasi tahap awal untuk
memelihar HR, TD, mempertahankan cardiac

31
a cardiac dan output. Penurunan
output tekanan tekanan darah
yang nadi. merupakan kondisi yang
adekuat, Gunakan memburuk.
ditunjukka monitorin 3. Pulsasi lemah dengan
n dengan g penurunan stroke volume
2. pulsasi intraarteri dan cardiac output.
perifer al sesuai Capilari refil lambat dan
kuat order. mungkin tidak ada.
(1)HR 3. Monitor
pulsasi
3. 60-100
perifer dan
x/menit sentral
dengan termasuk
capilari refil
irama
4. regular
5. Urin
output
6. Urin
output ≥
30 ml/jam
7. Kulit
hangat
8. Tingkat
kesadaran
normal

F. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


N Diagnosa Implementasi Evaluasi
o
1 Nyeri akut 1. memonitor ttv S : pasien
berhubungan adanya 2. mengkaji pqrst mengatakan rasa
peningkatan tekanan intra 3. memberikan nyeri yang di
abdomen akibat adanya kesempatan rasakan sudah
waktu istirahat berkurang

32
benturan tumpul pada bila terasa nyeri -skala nyeri 4
abdomen saat kecelakaan dan berikan P: nyeri timbul akibat
posisi yang adanya benturan
nyaman. tumpul pada
4. Mengajarkan abdomen saat
tehnik relaksasi kecelakaan
dan metode Q: nyeri yang
distraksi dirasakan seperti
5. memberitahu ditusuk – tusuk
pasien untuk R: terasa nyeri
menghindari dibagian perut bawah

mengejan, S: skala nyeri 4


T : hilang timbul
meregang,
batuk, dan
O: klien terlihat
mengangkat
sudah bisa
benda yang
melakukan aktifitas
berat.
dengan baik dan
6. mengkolaborasi
terlihat tidak meringis
pemberian obat
kesakitan lagi
analgesik
k/u : baik
N : 80x/menit
TD : 120/80 mmHg
RR: 20x/menit
S : 37◦c
A : masalah teratasi
P: intervensi
dihentikan
2 Pola napas tidak efektif 1. mengkaji frekuensi, S : klien
berhubungan dengan irama, dan mengatakan pola
distensi abdomen kedalaman
pernafasan napas sudah
2. mengauskultasi membaik

33
bunyi nafas O: napas klien sudah
3. memberikan posisi membaik
yang nyaman :
semi fowler k/u : baik
4. memberikan N : 80x/menit
instruksi untuk
latihan nafas dalam TD : 120/80 mmHg
RR: 20x/menit
S : 37◦c

A : masalah teratasi
P: intervensi
dihentikan
3 Penurunan curah jantung 1. Melakukan S : Pasien
yang berhubungan observasi warna mengatakan sudah
dengan perubahan kulit, temperatur, mulai bisa melakukan
kontraktilitas jantung kelembapan dan aktivitas seperti
adanya sianosis. biasa.
2. Melakukan O : pasien terlihat
observasi HR, TD, sudah membaik, dan
dan tekanan nadi. detak jantung ny
Gunakan sudah mulai kembali
monitoring normal
intraarterial sesuai k/u : baik
order. A : masalah teratasi
3. Melakukan monitor P : intervensi di
pulsasi perifer dan
sentral termasuk hentikan
capilari refil.

34
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Sindrom kompartemen abdomen adalah keadaan dimana terjadi peningkatan
tekanan di dalam suatu rongga anatomis tubuh yang mempengaruhi sirkulasi
dan mengancam fungsi dan kelangsungan hidup jaringan di sekitarnya. Sindrom
kompartemen abdomen dapat berdampak pada disfungsi ginjal, paru,
cardiovaskuler, system saraf pusat, spalnik, hepar. Serta dapat menimbulkan

35
komplikasi nekrosis pada syaraf dan otot dalam kompartemen, kontraktur
volkman, trauma vascular, Gagal ginjal akut, sepsis dan Acute respiratory
distress syndrome (ARDS). Jika penanganannya tidak dilakukan dengan segera,
maka angka kematian pada syndrome kompartemen abdomen sangat tinggi.

B. SARAN
Sebaiknya perawat harus mempunyai pengetahuan mengenai kompartemen
syndrome abdomen serta ketrampilan untuk melakukan penceghan maupun
penatalaksanaan terhadap penyakit tersebut karena diketahui bahwa
kompartemen syndrome abdomen ini merupakan suatu kegawatan dan dapat
menimbulkan berbagai komplikasi. Maka dari itu dibutuhkan asuhan
keperawatan yang komperhensif agar dapat mempercepat proses penyembuhan
dan mengatasi masalah yang dihadapi pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Marshall (2009), AACN Advanced Critical Care Nursing. Canada : Saunder Elsevier

Sugrue (2005). Abdominal Compartemen Syndrom Current Opinion Surgery in


Critical Care. Australia : Lipincot Williams and Wilkins

Taylor, C.2010. Diagnosis Keperawatan Dengan Rencana Asuhan. Jakarta : EGC.

Zinner, M et all. 2007. Maingot’S Abdominal operation 11ed . USA: McGraw-Hill


Companies

36
PPNI ( 2016 ). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1, Jakarta : DPP PPNI

PPNI ( 2018 ). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1, Jakarta : DPP PPNI

PPNI ( 2018 ). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1, Jakarta : DPP PPNI

37

Anda mungkin juga menyukai