Anda di halaman 1dari 49

LEMBAR PENGESAHAN

DIKTAT “ KULTUR JARINGAN PISANG ”


UNTUK MATA PELAJARAN PEMBIBITAN DAN KULTUR JARINGAN
KELAS XI AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA
SEMESTER III
SMK-PP NEGERI BANJARBARU

Telah disahkan penggunaannya untuk siswa di SMK-PP Negeri


Banjarbaru,
7 Agustus 2019

Banjarbaru, 7 Agustus 2019

Kepala
SMK - PP Negeri Banjarbaru

Suherman, SP., MP
NIP. 19600616 199103 1 001

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan anugerah- Nya sehingga DIKTAT KULTUR JARINGAN PISANG
dapat diselesaikan dengan baik. Diktat ini sebagai acuan bagi siswa kelas XI
Program Keahlian Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura pada semester III
khususnya mata pelajaran Pembibitan dan Kultur jaringan.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang sedalam –
dalamnya kepada:
1. Kepala Sekolah SMK PP Negeri Banjarbaru Bapak Suherman, SP., MP,
2. Wakasek Pengajaran Ibu Airin Nurmarita, SP. MP
3. Rekan sejawat ( semua guru) di SMK PP Banjarbaru.
4. Siswa/ Siswi SMK – PP N Banjarbaru
5. Serta semua pihak yang telah banyak membantu.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam diktat ini sehingga


kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga Diktat ini
dapat menjadi media pembelajaran dan acuan bagi siswa khususnya mata
pelajaran Pembibitan dan Kultur jaringan.

Banjarbaru, Agustus 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
A. Pengertian Kultur Jaringan dan Pengenalan Beberapa Istilah .............. 1
B. Kultur Jaringan Pisang ............................................................................ 3
C. Latihan Soal ............................................................................................ 5

BAB II. LABORATORIUM DAN PERALATAN KULTUR JARINGAN .......... 5


A. Ruangan Dalam Laboratorium Kultur Jaringan ...................................... 5
B. Peralatan Kultur Jaringan ....................................................................... 6
C. Latihan Soal ............................................................................................ 13

BAB III. MEDIA KULTUR JARINGAN ........................................................ 12


A. Komponen Media .................................................................................... 12
B. Pembuatan Larutan Stok ....................................................................... 15
C. Pembuatan Media .................................................................................. 16
D. Petunjuk Praktikum ................................................................................. 17
E. Latihan Soal ............................................................................................ 27

BAB IV. PELAKSANAAN KULTUR JARINGAN ......................................... 26


A. Isolasi Bahan Tanam (Eksplan ) ............................................................ 26
B. Sterilisasi Eksplan ................................................................................. 28
C. Penanaman Eksplan ............................................................................... 32
D. Multipikasi Tunas ................................................................................... 33
E. Induksi perakaran ................................................................................... 34
F. Aklimatisasi ............................................................................................. 34
G. Pembesaran Bibit Pisang hingga Siap Tanam ....................................... 35
H. Petunjuk Praktikum ................................................................................. 38
I. Latihan Soal ............................................................................................ 43

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I. PENDAHULUAN
A. Pengertian Kultur Jaringan dan Pengenalan Beberapa Istilah

Kultur jaringan tanaman adalah suatu teknik untuk menumbuhkan sel,


jaringan ataupun irisan organ tanaman di laboratorium pada suatu media
buatan yang mengandung nutrisi yang aseptik (steril) untuk menjadi tanaman
secara utuh. Kondisi steril merupakan suatu syarat mutlak keberhasilan
pelaksanaan kultur jaringan, sehingga kondisi ini harus tetap dijaga selama
proses kultur berlangsung. Walaupun hanya satu spora jamur atau hanya satu
sel bakteri yang masuk ke media kultur, maka pekerjaan kultur akan gagal dan
tidak akan dihasilkan tanaman baru.
Kultur jaringan tanaman didasari oleh teori totipotensi sel (cellular
totipotency) yang menyebutkan bahwa setiap sel tanaman memiliki kapasitas
untuk beregenerasi membentuk tanaman secara utuh.Tanaman baru yang
diperoleh dengan cara ini bersifat identik dengan induknya, dan disebut plantlet.
Jumlah tanaman baru yang dihasilkan tidak hanya satu, tapi bisa puluhan
hingga ratusan (dari satu bahan tanam atau eksplan) sehingga teknik kultur
jaringan digunakan sebagai metode perbanyakan tanaman. Metode
perbanyakan tanaman yang dilakukan dengan teknik kultur jaringan tergolong
perbanyakan vegetatif, artinya tidak melibatkan adanya fertilisasi antara sel
telur dan sel kelamin jantan seperti halnya pembentukan biji pada tanaman, itu
sebabnya plantlet yang dihasilkan identik dengan induknya.
Perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan disebut juga
mikropropagasi atau perbanyakan mikro. Kata ‘mikro’ mengacu pada bahan
tanam awal yang digunakan yaitu eksplan yang berukuran kecil (micro=kecil),
bahkan dapat mencapai ≤ 1 mm pada kultur meristem. Dibandingkan dengan
perbanyakan vegetatif konvensional seperti dengan stek, cangkok, ‘budding’,
‘layerage’, dan sebagainya, mikropropagasi memiliki kelebihan dan kekurangan
seperti terlihat pada Tabel 1. Jika melihat tabel tersebut, jelas terlihat bahwa
mikropropagasi memiliki keunggulan dari segi bahan tanam awal yang sangat
kecil namun menghasilkan anakan yang jauh lebih banyak. Dibandingkan
dengan perbanyakan vegetatif konvensional, perbanyakan dengan
mikropropagasi akan jauh menjadi lebih efi sien untuk tanaman yang memiliki
nilai ekonomi tinggi, karena biaya ‘establishment’ yang mahal akan tertutupi
oleh harga jual tanaman yang tinggi.

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 1


Tabel 1. Perbandingan Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif Konvensional
dan Mikropropagasi
Perbanyakan vegetatif Mikropropagasi
konvensional
Biaya murah mahal
“establishment”
Keahlian / Skill Dibutuhkan keahlian Dibutuhkan keahlian
mengenai budding, bekerja secara aseptik di
grafting, okulasi, dll labolatorium
Ukuran bahan tanam Besar (misalnya untuk Sangat kecil ( misal bisa
stek 10 – 20 cm) mencapai < 1 mm untuk
kultur meristem)
Jumlah anakan yang Hanya satu Ratusan hingga ribuan
dihasilkan persatu bahan
tanam per waktu
Sifat anakan yang Identik dengan induknya Identik dengan induknya
dihasilkan

Eksplan , merupakan istilah untuk bahan tanam awal yang digunakan dalam
mikropropagasi. Eksplan dapat berupa sel (kultur sel), protoplas (kultur protoplas),
epidermis, empulur (kultur jaringan), meristem apikal atau lateral (kultur meristem),
tunas apikal maupun lateral (kultur tunas), serta irisan batang, daun maupun akar
(kultur organ). Dengan melihat bahan tanam yang digunakan, maka istilah ‘kultur
in vitro’ lebih tepat digunakan untuk mikropropagasi dibandingkan ‘kultur jaringan’
karena yang dikulturkan sangat beragam, bukan hanya jaringan. In vitro berasal
dari bahasa Latin yang berarti ‘di dalam gelas’ (dalam bahasa Inggris ‘in glass’),
untuk menggagambarkan suatu proses biologi yang berlangsung di dalam tabung
gelas atau botol kultur, di luar tubuh mahluk hidup.
Eksplan tersebut ditanam pada media tanam steril yang mengandung nutrisi.
Adanya senyawa fenol pada jaringan tanaman, seringkali menyebabkan eksplan
berubah warna menjadi coklat dan diakhiri dengan kematian jaringan eksplan.
Warna coklat disebabkan oleh peran enzim polyfenoloksidase yang mengoksidasi
senyawa fenol yang keluar dari irisan eksplan. Senyawa fenol merupakan
metabolit sekunder dan tersimpan dalam vakuola sel tanamn. Ketika eksplan diiris,
vakuola pecah sehingga terjadi eksudasi senyawa fenol dan teroksidasi. Istilah
pencoklatan eksplan ini disebut browning. Efek oksidasi senyawa fenol ini juga
bisa menyebabkan pencoklatan pada media kultur. Istilah pencoklatan pada media
ini pada beberapa literatur disebut dengan istilah staining, namun kebanyakan
masih menggunakan istilah browning.

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 2


Eksplan yang masih hijau pada media yang mengalami browning harus
dipindah ke media baru. Pemindahan kultur ke media baru disebut dengan istilah
subkultur. Ada beberapa alasan dilakukannya subkultur selain pencoklatan media,
diantaranya adalah: media terkontaminasi oleh mikroorganisme, namun eksplan
masih sehat; media kultur mengering; populasi kultur sudah terlalu padat;
dilakukannya pengakaran (rooting) sehingga harus disubkultur ke ‘media induksi
akar’.
Eksplan yang ditanam akan membentuk bentukan baru sebelum menjadi
plantlet. Bentukan baru yang terbentuk setelah eksplan ditanam pada media kultur
disebut propagul. Propagul dapat berupa kalus, organ (tunas, akar) ataupun
embrio somatik. Kalus adalah kumpulan sel yang tidak terorganisir. Kalus
terbentuk apabila eksplan ditanam pada media yang ditambah dengan zat
pengatur tumbuh (ZPT) untuk menginduksi kalus, misalnya ZPT golongan sitokinin
dan auksin dengan konsentrasi yang sama atau ZPT 2,4-Dichloropenoxy acetic
acid (2,4-D). Istilah dediferensiasi diberikan untuk eksplan berupa organ tanaman
yang sudah terdiferensiasi seperti daun, batang, tunas, akar yang membentuk
kalus. Organ tanaman tersebut yang sel-selnya sudah terdiferensiasi dikembalikan
lagi menjadi tidak terdiferensiasi. Jika nanti kalus-kalus ini kembali membentuk
tunas, disebut mengalami rediferensiasi.

B. Kultur Jaringan Pisang


Kultur jaringan adalah suatu usaha untuk menumbuhkan sel, jaringan, dan
organ tanaman pada medium buatan secara aseptik dalam lingkungan yang
terkendali. Pengadaan bibit dengan cara ini, sangat sesuai untuk usaha pisang
dalam skala besar (industri). Pada umumnya media yang digunakan dalam kultur
jaringan pisang ini adalah MS (Roedyarto, 1999 dan Gunawan, 1995).
Pisang umumnya diperbanyak dengan anakan. Anakan yang berdaun
pedang lebih disenangi petani, sebab pohon pisang yang berasal dari anakan
demikian akan menghasilkan tandan yang lebih besar pada panen pertamanya
(tanaman induk). Bonggol atau potongan bonggol juga digunakan sebagai bahan
perbanyakan. Tetapi jantung pisang juga merupakan eksplan yang
menguntungkan karena mudah mendapatkannya dan resiko kontaminasi lebih
kecil karena bukan berasal dari tanah dan tertutup rapat oleh kelopak bunga (Nisa
dan Rodinah, 2005). Kini telah dikembangkan kultur jaringan untuk perbanyakan
secara cepat, melalui ujung pucuk yang bebas-penyakit. Cara ini telah

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 3


dilaksanakan dalam skala komersial, tetapi adanya mutasi yang tidak dikehendaki
menimbulkan kekhawatiran. Dalam perbanyakan bibit pisang secara kultur
jaringan, ada empat tahap yang harus dilalui yaitu, pertama, tahap inisiasi. Pada
tahap ini eksplan membentuk kalus dan bertunas banyak. Kedua, tahap pelipatan
tunas (multiplikasi) yaitu tunas yang sudah terbentuk dipisahkan kemudian
ditumbuhkan dalam medium agar tumbuh tunas baru (perbanyakan sub kultur).
Ketiga, tahap perakaran tunas (regenerasi planlet) dan tahap terakhir yaitu tahap
aklimatisasi lingkungan (Sunarjono, 2002 dalam Wahyudi,2004).
Pada mata pelajaran pembibitan dan kultur jaringan di semester III program
studi budidaya tanaman pangan dan hortikultura di SMK PP N Banjarbaru fokus
utama adalah kultur jaringan pisang. Kompetensi yang harus dikuasai
berdasarkan kompetensi dasar dan kompetensi inti disajikan pada Tabel 2.

KOMPETENSI DASAR KOMPETENSI DASAR


3.13. Menganalisis teknik penyiapan 4.13 Menunjukkan teknik penyiapan
laboratorium kultur jaringan tanaman laboratorium kultur jaringan
hortikultura tanaman hortikultura
3.14 Menganalisis teknik penyiapan 4.14 Menunjukkan teknik penyiapan
peralatan kultur jaringan tanaman peralatan kultur jaringan tanaman
hortikultura hortikultura
3.15. Menganalisis teknik sterilisasi ruang, 4.15 Menunjukkan teknik sterilisasi
alat, dan bahan kultur jaringan ruang, alat, dan bahan kultur
tanaman hortikultura jaringan tanaman hortikultura
3.16 Menganalisis teknik pembuatan larutan 4.16 Menunjukkan teknik pembuatan
stok larutan stok
3.17 Menganalisis teknik pembuatan media 4.17 Menunjukkan teknik pembuatan
kultur jaringan tanaman hortikultura media kultur jaringan tanaman
3.18 Menganalisis teknik penyiapan bahan hortikultura teknik penyiapan
4.18 Menunjukkan
tanam/eksplan tanaman hortikultura bahan tanam/eksplan tanaman
3.19 Menganalisis teknik inokulasi bahan hortikultura teknik inokulasi bahan
4.19 Menunjukkan
tanam/eksplan tanaman hortikutura tanam/eksplan tanaman hortikultura
3.20 Menganalisis teknik penumbuhan bibit 4.20 Menunjukkan teknik penumbuhan
kultur jaringan tanaman hortikultura bibit kultur jaringan tanaman
3.21 Menganalisis teknik pengendalian ruang hortikultura teknik pengendalian
4.21 Menunjukkan
pertumbuhan kultur ruang pertumbuhan kultur

3.22 Menganalisis teknik aklimatisasi 4.22 Merumuskan teknik aklimatisasi


plantlet tanaman hortikultura plantlet tanaman hortikultura

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 4


C. LATIHAN SOAL
Untuk mengukur tingkat pemahaman kalian terhadap materi diatas
jawablah soal berikut dengan benar!
1. Jelaskan pengertian Kultur Jaringan!
2. Dalam perbanyakan bibit pisang secara kultur jaringan, ada empat tahap yang
harus dilalui, sebutkan keempat tahap tersebut!
3. Sebutkan lima perbedaan perbanyakan tanaman secara konvensial dan
kulturjaringan!
4. Jelaskan upaya yang dapat dilakukan untuk menangani senyawa fenol pada
eksplan!
5. Jelaskan pengertian eksplan dalam pelaksanaan kultur jaringan!

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 5


BAB II. LABORATORIUM DAN PERALATAN KULTUR JARINGAN

B. Ruangan Dalam Laboratorium Kultur Jaringan

Laboratorium kultur jaringan minimal memiliki empat ruang, yakni dapur, ruang
preparasi, ruang tanam dan ruang kultur (ruang inkubasi).
1. Dapur
Merupakan tempat pencucian alat-alat sebelum disterilisasi. Di dapur
terdapat tempat pencucian (shink) dengan kran, bak sampah serta rak tempat
menaruh alat-alat setelah dicuci.
2. Ruang preparasi
Merupakan tempat pembuatan media. Pada ruangan ini diletakkan rak
yang berisi zat kimia, timbangan, magnetic stirrer, kulkas (tempat zat kimia
yang harus disimpan pada suhu dingin, seperti zat pengatur tumbuh, media
kemasan, vitamin, dan lain-lain) serta meja untuk melakukan pekerjaan
pembuatan media. Jika autoklaf yang digunakan untuk sterilisasi memakai
daya listrik, maka alat ini juga diletakkan di ruang preparasi. Namun jika
autoklaf yang digunakan adalah jenis yang memakai kompor, maka sebaiknya
diletakkan di dapur dan tidak di ruangan preparasi. Ruangan preparasi harus
dijauhkan dari nyala api karena terdapat banyak bahan kimia. Selain
menghindarkan bahaya kebakaran karena adanya bahan kimia yang mudah
terbakar, tetapi juga agar terhindar dari suhu tinggi yang mungkin dapat
merusak bahan kimia yang ada di ruangan tersebut. Meja yang ada di ruang
preparasi juga digunakan untuk melakukan preparasi eksplan sebelum dibawa
ke ruang tanam
3. Ruang tanam
Ruang tanam merupakan ruang untuk menanam kultur. Ruangan ini
harus dijaga sterilitasnya agar pekerjaan kultur dapat terhindar dari
kontaminasi dan berjalan dengan sukses. Untuk alasan sterilitas ini, ruang
tanam juga dilengkapi dengan lampu pembunuh mikroorganisme. Lampu ini
dinyalakan 30 menit sebelum pekerjaan dimulai dan dimatikan ketika sudah
mulai menanam. Pada laboratorium kultur yang lebih modern, sebelum
memasuki ruang tanam, setiap orang harus disterilisasi dengan memasuki
ruang pembersih yang dilengkapi dengan sprayer automatis yang
menyemprotkan safety disinfectant ke tubuh orang. Di dalam ruang kultur

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 6


terdapat meja kerja steril. Meja kerja steril ini dapat berupa enkas yaitu meja
kerja yang sangat sederhana dan tidak menggunakan daya listrik atau yang
lebih modern dan menggunakan daya listrik yaitu laminar air fl ow cabinet.
Laminar ini banyak ragamnya dan akan dibahas secara lebih detail pada sub
bab peralatan. Ruang tanam sebaiknya dilengkapi dengan pendingin (AC)
untuk memberikan kenyamanan pada pekerja kultur.
4. Ruang kultur (inkubasi)
Ruang kultur merupakan ruang untuk meletakkan dan menumbuhkan hasil
kultur yang kita tanam. Ruangan ini dilengkapi dengan pendingin yang bisa
diatur suhunya. Umumnya suhu yang dibutuhkan berkisar 20-24o C karena
morfogenesis dalam kultur umumnya terjadi pada kisaran suhu tersebut. Di
dalam ruang kultur diletakkan rak-rak kultur yang digunakan untuk menaruh
kultur. Ruang ini juga harus dijaga sterilitasnya untuk menghindarkan kultur dari
kontaminan. Sterilitas dijaga dengan jalan menyemprotkan desinfectan secara
berkala serta membersihkan ruangan serta menyingkirkan kultur yang sudah
terkontaminasi. Kultur yang sudah terkontaminasi ini akan menjadi sumber
kontaminan untuk kultur yang sehat.

B. Peralatan Kultur Jaringan


Berikut akan dibahas berapa peralatan penting yang umumnya digunakan
dalam kultur jaringan. Peralatan ini meliputi:
1. Timbangan digital
Timbangan (balance) digital beragam jenisnya, gunanya secara umum
adalah untuk menghitung satuan massa suatu benda dengan teknik digital.
Dalam lab kultur, alat ini digunakan untuk menimbang bahan/zat yang
digunakan dalam kultur, misalnya zat pengatur tumbuh, bahan untuk media,
gula, agar, dan lain sebagainya. Sebelum menimbang bahan, kita harus
mengetahui kapasitas timbang dari suatu timbangan. Pilihan jenis timbangan
yang akan digunakan disesuaikan dengan berat bahan yang akan ditimbang
dan kapasitas timbangan.
Secara umum, cara penggunaan timbangan adalah sebagai berikut:
a. Timbangan dihubungkan dengan stop kontak listrik (plugin), kemudian
tekan tombol “on/off” untuk mengaktifkan.

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 7


b. Sebelum digunakan timbangan dinolkan terlebih dahulu. Setelah alas
timbang (untuk menaruh bahan yang akan ditimbang) diletakkan pada
timbangan, timbangan kembali dinolkan.
c. Kemudian bahan yang akan ditimbang ditaruh pada alas timbang yang
sudah disiapkan. Selanjutnya, berat benda yang ditimbang akan terbaca
pada layar.
d. Setelah pekerjaan penimbangan selesai, timbangan harus dibersihkan,
dinolkan dan stop kontak harus dicabut.

2. Magnetic stirrer
Magnetic stirrer digunakan untuk proses pembuatan media serta
pembuatan larutan dari senyawa yang berbentuk padat. Magnetic stirrer
memiliki dua fungsi yaitu untuk pemanasan (heating) dan pengadukan (stirring).

3. Autoklaf
Autoklaf adalah alat untuk sterilisasi dengan metode uap panas (steam
heating). Ada dua jenis jika dilihat dari daya yang digunakan. Yang pertama
adalah autoklaf yang menggunakan kompor dan yang kedua adalah autoklaf
yang menggunakan daya listrik. Keduanya memiliki cara kerja yang sama
dalam proses sterilisasi.
Autoklaf dilengkapi dengan “sarangan” seperti pada dandang untuk
mengukus. Pada sarangan ini diletakkan benda yang akan disteril. Sementara
pada dandang (dibawah sarangan) diisi dengan air untuk menghasilkan uap,
mirip seperti dandang pengukus. Setelah benda yang akan disterilisasi
dimasukkan, autoklaf ditutup dengan jalan memutar ‘skrup’ hingga benar-benar
kencang, sementara itu katup uap dibiarkan tetap terbuka. Setelah itu autoklaf
diletakkan di atas kompor (untuk yang menggunakan daya kompor) dan
dihubungkan stop kontak (yang menggunakan daya listrik). Katup uap ditutup
jika sudah mengeluarkan uap agar suhu dan tekanan naik. Perlahan suhu dan
tekanan akan naik. Jika sudah mencapai tekanan 17,5 Psi atau suhu 121 o C,
kompor harus segera dikecilkan. Kemudian suhu ini dijaga selama waktu yang
dibutuhkan untuk sterilisasi. Misalnya untuk sterilisasi media selama 20-30
menit, peralatan kecil dan glasswares selama 1 jam. Untuk jenis autoklaf listrik,
naiknya suhu sangat lambat dan tekanan 17,5 Psi dicapai dalam waktu yang
lebih lama. Namun kemudian stabil dalam tekanan ini tanpa harus mencabut

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 8


stop kontak seperti halnya mengecilkan kompor pada autoklaf kompor. Pada
autokalf daya listrik, besaran suhu akan berjalan secara automatis sesuai
pengaturan suhu yang kita lakukan. Autoklaf kompor lebih murah harganya dan
lebih umum digunakan.
4. Oven
Sterilisasi juga bisa dilakukan dengan oven, namun hanya bias untuk alat-
alat kecil dan glasswares dan tidak bisa untuk sterilisasi media. Di dalam
laboratorium, oven diletakkan di ruang preparasi. Metode sterilisasi dengan
oven dikenal dengan dry heating, karena proses sterilisasi menggunakan udara
kering yang panas. Ada banyak ragam oven, namun satu diantaranya dapat
dilihat pada Gambar.
Oven ini menggunakan daya listrik, dilengkapi dengan pengatur suhu dan
waktu, sehingga proses sterilisasi bisa dilakukan dengan menekan tombol
sesuai dengan kebutuhan. Angka yang menunjukkan suhu dan waktu
pengovenan akan terbaca secara digital.

5. Meja Kerja (laminar)


Meja kerja dalam kultur jaringan disebut juga meja tanam, adalah tempat
yang digunakan untuk menanam. Laminar air flow cabinet (LAFC)
menggunakan daya listrik dan dilengkapi dengan lampu ultra violet (UV) yang
berguna untuk membunuh mikroorganisme serta lampu neon sebagai
penerang. Lampu UV ini dinyalakan 30 menit sebelum LAFC digunakan dan
dimatikan segera saat LAFC mulai digunakan.
Prinsip kerja LAFC adalah dengan hembusan udara (air flow) yang steril.
Pertama udara dari luar disaring oleh filter pertama yang letaknya umumnya di
bagian atas laminar. Udara ini selanjutnya memasuki sistem filter yang kedua
dalam laminar dan menjadi steril. Udara steril ini akhirnya dihembuskan pada
areal meja kerja ke arah luar laminar, sehingga jika ada mikroorganisme yang
masuk dari arah luar secara automatis akan terhembus ke luar.

6. Glasswares dan Peralatan kecil lainnya


Glasswares adalah semua peralatan kecil yang terbuat dari bahan
gelas seperti gelas ukur, gelas dan labu Erlenmeyer, serta botol kultur. Alat-
alat ini dapat disterilisasi dengan oven maupun dengan autoklaf. Alat-alat ini
harus dibungkus dengan kertas saat sterilisasi agar kondisi steril tetap terjaga

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 9


sampai alat tersebut digunakan. Botol-botol bekas seperti botol selai, botol
minuman dan botol infus yang terbuat dari bahan gelas dapat digunakan untuk
botol kultur. Peralatan kecil lainnya terdiri dari dissecting kit (perataan untuk
memotong/mengiris), pinset, spatula dan lain-lain yang umumnya terbuat dari
bahan logam (stainlessteel). Spatula merupakan pengaduk atau digunakan
untuk mengambil bahan berupa serbuk. Pinset digunakan untuk memegang /
menjepit benda, umumnya digunakan pada saat penanaman eksplan. Scalpel
adalah gagang pisau yang dalam penggunaannya berpasangan dengan blade
(pisau). Gunanya adalah untuk mengiris/memotong, dalam hal ini bahan
eksplan yang akan ditanam. Bagian pisau dijual secara terpisah dari scalpel
(gagang) nya dan sudah dalam keadaan steril dan bersifat sekali pakai.
Peralatan kecil dari bahan logam ini juga harus dibungkus dengan kertas saat
sterilisasi. Sterilisasi dapat dilakukan dengan oven maupun dengan autoklaf.

7. Rak kultur

Rak kultur merupakan tempat untuk meletakkan eksplan setelah ditanam


pada media steril dan menumbuhahkannya hingga menjadi plantlet. Rak kultur
diletakkan dalam ruang kultur atau ruang inkubasi. Semua proses
morfogenesis hingga terbentuknya plantlet berlangsung di ruang kultur pada
rak kultur.

a. Autoclave b. Neraca analitik

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 10


c. Laminar Air Flow (LAF)

d. Rak Kultur

e. Hot plate stirer

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 11


Glasware yang digunakan dalam kultur jaringan pisang

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 12


D. LATIHAN SOAL
Untuk mengukur tingkat pemahaman kalian terhadap materi diatas
jawablah soal berikut dengan benar!
1. Mengapa perlu dilakukan penataan ruangan kultur jaringan dengan tepat?
2. Jelaskan persyaratan ruang tanam dan ruang inkubasi!
3. Jelaskan prosedur penggunaan aotoclaf untuk sterilisasi alat, media dan
pembuatan air steril!
4. Jelaskan standar penyimpanan bahan kima yang tepat dalam kultur jaringan!
5. Jelaskan prosedur penggunaan Laminar Air Flow dengan benar!

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 13


BAB III. MEDIA KULTUR JARINGAN

A. Komponen Media
Komponen Media Eksplan (berupa sel, jaringan atau irisan organ) yang
ditumbuhkan secara in vitro pada media buatan, juga membutuhkan hara untuk
terjadinya morfogenesis dan pertumbuhan. Secara umum media buatan tersebut
mengandung komponen sebagai berikut:
1. Hara makro (macro nutrient).
Hara makro adalah unsur hara esensial yang dibutuhkan dalam jumlah
banyak oleh tanaman, yaitu nitrogen (N), posfor (P), kalium (K), kalsium (Ca),
magnesium (Mg), dan sulfur (S). N merupakan komponen dalam pembentukan
protein dan asam amino dalam tubuh tanaman, juga merupakan elemen pada
beberapa koenzim. P merupakan komponen pembentukan asam nukleat (DNA
dan RNA) serta dibutuhkan sebagai sumber energi transfer. K dibutuhkan
untuk mengatur potensial osmotik sel tanaman. Ca untuk sintesis dinding sel,
fungsi membran dan berperan dalam aktifnya signal sel. Mg merupakan
kofaktor enzim dan komponen klorofi l. S adalah komponen beberapa asam
amino dan beberapa kofaktor enzim
2. Hara mikro (micro nutrient).
Hara mikro adalah unsur hara esensial yang dibutuhkan dalam jumlah
sedikit oleh tanaman, yaitu ferum/zat besi(Fe), manganese (Mn), zinc (Zn),
cobalt (Co), copper (Cu) dan molybdenum (Mo). Fe merupakan komponen
cytochrome yang berperan dalam Kultur Jaringan Tanaman 22 transfer
electron. Mn adalah kofaktor enzim, Zn berperan dalam sintesis klorofi l dan
juga merupakan kofaktor enzim. Co adalah komponen beberapa vitamin. Cu
merupakan kofaktor enzim dan berperan dalam reaksi transfer elektron. Mo
juga merupakan kofaktor enzim dan komponen dari enzim nitrate reductase.
Baik hara makro maupun hara mikro, keduanya diberikan dalam bentuk
garam inorganik.
3. Gula.
Jenis gula yang umum digunakan dalam kultur in vitro adalah sukrosa,
jumlahnya berkisar 2-3 % atau 20-30 gram/liter media. Selain sukrosa,
beberapa jenis gula lainnya adalah laktosa, galaktosa, maltosa , glukosa dan
fruktosa. Gula diberikan pada media kultur sebagai sumber karbohidrat untuk

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 14


respirasi karena tanaman kultur bersifat heterotroph, tidak dapat melakukan
fotosintesis untuk menghasilkan karbohidrat. Respirasi menghasilkan energi
yang digunakan oleh sel tanaman untuk melakukan pembelahan sel. Dengan
demikian gula ditambahkan pada media kultur sebagai sumber energi.
4. Vitamin
Vitamin dibutuhkan tanaman sebagai katalisator dalam berbagai
proses metabolisme. Vitamin digunakan untuk pertumbuhan sel serta proses
diferensiasi sel dan jaringan yang ditanam secara in vitro. Beberapa jenis
vitamin yang digunakan dalam kultur in vitro adalah thiamin, nicotinic acid dan
pyridoxine. Diantara ketiganya, yang bersifat esensial adalah thiamin (vitamin
B1) yang dibutuhkan untuk pertumbuhan sel tanaman. Nicotinic acid dan
pyridoxine (vitamin B6) dibutuhkan hanya oleh spesies tanaman tertentu. Ada
beberapa jenis vitamin lainnya yang digunakan dalam kultur in vitro namun
bersifat tidak umum atau spesifi k hanya untuk kultur tertentu, yakni biotin,
folic acid, ascorbic acid, pantothenic acid, tocopherol (vitamin E), ribofl avin,
dan p-aminobenzoic acid
5. Myo-inositol
Myo-inositol adalah senyawa golongan karbohidrat yang ditambahkan
pada media kultur dalam jumlah sedikit untuk menstimulasi pertumbuhan sel
pada banyak spesies tanaman. Meskipun bukan tergolong vitamin, namun
senyawa ini akan terpecah menjadi vitamin C dan pectin. Myo-inositol
memiliki peran dalam pembelahan sel, digunakan dalam konsentrasi berkisar
50-5000 ppm. Pada kultur kalus tembakau, dibuktikan bahwa hanya thiamin
(dari kelompok vitamin) dan myo-inositol yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
optimal kalus tembakau.
6. Zat pengatur tumbuh.
Umumnya ada dua golongan zat pengatur tumbuh (ZPT) yang
digunakan dalam kultur in-vitro, yakni golongan auksin dan sitokinin. ZPT
golongan auksin yang biasa digunakan dalam kultur in-vitro adalah: indole-3-
acetic acid (IAA), indole-3- butricacide (IBA), 2,4-dichlorophenoxy-acetic acid
(2,4-D) dan naphthalene- acetic acid (NAA). ZPT dari golongan sitokinin
adalah: BA (Benzyladenine), BAP (6-benzyloaminopurine), 2- iP (isopentenyl
adenine), kinetin (6-furfurylaminopurine), Zeatin (6-4-hydroxy-3-methyl-trans-
2-butenylaminopurine) dan TDZ (thidiazuron). Rasio kedua golongan ZPT ini
akan mempengaruhi arah morfogenesis yang terjadi pada kultur.

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 15


Rasio auksin yang lebih tinggi dari sitokinin akan menstimulasi
terbentuknya akar, sedangkan rasio sitokinin yang lebih tinggi dari auksin
akan menginduksi terbentuknya tunas. Jika auksin dan sitokinin pada
konsentrasi yang sama (rasio 1) maka akan terbentuk kalus. Untuk
pembentukan kalus juga dapat digunakan 2,4-D. Ada beberapa jenis ZPT
lainnya yang digunakan dalam kultur in vitro. ZPT tersebut yaitu gibberellin
(GA3) untuk pembentukan tunas pada spesies tertentu, dan asam absisik
(ABA) untuk pematangan embrio pada proses embriogenesis somatik. Dalam
proses pembuatan larutan stok ZPT, untuk IAA, 2,4-D dan NAA dapat
dilarutkan awal dengan beberapa tetes alkohol 95% atau NaOH. 1N,
sedangkan untuk golongan sitokinin umumnya digunakan beberapa tetes
HCL 1N atau dimethylsulfoxide (DMSO). Jika bahan sudah terlarut oleh
pelarut awal, maka baru kemudian ditambah DD water (Double distilled water)
untuk mencapai volume yang diinginkan. Penggunaan pelarut awal ini
diperlukan untuk menghindari terjadinya penggumpalan akibat tidak larutnya
ZPT tersebut.
7. Pemadat media
Penambahan senyawa pemadat bertujuan untuk membuat media
menjadi padat maupun semi padat. Pemadat tersebut dapat berupa agar,
agarose atau gellan gum. Agar dan agarose digunakan dalam konsentrasi
0.7-1.0% (7-10 gram per-liter media), sedangkan gellan gum 0.2-0.6% (2-6
gram per-liter media). Gellan gum dijual dengan nama dagang Gellrite,
Phytagel dan Kelcogel. Media kultur sebaiknya tidak terlalu padat agar
penyerapan nutrisi dapat berjalan baik. Demikian pula pada perkecambahan
biji secara in-vitro, diperlukan media semi padat untuk mempermudah
terjadinya perkecambahan.
8. Asam amino
Asam amino tidak selalu harus ditambahkan pada media kultur, namun
diperlukan untuk kultur sel dan kultur protoplas. Penggunaannya secara
tunggal atau campuran dari beberapa asam amino. Asam amino
menyediakan sumber nitrogen untuk pertumbuhan sel. Senyawa nitrogen ini
lebih mudah diserap oleh sel tanaman dibandingkan sumber nitrogen dari
garam inorganik. Asam amino yang biasa digunakan adalah casein
hydrolysate, Lglutamine, L-asparagine, adenine, glycine, glutamine,
asparagine, L-arginine, cysteine dan L-tyrosine.

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 16


9. Senyawa organik alami
Senyawa organik alami seperti air kelapa, santan kelapa, jus/ekstrak
tomat, ekstrak pisang, ekstrak kentang dan lain 25 Kultur Jaringan Tanaman
sebagainya seringkali ditambahkan pada media kultur untuk menstimulasi
pertumbuhan sel/jaringan kultur. Kebutuhan akan jenis dan jumlahnya
tergantung spesies tanamannya. Misalnya, untuk menstimulasi
perkecambahan biji anggrek Vanda tricolor dari Bali dibutuhkan 100-200 gram
ekstrak tomat per-liter media, sedangkan anggrek Phalaenopsis amabilis
membutuhkan 100 gram ekstrak tomat yang dicampur dengan 150 ml air
kelapa (perliter media) untuk menstimulasi perkecambahan bijinya. Selain itu,
penambahan arang aktif/active charcoal kadang-kadang juga digunakan
dalam kultur in vitro untuk tujuan tertentu, misalnya untuk mengatasi browning
(pencoklatan) pada kultur organ tanaman yang banyak mengandung senyawa
fenol. Arang aktif juga ditambahkan pada media kultur untuk merangsang
perakaran, karena perakaran tumbuh lebih baik pada media yang berwarna
gelap.

B. Pembuatan Larutan Stok


Media yang digunakan dalam pembuatan media pisang adalah media
MS. Komposisi bahan kimia media MS adalah sebagai berikut:
Nama Bahan Penggunaan
Stok Konsentrasi (g/l)
Kimia (ml/l)
Stok A NH4NO3 82,5 20
Stok B KNO3 95,0 20
KH2PO4 34,0
H3BO3 1,24
Stok C Na2MoO4 0,05 5
CoCl2.6H2O 0,005
KI 0,66
Stok D CaCl2.2H2O 88,0 5
MgSO4.7H2O 74,0
MgSO4.4H2O 4,4
Stok E 5
ZnSO4.7H2O 1,72
CuSO4.5H2O 0,005
Na Edta 7,45
Stok F 5
FeSO4.7H2O 5,57

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 17


Thiamin HCl 0,02
Vitamin Asam Nicotin 0,1 5
Prydoksin HCl 0,1
Myo Inositol 10 10

Cara pembuatan media dengan menggunakan magnetic stirrer adalah


sebagai berikut. Magnetic stirrer dihubungkan dengan listrik. Gelas erlenmeyer
yang akan digunakan sebagai wadah pem buatan media diletakkan diatas
magnetic stirrer. Ukuran erlenmeyer biasanya lebih besar dari volume media yang
dibuat untuk menghindari tumpahnya media pada saat media mendidih. Misalnya
untuk pembuatan volume media satu liter, digunakan gelas erlenmeyer 2 liter.
Pembuatan satu liter media MS dari larutan stok dilakukan dengan jalan
menambahkan larutan stok A, B, C, D dan E secara berurutan pada
erlenmeyer/gelas beker yang sudah berisi kurang lebih 400 ml air destilasi.
Volume larutan stok yang dipipet tergantung dari konsentrasi stok yang dibuat dan
volume larutan stok. Yang pertama harus dicari adalah konsentrasi larutan stok
sesungguhnya. Misalnya diberikan contoh disini untuk volume 500 ml stok dengan
“50 x konsentrasi”. Karena volume larutan stok adalah 500 ml, sementara yang
ditimbang adalah 50 x konsentrasi (dari komponen untuk pembuatan 1000 ml
media), berarti konsentrasi larutan stok adalah (1000/500) x 50 = 100 kali. Untuk
membuat 1000 ml media, maka yang dipipet didapat dengan rumus sebagai
berikut:
V1N1 = V2N2
V1=1000 ml (media yang akan dibuat),
N1=konsentrasi media yang akan dibuat (dalam hal ini 1 kali),
V2= volume larutan stok yang harus dipipet,
N2=konsentrasi larutan stok (dalam hal ini 100 kali).
Maka akan didapat V2=(1000x1)/100=10 ml.

C. Pembuatan Media
Media tumbuh digolongkan dalam dua bagian yaitu media padat dan media
cair. Media padat pada umumnya berupa padatan gel, seperti agar , dimana nutrisi
dicampurkan pada agar. Media cair adalah nutrisi yang dilarutkan diair. Media cair
dapat bersifat tenang atau dalam kondisi selalu bergerak, tergantung kebutuhan.
Komposisi media yang digunakan dalam kultur jaringan dapat berbeda
komposisinya. Perbedaan komposisi media dapat mengakibatkan perbedaan

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 18


pertumbuhan dan perkembangan eksplan yang ditumbuhkan secara in vitro. Dari
sekian banyak jenis media dasar yang digunakan dalam teknik kultur jaringan,
tampaknya media MS (Murashige dan Skoog) mengandung jumlah hara organik
yang layak untuk memenuhi kebutuhan banyak jenis sel tanaman dalam kultur
(Gunawan, 1990). Dalam kultur jaringan pisang pada umunya menggunakan 2
jenis media selama proses kultur yaitu 1) media pembelahan ms dasar + BAP 5
ppm dan 2) media perakaran.
Perakaran dengan kualitas yang baik sangat menentukan keberhasilan
dalam tahap aklimatisasi. Untuk itu formulasi media yang tepat sangat
menentukan kualitas akar. Namun pada tanaman tertentu pembentukan akarnya
sangat sulit sehingga diperlukan media tumbuh baru yang mengandung auksin.
Pada tunas in vitro pule pandak, lada, vanili, dan lain-lain dapat menghasilkan akar
dengan menggunakan IBA atau IAA. Pada tanaman inggu, penggunaan IAA 1
mg/l menghasilkan akar terbanyak dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Pada
tanaman tangguh menggunakan media MS + NAA 1 mg/l dapat dihasilkan akar
(Lestari et al., 1999).

D. Petunjuk Praktikum
1) Pembuatan larutan stok
a) Stok A:NH₄NO₃ 82,5g /L
1) Timbang NH₄NO₃ pada neraca analitik sebanyak 82,5 g
2) Pindahkan hasil timbangan pada gelas piala 600-mL yang bersih dan
telah dibilas dengan akuades.
3) Tambahkan akuades secukupnya kemudian aduk sampai larut.
4) Pindahkan larutan tersebut ke labu takar 1000-mL yang sudah di bilas
dengan akuades.
5) Tambahkan akuades sampai hampir ke tanda tera.
6) Keringkan bagian atas tanda tera dengan kertas tisu.
7) Penambahan dilanjutkan dengan pipet sampai meniskus bawah sampai
mencapai tanda tera.
8) Larutan dicampur sampai merata dengan hot plate,
9) Berilah label pada botol dengan keterangan sebagai berikut; Nama
stok(A), nama zat (volume pipet untuk 1 L medium 20 ml ).

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 19


b) Stok B :KNO₃ 95 g /L
1) Timbang KNO₃ pada neraca anaitik sebanyak 95 g.
2) Tahap selanjutnya sama dengan stok A .
3) Beri label: nama stok, nama zat, volume pipet untuk 1 L medium(20 mL).

c) Stok C:
KH₂PO₄ 34 g/ L
H₃BO₃ 1,24 g/ L
KI 0,166 g/ L
Na₂MoO₄.2H₂O 0,05 g/ L
CoCI₂.6H₂O 0,005 g/ L
1) Timbang zat-zat di atas secara terpisah.
2) Campurkan semua komponen dalam gelas piala yang sama.
3) Tahap selanjutnya sama dengan stok A.
4) Berilah label: nama stok, nama zat, volume pipet untuk 1 L medium
(5 mL)

d) Stok D: CaCI₂.2H₂O 88 g/L


1) Timbang CaCI₂.2H₂O pada neraca analitik sebanyak 88 g.
2) Tahap selanjutnya sama dengan stok A.
3) Beri label: nama label, nama zat, volume untuk 1 L medium (5 mL)

e) Stok E:
MgSO₄.7H₂O 74 g/ L
MnSO₄.H₂O 3,38 g/ L
ZnSO₄.7H₂O 1,72 g /L
CuSO₄.5H₂O 0,05 g /L
1) Timbang zat-zat di atas secara terpisah.
2) Campurkan semua zat-zat tersebut dalam gelas piala 600-ml sampai
500 ml.
3) Tahap selanjutnya sama dengan stok A.
4) Berilah label: nama stok, nama zat,volume pipet unuk 1 L medium
(5 mL).

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 20


f) Stok F:
Na₂EDTA.2H₂O 3,72 g/ L
FeSO₄.7H₂O 2,78 g/ L
1) Timbang zat-zat di atas secara terpisah.
2) Masukan Na₂EDTA.2H₂O tersebut ke dalam piala gelas 600-mL,lalu
tambahkan sedikit air.volume nya sampai 500 ml.
3) Panaskan sampai hampir mendidih.
4) Tambahkan FeSO₄.7H₂O secara perlahan-lahan sambil diaduk sampai
larut dan larutan menjadi menguning.
5) Biarkan larut menjadi dingin dengan sendirinya.
6) Tahap selanjutnya sama dengan stok A .
7) Beri label:nama stoknama zat, volume pipet untuk 1 L medium (5 mL)

Cara pengambilan larutan stok dalam medium 1 liter.


stok A
ket:
V₁ = volume larutan stok yang dicari
M₁ = dosis larutan stok yang tersedi
V₂= volume medium Yang akan dibuat
M₂=dosis medium Yang akan dibuat
pertanyaan:
V₁=....?
M₁=82,5 g = 82.500 mg
V₂= 1.650 ml
M₂= 1000 ml
V₁.M₁=V₂.M₂
V₁.82.500= 1.650 .1000
1.650 . 1000
V₁= = 20 ml
82.500

Untuk pengambilan stok selanjutnya B-F dihitung dengan cara yang


sama.

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 21


g) Vitamin
Bahan
 Thiamin 0,01 g/ L
 Pyridoxine 0,05 g/ L
 Glycine 0,2 g /L
 Nocotinic acid 0,05 g/ L

1) Timbang zat-zat diatas secara terpisah.


2) Campurkan semua zat tersebut dan larutkan dalam akuades 100 mL.
3) Berikut labelnya: nama stok, nama zat,volume pipet untuk 1 medium
(1 mL).

h) Myo-imositol 10 g / L
1) Timbang 1 g myo-imositol
2) Larutkan dalam 1000 mL akuades
3) Beri label: nama stok, nama zat, volume pipet untuk 1 L medium
(10 mL).

i) Zat pengatur tumbuh


Zat pengatur tumbuh terdiri dari golongan sitokinin dan auksin.
Auksin mempunyai peran ganda tergantung pada struktur kimia,
konsentrasi, dan jaringan tanaman yang diberi perlakuan. Pada umumnya
auksin digunakan untuk menginduksi pembentukan kalus, kultur
suspensi, dan akar, yaitu dengan memacu pemanjangan dan
pembelahan sel di dalam jaringan kambium (Pierik, 1987). Untuk memacu
pembentukan kalus embriogenik dan struktur embrio somatik seringkali
auksin diperlukan dalam konsentrasi yang relatif tinggi.
1) Timbang 2,4-D,BAP(benzyladenine), IAA(idole-3-acetic acid/asam
indol asetat), kinetin, IBA(indole-3-butyric acid/asam indol
butirat),dan NAA (naphthaleneacetic acid)masing-masing 50 mg
secara terpisah
2) Larutkan 2,4-D, IAA, dan NAA dengan sedikit KOH 1 N secara
terpisah
3) Larutkan BAP dan kinetin HCI 1 N secara terpisah

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 22


4) Pindahkan masing-masing zat pengatur tumbuh tersebut ke dalam labu
takar 100-mL.
5) Tambahkan akuade ke dalam masing-masing labu takar hingga
volumenya mencapai 100-ml.
6) Simpan semua zat pengantur tumbuh ini dalam wadah erlenmeyer
100-ml dan tutup dengan aluminium foil serta di beri label.
7) Simpan semua stok zat pengatur tumbuh dalam lemari pendingin.
 Cara mencari berapa ml stok yang di butuhkan. Sisa dari larutan stok
dapat disimpan dan dapat digunakan lagi apabila membuat medium yang
lain. Jika larutan stok yang tersedia tadi dalam dosis 1000 ppm, dan
diumpamakan pembuatan medium yang baru memerlukan larutan stok
dengan dosis 2 ppm sebanyak 500 ml, maka larutan stok yang akan kita
ambil dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

 V₁.M₁=V₂.M₂
 Vl = volume larutan stok yang dicari
 Ml = dosis larutan stok yang tersedi
 V2= volume medium Yang akan dibuat
 M2=dosis medium Yang akan dibuat
Maka perhitungannya adalah sebagai berikut :
 V₁.M₁=V₂.M₂
 V₁.1000=500.2
500.2
 V₁= = 1 ml.
1000

Berarti untuk membuat medium dengan volume 500 ml, kita


mengambil larutan stok sebanyak 1 ml.

2) Persiapan botol
1. Sebelum digunakan botol di cuci dan direndam dalam air bayclin dalam
sehari semalam.
2. Keringkan sampai benar-benar botol dalam ke adan kering
3. Botol diletakan ke tempat bagian alat .

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 23


3) Media pembelahan ms dasar + BAP 5 ppm.
a. Definisi
Kegiatan yang dilakukan untuk memuat media subkultur
pembelahan agar bertambah banyak.

b. Tujuan
 Dapat mengetahui prosedur kerja yang dilakukan.
 Adanya media untuk sub kultur.
c. Alat d. Bahan
 Otoclaf  Stok A 20 mL
 Erlenmeyer  Stok B 20 mL
 Botol media  Stok C 5 mL
 Meja dorong  Stok D 5 mL
 Gelas ukur plastik  Stok E 5 mL
 Kerts Ph  Stok F 5 mL
 Hot plate stirer  Vitamin 1 ML
 Sendok  Myo-inositol 10 mL
 Panci  Gula 30 g
 Kompor  Agar 7g
 BAP 5 5 mL

e. Prosedur kerja
1) Siapkan bahan dan alat.
2) Masukan semua bahan kedalam erlenmeyer kecuali agar.
3) Berikan air akuades kedalam erlenmeyer sampai batas minikus
1000 mL.
4) Homogenkan menggunakan hot plate stirer sampai larutan
menjadi larut.
5) Cek pH hingga 5,8-6.jika ph kurang dari 5,8 tambahkan larutan
NaOH jika lebih dari 6 tambahkan HCl beberapa tetes.
6) Nyalakan kompor.
7) Setelah larutan sudah homogen, masukan kedalam panci.
Tunggu sampai sedikit menddih lalu masukan agar , aduk
hingga merata.

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 24


8) Setelah mendidih, matikan kompor. Pindahkan ke botol media,
dengan ukuran yang cukup untuk 40 botol/1L.
9) Tutup botol hingga rapat, lalu masukan kedalam otoclaf untuk
disterilisasi sampai 25 menit. Dalam keadaan 17,5 Psi, dengan
suhu 121˚6a1a iapaas C˚6
10) Setelah selesai simpan didalam ruangan inkubasi.

f. Keterangan
Pertama BAP5 itu pada pembelahan 1-5 Mendekati
perakaran 5 ke atas BAP di turunkan menjadi BAP2. BAP 2 di
butuhkan 2 ppm, BAP4 di butuhkan 4 ppm, BAP 5 di butuhkan.
Untuk tambahan bisa gunakan larutan NaOH dan HCl sebagai
penetral pH .

3). Pembuatan Media perakaran


a. Definisi
Perakaran dengan kualitas yang baik sangat menentukan
keberhasilan dalam tahap aklimatisasi. Untuk itu formulasi media
yang tepat sangat menentukan kualitas akar.

b. Tujuan
 Megetahui prosedur kerja membuat media dengan benar.
 Adanya media untuk sub kultur perakaran.

c. Alat
 Otoclaf
 Botol media
 Panci
 Sendok
 Erlenmeyer
 Hot plate stirer
 Kertas ph
 Meja dorong
 Kompor

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 25


d. Bahan
 Stok A 20 ml
 Stok B 20 ml
 Stok C 5 ml
 Stok D 5 ml
 Stok E 5ml
 Stok F 5 ml
 Vitamin 1 ml
 Gula 30 g
 Agar 7g
 Arang 1g
 Myo-inositol 10 ml
 IBA 2 ml

e. Prosedur kerja
1) Siapkan bahan dan alat.
2) Masukan semua bahan kedalam erlenmeyer kecuali arang dan
agar.
3) Berikan air akuades kedalam erlenmeyer ampai batas minikus
1000 mL.
4) Homogenkan menggunakan hot plate sampai larutan menjadi
larut.
5) Cek pH hingga 5,8-6.jika ph kurang dari 5,8 tambahkan larutan
NaOH jika lebih dari 6 tambahkan HCl beberapa tetes.
6) Nyalakan kompor.
7) Setelah larutan sudah homogen, masukan kedalam panci.
Tunggu sampai sedikit menddih lalu masukan agar dan arang,
aduk hingga merata.
8) Setelah mendidih, matikan kompor. Pindahkan ke botol media,
dengan ukuran yang cukup untuk 40 botol/1L.
9) Tutup botol hingga rapat, lalu masukan kedalam otoclaf untuk
disterilisasi sampai 25 menit. Dalam keadaan 17,5 Pci, dengan
suhu 121˚C sampai 126˚C.
10) Setelah selesai, simpaan di ruang inkubasi.

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 26


E. Latihan Soal
Untuk mengukur tingkat pemahaman kalian terhadap materi diatas
jawablah soal berikut dengan benar!
1. Sebutkan 9 komponen media yang digunakan dalam kultur jaringan pisang!
2. Mengapa perlu dilakukan pembuatan larutan stok sebelum pembuatan media!
3. Sebutkan jenis media yang digunakan dalam kultur jaringan pisang!
4. Media yang telah terinkubasi terkadang terkontaminasi oleh mikroba, Jelaskan
upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kerusakan media akibat
kontaminasi!
5. Jelaskan fungsi pemberian hormon BAP dalam kultur jaringan pisang!

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 27


BAB IV. PELAKSANAAN KULTUR JARINGAN

Pada dasarnya pekerjaan kultur jaringan meliputi tiga tahap sampai


penanaman kultur (culture establishment) dan tiga tahap setelah itu sebelum
dipindah ke lapang, yaitu:
a. Isolasi bahan tanam (eksplan) dari tanaman induk
b. Sterilisasi eksplan
c. Penanaman eksplan pada media steril yang sesuai (culture establishment).
Setelah eksplan ditanam, ada empat fase lagi yang diperlukan sampai tanaman
siap ditanam di lapang, yaitu:
a. Perbanyakan propagul
b. Pengakaran
c. Aklimatisasi
d. Pemindahan tanaman ke lapang

A. Isolasi Bahan Tanam (Eksplan )

Isolasi bahan tanam dimulai dari pemilihan dan pemeliharaan tanaman


induk. Tanaman induk yang dipilih harus sehat, bebas penyakit dan memiliki
pertumbuhan yang baik. Hal ini diperlukan agar bahan eksplan yang digunakan
dalam kultur jaringan tidak menjadi sumber kontaminan sehingga kondisi aseptik
kultur tetap terjaga. Sebelum eksplan diambil, tanaman induk dapat diberi
perlakuan, misalnya penyemprotan dengan pestisida untuk menjaga kesehatan
tanaman serta diberi pupuk agar pertumbuhan vigor. Penyemprotan ZPT jenis
sitokinin dan/atau pemangkasan tunas apical dapat dilakukan pada tanaman induk
jenis dikotil untuk merangsang pertumbuhan tunas lateral. Tunas lateral yang baru
tumbuh ini baik digunakan sebagai bahan eksplan, karena bahan eksplan dengan
sel-sel yang masih aktif membelah (tunas yang baru tumbuh) memiliki daya
regenerasi yang tinggi.
1) Eksplan anakan
Permudaan sumber eksplan perlu dilakukan pada tanaman induk pisang.
Ukuran tunas pisang yang akan dijadikan eksplan sangat menentukan
keberhasilan. Ukuran tunas yang terlalu besar dapat menyebabkan banyak
hambatan dalam inisiasi tunas pisang, seperti tingginya tingkat kontaminasi,
timbulnya browning, lambatnya respons tumbuhnya tunas in vitro pertama, serta

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 28


rendahnya tingkat multiplikasi tunas. Oleh karena itu, sebaiknya kultur jaringan
pisang dimulai dengan eksplan yang muda dengan ukuran yang lebih kecil. Cara
permudaan eksplan pada induk tanaman pisang bias dilakukan sebagai berikut:
a. Tahap pertama dalam kultur jaringan pisang adalah pemilihan induk
tanaman. Pilihlah tanaman induk yang mempunyai karakter buah unggul dan
bebas penyakit.
b. Bonggol anakan pisang dewasa diambil dari tanaman induk, ukuran diameter
bonggol tersebut antara 15-25 cm.
c. Pelepah pisang dikupas hingga mencapai pelepah yang dalam. Kemudian
pucuk tunas di bagian paling dalam pelepah dibuang dengancara memotong
memakai pisau.
d. Bonggol kemudian ditanam di media tanah dalam polibag besar, tetapi bagian
bekas pucuk tunas muncul di permukaan tanah (Gambar 6.).
e. Bonggol disemprot dengan fungisida dan bakterisida 2 kali seminggu untuk
menghindari pembusukan bonggol terlalu cepat.
f. Pupuk urea diberikan untuk mempercepat pertumbuhan tunas baru pada
bonggol pisang.
g. Setelah dia minggu, anakan-anakan baru akan muncul pada bonggol pisang.
Eksplan yang paling baik adalah anakan dengan tinggi ± 20 cm (Gambar 6.1).
h. Bonggol indukan pisang ini akan menghasilkan anakan-anakan baru selama
dua bulan, setelah itu biasanya bonggol akan membusuk. Oleh karena itu
harus dibuat bonggol indukan yang baru.

2) Eksplan Jantung Pisang


Selain menggunakan anakan sebagai sumber eksplant pisang, aksis jatung
pisang juga dapat digunakan sebagai sumber eksplan yang minim resiko
kontaminasi. Induksi tunas in vitro yang berasal dari anakan (sucker)
paling umum diterapkan pada mikropropagasi pisang, seperti yang
dilakukan oleh Bhosale et al. (2011). Namun demikian, cara tersebut
berisiko tinggi terhadap terjadinya kontaminasi, baik oleh jamur
maupun bakteri yang berasal dari tanah.

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 29


Krikorian et al. (1999) bahkan melaporkan bahwa infeksi virus
Banana streak virus (BSV) lebih banyak dijumpai pada tanaman pisang
yang berasal dari anakan (32%) dibanding dengan yang berasal dari
aksis jantung (5%) dan benih yang dihasilkan dari aksis jantung memiliki
keseragaman fenotipe yang tinggi dibanding dengan yang berasal dari
anakan. Hal ini mengindikasikan bahwa aksis jantung berpeluang besar
diaplikasikan pada perbanyakan in vitro pisang untuk berbagai
keperluan, seperti produksi benih secara massal dan untuk
penyediaan sumber eksplan yang bebas kontaminasi dalam kegiatan
kriopreservasi khususnya. Regenerasi aksis jantung pisang Barangan di-
pengaruhi oleh taraf BA. BA 25 μM merupakan perlakuan yang terbaik
karena menghasilkan jumlah total tunas dan tunas normal yang
terbanyak, yaitu 9,2 tunas/eksplan dan 6 tunas/eksplan masing-masing.
Semua tunas in vitro (100%) yang dihasilkan dari eksplan aksis
jantung terbukti bebas dari kontaminasi bakteri, sedangkan semua yang
berasal dari anakan terkontaminasi bakteri, walaupun pada awalnya
tidak terdeteksi secara visual, sebelum dilakukan skrining. Potongan
aksis jantung dapat menjadi sumber eksplan pisang yang bebas
bakteri.

B. Sterilisasi Eksplan
Sterilisasi adalah proses untuk mematikan atau menonaktifkan spora dan
mikroorganisme sampai ke tingkat yang tidak memungkinkan lagi berkembang
biak atau menjadi sumber kontaminan selama proses perkembangan
berlangsung. Proses sterilisasi yang tidak sempurna akan menimbulkan adanya
kontaminasi. Kontaminasi yang umum terjadi adalah kontaminasi oleh cendawan
dan bakteri. Komposisi medium kultur jaringan yang mengandung gula, vitamin,
asam asam amino, garam-garam anorganik, air, zat pengatur tumbuh, dan bahan
pemadat sangat menguntungkan untuk pertumbuhan cendawan dan bakteri. Bila
diberi kesempatan maka organisme tersebut akan tumbuh dengan cepat, dan
dalam waktu singkat akan menutupi permukaan medium dan eksplan yang
ditanam. Selanjutnya organisme ini menyerang eksplan melalui bekas luka
pemotongan pada saat perlakuan sterilisasi. Beberapa jenis mikroorganisme

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 30


melepaskan senyawa beracun ke dalam medium kultur yang dapat menyebabkan
kematian eksplan (Zulkarnain, 2009).
Beberapa sumber kontaminasi mikroorganisme pada sistem kultur jaringan,
adalah: (1) media, (2) lingkungan kerja yang kurang steril dan pelaksanaan
penanaman yang kurang hati-hati dan kurang teliti, (3) eksplan, secara internal
(kontaminan terbawa di dalam jaringan tanaman), (4) eksplan, secara eksternal
(kontaminan berada di permukaan eksplan akibat prosedur sterilisasi yang kurang
sempurna, (5) serangga atau hewan kecil yang masuk ke botol kultur setelah
diletakkan pada ruang kultur. Dari semua sumber kontaminasi, yang paling sulit
diatasi ialah yang berasal dari eksplan. Oleh karena itu, dalam memilih suatu
metode sterilisasi dan bahan sterilisasi haruslah selektif, dengan prinsip
semaksimal mungkin menghilangkan mikroorganisme kontaminan yang tidak
diinginkan dengan gangguan sekecil mungkin pada jaringan eksplan.
Sterilisasi eksplan dapat dilaksanakan dengan dua cara, yaitu secara
mekanik dan secara kimia. Sterilisasi eksplan secara mekanik digunakan untuk
eksplan yang keras (misalnya tebu, biji salak, dan sebagainya) atau berdaging
(misalnya wortel, umbi, dan sebagainya), yaitu dengan membakar eksplan
tersebut di atas lampu spiritus sebanyak tiga kali. Sedangkan sterilisasi eksplan
secara kimia digunakan untuk eksplan yang lunak (jaringan muda) seperti daun,
tangkai daun, anther, dan sebagainya. Bahan-bahan kimia yang sering digunakan
untuk sterilisasi permukaan eksplan antara lain:

i. Natrium hipoklorit
Nama dagangnya adalah clorox dan bayclin. Konsentrasi untuk sterilisasi
tergantung dari kelunakan eksplan, dapat 5%-20% dan waktunya antara 5-
10 menit.
ii. Mercuri klorit
Nama dagangnya adalah sublimat 0.05%. Penggunaan bahan kimia ini harus
hati-hati karena bersifat racun. Cara perlakuan sterilisasinya sama dengan
clorox, hanya waktunya lebih pendek karena sublimat bersifat keras.
3. Alkohol 70%
Alkohol lebih banyak diperdagangkan dalam bentuk alkohol 95%. Jamur
biasanya mati dengan alkohol 70%, sedangkan dengan alkohol 95% masih
tetap hidup.

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 31


Prinsip dasar sterilisasi eksplan adalah mensterilkan eksplan dari berbagai
mikroorganisme, tetapi eksplannya tidak ikut mati. Setiap tanaman memerlukan
perlakuan khusus sehingga sebelum mengulturkan tanaman baru perlu
melakukan percobaan sterilisasi. Sebagai patokan, konsentrasi bahan dan waktu
yang diperlukan untuk sterilisasi eksplan sebagai berikut :
1. Sterilisasi Ringan
Eksplan direndam dalam cairan pemutih pakaian 20% selama 10 menit, lalu
bilas dengan air steril. Setelah itu, eksplan direndam dalam cairan pemutih pakaian
15% selama 10 menit, lalu bilas dengan air steril. Terakhir, eksplan direndam
dalam cairan pemutih pakaian 10% selama 10 menit, lalu bilas dengan air steril
tiga kali.
2. Sterilisasi Sedang
Eksplan direndam dalam HgCl2 0.1-0.5 mg/l selama 7 menit, lalu bilas dengan
air steril. Setelah itu, eksplan direndam dalam cairan pemutih pakaian 15% selama
10 menit, lalu bilas dengan air steril. Terakhir, eksplan direndam dalam cairan
pemutih pakaian 10% selama 10 menit, lalu bilas dengan air steril tiga kali.
3. Sterilisasi Keras
Eksplan direndam dalam HgCl2 0.1-0.5 mg/l selama 10 menit, lalu bilas
dengan air steril. Setelah itu, eksplan direndam dalam alkohol 90% selama 15
menit, lalu bilas dengan air steril. Terakhir, eksplan direndam dalam cairan pemutih
pakaian 20% selama 10 menit, lalu bilas dengan air steril tiga kali. Menurut
Gunawan (1987) ada sekitar sepuluh jenis bahan yang digunakan dalam sterilisasi
permukaan, yaitu kalsium hipoklorit, natrium hipoklorit, hidrogen peroksida, gas
klorin, perak nitrat, merkuri klorid, betadin, fungisida, antibiotik, dan alkohol.

Masalah yang sering mengganggu dalam pekerjaan in vitro adalah membuat


dan menjaga kondisi aseptik, baik kondisi lingkungan maupun kondisi eksplannya.
Oleh karena itu bila memindah-tanamkan bagian tanaman dari satu wadah ke
wadah yang lain, jangan menyentuh permukaan bagian dalam dari wadah dengan
tangan atau bagian alat yang tidak steril.
Setiap bahan tanaman mempunyai tingkat kontaminasi permukaan yang
berbeda, tergantung dari :
a. Jenis tanamannya.
b. Bagian tanaman yang dipergunakan.
c. Morfologi permukaan (misalnya berbulu atau tidak).

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 32


d. Lingkungan tumbuhnya (Green house atau lapang).
e. Musim waktu mengambil (musim hujan atau kemarau).
f. Umur tanaman (seedling atau tanaman dewasa).
g. Kondisi tanamannya (sehat atau sakit).

Tahapan sterilisasi eksplan anakan pisang:


a. Tunas muda pisang dipilih yang sehat dan bebas penyakit. Potong tunas
pisang beserta bonggolnya.
b. Cuci di air mengalir, sambil mengupas kulit bonggol dengan pisau hingga
putih bersih.
c. Kupas pelapah daun, hingga tertinggal 3-4 lapisan
d. Masukan tunas dalam larutan sabun tween, rendam sambil sesekali dikocok.
e. Kemudian, tunas dibilas dengan dengan akuades steril.
f. Eksplan direndam larutan fungisida Benlate (2 g/L) selama 1 jam, kemudian
bilas 3 kali dengan akuads steril.
g. Eksplan direndam larutan bakterisida Agrept (2 g/L) selama 1 jam, kemudian
bilas dengan akuades steril.
h. Eksplan direndam dalam larutan alcohol 70% selama 1 menit, kemudian bilas
1 kali dengan akuades steril.
i. Eksplan direndam dalam larutan selama 30 menit, mudian bilas 3 kali dengan
akuades steril.
j. k. Eksplan direndam dalam larutan Bayclin 20% selama 20 menit, kemudian
bilas 3 kali dengan akuades sreril.
k. Eksplan yang telah bersih dibilas dengan akuades steril, kemudian kupas
pelepah daun hingga tersisa 2-3 pelepah. Bagian bonggol juga dikupas
hingga bagian yang rusak akibat perlakuan Bayclin terpisah.
l. Eksplan dibelah dua secara vartikal.
m. Eksplan ditanam di media MS padat tanpa ZPT. Eksplan ditanam miring,
posisinya hampir horizontal.
n. Tambahkan media MS Cair + BAP 2-5 mg/L kira-kira sebanyak 5 mL.
o. Tutup botol kultur, kemudian simpan di rak kultur.

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 33


Tahapan sterilisasi eksplan jantung pisang:
a. jantung pisang dipotong dan dikupas brakteanya hingga panjangnya
berukuran sekitar 15 cm lalu di cuci dengan detergen dan direndam
dalam fungisida dan bakterisida selama 3 jam.
b. Sterilisasi berturut-turut dilakukan dengan menggunakan alkohol
70%, NaOCl 1,58% dan 1,05% masing-masing selama 5 menit.
c. Selanjutnya, jantung pisang dicuci dengan akuades steril sebanyak
tiga kali. Helaian braktea dibuang satu per satu hingga tersisa aksis
atau tangkai jantung.
d. Aksis jantung kemudian diiris tipis-tipis secara me- lintang dengan
ukuran sekitar 2 mm.
e. Selanjutnya, irisan-irisan tipis tersebut dibelah menjadi dua bagian
atau menjadi setengah keping. Kepingan tersebut digunakan
sebagai eksplan.

C. Penanaman Eksplan
Media yang paling baik untuk inisiasi in vitro pisang adalah media MS padat
tanpa ZPT ditambahkan media MS cair mengandung BAP/kinetin 2-5 mg/L.
Penambahan media cair dimaksudkan untuk mencegah terjadinya browning pada
ekspain yang diakibatkan keluarnya senyawa fenolik. Besarnya konsentrasi
sitokinin pada media inisiasi tunas setiap jenis tanaman pisang berbeda-beda.
Misalnya pada pisang ambon konsentrasi BAP yang digunakan cukup 2mg/L,
sedangkan pada pisang tanduk atau kapok diperlukan BAP hingga 5mg/L.

Lamanya inisiasi tunas in vitro pertama untuk tanaman pisang biasanya


dilakukan selama 2 bulan. Setelah satu bulan penanaman, biasanya pelepah tunas
akan tumbuh terangkat ke atas pada saat tersebut biasanya sudah mulai tumbuh
tunas aksiler. Kemudian eksplan tunas disubkultur ke media yang sama. Pelepah
tunas yang sudah terbuka ke atas dipngkas atau dikupas untuk merangsang
pertumbuhan calon tunas-tunas aksiler yang ada di antara pelepah tersebut. Pada
akhir bulan kedua, pada eksplan sudah dapat tumbuh 2-4 tunas aksiler. Setelah itu
eksplan disubkultur ke media MS padat tanpa ZPT untuk merangsang
pertumbuhan tinggi tunas.

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 34


D. Multipikasi Tunas

Berbeda dengan system kultur nodus pada tanaman jati, multiplikasi tunas
pisang dilakukan dengan cara merangsang peningkatan poliferasi tunas aksiler
dari bagian bonggol tunas. Biasanya tahap multiplikasi tanaman pisang
menggunakan ZPT yang optimal pada setiap jenis pisang sering kali berbeda –
beda . kombinasi konsentrasi yang optimal dapat diperoleh melalui percobaan
secara empiris

Multiplikasi tunas pisang ambon dilakukan melalui tahapan berikut ini

1. Gerombol tunas pisang {terdiri dari 2-3 tunas } yang di hasilkan Dari tahap
inisiasi tunas {satu bulan di media ms npl } disubkultur Ke media induksi
tunas, yaitu media MS ditambah bap 2-5mg/l Dan NAA 0,1-0,5 mg/l . setelah
1-2 bulan ,pada gerombol tunas ini akan tumbuh tunas tunas aksiler baru
sehingga jumlah tunas Dalam gerombol tersebut akan bertambah (GAMBAR
6,3), MISALNYA Dari dua tunas akan menjadi 4-8 tunas.
2. Gerombol tunas yang diberikan yang di hasilkan pada tahap 1 disubkultur ke
Media elongasi tunas, yaitu media MS nol (tanpa ZPT) . gerombol Tunas
dipotong dan dipisahkan menjadi gerombol tunas kecil yang terdiri dari 2-3
tunas. Dipangkas . satu bulan dimedia ini ,tunas tunas tersebut akan
mengalami pertumbuhan tinggi dan tidak mengalami pertambahan jumlah
tunas (Gambar 6,3)

3. Setelah satu bulan di media MS nol , gerombol tunas disubkulkultur ke media


induksi tunas kembali . setelah 1-2 bulan ,jumlah tunas dalam setiap
gerombol tunas akan bertambah 3-4 kali lipat

4. Proses selanjutnya kembali ke tahap 2, gerombol tunas yang Dihasilkan di


media induksi tunas disubkultur ke media elongasi Tunas . gerombol tunas di
potong dan dipisahkan menjadi gerombol tunas kecil. Setelah itu bulan di
media ini ,tunas-tunas tersebut Disubkultur ke media induksi tunas kembali
untuk multiplikasi Tunas .

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 35


E. Induksi Perakaran

Setelah kultur pisang mencapai target yang diinginkan ,sebagian kultur tunas
yang berasal Dari media multiplikasi tunas disubkultur ke media induksi akar ,
sedangkan sebagian kultur Lagi terus diulakukan moltiplikasi tunas . Media induksi
akar untuk tanaman pisang adalah Media MS tanpa ZPT dengan kandungan hara
makro setengah dari ionsentrasi normal,ditambah arang aktif 2 g/L.
Tunas pisang yang tumbuh bergerombol di media multiplikasi tunas dipisahkan
satu sama lain .Kemudian ,tunas-tunas tersebut ditanam di media induksi
perakaran .Setelah satu bulan di media, ini,tunas pisang mengalami pertumbuhan
tinggi dan sudah mempunyai akar yang cukup banyak, sehingga siap untuk
diaklimitasi di media tanah.

F. Aklimatisasi

Aklimatisasi dan Pemindahan Tanaman ke Lapang Tanaman hasil kultur


jaringan tidak dapat ditanam langsung di lapang, namun memerlukan proses
adaptasi bertahap terhadap lingkungan barunya yang disebut dengan aklimatisasi.
Hal ini diperlukan karena kondisi tanaman hasil kultur jaringan berbeda dengan
tanaman normal di lapang. Kondisi lingkungan mikro botol kultur menyebabkan
tanaman hasil kultur jaringan tidak memiliki lapisan lilin dan stomata tidak berfungsi
sehingga sangat riskan jika langsung ditanam di lapang. Aklimatisasi dalam kultur
in-vitro adalah suatu proses adaptasi dari tanaman hasil kultur in-vitro (plantlet)
terhadap cekaman lingkungan baru sebelum ditanam di lapang. Kondisi
lingkungan baru tersebut meliputi suhu, cahaya dan kelembaban. Tahap
aklimatisasi ini juga merupakan tahap yang krusial dalam kultur jaringan. Kematian
plantlet setelah aklimatisasi seringkali terjadi sehingga tahap ini perlu dilakukan
secara hati-hati.
Proses aklimatisasi plantlet pisang dilakukan melalui tahapan berikut ini :
a. Siapkan plantlet dalam botol kultur yang akan di aklimatisasi.
b. Siapkan bubuk hormone penumbuh akar dalam wadah,tambahkan air
secukupnya.sehingga terbentuk larutan hormone penumbuh akar yang cair.
c. Siapkan bak aklim yang sudah berisi media.Aduk media sambil disemprot
dengan air hingga media lembab basah merata.
d. Plantlet di keluarkan dari botol kultur,kemudian cuci di bawah air mengalir
untuk membuang media agar yang menempel,terutama pada bagian akarnya.

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 36


e. Plantlet yang bergerombol dipisahkan dengan menggunakan gunting.
f. Kemudian,plantlet direndam dalam larutan fungisida selama 1 enit.
g. Setelah itu,bagian akar plantelet dicelupkan pada larutan hormone yang telah
di sisipkan,kemudian plantlet ditanam di media aklim.
h. Penanaman di ke lompokkan berdasarkan tinggi plantlet,plantelet yang tinggi
di tanam dalam bak yang terpisah dengan plantelet yang kecil.
i. Bak plastik yang sdh di tanami plantelet di semprot air hingga menjadi lembab
basah,setelah itu bak di tutup dengan plastic transparan dan diikat dengan
karet.
j. Pada bak aklim di beri label jenis tanaman,tanggal aklimatisasi,dan jumlah
plantelet dalam bak aklim tersebut.
k. Bak plastik di simpan dirumah kaca atau di dalam sungkup plastic bsar yang
di naungi paranet 65-75% selama 4 minggu.

G. Pembesaran Bibit Pisang hingga Siap Tanam


Cara menyiapkan media polibeg,penanaman ke polibek,dan pembesaran
plantlet pisang pasca-aklimatisasi hingga menjadi siap jual atau siap tanam
dilapangan hampir sama dengan pembesaran bibit jati.Yang berbeda hanya pada
ukuran polibeg,ukuran polibeg yang optimal untuk bibit pisang adalah ukuran
15x15.
Setelah ditanam di polibeg,bibit di pelihara di bawah sungkukan plastic
selama 2 minggu dan di bawah paranet 2 minggu.Setelah itu,bibit di pindahkan ke
lahan terbuka.Bibit di siram dua kali sehari:pagi dan sore hari.Pupuk yang di
gunakan untuk bibit pisang adalah pupuk kompos yang diberikan setelah satu
minggu dipindahke lahan terbuka.Pada minggu berikutnya,bibit pisang di
pupukdengan pupuk urea setiap dua minggu sekali.Pembesaran bibit pisang
hingga menjadi siap tanam di lapangan memerlukan pemeliharaan di lahan
terbuka selama 2-3 bulan dengan tinggi bibit 15-20 cm.
Pemeliharaan tahap pembesaran bibit pisang:
a) Pemupukan. Menggunakan pupuk organik misalnya pupuk greentonic.
b) Diwiwil. Minimal seminggu sekali dilakukan pewiwilan dengan
memisahkan/membuang daun yang kuning.
c) Penyiraman. Dilakukan 1 kali sehari apabila tidak hujan.
d) Pencegahan hama. Lingkungan disekitar pembesaran pisang harus tetap
terawat dari gulma .

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 37


Persiapan eksplan Hasil Penanaman eksplan

Pertumbuhan awal eksplan Sub kultur media perakaran

Hasil Pertumbuhan pada media perakaran

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 38


Persiapan Aklimatisasi Pisang

Penanaman pada media aklimatisasi sekam bakar dan pasir

Pembesaran bibit pisang

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 39


H. Petunjuk Praktikum
1. Sub kultur
Media pembelahan
a. Definisi
Kegiatan ini dilakukan untuk membelah bonggol pisang agar dapat
diperbanyak.
b. Tujuan
Siswa dapat melaksanakan subkultur sesuai prosedur.

c. Alat
 LAF
 Cawan petri
 Pembakar spritus
 pinset+skapel
 korek
 lap steril

d. Bahan
 Media ms pembelahan
 Bonggol pisang
 Alkohol

e. Prosedur kerja
1) Siapkan alat dan bahan yang akan di gunakan.
2) Nyalakan UV, Blower, tunggusampai 30 menit.
3) Lalu matikan dan nyalakan ligh.
4) Sterilisasi ruang LAV dengan alkohol 75% menggunakan lap
tanagn.
5) Alat dan bahan yang akan digunakan,sebelum dimasukan ke
dalam ruangan LAV semprot menggunakan alkohol 75% dan
keringkan dengan lap tangan.
6) Letakan pembakar api bunsen di tengah (belakang),media
perakaran sebelah kiri, botol alkohol 95% di belakang sebelah
kanan, media yang berisi eksplan sebelah kanan depan botol
alkohol, serta taruh petridis di depan api bunsen.

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 40


7) Matikan blower, tutup LAV, nyalakan UV tunggu 5-10 menit lalu
buka dan matikan UV kembali dan nyalakan blower dan ligh.
8) Nyalakan api bunsen dan sterilisasi terlebih dahulu cawan petri.
9) Lepas plastik cling wrep yang terikat pada media yang berisi
eksplan bonggol pisang lalu sterilisasi media dengan
membakar di area tutup sampai keseluruhan botol dengan api
bunsen.
10) Ambil eksplan bonggol pingsan dengan pinset yang sudah di
sterilisasi dengan api bunsen , lalu letakan di cawan petri.
11) Strerilisasi kembali pinset dengan api bunsen serta skapel.
12) Bersihkan bonggol pisang dari bonggol kering yang menempel
di sekitar bonggol bawahnya, jika bonggol besar yang sudah
bersih bisa di belah menjadi dua atau tiga.
13) Sterilisasi botol media yang akan di gunakan dengan api
bunsen. Janagan lupa untuk mensterilisasikan kembali pinset
yang akan di pakai.
14) Isi botol 4-5 bonggol pisang baru dengan pinset. Lalu tekan
dengan hati-hati agar bonggol pisang bisa menyatu dengan
media agar.
15) Jika sudah, sterilisasi bagian tutup dengan api bunsen, tutup
dengan rapat, lalu sterilisasi kembali hingga merata ke seluuruh
bagian botol.
16) Lakukan prosedur 9-15 ke media yang selanjutnya.
17) Jika sudah selesai subkultur, matikan api bunsen dengan
langsung menutup bagian yang terbakar. Keluarkan semua
alat dan benda, lalu semprot kembali ruang LAV dengan
alkohol.
18) Matikan blower, ligh.

f. Keterangan
Sesuaikan dengan media ms pembelahan dengan BAP yang
akan dilaksanakan.

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 41


2. Aklimatisasi
a. Pengertian
Aklimatisasi adalah suatu upaya mengadaptasikan tanaman
pisang hasil perbanyakan melalui kultur in vitro ke lingkungan in vivo
yang septik.

b. Tujuan
Mengetahui dan dapat menjelaskan proses pengakaran dan
aklmatisasi planlet hasil kultur jaringan, beserta faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan aklimatisasi tersebut.
c. Alat
 Ember yang kecil
 Pinset
 Wadah / boks
 polibag
d. Bahan
 Fungisida
 planlet yang akan di aklimatisasi
 Air bersih
 Media tanam yang terdiri dari tanah, pasir, sekam bakar. Dengan
perbandingan 2:1:1
 Pupuk kandang
 Sekam biasa

e. Prosedur aklimatisasi
1) Siapkan terlebih dahulu media tanam yang terdiri dari campuran
tanah, pasir, dan sekam bakar.
2) Diamkan 2-3 hari media yang berada di boks, jangan lupa untuk
disiram agar lembab
3) Planlet pisang yang akan di aklimatisasi di keluarkan dari dalam
wadah/motol media. Lalu rendam pada larutan fungisida dan
bakterisida 2 g/ L selama 5-10 menit.
4) Agar-agar yang masih menempel di cuci bersih untuk membuang
sumber kontaminasi.
5) Setelah itu planlet yang telah bersih, kering anginkan .

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 42


6) Selanjutnya, planlet tersebut di tanam pada boks yang berisi
medium tanah, pasir, dan sekam bakar. Tutup boks dengan rapat,
kurang lebih 10-15 hari baru tutup boks tersebut dibuka.
7) Setelah selesai di letakan di green house dan rawat hingga tumbuh
daun baru.

f. Keterangan
Ketika tanaman sudah berumur ± 1 bulan di dalam bos, pindah
ke dalam polibag dengan media tanah, sekam, dan pupuk kandang
dengan perbandingan 3:2:1.

I. Latihan Soal
Untuk mengukur tingkat pemahaman kalian terhadap materi diatas
jawablah soal berikut dengan benar!

1. Jelaskan isolasi bahan tanam pada kultur jaringan pisang dengan eksplan
berasal dari anakan dan jantung pisang!
2. Sebutkan bahan sterilisasi yang tepat untuk eksplan pisang berasal dari
anakan dan jantung pisang!
3. Jelaskan fungsi penambahan media dan BAP cair dalam inisiasi eksplan
pisang!
4. Sebutkan komposisi media yang sesuai untuk multiplikasi tunas pada kultur
jaringan pisang!
5. Kapan waktu yang tepat untuk melakukan induksi perakaran dalam kultur
jaringan pisang? Jelaskan alasanmu!
6. Jelaskan proses aklimatisasi planlet pisang hasil kultur jaringan
7. Jelaskan bagaimana pemeliharaan bibit pisang sampai siap tanam

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 43


DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 1982. Dasar-Dasar Pengetahuan tentang Zat Pengatur Tumbuh.


Angkasa: Bandung. 85 hal.

Abidin,Z. 1985. Dasar-dasar Pengetahuan tentang Zat Pengatur Tumbuh,


Angkasa, Bandung.
Avivi,S dan Ikrarwati, 2004, Mikropagasi Pisang Abaca (Musa textilis Nee) Melalui
Teknik Kultur Jaringan, Jurnal Ilmu Tanah Vol.11 No.2
Chawla, H. S. 2002. Introduction to Plant Biotechnology. Science Publishers Inc.
New Hemsphire. 23-26.

Gunawan, L.W. 1990. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Laboratorium Kultur


Jaringan. Pusat Antar Universitas (PAU) Bioteknologi. IPB. Bogor. P. 304.

Gunawan, L. N. 1987. Teknik Kultur Jaringan. Bogor: PAN ITB.

Hendaryono, D. P. S dan Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan dan Petunjuk


Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif Modern. Yogyakarta: Kanisius
Lestari, E.G., R. Purnamaningsih, dan S. Hutami. 1999.Perbanyakan mikro
tanaman tangguh melalui kultur in vitro. Prosiding Ekspose Hasil Penelitian
Bioteknologi Pertanian. Bogor, 31 Agustus-1 September 1999.

Nisa,C dan Rodinah, 2005, Kultur Jaringan Beberapa Kultivar Buah Pisang (Musa
paradisiaca L.) dengan Pemberian Campuran NAA dan Kinetin, Jurnal
Bioscientiae, Vol 2, No.2.

Pierik, R.L.M. l987. In Vitro Culture of Higher Plants.Martinus Nijhoff Publisher.


London. 344 p.

Priyono, D. Suhandi, dan Matsaleh. 2000. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh IAA
dan 2-IP pada Kultur Jaringan Bakal Buah Pisang. Jurnal Hortikultura. 10
(3) : 183 – 190.

Priyono. 2000. Perbanyakan Abaka (Musa textillis Nee) melalui Kiltur Mata Tunas
Secara In vitro. Pelita Perkebunan 9(2): 129-133.
Purwanto, D.1991. pengaruh ukuran bahan tanam terhadap keberhasilan
perbanyakan beberapa varietas pisang (Musa paradisiacal L.) dengan
metode kultur jaringan. Skripsi fakultas pertanian UNIBRAW. Malang.
Salisbury, F.B. dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 3. Edisi Bahasa
Indonesia. Penerbit ITB, Bandung.
Satuhu, S., dan A. Supriyadi, 1999. “Pisang” Budidaya, Pengolahan dan Prospek
Pasar. Penebar Swadaya, Jakarta.
Steenis JV. 2003. Flora Untuk Sekolah Indonesia. Cetakan IX. Jakarta (ID):
Pradnya Paramita

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 44


Sitohang,N, 2004, “Kultur Meristem” Pisang Barangan(Musa paradisiaca L.) pada
Media MS dengan Beberapa Komposisi Zat Pengatur Tumbuh naa, iba, Dan
Kinetin, Unika Santo Thomas Medan.
Taji, A., P. Kumar dan P. Lakshmanan. 2002. In Vitro Plant Breeding. Haworth
Press, Inc., New York.

Umami, N. 2012. Efficient Nursery Production and Multiple Shoot Clumps


Formation from Shoot Tiller Derived Shoot Apices of Dwarf Napier Grass
(Pennisetum purpureum Schumach). JWARAS 55 (2) : 121-127.

Warda dan Hutagalung, L. 1994.Pisang barangan kultivar Sulawesi Selatan.


Informasi Hortikultura 2(1)

Wibowo, A. 1998. Abaca (Musa textillis Nee) Penghasil Serat. Duta Rimba XXIV
(222): 31-37.
Yusnita. 2003. Kultur Jaringan Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien.
Jakarta: PT. Agromedia Pustaka.

Zulkarnain.2009. Kultur Jaringan Tanaman Solusi Perbanyak Tanaman


Budidaya. Jakarta: PT. Bumi Aksara

FOFA AROFI, SST. MP NIP 198712022009122001 45

Anda mungkin juga menyukai