Anda di halaman 1dari 10

MASALAH DALAM NEGOSIASI INTEGRATIF

Menurut Roy J. Lewicki negosiasi integratif merupakan sebuah negosiasi yang

menghasilkan kesepakatan bahwa pihak-pihak yang ikut serta akan mendapatkan

keuntungan.1 Negosiasi ini biasa disebut dengan negosiasi positive-sum atau win-win

negotiation. Dalam negosiasi ini, pihak yang terlibat bukan berarti dapat mencapai

kepentingan nasionalnya, namun perjanjian yang tercapai mampu memberikan keuntungan

bagi semua pihak yang ikut serta dalam proses negosiasi ini.

Strategi yang ada dalam negosiasi integratif yaitu untuk memahami tujuan lawan,

saling memberikan serta bertukar ilmu dan informasi, menitikberatkan pada persamaan

dengan lawan, dan mampu mencari solusi yang merupakan titik pertemuan antara

kepentingannya dengan kepentingan pihak lain. Di sisi lain, taktik yang digunakan dalam

negosiasi integratif yaitu, mengidentifikasi dan memahami masalah yang sedang

dihadapi dalam negosiasi, mengidentifikasi dan memahami kepentingan, membuat

solusi-solusi alternatif, serta mengevaluasi alternatif yang telah dibuat tersebut.2

Kelebihan dari strategi integratif terletak pada mudahnya untuk mendapatkan

informasi karena kesamaan tujuan, kepercayaan pada solusi yang dicetuskan pihak lain, serta

masing-masing negosiator memahami dinamika yang terjadi dalam sebuah negosiasi.

Menurut Roy J. Lewicki, Bruce Barry, dan David M. Saunders dalam bukunya yang

berjudul Negotiation, taktik untuk memenangkan negosiasi Integratif adalah salah satunya

mendefinisikan masalah. Langkah mengidentifikasi masalah seringkali menjadi langkah yang

paling sulit dan yang paling penting karena ketika melakukan proses pendefinisan masalah

bisa saja ditantang oleh beberapa pihak. Sebagai contohnya, Filley mengibaratakan negara

1
Lewicki, Roy J. et al. 2003. Negotiation: Exercise, Reading and Cases. New York: Mac Graw-Hill. (Versi
Terjemahan)
2
ibid
adalah sebuah proyek, dimana proyek tersebut memiliki tujuan produksi dan memiliki batas

waktu produksi. Oleh sebab itu dalam proses pendefinisan masalah ada beberapa aspek yang

penting. Menurut Filley (1975) penyebab utama timbulnya konflik yang sering terjadi di

lingkungan proyek adalah batas wewenang dan tanggung jawab kurang jelas, adanya konflik

kepentingan, adanya hambatan komunikasi, adanya pertentangan lama yang belum

terselesaikan, tidak adanya pengertian bersama (consensus).3

Proses definisi masalah ini sangat penting untuk negosiasi integratif karena proses ini

menentukan parameter-parameter umum mengenai perkara yang dinegosiasikan dan

memberikan kerangka kerja awal dalam pendekatan ke diskusi. Sangat penting agar kerangka

kerja ini cukup komprehensif, sehingga dapat memperlihatkan kompleksitas situasi, sekaligus

tanpa membesar-besarkan situasi tersebut.

1. Mendefinisikan masalah sedemikian rupa agar dapat diterima oleh kedua belah pihak

Secara ideal, dalam memasuki proses negosiasi integratif kedua belah pihak

seharusnya datang dengan prasangka akan kemampuan penyelesaian masalah dengan

solusi terbaik dan dengan pikiran terbuka tentang kebutuhan satu sama lain. Sebelum

proses negosiasi integratif diperlukan adanya pendefinisian masalah secara bersama,

definisi tersebut seharusnya mencerminkan kebutuhan dan prioritas kedua pihak

secara akurat. Supaya penyelesaian masalah secara positif dan dapat dilakukan, kedua

pihak harus berkomitmen menyatakan masalah secara netral. Netral berarti dalam

proses penyampaian masalah, kedua belah pihak tidak boleh memanipulasi informasi

demi keuntungannya sendiri.

Pernyataan masalah harus dapat diterima oleh kedua pihak dan tidak

disampaikan dengan kata-kata yang menyalahkan atau mengutamakan pilihan atau

prioritas salah satu pihak. Perlu ditekankan juga bahwa pendefinisian masalah

3
A.C. Filley. 1975. “Interpersonal Conflict Resolution”. Glenview, Illinois: Scott, Foresmen. (Versi Terjemahan)
berbeda dengan usaha untuk membuat pilihan alternatif. Masalah hatus didefinisikan

secara jelas pada tahap ini, jika ingin mencapai struktur awal di mana kedua pihak

sepakat untuk tidak sepakat, meski dalam masalah yang umum dan jelas.

2. Menyatakan masalah dengan pandangan ke arah kepraktisan dan perbandingan (wenta)

Fokus penting dalam kesepakatan integratif adalah untuk menyelesaikan

masalah-masalah intin namun dalamhal ini terdapat beberapa hambatan seperti

pengalihan perhatian karena kasus cenderung kompleks dan membuat pencapaian

kesepakatan integratif tidak lengkap dan terjadinya perdebatan yang kurang efisien.

Seorang diplomat ulung biasanya mencari solusi dan tetap fokus di dalam

progress kesepakatan namun hambatan lain seperti pihak lain yang cenderung

membuat dimensi-dimensi baru yang dipermasalahkan yang tidak lagi sesuai dengan

pembahasan awal sehingga harus adanya peringkasan masalah yang tepat sehingga

tidak menimbulkan komplikasi yang cenderung yang memberikan jalan buntu dalam

negosiasi integratif antara kedua belah pihak.

Contoh studi kasus yang berkaitan dalam hal ini seperti Negosiasi Integratif

Timor Timur dimana Timor Timur tidak lagi berkecimpung di dalam dua dimensi.

Dua dimensi lain yaitu yang dulu turut mendominasi pembicaraan tentang Timor

Timur di tingkat internasional adalah HAM (Hak Asasi Manusia) dan demokrasi

( beserta impikasi-implikasinya). Karena dua dimensi itulah pembicaraan dan

negosiasi temtang ini menjadi komplikasi.

Posisi pemerintah Indonesia dalam kasus ini sudah jelas. Timor Timur adalah

bagian dari negara kesatuan Republik Indonesia. Segala bentuk penyelesaian dalam

kasus ini, oleh karenanya , menurut pemerintah Indonesia , tidak semestinya

diletakkan dalam kerangka yang lain . Dengan posisi seperti itu , pemerintah
Indonesia menyerahkan sepenuhnya penyelesaian soal Timor Timur melalui

pembicaraan Tripartite dibawah mediasi Sekretaris Jendral PBB. Di dalam negosiasi

integratif ini pengalihan oleh dimensi lain menujukkan hambatan dalam intervensi

pandangan lain/luar di dalam perbandingan apabila negosiasi Integratif dilaksanakan

sesuai proporsional.4

3. Menyatakan masalah sebagai tujuan dan mengidentifikasi hambatan-hambatan dalam

mencapai tujuan ini (Risma)

Kedua pihak mampu mendefinisikan masalah sebagai sebuah tujuan spesifik

yang harus dicapai dan bukan sebagai sebuah proses solusi. Hal ini berarti bahwa

kedua belah pihak tersebut memfokuskan konsentrasi mereka terhadap tujuan yang

ingin diwujudkan dibandingkan cara untuk mencapai tujuan tersebut. Maka yang

harus dilakukan adalah menentukan hambatan-hambatan yang harus dihadapi untuk

mencapai tujuan. Intinya dalam melakukan negosiasi ini bagaimana masing-masing

pihak dapat mengoreksi dan mengatasi hambatan-hambatan dalam negosiasi. Apabila

kedua pihak tidak dapat mengatasi hambatan-hambatan secara efektif karena

keterbatasan waktu atau sumber daya lainnya, maka hambatan-hambatan tersebut

menjadi pemberi batas pada negosiasi secara keseluruhan. Hambatan-hambatan ini

penting untuk dapat menentukan hal-hal yang dapat dinegosiasikan dan yang tidak

dapat dinegosiasikan pada negosiasi integratif yang realistis. Jadi dalam pencapaian

tujuan melalui negosiasi integratif ini dapat berhasil dan ada juga yang mengalami

kegagalan.

Contoh konkrit pencapaian tujuan negosiasi integratif dapat mengalami

kegagalan adalah penyelesaian konflik antara pemerintah Indonesia dengan Timor

4
Drs.Riza Noer Arfani, M.A. Adalah staf pengajar pada jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik UGM, dan staf peneliti pada PPSK dan PSKP-UGM Yogyakarta
Timur dimana kedua belah pihak mengalami perbedaan tujuan yang menimbulkan

konflik. Timor Timur dengan campur tangan Portugis meninginkan untuk merdeka

dan mendirikan negara sendiri tetapi pemerintah Indonesia tidak menginginkan Timor

Timur keluar dari Indonesia. Hal yang mendasari Timor Timur ingin keluar dari

Indonesia adalah semangat resistensi rakyat Timor Timur untuk yang tidak ingin

dianeksasi wilayahnya oleh Indonesia. Perbedaan tujuan ini menjadi suatu hambatan

dalam negosiasi integratif yang tidak menemukan kesepakatan untuk tetap bersatu

meskipun banyak alternatif yang ditawarkan Indonesia untuk menahan Timor Timur.

Tekad yang ditunjukkan oleh Timor Timur untuk menjadi sebuah negara sendiri

melalui berbagai perundingan melalui hukum internasional, memutuskan Timor

Timur resmi keluar dari Indonesia pada 20 Mei 2002.

4. Dipersonalisasi masalah (Irfa)

Seorang negosiator yang ulung haruslah memiliki teknik dalam bernegosiasi

karena diperlukan usaha untuk mampu mencapai suatu kesepakatan integratif.

Negosiator memiliki perbedaan nilai-nilai dan preferensi, seperti perbedaan pemikiran

dan perilaku. Kita harus mengerti kebutuhan orang lain sebelum membantu untuk

memenuhinya. Melalui proses berbagi informasi tentang preferensi dan prioritas,

negosiator harus melakukan usaha yang sungguh-sungguh dalam memahami apa yang

sebenarnya ingin dicapai oleh pihak lain.

Ketika kedua pihak terlibat dalam konflik, maka cenderung menjadi evaluatif

dan menghakimi pihak lain. Mereka memandang tindakan, strategi, dan preferensi

mereka secara positif, sedangkan tindakan, strategi, dan preferensi pihak lain

dipandang negatif. Penilaian yang evaluatif ini dapat menyebabkan pemikiran

menjadi tidak jernih dan memihak. Jika seorang negosiator mengatakan kepada lawan
“sudut pandang Anda salah dan sudut pandang saya benar” itu akan menghalangi

bahkan menghambat negosiasi integratif karena kata “anda” itu menunjukkan kita

menyerang negosiatornya bukan masalahnya. Disinilah depersonalisasi dibutuhkan,

depersonalisasi dapat ditunjukkan dengan cara mengatakan “Kita memiliki sudut

pandang yang berbeda dalam masakah ini” dengan mengatakan begitu

memungkinkan kedua belah pihak melakukan pendekatan pada masalahnya tanpa

mendepersonalisasi pribadi (negosiator pihak lawan). Depersonalisasi juga dapat

ditunjukkan dengan berkata “Saya menghargai Anda memiliki batasan-batasan dan

cara yang berbeda dari cara saya dalam memandang masalah ini. saya meminta Anda

untuk memahami bahwa saya pun demikian”, dengan demikian maka kita tidak

seperti menyerang personal lawan tetapi lebih ke depersonalisasi dari masalahnya.

5. Memisahkan definisi masalah dari pencarian solusi (dysta)

Sangat penting untuk tidak langsung menuju pencarian solusi sebelum

masalah selesai didenisikan. Dalam perundingan distributif para negosiator didorong

untuk menyatakan masalah berdasarkan solusi yang mereka inginkan dan membuat

konsesi berdasarkan pernyataan tersebut. Sebaliknya, pihak-pihak yang melakukan

negosiasi integratif harus menghindari pernyataan solusi-solusi yang menguntungkan

salah satu pihak sampai mereka telah selesai mendefinisikan masalah dan memeriksa

sebanyak mungkin solusi alternatif. Karena dalam negosiasi integratif kedua belah

pihak harus menahan ego masing-masing demi tercapainya kesepakatan-kesepakatan

yang akan menguntungkan kedua belah pihak. Ini sangat jauh berbeda dengan

negosiasi distributif dimana merea harus sama-sama menonjolkan ambisi masing-

masing untuk menjadi pemenang dalam suatu negosiasi.


Proses definisi masalah ini sangat penting untuk negosiasi integratif karena

proses ini menentukan parameter-parameter umum mengenai perkara yang

dinegosiasikan dan memberikan kerangka kerja awal dalam pendekatan ke diskusi.

Sangat penting agar kerangka kerja ini cukup komprehensif, sehingga dapat

memperlihatkan kompleksitas situasi, sekaligus tanpa membesar-besarkan situasi

tersebut.5

Dibanding harus membuat solusi-solusi yang rancu negosiator seharusnya

mengembangkan standar-standar untuk menilai setiap solusi. Standar ini dapat dibuat

dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut kepada pihak-pihak yang

berkepentingan :

1. Bagaimana cara kita mengetahui bahwa masalah sudah diselesaikan?

2. Bagaimana cara kita mengetahui bahwa tujuan kita telah tercapai?

3. Bagaimana cara pihak ketiga yang netral mengetahui bahwa

perselisihan kita telah diselesaikan?

4. Apakah ada kepentingan atau posisi yang belum kita sentuh dalam

hasil yang kita dapatkan?

5. Apakah ada kepentingan atau posisi yang dihilangkan hak suaranya

oleh hasil yang kita dapatkan?

Mengembangkan standar-standar dengan cara ini dan menggunakannya

sebagai pengukur untuk mengevaluasi alternatif akan membantu negosiator dalam

menghindari pendekatan yang sepihak dan tertutup serta memungkinkan mereka

dapat membedakan sebuah alternatif solusi yang lebih disukai dari alternatif solusi

5
Lewicki, Roy J., Barry, Bruce, & Saunders, David M. 2012. Negosiasi Edisi 6. Jakarta: Salemba Humanika.
yang mungkin tidak begitu disukai secara pribadi tetapi dapat mencapai resolusi yang

kolaboratif dan integratif.6

Contoh dalam kasus ini diambil dari kasus Indonesia dengan Timor-timur

dimana setelah timor timur berintegrasi dengan indonesia yaitu menjadi bagian dari

NKRI Selama Timor Timur berada dalam masa integrasi, Indonesia memberikan

sangat banyak jasa baiknya, baik dalam membantu proses dekolonisasi, mengakhiri

perang saudara, maupun dalam melaksanakan pembangunan wilayah. Ide lepasnya

Timor Leste berawal dari munculnya dua opsi penyelesaian masalah Timor Leste

melalui sebuah referendum oleh presiden B. J. Habibie pada tanggal 27 Januari 1999.

Opsi pertama adalah pemberian Otonomi khusus dan opsi kedua adalah pemisahan

Timor Timur (nama Timor Leste sebagai Provinsi ke 27 dalam naungan NKRI) dari

Indonesia. 7

Hasil Referendum tersebut maka Timor Leste berpisah dengan Bangsa

Indonesia. Yang telah dipaparkan tadi merupakan suatu definisi masalah yang

didalam poin ini harus dipisahkan mengenai definisi masalah dan solusi. Solusi untuk

kasus ini adalah melalui jalan negosiasi integratif dimana negosiasi inntegratif ini

mengedepankan kepentinngan kedua pihak bukan untuk menjatuhkan pihak lawan

namun untuk mncari jalan tengah seadil adilnya bagi kedua pihak.

Disini pemerintah Indonesia telah menawarkan otonomi khusus kepada Timor

Timur tetapi Tior Timur masih dalam bagian dari NKRI, solusi ini akan melahirkan

banyak keuntungan bagi keduanya dimana Timor Timur dapat mengelola derahnya

sendiri dengan otonmi khususnya dan Indonesia tetap memiliki Timor Timur sebagai

bagian dari NKRI. Akan tetapi hasil ari referendum ini menunjukan bahwa rakyat

6
Ibid
7
Riza Noer Arfani, negosiasi integratif untuk Timor Timur, jurnal ketahanan nasional II (2), 1998
Timor Timur memilih untuk merdeka dan menjadi negara sendiri itu berarti lepas dari

Indonesia.

Memahami Masalah Secara Penuh

Roger Fisher, William Ury dan Bruce Patton dalam buku mereka yang terekenal

dengan judul Getting to Yes (1991) menekankan bahwa salah satu kunci untuk mencapai

kesepakatan intergratif adalah kemampuan kedua belah pihak untuk memahami dan

memenuhi kepentingan satu sama lain.8 Mengidentifikasi kepentingan adalah sebuah langkah

yang sangat penting dalam negosisasi integratif. Kepentingan adalah dasar perhatian,

kebutuhan, keinginan, atau kekhawatiran yang memotivasi seseorang negosiator dalam posisi

tertentu. Pemahaman akan masalah sangat mempengaruhi kemungkinan akan solusi yang

ditawarkan oleh keuda belah pihak dalam memenuhi kepentingan keduanya. Dalam tahap ini

kedua belah pihak akan mendefinisan masalah secara lengkap dan penuh serta membahas

bagaimana masalah-masalah tersebut dapat diselesaikan dengan tidak lupa memperhatikan

kepentingan nasional masing-masing pihak.

Contoh Kasus

Masalah Timor-timor dengan penyelesaian Integratif

Timor Timur, disingkat Timtim (sekarang Timor Leste), merupakan bekas wilayah

jajahan Portugal, yang mana pada tahun 1974 Portugal mengakhiri pendudukannya di sana.

Dua tahun setelahnya, Indonesia menginvasi Timtim dan dijadikan provinsi ke-27 negara

tersebut. Populasi Timtim berjumlah sekitar 1.040.900 jiwa dengan utamanya beragama

Katolik. Timtim mendapat pengakuan internasional atas kemerdekaannya pada tanggal 20

8
Roger Fisher, William Ury dan Bruce Patton. 1991. Getting to Yes : Negotiating Agreement without Giving in.
New York : Harvard University (Versi online dan Terjemahan)
Mei 2002, dua tahun setelah referendum dilakukan tahun 1999, dan setelah ±24 tahun

menjadi bagian dari Indonesia.

Aktor-aktor yang secara jelas berkonflik dalam kasus ini adalah antara pemerintah

Indonesia dengan masyarakat Timtim yang menginginkan kemerdekaannya. Dua aktor

tersebut dikelompokkan sebagai aktor utama yang secara jelas dapat dilihat sedang

berkonflik. Sedangkan aktor sekundernya (tidak langsung) adalah Australia yang awalnya

berperan sebagai mediator, tetapi ternyata dalam perjalanannya, malah menjadi motor dan

ikut-ikutan secara tidak langsung membantu pihak Timtim untuk mendapat kemerdekaanya

(securitizing actor).

Anda mungkin juga menyukai