Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN

PRAKTIKUM MIKROSKOPIK FARMAKOGNOSI


AMYLUM DAN ZAT AKTIF

Dosen Pembimbing :

Luluk Anisyah,S.Si.,M.Farm.,Apt

Disusun Oleh :

Nama : Firman hidayat

NIM :10120170030

PROGAM STUDI S1 FARMASI SEMESTER 3


STIKES HARAPAN BANGSA
Jln. Slamet Riyadi No.64 Patrang - Jember
Tahun 2018/2019
A. TUJUAN
Tujuan dari praktikum agar mahasiswa dapat bisa tau menggunakan simplisia dan
zat berkhasiat dengan menggunakan mikroskop serta dapat mengetahui bagaian-bagian
tanaman secara mikroskopik dan dapat membedakan mikroskopik dari suatu serbuk
amylum dan zat berkhasiat maupun membedakan secara organoleptis.

B. DASAR TEORI
Farmakognosi telah diciptakan melalui penggabungan dua kata dalam bahasa Yunani.
Farmakon (obat) dan Gnosis (pengetahuan), yaitu pengetahuan tentang obat. Tata nama
Farmakognosi pertama kali dan paling sering digunakan oleh C.A Seydler, seorang
mahasiswa kedokteran di Halle/Saale, Jerman, yang secara tegas menggunakan Analetica
Pharmacognostica sebagai judul utama tesisnya pada tahun 1815. Selain itu,
penelitianpenelitian lebih lanjut telah mengungkapkan bahwa Schmidt telah terlebih
dahulu menggunakan istilah Farmakognosis di dalam monografinya yang berjudul
Lehrbuch der Materia Medica (yaitu catatan-catatan kuliah tentang Materia Medis) pada
tahun 1811 di Wina. Kompilasi ini khusus membahas tentang tumbuh-tumbuhan
berkhasiat obat dan karakteristiknya yang bersesuaian.
Pati atau amilum merupakan karbohidrat kompleks yang dihasilkan oleh tumbuhan,
dimana didalamnya terkandung kelebihan glukosa (produk fotosintesis). Ubi kayu atau
singkong, mengandung karbohidrat yang cukup tinggi yaitu sekitar 35,3% per 100 g
(Widiastoety dan Purbadi, 2003). Oleh karenanya singkong dapat digunakan sebagai
bahan dasar dalam pembuatan glukosa melalui proses hidrolisa pati. Hidrolisa pati
merupakan proses pemecahan molekul amilum menjadi bagian-bagian penyusunnya,
seperti glukosa (Purba, 2009). Pemodelan untuk proses kimia dapat dilakukan dengan
pendekatan phenemenological (first principles) atau dengan pendekatan empirical (Istadi,
2006). Umumnya, permodelan untuk proses dikembangkan dengan menggunakan
pendekatan phenomenological. Pengembangan dari permodelan proses dengan
phenemenological ini memiliki banyak kesulitan dalam prakteknya dimana perpindahan
massa, momentum, energi, dan beberapa prinsip teknik kimia lainnya dipertimbangkan
dalam model.. Oleh karena itu, diperlukan mencari pendekatan alternatif dari pemodelan
proses ini. Akhir-akhir ini, Artificial Neural Network (ANN) telah muncul sebagai alat
yang menarik untuk pemodelan proses yang kompleks. Kekuatan dari ANN adalah
struktur yang umum dan memiliki kemampuan untuk mempelajari dari data historikalnya
(Desai et al., 2008). Dalam beberapa tahun terakhir, Genetic Algorithm (GA) termasuk
kelompok optimasi stochastic, yang telah digunakan untuk menyelesaikan persoalan
dengan baik dalam berbagai ruang lingkup. Kelebihan GA dibandingakan optimasi
dengan metode dife- *) Staf Pengajar Jurusan Teknik Kimia FT Undip **) Alumni
Teknik Kimia Fakultas Teknik Undip rensial adalah GA dapat digunakan untuk
menentukan kondisi optimum tanpa perlu mendiferensialkan data terlebih dahulu.
Sehingga untuk data yang sangat kompleks, optimasinya dapat diselesaikan dengan
mudah. Metode diferensial tidak bisa digunakan bila data persamaan yang didapat adalah
data yang kompleks, karena barangkali hanya diperoleh titik optimum lokal saja bukan
titik optimum yang global. Beberapa penelitian tentang proses hidrolisa pati menjadi
glukosa telah banyak dilakukan. Pada proses hidrolisa pati secara enzimatik (Baskar,
2008; Chamsart et al., 2006; Morales et al., 2008; Wojciechowski et al., 2002), proses
hidrolisa pati secara asam (Putri dan Sukandar, 2008; Soeroso et al., 2008; Yoonan dan
Kongkiattikajorn, 2004), dan proses hidrolisa asam dan enzimatik (Yetti et al., 2007),
masih menggunakan metode pemodelan dan optimasi secara grafis dan beberapa
menggunakan metode RSM. Sementara itu, metode pemodelan dan optimasi Artificial
Neural Network-Genetic Algorithm (ANN-GA) telah banyak digunakan secara luas,
seperti dalam proses pembuatan koji (Hanai et al., 1999), reaksi hidroksilasi benzena
(Nandi et al., 2002) dan desain casting campuran Al-Si (Anijdan et al., 2004). Metode
ANN-GA telah berhasil dalam memodelkan dan optimasi sehingga dihasilkan hasil
optimum secara global. Oleh karenanya, metode pemodelan dan optimasi dengan metode
ANN-GA potensial untuk diaplikasikan pada proses hidrolisa pati menjadi glukosa.

C. ALAT DAN BAHAN


 ALAT
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut :
1. Mkikroskop perbesaran 10x dan 40x
2. Pipet tetes
3. Pot plastik
4. Tisu
5. Cover glass
6. Tusuk gigi
7. Kertas HVS
8. Alat tulis (bolpoint, pensil, penghapus)
 BAHAN
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut :
1. Amylum Maranthae
2. Amylum Solani
3. Amylum Manihot
4. Amylum Oryzae
5. Amylum Tritici
6. Amylum maydis
7. Alyxiae Cortex
8. Andrographidis Herba
9. Piperis Nigri Fructus
10. Parkiae Semen
11. Curcumae Rhizoma
12. Zingiberis Rhizoma
13. Foenigraeci Semen
14. Burmani Cortex
15. Piperis Folium
16. Curcuma Demosticae Rhizoma
17. Glycirrhizae Radix
18. Orthosiphonis Folium
19. Sennae Folium
D. CARA KERJA
1. Siapkan alat dan bahan
2. Memasuki ruangan laboratium dan memilih serbuk yang akan diidentifikasi,
menempati meja dan mikroskop sesuai dengan urutan
3. Pada praktek minggu pertama, mengidentifikasikan amylum. Amati organoleptis
amylum seperti warna, bau, dan rasa.
4. Amati ciri mikroskopiknya dengan cara siapkan cover glass, kemudian ambil bahan
(amylum) secukupnya dan ditetesi air sebnyak satu tetes. Kemudian amati ciri
mikroskopiknya, amati bagia hilus dan lamella pada masing-masing amylum.
5. Gambarlah dan foto hasil mikroskopiknya
6. Tuliskan hasil penelitian pada kertas yang suduh disiapkan
7. Bersihkan alat yang sudah digunakan
8. Pada praktek minggu kedua, mengidentifikasi amylum dan zat aktif. Serbuk amylum
dan serbuk zat aktif dicampur menjadi satu dalam wadah pot plastik.
9. Amati ciri organoleptisnya seperti bau, rasa dan warna
10. Amati ciri mikroskopisnya dengan acara siapakan cover glass, kemudian ambil bahan
(amylum) secukupnya dan ditetesi air sebanyak satu tetes. Untuk zat berkhasiat ditetsi
dengan dengan cara lain, kemudian amati ciri mikroskopisnya, amati bagian hilus dan
lamella pada masing-masing amylum dan amati ciri spesifik mikroskopik zat
berkhasiat.
11. Gambarlah dan foto hasil mikroskopisnya
12. Tuliskan hasil penelitian pada kertas yang sudah disiapkan
13. Bersihkan alat yang sudah digunakan
14. Untuk praktek selanjutnya, lakukan seperti langkah-langkah diatas.

E. HASIL PENGAMATAN

F. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan pemeriksaan simplisia secara mikroskopis, organoleptis
dan pada 13 simplisia serbuk dan 6 amylum. Pemeriksaan secara organoleptis dilakukan
dengan mengamati warna, bau, dan rasa. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan
melihat anatomi jaringan dari serbuk simplisia ditetesi larutan klorohidrat. Kemudian
pengamatan dilakukan dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x dan 40x. sedangkan
khusus untuk uji amylum hanya ditetesi dengan aquadest. Hal ini disebabkan karena
penetesan klorohidrat pada amylum dapat menghilangkan butir-butir amylum.
Klorohidrat juga dapat digunakan untuk menghilangkan kandungan sel seperti protein.
1. Amylum Maydis
Adalah nama simplisia dari pati jagung yang brasal dari kluarga poaceae ciri
spesifik serbuk pati jagung berwarna putih susu sedikit berbau dan hampir tidak
berbau . pada perbesran 10 kali terligat adanya lamella dan pead perbesaran 40 kali
terlihat adanya hilus dan lamella secara mikrokopis bentuknya tidak beraturan
tetapi bentuk hilus terlihat sangat jelas
2. Amylum Oryzae

Merupakan simplisia dari pati beras yang brasal dari poaceae dengan zat bekhasiat
utama yaitu amilosa ,amilopektin air dan abu .serbuk pati beras berwarna puti susu
tidak berasa dan tidak berbau secra mikrokopis dengan perbesaran 10 kali terlihat
adanya lamella dan bentuknya tidak beraturan dan menggumpal pada perbesaran
40 kali bentuknya tidak beraturan kecil pecah-pecah tetapi terlihat adnya hylus dan
lemela

3. Amylum Solani

Merupakam simpisia dari pati kentang berasal dari kluarga Solanaceae denanzat
berkhasiat utama amilosa dan amilopektin organoleptis berbentuk serpihan krispi
dengan rasa seperti kentang dan tidak berbau secara mikro kopis dengan
perbesaran 10 kali berbentuk seperti sarang dengan terlihat adanya lamela
.sedangakan perbesaran 40 kali terlihat adanya lamela dan bentuknya besar seprti
serpihan – serpihan ciri spesifik dari amylum solani adalah ujung dari bagian yang
sama besar

4. Amylum Maranthae

Merupakan simplisia dari pati garut yang berasal dari family marantaceae . secara
organoleptis berwarna putih tulang tidak berbau rasa hambar dan agak lengkat di
lidah ,teksturnya halus seperti bedak tabor.ciri spesifik yaitu ujung lebih kecil.
secara mikrokopis dengan perbesaran 10 kali terlihat adanya lamella dengan
bentuk bulat-bulat kecilseperti tetesan air perbesran 40 kali terlihat adanya hillus
dan lamella

5. Amylum Manihot

Merupakannama simplisia dari pati singkong yang berasak dari famili


euphorbiaceae secara organoleptis berwarna putih tidak berbau dan tidak berasa
tekstur kesat dan kemudian halus pada tangan secara mikroskopis hampir sama
dengan amylum marantae ciri spesifikya berbentuk setengah lingkaran dengan
hilus dan lamella terlihat jelas

6. Amylum Tritici
Merupakan simpilisia dari pati gandum dari family poaceae. Secara organoleptis
berwarna putih tulang , berbau khas / tidak berbau rasa agak asin rasa khas tepung
dan sedikit menggumpal . ciri spesifik menggumpal seperti cincin yang di
pinggirnya di slimuti oleh lamella .pada perbesaran 10 kali bentuknya tidak
beraturan dan menggumpal tetapi terlihat adanya lamella. Pada perbesaran 40 kali
bentuk lamella terlihat lebih jelas dan meggumpal hanya sebagian yang terlihat
adanya hillus

7. Piperis Folium

Piperis folium adalah nama lain dari daun sirih, dari famili piperaceae seacara
organoleptis serbuk sirih berwarna coklat muda dan berbau khas sirih ,apek seperti
bau daun basah .dengan rasa tidak berasa ciri spesifik nya bentuk misofil .pada
perbesaran 10 kali terlihat adanya epidermis atas dan mesofil ,pada perbesaran 40
kali terlihat adanya pembuluh kayu

8. Sennae Folium

Merupakan simplisia dari daun sena, secara organoleptis berwarna coklat ke


hitaman hampir tidak berbau rasa sedikit pahit secara mikros kopis pada
perbesaran 10 kali dan 40 kali terlihat adanya srabut sklerenkim yang berbentuk
panjang sperti kayu kulit manis hanya berbeda warna .zat kahsiat utamax yaitu
rhein aloe-emodin dan asam krin, di gunakan sebagai pencahar

9. Orthosiphonis Folium

Merupakan simpilisia dari kumis kucing yang berasal dari family lamiaceae
.secara organoleptis berwarna hijau ke coklatan dengan bau sedikit menyengat
dan rasasedikit pahit.ciri spesifik nya yaitu bentuk stomata ,bagian epidermis
atas ,rambut penutup berbeda dengan daun sirih .pada mikroskopis perbesaran 10
kali terlihat adanya mesofil dan rambut penutup .pada perbesaran 40 kali terlihat
adanya rambut penutup pada mesofil .zat berkahasiat utamanya yaitu garam,
kalium,glukosida , ortosipon,minyak atsiri saponin.biasanya di gunakan sebagai
diuretik

10. Serbuk Andrograpidis Herba


Andrograpidis Herba adalah nama lain dari daun sambiloto yang berasal dari
keluarga Acanthaceae. Serbuk dari sambiloto tidak berbau dan rasanya sangat
pahit. Ciri spesifik dari sambiloto adalah bentuk stomatanya yaitu tipe bidiasitik,
yaitu variasi dari stomata tipe dioptik yaitu stomata yang sel tetangganya
dikelilingi oleh dua sel epidermis. Pada saat penelitian dengan mikroskop
perbesaran 10 x dan 40 x yang terlihat adalah adanya fragmen kulit buah dan
rambut dari kelompok bunga. Zat berkhasiat utamanya yaitu terdapat 2 macam zat
pahit yaitu suatu hablur kuning ( androgra folida) yang rasanya sangat pahit dan
kalmegin (zat amorf) terdapat juga minyak atsiri, alkaloida, asam kersik, damar
dan garam alkali. Kegunaanya sebagai tonikum, antipiretik, dan diuretika.

11. Serbuk Parkiae Semen

Merupakan nama lain dari biji kedawung yang berasal dari keluarga mimosaceae.
Serbuk biji kedawung berwarna coklat muda , berbau sangat khas seperti mocca
dan kopi dan rasanya kelat sedikit hambar. Ciri spesifik dari parkiae semen adalah
bentuk palisade, palisadenya seperti terdapat sel batu. Dalam mikroskop terlihat
fragmen lapisan sel serupa palisade.

12. Foenigraeci Semen

Merupkan simpisia dari biji klabet yang berasal dari famili papilionaceae .secara
organoleptis bwerwarna cream atau kuning muda berbau khas tidak tajam
teksturnya agak basah dan hamper tidak berasa .secara mikrokopis pada perbesaran
10 kali dan 40 kali terlihat adanya fragmen kulit biji.ciri spesifiknya hamper
menyerupai pulasari mempunyai sel batu seperti lada hitam , epidermis luar , sel
penyangga.

13. Serbuk Curcumae Rhizoma

Curcumae rhizome atau biasa disebut temulawak yaitu suatu tanaman obat yang
sering dijumpai yang berasal dari keluarga zingiberaceae. Serbuk temulawak
berwarna orange kekuningan, bau khas aromatik, rasa tajam dan pahit dan sedikit
pedas ciri spesifik dari temulawak yaitu serabut sklerenkim. Penelitian secara
mikroskopik pada temulawak terlihat adanya rambut penutup dan butir pati.
Temulawak dapat digunakan sebgai kolagoga dan antispasmodika.

14. Serbuk Curcumae Domesticae Rhizoma

Merupakan nama simplisia dari kunyit atau kunir, yang berasal dari keluarga yang
sama dengan temulawak yaitu zingiberaceae. Zat berkhasiat utama nya yaitu
minyak atsiri, pati, zat warna kurkumin , dan damar. Serbuk kunyit berwarna
orange tua berbau khas aromatik, agak pedas, lama lama rasa tebal. Ciri spesifik
dari kunyit adalah periderm. Periderm adalah jaringan terluar dari tanaman dari
luar kedalam berturut – turut terdiri dari jaringan gabus, cambium gabus, dan
feloderm. Pada penelitian menggunakan mikroskop, yang terlihat pada perbesaran
10 x adalah butir pati, rambut penutup, dan parenkim dengan sel sekresi, dan pada
perbesaran 40 x terlihat adanya periderm. Kunyit atau kunir biasa digunakan untuk
karminativa, antidiare, kolagoga dan skabisida.

15. Serbuk Alyxiae Cortex

Adalah nama simplisia dari pulasari yang berasal dari famili Apocynaceae. Zat
berkhasiat utamanya yaitu alkaloida zat pahit , kumarin, Zat penyamak, minyak
atsiri, dan asam organik. Serbuk pulasari berwarna coklat muda atau coklat pucat
dengan rasa yang hambar, dan sedikit pahit. Memiliki bau yang khas dan sedikit
harum, warna serbuk hamper sama dengan biji klabet. Ciri spesifik dari pulasari
yaitu bentuk sel batu. Pada penelitian menggunakan mikroskop dengan perbesaran
10 x terlihat adanya sel batu dan pada perbesaran 40 x terlihat adanya sel batu dan
jaringan gabus hal ini sesuai dengan teori bahwa terdapat jaringan gabus dan sel
batu pada pulasari. Kegunaanya yaitu sebagai bahan pewangi, karminativa, dan
antidemam.

16. Serbuk Glycyrrhizae Radix

Biasa disebut dengan akar manis yang berasal dari famili Papilionaceae, secara
organoleptis serbuk akar manis berwarna kuning muda , bau tidak terlalu spesifik
atau hamper tidak berbau tetapi mempunyai rasa yang manis.ciri spesifiknya yaitu
serabut xylem, secara mikroskopik dengan perbesaran 10x terlihat adanya sel batu
dan pada perbesaran 40 x terlihat jelas adanya serabut sklerenkim. Zat berkhasiat
utama dari akar manis yaitu Glysirisin dengan kadar 5-10%, sebagai garam K dan
Ca dari asam glisirizat, pati , gula , dan aspargin. Untuk penggunaan akar dalam
bentuk serbuk sebagai pengisi/pembalut pil, Ekstrak untuk pewangi tembakau dan
campuran obat batuk.

17. Serbuk Burmani Cortex

Merupakan nama simplisia dari kulit manis jangan atau keningar yang berasal dari
famili Lauraceae. Zat berkhasiat utamanya yaitu minyak atsiri yang mengandung
sinamil aldehid , sinamil asetat, borneol, simen, zat penyamak, damar, bornil
asetat. Secara organoleptis serbuk kenigar berwarna coklat tua agak kemerahan
dengan tekstur agak kasar. Pada penelitian dengan mikroskop pada perbesaran 10x
dan 40x terlihat serabut sklerenkim yang begitu jelas , warna pada mikroskop di
dominasi dengan warna coklat kayu, biasa digunakan untuk bumbu masak,
daforetika, karminativa, anti iritasi, dan bahan pewangi.

18. Piperis Nigri Fructus

Merupakan nama simplisia dari merica hitam yang berasal dari famili piperaceae
seacara organoleptis berwarna hijau ke hitaman baunya khas agak menyengat rasa
sedikit pedas .secara mikrokpis perbesran 10 kali dan 40 kali terlihat adanya
fragemen mesokrap.ciri spesifik yaitu sel batunya banyak bulat-bulat seperti roda
berwarna orange tua ,tidak ada palisade .zat berkhasiat utama minyal atsiri
alkaloida,kafisin piperin ,piperidin .di gunakan sebagai karminativ dan irutasi
local.

19. Zingiberis Rhizoma

Merupakan nama simpilisia dari jahe yang berasal dari family zingiberaceae
seacara organoleptis berwarna abu-abu ke hitaman agak berbau dan baunya khas
sdikit pedas .pada perbesaran 10 kali terlihat adanya parenkim berisi butir padi dan
periderm.pada perbesaran 40 kakli terlihat adnya berkas pembulu .ciri spesifiknya
yaitu berkas pembulu dan pembulu kayu .
G. KESIMPULAN
Pati atau amilum merupakan karbohidrat kompleks yang dihasilkan oleh tumbuhan,
dimana didalamnya terkandung kelebihan glukosa (produk fotosintesis). Dari hasil
pembahasan dan pengamatan dapat disimpulkan pada 13 simplisia serbuk dan 6 amylum.
Pemeriksaan secara organoleptis dilakukan dengan mengamati warna, bau, dan rasa.
Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan melihat anatomi jaringan dari serbuk
simplisia ditetesi larutan klorohidrat. Kemudian pengamatan dilakukan dibawah
mikroskop dengan perbesaran 10x dan 40x. sedangkan khusus untuk uji amylum hanya
ditetesi dengan aquadest. Hal ini disebabkan karena penetesan klorohidrat pada amylum
dapat menghilangkan butir-butir amylum. Klorohidrat juga dapat digunakan untuk
menghilangkan kandungan sel seperti protein.

H. DAFTAR PUSTAKA
1. http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/Farmakognisi-
dan-Fitokimia-Komprehensif-1.pdf
2. https://www.researchgate.net/publication/265084428_PERMODELAN_DAN_OPTI
MASI_HIDROLISA_PATI_MENJADI_GLUKOSA_DENGAN_METODE_ARTIFI
CIAL_NEURAL_NETWORK_-
GENETIC_ALGORITHM/fulltext/543cecf60cf2c432f7422e4f/265084428_PERMO
DELAN_DAN_OPTIMASI_HIDROLISA_PATI_MENJADI_GLUKOSA_DENGA
N_METODE_ARTIFICIAL_NEURAL_NETWORK_-
GENETIC_ALGORITHM.pdf?origin=publication_detail

3. Buku materia MEDIKA edisi I-IV


LAPORAN
JURNAL JAHE DAN JAMU QUERCINAE GALLAE

Dosen Pembimbing :

Luluk Anisyah,S.Si.,M.Farm.,Apt

Disusun Oleh :

Nama : Firman hidayat

NIM :10120170030

PROGAM STUDI S1 FARMASI SEMESTER 3


STIKES HARAPAN BANGSA
Jln. Slamet Riyadi No.64 Patrang - Jember
Tahun 2018/2019
PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DALAM MENINGKATKAN UMUR SIMPAN DAN
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN SALE PISANG BASAH

GINGER (Zingiber officinale Rosc.) UTILIZATION WITHIN INCREASING


SHELF LIFE AND ANTIOXIDANT ACTIVITY OF

Kawiji 1), Rohula Utami 1), Erwin Nur Himawan 2)


1)
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
2)
Alumni Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

ABSTRACT
This research aimed to find out the submersion effect of ginger solution towards shelf life, antioxidant
earch used Completely Randomized Design
with five treatments based on the difference of ginger solution concentration. They were control/sample
without submersion, 5:100 ginger extract, 10:100 ginger extract, 15:100 ginger extract and 20:100 ginger
extract. This research used three kinds of analysis that were consisted of total mold/yeast count, antioxidant
activity, and

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perendaman larutan jahe terhadap umur simpan,
aktivitas antioksidan, total fenol, dan penerimaan konsumen sale pisang basah. Penelitian ini menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima perlakuan berdasarkan perbedaan konsentrasi ekstrak jahe.
Adapun perlakuan tersebut yaitu kontrol/tanpa perendaman larutan jahe, ekstrak jahe 5:100, ekstrak jahe
10:100, ekstrak jahe 15:100, dan ekstrak jahe 20:100. Penelitian menggunakan lima macam analisis yang terdiri
dari analisis aktivitas antioksidan, total fenol, kadar air, total kapang, dan penerimaan konsumen. Analisis
aktivitas antioksidan dan total fenol dilakukan terhadap sampel sale pisang basah tanpa penyimpanan, namun
untuk analisis kadar air dan total kapang dilakukan pada sale pisang basah dengan penyimpanan hari ke 0, 5, 10,
15, dan 20. Hasil analisis menunjukkan bahwa umur simpan sale pisang basah meningkat setelah direndam
dalam larutan jahe sehingga menjadikan produk tersebut lebih awet. Aktivitas antioksidan dan total fenol pada
sale pisang basah secara berurutan dari yang paling kecil adalah sampel tanpa perendaman, ekstrak jahe 5:100,
ekstrak jahe 10:100, ekstrak jahe 15:100, dan ekstrak jahe 20:100. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa
secara keseluruhan sale pisang basah yang paling disukai adalah sampel dengan konsentrasi larutan jahe
10:100.
Kata kunci : aktivitas antioksidan, ekstrak jahe, kapang,
makronutrien berupa serat sebesar 3 gram,
PENDAHULUAN protein 1,2 gram, serta lemak 0,2gram dan
komponen gizi mikronutrien berupa kalium
Buah pisang merupakan hasil tanaman sebesar 88 miligram, magnesium 44,1 miligram
hortikultura yang banyak digemari oleh banyak dan vitamin C sebesar 13,8 miligram (Khomsan,
orang baik di dalam maupun luar negeri. Selain 2002).
karena kelezatannya, buah ini juga digemari
karena kandungan gizinya yang cukup baik. Pisang seperti halnya buah
Kandungan gizi buah pisang per 100 gram berat klimakterik yang lainnya, masih mengalami
kering mampu memberikan energi sebesar 136 respirasi dan transpirasi setelah
kalori dan dominasi oleh komponen gizi pemanenan. Hal ini yang menyebabkan
buah pisang mudah rusak. Respirasi dan umur simpan yang cenderung lebih
transpirasi merombak zat-zat nutrisi yang pendek, sehingga mudah ditumbuhi
ada pada buah sehingga dalam jangka mikroba pembusuk yang menyebabkan
waktu tertentu akan terjadi kemunduran sale tersebut busuk dan rusak. Melihat
mutu akibat penggunaan dan perombakan keadaan tersebut, maka perlu adanya
zat-zat tersebut, padahal produksinya usaha untuk meningkatkan umur simpan
cukup tinggi dan bukan merupakan buah sale pisang basah dan salah satu cara yang
musiman, sehingga biasanya pemasaran bisa dilakukan adalah dengan
pisang hanya disekitar daerah yang menambahkan bahan pengawet kedalam
memproduksinya saja atau bahkan sale pisang basah tersebut.
dikonsumsi sendiri. Untuk mencegah
kerusakan tersebut dapat dilakukan Bahan pengawet dibutuhkan
untuk mencegah aktivitas mikroorganisme
pengolahan, misalnya dalam bentuk
keripik, dodol, sale, anggur, dan lain ataupun mencegah proses peluruhan yang
terjadi sesuai dengan pertambahan
sebagainya. Beragam jenis makanan hasil
olahan buah pisang yang relatif populer waktu, agar kualitas makanan senantiasa
terjaga sesuai dengan harapan konsumen.
antara lain Kripik
Dengan demikian, pengawet diperlukan
Pisang asal Lampung, Sale pisang dalam pengolahan makanan, namun kita
(Bandung), Pisang Molen (Bogor), dan epe harus tetap mempertimbangkan
(Makassar). keamanannya. Hingga kini, penggunaan
pengawet yang tidak sesuai masih sering
Sale pisang merupakan salah satu terjadi dan sudah sedemikian luas tanpa
hasil olahan buah pisang yang telah mengindahkan dampaknya terhadap
mengalami pengeringan dengan cara kesehatan konsumen.
dijemur atau diasap. Pengeringan
menyebabkan kadar air turun dan secara Secara umum ada dua jenis bahan
relatif kadar gula naik. Seiring penurunan pengawet yang dikelompokkan berdasarkan
kadar air, warna pisang juga mengalami sifatnya yaitu bahan pengawet kimia dan bahan
perubahan, yaitu menjadi coklat muda pengawet alami. Pemakaian bahan pengawet
sampai coklat kehitaman. Sale dikenal kimia masih sering dijumpai, namun kasus
mempunyai rasa dan aroma yang khas. ditemukannya pengawet kimia yang berbahaya
bagi kesehatan manusia dalam beberapa
Terdapat dua macam sale pisang produk makanan, dapat menyadarkan
yang biasa dipasarkan, yang pertama yaitu masyarakat untuk lebih selektif dalam
sale pisang kering yang dari kenampakan mengkonsumsi makanan. Melihat potensi
luarnya mirip keripik pisang dan yang penggunaan bahan pengawet kimia yang cukup
kedua yaitu sale pisang basah yang berbahaya ini, maka perlu adanya alternatif
memiliki tekstur yang lebih empuk. bahan pengawet yang lebih aman dan alami
Perbedaan lain dari kedua macam sale untuk produk sale pisang basah ini. Salah satu
pisang tersebut adalah pada proses bahan yang memiliki kemampuan sebagai
pembuatanya, yaitu pada sale pisang antimikroba dan antoksidan antara lain jahe
kering melalui tahapan penggorengan, (Zingiber officinale rosc.).
sedangkan pada sale pisang basah tidak.
Pembuatan sale pisang basah yang tidak Seperti halnya jenis rempah-rempah
melalui proses penggorengan yang lain, jahe memiliki kemampuan
menyebabkan sale pisang basah memiliki mempertahankan kualitas pangan yaitu sebagai
antimikrobia (Uhl, 2000). Aktivitas antimikroba menggunakan alat pisau/slicer, baskom,
jahe terhadap mikroba perusak dan patogen penepung/blender, timbangan. Alat untuk
menunjukkan bahwa jahe memiliki kemampuan analisa antara lain cawan petri, tabung reaksi,
mengawetkan, sehingga tidak perlu lagi pipet 1 ml, erlenmeyer, botol timbang, penjepit,
menambahkan bahan pengawet kimia. Menurut oven, desikator, timbangan analitik, labu takar,
Ariviani (1999) dalam Hasyim (2009), jahe vortex dan spektrofotometer. Tahapan
memiliki berbagai kandungan zat yang Penelitian
diperlukan oleh tubuh, kandungan zat tersebut Preparasi Sampel / Ekstrak Jahe Rimpang jahe
antara lain minyak atsiri (0,5 - 5,6%), zingiberon, dibersihkan dan dicuci. Setelah itu jahe diiris
zingiberin, zingibetol, barneol, kamfer, tipis-tipis menggunakan slicer. Setelah diiris,
folandren, sineol, gingerin, vitamin (A, B1, dan C), dilakukan pengecilan ukuran menggunakan
karbohidrat (20 60%) damar (resin) dan asam blender. Jahe yang telah diblender selanjutnya
asam organik (malat, oksalat). Selain sebagai diekstrak dengan air mendidih. Setelah
antimikroba, jahe juga memiliki kemampuan tercampur, ekstrak disaring dan hasil saringan
sebagai antioksidan (Uhl, 2000). Oleh karena itu digunakan sebagai media perendaman. Variasi
perlu dilakukan pengkajian tentang pengaruh ekstrak jahe yang digunakan yaitu ekstrak jahe
penambahan jahe terhadap umur simpan dan dengan perbandingan jahe (g) dan air (ml)
aktivitas antioksidan sale pisang basah. Tujuan 5:100 ; 10:100 ; 15:100, 20:100 dan kontrol
penelitian ini adalah mengetahui pengaruh (tanpa perendaman).
ekstrak jahe terhadap total kapang/khamir,
aktivitas antioksidan dan penerimaan konsumen Pembuatan Sale Pisang Basah
sale pisang basah melalui uji organoleptik. Proses pembuatan sale pisang basah dimulai
dengan pengupasan kulit pisang yang telah tua
dan matang. Pisang yang telah terkupas
kemudian direndam dalam ekstrak jahe selama
METODE PENELITIAN 10 menit dan ditiriskan. Selanjutnya dilakukan
pengeringan pisang sampai pisang berwarna
Bahan dan Alat
lebih gelap dan pencetakan.
Bahan yang digunakan dalam pembuatan sale
pisang yaitu jenis Pisang Ambon sedangkan jahe Perancangan Penelitian dan Analisis Data
yang digunakan yaitu Jahe Emprit. Jahe Emprit Penelitian menggunakan pola rancangan
dipilih yang sudah tua dan tidak rusak atau acak lengkap dengan lima perlakuan
dalam kondisi bagus. Digunakan Jahe Emprit berdasar perbedaan konsentrasi ekstrak
karena mempunyai kandungan minyak atsiri dan jahe yang ditambahkan. Adapun perlakuan
oleoresin yang cukup tinggi dan harganya relatif tersebut yaitu: sampel kontrol (Perlakuan
murah. Bahan-bahan tersebut diperoleh dari 1/sale tanpa perendaman), ekstrak jahe
pasar tradisional di Surakarta. Uji Total 5:100 (Perlakuan 2), ekstrak jahe 10:100
Kapang/khamir menggunakan media PDA (Perlakuan 3), ekstrak jahe 15:100
(Photatoes Dextrose Agar), Analisis antioksidan
(Perlakuan 4) dan ekstrak jahe 20:100
dengan metode DPPH menggunakan bahan
(Perlakuan 5). Data yang didapat dianalisis
berupa methanol, aquades dan larutan 1,1-
dengan ANOVA untuk mengetahui ada
diphenyl-2picrylhydrazyl (DPPH) 0,1 mM.
tidaknya beda nyata masing-masing
Alat yang digunakan untuk pembuatan perlakuan 0.05. Sale
sale pisang adalah pisau, baskom, Pisang yang sudah jadi disimpan pada
tampah/Loyang, alat pencetak dan cabinet dryer loyang dalam keadaan terbuka (tanpa
sedangkan untuk preparasi ekstrak jahe pengemas) kemudian dilakukan analisa
total kapang/khamir pada hari ke 0, 5, 10, dimungkinkan karena adanya kontaminasi
15, dan hari ke 20. Analisa antioksidan mikroba pada saat pembuatan sale
(DPPH) dan uji organoleptik dilakukan pisang basah.
terhadap sampel tanpa penyimpanan.
Total kapang/khamir yang terdeteksi pada
setiap pengamatan, sampel kontrol lebih
HASIL DAN PEMBAHASAN besar dibandingkan sampel dengan
perendaman ekstrak jahe 5:100 dan
Sale pisang merupakan salah satu hasil konsentrasi yang lebih besar. Hal ini
olahan buah pisang yang telah mengalami menunjukkan bahwa jahe memiliki
pengeringan dengan cara dijemur. Proses kemampuan sebagai antimikrobia
penjemuran berlangsung selama kurang sehingga sampel yang direndam ekstrak
lebih 7 hari. Perlakuan sampel dengan jahe tidak mudah ditumbuhi oleh
perendaman ekstrak jahe, sebelum kapang/khamir.
dilakukan penjemuran terlebih dahulu
Tabel 1 menampilkan bahwa pengamatan
buah pisang yang akan dibuat sale
hari ke-10 dan hari ke-15 menunjukkan
direndam dengan ekstrak jahe selama 10
adanya jumlah kapang yang terdeteksi
menit. Parameter yang diamati meliputi
yaitu pada sale pisang basah kontrol,
pengujian total kapang/khamir, aktivitas
sampel dengan ekstrak jahe 5:100 dan
antioksidan, dan penerimaan konsumen.
sampel dengan ekstrak jahe 10:100.
Total Kapang/Khamir Pertumbuhan kapang/khamir pada
Analisa total sampel dengan ekstrak jahe 20:100 masih
kapang/khamir dilakukan pada penelitian ini belum terdeteksi. Jumlah kapang/khamir
dikarenakan kondisi sale pisang basah yang
terbanyak ada pada sampel kontrol,
mempunyai kadar air yang cukup tinggi,
diikuti sampel dengan konsentrasi 5:100,
sehingga menjadikan sale pisang basah
menjadi media yang sesuai untuk 10:100 dan paling sedikit pada ekstrak
pertumbuhan kapang. Kontaminasi yang jahe 15:100. Hal ini menunjukkan bahwa
disebabkan oleh kapang menyebabkan sale semakin besar konsentrasi ekstrak jahe
pisang basah memiliki umur simpan yang yang digunakan pada sampel maka
pendek. Perhitungan kapang/kamir dilakukan semakin besar pula kemampuan ekstrak
pada hari ke 0, 5, 10, 15, dan 20, hal ini
jahe tersebut menghambat pertumbuhan
dilakukan dengan tujuan mengamati
tingkat pertumbuhan kapang/khamir setiap 5 kapang/khamir pada sale pisang basah
harinya. Hasil analisa total kapang/khamir sale sehingga jumlah kapang/khamir yang
pisang basah dapat dilihat pada Tabel 1. terdeteksi semakin kecil.
Pada pengamatan hari ke-0 dan hari ke5,
sampel tanpa perendaman ekstrak jahe Standar Nasional Indonesia (SNI) 014319-
dan sampel perendaman ekstrak jahe 1996 tentang sale pisang menyatakan
5:100 menunjukkan adanya bahwa syarat mutu untuk uji kapang dan
kapang/khamir yang terdeteksi, khamir adalah jumlah maksimal sebanyak
sedangkan pada sampel dengan 1x104 cfu/g. Berdasarkan SNI tersebut
perendaman ekstrak jahe 10:100; 15:100; maka sale pisang yang sudah tidak sesuai
dan syarat mutu adalah sale pisang yang
disimpan selama 10 hari tanpa
20:100 tidak terdeteksi adanya perendaman ekstrak jahe (kontrol)
kapang/khamir. Terdeteksinya dengan total kapang/khamir sebanyak
kapang/khamir pada hari ke-0 1,1x104 cfu/g. Sampel yang juga tidak
sesuai syarat mutu tersebut adalah Bacillus subtilis dan Staphylococcus aureus serta
sampel yang disimpan selama 20 hari jamur Neurospora sp. dan Penicillium sp. Hasil
dengan perendaman konsentrasi ekstrak penelitian Zakaria (2000) menjelaskan bahwa
jahe sebesar 5:100 dengan jumlah kapang kandungan minyak atsiri pada minuman jahe
sebanyak 1,3x104 cfu/g. Sehingga yang berasal dari jahe segar dan ekstrak jahe
berdasarkan SNI tersebut, umur simpan sebesar 1,38% dan 2,21% dan oleorisin pada
sale pisang basah tanpa perendaman sampel yang sama sebesar 11,3% dan 29,26%.
kurang dari 10 hari, umur simpan sale Senyawa yang terkandung dalam jahe tersebut
mampu
Tabel 1. Hasil Analisis Total Kapang/Khamir Sale Pisang Basah
Perlakuan Total Kapang/Khamir (log cfu/g) pada
Pengamatan Hari ke-
0 5 10 15 20
c c e
Tanpa perendaman 3.09 3.88 4.04 4.11 e 4,30
e

Ekstrak jahe 5:100 2.38 b 3.48 b 3.80 d 3.93 d 4.09


d

Ekstrak jahe 10:100 ND a ND a 3.02 c 3.69 c 3.91


c

Ekstrak jahe 15:100 ND a ND a 2.65 b 3.35 b 3.81


b

Ekstrak jahe 20:100 ND a ND a ND a ND a 3.49


a

Keterangan :
Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf
0,05 (berlaku pada kolom yang sama).
ND = Not Detected (tidak terdeteksi) pada pengenceran 10-
2
SNI 01-4319-1996 = log 1x10 4 cfu/g = 4.00
pisang basah dengan perendaman ekstrak menghambat pertumbuhan kapang/khamir
jahe 5:100 kurang dari 20 hari, dan umur sehingga umur simpan sale pisang basah
simpan sale pisang basah dengan meningkat setelah direndam dalam ekstrak jahe.
konsentrasi ekstrak jahe 10:100,
Aktivitas Antioksidan
15:100 dan 20:100 selama lebih dari 20 hari. Hal Pengujian aktivitas antioksidan
ini menunjukkan bahwa umur simpan sale dilakukan pada hari ke-0, dan dilakukan dengan
pisang basah bertambah setelah direndam tujuan mengetahui aktivitas antioksidan pada
dalam ekstrak jahe. sampel yang direndam dalam ekstrak jahe
dengan berbagai konsentrasi dan sampel yang
Chandarana, et al., (2004) mengemukakan tidak melalui proses perendaman (kontrol). Dari
bahwa air jahe memiliki efek antibakteri yang pengujian diperoleh aktivitas antioksidan sampel
ditunjukkan dengan zona hambatan E. coli tanpa perendaman (kontrol), ekstrak jahe 5:100,
sebesar 12,63 mm dan S. aureus sebesar 12,33 10:100, 15:100 dan 20:100 berturut-turut
mm. Stoyanova, et al., (2006) menyebutkan adalah 12,81% ; 44,68%; 51,35%; 52,18%; dan
bahwa oleoresin tanaman jahe memiliki aktivitas 57,60% (Tabel 2). Hal ini menunjukkan semakin
antibakteri terhadap S. aureus dengan KHM 60 besar konsentrasi ekstrak jahe maka semakin
ppm dan diameter zona hambat 19 mm. Sejalan besar pula aktivitas antioksidan dari sale pisang
dengan pernyataan tersebut, Yurhamen (2002) basah.
mengemukakan bahwa minyak atsiri jahe dapat
menghambat pertumbuhan
Tabel 2. Hasil Analisa Aktivitas Antioksidan per
Gram Sale Pisang Basah

Uji Organoleptik Sale Pisang Basah

Uji organoleptik sangat penting bagi setiap


produk, karena berkaitan dengan
penerimaan konsumen terhadap produk
tersebut. Untuk mengetahui sejauh mana

dilakukan perendaman ekstrak jahe dengan


Perlakuan Aktivitas Antioksidan
berbagai variasi konsentrasi, maka digunakan
(%)
uji kesukaan atau hedonik tes. Pada
tingkat penerimaan panelis terhadap sale
pisang basah yang dalam pembuatannya
Tanpa perendaman 12.81 ± 0.1473 a
Ekstrak jahe 5:100 44.68 ± 0.1472 b
Ekstrak jahe 10:100 51.35 ± 0.1472 c
Ekstrak jahe 15:100 52.18 ± 0.1472 d
Ekstrak jahe 20:100 57.60 ± 0.1472 e
Keterangan : Angka yang diikuti huruf berbeda menunjukkan adanya beda nyata pada taraf 0,05.

Dari hasil analisis statistik dapat dilihat bahwa setiap perlakuan perendaman ekstrak jahe
menunjukkan adanya beda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan perendaman
ekstrak jahe dengan berbagai konsentrasi seperti yang ditampilkan pada Tabel 2 memberikan
hasil yang berbeda nyata pada aktivitas antioksidan masingmasing sampel. Sampel tanpa
perendaman (kontrol) mempunyai aktivitas antioksidan paling kecil (12,81%). Hasil penelitian
menunjukkan aktivitas antioksidan pada sampel naik secara berurutan mulai dari sampel
tanpa perendaman ekstrak jahe (kontrol) hingga sampel dengan perendaman ekstrak jahe
20:100 sehingga semakin tinggi konsentrasi ekstrak jahe yang diberikan, semakin besar pula
aktivitas antioksidan. penelitian ini parameter organoleptik yang diujikan kepada 25 orang
panelis adalah warna, aroma, rasa, kekenyalan dan keseluruhan. Semakin tinggi skor yang
diberikan berarti nilai kesukaan juga semakin tinggi dan batasan skor tersebut adalah dari
yang paling tidak disukai yaitu angka 1 dan yang paling disukai yaitu angka 7.

Hasil uji kesukaan, parameter warna yang paling disukai panelis adalah sampel kontrol
atau tanpa perendaman (5.32) yang hasil tersebut tidak berbeda nyata dengan sampel
perendaman ekstrak jahe 5:100. Sampel perendaman ekstrak jahe 20:100 memiliki
angka paling kecil (3.76) dan hasil ini tidak berbeda nyata dengan sampel perendaman
ekstrak jahe 10:100 dan 15:100. Pada proses penjemuran sale pisang, produk
mengalami penurunan kadar air, dan seiring dengan penurunan kadar air warna pisang
juga mengalami perubahan, yaitu menjadi coklat muda sampai coklat kehitaman.

Tabel 3. Hasil Pengujian Organoleptik Sale Pisang Basah


Perlakuan Tingkat Kesukaan (*)
warna aroma Rasa Kekenyalan Kesukaan
Tanpa 5.3
± 1.435 c 4.80 ± 1.414 b 4.64 ± 1.469 bc 4.32 ± 1.435 ab 4.64 ± 1.350 c
perendaman 2
Ekstrak 5.0
± 1.038 c 4.88 ± 1.333 b 4.96 ± 1.098 c 5.00 ± 1.155 b 4.88 ± 1.013 c
jahe 5:100 8
Ekstrak
4.2
jahe ± 1.225 b 4.24 ± 0.128 b 4.72 ± 0.980 c 4.12 ± 1.236 a 4.92 ± 0.862 c
0
10:100
Ekstrak
3.4
jahe ± 1.121 a 3.32 ± 0.802 a 4.04 ± 1.172 b 3.60 ± 1.384 a 3.64 ± 1.036 b
4
15:100
Ekstrak
jahe 3.76 ± 0.165 ab 2.92 ± 0.954 a 2.48 ± 0.653 a 4.32 ± 1.406 ab 2.84 ± 0.898 a
20:100
Keterangan :
* Angka yang diikuti huruf berbeda menunjukkan adanya beda nyata pada taraf 0,05 (berlaku pada kolom yang
sama). * Skor 1 = sangat tidak suka, skor 3 = kurang suka, skor 5 = suka, skor 7 = sangat suka.
Aroma memiliki peranan yang sangat penting untuk produk makanan. Sebelum
mengkonsumsi tentu terlebih dahulu aroma makanan tercium oleh indera hidung,
apabila aroma pada produk terlalu menyengat atau terkesan hambar tentu membuat
konsumen tidak tertarik untuk mengkonsumsi. Aroma sale pisang basah yang paling
tidak disukai oleh panelis adalah pada sale pisang basah dengan perendaman ekstrak
jahe 20:100. Hasil uji organoleptik yang diperoleh dari tingkat kesukaan terhadap
parameter aroma sale pisang basah dapat dilihat pada Tabel 3. Aroma yang paling
disukai oleh panelis adalah pada sampel dengan ekstrak jahe 5:100 namun hasil yang
ditunjukkan tidak berbeda nyata dengan pada sampel dengan ekstrak jahe 10:100 dan
kontrol.

Sampel dengan ekstrajk jahe 15:100 dan 20:100 tingkat kesukaannya mulai turun dan
hasil yang diperoleh pada sampel dengan konsentrasi ekstrak jahe 15:100 dan 20:100
menunjukkan adanya beda nyata dengan sampel tanpa perendaman. Hasil tersebut
dimungkinkan karena aroma jahe yang terlalu kuat, sehingga sebagian besar panelis
mulai mencium aroma yang terlalu tajam. Hal ini menunjukkan bahwa aroma sampel
dengan ekstrak jahe 15:100 mulai tidak disukai oleh panelis, dan semakin didukung
dengan hasil yang diperoleh pada sampel dengan ekstrak jahe 20:100 yang
menunjukkan bahwa panelis tidak menyukai aroma pada konsentrasi tersebut.

Hasil penelitian menunujukkan bahwa rasa sale pisang basah yang paling digemari
panelis adalah pada sale dengan perendaman ekstrak jahe 5:100. Hasil ini tidak berbeda
nyata dengan sale dengan perendaman ekstrak jahe 10:100. Bisa diketahui bahwa
konsentrasi ekstrak jahe yang tepat dalam pembuatan sale pisang basah mengenai rasa
yang disukai konsumen adalah pada konsentrasi 5:100 sampai dengan 10:100.
Konsentrasi yang terlalu tinggi yaitu 15:100 atau 20:100 akan memberikan rasa yang
kurang disukai panelis yang mungkin bisa disebabkan karena rasa produk yang terlalu
pedas.

Tabel 3 menunujukkan bahwa secara garis besar perendaman ekstrak jahe tidak memberikan
perbedaan yang nyata pada setiap sampel sale pisang basah terhadap tingkat kesukaan pada
parameter kekenyalan. Sampel dengan ekstrak jahe 5:100 paling disukai dengan
ditampilkannya angka tertinggi diantara sampel yang lain (5.00). Fluktuatif yang dihasilkan
menunjukkan bahwa ekstrak jahe yang diberikan pada sampel tidak memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap kekenyalan sale pisang basah.

Dari hasil parameter keseluruhan terlihat bahwa pada sampel dengan perendaman ekstrak
jahe 10:100 menjadi sampel yang paling digemari panelis. Hasil tersebut tidak menunjukkan
adanya beda nyata dengan sampel perendaman ekstrak jahe 5:100 dan tanpa perendaman.
Parameter keseluruhan menunjukkan bahwa panelis kurang menyukai sampel dengan
perendaman ekstrak jahe yang terlalu tinggi. Panelis mulai tidak menyukai sampel dengan
perendaman ekstrak jahe 15:100 dan tingkat kesukaan semakin turun pada sale pisang basah
dengan konsentrasi ekstrak jahe
20:100. Jadi konsentrasi ekstrak jahe yang tepat yang masih disukai oleh panelis dan tetap
memiliki kemampuan untuk memperpanjang umur simpan sale pisang basah adalah
konsentrasi ekstrak jahe 10:100.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Perlakuan perendaman ekstrak jahe mampu meningkatkan umur simpan sale pisang
basah. Sampel tanpa perendaman ekstrak jahe mempunyai umur simpan kurang dari 10
hari, sampel dengan ekstrak jahe 5:100 mempunyai umur simpan kurang dari 20 hari, dan
sampel dengan konsentrasi ekstrak jahe diatas 5:100 memiliki umur simpan lebih dari 20
hari.
2. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak jahe yang digunakan untuk perendaman, aktivitas
antioksidan sale pisang basah yang dihasilkan semakin besar.
3. Ditinjau dari segi organoleptik, sale pisang basah yang paling disukai adalah sale pisang
basah dengan perlakuan perendaman ekatrak jahe 10:100.
Saran
Penelitian ini masih perlu disempurnakan dengan penelitian lebih lanjut tentang umur simpan
sale pisang basah perlakuan perendaman ekstrak jahe konsentrasi 10:100 dengan
menggunakan berbagai jenis pengemas.

DAFTAR PUSTAKA

Chandarana, H., Baluja S. dan Sumitra V. C. 2004. Comparison Of Antibacterial Activities Of


Selected Species Of Zingiberaceae Family And Some Synthetic Compounds. Saurashtra
University, India, Turk J Biol 29 (2005) 83-97
Hasyim, N. 2009. Kajian Kerusakan Minyak dengan
Penambahan Ekstrak Jahe (Zingiber Officinale Roscoe) Selama Penyimpananan. Skrikpsi
Fakultas Pertanian. UNS. Surakarta.

Khomsan, Ali. 2002. Sehat dengan Makanan Berkhasiat. PT Kompas Media

Nusantara. Jakarta.
Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-43191996 tentang Sale Pisang.
Stoyanova A., Denkova Z., Nenov N., Slavchev A., Jirovetz L., Buchbauer G., Lien H.N.,
Schmidt E., Geissler M. 2006. C2H2F4 Oleoresins of black
Uhl, S.R. 2000. Handbook of Spices, Seasonings and Flavoring. Technomic Publishing Co. Inc.
Lancaster-USA.
Yurhamen. 2002. Uji Aktivitas Anti Mikroba Minyak Atsiri dan Ekstrak Metanol Lengkuas
(Alpinia galanga). Jurusan Kimia FMIPA Universitas Riau. Riau.
Zakaria et al., 2000. Pengaruh Konsumsi Jahe (Zingiber officinale Roscoe) Terhadap Kadar
Malonaldehida dan Vitamin E Plasma Pada Mahasiswa Pesantren Ulil Albaab
Kedung Badak, Bogor. Buletin Teknologi dan Industri Pangan, Vol. XI, No. 1, Th.
2000. IPB. Bogor.

KESIMPULAN
Perlakuan perendaman ekstrak jahe mampu meningkatkan umur simpan sale pisang
basah. Sampel tanpa perendaman ekstrak jahe mempunyai umur simpan kurang dari 10
hari, sampel dengan ekstrak jahe 5:100 mempunyai umur simpan kurang dari 20 hari, dan
sampel dengan konsentrasi ekstrak jahe diatas 5:100 memiliki umur simpan lebih dari 20
hari. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak jahe yang digunakan untuk perendaman, aktivitas
antioksidan sale pisang basah yang dihasilkan semakin besar. Ditinjau dari segi
organoleptik, sale pisang basah yang paling disukai adalah sale pisang basah dengan
perlakuan perendaman ekatrak jahe 10:100.
UJI AKTIVITAS ANTIFUNGI EKSTRAK ETANOL GAL MANJAKANI (Quercus infectoria)
TERHADAP Candida albicans

Novi Yanti, Samingan, Mudatsir,


Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Unsyiah, e-mail: noviyanti.bio12@fkip.unsyiah.ac.id

Abstrak

Penelitian Uji Aktivitas Antifungi Ekstrak Etanol Gal Manjakani (Quercus infectoria) terhadap
Candida albicans telah dilaksanakan pada 5 Desember 2015 hingga 27 Mei 2016 di
Laboratorium Pendidikan Biologi serta Laboratorium Pendidikan Kimia Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya
aktifitas antijamur serta pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak etanol gal manjakani dalam
menghambat petumbuhan C. albicans. Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratorium
dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang dibagi dalam 6 kelompok
perlakuan, yaitu 4 kelompok ekstrak gal manjakani (konsentrasi 20.000, 40.000, 60.000, dan
80.000 ppm) dan 2 kelompok kontrol menggunakan NaCl 0,9% dan Nystatin. Pengujian yang
dilakukan meliputi uji fitokimia serta uji daya hambat menggunakan metode difusi lubang
sumuran. Analisis data menggunakan Anova (analysis of variance) kemudian dilanjutkan
dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf uji 5%. Hasil uji fitokimia ekstrak etanol gal
manjakani ditemukan adanya kandungan senyawa alkaloid, flavonoid, tanin, saponin,
polifenol, triterpenoid. Hasil analisis data menunjukkan bahwa ekstrak etanol gal manjakani
memiliki pengaruh yang nyata dalam menghambat pertumbuhan C. albicans. Sedangkan
berdasarkan uji lanjut BNJ tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara ekstrak etanol gal
manjakani konsentrasi 80.000 ppm dengan Nystatin sebagai kontrol positif dalam
menghambat pertumbuhan jamur C. albicans

Kata kunci: aktivitas antijamur, gal manjakani, Candida albicans.


PENDAHULUAN

Kandidiasis merupakan salah satu kasus infeksi jamur yang paling sering terjadi pada manusia.
Penyakit kandidiasis tergolong infeksi oportunistik yang disebabkan oleh pertumbuhan jamur
genus Candida yang berlebihan, 70% dari infeksi Candida disebabkan oleh Candida albicans
(Harahap, 2012). Di dalam tubuh manusia, jamur Candida dapat hidup sebagai parasit atau
saprofit baik di dalam mulut, saluran pernafasan, saluran pencernaan, ataupun vagina (Siregar,
2004).

Kandidiasis vaginalis merupakan infeksi vagina yang disebabkan oleh Candida sp. terutama C.
albicans. Infeksi terjadi karena perubahan kondisi vagina akibat penggunaan antibiotik yang
berspektrum luas, penggunaan kontrasepsi, kadar estrogen yang tinggi, kehamilan, diabetes
yang tidak terkontrol, pemakaian pakaian ketat, dan frekuensi seksual yang tinggi (Anindita,
2006). Kandidiasis vaginalis menyerang 75% wanita pada waktu tertentu dalam hidupnya dan
10-20% wanita merupakan karier asimtomatik untuk spesies Candida (Mandal, 2004).

Obat topikal yang selama ini digunakan untuk mengobati kandidiasis kulit meliputi Nistatin,
Klotrimazol, Mikonazol, dan golongan Azol lainnya. Akan tetapi obat-obat antijamur tersebut
memiliki keterbatasan, seperti efek samping yang berat, spektrum antijamur yang sempit,
penetrasi yang buruk pada jaringan tertentu, dan munculnya jamur yang resisten (Setyowati,
2013). Oleh karena itu, perlu dicari alternatif pengobatan lain yang lebih aman.

Salah satu tumbuhan berkhasiat obat adalah manjakani (Quercus infectoria) yang ditemukan
di Turki, Syiria, Persia, Siprus, dan Yunani (Basri, 2012). Tumbuhan ini menghasilkan gal yang
muncul pada ranting muda atau daun sebagai reaksi akibat tusukan serangga Cynips gallae
tinctoria (Rina, 2011). Gal manjakani dilaporkan menunjukkan efek anti-inflamasi, antibakteri,
dan antijamur karena mengandung sebagian besar tanin (50-70%), sejumlah kecil asam galat
dan asam elagat (Rina, 2011). Hasil skrining fitokimia ekstrak etanol gal manjakani dijumpai
adanya tanin, alkaloid, flavonoid, dan glikosida (Ramadhani, 2013).

Gal manjakani merupakan salah satu obat yang paling populer di Asia (Basri, 2012). Orang
Arab, Persia, India, Malaysia serta Cina menggunakannya secara tradisional setelah melahirkan
untuk mengobati keputihan yang terkait dengan infeksi pasca persalinan (Lim, 2012), selain itu
dapat pula digunakan untuk mengembalikan elastisitas uterus dan mengencangkan otot vagina
(Basri, 2012).

Berdasarkan penelitian sebelumnya, diketahui bahwa ekstrak etanol daun manjakani pada
konsentrasi 125, 250, dan 500 mg/ml mampu menghasilkan zona hambat terhadap C. albicans
masing-masing sebesar 15, 17, dan 20 mm (Abu-Mejdad, 2014). Sedangkan ekstrak air dan
ekstrak metanol gal manjakani pada konsentrasi 5,0 mg/disc mampu menghasilkan zona
hambat terhadap C. albicans masing-masing sebesar 16 dan 18 mm (Saeida, 2015). Akan tetapi
dalam penelitian ini belum ada data ilmiah yang menggunakan pelarut etanol. Oleh karena itu,
perlu dilakukan penelitian terhadap ekstrak etanol gal manjakani sebagai antifungi. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui adanya aktifitas antijamur serta pengaruh berbagai
konsentrasi ekstrak etanol gal manjakani dalam menghambat petumbuhan C. albicans.

METODE Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 5 Desember 2015 hingga 27 Mei 2016. Pembuatan
ekstrak dan uji fitokimia dilakukan di Laboratorium Kimia FKIP Unsyiah. Sedangkan uji daya
hambat dilakukan di Laboratorium Biologi FKIP Unsyiah, Darussalam, Banda Aceh.

Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, labu Erlenmeyer, gelas kimia, tabung
reaksi, gelas ukur, batang pengaduk, cawan petri, cork borer, timbangan digital, inkubator,
laminar air flow, kapas lidi steril, lampu spritus, ose, mikropipet, tip, autoklaf, hot plate stirrer,
refrigerator, rotary evaporator, kuvet, spektrofotometer, oven, jangka sorong. Sdangkan
bahan yang digunakan antara lain gal manjakani yang diperoleh dari toko obat Mujarab, Pasar
Aceh. Sedangkan isolat Candida albicans diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Syiah Kuala. Bahan-bahan lainnya adalah kertas saring, kertas label,
Nystatin 100.000 IU, NaCl 0,9%, etanol 96%, aquades steril, tisue, media SDA (Sabouraud
Dekstrosa Agar), aluminium foil, selotip, HCl, H2SO4, FeCl3, gelatin, pereaksi Mayer, pereaksi
Burchard, pereaksi Dragendrof, dan pereaksi Libermann-Burchard.

Jenis dan Rancangan Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorium, dengan pendekatan
kuantitatif. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang dibagi
dalam 6 kelompok perlakuan, yaitu 4 kelompok ekstrak gal manjakani dan 2 kelompok kontrol.
Pengulangan yang dilakukan untuk setiap perlakuan penelitian ini adalah sebanyak 4 kali.
Kelompok perlakuan terdiri dari P1, P2, P3, dan P4. Masing-masing adalah ekstrak gal
manjakani dengan konsentrasi 20.000 ppm, 40.000 ppm, 60.000 ppm, dan 80.000 ppm.
Penentuan konsentrasi berdasarkan uji pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya.
Sedangkan kelompok kontrol terdiri dari P0 sebagai kontrol negatif yaitu NaCl 0,9%, dan P5
sebagai kontrol positif yaitu Nystatin 100.000 IU.

Prosedur Penelitian Ekstraksi Gal Manjakani


Gal manjakani yang diperoleh dari toko obat tradisional dihaluskan dan ditimbang sebanyak
800 gram. Selanjutnya dimaserasi selama 2x24 jam di dalam 4 L etanol 96%. Kemudian disaring
menggunakan kertas saring hingga menjadi filtrat, lalu diuapkan dengan menggunakan rotary
evaporator hingga diperoleh ekstrak kental (Saeida, 2015). Ekstrak selanjutnya diencerkan
menjadi 4 konsentrasi yaitu 20.000 ppm, 40.000 ppm, 60.000 ppm, dan 80.000 ppm.

Analisis Fitokimia
Analisis fitokimia dilakukan secara kualitatif untuk mengetahui kandungan senyawa aktif
yang terkandung dalam ekstrak buah salak. Senyawa yang dianalisis adalah alkaloid,
flavonoid, tanin, saponin, polifenol, steroid, dan triterpenoid.
Pembuatan Suspensi Jamur Candida albicans
Diambil satu mata ose biakan jamur Candida albicans yang berumur 24 jam, kemudian
dicampurkan ke dalam tabung reaksi yang berisi cairan NaCl 0,9% sebanyak 10 mL. Suspensi
jamur dihomogenkan dengan dikocok selama lebih kurang 15 detik, lalu dituangkan ke dalam
cuvet sebanyak 7 mL. Cuvet dimasukkan ke dalam spektrofotometer untuk diukur
kekeruhannya dengan panjang gelombang 530 nm dan angka absorbansi 0,5 – 0,6 yang berarti
setara dengan standar Mc Farland 0,5 (1x10 6 – 5x106 sel/mL) (WHO, 2009).

Uji Aktivitas Antijamur


Pengujian aktivitas antijamur dilakukan dengan menggunakan metode lubang sumuran dengan
diameter lubang 6 mm (Balouiri, 2016). Setelah dilakukan pengukuran kekeruhan yang sesuai
dengan standar, kemudian Candida albicans diinokulasikan ke media SDA dengan cara
mencelupkan kapas lidi steril ke dalam inokulum. Kemudian ditiriskan dengan cara ujung kapas
lidi ditekan dan diputar pada dinding dalam tabung untuk membuang kelebihan cairan.
Inokulum dioles keseluruh permukaan media sebanyak 3 kali dengan memutar cawan dengan
sudut 60° untuk setiap pengolesan. Kemudian oleskan kapas lidi steril ke sekeliling pinggiran
permukaan agar. Biarkan inokulum mengering selama beberapa menit pada suhu ruang
dengan cawan tertutup (WHO, 2009).

Media SDA yang telah diinokulasikan suspensi C. albicans dibiarkan selama 5-15 menit supaya
suspensi jamur meresap ke dalam media. Selanjutnya dibuat lubang pada media SDA dengan
diameter 6 mm menggunakan cork borrer yang telah disterilkan. Pada lubang diteteskan
masingmasing sebanyak 50µl ekstrak gal manjakani dengan konsentrasi 20.000 ppm, 40.000
ppm, 60.000 ppm, dan 80.000 ppm. Nystatin 100.000 IU sebagai kontrol positif dan NaCl 0,9%
sebagai kontrol negatif. Kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 1x24 jam dan diukur zona
bening yang terbentuk.

Parameter Penelitian
Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah diameter zona bening yang terbentuk di
sekitar lubang sumuran dan diukur menggunakan jangka sorong secara vertikal dan horizontal.
Hasil pengukuran dinyatakan dalam satuan milimeter (mm).

Analisis Data
Data penelitian yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Anova (analysis of variance)
satu arah. Jika nilai F hitung ≥ F tabel maka terdapat perbadaan yang nyata antar perlakuan
dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Sebaliknya jika nilai F hitung < F tabel maka tidak
terdapat perbadaan yang nyata antar perlakuan dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak. Kemudian
jika terdapat perbedaan yang nyata, dilakukan uji lanjut untuk melihat perbedaan antar tiap
perlakuan berdasarkan nilai koefisien keragaman (KK) yang diperoleh. Uji lanjut yang
digunakan adalah Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf uji 5% (Hanafiah, 2008).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil Ekstraksi dan Analisis Fitokimia Ekstrak Etanol Gal Manjakani
Ekstraksi 800 gram gal manjakani dengan menggunakan 4 L pelarut etanol 96% diperoleh
ekstrak kental sebanyak 195 mL. Ekstrak gal manjakani berwarna coklat muda setelah menjadi
filtrat, kemudian setelah diuapkan warnanya berubah menjadi coklat pekat dan bertekstur
lengket seperti lem jika sentuh. Selanjutnya ekstrak yang telah diuapkan ini digunakan untuk
uji fitokimia dan antimikroba. Uji fitokimia bertujuan untuk mengetahui kandungan senyawa
aktif yang terdapat di dalam ekstrak gal manajakani.

Hasil uji fitokimia ekstrak gal manajakani menunjukkan adanya kandungan senyawa alkaloid,
flavonoid, tanin, saponin, polifenol, triterpenoid. Sedangkan kandungan senyawa steroid tidak
ditunjukkan terkandung dalam gal manjakani. Hasil uji fitokimia ekstrak gal manjakani dapat
dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Etanol Gal Manjakani

No. Senyawa Kimia Hasil Keterangan

1 Alkaloid

a. Dragendrof + Terbentuk warna coklat jingga


b. Burchad + Terbentuk endapan coklat
c. Mayer + Terbentuk warna putih keruh
2 Flavonoid + Terbentuk warna merah keunguan
3 Tanin + Terbentuk warna putih keruh
4 Saponin + Terbentuk gelembung
5 Polifenol + Terbentuk warna biru kehitaman
6 Steroid - Tidak terbentuk warna hijau atau biru
7 Triterpenoid + Terbentuk warna merah
Keterangan: (+): menunjukkan reaksi positif, (-): menunjukkan reaksi negatif

Hasil Uji Antifungi Ekstrak Etanol Gal Manjakani (Quercus infectoria) terhadap
Candida albicans
Hasil uji aktifitas antijamur ekstrak etanol gal manjakani terhadap Candida albicans
menunjukkan adanya aktivitas penghambatan terhadap pertumbuhan jamur C. albicans. Hal
ini dibuktikan dengan terbentuknya zona hambat disekitar lubang sumuran. Hasil pengukuran
uji daya hambat ekstrak etanol gal manjakani terhadap C. albicans yang diperoleh dari
perlakuan P1, P2, P3, dan P4 serta kelompok kontrol yaitu perlakuan P 5 (Nystatin 100.000 IU
sebagai kontrol positif) dan perlakuan P0 (NaCl 0,9% sebagai kontrol negatif) dapat dilihat pada
tabel Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat Ekstrak Etanol Gal Manjakani (Quercus
infectoria) terhadap Candida albicans
Konsentrasi Ulangan Rata-rata
Ekstrak Total (mm)
1 2 3 4
KN 0 0 0 0 0 0
20.000 ppm 11,125 12,350 11,900 11,225 46,375 11,593
40.000 ppm 13,675 13,250 12,300 12,075 51,300 12,825
60.000 ppm 14,775 13,625 14,100 14,075 56,575 14,143
80.000 ppm 15,150 14,975 16,075 15,575 61,775 15,443
KP 15,650 15,150 16,475 15,975 63,250 15,812
Total 279,275 11,636

Ekstrak etanol gal manjakani memiliki aktivitas antifungi yang baik untuk menghambat
pertumbuhan C. albicans. Zona hambat terendah ditunjukkan pada konsentrasi ekstrak 20.000
ppm yaitu rata-rata berdiameter 11,593 mm. Sedangkan zona hambat tertinggi ditunjukkan
pada konsentrasi ekstrak 80.000 ppm yaitu rata-rata berdiameter 15,443 mm. Selanjutnya
pada kontrol positif yang menggunkan Nystatin 100.000 IU terbentuk zona hambat yang
sedikit lebih besar dibandingkan dengan ekstrak gal manjakani, yaitu rata-rata berdiameter
15,812 mm.

Hasil Analisis Data


Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini tidak dapat langsung digunakan dalam analisis
varian dikarenakan data tidak terdistribusi secara normal. Salah satu penyebabnya adalah data
mengandung angka nol pada kontrol negatif, sehingga data pada Tabel 2 harus ditransformasi
dengan menggunakan transformasi akar kuadrat + 0,5). Hasil analisis data menggunakan
Anova (analyses of variance) untuk diameter zona hambat ekstrak etanol gal manjakani
terhadap pertumbuhan C. albicans diperoleh bahwa nilai F hitung > F tabel pada taraf uji 5%
(285,5 > 2,77).

Tabel 3. Analisis Varian Zona Hambat Ekstrak Etanol Gal Manjakani (Quercus infectoria)
terhadap
Candida albicans

Sumber Kuadrat
Derajat Jumlah
Keragaman Tengah F hitung F tabel(0,05)
Bebas (DB) Kuadrat (JK)
(SK) (KT)
Perlakuan 5 5,711 1,142 285,5* 2,77
Galat 18 0,078 0,004

Total 23 5,789

*: Berbeda nyata pada taraf uji 5%


Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan “Ekstrak etanol gal
manjakani memilki aktivitas antijamur dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans”
dan
“Semakin besar konsentrasi ekstrak ekstrak etanol gal manjakani yang digunakan maka
semakin besar pula zona hambat pertumbuhan Candida albicans”dapat diterima. Selanjutnya
dilakukan uji lanjut berdasarkan nilai koefesien keragaman (KK) yang diperoleh sebesar
1,918%, yaitu Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf uji 5% untuk menganalisa perbedaan antar
tiap perlakuan (Tabel 4).

Tabel 4. Hasil Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) Zona Hambat Ekstrak Etanol Gal Manjakani (Quercus
infectoria) terhadap Candida albicans

Perlakuan Rata-Rata (mm) Nilai BNJ(0,05) = 0,139


P0 0,707 a
P1 3,484 b
P2 3,648 c
P3 3,825 d
P4 3,992 e
P5 4,038 ef
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata pada
taraf uji
5%
Berdasarkan hasil uji (Beda Nyata Jujur) BNJ diketahui bahwa daya hambat perumbuhan C.
albicans yang paling besar yaitu pada perlakuan P5 (kontrol positif) yang berbeda nyata
dengan perlakuan P0, P1, P2, dan P3 namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan P4.
Sedangkan zona hambat terkecil yaitu pada perlakuan P0 (kontrol negatif) yang berbeda nyata
dengan perlakuan P1, P2, P3, P4, dan P5.

PEMBAHASAN
Ekstraksi merupakan proses penarikan komponen atau zat aktif suatu simplisia dengan
menggunakan pelarut tertentu (Harborne, 1987). Hasil ekstraksi tertinggi umumnya dicapai
dengan menggunakan pelarut metanol atau etanol dan campurannya dengan air. Akan tetapi
etanol dan air yang paling banyak digunakan sebagai pelarut karena tingkat toksisitasnya
rendah dan hasil ekstraksi yang tinggi (Franco, 2008 dalam Syukriah, 2014). Lebih lanjut
menurut Syukriah (2014), ekstrak tumbuhan yang menggunakan pelarut organik menunjukkan
aktivitas antibakteri yang lebih baik dibandingkan dengan ekstrak yang menggunakan air
sebagai pelarut. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Marnoto (2012), etanol
dengan kemurnian 66% atau lebih tinggi menghasilkan jumlah ekstrak yang hampir sama,
namun untuk mempermudah pemisahan hasil dianjurkan digunakan etanol 96%.

Analisis fitokimia adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa aktif di
dalam ekstrak tumbuhan. Berdasarkan hasil uji fitokimia ekstrak etanol gal manajakani
menunjukkan adanya kandungan senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid,
tanin, saponin, polifenol, triterpenoid, serta tidak ditemukan adanya senyawa steroid. Hal ini
sesuai dengan hasil uji fitokimia yang dilakukan Shrestha (2014), dengan menggunakan pelarut
etanol ditemukan adanya kandungan senyawa alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, polifenol,
triterpenoid.

Berdasarkan hasil uji daya hambat diketahui bahwa ekstrak etanol gal manjakani mampu
menghambat pertumbuhan jamur C. albicans. Hal ini dapat dilihat dari adanya zona hambat
yang terbentuk akibat aktivitas antijamur. Terbentuknya zona hambat pada masing-masing
perlakuan konsentrasi ekstrak etanol gal manjakani diduga karena adanya zat-zat aktif atau
senyawa metabolit sekunder yang dapat menghambat pertumbuhan jamur C. albicans.

Senyawa antijamur mempunyai berbagai mekanisme penghambatan terhadap sel jamur.


Djunaedy (2008) menyatakan bahwa senyawa antijamur memiliki mekanisme kerja dengan
cara menetralisasi enzim yang terkait dalam invasi dan kolonisasi jamur, merusak membran sel
jamur, menghambat sistem enzim jamur sehingga mengganggu terbentuknya ujung hifa dan
mempengaruhi sintesis asam nukleat dan protein.

Alkaloid adalah zat aktif dari tanaman yang berfungsi sebagai obat (Olivia, 2004). Secara umum
tumbuhan yang mengandung senyawa alkaloid, secara fisik dapat diidentifikasi dengan ciriciri
jelas, misalnya bergetah dan terasa pahit jika dicicipi (Mustanir, 2013). Menurut Aniszewki
(2007) dalam Gholib (2009), alkaloid merupakan senyawa yang memiliki aktivitas antimikroba,
yaitu menghambat esterase dan juga DNA dan RNA polimerase, juga menghambat respirasi sel
dan berperan dalam interkalasi DNA.

Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol. Flavonoid bekerja dengan
cara denaturasi protein sehingga meningkatkan permeabilitas membran sel. Denaturasi
protein menyebabkan gangguan dalam pembentukan sel sehingga merubah komposisi
komponen protein (Wahyuningtyas, 2008). Cowan (1999) dalam Firdaus (2015),
menambahkan bahwa senyawa fenol yang terdapat pada flavonoid dapat mendenaturasi
protein sel dan mengerutkan dinding sel sehingga menyebaban lisisnya dinding sel jamur.
Selain itu, senyawa fenol melalui gugus hidroksi yang akan berikatan dengan gugus sulfihidril
dari protein jamur sehingga mampu mengubah konformasi protein membran sel target yang
mengakibatkan pertumbuhan sel jamur terganggu bahkan dapat mengalami kematian.

Tanin adalah suatu senyawa polifenol dan dari struktur kimianya dapat digolongkan menjadi
dua macam, yaitu tanin terhidrolisis (hidrolyzable tannin) dan tanin terkondensasi (condensed
tannin). Tanin akan terurai menjadi pyrogallol, pyrocatechol, dan phloroglucinol bila
dipanaskan sampai suhu 210°F - 215°F (98,89°C - 101,67°C) (Irianty, 2014). Beberapa tanin
terhidrolisis telah terbukti lebih reaktif dan memiliki efek penghambatan kuat dari pada tannin
terkondensasi. Pyrogallol dikenal sebagai salah satu tanin terhidrolisis dan telah ditemukan
sebagai senyawa utama gal manjakani (Saeida, 2014). Kehadiran kelompok hidroksil dan ikatan
ganda alphabeta dalam senyawa fenolik memainkan peran penting dalam aktivitas
antimikroba. Pyrogallol telah dilaporkan memiliki berbagai aktivitas biologis seperti
candidasidal dan fungisidal. Aktivitas tersebut dipicu oleh adanya tiga kelompok hidroksil
dalam strukturnya, yang akhirnya mempengaruhi biosintesis dinding sel dan membran sel.

Metabolit lain yang didapatkan dan memiliki kemampuan yang baik sebagai antijamur
berikutnya ialah saponin. Saponin merupakan golongan metabolit yang dapat menghambat
atau membunuh C. albicans dengan cara menurunkan tegangan permukaan membran sterol
dari dinding sel C. albicans, sehingga permeabilitasnya meningkat. Permeabilitas yang
meningkat mengakibatkan cairan intraseluler yang lebih pekat tertarik keluar sel sehingga
nutrisi, zat-zat metabolisme, enzim, protein dalam sel keluar dan jamur mengalami kematian
(Hardiningtyas, 2009). Saponin memiliki kerangka glikosida kompleks yang apabila dihidrolisis
akan menghasilkan suatu senyawa triterpenoid dan glikosida (gula). Ismaini (2011)
menambahkan, triterpenoid bersifat toksik yang dapat menimbulkan kerusakan pada organel-
organel sel sehingga menghambat terjadinya pertumbuhan jamur patogen.

Berdasarkan kandungan senyawa aktif di dalam gal manjakani dan hasil uji antifungi
disimpulkan bahwa ekstrak etanol gal manjakani mampu menghambat pertumbuhan C.
albicans. Dimana zona hambat yang terbentuk terus meningkat seiring dengan bertambah
besarnya konsentrasi. Zona hambat terbesar terdapat pada konsentrasi 80.000 ppm, yaitu
rata-rata berdiameter 15,443 mm. Sedangkan zona hambat terendah terdapat pada
konsentrasi 20.000 ppm, yaitu rata-rata berdiameter 11,593. Semakin tinggi konsentrasi
ekstrak maka semakin tinggi pula kandungan zat aktif di dalamnya sehingga aktivitas antifungi
akan semakin besar. Sebaliknya semakin rendah konsentrasi ekstrak maka semakin sedikit pula
kandungan zat aktif di dalamnya sehingga aktivitas antifungi akan semakin berkurang. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Pelezar (1988), bahwa semakin tinggi konsentrasi suatu bahan
antimikroba maka aktivitas antimikrobanya semakin besar pula. Pada kontrol negatif yang
menggunakan aquades tidak terbentuk zona hambat, hal ini disebabkan karena tidak adanya
senyawa aktif yang terkandung di dalam aquades.

Zona hambat yang terbentuk pada kontrol positif menggunakan nystatin 100.000 IU, yaitu
rata-rata berdiameter 15,812 mm. Hal ini menunjukkan zona hambat yang terbentuk pada
kontrol positif sedikit lebih besar dibandingkan dengan zona hambat yang terbentuk pada
konsentrasi ekstrak 80.000 ppm. Akan tetapi berdasarkan uji lanjut, kedua perlakuan tersebut
tidak berbeda nyata sehingga dapat disimpulkan bahwa daya hambat petumbuhan C.albicans
pada konsentrasi 80.000 ppm ekstrak etanol gal manjakani setara dengan nystatin.
Penggunaan nystatin sebagai kontrol positif karena sifatnya yang dapat menghambat
pertumbuhan jamur dan ragi, tetapi tidak aktif terhadap bakteri dan protozoa. Nystatin
hanya akan diikat oleh jamur atau ragi yang sensitif (Mustanir, 2013). Mekanisme kerja
nystatin ialah dengan cara berikatan dengan sterol membran sel jamur, terutama ergesterol.

Menurut Greenwood (1995), respon hambatan pertumbuhan mikroba dapat


diklasifikasikan sebagai berikut, apabila diameter zona hambat >20 mm dikatagorikan kuat,
zona hambat 16-20 mm dikatagorikan sedang, zona hambat 10-15 mm dikatagorikan lemah,
dan zona hambat <10 dikatagorikan kurang efektif. Dari klasifikasi tersebut maka penggunaan
ekstrak gal manjakani sebagai pengganti antibiotik kimia cukup efektif walaupun respon
hambat yang diperoleh masih dalam katagori lemah, dimana pada konsentrasi konsentrasi
20.000 ppm, 40.000 ppm, 60.000 ppm, dan 80.000 ppm maing-masing menghasilkan zona
hambat dengan diameter rata-rata 11,593 mm, 12,825 mm, 14,143 mm, dan 15,443 mm.

SIMPULAN
Estrak etanol gal manjakani memilki aktivitas antijamur dalam menghambat pertumbuhan C.
albicans. Konsentrasi ekstrak etanol gal manjakani berpengaruh terhadap zona hambat
pertumbuhan C. albicans. Semakin besar konsentrasi ekstrak maka semakin besar pula zona
hambat yang terbentuk. Akan tetapi berdasarkan uji lanjut BNJ tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara ekstrak etanol gal manjakani konsentrasi 80.000 ppm dengan Nystatin
sebagai kontrol positif dalam menghambat pertumbuhan jamur C. albicans.
DAFTAR PUSTAKA

Abu-Mejdad, N. M. 2014, Antifungal Activity of Some Plant Extracts Against Two Yeast Isolates
In
Vitro. Reasercch Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences, 5 (2):
19921998.

Anindita, W dan Santi M. 2006. Faktor Risiko Kejadian Kandidiasis Vaginalis pada Akseptor KB.
The Indonesian Journal of Public Health, 3 (1): 24-28.

Basri, D. F., Liy, S. T., Zaleha, S., dan Noraziah, M. Z. 2012. In Vitro Antibacterial Activity of Galls
of Quercus infectoria Olivier against Oral Pathogens. Research Article. Evidence-Based
Complementary and Alternative Medicine, 1-6.

Balouiri, M., Moulay, S., and Saad, K. I. 2016. Methods for in vitro evaluating antimicrobial
activity:

A review. Journal of Pharmaceutical Analysis, 6: 71–79


Djunaedy, A. 2008. Aplikasi Fungisida Sistemik dan Pemanfaatan Mikoriza dalam Rangka
Pengendalian Patogen Tular Tanah pada Tanaman Kedelai (Glycine max L.). Embryo, 5
(2): 149-157.

Gholib, D. 2009. Uji Daya Hambat Daun Senggani (Melastoma malabathricum L.) terhadap
Trichophyton mentagrophytees dan Candida albicans. Berita Biologi, 9 (5): 523-532.

Greenwood. 1995. Antibiotics, Susceptibility (Sensitivity) Test Antimicrobial And Chemoterapy.


USA: Mc. Graw Hill Company.

Harahap, H. I. 2012. Daya Hambat Ekstrak Etanol Bunga Rosella (Hibiscus sabdarifa L.)
terhadap Pertumbuhan Jamur Candida albicans secara In Vitro. Skripsi. Banda Aceh:
Universitas Syiah Kuala.

Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun cara modern menganalisis Tumbuhan


(Penerjemah Padmawita, K dan Iwang, S). Bandung: ITB.

Hardiningtyas, S. D. 2009. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Karang Lunak Sarcophyton Sp. yang
Difragmentasi dan Tidak Difragmentasi di Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.
Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Irianty, R. S. dan Silvia, R. Y. 2014. Pengaruh Perbandingan Pelarut Etanol-Air terhadap Kadar
Tanin pada Sokletasi Daun Gambir (Uncaria gambir Roxb). Sagu, 13 (1): 1-7.
Ismaini, L. 2011. Aktivitas Antifungi Ekstrak (Centella asiatica (L.) Urban terhadap Fungi

Patogen pada Daun Anggrek (Bulbophyllum flavidiflorum Carr.). Jurnal Penelitian Sains,

4 (1): 47-50.

Lim, T. K. 2012. Edible Medicinal And Non-Medicinal Plants: Volume 4, Fruits. New York:
Springer Science.

Mandal, B. K., Wilkins, E. O. L., Ounbar, E. M., and Mavon-White, R.T. 2004. Lecture Notes:
Penyakit Infeksi. Jakarta: Erlangga.

Marnoto, T., Gogot, H., Dewi, G., dan Fendy, A. P. 2012. Ekstraksi Tannin Sebagai Bahan
Pewarna Alami dari Tanaman Putrimalu (Mimosa Pudica) Menggunakan Pelarut
Organik. Reaktor, 14 (1): 39-45.

Mustanir, Hendra, F., Nurhaida, dan Nurdin, S. 2013. Antifungal Ekstrak N-Heksana Tumbuhan
Obat di Aceh terhadap Candida albicans. J. Ind. Soc. Integ. Chem, 5 (2): 7-14.

Olivia, F., Alam, S., dan Hadibroto, I. 2004. Seluk Beluk Food Suplemen. Jakarta: Gramedia.
Rahardjo, R. 2008. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Jakarta: EGC.
Ramadhani, E. 2013. Skrining Fitokimia dan Karakterisasi Simplisia Serta Uji Efek Antidiare
Ekstrak Etanol Majakani (Quercus infectoria G. Olivier) terhadap Tikus. Skripsi. Medan:
USU.

Rina, R., Rafiquzzaman, M., and Hasmah, A. 2011. Spectrophotometric Determination of Total
Phenol and Flavonoid Content in Manjakani (Quercus infectoria) Extracts. Health and
the Environment Journal, 2 (1): 9-13.

Saeida, N., Hasmah, A., and Wan, N. A. 2015. Anti-Candida activity of Quercus infectoria gall
extracts against Candida species. J Pharm Bioallied Sci., 7 (1): 15-20.

Saeida, N., Hasmah, A., and Wan, N. A. 2014. Potential Use of Quercus infectoria Gall Extracts
Against Urinary Tract Pathogenic Bacteria. International Journal of Research in
Pharmacology & Pharmacotherapeutics, 3 (3): 184-191.

Setyowati, H., Hananun, Z. H., dan Rr Putri, N. 2013. Krim Kulit Buah Durian (Durio zibethinus
L.) Sebagai Obat Herbal Pengobatan Infeksi Jamur Candida albicans. Media Farmasi
Indonesia, 8 (2): 1-7.

Shrestha, S., Vasuki, S. K., Ravi, S. B., Sundara, R. S., Latha, M. R., and Dhananjaya, B. L. 2014.
Pharmacognostic Studies of Insect Gall of Quercus infectoria Olivier (Fagaceae). Asian
Pacific Journal of Tropical Biomedicine, 4 (1): 35-39.

Siregar, R. S. 2004. Penyakit Jamur Kulit Edisi 2. Jakarta: EGC.


Syukriah, N., Liza, M. S., Harisun, Y., and Fadzillah, A. A. M. 2014. Effect of solvent extraction on
antioxidant and antibacterial activities from Quercus infectoria (Manjakani).
International Food Research Journal, 21(3): 1067-1073.

Pelezar, M. J., dan E. C. S. Chan. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI Press.


Wahyuningtyas, E. 2008. Pengaruh Ekstrak Graptophyllum pictum terhadap Pertumbuhan
Candida albicans pada Plat Gigi Tiruan Resin Akrilik. Indonesian Journal of Dentistry, 15
(3):187191.

WHO. 2009. Laboratory Manual for Diagnosis of Fungal Opportunistic Infections in HIV/AIDS
Patients. World Health Organization.

KESIMPULAN

Estrak etanol gal manjakani memilki aktivitas antijamur dalam menghambat


pertumbuhan C. albicans. Konsentrasi ekstrak etanol gal manjakani berpengaruh terhadap
zona hambat pertumbuhan C. albicans. Semakin besar konsentrasi ekstrak maka semakin
besar pula zona hambat yang terbentuk. Akan tetapi berdasarkan uji lanjut BNJ tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara ekstrak etanol gal manjakani konsentrasi 80.000 ppm dengan
Nystatin sebagai kontrol positif dalam menghambat pertumbuhan jamur C. albicans.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai