Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI MIKROBA

“LICHEN”

Disusun oleh:
Tri Purwa Ningrum (18308141064)

PROGRAM STUDI BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2020
1. JUDUL
Lichens
2. TUJUAN
Mahasiswa mampu mengetahui karakteristik umum lichen, mengidentifikasi lichen dan
memahami peran lichen sebagai bioindikator pencemaran udara.
3. ABSTRAK
Lichen merupakan organisme hasil asosiasi antara jamur (mycobiont) dan alga
(Photobiont) yang juga berperan sebagai bioindikator pencemaran udara. Struktur
morfologi lichen yang tidak memiliki lapisan kutikula, stomata dan organ absorptif,
memaksa lichen untuk bertahan hidup di bawah cekaman polutan yang terdapat di udara.
Perbedaan sensitifitas lichen terhadap polusi udara berkaitan erat dengan
kemampuannya mengakumulasi polutan (Conti dan Ceccheti 2000). Sensitifitas lichen
terhadap pencemaran udara dapat dilihat melalui perubahan keanekaragamannya dan
akumulasi polutan pada talusnya. Semakin tinggi tingkat pencemaran udaranya, maka
semakin rendah tingkat keanekaragaman jenis dari lichen yang ditemukan. Pengamatan
ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik umum lichen, mengidentifikasi dan
mengkaji peran lichen sebagai bioindikator pencemaran udara di lingkungan sekitar.
Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat dua jenis lichen yang ditemukan dari lokasi
pengambilan sampel yaitu lichen dengan tipe Foliose dan Crustose. Hal ini
menunjukkan bahwa adanya pencemaran udara di lokasi pengamatan atau pengambilan
sampel namun dapat ditolerir oleh dua jenis lichen tersebut.

4. KAJIAN PUSTAKA
Lichen atau biasa dikenal sebagai lumut kerak, karena bentuknya yang
menyerupai kerak. Lichen bukanlah golongan lumut melainkan organisme hasil
asosiasi antara jamur (mycobiont) dan alga (Photobiont). Ciri – ciri fungi yang
membentuk lichen yaitu kebanyakan tidak berhubungan dan memiliki bentuk yang
berbeda lichen, termasuk di dalam nya adalah jamur, khususnya jamur piala. Sekitar
98 % fungi lichen adalah jamur piala atau Ascomycetes. Sekitar setengah hingga
seluruh keluarga Ascomycetes membentuk lichen. Pembentukan lichen ini merupakan
strategi ekologi, atau cara pengambilan nutrisi diantara fungi – fungi yang tidak
memiliki hubungan (Muzzayinah, 2005). Pada Lichen jamur berperan untuk
mengokohkan tubuh dan menghisap air dan nutrisi, sedangnya algae berperan untuk
melakukan fotosintesis. Karena itu simbiosis antara kedua jenis tumbuhan tersebut
bersifat simbiosis mutualisme (Yudianto, 1992). Tubuh lichen dinamakan dengan
thallus, ini sangat penting untuk identifikasi. Pada umumnya lichen yang menempel
pada pohon berwarna hijau keabu – abuan, kuning, hijau biru, oranye, kuning cerah,
coklat, dan bahkan hitam (Beaching & Hill, 2007).
Berdasarkan bentuk thallus, lichen dibedakan beberapa tipe yaitu foliose,
fruticose, crustose dan squamulose. Lichen foliose memiliki karakteristik daunnya
seperti lobus. Menurut Yurnaliza (2002), lichen disebut lichen foliose karena memiliki
struktur seperti daun yang tersusun oleh lobus-lobus. Lichen ini relatif lebih longgar
melekat pada substratnya. Talusnya datar, lebar, banyak lekukan seperti daun yang
mengkerut berputar. Sedangkan lichen tipe fruticose berciri tumbuh seperti semak.
Menurut Yurnaliza (2002), lichen crustose memiliki thallus yang berukuran kecil, datar,
tipis dan selalu melekat ke permukaan batu, kulit pohon atau di tanah. Salvatore (1999)
dalam Hadiyati (2013), menyatakan bahwa lichen dengan morfologi berbentuk crustose
(berbentuk datar seperti kerak), memiliki perlekatan yang sangat kuat dengan substrat.
Lichen berperan sebagai supplier oksigen, agen suksesi, bioindikator
pencemaran udara dan biomonitoring kualitas udara (Richardson, 1992; Negi, 2003;
Eva, 2003; Rout et.al, 2010). Hal ini disebabkan secara morfologi thalus lichen tidak
memiliki kutikula. Tidak memiliki klorofil karena lichen merupakan asosiasi antara
alga dan jamur atau jika ada pun jumlahnya sangat rendah. Kondisi organisme seperti
ini yaitu akumulasi klorofil rendah, tidak memiliki kutikula, mengabsorbsi air dan
nutrien secara langsung dari udara dan dapat mengakumulasi berbagai material tanpa
seleksi serta bahan yang terakumulasi tidak akan terekskresi lagi. Adanya kuantitasi
jumlah polutan di udara menyebabkan terhambatnya pertumbuhan lumut kerak dan
penurunan jumlah jenis . Tingginya keragaman lichen menunjukkan kondisi ekosistem
yang sehat. Sedangkan hilangnya lichen di alam menandakan ketidakseimbangan
ekosistem.
Penggunaan lichen sebagai bioindikator dinilai lebih efisien dibandingkan
menggunakan alat atau mesin indikator ambien yang dalam pengoperasiannya
memerlukan biaya yang besar dan penanganan khusus (Loopi et al. 2002). Lumut kerak
atau lichen adalah salah satu organisme yang digunakan sebagai bioindikator
pencemaran udara. Kematian lichen yang sensitif dan peningkatan dalam jumlah
spesies yang lebih tahan dalam suatu daerah dapat dijadikan peringatan dini akan
kualitas udara yang memburuk (Cambell, 2003).
5. METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan sebanyak dua kali pada waktu yang berbeda. Pengambilan sampel
untuk penelitian pertama dilakukan di Wisdom Park UGM sedangkan untuk penelitian
kedua dilakukan di daerah Nologaten, Yogyakarta. Data yang diambil berupa talus
lichen di masing-masing lokasi yang dijadikan penelitian. Pengamatan thallus lichen
dilakukan secara makroskopik dengan pengamatan keragaman tipe morfologi thallus
yaitu dengan melihat penutupan lichen, warna, bentuk, ukuran dan vegetasi di
sekitarnya kemudian mengidentifikasi jenisnya.
Waktu pelaksanaan :
Pengamatan pertama : 9 September 2020
Pengamatan kedua : 13 September 2020
Alat dan Bahan :
1) Kamera (Alat dokumentasi)
2) Penggaris
3) Alat tulis
Prosedur Kerja :
1) Alat dan bahan dipersiapkan.
2) Menentukan lokasi praktikum.
3) Mencari lichen yang ada di sekitar lokasi praktikum.
4) Melakukan pengamatan morfologi lichen yang ditemukan.
5) Mengidentifikasi lichen yang ditemukan.

6. HASIL DAN PEMBAHASAN


No Dokumentasi Identifikasi Ciri - ciri
1. Warna : Hijau muda
keabu-abuan
Flavopunctelia Tipe : Foliose
Sp.
Diameter : 7 cm
Lokasi : Melekat pada
batang pohon (Wisdom
Park UGM )
2. Warna : Hijau muda
Tipe : Crustose
Diameter : -
Hafellia Sp. Lokasi : Melekat pada
batang pohon (Wisdom
Park UGM )

3. Warna : Abu abu


Tipe : Crustose
Diameter : 14 cm
Lepraria Sp. Lokasi : Melekat pada
batang pohon (Wisdom
Park UGM )

4. Warna : Hijau keabu-


abuan
Tipe : Foliose
Dirinaria Sp. Diameter : 4 cm
Lokasi : Melekat pada
batang pohon
(Nologaten)
5. Warna : Hijau tua
Tipe : Crustose
Diameter : -
Candelariella
Sp. (1) Lokasi : Melekat pada
batang pohon
(Nologaten)

6. Warna : Hijau muda


Tipe : Crustose
Diameter : -
Candelariella Lokasi : Melekat pada
Sp. (2)
batang pohon
(Nologaten)

Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan, data yang berhasil dikumpulkan yaitu berupa
data morfologi (makroskopi). Lokasi pengambilan sampel pertama dilakukan di area
Wisdom Park UGM sedangkan lokasi kedua berada di jalan raya daerah Nologaten,
Yogyakarta. Jenis-jenis lichen yang berhasil ditemukan yaitu diantaranya :
Flavopunctelia Sp., Hafellia Sp., Sp., Lepraria Sp., Dirinaria Sp., Candelariella Sp.
(1), Candelariella Sp. (2).
1) Flavopunctelia Sp. yang ditemukan saat pengamatan memiliki warna hijau
keabu-abuan dan sedikit kebiruan. Lichen jenis ini memiliki tipe thallus Foliose
yang strukturnya seperti daun dan tersusun oleh lobus-lobus. Thallus tersebut
melekat pada substrat cenderung lebih longgar dibandingkan tipe thallus
Crustose.
2) Hafellia Sp. yang ditemukan saat pengamatan memiliki bentuk bulat menyebar
di permukaan kulit batang pohon. Tipe thallus nya adalah Crustose dengan ciri
menempel erat pada substrat kulit pohon yang ditempatinya. Sehingga tampak
tipis dan menyatu dengan substrat. Lichen ini memiliki warna hijau keabu-
abuan dan pada permukaan thallus terdapat tonjolan-tonjolan kecil yang
berfungsi sebagai alat propagasi vegetatif.
3) Lepraria sp. merupakan lichen ketiga yang ditemukan pada batang pohon
(Wisdom Park UGM ). Lepraria sp. yang ditemukan berwarna abu-abu,
memiliki tipe thallus Crustose yang seperti tepung dan sulit untuk dipisahkan
langsung dari substratnya. Tipe Crustose memiliki thallus yang tipis dan
berukuran kecil.
4) Dirinaria sp. memiliki struktur thallus lebih longgar menempel di substrat
dengan pinggir berlekuk dan berwarna hijau muda keabu-abuan. Menurut
Panjaitan (2012), Physciaceae adalah famili yang memiliki karakteristik thallus
foliose berbentuk orbicular dan tersebar tidak beraturan. Dirinaria sp. yang
diamati berukuran 4 cm.
5) Candelariella Sp. Ada dua lichen jenis Candelariella Sp. yang ditemukan saat
pengamatan namun memiliki ciri morfologi yang sedikit berbeda. Perbedaan
pertama terletak pada warna thallusnya, satu jenis berwarna hijau tua (cerah)
sedangkan satunya lagi berwarna hijau muda. Lichen jenis ini memiliki tipe
thallus Crrustose.

Menurut Kusuma (2011) lichen berguna dalam menunjukkan beban polusi yang
terjadi dalam waktu yang lama. Komunitas lichen yang tumbuh di kulit pohon (spesies
corticolous), dinding dan batuan (spesies saxicolous) menunjukkan perubahan yang
signifikan dalam menanggapi polusi udara, khususnya sulfur dioksida (SO2), senyawa
flouro-(F), deposisi senyawa nitrogen dan ozon (O3). Terdapat 4 tipe thallus yang dapat
dijadikan acuan apakah kawasan tersebut sudah tercemar ataupun belum yaitu foliose
(mentoleransi pencemaran udara), crustose (sedikit mentoleransi pencemaran udara),
fructicose dan squamulose (sensitive terhadap pencemaran udara) (Hasairin dkk, 2015).
Berdasarkan hasil pengamatan, lichen yang ditemukan memiliki dua tipe
thallus . Tiga diantara jenis tersebut ditemukan di area Wisdom Park UGM sedangkan
sisanya ditemukan di jalan raya daerah Nologaten, Yogyakarta. Hasil pengamatan
pertama (Wisdom Park UGM) yaitu Hafellia Sp. (Crustose), Lepraria Sp. (Crustose)
dan Flavopunctelia Sp. (Foliose). Sedangkan pengamatan kedua, yaitu Dirinaria Sp.
(Foliose), dan dua jenis lichen yang memiliki tipe thallus Crustose yaitu Candelariella
Sp. (1), Candelariella Sp. (2).
Berdasarkan hasil pengamatan, tipe Crustose ditemukan lebih banyak
dibandingkan tipe Foliose. Tipe Crustose paling banyak ditemukan karena tipe ini
memiliki bentuk kerak dan cenderung melekat pada batang sehingga kebutuhan air
sedikit dan hal tersebut menggambarkan bahwa tipe talus Crustose mudah tumbuh
karena pertumbuhan Lichens dipengaruhi oleh tanaman inang dan umur tumbuhan. Hal
ini menunjukkan bahwa suhu dan kelembaban udara individu tanaman inang
mempengaruhi pertumbuhan lichens, karena lichens memiliki sensitifitas suhu yang
berbeda-beda yang dapat menghambat fotosintesis lichens . Pertumbuhan lichens
didukung oleh berbagai faktor lingkungan yaitu faktor biotik yang yang terdiri dari jenis
tanaman sebagai substrat bagi lichens. Selain itu ada faktor abiotik yang ikut berperan
berupa suhu udara, kelembaban, intensitas cahaya sangat mendukung pertumbuhan
lichens. Hal tersebut menunjukkan bahwa spesies-spesies tersebut (Hafellia Sp.,
Lepraria Sp. dan Candelariella Sp.) mempunyai kisaran toleransi yang cukup luas
terhadap faktor lingkungan.
Sedangkan lichen foliose atau disebut juga leafy lichen, memiliki struktur
thallus yang luas dan dapat dengan mudah dilepaskan dari substratnya. Permukaan talus
yang luas menyebabkan lichen foliose memiliki kontak yang lebih besar dengan polutan
sehingga akumulasi polutan lebih efisien dibandingkan tipe thallus lainnya. Tipe
morfologi talus foliose juga mudah ditemukan karena memiliki jaringan heteromerous,
sehingga thallus ini terdapat beberapa lapisan. Thallus foliose ini mampu memelihara
kelembapan yang dilakukan pada lapisan medulla sehingga memungkinkan untuk
hidup dalam kondisi lingkungan yang berbeda.
Seperti yang tertera dalam tabel hasil pengamatan, tipe thallus Foliose dan
Crustose memiliki warna hijau tua dan hijau keabuan. Warna thallus dapat semakin
menggelap seiring dengan bertambahnya umur serta khasnya akan mengikuti tempat
kondisi dan tempat tumbuhnya (Fink,1961 diacu dalam Pratiwi, 2006). Perubahan
warna dapat terjadi karena adanya perubahan kadar klorofil pada thallus Lichen yang
disebabkan gas-gas yang bersifat racun/pencemar (Kovaks,1992;
Hawksworth&Rese,1976 diacu dalam Wijaya, 2004). Semakin banyak kandungan gas
beracun pada thallus lichens, maka kadar klorofil akan semakin berkurang dan akan
selalu mengalami perubahan warna dari waktu ke waktu (Kovaks, 1992).
Lichens dapat dimanfaatkan sebagai bioindikator pencemaran udara. Hal ini
disebabkan secara morfologi thalus lichen tidak memiliki kutikula. Tidak memiliki
klorofil karena lichen merupakan asosiasi antara alga dan jamur atau jika ada pun
jumlahnya sangat rendah. Kondisi organisme seperti ini yaitu akumulasi klorofil rendah,
tidak memiliki kutikula, mengabsorbsi air dan nutrien secara langsung dari udara dan
dapat mengakumulasi berbagai material tanpa seleksi serta bahan yang terakumulasi
tidak akan terekskresi lagi. Adanya kuantitasi jumlah polutan di udara menyebabkan
terhambatnya pertumbuhan lumut kerak dan penurunan jumlah jenis . Tingginya
keragaman lichen menunjukkan kondisi ekosistem yang sehat. Sedangkan hilangnya
lichen di alam menandakan ketidakseimbangan ekosistem.
Jika dibandingkan dengan hasil pengamatan, hanya ditemukan dua jenis lichen
yang berarti keanekaragamannya sangat sedikit. Sehingga dapat dikatakan bahwa
kondisi ekosistem di lokasi pengambilan sampel tidak cukup baik. Hal ini juga
dimungkinkan karena salah satu lokasi pengambilan sampel merupakan pinggiran jalan
raya dimana akan banyak sekali asap kendaraan bermotor yang terakumulasi di udara
dan menyebabkan penurunan kualitas udara di sekitarnya. Sedangkan lokasi
pengambilan sampel lainnya yaitu di Wisdom Park UGM. Meskipun sampel di
dapatkan dari area taman, tidak menutup kemungkinan adanya pencemaran udara. Hal
ini dikarenakan Wisdom Park UGM juga berada tepat dipinggir jalan besar daerah
Masjid Agung UGM dan disekitar taman tersebut terdapat pemukiman warga beserta
titik pengumpulan sampah yang biasa dilakukan pembakaran yang mungkin juga
menimbulkan asap pembakaran sampah.

7. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan diatas, dapat disimpulkan


bahwa ditemukan enam jenis lichens yang terdiri atas dua tipe thallus yang berbeda
yaitu tipe Foliose dan Crustose. Lichen dengan tipe thallus Crustose merupakan lichen
yang paling banyak ditemukan. Hal ini dikarenakan golongan Crustose mampu
memtolerir pencemaran udara di sekitarnya. Selain itu Tipe Crustose paling banyak
ditemukan karena tipe ini memiliki bentuk kerak dan cenderung melekat pada batang
sehingga kebutuhan air sedikit dan hal tersebut menggambarkan bahwa tipe thallus
Crustose mudah tumbuh karena pertumbuhan lichens dipengaruhi oleh tanaman inang
dan umur tumbuhan. Hubungan antara tingkat pencemaran udara dengan
keanekaragaman lichen dapat dibuktikan dengan sensitifitas dari lichen. Sensitifitas
lichen terhadap pencemaran udara dapat dilihat melalui perubahan keanekaragamannya
dan akumulasi polutan pada thallusnya. Semakin tinggi tingkat pencemaran udaranya,
maka semakin rendah tingkat keanekaragaman jenis dari lichen yang ditemukan.
Keanekaragaman lichen yang ditemukan pada pengamatan ini sangat sedikit (2 jenis),
hal ini mengindikasikan bahwa kondisi udara di lokasi pengambilan sampel tidak cukup
bagus. Adanya kuantitasi jumlah polutan di udara menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan lumut kerak dan penurunan jumlah jenis. Ini adalah bukti bahwa lichens
dapat berperan sebagai bioindikator pencemaran udara.
8. DAFTAR PUSTAKA

Beaching, S. Q., & Hill, R. (2007). Guide to Twelve Common & Conspicuous Lichens
of Georgia’s Piedmont. Georgia : University of Georgia Atlanta (UGA).

Cambell, N.A, Reece, B.J,Mitchell, G.L.2003.Biologi Edisi Kelima Jilid 2.Jakarta :


Erlangga

Conti ME, Cecchetti G. 2000. Biological monitoring: lichens as bioindicators of


air pollution assessment – a review. Environmentall Pollution 114 : 47-492

Hadiyati, M., Setyawati, R. & Mukarlina. (2013). Kandungan Sulfur Dan Klorofil
Thallus Lichen Parmelia sp. danGraphis Sp. pada Pohon Peneduh Jalan Di
Kecamatan Pontianak Utara. Protobiont, 2 (1).

Hasairin, A., Pasaribu, Sudirman & Widhiastuti, R. (2015). Accumulation of Lead


(Pb) in the Talus Lichenes Contained in Mahogany Tree Stands of Roadside of
Medan City. Environment and Pollution: 4 (1), 19.

Kovacs, M. 1992. Indicators in Environmental Protection. New York : Ellis


Horwood.

Loopi S, Ivanov D, Boccardi R. 2002. Biodiversity of Epiphytic Lichens and Air


Pollution in the Town of Siena (Central Italy. Environmental Pollution 116 :
123-128

Muzzayinah. (2005). Keanekaragaman Tumbuhan Tak Berpembuluh. Surakarta :


UNS Press.

Panjaitan, D.M & Fatmawati, Martina A.2011. Keanekaragaman Linchen Sebagai


Bioindikator Pencemaran Kota Pekanbaru Provinsi Riau. Jurnal Ilmiah.
Riau : Universitas Riau.

Panjaitan, D. M., Fitmawati & Martina, A. (2014). Keanekaragaman Lichen Sebagai


Bioindikator Pencemaran Udara Di Kota Pekanbaru Provinsi Riau.
Universitas Riau : Jurusan Biologi Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam.

Pratiwi, ME. 2006. Kajian Lumut Kerak Sebagai Bioindikator Kualitas Udara (Studi
Kasus: Kawasan Industri Pulo Gadung, Arboretum Cibubur dan Tegakan
Mahoni Cikabayan). Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Richardson, D.H.S. 1992. Pollution Monitoring With Lichen. England : Richmond


Publishing Co. Ltd. p.12-22
Rout, J., Pulakdas, & Uperti, D.K. 2010. Epiphytic Lichen Diversity in a Reserve
Forest in Southern Assam Northeast India. Tropical Ecology. 2 : 281-288.

Wijaya, L.F. 2004. Biomonitoring Beberapa Kandungan Logam Mempergunakan


Parmelia wallichiana Tayl di Wilayah Muntakul Buruz Bandung. Skripsi.
Bandung : Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam.Universitas Padjajaran.

Yudianto, S.A. (1992). Pengantar Cryptogamae. Bandung : Tarsito.

Yurnaliza. (2002). Lichenes (Karkteristik, Klasifikasi, dan Kegunaan). Medan : USU


Digital Library.

http://eprints.ums.ac.id/53740/1/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf // diakses 15
September 2020 Pukul 22.03 WIB

https://www.researchgate.net/publication/330846254_KEANEKARAGAMAN_LIC
EN_SEBAGAI_BIOMONITORING_KUALITAS_HUTAN_DI_LERENG_
ELATAN_GUNUNG_MERAPI_YOGYAKARTA_1 // diakses 15 September
2020 Pukul 22.11 WIB

https://journal.trunojoyo.ac.id/penasains/article/download/1118/1183 // diakses 15
September 2020 Pukul 23.19 WIB

https://media.neliti.com/media/publications/175614-ID-keragaman-dan-kemampuan
lichen-menyerap.pdf // diakses 15 September 2020 Pukul 23.37 WIB

https://media.neliti.com/media/publications/175137-ID-identifikasi-lumut-kerak
lichen-di-area.pdf // diakses 15 September 2020 Pukul 23.46 WIB

http://wgbis.ces.iisc.ernet.in/biodiversity/sahyadri_enews/newsletter/issue34/reports/
%20guide%20to%20the%20study%20of%20lichens.pdf // diakses 16
September 2020 Pukul 10.17 WIB

https://ojs.unud.ac.id/index.php/BIO/article/view/598/418 // diakses 16 September


2020 Pukul 10.42 WIB

Anda mungkin juga menyukai