Disusun Oleh:
1. Dinda Ayuningtyas (C1F015073)
2. Rizki Febrian (C1F015074)
3. Maftuh Prihantono (C1F015076)
4. Wika Wahyu Firmansyah Putra (C1F015088)
5. Reza Pranata Putra (C1F015094)
6. Sulton (C1F015095)
Puji syukur Penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini sebagai bagian
dari pemenuhan tugas mata kuliah Auditing program alih jenjang S1-Akuntansi
Program Beasiswa STAR-BPKP Batch VI.
Tim Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................
....................................................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................................
...................................................................................................................................................... iii
I. PENDAHULUAN...................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang....................................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................. 4
C. Tujuan Penyusunan Makalah................................................................................................. 4
II. PEMBAHASAN......................................................................................................................... 5
A. Bukti Audit.......................................................................................................................... 7
1. Pengertian Bukti Audit................................................................................................. 7
2. Persuasivitas Bukti Audit............................................................................................. 7
3. Evaluasi Bukti Audit.................................................................................................... 9
4. Prosedur Audit Untuk Memperoleh Bukti Audit......................................................... 9
5. Tingkatan Bukti Audit..................................................................................................
.................................................................................................................................. 11
6. Keputusan Auditor Berkaitan dengan Bukti Audit.......................................................
.................................................................................................................................. 11
7. Situasi Audit yang Mengandung Risiko Besar.............................................................
.................................................................................................................................. 12
iii
5. Format Kertas Kerja Pemeriksaan................................................................................
.................................................................................................................................. 16
6. Organisasi Kertas Kerja Pemeriksaan..........................................................................
.................................................................................................................................. 17
7. Kepemilikan Kertas Kerja Pemeriksaan.......................................................................
.................................................................................................................................. 17
8. Pengarsipan dan Penyimpanan Kertas Kerja Pemeriksaan..........................................
.................................................................................................................................. 17
C. Contoh Kasus.......................................................................................................................
......................................................................................................................................... 18
III. PENUTUP................................................................................................................................
28
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................
..................................................................................................................................................... 29
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Auditing adalah suatu proses dengan apa seseorang yang mampu dan independen
dapat menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti dari keterangan yang terukur dari suatu
kesatuan ekonomi dengan tujuan untuk mempertimbangkan dan melaporkan tingkat
kesesuaian dari keterangan yang terukur tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Dua diantara beberapa banyak aspek yang harus dipahami dengan baik dalam proses
auditing adalah memahami esensi dari bukti audit dan kertas kerja. Pertama terkait dengan
bukti audit, auditor harus dapat mengumpulkan dan mengevaluasi bukti yang cukup dan
kompeten agar dapat mendukung kesimpulan audit. Bukti audit sangat besar pengaruhnya
terhadap kesimpulan yang ditarik oleh auditor dalam rangka memberikan pendapat atas
laporan keuangan yang diauditnya. Oleh karena itu auditor harus mengumpulkan dan
mengevaluasi bukti yang cukup dan kompeten agar kesimpulan yang diambilnya tidak
menyesatkan bagi pihak pemakai dan juga untuk menghindar dari tuntutan pihak – pihak
yang berkepentingan di kemudian hari apabila pendapat yang diberikannya tidak pantas.
Tipe bukti audit berupa dokumentasi (bukti dokumenter) juga penting bagi auditor.
Namun, dokumentasi pendukung yang dibuat dan hanya digunakan dalam organisasi klien
merupakan bukti audit yang kualitasnya lebih rendah karena tidak adanya pengecekan dari
pihak luar yang bebas. Bukti audit tersebut juga harus didokumentasikan dengan baik
dalam kertas kerja audit. Hal itu dimaksudkan agar mudah dipahami oleh pihak-pihak
yang berkepentingan dalam melakukan analisis dan evaluasi.
Kedua, kertas kerja (working paper) merupakan mata rantai yang menghubungkan
catatan klien dengan laporan audit. Sebagaimana diuraikan sebelumnya, dalam proses
auditing, auditor perlu mengumpulkan berbagai tipe bukti dan selanjutnya guna
mendukung simpulan dan pendapat maka auditor harus membuat kertas kerja. Kertas kerja
akan dijadikan panduan bagi auditor dalam penyusunan pendapat dan kesimpulan audit
atas laporan keuangan berdasarkan standar auditing yang berlaku. Begitu pentingnya
kertas kerja harus dijaga mutunya melalui proses review secara berjenjang.
5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengidentifikasi merumuskan
beberapa masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep-konsep berkaitan dengan bukti audit?
2. Bagaimana konsep-konsep berkaitan dengan kertas kerja pemeriksaan?
3. Apa contoh kasus yang berkaitan dengan bukti audit dan kertas kerja pemeriksaan?
6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Bukti Audit
1. Pengertian Bukti Audit
Dalam buku Auditing & Assurance Services: A Systematic Approach, Messier,
Glower, dan Prawitt (2006) menjelaskan bahwa bukti audit adalah seluruh informasi yang
digunakan oleh auditor untuk mencapai kesimpulan yang menjadi dasar pendapat audit
dan mencakup informasi yang terdapat dalam catatan-catatan akuntansi yang mendasari
laporan keuangan serta informasi lainnya. Sedangkan Mulyadi (2002) menyatakan bahwa
bukti audit adalah segala informasi yang mendukung angka-angka atau informasi lain
yang disajikan dalam laporan keuangan yang dapat digunakan oleh auditor sebagai dasar
yang layak untuk menyatakan pendapatnya.
Bukti audit terdiri atas data akuntansi dan informasi pendukung lainnya, yang
digunakan auditor sebagai dasar untuk menyatakan pendapatnya mengenai kewajaran
laporan keuangan tersebut. Adapun jenis bukti audit yang diperlukan oleh seorang auditor
terdiri dari:
a. Data akuntansi
Salah satu tipe bukti audit adalah data akuntansi yaitu seperti: jurnal, buku besar, dan
buku pembantu, serta buku pedoman akuntansi, memorandum dan catatan tidak resmi.
b. Semua informasi penguat (corroborating information) yang tersedia bagi auditor.
Informasi penguat meliputi segala dokumen seperti cek, faktur, surat kontrak, notulen
rapat, konfirmasi, dan pernyataan tertulis dari pihak yang mengetahui informasi yang
diperoleh auditor melalui permintaan keterangan, pengamatan, infeksi dan
pemeriksaan fisik, serta informasi lain yang dikembangkan oleh atau tersedia bagi
auditor yang memungkinkannya untuk menarik kesimpulan berdasarkan alasan yang
kuat.
7
a. Kompetensi Bukti Audit
Kompetensi bukti audit berhubungan dengan kualitas atau keandalan data akuntansi
dan informasi penguat. Keandalan catatan akuntansi dipengaruhi secara langsung oleh
efektivitas pengendalian intern. Pengendalian intern yang kuat menyebabkan
keandalan catatan akuntansi dan bukti-bukti lainnya yang dibuat dalam organisasi
klien. Kompetensi informasi penguat dipengaruhi oleh berbagai faktor berikut ini:
1) Relevansi
Bukti audit harus berkaitan dengan tujuan audit. Suatu bukti mungkin relevan
dalam suatu tujuan audit, tetapi tidak relevan dalam tujuan audit yang lain.
2) Sumber
Secara garis besar, sumber-sumber informasi yang dapat mempengaruhi kompetensi
bukti yang diperoleh adalah sebagai berikut:
bukti audit berasal dari klien ataupun di luar organisasi klien;
bukti yang diperoleh dari pihak independen lebih dapat diandalkan;
efektivitas internal control. Semakin efektif internal control perusahaan,
semakin tinggi tingkat keandalan bukti yang diperoleh secara langsung oleh
auditor; dan
kualifikasi pemberi informasi.
3) Ketepatan waktu
Faktor ini berkaitan dengan tanggal berlakunya bukti yang diperoleh oleh auditor.
Untuk saldo akun-akun neraca, bukti yang diperoleh yang dekat tanggal neraca
memiliki tingkat keandalan yang lebih tinggi. Untuk akun-akun lainnya, bukti lebih
meyakinkan bila diperoleh dari sampel yang dipilih sepanjang periode laporan.
4) Objektivitas
Objektifitas adalah sesuatu yang sangat penting. Bukti objektif umumnya lebih
andal dibandingkan dengan bukti yang bersifat subjektif.
8
material). Untuk akun yang mempunyai kemungkinan atau risiko salah saji yang
tinggi untuk disajikan salah dalam laporan keuangan, jumlah bukti audit yang
dikumpulkan oleh auditor umumnya lebih banyak bila dibandingkan dengan akun
yang memiliki kemungkinan kecil salah saji.
2) Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi dapat dilihat dari pertimbangan mengenai segi waktu dan biaya.
Misalnya, dibandingkan dengan memeriksa seluruh bukti, meskipun dalam audit
seorang auditor hanya memeriksa jumlah bukti yang sedikit, tetapi asal dapat
memberikan keyakinan yang tinggi, maka dengan pertimbangan waktu dan biaya
hal tersebut tepat dilakukan.
3) Ukuran dan Karakteristik Populasi
Ukuran populasi ditentukan oleh banyaknya item dalam populasi. Semakin besar
populasi semakin banyak bukti yang diperlukan. Karakteristik populasi ditentukan
oleh homogenitas anggota populasi. Semakin homogen suatu populasi maka jumlah
bukti audit yang dipilih lebih kecil dibandingkan dengan populasi yang heterogen.
9
b. Pengamatan (Observation)
Pengamatan merupakan prosedur audit yang digunakan oleh auditor untuk melihat
pelaksanaan suatu kegiatan.
c. Konfirmasi
Konfirmasi merupakan bentuk penyelidikan yang memungkinkan auditor memperoleh
informasi secara langsung dari pihak ketiga yang bebas dari kepentingan dan
independen.
Konfirmasi terdiri atas 2 tipe, yakni :
1) Konfirmasi positif. Pada konfirmasi ini, pihak ketiga diminta untuk menjawab baik
informasi yang diterimanya akurat maupun tidak akurat.
2) Konfirmasi negatif. Pada konfirmasi ini, pihak ketiga diminta untuk menjawab jika
informasi yang diterimanya tidak akurat.
d. Permintaan keterangan/tanya jawab
Permintaan keterangan merupakan prosedur audit yang dilakukan dengan meminta
keterangan secara lisan. Bukti audit yang dihasilkan dari prosedur ini adalah bukti lisan
dan dokumenter.
e. Penelusuran/Tracing
Dalam melaksanakan prosedur audit ini, auditor melakukan penelusuran informasi
sejak mula-mula data tersebut direkam pertama kali dalam dokumen, dilanjutkan
dengan pelacakan pengolahan data tersebut dalam proses akuntansi.
f. Prosedur analitis
Prosedur analitis merupakan pemeriksaan dokumen pendukung yang meliputi:
1) Pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen yang mendukung suatu transaksi atau data
keuangan untuk menentukan kewajaran dan kebenarannya.
2) Pembandingan dokumen tersebut dengan catatan akuntansi yang berkaitan.
g. Perhitungan kembali
Perhitungan kembali merupakan pemeriksaan keakuratan matematis dari dokumen atau
suatu catatan.
h. Scanning
Scanning merupakan review secara cepat terhadap dokumen, catatan dan daftar untuk
mendeteksi unsur-unsur yang tampak tidak biasa yang memerlukan penyelidikan lebih
mendalam.
10
i. Pelaksanaan ulang (reperforming)
Prosedur audit ini merupakan pengulangan aktivitas yang dilaksanakan oleh klien.
Umumnya pelaksanaan ulang diterapkan pada perhitungan dan rekonsiliasi yang telah
dilakukan oleh klien.
j. Teknik audit berbantuan komputer (computer-assisted audit techniques)
Bilamana catatan akuntansi klien diselenggarakan dalam media elektronik, auditor
perlu menggunakan teknik audit berbantuan komputer dalam menggunakan berbagai
prosedur audit yang dijelaskan diatas. Teknik terkadang disamakan dengan atau
merupakan bagian proses dalam pelaksanaan prosedur penghitungan kembali.
Hierarki di atas merupakan panduan secara umum, dalam setiap jenis perusahaan
tentu dapat berbeda kondisinya atau terdapat beberapa pengecualian, misalnya konfirmasi
dapat dipandang sebagai bukti dengan tingkat keandalan tinggi jika dilakukan terhadap
pihak ketiga yang mempunyai kredibilitas tinggi dan inpendensi yang diakui banyak
pihak.
12
karena itu, auditor harus waspada jika menghadapi situasi audit yang mengandung risiko
besar seperti beberapa contoh berikut ini.
a. Pengendalian intern yang lemah
Pengendalian intern menentukan jumlah dan kualitas bukti yang harus dikumpulkan
oleh auditor. Jika pengendalian intern lemah, maka bukti yang diperlukan lebih banyak
dan lebih rinci, demikian juga sebaliknya.
b. Kondisi keuangan yang tidak sehat
Kondisi keuangan yang tidak sehat terkait utang dan piutang perusahaan cenderung
memicu perusahaan untuk memanipulasi laporan keuangan terkait utang dan piutang
nya.
c. Manajemen yang tidak dapat dipercaya
Seorang auditor seyogyanya juga mengetahui latar belakang dan riwayat direktur dan
manajemen perusahaan serta tetap waspada terhadap pernyataan-pernyataan lisan dari
manajemen.
d. Penggantian auditor
Jika suatu perusahaan tanpa alasan yang jelas mengganti auditornya dapat disebabkan
karena ketidakpuasan perusahaan atas auditor sebelumnya atau karena adanya
perselisihan antara perusahaan dan auditor lama. Maka dari itu, auditor harus lebih
cermat jika menghadapi situasi semacam ini.
13
Standar audit (SA Seksi 339 Nomor 05) menjelaskan bahwa kuantitas, tipe, dan isi
kertas kerja bervariasi dengan keadaan yang dihadapi oleh auditor, namun harus cukup
memperlihatkan bahwa catatan akuntansi cocok dengan laporan keuangan atau informasi
lain yang dilaporkan serta standar pekerjaan lapangan yang dapat diterapkan telah
diamati. Kertas kerja biasanya harus berisi dokumentasi yang memperlihatkan:
a. Pekerjaan telah direncanakan dan disupervisi dengan baik, yang menunjukkan
diamatinya standar pekerjaan lapangan yang pertama.
b. Pemahaman memadai atas pengendalian intern telah diperoleh untuk merencanakan
audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang telah dilakukan.
c. Bukti audit yang telah diperoleh, prosedur audit yang telah diterapkan, dan pengujian
yang telah dilaksanakan, memberikan bukti kompeten yang cukup sebagai dasar
memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan, yang menunjukkan
diamatinya standar pekerjaan lapangan ketiga.
15
tertentu telah dinilai dengan tidak benar, jurnal penyesuaian dibukukan di catatan klien
maupun kertas kerja neraca saldo. Jurnal reklasifikasi dibuat untuk menyajikan
informasi dengan benar mengenai laporan keuangan. Jurnal reklasifikasi mempengaruhi
akun laporan laba rugi atau akun neraca, tetapi tidak keduanya. Misalnya, jurnal
reklasifikasi mungkin perlu untuk menyajikan kewajiban lancar dari porsi utang jangka
panjang yang akan jatuh tempo.
16
6. Organisasi Kertas Kerja Pemeriksaan
Kertas kerja pemeriksaan perlu diorganisasikan sehingga anggota tim audit (dan
lainnya) dapat menemukan bukti audit untuk mendukung tiap akun laporan keuangan.
Meskipun tidak ada panduan khusus yang mendikte bagaimana hal ini harus dicapai.
Laporan keuangan berisi akun dan jumlah yang ditampilkan di laporan audit. Akun ini
berasal dari kertas kerja neraca saldo, yang meringkas akun buku besar umum yang
terdapat di setiap skedul utama. Setiap skedul utama meliputi akun buku besar umum yang
merupakan bagian dari akun laporan keuangan. Jenis kertas kerja pemeriksaan yang
berbeda (analisis akun, daftar akun, konfirmasi dan seterusnya) kemudian digunakan
untuk mendukung setiap akun buku besar umum. Tiap dokumen audit ini diberi indeks
dan semua jumlah yang penting diberi referensi silang di antara dokumen audit.
17
Pada umumnya kertas kerja diarsipkan menurut dua kategori sebagai berikut yakni
file permanen dan file tahun berjalan. File permanen (permanent file) memuat data yang
diharapkan tetap bermanfaat bagi auditor dalam banyak perikatan dengan klien di masa
mendatang. Sebaliknya, file tahun berjalan (current file) memuat informasi penguat yang
berkenaan dengan pelaksanaan program audit tahun berjalan saja.
Pada umumnya item-item yang dijumpai dalam berkas permanen ialah :
1. Salinan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga klien
2. Bagan akun dan manual atau pedoman prosedur
3. Struktur organisasi
4. Tata letak pabrik, proses produksi, dan produk-produk utama
5. Ketentuan-ketentuan dalam modal saham dan penerbitan obligasi
6. Salinan kontrak jangka panjang, seperti sewa guna usaha, rencana pensiun, perjanjian
pembagian laba dan bonus
7. Skedul amortisasi kewajiban jangka panjang serta penyusutan aktiva pabrik
8. Ikhtisar prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan oleh klien
C. Contoh Kasus
Kasus I
Skandal Manipulasi Laporan Keuangan PT. Kimia Farma Tbk.
Permasalahan
18
overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7
miliar.
Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada
dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur
produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1
dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan
dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember
2001. Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan
dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada
unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi.
Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan
keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal
mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu
manajemen melakukan kecurangan tersebut.
Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan mendasar harus
diperlakukan secara retrospektif dengan melakukan penyajian kembali (restatement) untuk
periode yang telah disajikan sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap masa
sebelum periode sajian sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode.
Pengecualian dilakukan apabila dianggap tidak praktis atau secara khusus diatur lain
dalam ketentuan masa transisi penerapan standar akuntansi keuangan baru”.
Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, maka:
Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002 diwajibkan
membayar sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas Negara,
karena melakukan kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan per 31
Desember 2001.
Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT
Kimia Farma (Persero) Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus
juta rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena atas risiko audit yang tidak berhasil
mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero)
Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan.
Tetapi, KAP HTM tetap diwajibkan membayar denda karena dianggap telah gagal
menerapkan Persyaratan Profesional yang disyaratkan di SPAP SA Seksi 110 – Tanggung
Jawab & Fungsi Auditor Independen, paragraf 04 Persyaratan Profesional, dimana
disebutkan bahwa persyaratan profesional yang dituntut dari auditor independen adalah
orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman berpraktik sebagai auditor independen.
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) melakukan pemeriksaan atau penyidikan baik
atas manajemen lama direksi PT Kimia Farma Tbk. ataupun terhadap akuntan publik Hans
Tuanakotta dan Mustofa (HTM). Dan akuntan publik (Hans Tuanakotta dan Mustofa)
harus bertanggung jawab, karena akuntan publik ini juga yang mengaudit Kimia Farma
tahun buku 31 Desember 2001 dan dengan yang interim 30 Juni tahun 2002.
20
Pada saat audit 31 Desember 2001 akuntan belum menemukan kesalahan pencatatan atas
laporan keuangan. Tapi setelah audit interim 2002 akuntan publik Hans Tuanakotta
Mustofa (HTM) menemukan kesalahan pencatatan alas laporan keuangan. Sehingga
Bapepam sebagai lembaga pengawas pasar modal bekerjasama dengan Direktorat
Akuntansi dan Jasa Penilai Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan yang mempunyai
kewenangan untuk mengawasi para akuntan publik untuk mencari bukti-bukti atas
keterlibatan akuntan publik dalam kesalahan pencatatan laporan keuangan pada PT. Kimia
Farma Tbk. untuk tahun buku 2001.
Namun dalam hal ini seharusnya akuntan publik bertindak secara independen karena
mereka adalah pihak yang bertugas memeriksa dan melaporkan adanya ketidakwajaran
dalam pencatatan laporan keuangan. Dalam UU Pasar Modal 1995 disebutkan apabila di
temukan adanya kesalahan, selambat-lambamya dalam tiga hari kerja, akuntan publik
harus sudah melaporkannya ke Bapepam. Dan apabila temuannya tersebut tidak
dilaporkan maka auditor tersebut dapat dikenai pidana, karena ada ketentuan yang
mengatur bahwa setiap profesi akuntan itu wajib melaporkan temuan kalau ada emiten
yang melakukan pelanggaran peraturan pasar modal. Sehingga perlu dilakukan penyajian
kembali laporan keuangan PT. Kimia Farma Tbk. dikarenakan adanya kesalahan
pencatatan yang mendasar, akan tetapi kebanyakan auditor mengatakan bahwa mereka
telah mengaudit sesuai dengan standar profesional akuntan publik. Akuntan publik Hans
Tuanakotta & Mustofa ikut bersalah dalam manipulasi laporan keuangan, karena sebagai
auditor independen akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) seharusnya
mengetahui laporan-laporan yang diauditnya itu apakah berdasarkan laporan fiktif atau
tidak.
Mantan direksi PT Kimia Farma Tbk. Telah terbukti melakukan pelanggaran dalam kasus
dugaan penggelembungan (mark up) laba bersih di laporan keuangan perusahaan milik
negara untuk tahun buku 2001. Kantor Menteri BUMN meminta agar kantor akuntan itu
menyatakan kembali (restated) hasil sesungguhnya dari laporan keuangan Kimia Farma
tahun buku 2001. Sementara itu, direksi lama yang terlibat akan diminta
pertanggungjawabannya. Seperti diketahui, perusahaan farmasi terbesar di Indonesia itu
21
telah mencatatkan laba bersih 2001 sebesar Rp 132,3 miliar. Namun kemudian Badan
Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai, pencatatan tersebut mengandung unsur
rekayasa dan telah terjadi penggelembungan. Terbukti setelah dilakukan audit ulang, laba
bersih 2001 seharusnya hanya sekitar Rp 100 miliar. Sehingga diperlukan lagi audit ulang
laporan keuangan per 31 Desember 2001 dan laporan keuangan per 30 Juni 2002 yang
nantinya akan dipublikasikan kepada publik.
Setelah hasil audit selesai dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik Hans Tuanakotta &
Mustafa, akan segera dilaporkan ke Bapepam. Dan Kimia Farma juga siap melakukan
revisi dan menyajikan kembali laporan keuangan 2001, jika nanti ternyata ditemukan
kesalahan dalam pencatatan. Untuk itu, perlu dilaksanakan rapat umum pemegang saham
luar biasa sebagai bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada publik. Meskipun
nantinya laba bersih Kimia Farma hanya tercantum sebesar Rp 100 miliar, investor akan
tetap menilai bagus laporan keuangan. Dalam persoalan Kimia Farma, sudah jelas yang
bertanggung jawab atas terjadinya kesalahan pencatatan laporan keuangan yang
menyebabkan laba terlihat di-mark up ini, merupakan kesalahan manajemen lama.
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai kesalahan pencatatan dalam laporan
keuangan PT Kimia Farma Tbk. tahun buku 2001 dapat dikategorikan sebagai tindak
pidana di pasar modal. Kesalahan pencatatan itu terkait dengan adanya rekayasa keuangan
dan menimbulkan pernyataan yang menyesatkan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan. Bukti-bukti tersebut antara lain adalah kesalahan pencatatan apakah
dilakukan secara tidak sengaja atau memang sengaja diniatkan. Tapi bagaimana pun,
pelanggarannya tetap ada karena laporan keuangan itu telah dipakai investor untuk
bertransaksi. Seperti diketahui, perusahaan farmasi itu sempat melansir laba bersih sebesar
Rp 132 miliar dalam laporan keuangan tahun buku 2001. Namun, kementerian Badan
Usaha Milik Negara selaku pemegang saham mayoritas mengetahui adanya
ketidakberesan laporan keuangan tersebut. Sehingga meminta akuntan publik Kimia
Farma, yaitu Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) menyajikan kembali (restated) laporan
keuangan Kimia Farma 2001. HTM sendiri telah mengoreksi laba bersih Kimia Farma
tahun buku 2001 menjadi Rp 99 milliar. Koreksi ini dalam bentuk penyajian kembali
laporan keuangan itu telah disepakati para pemegang saham Kimia Farma dalam rapat
umum pemegang saham luar biasa. Dalam rapat tersebut, akhirnya pemegang saham
22
Kimia Farma secara aklamasi menyetujui tidak memakai lagi jasa HTM sebagai akuntan
publik.
PEMBAHASAN
Keterkaitan bukti audit pada kasus Kimia Farma di atas adalah bukti yang diperoleh oleh
KAP HTM auditor independen yang memeriksa Kimia Farma telah dimanipulasi oleh
manajemen. Manipulasi tersebut bertujuan untuk meningkatkan penjualan yang pada
akhirnya akan meningkatkan laba perusahaan. Bukti yang diberikan manajemen berupa
master prices telah digelembungkan nilainya sehingga lebih besar dari yang seharusnya.
Hal tersebut menyebabkan adanya overstated pada penjualan dan laba. Bukti yang didapat
auditor tidak sesuai dengan bukti yang sebenarnya. Dapat dilihat bahwa, bukti audit yang
didapat oleh auditor tidak kompeten. Kompetensi bukti audit berhubungan dengan kualitas
atau keandalan data akuntansi dan informasi penguat. Bukti audit yang kompeten
seharusnya bebas dari kepalsuan dan manipulasi. Selain di sisi bukti audit, sisi
professional auditor juga menjadi issue. Auditor harus professional yaitu cermat dalam
melaksanakan tugas audit yang juga mencakup cermat dalam mengevaluasi bukti.
Kemampuan untuk mengevaluasi bukti audit secara tepat adalah keahlian penting lain
yang harus dikembangkan oleh seorang auditor. Evaluasi yang tepat atas bukti
membutuhkan pemahaman auditor atas jenis yang tersedia dan keandalan relatif atau
diagnosisnya. Auditor harus mampu menentukan kapan jumlah yang cukup dari bukti
kompeten yang telah didapat dalam rangka memutuskan apakah kewajaran asersi
manajemen dapat didukung.
Di sisi lain, bukti audit juga harus cukup, yaitu cukup dilihat dari segi kuantitas serta
pengambilan sample yang tepat. Pengambilan sample terkait dengan banyaknya populasi
23
dan karakteristik populasi. Semakin besar populasi semakin banyak bukti yang diperlukan.
Karakteristik populasi ditentukan oleh homogenitas anggota populasi. Semakin homogen
suatu populasi maka jumlah bukti audit yang dipilih lebih kecil dibandingkan dengan
populasi yang heterogen. Dilihat dari kasus Kimia Farma, sample yang diambil belum
sepenuhnya mewakili populasi yang ada sehingga terdapat unit yang tidak disample dan
unit tersebut melakukan kecurangan.
Kasus II
Deskripsi Singkat
Kasus audit BI atas aliran dana YPPI merupakan salah satu kasus keuangan paling
controversial pada tahun 2008, terutama karena melibatkan serentetan nama anggota
dewan gubernur BI dan anggota DPR terkemuka. Sebagai hasil dari laporan BPK, kasus
aliran dana YPPI kini telah terangkat ke meja hijau.
Kasus Aliran dana YPPI atau YLPPI adalah murni temuan tim audit BPK. Tim
tersebutlah yang menentukan rencana kerja, metode, teknik pemeriksaan, analisis maupun
penetapan opini pemeriksaan kasus tersebut sesuai dngan standar pemeriksaan yang
berlaku.
Perintah pemeriksaan BI dan YPPI ini dikeluarkan oleh Anggota Pembina Keuangan
Negara II (Angbintama II) dan Kepala Auditorat Keuangan Negara II (Tortama II) yang
membawahi pemeriksaan BI. Selama periode bulan Februari hingga Mei 2005, Tim Audit
BPK melakukan pemeriksaan atas Laporan Keuangan BI Tahun 2004. Tim Audit BPK
juga memeriksa Yayasan Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (YLPPI) yang
berdiri pada tahun 1977, karena afiliasi lembaganya dengan BI.
Pada bulan Maret 2005, Tim Audit BPK di BI menemukan adanya asset/tanah BI
yang digunakan oleh YLPPI. Berdasarkan pemeriksaan lebih lanjut oleh Kantor Akuntan
Publik Muhammad Thoha atas perbandingan kekayaan YLPPI per 31 Desember 2003
dengan posisi keuangannya per Juni 2003, diketahui adanya penurunan nilai asset sebesar
Rp 93 miliar.
24
Kronologis
Pada bulan Maret 2005, Tim Audit BPK menemukan bahwa terdapat aset/ tanah yang
digunakan oleh YLPPI. BI juga menyediakan modal awal YLPPI, memberikan bantuan
biaya operasionalnya serta mengawasi manajemennya.
Berkaitan dengan dibuatnya peraturan tahun 1993 tentang penggunana asset/tanah
oleh YLPPI serta hubungan terafiliasi antara YLPPI dengan BI, maka Tim Audit BPK
meminta laporan keuangannya agar dapat diungkapkan dalam Laporan Keuangan BI
Dari perbandingan kekayaan YLPPI per 31 Desember 2003 dengan posisi
keuangannya per Juni 2003, diketahui adanya penurunan nilai aset sebesar Rp 93 miliar
(Informasi mengenai kekayaan YPPI per 31 Desember 2003 ini diperoleh dari Laporan
Keuangannya yang diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Mohammad Toha)
Juni 2005-Oktober 2006: Tim Audit BPK melakukan pendalaman dengan kasus
dengan menetapkan sendiri metode, teknik, objek pengungkapan kasus, analisis, serta
penetapan opini pemeriksaan.
Mei 2005: Tim Audit BPK melaporkan kasus Aliran Dana YPPI kepada Ketua BPK,
Anwar Nasution.
Temuan Penyimpangan
1. Manipulasi pembukuan, baik buku YPPI maupun buku Bank Indonesia. Pada saat
perubahan status YPPI dari UU Yayasan Lama ke UU No 16 Tahun 2001 tentang
Yayasan, kekayaan dalam pembukuan YPPI berkurang Rp 100 miliar. Jumlah Rp 100
miliar ini lebih besar dari penurunan nilai aset YPPI yang diduga semula sebesar Rp 93
miliar. Sebaliknya, pengeluaran dana YPPI sebesar Rp 100 miliar tersebut tidak tercatat
pada pembukuan BI sebagai penerimaan atau utang.
2. Menghindari Peraturan Pengenalan Nasabah Bank serta UU tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang. Dimana dana tersebut dipindahkan dulu dari rekening YPPI di berbagai
bank komersil, ke rekening yang terdapat BI, baru kemudian ditarik keseluruhan secara
tunai.
3. Penarikan dan penggunaan dana YPPI untuk tujuan berbeda dengan tujuan pendirian
yayasan semula. Ini bertentangan dengan UU Yayasan, dan putusan RDG tanggal 22 Juli
2003 yang menyebutkan bahwa dana YPPI digunakan untuk pembiayaan kegiatan sosial
kemsyarakatan.
4. Penggunaan dana Rp 31,5 miliar yang diduga untuk menyuap oknum anggota DPR.
Sisanya, Rp 68,5 miliar disalurkan langsung kepada individu mantan pejabat BI, atau
25
melalui perantaranya. Diduga, dana ini digunakan untuk menyuap oknum penegak hukum
untuk menangani masalah hukum atas lima orang mantan Anggota Dewan Direksi/ Dewan
Gubernur BI. Padahal, kelimanya sudah mendapat bantuan hukum dari sumber resmi
anggaran BI sendiri sebesar Rp 27,7 miliar. Bantuan hukum secara resmi itu disalurkan
kepada para pengacara masing-masing. Dan dana Rp 68,5 miliar
27
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, sebagai penutup dari makalah ini,
penulis menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Bukti audit :
Bukti audit adalah segala informasi yang mendukung angka-angka atau informasi
lain yang disajikan dalam laporan keuangan, yang dapat digunakan oleh auditor
sebagai dasar untuk menyatakan pendapatnya.
Persuasivitas bukti audit menyangkut kecukupan dan kompetensi bukti audit. Cukup
atau tidaknya bukti audit menyangkut kuantitas bukti yang harus diperoleh auditor
dalam auditnya, sedangkan kompetensi menyangkut kualitas atau keandala.
Untuk memperoleh bukti audit, auditor melaksanakan prosedur audit khusus untuk
memperoleh bukti audit. Beberapa prosedut tersebut antara lain inspeksi,
pengamatan, wawancara, konfirmasi, penelusuran, pemeriksaan bukti, pendukung,
penghitungan dan scanning. Masing-masing dari prosedut tersebut memiiki tingkat
keandalan yang berbeda-beda.
Dalam proses pengumpulan bukti audit, auditor melakukan empat pengambilan
keputusan yang saling berkaitan yaitu: penentuan prosedur audit yang akan
digunakan, penentuan besarnya sampel, penentuan unsur tertentu yang dipilih
sebagai anggota sampel, dan waktu yang cocok untuk melaksanakan prosedur audit
tertentu.
2. Kertas Kerja Pemeriksaan :
Kertas kerja pemeriksaan/Audit Documentation adalah catatan utama auditor dari
pekerjaan yang dilakukan dan merupakan dasar bagi kesimpulan dalam laporan
auditor.
Terdapat dua jenis kertas kerja pemeriksaan yakni arsip permanen dan arsip tahun
berjalan. Adapun, kuantitas, tipe, dan isi kertas kerja bervariasi sesuai dengan
keadaan yang dihadapi oleh auditor, namun harus dapat mendukung tercapainya
tujuan audit.
Kertas kerja pemeriksaan perlu diorganisasikan sehingga anggota tim audit (dan
lainnya) dapat menemukan bukti audit untuk mendukung tiap akun laporan
keuangan.
Kertas kerja pemeriksaan adalah milik dari auditor dan harus diarsipkan/disimpan
sebaik mungkin oleh Auditor.
28
DAFTAR PUSTAKA
Elder, Randal J., Mark S. Beasley, Alvins A. Arens. 2010. Auditing and Assurance Services: An
Integrated Approach. Pearson Education. New Jersey.
Messier, Jr. W. F., Glover, S. M., & Prawit, D.F. 2006. Auditing and Assurance Services: A
Systematic Approach. McGraw-Hill. New York
http://www.kompasiana.com/www.bobotoh_pas20.com/kasus-kimia-farma-etika-
bisnis_5535b4d46ea8349b26da42eb diakses pada 25 Juli 2016, 22.43 WIB
29