Anda di halaman 1dari 34

BUKTI AUDIT, KERTAS KERJA PEMERIKSAAN

VERSUS BUKTI AUDIT DALAM PEMERIKSAAN


LAPORAN KEUANGAN

Disusun Oleh:
Fangandrododo Ndruru (190312014)

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah Audit pajak

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
T.A/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini sebagai bagian
dari pemenuhan tugas mata kuliah Audit pajak program studi akuntansi universitas
sari mutiara indonesia.

Dalam penyusunan makalah ini, Penulis mengucapkan terima kasih yang


sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya dalam
penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagai referensi
pemikiran bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini,


ditemui banyak kekurangan dan kekhilafan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang
konstruktif dari pembaca sangat diharapkan agar dapat menjadi perbaikan di masa
mendatang.

Akhir kata, Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Medan , 01 Juni 2022

Fangandro Ndruru

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR....................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................................... iii

I... PENDAHULUAN........................................................................................................................ 4
A. Latar Belakang......................................................................................................................... 4
B..Rumusan Masalah.................................................................................................................... 5
C..Tujuan Penyusunan Makalah................................................................................................... 5

II..PEMBAHASAN........................................................................................................................... 6
A. Bukti Audit............................................................................................................................ 6
1....Pengertian Bukti Audit................................................................................................... 6
2....Persuasivitas Bukti Audit............................................................................................... 6
3....Evaluasi Bukti Audit...................................................................................................... 8
4....Prosedur Audit Untuk Memperoleh Bukti Audit.......................................................... 8
5....Tingkatan Bukti Audit................................................................................................... 10
6....Keputusan Auditor Berkaitan dengan Bukti Audit........................................................ 11
7....Situasi Audit yang Mengandung Risiko Besar.............................................................. 12

B..Kertas Kerja Pemeriksaan..................................................................................................... 12


1....Pengertian dan Fungsi Kertas Kerja Pemeriksaan........................................................ 12
2....Isi Kertas Kerja Pemeriksaan......................................................................................... 13
3....Jenis Kertas Kerja Pemeriksaan..................................................................................... 13
4....Contoh Kertas Kerja Pemeriksaan................................................................................. 14
5....Format Kertas Kerja Pemeriksaan................................................................................. 15
6....Organisasi Kertas Kerja Pemeriksaan............................................................................ 16
7....Kepemilikan Kertas Kerja Pemeriksaan........................................................................ 16
8....Pengarsipan dan Penyimpanan Kertas Kerja Pemeriksaan........................................... 17

C..Contoh Kasus......................................................................................................................... 17

D. Bukti audit dalam laporan keuangan………………………………………………….……26

III. PENUTUP.................................................................................................................................. 32

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................ 34

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Auditing adalah suatu proses dengan apa seseorang yang mampu dan independen
dapat menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti dari keterangan yang terukur dari suatu
kesatuan ekonomi dengan tujuan untuk mempertimbangkan dan melaporkan tingkat
kesesuaian dari keterangan yang terukur tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Dua diantara beberapa banyak aspek yang harus dipahami dengan baik dalam proses
auditing adalah memahami esensi dari bukti audit dan kertas kerja. Pertama terkait dengan
bukti audit, auditor harus dapat mengumpulkan dan mengevaluasi bukti yang cukup dan
kompeten agar dapat mendukung kesimpulan audit. Bukti audit sangat besar pengaruhnya
terhadap kesimpulan yang ditarik oleh auditor dalam rangka memberikan pendapat atas
laporan keuangan yang diauditnya. Oleh karena itu auditor harus mengumpulkan dan
mengevaluasi bukti yang cukup dan kompeten agar kesimpulan yang diambilnya tidak
menyesatkan bagi pihak pemakai dan juga untuk menghindar dari tuntutan pihak – pihak
yang berkepentingan di kemudian hari apabila pendapat yang diberikannya tidak pantas.
Tipe bukti audit berupa dokumentasi (bukti dokumenter) juga penting bagi auditor.
Namun, dokumentasi pendukung yang dibuat dan hanya digunakan dalam organisasi klien
merupakan bukti audit yang kualitasnya lebih rendah karena tidak adanya pengecekan dari
pihak luar yang bebas. Bukti audit tersebut juga harus didokumentasikan dengan baik
dalam kertas kerja audit. Hal itu dimaksudkan agar mudah dipahami oleh pihak-pihak
yang berkepentingan dalam melakukan analisis dan evaluasi.
Kedua, kertas kerja (working paper) merupakan mata rantai yang menghubungkan
catatan klien dengan laporan audit. Sebagaimana diuraikan sebelumnya, dalam proses
auditing, auditor perlu mengumpulkan berbagai tipe bukti dan selanjutnya guna
mendukung simpulan dan pendapat maka auditor harus membuat kertas kerja. Kertas kerja
akan dijadikan panduan bagi auditor dalam penyusunan pendapat dan kesimpulan audit
atas laporan keuangan berdasarkan standar auditing yang berlaku. Begitu pentingnya
kertas kerja harus dijaga mutunya melalui proses review secara berjenjang.
Pemeriksaan pajak mempunyai tujuan yang berbeda dengan pemeriksaan laporan
keuangan. Pemeriksaan pajak dilakukan dengan tujuan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau tujuan lain dalam rangka melaksanakan
ketentuan perundang-undangan perpajakan sedangkan tujuan pemeriksaan laporan
keuangan untuk menyatakan pendapat atas kewajaran laporan keuangan, dalam semua hal
4
yang material, sesuai dengan prinsip- prinsip akuntansi yang berlaku umum. Untuk
mencapai tujuan tersebut maka pemeriksa pajak atau auditor harus mengumpulkan bukti
pemeriksaan (audit) yang memadai untuk mendukung kesimpulan atau pendapatnya yang
dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atau Audit Report. Dalam tulisan ini,
dibahas perbandingan bukti audit dalam pemeriksaan pajak untuk tujuan menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan bukti audit dalam pemeriksaan laporan
keuangan untuk tujuan umum (pemberian opini atas laporan keuangan).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengidentifikasi merumuskan
beberapa masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep-konsep berkaitan dengan bukti audit?
2. Bagaimana konsep-konsep berkaitan dengan kertas kerja pemeriksaan?
3. Apa contoh kasus yang berkaitan dengan bukti audit dan kertas kerja pemeriksaan?

C. Tujuan Penyusunan Makalah


Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penyusunan makalah
dirumuskan sebagai berikut:
1. Menjelaskan konsep-konsep bukti audit.
2. Menjelaskan konsep-konsep kertas kerja pemeriksaan.
3. Menguraikan contoh kasus yang berkaitan dengan bukti audit dan kertas kerja
pemeriksaan.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Bukti Audit
1. Pengertian Bukti Audit
Dalam buku Auditing & Assurance Services: A Systematic Approach, Messier,
Glower, dan Prawitt (2006) menjelaskan bahwa bukti audit adalah seluruh informasi yang
digunakan oleh auditor untuk mencapai kesimpulan yang menjadi dasar pendapat audit
dan mencakup informasi yang terdapat dalam catatan-catatan akuntansi yang mendasari
laporan keuangan serta informasi lainnya. Sedangkan Mulyadi (2002) menyatakan bahwa
bukti audit adalah segala informasi yang mendukung angka-angka atau informasi lain
yang disajikan dalam laporan keuangan yang dapat digunakan oleh auditor sebagai dasar
yang layak untuk menyatakan pendapatnya.
Bukti audit terdiri atas data akuntansi dan informasi pendukung lainnya, yang
digunakan auditor sebagai dasar untuk menyatakan pendapatnya mengenai kewajaran
laporan keuangan tersebut. Adapun jenis bukti audit yang diperlukan oleh seorang auditor
terdiri dari:
a. Data akuntansi
Salah satu tipe bukti audit adalah data akuntansi yaitu seperti: jurnal, buku besar, dan
buku pembantu, serta buku pedoman akuntansi, memorandum dan catatan tidak resmi.
b. Semua informasi penguat (corroborating information) yang tersedia bagi auditor.
Informasi penguat meliputi segala dokumen seperti cek, faktur, surat kontrak, notulen
rapat, konfirmasi, dan pernyataan tertulis dari pihak yang mengetahui informasi yang
diperoleh auditor melalui permintaan keterangan, pengamatan, infeksi dan
pemeriksaan fisik, serta informasi lain yang dikembangkan oleh atau tersedia bagi
auditor yang memungkinkannya untuk menarik kesimpulan berdasarkan alasan yang
kuat.

2. Persuasivitas Bukti Audit


Persuasivitas dapat diartikan sebagai tingkat dimana auditor merasa yakin bahwa
bukti audit dapat mendukung pendapat audit. Terdapat dua penentu persuasivitas bukti
audit yakni kompetensi bukti audit dan kecukupan bukti audit.

6
a. Kompetensi Bukti Audit
Kompetensi bukti audit berhubungan dengan kualitas atau keandalan data akuntansi
dan informasi penguat. Keandalan catatan akuntansi dipengaruhi secara langsung oleh
efektivitas pengendalian intern. Pengendalian intern yang kuat menyebabkan
keandalan catatan akuntansi dan bukti-bukti lainnya yang dibuat dalam organisasi
klien. Kompetensi informasi penguat dipengaruhi oleh berbagai faktor berikut ini:
1) Relevansi
Bukti audit harus berkaitan dengan tujuan audit. Suatu bukti mungkin relevan
dalam suatu tujuan audit, tetapi tidak relevan dalam tujuan audit yang lain.
2) Sumber
Secara garis besar, sumber-sumber informasi yang dapat mempengaruhi kompetensi
bukti yang diperoleh adalah sebagai berikut:
 bukti audit berasal dari klien ataupun di luar organisasi klien;
 bukti yang diperoleh dari pihak independen lebih dapat diandalkan;
 efektivitas internal control. Semakin efektif internal control perusahaan,
semakin tinggi tingkat keandalan bukti yang diperoleh secara langsung oleh
auditor; dan
 kualifikasi pemberi informasi.
3) Ketepatan waktu
Faktor ini berkaitan dengan tanggal berlakunya bukti yang diperoleh oleh auditor.
Untuk saldo akun-akun neraca, bukti yang diperoleh yang dekat tanggal neraca
memiliki tingkat keandalan yang lebih tinggi. Untuk akun-akun lainnya, bukti lebih
meyakinkan bila diperoleh dari sampel yang dipilih sepanjang periode laporan.
4) Objektivitas
Objektifitas adalah sesuatu yang sangat penting. Bukti objektif umumnya lebih
andal dibandingkan dengan bukti yang bersifat subjektif.

b. Kecukupan Bukti Audit


Kecukupan berkaitan dengan kuantitas bukti yang harus dikumpulkan oleh auditor.
Faktor yang mempengaruhi pertimbangan auditor dalam menentukan cukup atau
tidaknya bukti audit adalah:
1) Materialitas dan Risiko.
Akun yang memiliki saldo besar dalam laporan keuangan memerlukan jumlah bukti
audit yang lebih banyak bila dibandingkan dengan akun yang bersaldo kecil (tidak

7
material). Untuk akun yang mempunyai kemungkinan atau risiko salah saji yang
tinggi untuk disajikan salah dalam laporan keuangan, jumlah bukti audit yang
dikumpulkan oleh auditor umumnya lebih banyak bila dibandingkan dengan akun
yang memiliki kemungkinan kecil salah saji.
2) Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi dapat dilihat dari pertimbangan mengenai segi waktu dan biaya.
Misalnya, dibandingkan dengan memeriksa seluruh bukti, meskipun dalam audit
seorang auditor hanya memeriksa jumlah bukti yang sedikit, tetapi asal dapat
memberikan keyakinan yang tinggi, maka dengan pertimbangan waktu dan biaya
hal tersebut tepat dilakukan.
3) Ukuran dan Karakteristik Populasi
Ukuran populasi ditentukan oleh banyaknya item dalam populasi. Semakin besar
populasi semakin banyak bukti yang diperlukan. Karakteristik populasi ditentukan
oleh homogenitas anggota populasi. Semakin homogen suatu populasi maka jumlah
bukti audit yang dipilih lebih kecil dibandingkan dengan populasi yang heterogen.

3. Evaluasi Bukti Audit


Kemampuan untuk mengevaluasi bukti audit secara tepat adalah keahlian penting lain
yang harus dikembangkan oleh seorang auditor. Evaluasi yang tepat atas bukti
membutuhkan pemahaman auditor atas jenis yang tersedia dan keandalan relatif atau
diagnosisnya. Auditor harus mampu menentukan kapan jumlah yang cukup dari bukti
kompeten yang telah didapat dalam rangka memutuskan apakah kewajaran asersi
manajemen dapat didukung.

4. Prosedur Untuk Memperoleh Bukti Audit


Dalam memperoleh bukti audit, auditor dapat melakukan beberapa prosedur
berikut ini:
a. Inspeksi
Inspeksi dapat dilakukan dengan dua macam cara yaitu inspeksi secara rinci terhadap
dokumen dan catatan-catatan atau inspeksi terhadap aktiva berwujud/kondisi fisik
sesuatu. Dengan melakukan inspeksi terhadap kondisi fisik suatu aktiva tetap misalnya,
auditor akan dapat menaksir keaslian dokumen atau mendeteksi adanya perubahan-
perubahan yang mungkin dilakukan.

8
b. Pengamatan (Observation)
Pengamatan merupakan prosedur audit yang digunakan oleh auditor untuk melihat
pelaksanaan suatu kegiatan.
c. Konfirmasi
Konfirmasi merupakan bentuk penyelidikan yang memungkinkan auditor memperoleh
informasi secara langsung dari pihak ketiga yang bebas dari kepentingan dan
independen.
Konfirmasi terdiri atas 2 tipe, yakni :
1) Konfirmasi positif. Pada konfirmasi ini, pihak ketiga diminta untuk menjawab baik
informasi yang diterimanya akurat maupun tidak akurat.
2) Konfirmasi negatif. Pada konfirmasi ini, pihak ketiga diminta untuk menjawab jika
informasi yang diterimanya tidak akurat.
d. Permintaan keterangan/tanya jawab
Permintaan keterangan merupakan prosedur audit yang dilakukan dengan meminta
keterangan secara lisan. Bukti audit yang dihasilkan dari prosedur ini adalah bukti lisan
dan dokumenter.
e. Penelusuran/Tracing
Dalam melaksanakan prosedur audit ini, auditor melakukan penelusuran informasi
sejak mula-mula data tersebut direkam pertama kali dalam dokumen, dilanjutkan
dengan pelacakan pengolahan data tersebut dalam proses akuntansi.
f. Prosedur analitis
Prosedur analitis merupakan pemeriksaan dokumen pendukung yang meliputi:
1) Pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen yang mendukung suatu transaksi atau data
keuangan untuk menentukan kewajaran dan kebenarannya.
2) Pembandingan dokumen tersebut dengan catatan akuntansi yang berkaitan.
g. Perhitungan kembali
Perhitungan kembali merupakan pemeriksaan keakuratan matematis dari dokumen atau
suatu catatan.
h. Scanning
Scanning merupakan review secara cepat terhadap dokumen, catatan dan daftar untuk
mendeteksi unsur-unsur yang tampak tidak biasa yang memerlukan penyelidikan lebih
mendalam.

9
i. Pelaksanaan ulang (reperforming)
Prosedur audit ini merupakan pengulangan aktivitas yang dilaksanakan oleh klien.
Umumnya pelaksanaan ulang diterapkan pada perhitungan dan rekonsiliasi yang telah
dilakukan oleh klien.
j. Teknik audit berbantuan komputer (computer-assisted audit techniques)
Bilamana catatan akuntansi klien diselenggarakan dalam media elektronik, auditor
perlu menggunakan teknik audit berbantuan komputer dalam menggunakan berbagai
prosedur audit yang dijelaskan diatas. Teknik terkadang disamakan dengan atau
merupakan bagian proses dalam pelaksanaan prosedur penghitungan kembali.

5. Tingkatan Bukti Audit


Dari berbagai cara memperoleh bukti audit, secara umum dapat ditentukan hirarki
atau tingkatan jenis bukti audit berdasarkan keandalannya yaitu sebagai berikut:
Tingkat Keandalan Prosedur Perolehan Bukti
Inspeksi
Reperformance
Tinggi
Penghitungan kembali
Teknik audit komputer
Inspeksi atas catatan dan dokumen
Scanning
Sedang
Konfirmasi
Prosedur analitis
Tanya jawab
Rendah
Pengamatan

Hierarki di atas merupakan panduan secara umum, dalam setiap jenis perusahaan
tentu dapat berbeda kondisinya atau terdapat beberapa pengecualian, misalnya konfirmasi
dapat dipandang sebagai bukti dengan tingkat keandalan tinggi jika dilakukan terhadap
pihak ketiga yang mempunyai kredibilitas tinggi dan inpendensi yang diakui banyak pihak.

10
6. Keputusan Auditor Berkaitan dengan Bukti Audit
Bukti audit yang kompeten dan cukup harus diperoleh melalui inspeksi pengamatan,
pengajuan pertanyaan dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan
pendapat atas laporan keuangan yang di audit. Keputusan utama yang dihadapi para
auditor adalah menentukan jenis dan jumlah bukti audit yang tepat untuk dikumpulkan
agar dapat memberikan keyakinan yang memadai yang tepat untuk dikumpulkan agar
dapat memberikan keyakinan yang memadai bahwa berbagai komponen dalam laporan
keuangan serta dalam keseluruhan laporan yang telah disajikan dengan wajar.
Berbagai keputusan auditor dalam pengumpulan bukti audit dapat dipilah ke dalam 4
(empat) sub keputusan berikut ini.
a. Penentuan prosedur audit yang akan digunakan.
Untuk mengumpulkan bukti audit, auditor harus menentukan untuk mengunakan
prosedur audit tertentu. Contoh prosedur audit disajikan berikut ini.
1) Menghitung penerimaan kas yang belum disetor pada tanggal neraca dan awasi
uang kas tersebut sampai dengan saat penyetoran ke bank.
2) Meminta cut-off bank statement dari bank kira-kira untuk jangka waktu dua
minggu setelah tanggal neraca.
3) Melakukan pengamatan terhadap perhitungan fisik sediaan yang diselenggarakan
oleh klien.
b. Penentuan Besarnya Sampel.
Keputusan mengenai banyak unsur yang harus diuji harus diambil oleh auditor untuk
setiap prosedur audit. Besarnya sampel akan berbeda-beda di antara yang satu dengan
audit yang lain dan dari prosedur yang satu ke prosedur audit yang lain.
c. Penentuan Unsur Tertentu yang Dipilih Sebagai Anggota Sampel.
Setelah besarnya sampel ditentukan untuk prosedur audit tertentu, auditor masih harus
memutuskan unsur mana yang akan dipilih sebagai anggota sampel untuk diperiksa.
d. Penentuan Waktu yang Cocok untuk Melaksanakan Prosedut Audit.
Karena audit terhadap laporan keuangan meliputi suatu jangka waktu tertentu, biasa
nya 1 tahun, maka auditor dapat mulai mengumpulkan bukti audit segera awal tahun.
Umumnya, klien menghendaki diselesaikan dalam jangka waktu satu minggu dengan
tiga bulan setelah tanggal neraca.

11
7. Situasi Audit yang Mengandung Risiko Besar
Dalam situasi tertentu, risiko terjadi kesalahan dan penyajian yang salah dalam akun
dan dalam laporan keuangan jauh lebih besar dibandingkan dengan situasi biasa. Oleh
karena itu, auditor harus waspada jika menghadapi situasi audit yang mengandung risiko
besar seperti beberapa contoh berikut ini.
a. Pengendalian intern yang lemah
Pengendalian intern menentukan jumlah dan kualitas bukti yang harus dikumpulkan
oleh auditor. Jika pengendalian intern lemah, maka bukti yang diperlukan lebih banyak
dan lebih rinci, demikian juga sebaliknya.
b. Kondisi keuangan yang tidak sehat
Kondisi keuangan yang tidak sehat terkait utang dan piutang perusahaan cenderung
memicu perusahaan untuk memanipulasi laporan keuangan terkait utang dan piutang
nya.
c. Manajemen yang tidak dapat dipercaya
Seorang auditor seyogyanya juga mengetahui latar belakang dan riwayat direktur dan
manajemen perusahaan serta tetap waspada terhadap pernyataan-pernyataan lisan dari
manajemen.
d. Penggantian auditor
Jika suatu perusahaan tanpa alasan yang jelas mengganti auditornya dapat disebabkan
karena ketidakpuasan perusahaan atas auditor sebelumnya atau karena adanya
perselisihan antara perusahaan dan auditor lama. Maka dari itu, auditor harus lebih
cermat jika menghadapi situasi semacam ini.

B. Kertas Kerja Pemeriksaan


1. Pengertian dan Fungsi Kertas Kerja Pemeriksaan
Kertas kerja pemeriksaan/Audit Documentation adalah catatan utama auditor dari
pekerjaan yang dilakukan dan merupakan dasar bagi kesimpulan dalam laporan auditor.
Kertas kerja juga memfasilitasi perencanaan, kinerja, dan supervisi perikatan dan
memberikan dasar bagi review kualitas pekerjaan dengan memberikan kepada reviewer
dokumentasi tertulis dari bukti yang mendukung kesimpulan signifikan auditor (SA 3 dan
SA Seksi 339).
Kertas kerja pemeriksaan juga disebut sebagai data audit. Standar audit (SA dan SA
Seksi 339) menetapkan bahwa kertas kerja memiliki dua fungsi:
a. menyediakan penunjang utama bagi laporan auditor; dan

12
b. membantu dalam pelaksanaan dan supervisi audit.

2. Isi Kertas Kerja Pemeriksaan


Standar audit (SA Seksi 339 Nomor 05) menjelaskan bahwa kuantitas, tipe, dan isi
kertas kerja bervariasi dengan keadaan yang dihadapi oleh auditor, namun harus cukup
memperlihatkan bahwa catatan akuntansi cocok dengan laporan keuangan atau informasi
lain yang dilaporkan serta standar pekerjaan lapangan yang dapat diterapkan telah diamati.
Kertas kerja biasanya harus berisi dokumentasi yang memperlihatkan:
a. Pekerjaan telah direncanakan dan disupervisi dengan baik, yang menunjukkan
diamatinya standar pekerjaan lapangan yang pertama.
b. Pemahaman memadai atas pengendalian intern telah diperoleh untuk merencanakan
audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang telah dilakukan.
c. Bukti audit yang telah diperoleh, prosedur audit yang telah diterapkan, dan pengujian
yang telah dilaksanakan, memberikan bukti kompeten yang cukup sebagai dasar
memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan, yang menunjukkan
diamatinya standar pekerjaan lapangan ketiga.

3. Jenis Kertas Kerja Pemeriksaan


Kebanyakan Kantor Akuntan Publik mengelola kertas kerja pemeriksaan dalam dua
jenis arsip: permanen dan tahun berjalan. Arsip permanen (permanent files) berisi data
historis mengenai klien yang tetap relevan bagi audit. Di sisi lain, arsip tahun berjalan
(current files) meliputi informasi dan data yang terkait secara khusus pada pemakaian
tahun berjalan.
Contoh informasi yang termasuk alam arsip permanen dan arsip tahun berjalan:
No. Arsip Permanen Arsip Tahun Berjalan
1 Salinan atau ringkasan anggaran dasar Salinan laporan keuangan dan laporan
perusahaan. auditor.
2 Bagan akun. Rencana dan program audit.
3 Bagan organisasi. Salinan atau ringkasan notulen rapat
penting komite.
4 Buku panduan akuntansi. Kertas kerja neraca saldo.
5 Salinan kontrak penting (kontrak Ayat jurnal penyesuaian dan
pensiun, kontrak serikat kerja, sewa, reklasifikasi.

13
dan lain lain.
6 Persyaratan penerbitan saham dan Kertas kerja yang mendukung akun
obligasi. laporan keuangan.
7 Hasil prosedur analitis tahun lalu.

4. Contoh Kertas Kerja Pemeriksaan


Terdapat berbagai jenis kertas kerja. Kertas kerja pemeriksaan yang biasa ditemukan
meliputi rencana dan program audit, kertas kerja neraca saldo, analisis dan daftar akun,
memorandum audit, dan jurnal penyesuaian dan reklasifikasi. Berikut penjelasannya
secara lebih rinci:
a. Rencana dan Program Audit
Rencana audit berisi strategi yang diikuti auditor dalam melakukan audit. Dokumen ini
menggambarkan pemahaman auditor mengenai klien dan potensi risiko audit.
Dokumen ini berisi kerangka kerja dasar mengenai bagaimana sumber daya audit (jam
audit yang dianggarkan) harus dialokasikan ke berbagai perikatan. Program audit berisi
prosedur audit yang akan dilaksanakan oleh auditor. Secara umum, tiap proses bisnis
dan saldo akun memiki program audit yang terpisah.
b. Kertas Kerja Neraca Percobaan
Kertas kerja neraca percobaan menghubungkan jumlah di laporan keuangan dengan
kertas kerja audit. Pada contoh kertas kerja neraca saldo tersedia kolom-kolom untuk
saldo buku besar tahun berjalan (sebelum penyesuaian dan reklasifikasi audit),
penyesuaian, saldo setelah penyesuaian, reklasifikasi, dan saldo akhir (telah diaudit).
Dicantumkannya saldo akhir (yang tealh diaudit) tahun sebelumnya akan
mempermudah pelaksanaan proses analitis tertentu.
Kertas kerja neraca saldo merupakan kertas kerja yang paling penting di dalam audit
karena :
1. Menjadi mata rantai penghubung antara akun buku besar klien dan item-item yang
dilaporkan dalam laporan keuangan
2. Memberikan dasar untuk pengendalian seluruh kertas kerja individual
3. Megindetifikasi kertas kerja spesifik yang memuat bukit audit bagi setiap item
laporan keuangan
c. Analisis dan Daftar Akun
Kertas kerja analisis akun biasanya memasukkan aktivitas di akun tertentu selama
periode tersebut.
14
d. Memorandum Audit
Kebanyakan pekerjaan auditor didokumentasikan dalam memorandum tertulis.
Termasuk di dalamnya diskusi mengenai hal-hal seperti pengendalian internal,
kekeliruan yang teridentifikasi, dan masalah yang dihadapi selama audit.
e. Jurnal Penyesuaian dan Reklasifikasi
Kertas kerja pemeriksaan harus memasukkan jurnal penyesuaian dan reklasifikasi yang
diidentifikasi oleh auditor atau klien. Jurnal penyesuaian dibentuk untuk mengoreksi
salah saji di catatan klien. Misalnya, jika auditor menemukan bahwa hal-hal persediaan
tertentu telah dinilai dengan tidak benar, jurnal penyesuaian dibukukan di catatan klien
maupun kertas kerja neraca saldo. Jurnal reklasifikasi dibuat untuk menyajikan
informasi dengan benar mengenai laporan keuangan. Jurnal reklasifikasi mempengaruhi
akun laporan laba rugi atau akun neraca, tetapi tidak keduanya. Misalnya, jurnal
reklasifikasi mungkin perlu untuk menyajikan kewajiban lancar dari porsi utang jangka
panjang yang akan jatuh tempo.

5. Format Kertas Kerja Pemeriksaan


Kertas kerja pemeriksaan dapat disiapkan baik dalam cetakan maupun secara
elektronik. Banyak auditor saat ini menggunakan komputer pribadi dan memiliki program
dokumentasi elektronik. Baik dokumen yang disiapkan secara manual ataupun elektronik,
format dokumen kertas kerja pemeriksaan biasanya terdiri atas tiga karakteristik umum:
a. Judul
Semua dokumentasi harus memiliki judul yang tepat. Judul harus memasukkan nama
klien, judul kertas kerja, dan tanggal akhir tahun klien.
b. Pemberian Indeks dan Referensi Silang
Dokumen audit harus diorganisasikan sehingga anggota tim audit atau kantor akuntan
dapat menemukan bukti audit yang relevan. Beberapa kantor menggunakan sistem
surat-menyurat; kantor lain menggunakan beberapa jenis sistem penomoran. Misalnya,
kertas kerja umum mungkin diberi label “A”, kertas kerja sistem pengendalian internal
“B”, kertas kerja “C”, dan seterusnya. Jika auditor melakukan pekerjaan audit di satu
kertas kerja dan informasi pendukung didapat dari kertas kerja lain, auditor
memberikan referensi silang (dapat “dihubungkan” dalam perangkat lunak audit) atas
informasi di tiap kertas kerja. Proses pemberian indeks dan referensi silang memberi
jejak dari laporan keuangan ke dokumen audit individual sehingga reviewer dapat
dengan mudah mengikuti.

15
c. Tanda Kutip
Auditor menggunakan tanda kutip untuk mendokumentasikan kerja yang dilakukan.
Tanda kutip (tick mark) adalah notasi sederhana yang dibuat auditor di dekat, atau di
samping, suatu hal atau jumlah dalam dokumen audit. Simbol tanda kutip biasanya
diterangkan atau didefinisikan di dasar dokumen audit, meskipun banyak kantor
akuntan menggunakan paket standar tanda kutip. Banyak kantor akuntan publik
mendokumentasikan kesimpulannya mengenai akun individu atau komponen laporan
keuangan.

6. Organisasi Kertas Kerja Pemeriksaan


Kertas kerja pemeriksaan perlu diorganisasikan sehingga anggota tim audit (dan
lainnya) dapat menemukan bukti audit untuk mendukung tiap akun laporan keuangan.
Meskipun tidak ada panduan khusus yang mendikte bagaimana hal ini harus dicapai.
Laporan keuangan berisi akun dan jumlah yang ditampilkan di laporan audit. Akun ini
berasal dari kertas kerja neraca saldo, yang meringkas akun buku besar umum yang
terdapat di setiap skedul utama. Setiap skedul utama meliputi akun buku besar umum yang
merupakan bagian dari akun laporan keuangan. Jenis kertas kerja pemeriksaan yang
berbeda (analisis akun, daftar akun, konfirmasi dan seterusnya) kemudian digunakan
untuk mendukung setiap akun buku besar umum. Tiap dokumen audit ini diberi indeks
dan semua jumlah yang penting diberi referensi silang di antara dokumen audit.

7. Kepemilikan Kertas Kerja Pemeriksaan


Kertas kerja pemeriksaan adalah milik dari auditor. Hal ini termasuk bukan hanya
dokumen audit yang disiapkan oleh auditor tetapi juga dokumen yang disiapkan oleh klien
atas permintaan auditor. Auditor harus menyimpan dokumen audit untuk suatu periode
yang wajar dalam rangka memenuhi kebutuhan prakteknya dan kewajiban hukum atas
penyimpanan catatan. Beberapa Kantor Akuntan Pubik menyimpan dokumen audit ke
dalam mikrofilm, sedangkan kantor lain menghancurkannya setelah waktu terpenuhi.
Meskipun auditor memiliki dokumen audit, dokumen tersebut tidak boleh diperlihatkan,
kecuali dalam kondisi tertentu, kepada orang lain dengan persetujuan klien.

16
8. Pengarsipan dan Penyimpanan Kertas Kerja Pemeriksaan
Standar legal dan audit telah lama mengharuskan auditor untuk menyimpan berkas
auditnya untuk beberapa tahun setelah laporan audit diterbitkan. Di Amerika Serikat
misalnya setelah skandal Enron-Andersen, UU Sarbanes-Oxley menerbitkan panduan baru
mengenai pengarsipan dan penyimpanan berkas audit. Arthur Andersen diberi dakwaan
dan tuduhan federal atas pelanggaran hukum untuk menghapus dan menghilangkan kertas
kerja pemeriksaan yang berkaitan dengan audit Enron.
Pada umumnya kertas kerja diarsipkan menurut dua kategori sebagai berikut yakni
file permanen dan file tahun berjalan. File permanen (permanent file) memuat data yang
diharapkan tetap bermanfaat bagi auditor dalam banyak perikatan dengan klien di masa
mendatang. Sebaliknya, file tahun berjalan (current file) memuat informasi penguat yang
berkenaan dengan pelaksanaan program audit tahun berjalan saja.
Pada umumnya item-item yang dijumpai dalam berkas permanen ialah :
1. Salinan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga klien
2. Bagan akun dan manual atau pedoman prosedur
3. Struktur organisasi
4. Tata letak pabrik, proses produksi, dan produk-produk utama
5. Ketentuan-ketentuan dalam modal saham dan penerbitan obligasi
6. Salinan kontrak jangka panjang, seperti sewa guna usaha, rencana pensiun, perjanjian
pembagian laba dan bonus
7. Skedul amortisasi kewajiban jangka panjang serta penyusutan aktiva pabrik
8. Ikhtisar prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan oleh klien

C. Contoh Kasus
Kasus I
Skandal Manipulasi Laporan Keuangan PT. Kimia Farma Tbk.
Permasalahan

PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di


Indonesia. Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan
adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans
Tuanakotta & Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai
bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah
dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001
17
disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar.
Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56
miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang
dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa
overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated
persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa
overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7
miliar.

Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada
dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur
produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1
dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan
dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember
2001. Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan
dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada
unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi.
Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan
keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal
mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu
manajemen melakukan kecurangan tersebut.

Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan bahwa


Kementerian BUMN memutuskan penghentian proses divestasi saham milik Pemerintah
di PT KAEF setelah melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan (overstated)
dalam laporan keuangan pada semester I tahun 2002. Dimana tindakan ini terbukti
melanggar Peraturan Bapepam No.VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan
Keuangan poin 2 – Khusus huruf m – Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar poin
3) Kesalahan Mendasar, sebagai berikut:

“Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis,


kesalahan dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan
kecurangan atau kelalaian.

18
Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan mendasar harus
diperlakukan secara retrospektif dengan melakukan penyajian kembali (restatement) untuk
periode yang telah disajikan sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap masa
sebelum periode sajian sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode.
Pengecualian dilakukan apabila dianggap tidak praktis atau secara khusus diatur lain
dalam ketentuan masa transisi penerapan standar akuntansi keuangan baru”.

Sanksi dan Denda

Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan Pasal 102 Undang-undang
Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 45
tahun 1995 jo Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang
Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal maka PT Kimia Farma (Persero) Tbk.
dikenakan sanksi administratif berupa denda yaitu sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus
juta rupiah).

Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, maka:

Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002 diwajibkan
membayar sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas Negara,
karena melakukan kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan per 31
Desember 2001.
Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT
Kimia Farma (Persero) Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus
juta rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena atas risiko audit yang tidak berhasil
mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero)
Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan.
Tetapi, KAP HTM tetap diwajibkan membayar denda karena dianggap telah gagal
menerapkan Persyaratan Profesional yang disyaratkan di SPAP SA Seksi 110 – Tanggung
Jawab & Fungsi Auditor Independen, paragraf 04 Persyaratan Profesional, dimana
disebutkan bahwa persyaratan profesional yang dituntut dari auditor independen adalah
orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman berpraktik sebagai auditor independen.

19
Keterkaitan Akuntan Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk.

Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) melakukan pemeriksaan atau penyidikan baik
atas manajemen lama direksi PT Kimia Farma Tbk. ataupun terhadap akuntan publik Hans
Tuanakotta dan Mustofa (HTM). Dan akuntan publik (Hans Tuanakotta dan Mustofa)
harus bertanggung jawab, karena akuntan publik ini juga yang mengaudit Kimia Farma
tahun buku 31 Desember 2001 dan dengan yang interim 30 Juni tahun 2002.

Pada saat audit 31 Desember 2001 akuntan belum menemukan kesalahan pencatatan atas
laporan keuangan. Tapi setelah audit interim 2002 akuntan publik Hans Tuanakotta
Mustofa (HTM) menemukan kesalahan pencatatan alas laporan keuangan. Sehingga
Bapepam sebagai lembaga pengawas pasar modal bekerjasama dengan Direktorat
Akuntansi dan Jasa Penilai Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan yang mempunyai
kewenangan untuk mengawasi para akuntan publik untuk mencari bukti-bukti atas
keterlibatan akuntan publik dalam kesalahan pencatatan laporan keuangan pada PT. Kimia
Farma Tbk. untuk tahun buku 2001.

Namun dalam hal ini seharusnya akuntan publik bertindak secara independen karena
mereka adalah pihak yang bertugas memeriksa dan melaporkan adanya ketidakwajaran
dalam pencatatan laporan keuangan. Dalam UU Pasar Modal 1995 disebutkan apabila di
temukan adanya kesalahan, selambat-lambamya dalam tiga hari kerja, akuntan publik
harus sudah melaporkannya ke Bapepam. Dan apabila temuannya tersebut tidak
dilaporkan maka auditor tersebut dapat dikenai pidana, karena ada ketentuan yang
mengatur bahwa setiap profesi akuntan itu wajib melaporkan temuan kalau ada emiten
yang melakukan pelanggaran peraturan pasar modal. Sehingga perlu dilakukan penyajian
kembali laporan keuangan PT. Kimia Farma Tbk. dikarenakan adanya kesalahan
pencatatan yang mendasar, akan tetapi kebanyakan auditor mengatakan bahwa mereka
telah mengaudit sesuai dengan standar profesional akuntan publik. Akuntan publik Hans
Tuanakotta & Mustofa ikut bersalah dalam manipulasi laporan keuangan, karena sebagai
auditor independen akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) seharusnya
mengetahui laporan-laporan yang diauditnya itu apakah berdasarkan laporan fiktif atau
tidak.

20
Keterkaitan Manajemen Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk

Mantan direksi PT Kimia Farma Tbk. Telah terbukti melakukan pelanggaran dalam kasus
dugaan penggelembungan (mark up) laba bersih di laporan keuangan perusahaan milik
negara untuk tahun buku 2001. Kantor Menteri BUMN meminta agar kantor akuntan itu
menyatakan kembali (restated) hasil sesungguhnya dari laporan keuangan Kimia Farma
tahun buku 2001. Sementara itu, direksi lama yang terlibat akan diminta
pertanggungjawabannya. Seperti diketahui, perusahaan farmasi terbesar di Indonesia itu
telah mencatatkan laba bersih 2001 sebesar Rp 132,3 miliar. Namun kemudian Badan
Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai, pencatatan tersebut mengandung unsur
rekayasa dan telah terjadi penggelembungan. Terbukti setelah dilakukan audit ulang, laba
bersih 2001 seharusnya hanya sekitar Rp 100 miliar. Sehingga diperlukan lagi audit ulang
laporan keuangan per 31 Desember 2001 dan laporan keuangan per 30 Juni 2002 yang
nantinya akan dipublikasikan kepada publik.

Setelah hasil audit selesai dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik Hans Tuanakotta &
Mustafa, akan segera dilaporkan ke Bapepam. Dan Kimia Farma juga siap melakukan
revisi dan menyajikan kembali laporan keuangan 2001, jika nanti ternyata ditemukan
kesalahan dalam pencatatan. Untuk itu, perlu dilaksanakan rapat umum pemegang saham
luar biasa sebagai bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada publik. Meskipun
nantinya laba bersih Kimia Farma hanya tercantum sebesar Rp 100 miliar, investor akan
tetap menilai bagus laporan keuangan. Dalam persoalan Kimia Farma, sudah jelas yang
bertanggung jawab atas terjadinya kesalahan pencatatan laporan keuangan yang
menyebabkan laba terlihat di-mark up ini, merupakan kesalahan manajemen lama.

Kesalahan Pencatatan Laporan Keuangan Kimia Farma Tahun 2001

Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai kesalahan pencatatan dalam laporan
keuangan PT Kimia Farma Tbk. tahun buku 2001 dapat dikategorikan sebagai tindak
pidana di pasar modal. Kesalahan pencatatan itu terkait dengan adanya rekayasa keuangan
dan menimbulkan pernyataan yang menyesatkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Bukti-bukti tersebut antara lain adalah kesalahan pencatatan apakah dilakukan secara tidak
sengaja atau memang sengaja diniatkan. Tapi bagaimana pun, pelanggarannya tetap ada
karena laporan keuangan itu telah dipakai investor untuk bertransaksi. Seperti diketahui,
perusahaan farmasi itu sempat melansir laba bersih sebesar Rp 132 miliar dalam laporan
keuangan tahun buku 2001. Namun, kementerian Badan Usaha Milik Negara selaku

21
pemegang saham mayoritas mengetahui adanya ketidakberesan laporan keuangan tersebut.
Sehingga meminta akuntan publik Kimia Farma, yaitu Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM)
menyajikan kembali (restated) laporan keuangan Kimia Farma 2001. HTM sendiri telah
mengoreksi laba bersih Kimia Farma tahun buku 2001 menjadi Rp 99 milliar. Koreksi ini
dalam bentuk penyajian kembali laporan keuangan itu telah disepakati para pemegang
saham Kimia Farma dalam rapat umum pemegang saham luar biasa. Dalam rapat tersebut,
akhirnya pemegang saham Kimia Farma secara aklamasi menyetujui tidak memakai lagi
jasa HTM sebagai akuntan publik.

Dampak Terhadap Profesi Akuntan

Aktivitas manipulasi pencatatan laporan keungan yang dilakukan manajemen tidak


terlepas dari bantuan akuntan. Akuntan yang melakukan hal tersebut memberikan
informasi yang menyebabkan pemakai laporan keuangan tidak menerima informasi yang
fair. Akuntan sudah melanggar etika profesinya. Kejadian manipulasi pencatatan laporan
keuangan yang menyebabkan dampak yang luas terhadap aktivitas bisnis yang tidak fair
membuat pemerintah campur tangan untuk membuat aturan yang baru yang mengatur
profesi akuntan dengan maksud mencegah adanya praktik-praktik yang akan melanggar
etika oleh para akuntan publik.

PEMBAHASAN

Keterkaitan bukti audit pada kasus Kimia Farma di atas adalah bukti yang diperoleh oleh
KAP HTM auditor independen yang memeriksa Kimia Farma telah dimanipulasi oleh
manajemen. Manipulasi tersebut bertujuan untuk meningkatkan penjualan yang pada
akhirnya akan meningkatkan laba perusahaan. Bukti yang diberikan manajemen berupa
master prices telah digelembungkan nilainya sehingga lebih besar dari yang seharusnya.
Hal tersebut menyebabkan adanya overstated pada penjualan dan laba. Bukti yang didapat
auditor tidak sesuai dengan bukti yang sebenarnya. Dapat dilihat bahwa, bukti audit yang
didapat oleh auditor tidak kompeten. Kompetensi bukti audit berhubungan dengan kualitas
atau keandalan data akuntansi dan informasi penguat. Bukti audit yang kompeten
seharusnya bebas dari kepalsuan dan manipulasi. Selain di sisi bukti audit, sisi
professional auditor juga menjadi issue. Auditor harus professional yaitu cermat dalam
melaksanakan tugas audit yang juga mencakup cermat dalam mengevaluasi bukti.
Kemampuan untuk mengevaluasi bukti audit secara tepat adalah keahlian penting lain
yang harus dikembangkan oleh seorang auditor. Evaluasi yang tepat atas bukti

22
membutuhkan pemahaman auditor atas jenis yang tersedia dan keandalan relatif atau
diagnosisnya. Auditor harus mampu menentukan kapan jumlah yang cukup dari bukti
kompeten yang telah didapat dalam rangka memutuskan apakah kewajaran asersi
manajemen dapat didukung.
Di sisi lain, bukti audit juga harus cukup, yaitu cukup dilihat dari segi kuantitas serta
pengambilan sample yang tepat. Pengambilan sample terkait dengan banyaknya populasi
dan karakteristik populasi. Semakin besar populasi semakin banyak bukti yang diperlukan.
Karakteristik populasi ditentukan oleh homogenitas anggota populasi. Semakin homogen
suatu populasi maka jumlah bukti audit yang dipilih lebih kecil dibandingkan dengan
populasi yang heterogen. Dilihat dari kasus Kimia Farma, sample yang diambil belum
sepenuhnya mewakili populasi yang ada sehingga terdapat unit yang tidak disample dan
unit tersebut melakukan kecurangan.

Kasus II

Studi Kasus Bukti Audit Kasus Audit IT Bank Indonesia

Deskripsi Singkat
Kasus audit BI atas aliran dana YPPI merupakan salah satu kasus keuangan paling
controversial pada tahun 2008, terutama karena melibatkan serentetan nama anggota
dewan gubernur BI dan anggota DPR terkemuka. Sebagai hasil dari laporan BPK, kasus
aliran dana YPPI kini telah terangkat ke meja hijau.

Kasus Aliran dana YPPI atau YLPPI adalah murni temuan tim audit BPK. Tim
tersebutlah yang menentukan rencana kerja, metode, teknik pemeriksaan, analisis maupun
penetapan opini pemeriksaan kasus tersebut sesuai dngan standar pemeriksaan yang
berlaku.

Perintah pemeriksaan BI dan YPPI ini dikeluarkan oleh Anggota Pembina Keuangan
Negara II (Angbintama II) dan Kepala Auditorat Keuangan Negara II (Tortama II) yang
membawahi pemeriksaan BI. Selama periode bulan Februari hingga Mei 2005, Tim Audit
BPK melakukan pemeriksaan atas Laporan Keuangan BI Tahun 2004. Tim Audit BPK
juga memeriksa Yayasan Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (YLPPI) yang
berdiri pada tahun 1977, karena afiliasi lembaganya dengan BI.

23
Pada bulan Maret 2005, Tim Audit BPK di BI menemukan adanya asset/tanah BI
yang digunakan oleh YLPPI. Berdasarkan pemeriksaan lebih lanjut oleh Kantor Akuntan
Publik Muhammad Thoha atas perbandingan kekayaan YLPPI per 31 Desember 2003
dengan posisi keuangannya per Juni 2003, diketahui adanya penurunan nilai asset sebesar
Rp 93 miliar.

Kronologis
 Pada bulan Maret 2005, Tim Audit BPK menemukan bahwa terdapat aset/ tanah yang
digunakan oleh YLPPI. BI juga menyediakan modal awal YLPPI, memberikan bantuan
biaya operasionalnya serta mengawasi manajemennya.
 Berkaitan dengan dibuatnya peraturan tahun 1993 tentang penggunana asset/tanah oleh
YLPPI serta hubungan terafiliasi antara YLPPI dengan BI, maka Tim Audit BPK meminta
laporan keuangannya agar dapat diungkapkan dalam Laporan Keuangan BI
 Dari perbandingan kekayaan YLPPI per 31 Desember 2003 dengan posisi keuangannya
per Juni 2003, diketahui adanya penurunan nilai aset sebesar Rp 93 miliar (Informasi
mengenai kekayaan YPPI per 31 Desember 2003 ini diperoleh dari Laporan Keuangannya
yang diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Mohammad Toha)
 Juni 2005-Oktober 2006: Tim Audit BPK melakukan pendalaman dengan kasus dengan
menetapkan sendiri metode, teknik, objek pengungkapan kasus, analisis, serta penetapan
opini pemeriksaan.
 Mei 2005: Tim Audit BPK melaporkan kasus Aliran Dana YPPI kepada Ketua BPK,
Anwar Nasution.

Temuan Penyimpangan
1. Manipulasi pembukuan, baik buku YPPI maupun buku Bank Indonesia. Pada saat
perubahan status YPPI dari UU Yayasan Lama ke UU No 16 Tahun 2001 tentang Yayasan,
kekayaan dalam pembukuan YPPI berkurang Rp 100 miliar. Jumlah Rp 100 miliar ini
lebih besar dari penurunan nilai aset YPPI yang diduga semula sebesar Rp 93 miliar.
Sebaliknya, pengeluaran dana YPPI sebesar Rp 100 miliar tersebut tidak tercatat pada
pembukuan BI sebagai penerimaan atau utang.
2. Menghindari Peraturan Pengenalan Nasabah Bank serta UU tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang. Dimana dana tersebut dipindahkan dulu dari rekening YPPI di berbagai

24
bank komersil, ke rekening yang terdapat BI, baru kemudian ditarik keseluruhan secara
tunai.
3. Penarikan dan penggunaan dana YPPI untuk tujuan berbeda dengan tujuan pendirian
yayasan semula. Ini bertentangan dengan UU Yayasan, dan putusan RDG tanggal 22 Juli
2003 yang menyebutkan bahwa dana YPPI digunakan untuk pembiayaan kegiatan sosial
kemsyarakatan.
4. Penggunaan dana Rp 31,5 miliar yang diduga untuk menyuap oknum anggota DPR.
Sisanya, Rp 68,5 miliar disalurkan langsung kepada individu mantan pejabat BI, atau
melalui perantaranya. Diduga, dana ini digunakan untuk menyuap oknum penegak hukum
untuk menangani masalah hukum atas lima orang mantan Anggota Dewan Direksi/ Dewan
Gubernur BI. Padahal, kelimanya sudah mendapat bantuan hukum dari sumber resmi
anggaran BI sendiri sebesar Rp 27,7 miliar. Bantuan hukum secara resmi itu disalurkan
kepada para pengacara masing-masing. Dan dana Rp 68,5 miliar

Dasar Pengambilan Dana YPPI


 Keputusan Rapat Dewan Gubernur BI (RDG) tanggal 3 Juni 2003menetapkan agar Dewan
Pengawas YLPPI menyediakan dana sebesar Rp 100 milar untuk keperluan insidentil dan
mendesak di BI
 Salah satu dari dua RDG yang dilakukan tanggal 22 Juli 2003 adalah menetapkan
pembentukan Panitia Pengembangan Sosial kemasyarakatan (PPSK) untuk melakukan
“penarikan, penggunaan dan penatausahaan” dana yang diambil dari YPPi tersebut.PPSK
dibentuk untuk melakukan berbagai kegiatan dalam rangka membina hubungan social
kemayarakatan.
 RDG yang kedua dilakukan pada tanggal 22 Juli 2003 menetapkan agar BI mengganti atau
mengembalikan dana Rp 100 miliar yang diambilnya dari YPPI.

Penanganan Kasus YPPI


 5 Juli 2005: Ketua BPK, Anwar Nasution (AN) memanggil Gubernur BI, Burhanuddin
Abdullah (BA). AN meminta yang bersangkutan untuk dapat menyelesaikan kasus
tersebut dengan baik agar tidak menimbulkan gejolak politik maupun mengganggu
karirnya sendiri atau karir semua pihak yang terkait.

25
 21 Juli 2005: Ketua BPK memberikan himbauan yang sama pada Paskah Suzetta (PS).
Kala itu, PS menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi XI DPR-RI dan kemudian diangkat
menjadi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional dalam Kabinet Indonesia Bersatu.
 Ketua BPK, AN, menyarankan untuk dapat menyelesaikan kasus Aliran Dana YPPI sesuai
dengan aturan hukum, termasuk UU tentang Yayasan dan sistem pembukuan BI sendiri.
Saran AN secara spesifik adalah:
 agar seluruh uang YPPI dapat dikembalikan
 agar pembukuan YPPI dapat dikoreksi kembali
 Toleransi yang diberikan AN:
 Memberikan jangka waktu penyelesaian oleh BI yang sama dengan tenggang waktu yang
diperlukan Tim Audit BPK untuk mendalami kasus YPPI, termasuk melengkapi data dan
bukti.
 Bila uang YPPI dikembalikan dan pembukuannya dikoreksi, AN akan menulis surat
kepada penegak hukum bahwa tidak ada lagi kerugian negara.
 Toleransi AN ini tidak dpenuhi oleh para pihak tergugat.

D.Bukti Audit dalam Pemeriksaan Laporan Keuangan

Terkait dengan bukti audit untuk pemeriksaan laporan keuangan untuk tujuan umum,
berikut ini diuraikan persuasivitas bukti audit (bukti audit yang meyakinkan) dan tipe/jenis
bukti audit.
Tidak mungkin bagi auditor memeriksa seluruh bukti transaksi klien. Oleh karena itu, auditor
harus mengumpulkan bukti yang tepat dan mencukupi untuk mendukung pendapat yang
diberikan. Auditor harus yakin bahwa pendapatnya benar dengan tingkat kepastian yang tinggi.
Dengan menggabungkan seluruh bukti audit yang diperolehnya, auditor dapat meyakinkan
dirinya untuk mengambil kesimpulan atas audit yang dilakukannya dalam rangka menerbitkan
Audit Report.
Arens, Elder, dan Beasley (2012: 196-198) menyebutkan bahwa terdapat dua penentu untuk
persuasivitas bukti, yaitu ketepatan bukti dan kecukupan bukti. Ketepatan bukti merupakan
ukuran mutu bukti, yang berarti relevansi dan reliabilitasnya memenuhi tujuan audit untuk
kelas transaksi, saldo akun, dan pengungkapan terkait. Ketepatan bukti terkait dengan
prosedur audit yang dipilih.

26
Reliabilitas bukti terkait dengan apakah suatu bukti dapat dipercaya (diandalkan) atau tidak.
Jika suatu bukti dapat diandalkan, maka bukti tersebut sangat membantu meyakinkan auditor
bahwa laporan keuangan klien disajikan secara wajar.
Reliabilitas bukti tergantung pada enam karakteristik bukti yang dapat diandalkan, yaitu:
a) Independensi Penyedia Bukti (Independence of Provider)
Bukti yang diperoleh dari sumber luar entitas lebih dapat diandalkan ketimbang yang
diperoleh dari dalam entitas.
b) Efektivitas Pengendalian Internal Klien (Effectiveness of Client’s Internal Controls)
Jika pengendalian internal klien efektif, maka bukti audit yang diperoleh lebih dapat
diandalkan ketimbang jika pengendalian internalnya lemah.
c) Pengetahuan Langsung Auditor (Auditor’s Direct Knowledge)
Bukti audit yang diperoleh langsung oleh auditor melalui pemeriksaan fisik, observasi,
penghitungan ulang, dan inspeksi lebih dapat diandalkan ketimbang informasi yang diperoleh
secara tidak langsung.
d) Kualifikasi Individu yang Menyediakan Bukti (Qualifications of Individuals Providing the
Information)
Bukti audit tidak akan dapat diandalkan kecuali individu yang menyediakan informasi tersebut
memenuhi kualifikasi untuk itu.
e) Tingkat Objektivitas (Degree of Objectivity)
Bukti yang objektif lebih dapat diandalkan ketimbang bukti yang memerlukan pertimbangan
tertentu untuk menentukan apakah bukti tersebut adalah benar.
f) Ketepatan Waktu (Timeliness)
Ketepatan waktu bukti audit terkait dengan kapan bukti audit itu dikumpulkan dan
periode yang tercakup oleh audit tersebut. Untuk akun-akun neraca, bukti lebih
dapat diandalkan apabila diperoleh sedekat mungkin dengan tanggal neraca.
Kuantitas bukti yang diperoleh akan menentukan kecukupan bukti audit. Kecukupan bukti
terutama diukur oleh sampel yang dipilih oleh auditor. Dua faktor yang paling penting adalah
ekspektasi auditor atas salah saji dan keefektifan pengendalian internal klien.
Selain ukuran sampel, masing-masing item yang diuji akan mempengaruhi kecukupan bukti
audit. Sampel yang terdiri atas item-item populasi dengan nilai uang besar, item-item yang
kemungkinan besar salah saji, dan item-tem yang mewakili populasi umumnya dianggap
sudah mencukupi.

27
Dalam pemeriksaan pajak, pemeriksa pajak mendasarkan
temuannya pada bukti kompeten yang cukup dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan dan bukti dianggap kompeten apabila bukti tersebut valid dan relevan
dengan tetap mempertimbangkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha atas transaksi Wajib
Pajak yang memiliki hubungan istimewa. Sedangkan dalam pemeriksaan laporan keuangan
untuk tujuan umum (pemberian opini), auditor mendasarkan pendapatnya pada bukti yang
dikumpulkan dan Standar Akuntansi Keuangan. Apabila auditor mendapatkan bukti yang
meyakinkan (persuasivitas bukti), maka bukti tersebut membantu auditor untuk memberikan
pendapat atas laporan keuangan yang diperiksa. Bukti yang meyakinkan (persuasivitas bukti)
ditentukan oleh dua hal yaitu ketepatan bukti dan kecukupan bukti. Bukti dianggap tepat
apabila relevansi dan reliabilitasnya memenuhi tujuan audit.
Validitas bukti dalam pemeriksaan pajak dipengaruhi oleh:
- independensi dan kualifikasi sumber diperolehnya bukti;
- kondisi bukti diperoleh; dan
- cara bukti diperoleh.
Pemeriksaan laporan keungan untuk tujuan umum tidak mennggunakan istilah validitas bukti,
namun menggunakan istilah reliabilitas bukti. Reliabilitas bukti tergantung pada enam
karakteristik bukti yang dapat diandalkan sebagai berikut:
- independensi penyedia bukti;
- efektivitas pengendalian internal klien;
- pengetahuan langsung auditor;
- kualifikasi individu yang menyediakan bukti;
- tingkat objektivitas; dan
- ketepatan waktu.
Kalau dibandingkan faktor yang mempengaruhi validitas bukti dalam pemeriksaan pajak
dengan faktor yang mempengaruhi reliabilitas bukti dalam pemeriksaan laporan keuangan
untuk tujuan umum terdapat kesamaan atau kedekatan makna yaitu independensi dan
kualifikasi sumber diperolehnya bukti (dalam pemeriksaan pajak) sama dengan independensi
penyedia bukti dan kualifikasi individu yang menyediakan bukti (dalam pemeriksaan laporan
keuangan untuk tujuan umum), cara bukti diperoleh (dalam pemeriksaan pajak) dekat
maknanya dengan pengetahuan langsung auditor (dalam pemeriksaan laporan keuangan untuk
tujuan umum).
Adapun faktor yang mempengaruhi validitas bukti berupa kondisi bukti diperoleh dalam
pemeriksaan pajak diberikan penjelasan dalam Pasal 4 huruf c Peraturan Direktur Jenderal

28
Pajak (Perdirjen Pajak) Nomor PER-23/PJ/2013. Pasal 4 huruf c Perdirjen Pajak Nomor PER-
23/PJ/2013 hanya menjelaskan tingkat kesulitan mendapatkan bukti yang dipengaruhi situasi
dan/atau kondisi dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan tingkat validitas bukti.
Penjelasan ini belum menggambarkan secara jelas mengai kondisi bukti diperoleh yang dapat
mempengaruhi validitas bukti. Dalam Perdirjen Pajak sebelumnya yaitu Perdirjen Pajak
Nomor PER-09/PJ/2010, sebelum diganti dengan Perdirjen Pajak Nomor PER-23/PJ/2013,
dalam Pasal 5 huruf e diberikan penjelasan mengenai bukti yang diperoleh yang dapat
mempengaruhi validitas bukti sebagai berikut bahwa bukti yang dihasilkan oleh entitas yang
memiliki sistem pengendalian internal kuat memiliki validitas lebih tinggi dibandingkan bukti
yang dihasilkan oleh entitas yang memiliki sistem pengendalian internal lemah. Penjelasan
dalam Perdirjen Nomor PER-09/PJ/2010 ini mempunyai kedekatan dengan faktor efektivitas
pengendalian internal klien yang dapat mempengaruhi reliabilitas bukti dalam pemeriksaan
laporan keuangan untuk tujuan umum.

Selanjutnya, dalam pemeriksaan pajak tidak disebutkan faktor


tingkat objektivitas dan ketepatan waktu yang dapat mempengaruhi validitas bukti
sebagaimana faktor tingkat objektivitas dan ketepatan waktu tersebut disebutkan dalam
pemeriksaan laporan keuangan untuk tujuan umum yang dapat mempengaruhi realibilitas
bukti. Penulis berpendapat bahwa walaupun dalam Perdirjen Pajak Nomor PER-23/PJ/2013
tidak menyebutkan faktor tingkat objektivitas dan ketepatan waktu dalam menentukan
validitas bukti, faktor tersebut harus menjadi pertimbangan juga bagi pemeriksa pajak dalam
menentukan validitas bukti.
Dalam pemeriksaan pajak, bukti danggap relevan apabila bukti tersebut berkaitan dengan pos-
pos yang diperiksa sebagaimana tercantum dalam program pemeriksaan. Sedangkan dalam
pemeriksaan untuk tujuan umum, bukti dianggap relevan apabila bukti tersebut berkaitan atau
relevan dengan tujuan audit yang diuji oleh auditor.

Faktor lainnya yang mempengaruhi keputusan baik bagi pemeriksa


pajak maupun auditor dalam mengambil kesimpulan yang akan dituangkan dalam Laporan
Hasil Pemeriksaan atau Audit Report adalah kecukupan bukti. Dalam pemeriksaan pajak,
disebutkan bahwa bukti yang cukup adalah bukti yang memadai untuk mendukung temuan
hasil pemeriksaan. Kecukupan terkait dengan pertimbangan profesional (professional
judgement) pemeriksa pajak. Selanjutnya, dalam pemeriksaan laporan keuangan untuk tujuan
umum, kuantitas bukti yang diperoleh akan menentukan kecukupan bukti audit. Kecukupan

29
bukti terutama diukur oleh sampel yang dipilih oleh auditor yang besaran sampelnya
dipengaruhi oleh ekspektasi auditor atas salah saji dan keefektifan pengendalian internal klien.
Selain ukuran sampel, masing-masing item yang diuji akan mempengaruhi kecukupan bukti
audit misalnya sampel yang terdiri atas item-item populasi dengan nilai uang besar, item-item
yang kemungkinan besar salah saji, dan item-tem yang mewakili populasi umumnya dianggap
sudah mencukupi.
Dalam pemeriksaan pajak, kecukupan bukti audit tidak ditekankan
pada kuantitas bukti yang diperoleh yang diukur dengan sampel yang dipilih auditor. Hal ini
wajar, karena dalam pemeriksaan pajak, tidak dilakukan pemeriksaan seluruh pos SPT atau
seluruh akun laporan keuangan. Pemilihan pos-pos SPT dan turunannnya (akun-akun laporan
keuangan) yang diperiksa didasarkan pada identifikasi masalah yang dilakukan oleh
pemeriksa pajak. Bukti audit yang kumpulkan oleh pemeriksa pajak harus dapat mendukung
atau mempertahankan temuan hasil pemeriksaan. Namun demikian, untuk pengujian
substantif atas saldo suatu pos SPT atau akun laporan keuangan, sampel bukti transaksi yang
digunakan pengujian saldo tersebut harus mencukupi, tanpa mengesampingkan penggunaan
alat uji yang lain.
Dalam pemeriksaan pajak, tidak diklasifikasikan tipe/jenis bukti audit sebagaimana
diklasifikasikan dalam pemeriksaan laporan keuangan untuk tujuan umum dalam delapan
tipe/jenis audit sebagai berikut:
- pemeriksaan fisik (physical examination);
- konfirmasi (confirmation);
- dokumentasi (documentation);
- prosedur analitis (analytical procedures);
- tanya jawab dengan klien (inquiries of the client);
- rekalkulasi (recalculation);
- pelaksanaan/reka ulang (reperformance);
- observasi (observation).
Namun demikian, tipe/jenis audit sebagaimana dimaksud dalam pemeriksaan laporan
keuangan untuk tujuan umum tersebut dalam pemeriksaan pajak tercermin dalam
pendokumentasian dari penerapan teknik pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak (SE Dirjen Pajak) Nomor SE-65/PJ/2013 tanggal 31 Desember 2013
tentang Pedoman Penggunaan Metode dan Teknik Pemeriksaan. Teknik Pemeriksaan
sebagaimana diatur dalam SE-65/PJ/2013 tersebut adalah sebagai berikut:
- pemanfaatan informasi internal dan/atau eksternal Direktorat Jenderal Pajak;

30
- pengujian keabsahan dokumen;
- evaluasi;
- analisis angka-angka;
- penelusuran angka-angka;
- penelusuran bukti;
- pengujian keterkaitan;
- ekualisasi;
- permintaan keterangan atau bukti;
- konfirmasi;
- inspeksi;
- pengujian kabenaran fisik;
- pengujian kebenaran penghitungan matematis;
- wawancara;
- uji petik (sampling);
- Teknik Audit Berbantuan Komputer (TABK); dan/atau
- teknik-teknik Pemeriksaan lainnya.
Dengan demikian, pendokumentasian dari penerapan teknik
pemeriksaan dalam pemeriksaan pajak tersebut menjadi bukti audit dalam pemeriksaan pajak.

31
BAB III
PENUTUP

Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, sebagai penutup dari makalah ini,
penulis menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Bukti audit :
 Bukti audit adalah segala informasi yang mendukung angka-angka atau informasi
lain yang disajikan dalam laporan keuangan, yang dapat digunakan oleh auditor
sebagai dasar untuk menyatakan pendapatnya.
 Persuasivitas bukti audit menyangkut kecukupan dan kompetensi bukti audit. Cukup
atau tidaknya bukti audit menyangkut kuantitas bukti yang harus diperoleh auditor
dalam auditnya, sedangkan kompetensi menyangkut kualitas atau keandala.
 Untuk memperoleh bukti audit, auditor melaksanakan prosedur audit khusus untuk
memperoleh bukti audit. Beberapa prosedut tersebut antara lain inspeksi, pengamatan,
wawancara, konfirmasi, penelusuran, pemeriksaan bukti, pendukung, penghitungan
dan scanning. Masing-masing dari prosedut tersebut memiiki tingkat keandalan yang
berbeda-beda.
 Dalam proses pengumpulan bukti audit, auditor melakukan empat pengambilan
keputusan yang saling berkaitan yaitu: penentuan prosedur audit yang akan
digunakan, penentuan besarnya sampel, penentuan unsur tertentu yang dipilih
sebagai anggota sampel, dan waktu yang cocok untuk melaksanakan prosedur audit
tertentu.
2. Kertas Kerja Pemeriksaan :
 Kertas kerja pemeriksaan/Audit Documentation adalah catatan utama auditor dari
pekerjaan yang dilakukan dan merupakan dasar bagi kesimpulan dalam laporan
auditor.
 Terdapat dua jenis kertas kerja pemeriksaan yakni arsip permanen dan arsip tahun
berjalan. Adapun, kuantitas, tipe, dan isi kertas kerja bervariasi sesuai dengan
keadaan yang dihadapi oleh auditor, namun harus dapat mendukung tercapainya
tujuan audit.
 Kertas kerja pemeriksaan perlu diorganisasikan sehingga anggota tim audit (dan
lainnya) dapat menemukan bukti audit untuk mendukung tiap akun laporan keuangan.
 Kertas kerja pemeriksaan adalah milik dari auditor dan harus diarsipkan/disimpan
sebaik mungkin oleh Auditor.

32
3. Bukti laporan keuangan:
1.Bukti audit mempunyai peranan penting baik dalam pemeriksaan pajak maupun
pemeriksaan laporan keuangan.
2.Dalam pemeriksaan pajak, bukti dianggap kompeten apabila bukti tersebut valid dan relevan.
Sedangkan dalam pemeriksaan laporan keuangan untuk tujuan umum, bukti dianggap
meyakinkan apabila memenuhi ketepatan dan kecukupan bukti.
3.Validitas bukti dalam pemeriksaan pajak dan reliabilitas bukti dalam pemeriksaan laporan
keuangan untuk tujuan umum dipengaruhi oleh beberapa faktor. Terdapat kesamaan faktor-
faktor yang mempengaruhi validitas bukti dalam pemeriksaan pajak dan reliabilitas bukti
dalam pemeriksaan laporan keuangan untuk tujuan umum.
4.Terdapat faktor yang mempengaruhi validitas bukti yaitu kondisi bukti diperoleh yang oleh
Perdirjen Pajak Nomor PER-23/PJ/2013 belum diberikan penjelasan secara jelas. Oleh karena
itu, apabila dilakukan penyempurnaan PER-23/PJ/2013 akan lebih baik bila faktor kondisi
bukti diperoleh diberikan penjelasan secara jelas sebagaimana pernah dijelaskan dalam
Perdirjen Pajak Nomor PER-09/PJ/2010.
5.Relevansi bukti audit diperlukan baik dalam pemeriksaan pajak maupun pemeriksaan
laporan keuangan untuk tujuan umum. Dalam pemeriksaan pajak, bukti audit danggap relevan
apabila bukti tersebut berkaitan dengan pos-pos yang diperiksa sebagaimana tercantum dalam
program pemeriksaan. Sedangkan dalam pemeriksaan untuk tujuan umum, bukti dianggap
relevan apabila bukti tersebut berkaitan dengan tujuan audit yang diuji oleh auditor.
6. Kecukupan bukti audit akan mempengaruhi keputusan baik bagi pemeriksa pajak maupun
auditor dalam mengambil kesimpulan yang akan dituangkan dalam Laporan Hasil
Pemeriksaan atau Audit Report. Dalam pemeriksaan pajak, bukti dianggap yang cukup apabila
bukti tersebut memadai untuk mendukung temuan hasil pemeriksaan. Kecukupan terkait
dengan pertimbangan profesional (professional judgement) pemeriksa pajak.
7.Dalam pemeriksaan pajak tidak diatur mengenai tipe/jenis bukti audit sebagaimana dikenal
dalam pemeriksaan laporan keuangan untuk tujuan umum. Namun demikian, bukti audit
dalam pemeriksaan pajak pada prinsipnya mencakup tipe/jenis bukti audit sebagaimana
dikenal dalam pemeriksaan laporan keuangan untuk tujuan umum. Bukti audit dalam
pemeriksaan pajak dapat diperoleh dari pendokumentasian penerapan teknik pemeriksaan
pajak sebagaimana diatur dalam SE-65/PJ/2013.

33
DAFTAR PUSTAKA

Bayangkara, IBK. 2008. Audit Manajemen: Prosedur Dan Implementasi.


Salemba Empat. Jakarta

Elder, Randal J., Mark S. Beasley, Alvins A. Arens. 2010. Auditing and Assurance Services: An
Integrated Approach. Pearson Education. New Jersey.

Hinduan, Nuri. 2006. Jasa Audit & Assurance: Pendekatan Sistematis.


Salemba Empat. Jakarta

Messier, Jr. W. F., Glover, S. M., & Prawit, D.F. 2006. Auditing and Assurance Services: A
Systematic Approach. McGraw-Hill. New York

Mulyadi. 2002. Auditing. Salemba Empat. Jakarta

PSA No. 15 Kertas Kerja SA Seksi 339

Standar Audit 500 , Bukti Audit

http://palembang.bpk.go.id/?p=759 diakses pada 20 Juli 2016, 14.23 WIB

http://www.kompasiana.com/www.bobotoh_pas20.com/kasus-kimia-farma-etika-
bisnis_5535b4d46ea8349b26da42eb diakses pada 25 Juli 2016, 22.43 WIB

34

Anda mungkin juga menyukai