Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

Masalah Psikososial Pada Klien Katarak Dengan Kecemasan/ Ansietas

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktek Profesi Ners


Keperawatan Jiwa Psikososial

OLEH
NAMA : Nida Fitria
NIM : 201904052

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
BANYUWANGI
2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN JIWA DENGAN PENYAKIT KATARAK


DAN KECEMASAN DI DESA BAYU KECAMATAN SONGGON
KABUPATEN BANYUWANGI

Tanggal : 27 Agustus 2020

Mahasiswa

(NIDA FITRIA)

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

(Dian Wahyuni, S.Kep, Ns) (Dian Wahyuni, S.Kep, Ns)

Kepala Ruangan

(Dian Wahyuni, S.Kep, Ns)


BAB 1
KONSEP KATARAK

1.1 Definisi
Katarak merupakan penurunan progresif kejernihan lensa. Lensa
menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu dan ketajaman penglihatan
berkurang. Katarak terjadi apabila protein pada lensa yang secara normal
transparan terurai dan mengalami koagulasi pada lensa (Corwin, 2009).
Operasi katarak dapat menimbulkan komplikasi. Komplikasi dapat terjadi
dalam waktu beberapa hari setelah operasi hingga beberapa bulan setelah
operasi. Insiden komplikasi bervariasi, tergantung laporan dari tempat
yang berbeda. Umumnya, komplikasi ini membutuhkan tindakan bedah
untuk memperbaiki salah satu efek samping tersering dari operasi katarak
adalah robeknya kapsul posterior (Simanjuntak, 2012).
Katarak berasal dari yunani katarrhakies, inggris cataract, dan latin
cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular
dimana penglihatan seperti tertutup air terjun. katarak adalah kekeruhan
lensa yang mengarah kepada penurunan ketajaman visual dan atau cacat
fungsional yang dirasakan oleh pasien (Khalilullah, 2010).
Katarak berasal dari bahasa Yunani yang berarti Katarrahakies, bahasa
Inggris Cataract, dan bahasa latin Cataracta yang berarti air terjun. Dalam
bahasa Indonesia disebut bular, dimana penglihatan seperti tertutup air
terjun akibat lensa yang keruh. Katarak dapat terjadi akibat hidrasi,
denaturasi protein atau keduanya (handayani, 2011).

1.2 Penyebab Katarak


Sebagian besar katarak, yang disebut katarak senilis, terjadi akibat
perubahan degeneratif yang berhubungan dengan penuaan. Pajanan
terhadap sinar matahari selama hidup dan predisposisi herediter berperan
dalam perkembangan katarak senilis. Katarak juga dapat terjadi pada usia
berapa saja setelah trauma lensa,
infeksi mata, atau pajanan terhadap radiasi atau obat tertentu. Janin yang
terpajan virus rubella dapat mengalami katarak. Individu yang mengalami
diabetes mellitus jangka panjang sering mengalami katarak, yang
kemungkinan besar disebabkan oleh gangguan aliran darah ke mata dan
perubahan penangangan dan metabolisme glukosa (Corwin, 2009).

1.3 Gejala Katarak


1. Penglihatan tidak jelas atau kabur
2. Daya penglihatan kurang
3. Lensa mata berubah menjadi buram
4. Adanya selaput tipis pada mata
5. Mata lebih sensitif terhadap cahaya sehingga merasa sangat silau bila
berada di bawah cahaya yang terang
6. Mata tidak terasa sakit dan tidak berwarna merah
7. Sering berganti kacamata atau lensa konta karena keduanya sudah
tidak bias menanggulangi kelainan mata. (Hani’ah, 2009)

1.4 Jenis-jenis Katarak


1. Katarak Kongenital
Diderita oleh bayi dan anak-anak yang disebabkan oleh infeksi virus
pada ibu hamil muda.
2. Katarak Senilis
Katarak yang disebabkan oleh proses penuaan atau defeneratif.
3. Katarak Traumatika
Katarak yang disebabkan oleh karena adanya trauma atau kecelakaan
pada mata.
4. Katarak Komplikata
Katarak yang disebabkan oleh infeksi atau penyakit lainya pada
mata. (Irianto, 2014).
1.5 Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih,
transparan, berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan
refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada
zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang
mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan
bertambahnya usia, nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat
kekuningan. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior
dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk
katarak yang paling bermakna, Nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang
memanjang dari badan silier ke sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat
menyebabkan penglihatan mengalamui distorsi. Perubahan kimia dalam
protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan
pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air
ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan
mengganggu transmisi sinar.
Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam
melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita
katarak. Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan
yang berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik,
seperti diabetes. Namun kebanyakan merupakan konsekuensi dari proses
penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik
ketika seseorang memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat
kongenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa
dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen.
Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi
radiasi sinar ultraviolet B, obatobatan, alkohol, merokok, diabetes, dan
asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama
(Smeltzer, 2002).

1.6 Penatalaksanaan Katarak


Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun
sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila
telah menimbulkan penyulit seperti glaukoma dan uveitis (Mansjoer,
2010). Dalam bedah katarak, lensa diangkat dari mata (ekstraksi lensa)
dengan prosedur intrakapsular atau ekstrakapsular. Ekstraksi intrakapsular
yang jarang lagidilakukan saat ini adalah mengangkat lensa in toto, yakni
didalam kapsulnya elaui insisi limbus superior 140-1600. pada ekstraksi
ekstrakapsular juga dilakukan insisi limbus superior, bagian anterior
kapsul dipotong dan 22 diangkat, nukleus diekstraksi dan korteks lensa
dibuang dari mata dengan irigasi dan aspirasi atau tanpa aspirasi sehingga
menyisakan kapsul posterior. Fakofragmentasi dan fakoemulsifikasi
dengan irigasi atau aspirasi (atau keduanya) adalah teknik ekstrakapsular
yang menggunakan getaran- getaran ultrasonik untuk mengangkat nukleus
dan korteks melalui insisi lumbus yang kecil (2-5 mm), sehingga
mempermudah penyembuhan luka pasca operasi. Teknik ini kurang
bermanfaat pada katarak senilis yang padat dan keuntungan insisi lumbus
yang kecil agak berkurang jika dimasukkan lensa intraokuler.
Pada beberapa tahun silam, operasi katarak ekstrakapsular telah
menggantikan prosedur intrakapsular sebagai jenis bedah katarak yang
paling sering. Alasan utamanya adalah bahwa apabila kapsul posterior
utuh, ahli bedah dapat memasukkan lensa intra okuler ke dalam kamera
posterior. Insiden komplikasi pasca operasi seperti abasio retina dan
edema makula lebih kecil bila kapsul posteriornya utuh. Jika digunakan
teknik insisi kecil, masa penyembuhan pasca operasi biasanya lebih
pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari operasi itu juga, tetapi
dianjurkan untuk bergerak dengan hati- hati dan menghindari peregangan
atau mengangkat benda berat selama sekitar satu bulan. Matanya dapat
dibalut selama beberapa hari, tetapi kalau matanya terasa nyaman, balutan
dapat dibuang pada hari pertama pasca operasi dan matanya dilindungi
dengan kacamata. Perlindungan pada malam hari dengan pelindung logam
diperlukan selama beberapa minggu. Kacamata sementara dapat
digunakan beberapa hari setelah operasi, tetapi biasanya pasien melihat 23
dengan cukup baik melalui lensa intraokuler sambil menantikan kacamata
permanen (Vaughan, 2010).
BAB 2
KONSEP PSIKOSOSIAL PADA KATARAK

2.1 Definisi Psikososial


Gangguan psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu baik
yang bersifat psikologis ataupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik dan
dianggap berpotensi cukup besar sebagai faktor penyebab terjadinya gangguan jiwa
atau gangguan kesehatan secara nyata, atau sebaliknya masalah kesehatan jiwa yang
berdampak pada lingkungan sosial (Keliat, et all., 2011 ).
Ciri-ciri gangguan psikososial Menurut (Keliat, et all., 2011) adalah sebagai
berikut :
a. Cemas, khawatir berlebihan, takut
b. Mudah tersinggung
c. Sulit konsentrasi
d. Bersifat ragu-ragu
e. Merasa kecewa
f. Pemarah dan agresif
g. Reaksi fisikl seperti jantung berdebar, otot tegang, sakit kepala

2.2 Masalah Psikososial Pada Klien Dengan Katarak


Adanya komplikasi akan menimbulkan kecemasan pada pasien. Kecemasan
merupakan gejala yang umum tetapi non spesifik yang sering merupakan satu fungsi
emosi. Kecemasan berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan tidak berdaya
(Zuchra, 2012). Hal ini dapat melibatkan dukungan keluarga karena keluarga
merupakan unsur penting dalam perawatan. Dukungan keluarga merupakan salah satu
faktor yang dapat membantu pasien (Murniasih, 2007). Dukungan keluarga dapat
menimbulkan efek penyangga yaitu dukungan keluarga menahan efek-efek negatif
dari stres terhadap kesehatan dan efek utama yaitu dukungan keluarga yang secara
langsung mempengaruhi peningkatan kesehatan. Dukungan orang tua maupun
keluarga lainnya yang tinggi juga akan meningkatkan harga diri. Bentuk dukungan
yang bisa diberikan kepada keluarga salah satunya adalah dukungan psikososial
(Friedman, 2003).
2.3 Kecemasan
2.3.1 Definisi
Ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas menyebar dialam dan terkait
dengan perasaan ketidakpastian dan ketidakberdayaan perasaan isolasi,
keterasingan dan ketidakamanan juga hadir (Stuart dan Laraia, 2005). Ansietas
merupakan alat peringatan internal yang memberikan tanda bahaya kepada
individu. 
Sisi negatif ansietas atau sisi yang membahayakan ialah rasa khawatir yang
berlebihan tentang masalah yang nyata atau potensial. Hal ini menghabiskan
tenaga, menimbulkan rasa takut, dan menghambat individu melakukan fungsinya
dengan adekuat dalam situasi interpersonal, situasi kerja, dan situasi sosial.
Diagnosis gangguan ansietas ditegakkan ketika ansietas tidak lagi berfungsi
sebagai tanda bahaya, melainkan menjadi kronis dan mempengaruhi sebagian besar
kehidupan individu sehingga menyebabkan perilaku maladaptif dan disabilitas
emosional. Misalnya, diagnosis gangguan ansietas umum ditegakkan ketika
individu selalu khawatir tentang sesuatu atau semua hal tanpa alasan yang nyata,
merasa gelisah, lelah, dan tegang, serta sulit berkonsentrasi selama sekurang-
kurangnya enam bulan terakhir. Masalah ini berfokus pada gangguan ansietas yang
menyebabkan ansietas yang ekstrenm dan melemahkan, yang mengganggu
kehidupan sehari-hari individu.

2.3.2 Tanda Dan Gejala


Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang mengalami ansietas
(Hawari, 2008), sebagai berikut:
a. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung
b. Merasa tegang, tidak senang, gelisah, mudah terkejut
c. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang
d. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan
e. Gangguan konsentrasi dan daya ingat
f. Keluhan-keluhan somatic, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran
berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan
perkemihan, sakit kepala dan sebagainya. 

2.3.3 Tingkatan
Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek
membahayakan, yang bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas yang
dialami, dan seberapa baik individu melakukan koping terhadap ansietas. Menurut
Peplau (dalam, Videbeck, 2008) ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh
individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik :
a. Ansietas ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan
sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan
lahan persepsinya.Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan
menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.Manifestasi yang muncul pada
tingkat ini adalah kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat, kesadaran
tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai
situasi. Kecemasan ringan mempunyai karakteristik :
1. Berhubungan dengan ketegangan dalam peristiwa sehari-hari.
2. Kewaspadaan meningkat
3. Persepsi terhadap lingkungan meningkat.
4. Dapat menjadi motivasi positif untuk belajar dan menghasilkan kreatifitas.
5. Respon fisiologis : sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah
meningkat sedikit, gejala ringan pada lambung, muka berkerut, serta bibir
bergetar.
6. Respon kognitif : mampu menerima rangsangan yang kompleks,
konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara afektif, dan
terangsang untuk melakukan tindakan.
7. Respon perilaku dan emosi : tidak dapat duduk tenang, remor halus pada
tangan, suara kadang-kadang meninggi.
b. Ansietas sedang
Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada
masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang
mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang
terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat,
kecepatan denyut nadi jantung dan pernafasan meningkat, ketegangan otot
meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi, lahan persepsi menyempit,
mampu untuk belajar namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi menurun,
prhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak menambah ansietas,
mudah tersinggung, tidak sabar, mudah lupa, marah dan menangis.
Kecemasan sedang mempunyai karakteristik :
1. Respon biologis : sering nafas pendek, nadi ekstra sistol dan tekanan
darah meningkat, mulut kering, anoreksia, diare/konstipasi, sakit kepala,
sering berkemih, dan letih.
2. Respon kognitif : memusatkan perhatian pada hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain, lapang persepsi menyempit, dan rangsangan
dari luar tidak mampu diterima.
3. Respon perilaku dan emosi : gerakan tersentak-sentak, terlihat lebih tegas,
bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur, dan perasaan tidak aman.
c. Ansietas berat
Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang
dengan persepsi berat cenderung untuk memutuskan pada sesuatu yang terinci
dan spesifik, serta tidak dapat berfikirtentang hal lain. Orang tersebut
memerlukan banyak pengarahan untuk memutuskan pada suatu area yang lain.
Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit
kepala, nausea, tidak dapat tidur (insomnia), sering kencing, diare, palpitasi,
lahan persepsi menyempit, tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada
dirinya sendiri dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi,
perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi. Kecemasan berat mempunyai
karakteristik :
1. Individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal
yang lain.
2. Respon fisiologis : nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkeringat
dan sakit kepala, penglihatan kabur, serta tampak tegang.
3. Respon kognitif : tidak mampu berfikir berat lagi dan membutuhkan
banyak pengarahan/tuntunan, serta lapang persepsi menyempit.
4. Respon perilaku dan emosi : perasaan terancam meningkat dan
komunikasi menjadi terganggu (verbalisasi cepat).
d. Panic (Sangat Berat)
Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan terror karena
mengalami kehilangan kendali.Orang yang sedang panik tidak mampu
melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang
terjadi pada keadaan ini adalah susah bernafas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat,
diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat berespon terhadap perintah
yang sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan delusi. Panik
(kecemasan sangat berat) mempunyai karakteristik :
1. Respon fisiologis : nafas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit dada,
pucat, hipotensi, serta rendahnya koordinasi motorik.
2. Respons kognitif : gangguan realitas, tidak dapat berfikir logis, persepsi
terhadap lingkungan mengalami distorsi, dan ketidakmampuan memahami
situasi.
3. Respon perilaku dan emosi : agitasi, mengamuk dan marah, ketakutan,
berteriak-teriak, kehilangan kendali atau kontrol diri (aktifitas motorik
tidak menentu), perasaan terancam serta dapat berbuat sesuatu yang
membahayakan diri sendiri dan orang lain.

2.3.4 Faktor yang mempengaruhi


Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah sebagai berikut :
1. Umur
Bahwa umur yang lebih lebih mudah menderita stress dari pada umur tua
2. Keadaan fisik
Penyakit adalah salah satu faktor yang menyebabkan kecemasan.
Seseorang yang menderita penyakit akan lebih mudah mengalami
kecemasan dibandingkan dengan orang yang tidak sedang menderita
penyakit.
3. Sosial budaya
Cara hidup di masyarakat juga sangat memungkinkan timbulnya stress.
Individu yang mempunyai cara hidup yang teratur akan mempunyai filsafat
hidup yang jelas sehingga umumnya lebih sukar mengalami stress.
Demikian juga dengan seseorang yang keyakinannya rendah.
4. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang berpengaruh dalam memberikan respon
terhadap sesuatu yang datang baik dalam hidup maupun dari luar. Orang
yang akan mempunyai pendidikan tinggi akan memberikan respon yang
lebih rasional disbanding mereka yang berpendidikan lebih rendah atau
mereka yang tidak berpendidikan. Kecemasan adalah respon yang dapat
dipelajari.Dengan demikian pendidikan yang rendah menjadi faktor
penunjang terjadinya kecemasan.
5. Tingkat pengetahuan
Pengetahuan yang rendah mengakibatkan seseorang mengalami
stress.Ketidaktahuan terhadap suatu hal dianggap sebagai tekanan yang
dapat mengakibatkan krisis dan dapat menimbulkan kecemasan. Stress dan
kecemasan dapat terjadi pada individu dengan tingkat pengetahuan yang
rendah, disebabkan karena kurangnya informasi yang diperoleh. (Titik
lestari, 2014).

2.3.5 Faktor Predisposisi dan Faktor Pencetus Kecemasan


Menurut Stuart (2007), faktor predisposisi terjadinya kecemasan
diantaranya adalah :
1. Pandangan Psikoanalitik
Menurut pandangan psikoanalitik, kecemasan terjadi karena adanya
konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu id,
dan super ego. Id mewakili dorongan insting, super ego mewakili hati
nurani dan dikendalikan oleh norma budaya, sedangkan ego berfungsi
menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan, dan fungsi
ansietas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
2. Pandangan Interpersonal
Menurut pandangan interpersonal kecemasan timbul dari perasaan takut
terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Ansietas
juga berhubungan dngan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan
kehilangan, yang menimbulkan kelemahan spesifik. Orang dengan harga
diri rendah trauma mudah mengalami perkembangan ansietas yang berat.
3. Teori Behaviour (prilaku)
Berdasarkan teori behavior (perilaku), kecemasan merupakan produk
frustasi yaitu segala sesuatu yang menggangu kemampuan seseorang
untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pakar prilaku lain menganggap
ansietas sebagai suatu dorongan untuk belajar berdasarkan keinginan dari
dalam untuk menghindari kepedihan. Individu yang terbiasa dalam
kehidupan dirinya dihadapkan pada ketakutan yang berlebihan lebih
sering menunjukkan ansietas pada kehidupan selanjutnya. Ahli teori
konflik memandang ansietas sebagai ertentangan antara dua kepentingan
yang berlawanan.
4. Kajian keluarga
Kajian keluarga menunjkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal yang
biasa ditemui dalam suatu kelurga. Ada tumpang tindih dalam gangguan
ansietas dan antara gangguan ansietas dengan depresi.
5. Kajian Biologis
Kajian biologis menunjukan bahwa otak mengandung reseptor khusus
untuk berzodiazepines. Reseptor ini mungkin membantu mengatur
ansietas. Penghambat asam amino butirik gamma neuroregulator (GABA)
juga mungkin memainkan peran utama dalam mekanisme biologis
berhubungan dengan ansietas, sebagaimana halnya dengan endrofin.
Selain itu, telah dibuktikan bahwa kesehatan umum seseorang mempunyai
akibat nyata sebagai predisposisi terhadap ansietas. Ansietas mungkin
disertai dengan ganguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas
seseorang untuk mengatasi stresor.
Menurut Stuar (2007) faktor pencetus (presipitasi) yang menyebabkan
terjadinya kecemasan antara lain :
1. Ancaman terhadap integritas fisik meliputi ketidakmampuan fisiologis
yang akan datang atau menurunya kapasitas untuk melakukan aktivitas
hidup sehari-hari.
2. Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas, harga diri,
dan fungsi sosial yang terintegritas ada individu.

2.3.6 Penatalaksanaan Kecemasan


Menurut Potter & Perry (2007), beberapa tindakan yang dapat dilakukan
untuk mengatasi kecemasan diantaranya adalah :
1. Promosi kesehatan
Tiga tujuan intervensi primer untuk stress adalah untuk menurunkan
situasi yang menyebabkan stress, meningkatkan ketahan terhadap
stress dan mempelajari ketrampilan yang mengurangi respon fisiologis
terhadap stress.
2. Olaraga teratur
Program olaraga teratur memperbaiki ralaksasi otot dan bentuk tubuh,
mengotrol berat badan dan mengurangi stresor, dan meningkatkan
relaksasi.
3. System dukungan
Sistem dukungan keluarga, temen, dan sejawat yang akan mendengar,
menawarkan nasehat, dan memberikan dukungan emosi
menguntungkan klien yang mengalami stress.
4. Menejemen Waktu
Tehnik managemen waktu termasuk mengembangkan daftar tugas
yang diprioritaskan. Sebagai contoh, daftar semua tugas yang
membutuhkan perhatian segera, sema yang penting dan dapat ditunda,
dan semua tugas yang rutin dan dapat diselesaikan jika waktunya
tersedia. Pada banyak kasus, penentuan prioritas membantu individu
dalam mengidentifikasi tugas yang tidak penting atau mungkin tugas
yang bisa diselegasikan pada orang lain.
5. Visualisasi dan imajinasi terbimbing
Imajinasi terbimbing didasarkan pada kepercayaan individu bahwa
stress berkurang dengan signifikan dengan bantuan imajinasi.
Imajinasi terbimbing adalah bagian relaksasi degan penggunaan
imajinasi untuk visualisasi yang damai dan menenangkan. Biasanya
imajinasi diciptakan atau disarankan menggunakan banyak kata-kata
sensoris untuk menghubungkan pikiran dan menawarkan selingan dan
relaksasi.
6. Relaksasi otot progresif
Dengan adanya kejadian dan pikiran yang dapat menimbulkan
kecemasan, gejala fisiologis yang sering ditemukan adalah
ketengangan otot.
7. Pelatihan asertif
Asertif terdiri atas ketrampilan untuk membantu individu
mengkomunikasikan kebutuhan dan keinginan mereka secara efektif.
Kemampuan untuk menyelesaikan konflik dengan pihak lain melalui
asertif merupakan hal penting dalam mengurangi stress.
8. Menulis catatan harian
Bagi sebagian besar individu, membuat suatu catatan rahasia atau
catatan harian pribadi memberikan suatu jalan keluar terapeutik untuk
stress, dan baik digunakan dalam bidang keperawatan dengan
menyarankan seluruh perasaan emosi dan menyalurkan perasaanya
secara jujur tanpa menyakiti perasaan orang lain dan tanpa
memperhatikan bagaimana cara mereka mengungkapkan pada orang
lain.

2.3.7 Mekanisme Koping


Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi
merupakan faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau tidak.
Bila individu sedang mengalami kecemasan ia mencoba menetralisasi,
mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan mengembangkan pola koping.
Pada kecemasan ringan, mekanisme koping yang biasanya digunakan adalah
menangis, tidur, makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok, olahraga,
mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri pada orang lain
(Suliswati, 2005). Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat
dan panik membutuhkan banyak energi. Menurut Suliswati (2005), mekanisme
koping yang dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu:
a. Reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang ingin dicapai dengan
melakukan koping ini adalah individu mencoba menghadapi kenyataan
tuntutan stress dengan menilai secara objektif ditujukan untuk mengatasi
masalah, memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan.
1) Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi
hambatan pemenuhan kebutuhan.
2) Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik
untuk memindahkan seseorang dari sumber stress.
3) Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang
mengoperasikan, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek
kebutuhan personal seseorang.
b. Reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak selalu sukses dalam
mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali digunakan untuk melindungi
diri, sehingga disebut mekanisme pertahanan ego diri biasanya mekanisme
ini tidak membantu untuk mengatasi masalah secara realita. Untuk menilai
penggunaan makanisme pertahanan individu apakah adaptif atau tidak
adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut :
1) Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme
pertahanan klien.
2) Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa
pengaruhnya terhadap disorganisasi kepribadian.
3) Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan
kesehatan klien.
4) Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.

2.4 Konsep Askep Untuk Masalah Keperawatan Kecemasan


2.4.1 Pengkajian
1. Identitas klien
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan
data dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan pasien ( Iyer et al., 1996 dalam buku Muhith 2016). Data yang
dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, dan sosiokultural. Data pada
pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkan menjadi faktor presdisposisi,
presipitasi, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki pasien.
Untuk dapat menjaring data yang diperlukan, umumnya dikembangkan
formulir pengkajian dan petunjuk tekhnis pengkajian agar memudahkan dalam
pengkajian. Pengkajian keperawatan perilaku kekerasan meliputi:

1. Identitas pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, tanggal pengkajian, tanggal dirawat,
nomor rekam medis dan sumber data yang didapat.
2. Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang merupakan faktor
predisposisi, artinya mungkin terjadi atau mungkin tidak terjadi perilaku
kekerasan jika faktor dialami oleh individu.
3. Faktor Presipitasi
Kaji faktor pencetus atau kejadian/peristiwa terakhir yang dialami pasien
yang menyebabkan terjadinya perubahan perilaku sampai pasien dirawat
atau sampai kambuh kembali.
a) Persepsi dan Harapan Pasien/Keluarga
Persepsi pasien atas masalahnya menanyakan bagaimana pasien
memandang dirinya atas masalahnya sehubungan dengan
penyakitnya.
b) Persepsi pasien atas masalahnya menanyakan apa pendapat
keluarga tentang penyakit yang diderita.
c) Harapan pasien sehubungan dengan pemecahan masalahnya
menanyakan apa harapan pasien terhadap perawatan dirinya dan
harapan pasien jika sudah sembuh.
d) Harapan pasien sehubungan dengan pemecahan masalahnya
menanyakan pada keluarga apa harapan keluarga terhadap
perawatan pasien dan harapan keluarga pada pasien
seandainyapasien sudah sembuh.

4. Koping Pasien/Keluarga
a) Koping pasien terhadap masalah yang dihadapi
Tanyakan apa yang dilakukan pasien ketika menghadapi suatu
masalah, apa yang dilakukan kalau pasien merasa sedih,
bahagia, marah atau tersinggung dan bagaimana perasaan pasien
setelah melakukan koping tersebut.

b) Koping keluarga terhadap masalah yang dihadapi


Tanyakan pada keluarga dalam menghadapi stigma dari
masyarakat dan tetangga sehubungan dengan anggota keluarga
yang mengalami masalah Psikososial dan apa yang dilakukan
keluarga dalam mengatasi perilaku pasien, biaya dan beban lain
sehubungan dengan penyakit lain.

5. Fisik

Pengkajian fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ:

1) Ukur dan observasi tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, suhu


dan pernapasan pasien.
2) Ukur tinggi badan dan berat badan pasien, apakah berat badan
naik atau turun.
3) Tanyakan kepada pasien/keluarga, apakah ada keluhan fisik
yang dirasakan oleh pasien.
4) Kaji lebih lanjut sistem dan fungi organ dan jelaskan sesuai
dengan keluhan yang ada.
6. Psikososial

1) Genogram minimal tiga generasi yang dapat menggambarkan


hubungan pasien dan keluarga.
2) Konsep Diri
a) Gambaran diri meliputi persepsi pasien terhadap tubuhnya,
bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai.
b) Identitas diri meliputi status dan posisi pasien sebelum di rawat,
kepuasan pasien terhadap status dan posisinya, kepuasan pasien
sebagai laki-laki/perempuan.
c) Peran meliputi tugas/peran yang diemban dalam keluarga/
kelompok /masyarakat, kemampuan pasien dalam
melaksanakan tugas/peran tersebut.
d) Identitas diri meliputi harapan terhadap tubuh, posisi, status,
tugas/peran, harapan pasien terhadap lingkungan (keluarga,
sekolah, masyarakat), dan harapan pasien terhadap masalahnya.
e) Harga diri meliputi hubungan pasien dengan orang lain sesuai
dengan kondisi, penilaian/penghargaan orang lain terhadap diri
dan kehidupannya.
3) Hubungan Sosial
Tanyakan pada pasien siapa orang terdekat dalam
kehidupannya, tempat mengadu, tempat bicara, minta bantuan
atau sokongan, kelompok apa saja yang diikuti dalam
masyarakat dan sejauh mana ia terlibat dalam kelompok di
masyarakat.

4) Spiritual
Meliputi nilai dan keyakinan yaitu pandangan terhadap
masalah psikososial sesuai dengan norma budaya dan agama
yang dianut, kegiatan ibadah yaitu kegiatan ibadah dirumah
secara individu dan kelompok.

2. Rencana Tindakan Keperawatan


SDKI
Diagnosa 1. Kecemasan/Ansietas
a) Tujuan : klien tidak merasa cemas dan bingung, dan bisa
berhubungan dengan orang lain dan lingkungan sekitar.
SLKI :
b) Kriteria hasil :
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
Meningkat Menurun
Verbalisasi 1 2 3 4 5
kebingungan
Verbalisasi 1 2 3 4 5
khawatir
akibat kondisi
yang dihadapi
Perilaku 1 2 3 4 5
gelisah
Perilaku tegang 1 2 3 4 5

Keluhan pusing 1 2 3 4 5
Anoreksia 1 2 3 4 5
Palpitasi 1 2 3 4 5
Frekuensi 1 2 3 4 5
pernapasan
Frekuensi Nadi 1 2 3 4 5
Tekanan Darah 1 2 3 4 5
Diaphoresis 1 2 3 4 5
Tremor 1 2 3 4 5
Pucat 1 2 3 4 5

Memburuk Cukup Sedang Cukup membaik


memburu membaik
k
Konsentrasi 1 2 3 4 5
Pola tidur 1 2 3 4 5
Perasaan 1 2 3 4 5
Keberdayaan
Kontak mata 1 2 3 4 5
Pola berkemih 1 2 3 4 5
Orientasi 1 2 3 4 5

SIKI :
Intervensi : Dukungan Keyakinan
Tindakan
1. Observasi
- Identifikasi keyakinan, dan masalah pasien
- Identifikasi kesembuhan jangka panjang sesuai kondisi pasien
2. Terapeutik
- Berikan harapan yang realistis sesuai prognosis
- Fasilitasi pertemuan antara keluarga dan tim kesehatan untuk
membuat keputusan
- Fasilitasi memberika makna terhadap kondisi kesehatan
3. Edukasi
- Jelaskan bahaya atau resiko yang terjadi akibat keyakinan negative
- Jelaskan alternative yang berdampak positive untuk memenuhi
keyakinan dan perawatan
- Berikan penjelesan yang mudah dan relevan dipahami.
2.5 Pohon Masalah
Koping Individu Tidak Efektif

Resiko Harga Diri Rendah situasional

Kecemasan
Penjelasan
2.5.1 Koping Individu Tidak Efektif
Koping individu tidak efektif adalah ketidakmampuan
untuk membentuk penilaian yang benar dari stressor, pemilihan
respon tidak adekuat, dan atau ketidakmampuan dalam
menggunakan sumber-sumber yang tersedia (NANDA, 2006).
Koping individu tidak efektif juga didefinisikan sebagai kerusakan
perilaku adaptif dan kemampuan menyelesaikan masalah seseorang
dalam menghadapi tuntutan peran dalam kehidupan (Towsend,
1998). Keliat, dkk (2011) menyatakan koping individu tidak efektif
terjadi bila seorang individu mengalami atau beresiko mengalami
ketidakmampuan menangani ansietas karena tidak mempunyai
kemampuan secara fisik, perilaku maupun kognitif. Dari beberapa
definisi diatas dapat disimpulkan mekanisme koping individu tidak
efektif merupakan suatu keadaan dimana seseorang tidak mampu
beradaptasi terhadap suatu stres yang berat karena tidak mempunyai
kemampuan menggunakan sumber yang ada dalam penyelesaian
suatu masalah baik fisik, perilaku dan kognitif.
Adapun fungsi mekanisme koping adalah untuk melindungi
diri atau bertahan dari serangan atau hal-hal baik yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan (Stuart & Sundeen, 2011).
Koping merupakan bagian dari proses adaptasi seseorang untuk
mempertahankan struktur dan fungsi tubuh. Dari apa yang
disampaikan diatas disimpulkan bahwa mekanisme koping dapat
digunakan sebagai dasar intervensi yang membantu individu dalam
meningkatkan proses adaptasi .Setiap orang menggunakan
mekanisme koping yang berbeda untuk mempertahankan integritas
egonya akibat kegagalan, kekurangan atau rasa bersalah. Apabila
mekanisme koping ini tidak lagi berfungsi secara efektif akan
mengakibatkan ketidakseimbangan psikologis, maka hal ini
membutuhkan suatu cara penyelesaian masalah. Kalau rasa tegang
(stress) terlalu besar dan kuat untuk ditahan dan dilawan,
pertahanan-pertahanan akan melemah maka kepribadian akan
mengalami disintegrasi dan akan berlanjut pada koping individu
tidak efektif Pasien yang mengalami koping individu tidak efektif
mengalami kegagalan individu dalam melakukan pemecahan
masalah yang dialami.
Karakteristik yang sering saya temukan pada klien dengan
koping individu tidak efektif di masyarakat diantaranya adalah tidak
termotivasi untuk menyelesaikan masalah, menganggap masalah
tertentu sebagai hal yang biasa dan menyalahkan hal-hal tertentu.
Dari karakteristik yang saya temukan dimasyarakat tersebut
memberikan asumsi bahwa koping individu tidak efektif didasarkan
oleh kepribadian individu tersebut sendiri atau karena kurangnya
dukungan. Pencetus terjadinya koping individu tidak efektif sesuai
pengkajian Stuart & Laraia (2005), mengacu dari beberapa faktor
yaitu neurobiologis, psikologis dan sosial. Pengalaman yang saya
amati klien yang mengalami koping individu tidak efektif
penyebabnya juga dari faktor-faktor tersebut. Intervensi generalis
yang sering dilakukan selama ini adalah klien diharapkan dapat
mengenali atau mengidentifikasi koping tidak efektif yang
dilakukannya, mengatasi koping tidak efektif serta mampu
memperagakan atau mempergunakan koping yang efefktif. Beberapa
pengamatan dan pengalaman saya di masyarakat bahwa kesulitan
dalam mengatasi diagnosa ini adalah klien sudah terbiasa dengan
kondisi yang ada sehingga tidak termotivasi untuk mengatasi
masalah (pasif) dan beberapa klien tidak termotivasi merasa takut
bila suatu masalah harus dibahas.

2.5.2 Resiko Harga Diri Rendah


Beresiko mengalami evaluasi atau perasaan negative
terhadap diri sendiri atau kemampuan individu sebagai respon
terhadap situasi saat ini. Harga diri rendah adalah suatu perasaan
yang negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri dan
merasa gagal mencapai keinginan. Dampak dari masalah harga diri
rendah dapat berupa penurunan produktifitas kerja, hubungan
interpersonal yang buruk, perawatan diri yang buruk, dan ketidak
patuhan terhadap pengobatan. Dimana hal tersebut dapat
mengakibatkan kecemasan.

2.5.3 Kecemasan
Kecemasan (ansietas) adalah gangguan alam perasaan
(affective) yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau
kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami
gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA masih
baik), kepribadian masih tetap utuh (tidak mengalami keretakan
kepribadian/Splitting of Personality), perilaku dapat terganggu tetapi
masih dalam batas-batas normal (Murdiningsih, 2013). Sedangkan
menurut Videback (2008), Ansietas adalah perasaan takut yang tidak
jelas dan tidak didukung oleh situasi. Gangguan ansietas adalah
sekelompok kondisi yang memberi gambaran penting tentang
ansietas yang berlebihan disertai, respon perilaku, emosi dan
fisiologis.

Daftar Pustaka
Azis R, dkk. (2003). Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang : RSJD Dr.
Amino Gondoutomo.

Carpenito, L.J. (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Penerbit


Buku Kedokteran EGC: Jakarta

Hawari, D. (2008). Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta: Balai


penerbit FKUI

Nanda. (2005). Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Prima Medika.

Stuart, G.W dan Sundden, S.J. (1995). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Suliswati, dkk. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Videbeck, S.J., (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Handayani, dkk. 2011. Katarak Juvenil.

Hani’ah Munnal. 2009. Mengenal Mata.Yogyakarta: PT Pustaka Insan Madani

Irianto Koes. 2014. Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular


Panduan Klinis. Bandung: Alfabeta

Jhonson L, leny R. 2010. Model Praktek Keperawatan Keluarga. Yogyakarta:


Nuha Mediaka.

Khalilullah Alfin Said. 2010. Patologi dan Penatalaksanaan pada Katarak


senilis. Alfinzone@gmail,com

Mansjoer, Arif. 2010. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius

Anda mungkin juga menyukai