Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penyakit kronis merupakan kondisi yang mempengaruhi fungsi seharihari selama
lebih dari 3 bulan dalam setahun, yang menyebabkan hospitalisasi dari 1 bulan dalam
setahun atau (pada saat didiagnosis) cenderung mengalami perawatan di rumah sakit
secara berulang (Wong, 2003). Salah satu penyakit kronis yang banyak diderita anak
adalah Leukemia Limfositik Akut atau biasa di sebut LLA. Insiden tertinggi penyakit LLA
terdapat pada usia 3-7 tahun, dan menurun pada usia 10 tahun (Hoffbrand, 2005).
Berdasarkan data tahun 2010 dari American Cancer Society, jumlah penderita kanker
LLA didunia sebanyak 1.529.560 orang. Di Negara Amerika Serikat sebanyak 569.490
orang. Data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2010 di Indonesia menunjukkan jumlah
kanker sebanyak 24.352 orang anak. Provinsi Jawa Tengah terdapat 100 per 2456 anak
menderita Leukemia Limfositik Akut (Sukardja, 2004). Pasien yang mengalami penyakit
kronis seperti leukemia akan mengalami ketergantungan pada keluarga akibat dari
keterbatasan dan ketidakmampuan sebagai respon dari rasa sakit dan trauma. Penyakit
kronis seperti leukemia akan menimbulkan stress pada anak dan keluarga (Mussatto,
2006).
Pada tingkat global, 63% penyebab penyakit kematian di dunia adalah penyakit tidak
menular yang membunuh 36 juta jiwa per tahun, 80 persen kematian ini terjadi di Negara
berpenghasilan menengah dan rendah. Penyakit tidak menular adalah penyakit kronis
dengan durasi yang penjang dengan proses penyembuhan atau pengendalian kondisi
klinisnya yang umumnya lambat. Indonesia termasuk yang tertinggi angka kejadian PTM
antara lain 37% penyakit kardivaskuler, 6% diabetes mellitus, 13% kanker, 7% cedera, 5%
pernafasan kronik dan 10% PTM lainnya ( WHO, 2014 )

A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep penyakit kronik ?
2. Bagaimana konsep penyakit diabetes mellitus ?

B. Tujuan masalah
1. Untuk mengetahui tentang konsep penyakit kronik
2. Untuk mengetahui tentang konsep penyakit diabetes mellitus

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Penyakit Kronik
1. Definisi Penyakit Kronik
Penyakit kronis merupakan jenis penyakit degeneratif yang berkembang atau
bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama, yakni lebih dari enam bulan. Orang
yang menderita penyakit kronis cenderung memiliki tingkat kecemasan yang tinggi dan
cenderung mengembangkan perasaan hopelessness dan helplessness karena berbagai
macam pengobatan tidak dapat membantunya sembuh dari penyakit kronis (Sarafino,
2006). Rasa sakit yang diderita akan mengganggu aktivitasnya sehari-hari, tujuan
dalam hidup, dan kualitas tidurnya (Affleck et al. dalam Sarafino, 2006).
2. Etiologi Penyakit Kronik
Penyakit kronis dapat diderita oleh semua kelompok usia, tingkat sosial ekonomi,
dan budaya. Penyakit kronis cenderung menyebabkan kerusakan yang bersifat
permanen yang memperlihatkan adanya penurunan atau menghilangnya suatu
kemampuan untuk menjalankan berbagai fungsi, terutama muskuloskletal dan organ-
organ pengindraan. Ada banyak faktor yang menyebabkan penyakit kronis dapat
menjadi masalah kesehatan yang banyak ditemukan hampir di seluruh negara, di
antaranya kemajuan dalam bidang kedokteran modern yang telah mengarah pada
menurunnya angka kematian dari penyakit infeksi dan kondisi serius lainnya, nutrisi
yang membaik dan peraturan yang mengatur keselamatan di tempat kerja yang telah
memungkinkan orang hidup lebih lama, dan gaya hidup yang berkaitan dengan
masyarakat modern yang telah meningkatkan insiden penyakit kronis (Smeltzer &
Bare, 2010).
3. Fase Penyakit Kronik
Menurut Smeltzer & Bare (2010), ada sembilan fase dalam penyakit kronis, yaitu
sebagai berikut.
a. Fase pra-trajectory adalah risiko terhadap penyakit kronis karena faktor-faktor
genetik atau perilaku yang meningkatkan ketahanan seseorang terhadap penyakit
kronis.
b. Fase trajectory adalah adanya gejala yang berkaitan dengan penyakit kronis. Fase ini
sering tidak jelas karena sedang dievaluasi dan sering dilakukan pemeriksaan
diagnostik.

2
c. Fase stabil adalah tahap yang terjadi ketika gejala-gejala dan perjalanan penyakit
terkontrol. Aktivitas kehidupan sehari-hari tertangani dalam keterbatasan penyakit.
d. Fase tidak stabil adalah periode ketidakmampuan untuk menjaga gejala tetap
terkontrol atau reaktivasi penyakit. Terdapat gangguan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari.
e. Fase akut adalah fase yang ditandai dengan gejala-gejala yang berat dan tidak dapat
pulih atau komplikasi yang membutuhkan perawatan di rumah sakit untuk
penanganannya.
f. Fase krisis merupakan fase yang ditandai dengan situasi kritis atau mengancam jiwa
yang membutuhkan pengobatan atau perawatan kedaruratan.
g. Fase pulih adalah keadaan pulih kembali pada cara hidup yang diterima dalam
batasan yang dibebani oleh penyakit kronis.
h. Fase penurunan adalah kejadian yang terjadi ketika perjalanan penyakit berkembang
disertai dengan peningkatan ketidakmampuan dan kesulitan dalam mengatasi gejala-
gejala.
i. Fase kematian adalah tahap terakhir yang ditandai dengan penurunan bertahap atau
cepat fungsi tubuh dan penghentian hubungan individual.
4. Kategori Penyakit Kronik
Menurut Christensen et al. (2006) ada beberapa kategori penyakit kronis, yaitu seperti
di bawah ini.
a. Lived with illnesses. Pada kategori ini individu diharuskan beradaptasi dan
mempelajari kondisi penyakitnya selama hidup dan biasanya tidak mengalami
kehidupan yang mengancam. Penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah
diabetes, asma, arthritis, dan epilepsi.
b. Mortal illnesses. Pada kategori ini secara jelas kehidupan individu terancam dan
individu yang menderita penyakit ini hanya bisa merasakan gejala-gejala penyakit
dan ancaman kematian. Penyakit dalam kategori ini adalah kanker dan penyakit
kardiovaskuler.
c. At risk illnesses. Kategori penyakit ini sangat berbeda dari dua kategori sebelumnya.
Pada kategori ini tidak ditekankan pada penyakitnya, tetapi pada risiko penyakitnya.
Penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah hipertensi dan penyakit yang
berhubungan dengan hereditas.

3
5. Tanda dan Gejala Penyakit Kronik
Karakteristik penyakit kronis adalah penyebabnya yang tidak pasti, memiliki faktor
risiko yang multiple, membutuhkan durasi yang lama, menyebabkan kerusakan fungsi
atau ketidakmampuan, dan tidak dapat disembuhkan secara sempurna (Smeltzer &
Bare, 2010). Tanda-tanda lain penyakit kronis adalah batuk dan demam yang
berlangsung lama, sakit pada bagian tubuh yang berbeda, diare berkepanjangan,
kesulitan dalam buang air kecil, dan warna kulit abnormal (Heru, 2007).
6. Pencegahan Penyakit Kronik
Sekarang ini pencegahan penyakit diartikan secara luas. Dalam pencegahan
penyakit dikenal pencegahan primer, sekunder, dan tersier (Djauzi, 2009). Pencegahan
primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau
mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Secara garis besar, upaya pencegahan ini
dapat berupa pencegahan umum (melalui pendidikan kesehatan dan kebersihan
lingkungan) dan pencegahan khusus (ditujukan kepada orang-orang yang mempunyai
risiko dengan melakukan imunisasi).
Pencegahan sekunder merupakan upaya untuk menghambat progresivitas penyakit,
menghindari komplikasi, dan mengurangi ketidakmampuan yang dapat dilakukan
melalui deteksi dini dan pengobatan secara cepat dan tepat. Pencegahan tersier
dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi. Upaya
pencegahan tingkat ketiga ini dapat dilakukan dengan memaksimalkan fungsi organ
yang mengalami kecacatan (Budiarto & Anggreni, 2007).
7. Penatalaksanaan Penyakit Kronik
Kondisi kronis mempunyai ciri khas dan masalah penatalaksanaan yang berbeda.
Sebagai contoh, banyak penyakit kronis berhubungan dengan gejala seperti nyeri dan
keletihan. Penyakit kronis yang parah dan lanjut dapat menyebabkan kecacatan sampai
tingkat tertentu, yang selanjutnya membatasi partisipasi individu dalam beraktivitas.
Banyak penyakit kronis yang harus mendapatkan penatalaksanaan teratur untuk
menjaganya tetap terkontrol, seperti penyakit gagal ginjal kronis (Smeltzer & Bare,
2008).
B. Peraturan Pemerintah Terkait Penanggualangan PTM
Sebagaimana yang tertulis dalam PERMENKES No. 5 tahun 2017 pada pasal 2 yaiti
ruang lingkup rencana aksi nasional penanggulangan penyakit tidak menular tahun
2015-2019 meliputi:
a. Analisa situasi;

4
b. Strategi; dan
c. Aksi strategi.

Pada tingkat global, 63% penyebab penyakit kematian di dunia adalah penyakit tidak
menular yang membunuh 36 juta jiwa per tahun, 80 persen kematian ini terjadi di
Negara berpenghasilan menengah dan rendah. Penyakit tidak menular adalah penyakit
kronis dengan durasi yang penjang dengan proses penyembuhan atau pengendalian
kondisi klinisnya yang umumnya lambat.
Indonesia menyadari bahwa PTM menjadi salah satu masalah kesehatan dan
penyebab kematian yang  merupakan ancaman global bagi pertumbuhan ekonomi di
Indonesia,
Program PTM telah direvisi dengan rencana strategis PTM tahun 2015-2019, dan
rencana kerja PTM Indonesia 2015-2019 telah diluncurkan Oktober 2015

Pencegahan dan Pengendalian faktor risiko PTM meliputi 4 cara, yaitu:

1. Advokasi, kerjasama, bimbingan dan manajemen PTM

Advokasi, kemitraan, jejaring, dan peningkatan kapasitas merupakan kegiatan


utama dari program pengendalian PTM Indonesia. Untuk kolaborasi antar
sektor dan keterlibatan masyarakat, jejaring telah dibentuk, program
pengendalian PTM telah ditingkatkan dengan dukungan politis yang kuat dan
berkoordinasi dengan masyarakat sipil.

2. Promosi, pencegahan, dan pengurangan faktor risiko PTM melalui


pemberdayaan masyarakat

Penguatan kesadaran masyarakat adalah Kunci Utama keberhasilan upaya


promotif preventif PTM, untuk itu sejak tahun 2015, Direktorat Pencegahan
dan Pengendalian PTM Sudah membuat terobosan peningkatan kesadaran
masyarakat melalui website dan media Sosial secara masif dan
berkesinambungan

3. Penguatan kapasitas dan kompetensi layanan kesehatan, serta kolaborasi


sektor swasta dan professional

Deteksi dini faktor risiko PTM dan pengobatan yang tepat standar bagi
hipertensi dan diabetes mellitus juga telah termasuk dalam Kebutuhan Standar

5
Minimum Layanan Kesehatan bagi semua pemerintah kabupaten. Hal ini akan
memaksa otoritas kabupaten untuk memastikan bahwa sistem layanan
kesehatan akan memenuhi kebutuhan, mencapai semua indikator, dan
menyediakan anggaran yang cukup.

4. Penguatan surveilans, pengawasan dan riset PTM

Indonesia telah melakukan Stepwise Surveillance atau STEPS secara berkala


pada tahun 2007 dan 2013, survei berikutnya akan dilakukan pada tahun 2018,
dimasukkan ke dalam kesiapan fasilitas tempat untuk Ketersediaan Layanan
dan Kesiapan Penilaian atau Service Availability and Readiness Assessment
(SARA) pada tahun 2010 dan 2014, membangun sistem pengawasan PTM
online, dan memperluas layanan PTM untuk masyarakat lewat Puskesmas dan
Posbindu.

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Kesehatan, berkomitmen untuk


menjadikan program pencegahan dan pengendalian PTM sebagai prioritas. Kebijakan
dan sejumlah strategi telah dikembangkan guna menciptakan program dan kegiatan yang
tepat untuk mengatasi masalah PTM. Dukungan kebijakan telah diberikan oleh sektor
pemerintah tingkat atas dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan terkait dari pihak
pemerintah maupun swasta.

Strategi nasional berfokus pada promosi dan pencegahan melalui intervensi dan
pendidikan berbasis komunitas, sistem pengawasan, kerjasama, dan manajemen layanan
kesehatan.

6
C. Diabetes Mellitus
1. Definisi Diabetes Mellitus
Diabetes melitus yang sering disebut kencing manis adalah penyakit kronis yang
disebabkan oleh ketidak mampuan tubuh untuk memproduksi hormon insulin atau
karena penggunaan yang tidak efektif dari produksi insulin.

Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis adalah kelinan metabolisme yang
disebabkan oleh berbagai faktor, dengan gejala – gejala berupa Hiperglikemia
(peningkatan kadar glukosa darah) kronis dan gangguan metabolisme pada karbohidrat,
lemak, dan protein. Hiperglikemia tersebut disebabkan adanya defisiensi sekresi
hormon insulin, aktivitas insulin maupun keduanya, defisiensi transporter (pengangkut)
glukosa, atau keduanya.

DM dapat memicu berbagai penyakit, sindrom, maupun gejala- gejala penyakit


lainnya, antara lain Alzaimer (demensia), Ataxia telangiectasia (kegagalan koordinasi
otot), Sindrom down (keterbelakangan mental), kelainan Mitokondria (kelainan bagian
sel tubuh), dan penyakit Parkinson (gangguan saraf).

2. Jenis Diabetes Mellitus


a. Diabetes Mellitus tipe 1
DM tipe 1, diabetes anak-anak ( childhood- onset diabetes, juvenile diabetes,
insulin dependent diabetes mellitus, IDDM ) adalah diabetes yang terjadi yang
berkurangnya rasio insulin dalan sirkulasi darah akibat hilangnya sel beta penghasil
insulin pada pulau-pulau langerhans pankreas.

IDDM dapat di derita oleh anak-anak mau pun orang dewasa. Sampai saat ini
IDDM tidak dapat di cegah dan tidak dapat di sembuhkan, bahkan dengan diet
maupun dengan olahraga. Kebanyakan penderita DM tipe 1 memiliki kesehtan dan
berat badan yang baik saat penyakit ini mulai di deritanya. Selain itu, sensitivitas
mau pun respon tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita dm tipe ini,
terutama pada tahap awal.

Penyabeb terbanyak dari kehilangan sel beta pada DM tipe 1 adalah kesalahan
reaksi auto imunitas ( merusak bagian tubuhnya sendiri ) yang mengancurkan sel
beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada
tubuh.

7
Saat ini, DM tipe 1 hanya dapat di obati dengan menggunakan insuin, dengan
pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor
pengujian darah. Pengobatan dasar DM tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal
sekali pun , adalah penggantian insuin.

Perawat DM tipe 1 harus berlanjut terus. Perawat tidak akan memmpengaruhi


aktifitas normal bila kesadaran yang cukup, perawatan yang tepat, dan kedisplinan
dalam pemeriksaan dan pengobatan di jalankan. Tingkat glukosa rata-rata untuk
pasien DM tipe 1 harus sedekat mungkin ke angka normal ( 80-120 mg / Dl , 4-6
mm ol /L ) .

Beberapa dokter menyarankan sampai ke 140 -150 mg / dL ( 7-7,5 mm ol /L )


untuk mereka yang bermasalah dengan angka yang lebih rendah. Angka di atas 200
mg / dL ( 10 mm ol/L ) sering di ikuti dengan rasa tidak nyaman dan buang air kecil
yang terlalu sering sehingga menyebabkan dehidrasi. Angka di atas 300 mg /dL ( 15
mm ol/ L ) biasa membutuhkan perawatan secepatnya. Tingkat glukosa darah yang
rendah, yang di sebut hipoglisemia, dapat menyebabkan kehilangan kesadaran atau
pingsan dalam waktu yang cukup lama.

b. Diabetes Mellitus tipe 2


Seiring bertambah usia, sel-sel tubuh menjadi lebih resistan terhadap insulin,
yang mengurangi kemampuan lansia untuk metabolisme glukosa. Selain itu,
pelepasan insulin dari sel beta pankreas berkurang dan melambat. Hasil dari
kombinasi proses ini adalah pada hiperglikemia. Pada pasien lansia , konsentrasi
glukosa yang mendadak dapat menigkatkan dan lebih memperpanjang hipeglikimia.
Diabetes terjadi hampir dari satu dari lima orang yang berusia 65 tahun atau lebih.
Karena gejalanya samar, para peneliti percaya lebih banyak pasien lansia mungkin
individu pad asia ini memiliki beberapa bentuk intoleransi glukosa.

Diabetes tipe 2 pada lansi disebabkan oleh sekresi insulin yang tidak normal,
resistansi terhadap kerja insulin pada jaringan target, dari kegagalan
glukoneliogenesis hepatik. Penyebab utama hiperglikimia pada lansia adalah
peningkatan resitansi insulin pada jaringan ferifer. Meski pun jumlah reseptor
insulin sebenarnya sedikit berikatan dengan reseptor tersebut. Selain itu sel-sel beta
pada langerhans kurang sensitif terhadap kadar glikosa yang tinggi , yang

8
memperlambat insulin. Beberapa lansia juga tidak mampu untuk menghambat
produksi glukosa di hati.

3. Etiologi Diabetes Mellitus


Penyakit Dm secara umu dapat di akibatkan oleh konsumsi makanan yag tidak
terkontrol atau sebagai efek samping dari pemakaian obat-obatan tertentu. Selain itu,
DM di sebabkan oleh tidak cukupnya hormon insulin yang di hasilkan pankreas untuk
menetralkan gula darah dalam tubuh.

a. Faktor keturunan
Penyakit DM kebanyakan adalah penyakit keturunan, bukan penyakit menular.
Meski pun demikian bukan berarti penyakit tersebut pasti menurun kepada anak,
walau pun kedua orang tuanya menderita penyakit DM. Apabila di bandingkan
dengan kedua orang tua nya yang normal ( non – DM ). Yang jelas penderita DM
lebih cenderung mempunyai anak yang menderita penyakit DM.
b. Obesitas
Obesitas ( kegemukan ) termasuk hal yang memnyebabkan terjadinya DM.
Kebutuhan kalori perhari unutk setiap orang berbeda satu dengan yang lainnya.
Seorang laki-laki dewasa membutuhkan antara 2000-2500 kalori / hari, sedangkan
perempuan dewasa membutuhkan 1600 – 2000 kalori / hari.
Jika asupan kalori perhari seorang berlebihan, maka kalori yang tidak tepakai
akan diubah menjadi lemak. Jadi, kelebihan kalori menyebabkan seseorang menjadi
kegemukan. Kalau berat banda naik 1 kg, itu sama artinya ada kelebihan asupan
8000 kalori yang diubah menjadi lemah ( 8000 kalori = 1 kg berat badan manusia ) .
Semua makanan yang berkarbohidrat pasti mengandung kalori jadi dapat di
tarik kesimpulan, jika seseorang menonsumsi makanan berkalori dapat di pastikan
asupan karbohidrat ke dalam tubuh akan bertambah.
Karbohidrat di dalam tubuh akan di ubah menjadi gula untuk di jadika energi
(tenaga). Jika jumlah insulin yang di hasilkan pankreas tidak mencukupi untuk
mnegendalikan tingkat kadar gula di dalam tubuh, maka kelebihan gula tersebut
akan menyebabkan gula darah menjadi tinggi.

c. Hipertensi

9
Penyakit hipertensi ( tekanan darah tinggi ) sanagat berbahaya bagi kesehatan
dengan tingginya kadar lemak dalam darah, sensivitas darah terhadap insulin
menjadi sanagat rendah ooleh karena itu, mereka yang menderita tekanan darah
tinggi di harapkan untuk mengonsumsi makanan tinggi serat dan rendah lemak,
seperti buah dan sayuran, sehingga mampu menigkatkan sensivitas insulin.
Jika sensivitas insulin meningkat maka kontrol gula akan lebih baik dan kadar
lemak dalam darah menjadi rendah. Rendahnya kadar lemak dalam darah akan
menurunkan kemungkinan timbulnya komplikasi penyakit jantung sehingga ikut
menurunkan angka kematian pada penderita DM
d. Level kolestrol yang tinggi
DM adalah dimana keadaan dimana kadar gula darah melebihi batas normal.
Diabetes yang tidak terkontrol dengan kadar glukosa yang tinggi cenderung
meninggkatkan kadar kolestrol dan gliserida dalam tubuh.
Kolestrol LDL pada penderita diabetes lebih ganas, bentuk nya lebih padat dan
ukurannya lebih kecil sehingga sangat mudah masuk dan menempel pada lapisan
pembuluh darah yang lebih dalam (atrogenik). Pada penderita DM, kematian utama
disebabkan oleh penyakit kardioserbrovaskular (penyakit pembuluh darah jantung
dan otak ).
Oleh karena itu, pasien DM sangat penting untuk menekan kalestrol khususnya
LDL < 100mg/dL. Hal ini disebabkan karena DM adalah kondisi yang dianggap
sama dengan orang yang terkena penyakit jantung korone. Bahkan, pada diabetesi
yang sudah terkena penyakit jantung koroner target LDL nya lebih rendah lagi,
yakni >70mg/dL.
e. Mengkonsumsi makanan instan
Zaman semakin maju dan terus berkembang. Hal ini membuat manusia semakin
terdorong untuk meraih prestasi setinggi- tinggi nya dan menjadi yang lebih baik.
Kondisi ini sering diwarnai dengan gaya hidup modern yang tidak sehat. Mereka
kurang bergerak karena segala sesuatu menggunakan alat, seperti alat lift, eskalator,
dan lain-lain. Mereka juga demikian sibuk sehingga tidak ada waktu untuk
berolahraga secara rutin. Akibatnya sirkulasi darah didalam tubuh tidak normal
karena jantung terganggu sehingga secara keseluruha kerja tubuh pun tergsnggu
termasuk sensitivitas insulin.

f. Merokok dan stress

10
Merokok adalah musuh terbesar kesehatan. Nikotin yang menyebar didalam
darah akan mempengaruhi seluruh kerja organ tubuh. Darah yang sudah teracuni
oleh nikotin akan menyebabkan sensitivitas insulin terganggu. Apabila kondisi nya
sudah demikian, maka DM siap mengintai
Stres sebenarnya tidak menyebabkan penyakit fisik secara langsung. Namun,
karena pada saat stres hormon-hormon racun diproduksi, maka kondisi stres yang
berlangsung terus menerus menyebabkan terjadi kandungan racun yang melimpah
didalam tubuh. Inilah yang kemudian mengacaukan seluruh metabolisme tubuh.
Sensitivitas insulin pun terganggu dan menyebabkan terjadinya DM.
g. Kerusakan pada sel prankeas
DM dapat terjadi jika pankreas – suatu kelenjar dibagian atas perut- tidak
berfungsi sebagaimana mestinya. Biasanya pankreas menghasilkan insulin, yaitu
hormon yang penting untuk penyimpanan glukosa dalam tubuh. Apabila pankreas
berhenti menghasilkan insulin atau hanya sedikit insulin yang diproduksi, penyakit
DM pasti akan terjadi.
4. Tanda Gejala Diabetes Mellitus
Gejala-gejala umum yang biasa nya dialami oleh pendrita DM sering dianggap
penyakit ringan dan disepelekan. Padahal, gejala-gejala seperti ini seharusnya disikapi
dengan sangat bijaksana. Penanganaan sejak dini memungkinkan penderita DM
mendapatkan perawatan yang memadai dan menghindarkan dari komplikasi parah.
a. Polyuria
Efek dari kadar gula darah yang tinggi akan mempengaruhi ginjal sehingga
menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan untuk mengencerkan glukosa
akibatnya, penderita sering buang air kecil dalam jumlah yang banyak.
b. Polydipsi
Banyak kencing atau polyuria membuat penderita merasakan haus yang berlebihan
sehingga mudah merasa haus dan harus banyak minum.. ini akan berlangsung terus
meneruus selama terjadi polyuria.
c. Polyphagia
Sejumlah besar kalori dari diabetisi akan hilang kedalam air kemih. Untuk
mengompensasikan hal ini, penderita DM sering kali merasakan lapar yang luar
biasa sehingga banyak makan. Kalau tidak dipenuhi, kondisi tubuh akan semakin
parah karena bisa saja saluran perncernaan menjadi terganggu, misalnya terkena
maag.

11
d. Polyneuropati
Kondisi ini juga disebabkan karena rusaknya urat saraf pada diabetisi. Kandungan
gula darah yang tinggi menyebabkan rusaknya urat saraf. Gangguan inilah yang
menyebabkan terjadinya kesemutan.
e. Penurunan berat badan
Karena sejumlah besar kalori hilang kedalam air kemih, penderita mengalami
penurunan berat badan. Apabila tidak diimbangi dengan makan mengikuti pola
aturan sehat dan bergizi, diabetisi akan terus kehilangan berat badannya.
f. Penglihatan kabur
Apabila kadar glukosa dalam darah tinggi, lensa mata menjadi cembung dan
penderita mengeluh penglihatan kabur. Biasa nya penderita akan sering mengganti
kaca mata.
g. Mudah lelash dan sering mengantuk
Kekurangan energi dan terganggunya metabolisme karbohidrat menyebabkan
penderita DM menjadi mudah lelah. Salah satu cara untuk mengembalikan kondisi
yang kelelahan adalah dengan tidur.
5. Kapan Seseorang dikatan Terkena Penyakit Diabetes Mellitus
a. Jika dia memiliki gejala klasik(5P)
Antara 2-3P ditambah salah satu nilai kadar gula darahnya meninggi.
 Edrender ( gula darah sewaktu ) : KGD diatas 200mg/dL
 2 jam setelah mkan ( post prandial ) : KGD diatas 200mg/dL
 Kadar darah puasa(puasa 8-10 jam) : KGD diatas 126mg/dL
b. Tidak memilki gejala klasik(SP)
Kemudian melakukan dua tanda gula mendukung:
 Post prandial
 Kadar darah puasa diatas 126mg/dL (puasa)

6. Pencegahan Diabetes Mellitus


Obesitas merupakan faktor risiko utama diabetes melitus. Dengan demikian, kita bisa
menurunkan risiko diabetes melitus dengan mencegah obesitas. Beberapa metode
pencegahan disarankan di bawah ini:

12
a. menjaga berat badan ideal. Mereka yang sudah mengalami kelebihan berat badan
wajib menetapkan sasaran penurunan berat badan (5-10% dari berat badan saat ini).
Indeks Massa Tubuh (IMT/BMI - Body Mass Index) dari orang Asia adalah 18,5-25
b. Pola makan yang seimbang dengan target “Tiga rendah dan satu tinggi” – yaitu
prinsip pola makan rendah lemak, rendah gula, rendah natrium, dan tinggi serat.
c. Tetap aktif, berolahraga secara teratur dengan intensitas sedang (dianjurkan untuk
berolahraga setiap hari selama 30 menit atau lebih selama setidaknya 5 hari
seminggu). Karena gejala awal Diabetes Melitus yang tidak jelas, pemeriksaan
kesehatan yang tepat setiap tahun bisa membantu mendeteksi penyakit ini sesegera
mungkin.

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit kronik merupakan suatu penyakit yang tidak bisa disembuhkan melainkan hanya
bisa dikontrol. Penyakit kronis merupakan jenis penyakit degeneratif yang berkembang
atau bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama, yakni lebih dari enam bulan. Orang
yang menderita penyakit kronis cenderung memiliki tingkat kecemasan yang tinggi dan
cenderung mengembangkan perasaan hopelessness dan helplessness karena berbagai
macam pengobatan tidak dapat membantunya sembuh dari penyakit kronis.
B. Saran
Bagi pembaca apabila di dalam makalah ini terdapat kesalahan dalam penulisan maupun
dalam tata bahasa dapat diberi saran atau kritikan yang membangun, dan semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi pembaca sebagai tambahan bahan bacaan atau referensi untuk
mengerjakan tugas terkait tentang makalah.

14
DAFTAR PUSTAKA
Bare BG., Smeltzer SC. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC.
Susilo, dr. Yekti. 2008.Cara Jitu mengatasi Kencing Manis (diabetes
Mellitus).Yogyakarta:Andi.

Sukarimin, Sujono Riyadi.2008.Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Gejala Eksori


dan Endokrin pad Pasien.Yogyakarta:Graha Ilmu.

Jaime L. Stockslanger & Liz Schaeffer.2007.Asuhan Keperawatan


Geriatrik.Jakarta:EGC.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2017 Tentang


“Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Penyakit Tidak Menular Tahun 2015-2019”

http://www.p2ptm.kemkes.go.id/profil-p2ptm/latar-belakang/strategi-pencegahan-dan-
pengendalian-ptm-di-indonesia di akses pada tanggal 25 oktober 2019

15

Anda mungkin juga menyukai