Anda di halaman 1dari 25

masalah etika keperawatan di tinjau dari kode etik keperawatan

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Praktek keperawatan sebagai suatu pelayanan profesional diberikan berdasarkan ilmu


pengetahuan, menggunakan metodologi keperawatan dan dilandasi kode etik keperawatan. Kode
etik keperawatan mengatur hubungan antara perawat dan pasien, perawat terhadap petugas,
perawat terhadap sesama anggota tim kesehatan, perawat terhadap profesi dan perawat
terhadap pemerintah, bangsa dan tanah air.

Pada hakikatnya keperawatan sebagai profesi senantiasa mangabdi kepada kemanusiaan,


mendahulukan kepentingan masyarakat diatas kepentingan pribadi, bentuk pelayanannya
bersifat humanistik, menggunakan pendekatan secara holistik, dilaksanakan berdasarkan pada
ilmu dan kiat keperawatan serta menggunakan kode etik sebagai tuntutan utama dalam
melaksanakan pelayanan/asuhan keperawatan. Dengan memahami konsep etik, setiap perawat
akan memperoleh arahan dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang merupakan tanggung
jawab moralnya dan tidak akan membuat keputusan secara sembarangan.

Norma-norma dalam etika kesehatan dibentuk oleh kelompok profesi tenaga kesehatan itu
sendiri, yang bila dihimpun (dikodifikasikan) sering disebut  sebagai kode etik. Kode etik
keperawatan  merupakan  suatu  pernyataan  komprehensif  dari  profesi yang memberikan
tuntunan bagi anggotanya dalam melaksanakan praktek keperawatan, baik yang berhubungan
dengan pasien, masyarakat, teman sejawat dan diri sendiri. Dengan kata lain pengertian kode
etik perawat yaitu   suatu pernyataan / keyakinan publik yang mengungkapkan kepedulian
moral, nilai dan tujuan keperawatan, yang bertujuan untuk memberikan alasan
terhadap  keputusan-keputusan etika.
Kode  etik  diorganisasikan  dalam   nilai  moral  yang  merupakan   pusat  bagi praktik
keperawatan yang etika, semuanya bermuara dalam hubungan profesional perawat dengan klien
dan menunjukan apa yang diperdulikan perawat dalam hubungan tersebut.

Nilai-nilai moral tersebut adalah: Prinsip Penghargaan (respek) terhadap orang, dari


prinsippenghargaan timbul prinsip otonomi yang berkenaan dengan hak orang.untuk memilih
bagi diri mereka sendiri, apa yang menurut pemikiran mereka adalah yang terbaik bagi dirinya,
selanjutnyakemurahan hati (Benefiecence) merupakan prinsip untuk melakukan yang baik dan
tidak merugikan/bahaya orang lain. Prinsip Veracity merupakan suatu kewajiban untuk
mengatakan yang sebenarnya atau untuk tidak membohongi orang lain. Prinsip confidentiality
(kerahasiaan),berarti perawat menghargai semua informasi tentang klien merupakan hak
istimewa pasien dantidak untuk disebarkan secara tidak tepat. Fidelity / kesetiaan, berarti
perawat berkewajiban untuk setia dengan kesepakatan dan tanggung jawab yang telah dibuat,
meliputi menepati janji, menyimpan rahasia serta "Carring". Prinsip Justice
(keadilan), merupakan suatu prinsip moral untuk berlaku adil untuk semua individu.

Semua nilai-nilai moral tersebut selalu dan harus dijalankan pada setiap pelaksanaan praktek
keperawatan dan selama berinteraksi dengan pasien dan tenaga kesehatan lain. Kondisi inilah
yang sering kali menimbulkan konflik dilema etik. Maka penyelesaian dari dilema etik tersebut
harus dengan cara yang bijak dan saling memuaskan baik pemberi asuhan keperawatan
(perawat), Pasien dan profesi lain (teman sejawat).
Pada penulisan makalah ini dibahas suatu kasus yang berkaitan dengan dilema etik dalam
praktek keperawatan dan bagaimana penyelesaian dari masalah etik tersebut.

B.     Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata ajar etika dan hukum
keperawatan dan untuk lebih jauh memahami tentang etika dalam keperawatan dan
penyelesaian dilema etik.

C.    Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini dengan membuat kasus dilema etik yang sering terjadi diruang
perawaatan dan selanjutnya dengan menggunakan studi literature kasus tersebut dianalisa dan
dicari bagaimana cara penyelesaian dilema etik tersebut.

D.    Sistematika Penulisan
Sistematikan penulisan makalah ini terdiri dari empat bab, yaitu: Bab I, pendahuluan yang terdiri
dari latar belakang, tujuan, metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab II tinjauan teoritis,
terdiri dari; pengertian etika, kode etik keperawatan, hak dan kewajiban perawat dan hak pasien,
penyelesaian dilema etik, masalah-masalah dilema etik yang sering terjadi, Bab IV pembahasan,
merupakan kasus dilema etik dan penyelesaian dari kasus dilema etik tersebut. Bab V penutup
yang berisi kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.    Pengertian
Etika merupakan kata yang berasal dari Yunani, yaitu Ethos, yang menurut Araskar dan David
(1978) berarti kebiasaan atau model prilaku, atau standar yang diharapkan dan kriteria tertentu
untuk sesuatu tindakan, dapat diartikan segala sesuatu yang berhubungan dengan pertimbangan
pembuatan keputusan, benar atau tidaknya suatu perbuatan. Dalam Oxford Advanced Learner’s
Dictionary of Curret English, AS Hornby mengartikan etika sebagai sistem dari prinsip-prinsip
moral atau aturan-aturan prilaku. Menurut definisi AARN (1996), etika berfokus pada yang
seharusnya baik salah atau benar, atau hal baik atau buruk. Sedangkan menurut Rowson,
(1992).etik adalah Segala sesuatu yang berhubungan/alasan tentang isu moral.

Moral adalah suatu kegiatan/prilaku yang mengarahkan manusia untuk memilih tindakan baik
dan buruk, dapat dikatakan etik merupakan kesadaran yang sistematis terhadap prilaku yang
dapat dipertanggung jawabkan (Degraf, 1988). Etika merupakan bagian dari filosofi yang
berhubungan dengan keputusan moral menyangkut manusia (Spike lee, 1994). Menurut
Webster’s “The discipline dealing with what is good and bad and with moral duty and obligation,
ethics offers conceptual tools to evaluate and guide moral decision making”

Beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa etika merupakan pengetahuan moral dan
susila, falsafah hidup, kekuatan moral, sistem nilai, kesepakatan, serta himpunan hal-hal yang
diwajibkan, larangan untuk suatu kelompok/masyarakat dan bukan merupakan hukum atau
undang-undang. Dan hal ini menegaskan bahwa moral merupakan bagian dari etik, dan etika
merupakan ilmu tentang moral sedangkan moral satu kesatuan nilai yang dipakai manusia
sebagai dasar prilakunnya. Maka etika keperawatan (nursing ethics) merupakan bentuk ekspresi
bagaimana perawat seharusnya mengatur diri sendiri, dan etika keperawatan diatur dalam kode
etik keperawatan.

B.     Kode Etik Keperawatan


Kode etik profesi merupakan pernyataan yang komprehensif dari bentuk tugas dan pelayanan
dari profesi yang memberi tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan praktek dibidang
profesinya, baik yang berhubungan dengan pasien, keluarga, masyarakat dan teman sejawat,
profesi dan diri sendiri. Sedangkan Kode etik keperawatan merupakan daftar prilaku atau bentuk
pedoman/panduan etik prilaku profesi keperawatan secara professional (Aiken, 2003). dengan
tujuan utama adanya kode etik keperawatan adalah memberikan perlindungan bagi pelaku dan
penerima praktek keperawatan.

Kode etik profesi disusun dan disyahkan oleh organisasi profesinya sendiri yang akan membina
anggota profesinya baik secara nasional maupun  internasional. (Rejeki, 2005). Konsep etik yang
merupakan panduan profesi merupakan tanggung jawab dari anggota untuk melaksanakannya.
Profesi keperawatan sebagai salah satu profesi yang professional dan mempunyai nilai-
nilai/prinsip moral dalam melakukan prakteknya maka kode etik sangatlah diperlukan. Perawat
sebagai anggota profesi keperawatan hendaknya dapat menjalankan kode etik keperawatan yang
telah dibuat dengan sebaik-baiknya dengan tetap memegang teguh dan selalu dilandasi oleh
nilai-nilai moral profesionalnya.(Misparsih, 2005).
Etika keperawatan memberikan keputusan tentang tindakan yang diharapkan benar-benar tepat
atau bermoral. Etika keperawatan sebagai pedoman menumbuhkan tanggung jawab atau
kewajiban bagi anggotanya tentang hak-hak yang diharapkan oleh orang lain. Anggota profesi
mempunyai pengetahuan atau ketrampilan khusus yang dipergunakan untuk membuat
keputusan yang mempengaruhi orang lain.(Samporno, 2005).

Etika profesi keperawatan merupakan practice discipline dan sebagai implimentasinya


diwujudkan dalam asuhan praktek keperawatan. Perawat harus membiasakan diri untuk
sepenuhnya menerapkan kode etik yang ada sebagai gambaran tanggung jawabnya dalam
praktik keperawatan.(Priharjo, 1995).

1.      Tujuan dan Fungsi Kode etik keperawatan


Secara umum menurut Kozier (1992). dikatakan bahwa tujuan kode etik profesi keperawatan
adalah meningkatkan praktek keperawatan dengan moral dan kualitas dan menggambarkan
tanggung jawab, akontabilitas serta mempersiapkan petunjuk bagi anggotannya. Etika profesi
keperawatan merupakan alat untuk mengukur prilaku moral dalam keperawatan. Dalam
menyusun alat pengukur ini keputusan diambil berdasarkan kode etik sebagai standar yang
mengukur dan mengevaluasi perilaku moral perawat (Suhaemi, 2002). Adanya penggunaan kode
etik keperawatan, organisasi profesi keperawatan dapat meletakkan kerangka berfikir perawat
untuk mengambil keputusan dan bertanggung jawab kepada masyarakat anggota tim kesehatan
lain dan kepada profesi.

Tujuan pokok rumusan etika yang dituangkan dalam kode etik keperawatan, merupakan standar
etika perawat, yaitu:
a.       Menjelaskan dan menerapkan tanggung jawab kepada pasien, lembaga dan masyarakat
b.      Membantu tenaga/perawat dalam menentukan apa yang harus diperbuat dalam menghadapi
dilema etik dalam praktek keperawatan.
c.       Memberikan kesempatan profesi keperawatan menjaga reputasi atau nama dan fungsi
profesi keperawatan.
d.      Mencerminkan/membayangkan pengharapan moral dari komunitas.
e.       Merupakan dasar untuk menjaga prilaku dan integrasi.

Sesuai tujuan tersebut diatas, perawat diberi kesempatan untuk dapat mengembangkan etika
profesi secara terus menerus agar dapat menampung keinginan dan masalah baru dan mampu
menurunkan etika profesi keperawatan kepada perawat-perawat muda. Disamping maksud
tersebut, penting dalam meletakkan landasan filsafat keperawatan agar setiap perawat dapat
memahami dan menyenangi profesinya.
Menurut American Ethics Commission Bureau on Teaching, tujuan etika profesi keperawatan
adalah, mampu:
a.       Mengenal dan mengidentifikasi unsure moral dalam praktik keperawatan
b.      Membentuk strategi/cara dan menganalisa masalah moral yang terjadi dalam praktik
keperawatan
c.       Menghubungkan prinsip moral/pelajaran yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan
pada diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Beberapa tujuan dan fungsi kode etik keperawatan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
fungsi kode etik keperawatan, adalah:
1)      Memberikan panduan pembuatan keputusan tentang masalah etik keperawatan.
2)      Dapat menghubungkan dengan nilai yang dapat diterapkan dan dipertimbangkan
3)      Merupakan cara mengevaluasi diri profesi perawat
4)      Menjadi landasan untuk menginisiasi umpan balik sejawat
5)      Menginformasikan kepada calon perawat tentang nilai dan standar profesi keperawatan
6)      Menginformasikan kepada profesi lain dan masyarakat tentang nilai moral.

Sedangkan kode etik keperawatan di Indonesia yng dikeluarkan oleh organisasi profesi (PPNI)
telah diatur lima pokok etik, yaitu: hubungan perawat dan pasien, perawat dan praktek, perawat
dan masyarakat, perawat dan teman sejawat, perawat dan profesi. Kelima pokok etik
keperawatan yang ada merupakan bentuk kode etik yang telah mejadi panduan dari semua
perawat Indonesia untuk menjalankan profesinya

2.      Konsep Moral dalam praktek keperawatan


Praktek keperawatan menurut Henderson dalam bukunya tentang teori keperawatan, yaitu
segala sesuatu yang dilakukan perawat dalam mengatasi masalah keperawatan dengan
menggunakan metode ilmiah, bila membicarakan praktek keperawatan tidak lepas dari
fenomena keperawatan dan hubungan pasien dan perawat.
Fenomena keperawatan merupakan penyimpangan/tidak terpenuhinya kebutuhan dasar
manusia (bio, psiko, social dan spiritual), mulai dari tingkat individu untuk sampai pada tingkat
masyarakat yang juga tercermin pada tingkat system organ fungsional sampai subseluler
(Henderson, 1978, lih, Ann Mariner, 2003). Asuhan keperawatan merupakan bentuk dari praktek
keperawatan, dimana asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan praktek
keperawatan yang diberikan pada pasein dengan menggunakan proses keperawatan
berpedoman pada standar keperawatan, dilandasi etika dan etiket keperawatan (Kozier, 1991).
Asuhan keperawatan ditujukan untuk memandirikan pasien, (Orem, 1956,lih, Ann Mariner,
2003).
Keperawatan merupakan Bentuk asuhan keperawatan kepada individu, keluarga dan masyarakat
berdasarkan ilmu dan seni dan menpunyai hubungan perawat dan pasien sebagai hubungan
professional (Kozier, 1991). Hubungan professional yang dimaksud adalah hubungan terapeutik
antara perawat pasien yang dilandasi oleh rasa percaya, empati, cinta, otonomi, dan didahulu
adanya kontrak yang jelas dengan tujuan membantu pasien dalam proses penyembuhan dari
sakit (Kozier,1991).

a.      Prinsip-prinsip moral dalam praktek keperawatan


1)      Menghargai otonomi (facilitate autonomy)
Suatu bentuk hak individu dalam mengatur kegiatan/prilaku dan tujuan hidup individu.
Kebebasan dalam memilih atau menerima suatu tanggung jawab terhadap pilihannya sendiri.
Prinsip otonomi menegaskan bahwa seseorang mempunyai kemerdekaan untuk menentukan
keputusan dirinya menurut rencana pilihannya sendiri. Bagian dari apa yang didiperlukan dalam
ide terhadap respect terhadap seseorang, menurut prinsip ini adalah menerima pilihan individu
tanpa memperhatikan apakah pilihan seperti itu adalah kepentingannya. (Curtin, 2002).
Permasalahan dari penerapan prinsip ini adalah adanya variasi kemampuan otonomi pasien
yang dipengaruhi oleh banyak hal, seperti tingkat kesadaran, usia, penyakit, lingkungan Rumah
SAkit, ekonomi, tersedianya informsi dan lain-lain (Priharjo, 1995). Contoh: Kebebasan pasien
untuk memilih pengobatan dan siapa yang berhak mengobatinya sesuai dengan yang diinginkan .
2)      Kebebasan (freedom)
Prilaku tanpa tekanan dari luar, memutuskan sesuatu tanpa tekanan atau paksaan pihak lain
(Facione et all, 1991).  Bahwa siapapun bebas menentukan pilihan yang menurut pandangannya
sesuatu yang terbaik.
Contoh : Klien mempunyai hak untuk menerima atau menolak asuhan keperawatan yang
diberikan.
3)      Kebenaran (Veracity)   truth
Melakukan kegiatan/tindakan sesuai dengan nilai-nilai moral dan etika yang tidak bertentangan
(tepat, lengkap). Prinsip kejujuran menurut Veatch dan Fry (1987) didefinisikan sebagai
menyatakan hal yang sebenarnya dan tidak bohong. Suatu kewajiban untuk mengatakan yang
sebenarnya atau untuk tidak membohongi orang lain. Kebenaran merupakan hal yang
fundamental dalam membangun hubungan saling percaya dengan pasien. Perawat sering tidak
memberitahukan kejadian sebenarnya pada pasien yang memang sakit parah. Namun dari hasil
penelitian pada pasien dalam keadaan terminal menjelaskan bahwa pasien ingin diberitahu
tentang kondisinya secara jujur (Veatch, 1978).
Contoh : Tindakan pemasangan infus harus dilakukan sesuai dengan SOP yang berlaku dimana
klien dirawat.
4)      Keadilan (Justice)
Hak setiap orang untuk diperlakukan sama (facione et all, 1991). Merupakan suatu prinsip moral
untuk berlaku adil bagi semua individu. Artinya individu mendapat tindakan yang sama
mempunyai kontribusi yang relative sama untuk kebaikan kehidupan seseorang. Prinsip dari
keadilan menurut beauchamp dan childress adalah mereka uang sederajat harus diperlakukan
sederajat, sedangkan yang tidak sederajat diperlakukan secara tidak sederajat, sesuai dengan
kebutuhan mereka.
Ketika seseorang mempunyai kebutuhan kesehatan yang besar, maka menurut prinsip ini harus
mendapatkan sumber-sumber yang besar pula, sebagai contoh: Tindakan keperawatan yang
dilakukan seorang perawat baik dibangsal maupun di ruang VIP harus sama dan sesuai SAK
5)      Tidak Membahayakan (Nonmaleficence)
Tindakan/ prilaku yang tidak menyebabkan kecelakaan atau membahayakan orang lain.(Aiken,
2003). Contoh : Bila ada klien dirawat dengan penurunan kesadaran, maka harus dipasang side
driil.
6)      Kemurahan Hati (Benefiecence)
Menyeimbangkan hal-hal yang menguntungkan dan merugikan/membahayakan dari tindakan
yang dilakukan. Melakukan hal-hal yang baik untuk orang lain. Merupakan prinsip untuk
melakukan yang baik dan tidak merugikan orang lain/pasien. Prinsip ini sering kali sulit
diterapkan dalam praktek keperawatan. Berbagai tindakan yang dilakukan sering memberikan
dampak yang merugikan pasien, serta tidak adanya kepastian yang jelas apakah perawat
bertanggung jawab atas semua cara yang menguntungkan pasien.Contoh: Setiap perawat harus
dapat merawat dan memperlakukan klien dengan baik dan benar.
7)      Kesetiaan (fidelity)
Memenuhi kewajiban dan tugas dengan penuh kepercayaan dan tanggung jawab, memenuhi
janji-janji. Veatch dan Fry mendifinisikan sebagai tanggung jawab untuk tetap setia pada suatu
kesepakatan. Tanggung jawab dalam konteks hubungan perawat-pasien meliputi tanggung jawab
menjaga janji, mempertahankan konfidensi dan memberikan perhatian/kepedulian. Peduli
kepada pasien merupakan salah satu dari prinsip ketataatan. Peduli pada pasien merupakan
komponen paling penting dari praktek keperawatan, terutama pada pasien dalam kondisi
terminal (Fry, 1991). Rasa kepedulian perawat diwujudkan dalam memberi asuhan keperawatan
dengan pendekatan individual, bersikap baik, memberikan kenyamanan dan menunjukan
kemampuan profesional
Contoh: Bila perawat sudah berjanji untuk memberikan suatu tindakan, maka tidak boleh
mengingkari janji tersebut.
8)      Kerahasiaan (Confidentiality)
Melindungi informasi yang bersifat pribadi, prinsip bahwwa perawat menghargai semua
informsi tentang pasien dan perawat menyadari bahwa pasien mempunyai hak istimewa dan
semua yang berhubungan dengan informasi pasien tidak untuk disebarluaskan secara tidak tepat
(Aiken, 2003). Contoh : Perawat tidak boleh menceritakan rahasia klien pada orang lain, kecuali
seijin klien atau seijin keluarga demi kepentingan hukum.
9)      Hak  (Right)
Berprilaku sesuai dengan perjanjian hukum, peraturan-peraturan dan moralitas, berhubungan
dengan hukum legal.(Webster’s, 1998). Contoh : Klien berhak untuk mengetahui informasi
tentang penyakit dan segala sesuatu yang perlu diketahuinya.

b.      Nilai-nilai professional yang harus diterapkan oleh perawat


1)      JUSTICE (Keadilan) : Menjaga prinsip-prinsip etik dan legal, sikap yang dapat dilihat dari
Justice, adalah: Courage (keberanian/Semangat, Integrity, Morality, Objectivity), dan beberapa
kegiatan yang berhubungan dengan justice perawat: Bertindak sebagai pembela klien,
Mengalokasikan sumber-sumber secara adil, Melaporkan tindakan yang tidak kompeten, tidak
etis, dan tidak legal secara obyektif dan berdasarkan fakta.

2)      TRUTH (kebenaran): Kesesuaian dengan fakta dan realitas, sikap yang berhubungan
denganperawt yang dapat dilihat, yaitu: Akontabilitas, Honesty, Rationality, Inquisitiveness
(ingin tahu), kegiatan yang beruhubungan dengan sikap ini adalah: Mendokumentasikan asuhan
keperawatan secara akurat dan jujur, Mendapatkan data secara lengkap sebelum membuat suatu
keputusan, Berpartisipasi dalam upaya-upaya profesi untuk melindungi masyarakat dari
informasi yang salah tentang asuhan keperawatan.
3)      AESTHETICS : Kualitas obyek, kejadian, manusia yang mengarah pada pemberian kepuasan
dengan prilaku/ sikap yang tunjukan dengan Appreciation, Creativity, Imagination, Sensitivity,
kegiatan perawat yang berhubungan dengan aesthetics: Berikan lingkungan yang menyenangkan
bagi klien, Ciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan bagi diri sendiri dan orang lain,
Penampilan diri yang dapat meningkatkan “image” perawat yang positif
4)      ALTRUISM : Peduli bagi kesejahteraan orang lain (keiklasan) dengan sikap yang ditunjukan
yaitu: Caring, Commitment, Compassion (kasih), Generosity (murah hati), Perseverance (tekun,
tabah (sabar), kegiatan perawat yang berhubungan dengan Altruism:Memberikan perhatian
penuh saat merawat klien, Membantu orang lain/perawat lain dalam memberikan asuhan
keperawatan bila mereka tidak dapat melakukannya, Tunjukan kepedulian terhadap isu dan
kecenderungan social yang berdampak terhadap asuhan kesehatan.

5)      EQUALITY (Persamaan): Mempunyai hak, dan status yang sama, sikap yang dapt ditunjukan
oleh perawat yaitu: Acceptance (menerima), Fairness (adil/tidak diskriminatif), Tolerance,
Assertiveness, kegiatan perawat yang berhubungan dengan equality: Memberikan nursing care
berdasarkan kebutuhan klien, tanpa membeda-bedakan klien, Berinteraksi dengan tenaga
kesehatan/teman sejawat dengan cara yang tidak diskriminatif
6)      FREEDOM (Kebebasan): Kapasitas untuk menentukan pilihan, sikap yang dapat ditunjukan
oleh perawat yaitu: Confidence, Hope, Independence, Openness, Self direction, Self Disciplin,
kegiatan yang berhubungan dengan Freedom: Hargai hak klien untuk menolak terapi,
Mendukung hak teman sejawat untuk memberikan saran perbaikan rencana asuhan
keperawatan, Mendukung diskusi terbuka bila terdapat isu controversial terkait profesi
keperawatan
7)      HUMAN DIGNITY (Menghargai martabat manusia): menghargai martabat manusia dan
keunikan martabat manusia dan keunikan individu, sikap yang dapat ditunjukan oleh perawat,
yaitu: Empathy, Kindness, Respect full, Trust, Consideration, kegiatan yang berhubungan dengan
sikap Human dignity: Melindungi hak individu untuk privacy, Menyapa/memperlakukan orang
lain sesuai dengan keinginan mereka untuk diperlakukan, Menjaga kerahasiaan klien dan teman
sejawat
C.    Hak, Kewajiban Perawat dan Hak Pasien
Hak mungkin merupakan tuntutan sebagaimana mestinya dengan dasar keadilan, moralitas atau
legalitas (Suhaemi, 2002). Hak adalah tuntutan terhadap sesuatu yang seseorang berhak, seperti
kekuasaan atau hak istimewa.
Hak merupakan peranan fakultatif karena sifatnya boleh tidak dilaksanakan atau dilaksanakan,
menurut suryono (1990). Hak merupakan sutau yang dimilikin orang atau subyek hukum baik
manusia sebagai pribadi atau manusia sebagai badan hukum, dimana subyek yang bersangkutan
mempunyai kebebasan untuk memanfaatkan atau tidak memanfaatkan. Sedangkan kewajiban
merupakan peran imperative karena tidak boleh tidak dilaksanakan.

Pada prinsipnya hak dasar manusia, terdapat dua hal yaitu: Human Right dan Fundamental Right.
Beberapa hak manusiawi (human right) adalah hak untuk mengekspresikan dirinya secara bebas
untuk tumbuh dan untuk menerima upah/pembayaran atas pekerjaannya, sedangkan Hak
dasar(Fundamental right) termasuk hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan dasar manusia,
seperti hak untuk hidup layak, hak untuk bernafas, hak untuk mendapatkan makanan yang layak
dan sebagainnya (Aiken, 2003).

Perawat sebagai pelaku praktek keperawatan yang langsung memberikan pelayanan kepada
pasien, keluarga, masyarakat disamping mempunyai tanggung jawab dalam praktek, perawat
juga mempunyai hak sebagai manusia secara utuh baik secara manusia dan hukum.
1.      Hak-hak perawat, menurut  Claire dan Fagin (1975), bahwa perawat berhak:
a.       Mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya
b.      Mengembangkan diri melalui kemampuan kompetensinya sesuai dengan latar
pendidikannya
c.       Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan serta
standard an kode etik profesi
d.      Mendapatkan informasi lengkap dari pasien atau keluaregannya tentang keluhan kesehatan
dan ketidakpuasan terhadap pelayanan yang diberikan
e.       Mendapatkan ilmu pengetahuannya berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam bidang keperawatan/kesehatan secara terus menerus.
f.       Diperlakukan secara adil dan jujur baik oleh institusi pelayanan maupun oleh pasien
g.      Mendapatkan jaminan perlindungan terhadap resiko kerja yang dapat menimbulkan bahaya
baik secara fisik maupun emosional
h.      Diikutsertakan dalam penyusunan dan penetapan kebijaksanaan pelayanan kesehatan.
i.        Privasi dan berhak menuntut apabila nama baiknya dicemarkan oleh pasien dan atau
keluargannya serta tenaga kesehatan lainnya.
j.        Menolak dipindahkan ke tempat tugas lain, baik melalui anjuran maupun pengumuman
tertulis karena diperlukan, untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan standar profesi
atau kode etik keperawatan atau aturan perundang-undangan lainnya.
k.      Mendapatkan penghargaan dan imbalan yang layak atas jasa profesi yang diberikannya
berdasarkan perjanjian atau ketentuan yang berlaku di institusi pelayanan yang bersangkutan
l.        Memperoleh kesempatan mengembangkan karier sesuai dengan bidang profesinya.

2.      Tanggung jawab/kewajiban perawat


Disamping beberapa hak perawat yang telah diuraikan diatas, dalam mencapai keseimbangan
hak perawat maka perawat juga harus mempunyai kewajibannya sebagai bentuk tanggung jawab
kepada penerima praktek keperawatan. (Claire dan Fagin, 1975l,dalam Fundamental of
nursing,Kozier 1991)
Kewajiban perawat, sebagai berikut:
a.       Mematuhi semua peraturan institusi yang bersangkutan
b.      Memberikan pelayanan atau asuhan keperawatan sesuai dengan standar profesi dan batas
kemanfaatannya
c.       Menghormati hak pasien
d.      Merujuk pasien kepada perawat atau tenaga kesehatan lain yang mempunyai keahlihan atau
kemampuan yang lebih kompeten, bila yang bersangkutan tidak dapat mengatasinya.
e.       Memberikan kesempatan kepada pasien untuk berhubungan dengan keluarganya, selama
tidak bertentangan dengan peraturan atau standar profesi yang ada.
f.       Memberikan kesempatan kepada pasien untuk menjalankan ibadahnya sesuai dengan agama
dan kepercayaan masing-masing selama tidak mengganggu pasien yang lainnya.
g.      Berkolaborasi dengan tenaga medis (dokter) atau tenaga kesehatan lainnya dalam
memberikan pelayanan kesehatan dan keperawatan kepada pasien
h.      Memberikan informasi yang akurat tentang tindakan keperawatan yang diberikan kepada
pasien dan atau keluargannya sesuai dengan batas kemampuaannya
i.        Mendokumentasikan asuhan keperawatan secara akurat dan berkesinambungan
j.        Mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dn tehnologi keperawatan atau kesehatan
secara terus menerus
k.      Melakukan pelayanan darurat sebagai tugas kemanusiaan sesuai dengan batas
kewenangannya
l.        Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, kesuali jika dimintai
keterangan oleh pihak yang berwenang.
m.    Memenuhi hal-hal yang telah disepakati atau perjanjian yang telah dibuat sebelumnya
terhadap institusi tempat bekerja.
3.      Hak-hak pasien
Disamping beberapa hak dan kewajiban perawat, perawat juga harus mengenal hak-hak pasien
sebagai obyek dalam praktek keperawatan. Sebagai hak dasar sebagai manusia maka penerima
asuhan keperawatan juga harus dilindungi hak-haknya, sesuai perkembangan dan tuntutan
dalam praktek keperawatan saat ini pasien juga lebih meminta untuk menentukan sendiri dan
mengontrol tubuh mereka sendiri bila sakit; persetujuan, kerahasiaan, dan hak pasien untuk
menolak pengobatan merupakan aspek dari penentuan diri sendiri. Hal-hal inilah yang perlu
dihargai dan diperhatikan oleh profesi keperawat dalam menjalankan kewajibannya.

Tetapi dilain pihak, seorang individu yang mengalami sakit sering tidak mampu untuk
menyatakan hak-haknya, karena menyatakan hak memerlukan energi dan kesadaran diri yang
baik sedangkan dalam kondisi sakit seseorang mengalami kelemahan atau terikat dengan
penyakitnya dan dalam kondisi inilah sering individu tidak menyadari akan haknya, disinilah
peran seoran professional perawat.

Oleh karena itu sebagai perawat professional harus menganal hak-hak pasien, menurut Annas
dan Healy, 1974, hak-hak pasien adalah sebagai berikut:
1)      Hak untuk kebenaran secara menyeluruh
2)      Hak untuk mendapatkan privasi dan martabat yang mandiri
3)      Hak untuk memelihara penentuan diri dalam berpartisipasi dalam keputusan sehubungan
dengan kesehatan seseorang.
4)      Hak untuk memperoleh catatan medis, baik selama maupun sesudah dirawat di Rumah
Sakit.

Sedangkan pernyataan hak pasien (Patient’s Bill of Right) yang diterbitkan oleh “The American


Hospital Association” 1973, meliputi beberapa hal, yang dimaksudkan memberikan upaya
peningkatan hak pasien yang dirawat dan dapat menjelaskan kepada pasien sebelum pasien
dirawat.
Adapun hak-hak pasien, adalah sebagai beriku, pasien mempunyai hak:
1)      Mempertahankan dan mempertimbangkan serta mendapatkan asuhan keperawatan dengan
penuh perhatian
2)      Memperoleh informasi terbaru, lengkap mengenai diagnosa, pengobatan dan program
rehabilitasi dari tim medis, dan informasi seharusnya dibuat untuk orang yang tepat mewakili
pasien, karena pasien mempunyai hak untuk mengetahui dari yang bertanggung jawab dan
mengkoordinir asuhan keperawatannya.
3)      Menerima informasi penting untuk memberikan persetujuan sebelum memulai sesuatu
prosedur atau pengobatan kecuali dalam keadaan darurat, mencakup beberapa hal penting,
yaitu; lamanya ketidakmampuan, alternatif-alternatif tindakan lain dan siapa yang akan
melakukan tindakan
4)      Menolak pengobatan sejauh yang diijinkan hukum dan diinformasikan tentang kosekwensi
dari tindakan tersebut.
5)      Setiap melakukan tindakan selalu mempertimbangkan  privasinya termasuk asuhan
keperawatan, pengobatan, diskusi kasus, pemeriksaan dan tindakan, dan selalu dijaga
kerahasiaannya dan dilakukan dengan hati-hati, siapapun yang tidak terlibat langsung asuhan
keperawatan dan pengobatan pasien harus mendapatkan ijin dari pasien.
6)      Mengharapkan bahwa semua komunikasi dan catatan mengenai asuhan keperawatan dan
pengobatannya harus diperlakukan secara rahasia.
7)      Pasien mempunyai hak untuk mengerti bila diperlukan rujukan ke tempat lain yang lebih
lengkap dan memperoleh informasi yang lengkap tentang alasan rujukan tersebut, dan Rumah
Sakit yang ditunjuk dapat menerimannya.
8)      Memperoleh informasi tentang hubungan Rumah Sakit dengan instansi lainnya, seperti
pendidikan dan atau instansi terkait lainnya sehubungan dengan asuhan yang diterimannya,
Contoh: hubungan individu yang merawatnya, nama perawat dan sebaginnya.
9)      Diberikan penasehat/pendamping apabila Rumah Sakit mengajukan untuk terlibat atau
berperan dalam eksperimen manusiawi yang mempengaruhi asuhan atau pengobatannya. Pasien
mempunyai hak untuk menolak berpartisipasi dalam proyek riset/penelitian tersebut.
10)  Mengharapkan asuhan berkelanjutan yang dapat diterima. Pasien mempunyai hak untuk
mengetahui lebih jauh waktu perjanjian dengan dokter yang ada. Pasien mempunyai hak untuk
mengharapkan Rumah Sakit menyediakan mekanisme sehingga ia mendapat informasi dari
dokter atau staff yang didelegasikan oleh dokter tentang kesehatan pasien selanjutnya.
11)  Mengetahui peraturan dan ketentuan Rumah Sakit yang harus diikutinya sebagai pasien
12)  Mengetahui peraturan dan ketentuan Rumah Sakit yang harus diikutinya.

D.    Masalah Etik dalam Praktek Keperawatan


Setelah beberapa definisi, dan teori yang berkaitan dengan etika, hak perawat, hak pasien dan
kewajiban dari pelaku asuhan keperawatan dalam praktek keperawatan, masalah etik
menimbulkan konflik antara kebutuhan pasien dengan harapan perawat. Masalah eika
keperawatan pada dasarnya merupakan masalah etika kesehatan, yang lebih dikenal dengan
istilah etika biomedis atau bioetis (Suhaemi, 2002).

Adapun permasalahan etik yang yang sering muncul banyak sekali, seperti berkata tidak jujur
(bohong), abortus, menghentikan pengobatan, penghentian pemberian makanan dan cairan,
euthanasia, transplantasi organ serta beberpa permasalahan etik yang langsung berkaitan
dengan praktek keperawatan, seperti: evaluasi diri dan kelompok, tanggung jawab terhadap
peralatan dan barang, memberikan rekomendasi pasien pad dokter, menghadapi asuhan
keperawatan yang buruk, masalah peran merawat dan mengobati (Prihardjo, 1995).Disini akan
dibahas sekilas beberapa hal yang berikaitan dengan masalah etik yang berkaitan lansung pada
praktik keperawatan.
1.      Konflik etik antara teman sejawat
Keperawatan pada dasarnya ditujukan untuk membantu pencapaian kesejahteraan pasien. Untuk
dapat menilai pemenuhan kesejahteraan pasien, maka perawat harus mampu mengenal/tanggap
bila ada asuhan keperawatan yang buruk dan tidak bijak, serta berupaya untuk mengubah
keadaan tersebut. Kondisi inilah yang sering sering kali menimbulkan konflik antara perawat
sebagai pelaku asuhan keperawatan dan juga terhadap teman sejawat. Dilain pihak perawat
harus menjaga nama baik antara teman sejawat, tetapi bila ada teman sejawat yang melakukan
pelanggaran atau dilema etik hal inilah yang perlu diselesaikan dengan bijaksana.
2.      Menghadapi penolakan pasien terhadap Tindakan keperawatan atau pengobatan
Masalah ini sering juga terjadi, apalagi pada saat ini banyak bentuk-bentuk pengobatan sebagai
alternative tindakan. Dan berkembangnya tehnologi yang memungkinkan orang untuk mencari
jalan sesuai dengan kondisinya. Penolakan pasien menerima pengobatan dapat saja terjadi dan
dipengaruhi oleh beberapa factor, seperti pengetahuan, tuntutan untuk dapat sembuh cepat,
keuangan, social dan lain-lain. Penolakan atas pengobatan dan tindakan asuhan keperawatan
merupakan hak pasien dan merupakan hak outonmy pasien, pasien berhak memilih, menolak
segala bentuk tindakan yang mereka anggap tidak sesuai dengan dirinnya, yang perlu dilakukan
oleh perawat adalah menfasilitasi kondisi ini sehingga tidak terjadi konflik sehingga
menimbulkan masalah-masalah lain yang lebih tidak etis.
3.      Masalah antara peran merawat dan mengobati
Berbagai teori telah dijelaskan bahwa secara formal peran perawat adalah memberikan asuhan
keperawatan, tetapi dengan adanya berbagai factor sering kali peran ini menjadai kabur dengan
peran mengobati. Masalah antara peran sebagai perawat yang memberikan asuhan keperawatan
dan sebagai tenaga kesehatan yang melakuka pengobatan banyak terjadi di Indonesia, terutama
oleh perawat yang ada didaerah perifer (puskesmas) sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan
kepada masyarakat. Dari hasil penelitian, Sciortio (1992) menyatakan bahwa pertentangan
antara peran formal perawat dan pada kenyataan dilapangan sering timbul dan ini bukan saja
masalah Nasional seperti di Indonesia, tetapi juga terjadi di Negara-negara lain.Walaupun tidak
diketahui oleh pemerintah, pertentangan ini mempunyai implikasi besar. Antara pengetahuan
perawat yang berhubungan dengan asuhan keperawatan yang kurang dan juga kurang aturan-
aturan yang jelas sebagai bentuk perlindungan hukum para pelaku asuhan keperawatan hal
inisemakin tidak jelas penyelesaiannya.
4.      Berkata Jujur atau Tidak jujur
Didalam memberikan asuhan keperawatan langsung sering kali perawat tidak merasa bahwa,
saat itu perawat berkata tidak jujur. Padahal yang dilakukan perawat adalah benar (jujur) sesuai
kaedah asuhan keperawatan.
Sebagai contoh: sering terjadi pada pasien yang terminal, saat perawat ditanya oleh pasien
berkaitan dengan kondisinya, perawat sering menjawab “tidak apa-apa ibu/bapak, bapak/ibu
akan baik,  suntikan ini tidak sakit”. Dengan bermaksud untuk menyenangkan pasien karena
tidak mau pasiennya sedih karena kondisinya dan tidak mau pasien takut akan suntikan yang
diberikan, tetapi didalam kondisi tersebut perawat telah mengalami dilema etik. Bila perawat
berkata jujur akan membuat sedih dan menurunkan motivasi pasien dan bila berkata tidak jujur,
perawat melanggar hak pasien.

5.      Tanggung jawab terhadap peralatan dan barang


Dalam bahasa Indonesia dikenal istilah menguntil atau pilfering, yang berarti mencuri barang-
barang sepele/kecil. Sebagai contoh: ada pasien yang sudah meninggal dan setalah pasien
meninggal ada barang-barang berupa obat-obatan sisa yang belum dipakai pasien, perawat
dengan seenaknya membereskan obat-obatan tersebut dan memasukan dalam inventarisasi
ruangan tanpa seijin keluarga pasien. Hal ini sering terjadi karena perawat merasa obat-obatan
tersebut tidak ada artinya bagi pasien, memang benar tidak artinya bagi pasien tetapi bagi
keluarga kemungkinan hal itu lain. Yang penting pada kondisi ini adalah komunikasi dan
informai yang jelas terhadap keluarga pasien dan ijin dari keluarga pasien itu merupakan hal
yang sangat penting, Karena walaupun bagaimana keluarga harus tahu secara pasti untuk apa
obat itu diambil.
Perawat harus dapat memberikan penjelasan pada keluarga dan orang lain bahwa menggambil
barang yang seperti kejadian diatas tidak etis dan tidak dibenarkan karena setiap tenaga
kesehatan mempunyai tanggung jawab terhadap peralatan dan barang din tempat kerja.

E.     Pembuatan Keputusan dalam Dilema Etik


Menurut Thompson dan Thompson (1985). dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit
untuk diputuskan, dimana tidak ada alternative yang memuaskan atau suatu situasi dimana
alternative yang memuaskan dan tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang
benar atau salah. Dan untuk membuat keputusan etis, seseorang harus bergantung pada
pemikiran yang rasional dan bukan emosional. Kerangka pemecahan dilema etik banyak
diutarakan oleh beberapa ahli yang pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan
dengan pemecahan masalah secara ilmiah.(sigman, 1986; lih. Kozier, erb, 1991).

Setiap perawat harus dapat mengintegrasikan dasar-dasar yang dimilikinya dalam membuat
keputusan termasuk agama, kepercayaan atau falsafah moral tertentu yang menyatakan
hubungan kebenaran atau kebaikan dengan keburukan. Beberapa orang membuat keputusan
dengan mempertimbangkan segi baik dan buruk dari keputusannya, ada pula yang membuat
keputusan berdasarkan pengalamannya (Ellis, Hartley, 1980).

1.      Teori dasar pembuatan keputusan Etis


a.       Teleologi
Teleologi (berasal dari bahasa Yunani telos, berarti akhir). Istilah teleologi  dan utilitarianisme  sering
digunakan saling bergantian. Teleologi merupakan suatu doktrin yang menjelaskan fenomena berdasarkan
akibat yang dihasilkan atau konsekuensi yang dapat terjadi. Pendekatan ini sering disebut dengan
ungkapan The end justifies the means atau makna dari suatu tindakan ditentukan oleh hasil akhir yang terjadi.
Teori ini menekankan pada pencapaian hasil dengan kebaikan maksimal dan ketidakbaikan sekecil
mungkin bagi manusia (Kelly, 1987). Teori teleologi atau utilitarianisme dapat dibedakan menjadi rule utili-
tarianisme dan act utilitarianisme. Rule utilitarianismeberprinsip bahwa manfaat atau nilai suatu
tindakan tergantung pada sejauh mana tindakantersebut memberikan kebaikan atau kebahagiaan pada
manusia. Act utilitarianisme bersifat lebih terbatas; tidak melibatkan aturan umum tetapi berupaya
menjelaskan pada suatu situasi tertentu, dengan pertimbangan terhadap tindakan apa yang dapat
memberikan kebaikan sebanyak-banyaknya atau ketidakbaikan sekecil-kecilnya pada individu. Contoh
penerapan teori inimisalny a bayi-bayi yang lahir cacat lebih baik diizinkan meninggal daripada nantinya
menjadi beban di masyarakat.

b.              Deontologi (Formalisme)
Deontologi (berasal dari bahasa Yunani deon, berarti tugas) berprinsip pada aksi atau tindakan. Menurut
Kant, benar atau salah bukan ditentukan  oleh hasil akhir atau konsekuensi dari suatu tindakan,
melainkan oleh nilai moralnya. Dalam konteknya di sini perhatian difokuskan pada tindakan melakukan
tanggung jawab moral yang dapat memberikan penentu apakah tindakantersebut secara moral benar
atau salah. Kant berpendapat prinsip-prinsip moral atau yang terkait dengan tugas harus bersifat
universal, tidak kondisional, dan imperatif. Kant percaya bahwa tindakan manusia secara
rasional tidak konsisten, kecuali bila aturan-aturan yang ditaati bersifat universal, tidak
kondisional, dan imperatif. Dua aturan yang diformulasi oleh Kant meliputi: pertama, manusia harus
selalu bertindak sehingga aturan yang merupakan dasar berperilaku dapat menjadi suatu hukum
moral universal. Kedua, manusia harus tidak memperlakukan orang lain secara sederhana
sebagai suatu makna,  tetapi selalu sebagai hasil akhir terhadap dirinya sendiri. Contoh penerapan
deontologi adalah seorang perawat yang yakin bahwa pasien harus diberitahu tentang apa yang
sebenarnya terjadi walaupun kenyataan tersebut sangat menyakitkan. Contoh lain misalnya seorang
perawat menolak membantu pelaksanaan abortus karena keyakinan agamanya yang melarang
tindakan membunuh.
Dalam menggunakan pendekatan teori ini, perawat tidak menggunakan pertimbangan, misalnya
seperti tindakan abortus dilakukan untuk menyela-matkan nyawa ibu, karena setiap tindakan yang
mengakhiri hidup (dalam hal ini calon bayi) merupakan tindakan yang secara moral buruk.
Secara lebih luas, teori deontologi dikembangkan menjadi lima prinsip penting; kemurahan hati,
keadilan, otonomi, kejujuran, dan ketaatan.

2.      Kerangka dan strategi pembuatan keputusan etis.


Kemampuan membuat keputusan masalah etis merupakan salah satu persyaratan bagi perawat
untuk menjalankan praktek keperawatan professional dan dalam membuat keputusan etis perlu
memperhatikan beberapa nilai dan kepercayaan pribadi, kode etik keperawatan, konsep moral
perawatan dan prinsip-prinsip etis. 
Berbagai kerangka model pembuatan keputusan etis telah dirancang oleh banyak ahli etika, di mana semua
kerangka tersebut berupaya menjawab pertanyaan dasar tentang etika, yang menurut Fry meliputi:
•     Hal apakah yang membuat tindakan benar adakah benar?
•     Jenis tindakan apakah yang benar?
•     Bagaimana aturan-aturan dapat diterapkan pada situasi tertentu?
•     Apakah yang harus dilakukan pada situasi tertentu?
Beberapa kerangka pembuatan keputusan etis keperawatan dikembangkan dengan mengacu pada kerangka
pembuatan keputusan etika medis. Beberapa kerangka disusun berdasarkan posisi falsafah praktik
keperawatan, sementara model-model lain dikembangkan berdasarkan proses pemecahan masalah
seperti yang diajarkan di pendidikan keperawatan. Berikut ini merupakan contoh model yangdikembangkan
oleh Thompson dan Thompson dan model oleh Jameton: Metode Jameton dapat digunakan untuk
menyelesaikan permasalahan etika keperawatan yang berkaitan dengan asuhan keperawatan pasien. Ke-
rangka Jameton, seperti yang ditulis oleh Fry (1991), terdiri dari enam tahap:
a.         Identifikasi masalah. Ini berarti mengklasifikasi masalah dilihat dari nilai-nilai, konflik dan hati
nurani. Perawat juga harus mengkaji ke-terlibatannya terhadap masalah etika yang timbul dan
mengkaji parameter waktu untuk protes pembuatan keputusan. Tahap ini akan memberikan jawaban
pada perawat terhadap pernyataan: Hal apakah yang membuat tindakan benar adalah benar? Nilai-nilai
diklasifikasi dan peran perawat dalam situasi yang terjadi diidentifikasi.
b.        Perawat harus mengumpulkan data tambahan. Informasi yang dikumpul-kan dalam tahap ini meliputi:
orang-orang yang dekat dengan pasien yang terlibat dalam membuat keputusan bagi pasien,
harapan/keinginan dari pasien dan orang yang terlibat dalam pembuatan keputusan. Perawatkemudian
membuat laporan tertulis kisah dari konflik yang terjadi. Perawat harus mengindentifikasi semua
pilihan atau alternatif secara terbuka kepada pembuat keputusan. Semua tindakan yang memung-
kinkan harus terjadi termasuk hasil yang mungkin diperoleh beserta dampaknya. Tahap ini
memberikan jawaban: Jenis tindakan apa yang benar?
c.         Perawat harus memikirkan masalah etis secara berkesinambungan. Ini berarti perawat
mempertimbangkan nilai-nilai dasar manusia yang pen-ting bagi individu, nilai-nilai dasar manusia
yang menjadi pusat dari masalah, dan prinsip-prinsip etis yang dapat dikaitkan dengan masalah. Tahap
ini menjawab pertanyaan: Bagaimana aturan-aturan tertentuditerapkan pada situasi tertentu?
d.        Pembuat keputusan harus membuat keputusan. Ini berarti bahwa pem-buat keputusan memilih
tindakan yang menurut keputusan mereka paling tepat. Tahap ini menjawab pertanyaan etika:Apa yang
harus dilaku-kan pada situasi tertentu?
e.         Tahap akhir adalah melakukan tindakan dan mengkaji keputusan dan hasil.
Tahap Model Keputusan Bioetis

Tahap 1 Review situasi yang dihadapi untuk mendeterminasi masalah kesehatan,


keputusan yang dibutuhkan, komponen etis individu keunikan.
Tahap 2 Kumpulkan informasi tambahan untuk memperjelas situasi.
Tahap 3 Identifikasi aspek etis dari masalah yang dihadapi.
Tahap 4 Ketahui atau bedakan posisi pribadi dan posisi moral profesional.
Tahap 5 Identifikasi posisi moral dan keunikan individu yang berlainan.
Tahap 6 Identifikasi konflik-konflik nilai bila ada.
Tahap 7 Gali siapa yang harus membuat keputusan.
Tahap 8 Identifikasi rentang tindakan dan hasil yang diharapkan.
Tahap 9 Tentukan tindakan dan laksanakan.
Tahap 10 Evaluasi/review hasil dari keputusan/tindakan.
Sedangkan Pembuatan keputusan/pemecahan dilema etik menurut, Kozier, erb (1989), adalah
sebagai berikut:
1)      Mengembangkan data dasar; untuk melakukan ini perawat memerlukan pengumpulan
informasi sebanyak mungkin, dan informasi tersebut meliputi: Orang yang terlibat, Tindakan
yang diusulkan, Maksud dari tindakan, dan konsekuensi dari tindakan yang diusulkan.
2)      Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut
3)      Membuat tindakan alternative tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan
mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut
4)      Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil keputusan
yang tepat
5)      Mendefinisikan kewajiban perawat
6)      Membuat keputusan.

Disamping beberapa bentuk kerangka pembuatan keputusan dilema etik yang terdapat diatas,
penting juga diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan etik.
Diantaranya adalah factor agama dan adat istiadat, social, ilmu pengetahuan/tehnologi,
legislasi/keputusan yuridis, dana/keuangan, pekerjaan/posisi pasien maupun perawat, kode etik
keperawatan dan hak-hak pasien (Priharjo, 1995).

Beberapa kerangka pembuatan dan pengambilan keputusan dilema etik diatas dapat diambil
suatu garis besar langkah-langkah kunci dalam pengambilan keputusan, yaitu:
a.       Klarifikasi dilema etik, baik pertanyaan fakta dan komponen nilai etik yang seharusnya
b.      Dapatkan informasi yang lengkap dan terinci, kumpulkan data tambahan dari berbagai
sumber, bila perlu ada saksi ahli berhubungan dengan pertanyaan etik dan apakah ada
pelanggaran hukum/legal
c.       Buatlah beberapa alternatif keputusan dan identifikasi beberapa alternative tersebut dan
diskusikan dalam suatu tim (komite etik).
d.      Pilih dari beberapa alternative dan paling diterima oleh masing-masing pihak dan buat suatu
keputusan atas alternative yang dipilih
e.       Laksanakan keputusan yang telah dipilih bila perlu kerjasama dalam tim dan tentukan siapa
yang harus melaksanakan putusan.
f.       Observasi dan lakukan penilain atas tindakan/keputusan yang dibuat serta dampak yang
timbul dari keputusan tersebut, bila perlu tinjau kembali beberapa alternative keputusan dan
bila mungkin dapat dijalankan.
BAB III
PEMBAHASAN

A.    Kasus
Ny. M seorang ibu rumah tangga, umur 35 tahun, mempunyai seorang anak umur 4 tahun, Ny.M.
berpendidikan SMA, dan suami Ny.M bekerja sebagai PNS di suatu kantor kelurahan. Saat ini
Ny.M dirawat di ruang kandungan sejak 3 hari yang lalu.
Sesuai hasil pemeriksaan Ny.M positif menderita kanker rahim grade III, dan dokter
merencanakan untuk dilakukan operasi pengangkatan kanker rahim. Semua pemeriksaan telah
dilakukan untuk persiapan operasi Ny.M.
Menjelang dua hari operasi, Ny.M hanya diam dan tampak cemas dan binggung dengan rencana
operasi yang akan dijalaninnya. Dokter hanya menjelaskan bahwa Ny.m harus dioperasi karena
tidak ada tindakan lain yang dapat dilakukan. Dan dokter memberitahu perawat kalau Ny.M atau
keluarganya bertanya, sampaikan operasi adalah jalan terakhir. Dan jangan dijelaskan tentang
apapun, tunggu saya yang akan menjelaskannya.
Saat menghadapi hal tersebut Ny.M berusaha bertanya kepada perawat ruangan yang
merawatnya. Ny.M bertanya kepada perawat beberapa hal, yaitu:
“apakah saya masih bisa punya anak setelah dioperasi nanti”.karena kami masih ingin punya
anak. “apakah masih ada pengobatan yang lain selain operasi” dan “apakah operasi saya bisa
diundur dulu suster”
Dari beberapa pertanyaan tersebut perawat ruangan hanya menjawab secara singkat,
“ibu kan sudah diberitahu dokter bahwa ibu harus operasi”
“penyakit ibu hanya bisa dengan operasi, tidak ada jalan lain”
“yang jelas ibu tidak akan bisa punya anak lagi…”
“Bila ibu tidak puas dengan jawaban saya, ibu tanyakan lansung dengan dokternya…ya.” Dan
setelah menjawab beberapa pertanyaan Ny.M. perawat memberikan surat persetujuan operasi
untuk ditanda tangani, tetapi Ny.M mengatakan “saya menunggu suami saya dulu suster”,
perawat mengatakan “secepatnya ya bu… besok ibu sudah akan dioperasi”tanpa penjelasan lain,
perawat meninggalkan Ny.M.
Sehari sebelum operasi Ny.M berunding dengan suaminya dan memutuskan menolak operasi
dengan alasan, Ny.M dan suami masih ingin punya anak lagi.
Dengan penolakan Ny.M dan suami, perawat mengatakan pada Ny.M dan suami” Ibu ibu tidak
boleh begitu, ibu harus dioperasi agar penyakit ibu tidak parah, kita hanya berusaha” dan
perawat meninggalkan pasien dan suami tanpa penjelasan apapun. Dan setelah penolakan pasien
tersebut, perawat A datang ke Kepala ruangan dan mengatakan bahwa Ny.M menolak untuk
operasi. Ny.M masih ragu karena dokter belum menjelaskan rencana operasi yang akan
dilakukan, Kepala ruangan bertanya kepada perawat A “kenapa tidak dijelaskan” Perawat A
menjawab “pesan dokter, saya tidak boleh menjelaskan tentang operasi tersebut, disuruh
menunggu dokter…”, kepala ruangan mengatakan “ kalau begitu buat surat pernyataan saja” dan
kita sampaikan ke dokter bedahnya. Dan sampai saat ini dokter belum menjelaskan operasi yang
akan dilakukan pada Ny.M dan keluarga. Dan akhirnya pasien pulang. Beberapa hari kemudian
Rumah Sakit mendapat surat keluhan dari keluarga Ny.M yang berisi ketidakpuasan dari
pelayanan dimana Ny.M dirawat. Oleh karena itu pihak Rumah Sakit (pimpinan) menanggapi
surat tersebut dan berusaha mencari tahu kebenaran kasus yang tejadi pada Ny.M dan akan
mengambil tindakan bila ada unsure pelanggaran kode etik dalam pelayanan kesehatan yang
dilakukan staff Rumah Sakit.
Sekilas berkaitan dengan ruangan, kepala ruangan adalah Ners S1 yang bekerja telah lima tahun
dan perawat A, adalah perawat lulusan DIII baru bekerja diruang tersebut dua tahun.

B.     Analisa Kasus
Sebelum menganalisa kasus diatas apakah merupakan pelanggaran etik atau dilema etik, hal
pertama yang harus dilakukan oleh tim pencari fakta adalah mengumpulkan informasi yang
berkaitan dengan beberapa informasi yang diperlukan, baik dari internal maupun exsternal
ruangan termasuk staf yang bterlibat, perawat primer, kepala ruangan dan dokter yang merawat
dan pasien/keluarga. Hal-hal lain yang menyangkut prinsip-prinsip moral dalam pemberian
asuhan keperawatan dan berkaitan dengan standarisasi asuhan keperawatan yang diberikan
(SOP).
Pada kasus yang melibatkan Ny.M dapat dianalisa dengan beberapa hal menyangkut nilai-nilai
etika, prinsip moral dalam professional keperawatan, Kode etik keperawatan (PPNI), hak-hak
pasien, hak dan kewajiban perawat dan juga bentuk standar praktek keperawatan yang harus
dilaksanakan pada pasien yang akan menjalani operasi. Bila diidentifikasi masalah-masalah yang
mungkin merupakan pelanggaran etik yang terjadi dan merupakan data dari informasi yang
dibutuhkan, adalah sebagai berikut:
1.      Berkaitan dengan prinsip-prinsip moral/etik dalam praktek keperawatan, yaitu:
a.       Otonomi pasien
Prinsip autonomy menegaskan bahwa seseorang mempunyai kemerdekaan untuk menentukan
keputusan dirinya menurut rencana pilihannya sendiri. Bagian dari apa yang diperlukan dalam
ide terhadap respect terhadap seseorang, menurut prinsip ini adalah menerima pilihan individu
tanpa memperhatikan apakah pilihan seperti itu adalah kepentingannya.
Seperti telah banyak dijelaskan dalam teori bahwa otonomi merupakan bentuk hak individu
dalam mengatur keinginan melakukan kegiatan atau prilaku. Kebebasan dalam memilih atau
menerima suatu tanggung jawab terhadap dirinya sendiri.

Pada kasus Ny.M. bahwa pasien menginginkan informasi yang banyak tentang tindakan operasi
yang akan dilakukan terhadap dirinnya, informasi-informasi yang dibutuhkannya karena Ny.M
berkeinginan bahwa ia masih ingin punya anak lagi dan  bila operasi dilakukan berarti pasien
merasa tidak akan mempunyai anak lagi. Tetapi keinginan pasien untuk mendapat informasi
yang lebih banyak tidak terpenuhi, hal inilah yang menjadi dilema bagi pasien sementara itu
kondisi sakitnya akan membuat Ny.M tidak tertolong lagi.

Penolakan Ny.M dan keluarga untuk dilakukan operasi merupakan hak pasien  tetapi, hak dan
kewajiban perawat juga untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal dengan
membantu penyembuhan pasien yaitu dengan jalan dilakukan operasi.

b.      Advokasi perawat terhadap pasien


Advokasi merupakan salah satu peran perawat dalam menjalankan praktek keperawaatan dan
asuhan keperawatannya. Perawat seharusnya memberikan penjelasan lebih rinci dan
mendukung pasien agar dapat berkonsultasi kepada tim dokter yang akan melakukan
operasinya.
Advoaksi perawat yang dapat dilakukan pada kondisi kasus Ny.M, dapat berupa: penjelasan yang
jelas dan terinci tentang kondisi yang dialami Ny.M, melakukan konsultasi dengan tim medis
berkaitan denganmaslah tersebut, juga harus disampaikan bahwa Ny.M ingin mempunyai anak
lagi. Bentuk-bentuk advokasi inilah yang memungkinkan tim baik keperawatan dan medis akan
bersama menjelaskan dengan lengkap dan baik.

Bentuk advokasi lainnya adalah Perawat ruangan dapat membuat tim keperawatan dan medis
dan dapat menberikan informasi dan komunikasi yang baik pada pasien.

2.      Berkaitan hak-hak pasien


Pada teori telah dijelaskan bahwa pasien juga mempunyai hak-hak yang harus diperhatikan oleh
perawata dalam praktek keperawatan, diantarannya yang berhubungan dengan kasus Ny.M.
Pasien berhak mendapatkan informasi yang lengkap jelas, pasien berhak memperoleh informasi
terbaru baik dari tim medis dan perawat yang mengelolannya, pasien juga berhak untuk memilih
dan menolak pengobatan ataupun asuhan bila merasa dirinnya tidak berkenan.
Ny.M. merasa bahwa dirinya tidak memperoleh informasi yang diharapkannya, pasien berharap
banyak informasi dan hal-hal yang berkaitan dengan kondisinnya sehingga pasien dapat
memnentukan pilihannya dengan tepat. Apapun pilihan pasien dan keputusan pasien setelah
mendapatkan informasi yang jela merupakan hak automi pasien.
3.      Berkaitan Kode Etik Keperawatan (PPNI)
a.       Kewajiban perawat dalam melaksanakan tugas.
Sebagai tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan langsung kepada individu, keluarga dan
masyarakat, perawat berkewajiban untuk melaksanakan kode etik profesinya dan menjalankan
semua kewajiban yang didasari oleh nilai-nilai moral yang telah diatur dalam profesinya.
Terdapat beberapa kewajiban perawat yang tidak dijalankan dengan baik dalam kasus Ny.M.
diantaranya berkewajiban memberikan informasi, komunikasi kepada pasien, memberikan
peran perlindungan kepada pasien, perawat wajib memberi kesempatan kepada pasien untuk
dapat menentukan pilihan dan memberikan alternative penyelesaian atas kondisi dan keinginan
pasien dalam arti bahwa perawat wajib menghargai pilihan atau autonomi pasien. Sesuai kode
etik keperawatan (PPNI) bahwa perawat senantiasa mengutamakan perlindungan dan
keselamatan pasien dalam melaksanakan tugas keperawatan serta matang dalam melaksanakan
tugas. Bila kewajiban diatas dapat dilaksanakan dengan baik maka dapat memberikan
kesempatan kepada Ny.M dan keluarga dapat berfikir rasional dan logic atas kondisi yang
menimpannya.
b.      Hubungan Perawat terhadap Pasien, tenaga kesehatan lain (dokter)
Sesuai kode etik keperawatan (PPNI) bahwa perawat senantiasa menjaga hubungan baik antar
sesame perawat, pasien dan tenaga kesehatan lain dengan tujuan keserasian suasana dan
ligkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara menyeluruh.

Pada kasus Ny.M terdapat beberapa dilema etik yaitu perawat tidak mampu mengambil suatu
keputusan yang terbaik dari intruksi yang telah disampaikan oleh dokter seharusnya perawat
mengklarifikasi atas apa yang disampaikan oleh tim medis. Dan perlunya tim konsultasi yang
berkaitan dengan masalah-masalah yang terggambar pada kasus Ny.M. tim inilah yang
merupakan kelompok yang baik sebagai tempat untuk menjelaskan kondisi pasien. Tim inipun
akan memberikan alternatif-alternatif atau masukan yang berarti tentang dampak dari tindakan
dan bila tidak dilakukan tindakan. Tim ini juga terdiri dari beberapa profesi yaitu: medis,
keperawatan, dan tenaga lain yang berkaitan dengan masalah Ny.M. Hubungan yang baik harus
diciptakan sehingga pada setiap interaksi dengan pasien terjadi komunikasi yang terintegrasi
dan menyeluruh sehingga informasi yang diberikan kepada pasien dapat sama dan saling
menunjang.

4.      Berkaitan nilai-nilai praktek keperawatan professional.


Secara teori dikatakan bahwa nilai-nilai professional perawat harus selalu dijalankan pada setiap
berhubungan dan melaksanakan praktek keperawatan, nilai-nilai professional yang dimaksud
yaitu Aesthetics, altruism, equality, freedom, human dignity, justice dan truth. Dari kasus Ny.M.
dapat dikatakan bahwa perawat ruangan menlanggar nilai-nilai praktek profesionalnya.

Sifat altruism yang ditunjukan pada pasien Ny.M tidak terlihat sama sekali apalagi kepedulian
“caring” terhadap Ny.M, seakan perawat mengabaikan pasien, selayaknya perawat menunjukan
perhatiannya kepada pasien terhadap isu/kondisi saat ini sehingga dampak dari
tindakan/pengobatan dapat melegakan bagi pasien. Disamping itu nilai kebebasan dalam
menentukan sikap terhadap tindakan/pengobatan yang diambil oleh tim medis seharusnya
perawat menggunakan kapasitasnya secara independent, confidence, serta menghargai hak
pasien.

Nilai yang lain adalah menghargai martabat manusia dengan sikap empathy, respect full, yang
dapat dijalankan oleh perawat menghadapi kasus Ny.M. penting dalam melindungi hak individu,
memperlakukan pasien sesuai keinginannya. Disamping nilai-nilai tersebut penting juga berkata
jujur sesuai kebenaran, walaupun kadang-kandang kebenaran itu akan memberikan dampak
yang tidak selalu baik, tetapi dalam nilai kebenaran ini yang penting adalah perlu dilihat kondisi,
dampak dan apa keinginan pasien sehingga apa yang kita sampaikan kepada pasien dapat
diterima dan dipertimbangkan dengan baik, apapun keputusannya dapat memberikan
keduannya hal yang baik yang telah dilaksanakan.
5.      Tinjauan dari standar praktek dan SOP
Didalam standar praktek keperawatan pada pasien yang akan dilakukan operasi harus
dipersiapkan baik fisik dan mental, termasuk memberikan informasi-informasi yang berkaitan
dengan rencana operasi yang akan dilakukan. Saat penanda tanganan persetujuan operasi harus
dijelaskan, walaupun kewajiban memberikan informasi hal tersebut adalah dokter yang akan
melakukan operasi, tetapi perawat harus tetap mendampingi dan memberikan advokasi dan
memberikan penjelasan lain secara lengkap agar pasien dapat menjalani operasi dengan baik.
Didalam setiap SOP-pun hal ini telah diidentifikasi beberapa tindakan yang harus dilakukan pada
pasien yang akan menjalani operasi, maka harus dilihat lagi apakah SOP di ruangan tersebut
telah tersedia dan selalu diperbaharui.

C.    Penyelesaian Kasus
Dalam menyelesaikan kasus dilema etik yang terjadi pada kasus Ny. M, dapat diambil salah satu
kerangka penyelesaian etik, yaitu kerangka pemecahan etik yang dikemukan oleh Kozier, erb.
(1989), dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Mengembangkan data dasar dalam hal klarifiaksi dilema etik, mencari informasi
sebanyaknya, berkaitan dengan:
a.       Orang yang terlibat, yaitu: Pasien, suami pasien, dokter bedah/kandungan, kepala ruangan
dan perawat primer.
b.      Tindakan yang diusulkan, yaitu: Akan dilakukan operasi pengangkatan kandungan/rahim
pada Ny.M. dan perawat primer tidak boleh menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan
operasi, menunggu dokter bedahnya.
c.       Maksud dari tindakan, yaitu: Agar kanker rahim yang dialami Ny.M dapat diangkat (tidak
menjalar ke organ lain) dan pengobatan tuntas.
d.      Konsekuensi dari tindakan yang diusulkan, yaitu: bila operasi tetap dilaksanakan keinginan
Ny.M dan keluarga untuk mempunyai anak kemungkinan tidak bisa lagi dan bila operasi tidak
dilakukan penyakit/kanker rahim Ny.M kemungkinan akan menjadi luas. Dan mengenai pesan
dokter untuk tidak menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan rencana operasi Ny.M, bila
dilaksanakan pesan tersebut, perawat melannggar prinsip-prinsip moral, dan bila pesan dokter
tersebut melanggar janji terhadap teman sejawat.
2.      Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut.
a.       Konflik yang terjadi pada perawat A, yaitu:
-          Bila menyampaikan penjelasan dengan selengkapnya perawat kawatir akan kondisi Ny.M
akan semakin parah dan stress, putus asa akan keinginannya untuk mempunyai anak.
-          Bila tidak dijelaskan seperti kondisi tersebut, perawat tidak melaksanakan prinsip-prinsip
professional perawat
-          Atas penolakan pasien perawat merasa hal itu kesalahan dari dirinya
-          Berkaitan dengan pesan dokter, keduanya mempunyai dampak terhadap prinsip-prinsip
moral/etik.
-          Bila perawat menyampaikan pesan dokter, perawat A melangkahi wewenang yang
diberikan oleh dokter, tetapi bila tidak disampaikan perawat A tidak bekerja sesuai standar
profesi.
b.      Konflik yang terjadi pada Kepala Ruangan, yaitu:
-          Berkaitan dengan pesan dokter kondisinya sama dengan perawat primer
-          Atas penolakan pasien merupakan gambaran manajemen ruangan yang kurang
terkoordinasi dengan baik.
-          Meninjau kembali SOP pada pasien yang akan dilakukan operasi apakah masih relevan atau
tidak.
3.      Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan
mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut.
a.       Menjelaskan secara rinci rencana tindakan operasi termasuk dampak setelah dioperasi.
b.      Menjelaskan dengan jelas dan rinci hal-hal yang berkaitan dengan penyakit bila tidak
dilakukan tindakan operasi
c.       Memberikan penjelasan dan saran yang berkaitan dengan keinginan dari mempunyai anak
lagi, kemungkinan dengan anak angkat dan sebagainnya.
d.      Mendiskusikan dan memberi kesempatan kepada keluarga atas  penolakan tindakan operasi
dan memberikan alternative tindakan yang mungkin dapat dilakukan oleh keluarga.
e.       Memberikan advokasi kepada pasien dan keluarga untuk dapat bertemu dan mendapat
penjelasan langsung pada dokter bedah, dan memfasilitasi pasien dan kelurga untuk dapat
mendapat penjelasan seluas-luasnya tentang rencana tindakan operasi dan dampaknya bila
dilakukan dan bila tidak dilakukan.
4.      Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil keputusan
yang tepat.
Perawat tidak membuat keputusan untuk pasien, tetapi perawat membantu dalam membuat
keputusan bagi dirinya dan keluarganya, tetapi dalam hal ini perlu dipikirkan, beberapa hal:
a.       Siapa yang sebaiknya terlibat dalam membuat keputusan dan mengapa mereka ditunjuk.
b.      Untuk siapa saja keputusan itu dibuat
c.       Apa kriteria untuk menetapkan siapa pembuat keputusan (social, ekonomi, fisiologi,
psikologi dan peraturan/hukum).
d.      Sejauh mana persetujuan pasien dibutuhkan
e.       Apa saja prinsip moral yang ditekankan atau diabaikan oleh tindakan yang diusulkan.

Dalam kasus Ny.M. dokter bedah yakin bahwa pembuat keputusan, jadi atau tidaknya untuk
dilakukan operasi adalah dirinya, dengan memperhatikan faktor-faktor dari pasien, dokter akan
memutuskan untuk memberikan penjelasan yang rinci dan memberikan alternatif pengobatan
yang kemungkinan dapat dilakukan oleh Ny.M dan keluarga. Sedangkan perawat primer
seharusnya bertindak sebagai advokasi dan fasilitator agar pasien dan keluarga dapat membuat
keputusan yang tidak merugikan bagi dirinya, sehingga pasien diharapkan dapat memutuskan
hal terbaik dan memilih alternatif yang lebih baik dari penolakan yang dilakukan.

Bila beberapa kriteria sudah disebutkan mungkin konflik tentang penolakan rencana operasi
dapat diselesaikan atau diterima oleh pasien setelah mendiskusikan dan memberikan informasi
yang lengkap dan valid tentang kondisinya, dilakukan operasi ataupun tidak dilakukan operasi
yang jelas pasien telah mendapat informasi yang jelas dan lengkap sehingga hak autonomi pasien
dapat dipenuhi serta dapat  memuaskan semua pihak. Baik pasien, keluarga, perawat primer,
kepala ruangan dan dokter bedahnya.
5.      Mendefinisikan kewajiban perawat
Dalam membantu pasien dalam membuat keputusan, perawat perlu membuat daftar kewajiban
keperawatan yang harus diperhatikan, sebagai berikut:
a.       memberikan informasi yang jelas, lengkap dan terkini
b.      meningkatkan kesejahteran pasien
c.       membuat keseimbangan antara kebutuhan pasien baik otonomi, hak dan tanggung jawab
keluarga tentang kesehatan dirinya.
d.      membantu keluarga dan pasien tentang pentingnya sistem pendukung
e.       melaksanakan peraturan Rumah Sakit selama dirawat
f.       melindungi dan melaksanakan standar keperawatan yang disesuikan dengan kompetensi
keperawatan professional dan SOP yang berlaku diruangan tersebut.
6.      Membuat keputusan.
Dalam suatu dilema etik, tidak ada jawaban yang benar atau salah, mengatasi dilema etik, tim
kesehatan perlu dipertimbangkan pendekatan yang paling menguntungkan atau paling tepat
untuk pasien. Kalau keputusan sudah ditetapkan, secara konsisten keputusan tersebut
dilaksanakan dan apapun yang diputuskan untuk kasus tersebut, itulah tindakan etik dalam
membuat keputusan pada keadaan tersebut. Hal penting lagi sebelum membuat keputusan
dilema etik, perlu mengali dahulu apakah niat/untuk kepentinganya siapa semua yang dilakukan,
apakah dilakukan untuk kepentingan pasien atau kepentingan pemberi asuhan, niat inilah yang
berkaitan dengan moralitas etis yang dilakukan.

Pada kondisi kasus Ny.M. dapat diputuskan menerima penolakan pasien dan keluarga tetapi
setelah perawat atau tim perawatan dan medis, menjelaskan secara lengkap dan rinci tentang
kondisi pasien dan dampaknya bila dilakukan operasi atau tidak dilakukan operasi. Penjelasan
dapat dilakukan melalui wakil dari tim yang terlibat dalam pengelolaan perawatan dan
pengobatan Ny.M. Tetapi harus juga diingat dengan memberikan penjelasan dahulu beberapa
alternatif pengobatan yang dapat dipertanggung jawabkan sesuai kondisi Ny.M sebagai bentuk
tanggung jawab perawat terhadap tugas dan prinsip moral profesionalnya. Pasien menerima
atau menolak suatu tindakan harus disadari oleh semua pihak yang terlibat, bahwa hal itu
merupakan hak, ataupun otonomi pasien dan keluarga.

Pada kasus diatas dapat diputuskan dan disimpulkan, bahwa terjadi pelanggaran etik, dengan
alasan-alasan dan informasi yang telah ditelaah, yaitu:
a.       Belum ada penjelasan yang lengkap dari perawat dan dokter (Tim) berkaitan dengan
tindakan operasi yang akan dilakukan (tidak sesuai dengan SOP atau standar praktek
keperawatan)
b.      Pasien dan keluarga tidak diberi kesempatan dan mendiskusikan mengenai penyakit, akibat
dan tindakan-tindakan yang akan dilakukan terhadapnya
c.       Berdasarkan kajian dan hasil analisa kasus bahwa hubungan dokter, perawat dan psien tidak
sesuai dengan harapan kode etik keperawatan (PPNI)
d.      Terdapat pelanggaran nilai-nilai moral dan professional perawat, meliputi, otonomi,
altruism, justice, truh dan lainya
e.       Terdapat pelangaran hak-hak pasien, yaitu hak mendapatkan informasi yang valid dan
terkini

Dengan alasan-alasan tersebut dan telah melalui langkah-langkah penyelesaian etik maka Komite
etik di Rumah Sakit tersebut harus menentukan tindakan dengan hati-hati dan terencana sesuai
tingkat pelanggaran etik yang dilakukan baik terhadap dokter, perawat primer (perawat A) dan
kepala ruangan, masing-masing perlu mendapatkan beberapa peringatan atau bentuk
pembinaan sesuai tingkat pelanggaran etik masing-masing.
BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Keperawatan sebagai suatu profesi bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas
pelayanan/asuhan keperawatan yang diberikan. Oleh sebab itu pemberian pelayanan/asuhan
keperawatan harus berdasarkan pada landasan hukum dan etika keperawatan. Standar asuhan
perawatan di Indonesia sangat diperlukan untuk melaksanakan praktek keperawatan, sedangkan
etika keperawatan telah diatur oleh organisasi profesi, hanya saja kode etik yang dibuat masih
sulit dilaksanakan dilapangan karena bentuk kode etik yang ada masih belum dijabarkan secara
terinci dan lengkap dalam bentuk petunjuk tehnisnya.

Etik merupakan kesadaran yang sistematis terhadap prilaku yang dapat dipertanggung
jawabkan, etik bicara tentang hal yang benar dan hal yang salah dan didalam etik terdapat nilai-
nilai moral yang merupakan dasar dari prilaku manusia (niat). Prinsip-prinsip moral telah
banyak diuraikan dalam teori termasuk didalamnya bagaimana nilai-nilai moral di dalam profesi
keperawatan. Penerapan nilai moral professional sangat penting dan sesuatu yang tidak boleh
ditawar lagi dan harus dilaksanakan dalam praktek keperawatan.

Setiap manusia mempunyai hak dasar dan hak untuk berkembang, demikian juga bagi pasien
sebagai penerima asuhan keperawatan mempunyai hak yang sama walaupun sedang dalam
kondisi sakit. Demikian juga perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan mempunyai hak dan
kewajiban masing-masing. Kedua-duannya mempunyai hak dan kewajiban sesuai posisinya.
Disinilah sering terjadi dilema etik, dilema etik merupakan bentuk konflik yang terjadi
disebabkan oleh beberapa factor, baik faktor internal dan faktor eksternal, disamping itu karena
adanya interaksi atau hubungan yang saling membutuhkan. Oleh sebab itu dilema etik harus
diselesaikan baik pada tingkat individu dan institusi serta organisasi profesi dengan penuh
tanggung jawab dan tuntas.

Penyelesaian dilema etik harus mempunyai kerangka berfikir yang jelas sehingga keputusan
yang diambil dapat memberi kepuasan terhadap semua pihak baik pemberi dan penerima
asuhan keperawatan. Banyak teori yang membahas dan membuat kerangka penyelesaian
masalah etik, tetapi penyelesaian secara umum bila terjadi kasus etik adalah sebagai berikut;
melakukan peninjauan kembali terhadap kejadian, memanggil saksi-saksi, mengkaji dan
mengidentifikasi pelanggaran etik yang dilakukan, dan menetapkan sangsi terhadap pelanggaran
atau memberikan rehabilitasi bila tidak terbukti melanggar etik. Semua hal tersebut yang penting
adalah bagaimana masalah dilema etik dapat diputuskan dengan baik dan memuaskan semua
pihak.

Beberapa kerangka pembuatan dan pengambilan keputusan dilema etik diatas dapat diambil
suatu garis besar langkah-langkah kunci dalam pengambilan keputusan, yaitu: Klarifikasi dilema
etik, baik pertanyaan fakta dan komponen nilai etik yang seharusnya, Dapatkan informasi yang
lengkap dan terinci, kumpulkan data tambahan dari berbagai sumber, bila perlu ada saksi ahli
berhubungan dengan pertanyaan etik dan apakah ada pelanggaran hukum/legal, Buatlah
beberapa alternatif keputusan dan identifikasi beberapa alternative tersebut dan diskusikan
dalam suatu tim (komite etik), Pilih dari beberapa alternative dan paling diterima oleh masing-
masing pihak dan buat suatu keputusan atas alternative yang dipilih, dan Laksanakan keputusan
yang telah dipilih bila perlu kerjasama dalam tim dan tentukan siapa yang harus melaksanakan
putusan.

B.     Saran
1.      Pentingnya membuat standar praktek keperawatan yang jelas dan dapat dipertanggung
jawabkan.
2.      Perlunya peraturan atau perundang-undangan yang mengatur dan sebagai bentuk
pelindungan hukum baik pemberi dan penerima praktek keperawatan
3.      Kode etik di Indonesia yang sudah ada perlu didukung dengan adanya perangkat-perangkat
aturan yang jelas agar dapat dilaksanakan secara baik dilapangan.
4.      Keputusan dilema etik perlu diambil dengan hati-hati dan saling memuaskan dan tidak
merugikan bagi pasien, maka perlu dibentuk komite etik disetiap Rumah Sakit dan bila perlu
disetiap ruang ada yang mengawasi dan mengontrol pelaksanaan etik dalam praktek
keperawatan.
5.      Perlunya sosialisai yang luas tentang kode etik profesi keperawatan dan bila perlu diadakan
pelatihan yang bersifat review tentang etika keperawatan secara periodic dan tidak terbatas.
6.      Penyelesaian yang terbaik bila terdapat kasus etik, seperti pada kasus Ny.M, penting adanya
bentuk koordinasi dan kolaborasi yang jelas antara tim pengelola pasien dan kasus tersebut
dapat diselesaikan didalam tim/komite etik yang ada di Rumah Sakit bersangkutan.
Daftar Referensi

Craven & Hirnle. (2000). Fundamentals of nursing. Philadelphia. Lippincott.

Canadian Nurses Association (1999). Code of Ethics. For Registered Nurses: Otawa, Canada: CNA.

Huston, C.J, (2000). Leadership Roles and Management Functions in Nursing; Theory and


Aplication; third edition: Philadelphia: Lippincott.

Husted Gladys L. (1995). Ethical Decision Making in Nursing, 2nd ed, St.Louis: Mosby.

Kozier. (2000). Fundamentals of Nursing : concept theory and practices.  Philadelphia. Addison


Wesley.

Leah curtin & M. Josephine Flaherty (1992). Nursing Ethics; Theories and Pragmatics:Maryland:
Robert J.Brady CO.

Priharjo, R (1995). Pengantar etika keperawatan; Yogyakarta: Kanisius.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. (1999, 2000). Kode Etik Keperawatan, lambing dan Panji
PPNI dan Ikrar Perawat Indonesia, Jakarta: PPNI

Redjeki, S. (2005). Etika keperawatan ditinjau dari segi hukum. Materi seminar tidak diterbitkan.

Staunton, P and Whyburn, B. (1997). Nursing and the law. 4th ed.Sydney: Harcourt.

Soenarto Soerodibroto, (2001). KUHP & KUHAP dilengkapi yurisprodensi Mahkamah Agung dan
Hoge Road: Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada.

 Tonia, Aiken. (1994). Legal, Ethical & Political Issues in Nursing. 2nd Ed. Philadelphia. FA Davis.

Anda mungkin juga menyukai