PENGANTAR COMPOUDING
Makassar
2020
Kata Pengantar
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha penyayang, puji
syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT karena dengan limpahan rahmat dan hidayah-
Nya saya dapat menyelesaikan makalah tentang Compounding dan Dispensing.
Adapun Makalah ini dibuat dengan sederhana, makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah dan tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada bapak apt. Safaruddin
Amin. S.Si., M.Si. selaku Dosen Compounding Dan Dispensing yang telah memberikan
tugas ini kepada saya.
Saya berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka penambahan wawasan saya serta
pengetahuan kita tentang Coumpounding dan Dispensing. Saya menyadari dalam makalah ini
masih terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik dan saran demi
perbaikan makalah ini di masa akan datang.
Semoga makalah ini memberikan manfaat bagi pembaca. Atas kesalahan dan kekurangan
makalah ini, saya ucapkan terima kasih.
Penulis
ii
Daftar isi
Kata pengantar
Daftar isi
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan masalah
1.3 tujuan
Bab II Pembahasan
2.1 Pengertian Compounding & Dispensing
2.2 Perbedaan dengan menufacturing
2.3 Fungsi tugas apoteker
Bab III Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftra pustaka
iii
BAB 1
Pendahuluan
1.3 Tujuan
1
Bab II
Pembahasan
A. Coumpouding
Adalah kegiatan membuat/ menyiapkan/ meracik sediaan obat dengan atau
mencampur bahan aktif farmakologis dan bahan-bahan tambahan farmasi sesuai
permintaan. Compouding melibatkan pembuatan (preparation), percampuran
(mixing), memasang(asembling), pembungkusan(packaging), dan pemberian label
(labelling) dari obat atau alat sesuai dengan resep dokter yang berlisensi atas
inisiatif yang didasarkan atas hubungan dokter/pasien/farmasi/ compounder dalam
praktek profesional. (Abdurrahman, 2016).
Compounding dilakukan apabila ada permintaan resep dokter berupa
pencampuran obat dengan tujuan penyesuaian dosis atau pencampuran dengan
maksud mengkombinasi beberapa khasiat obat yang tidak terdapat pada satu
sediaan obat jadi. Beberapa hal perlu diperhatikan dalam meracik obat adalah
ketidak tercampurnya obat baik secara farmaseutik misalnya mencampur antara
sediaan dalam bentuk salep dan krim, ataupun antara 2 obat yang mempunyai sifat
kerja yang berbeda misalnya antara obat yang bersifat kausatif (antibiotika)
dengan obat yang bersifat simtomatis (analgetik/antipiretik). Lalu mencampukan
obat dengan jumlah melebihi batas waktu penggunaan (beyond use date) harus
dihindarkan. (Wiryanto 2019)
1. Teknik Compounding
Percampuran merupakan salah satu pekerjaan yang sangat umum dilakukan
dalam kehidupan sehari- hari. Percampuran adalah Proses yang menggabungkan
bahan bahan yang berbeda untuk menghasilkan produk yang homogen.
Percampuran dalam sediaan farmasi dapat diartikan sebagai proses penggabungan
dua atau lebih komponen sehingga setiap partikel yang terpisah dapat melekat
pada partikel dari komponen lain.
Tujuan di lakuakannya percampuran selain menghomogenkan bahan-bahan
juga untuk memperkecil ukuran partikel, melakukan reaksi kimia, melarutkan
komponen, membuat emulsi, dan lain-lain. Sehingga tidak jarang dalam teknologi
farmasi digunakan beberapa alat pencampur / mixer dengan jenis yang berbeda
2
untuk mengolah bahan-bahan obat. Tidak hanya bahan-bahan obat yang akan
mempengaruhi produk suatu obat, teknik percampuran pun dapat memngaruhi
produk obat yang dihasilkan.
Menurut Bhatt dan Agrawal (2007), beberapa contoh percampuran skala besar
dalam bidang farmasi:
1. Percampuran bubuk/serbuk dalam pembuatan granul dan tablet.
2. Pencampuran kering (dry mixing) dalam proses kompresi langsung sediaan
tablet dan kapsul.
3. Percampuran bubuk/serbuk dalam pembuatan sediaan kosmetik seperti bedak.
4. Pembuatan serbuk yang larut dalam larutan untuk pengisian dalam kapsul
lunak dan sirup.
5. Pencampuran dua cairan yang tidak saling larut, seperti sediaan emulsi.
Mekanisme pencampuran cairan secara esensial masuk dalam empat kategori,
yaitu:
Transpor bulk, aliran turbelen, aliran laminer, dan difusi molekuler. Biasanya lebih
dari satu dari proses-proses ini yang dilakukan pada proses pencampuran.
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam pencampuran yaitu:
1. Sifat fisik dari bahan yang akan dicampur, seperti kerapatan, viskositas, dan
kemampuan bercampur.
2. Segi ekonomi, menyangkut pemrosesan.
3. Waktu, yang dibutuhkan untuk mencampur.
4. Alat, kemudahan mencampur, perawatan, dan pembersihannya.
Berdasarkan pengaturan penambahan suatu cairan atau larutan serbuk berupa bahan
pengikat dan reaksi mekanik maka proses pencampuran terdiri dari low Shear dan high
shear. Shear adalah jumlah tekanan mekanik pada rotor. Pada proses pencampuran solid-
liquid, digunakan metode Shear mixing. Alat yang digunakan adalah nmixing. Mesin ini
dirancang untuk mengurangi ukuran partiker dan mencampur. Metode pencampuran lain.
Kecepatan putaran mesin ini 3000-15000 rpm. High Shear adalah suatu metode pengadukan,
dimana cairan dengan kekentalan rendah (biasanya air) ditambahkan kedalam campuran
serbuk yang telah mengandung pengikat yang kemudian dicampur dengan sisa bahan dalam
formulasi (Tousey,2002). Namun, penggunaan high shear mixing pada kondisi tertentu
dapat digunakan untuk membantu serbuk yang mempunyai karakteristik khusus/sulit
tercampur terdispersi ke dalam cairan. (Kemenkes RI,2015)
3
B. Dispensing
Dispensing terdiri dari penyimpanan, penyerahan dan pemberian informasi obat.
Setelah melakukan pengkajian resep dilakukan hal sebagai berikut :
1. Meyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep :
- Menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan resep.
- Mengambil obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan
memperhatikan nama obat, tanggal kadaluarsa dan keadaan fisik obat.
2. Melakukan peracikan obat bila di perlukan.
3. Memberikan etiket sekurang-kurangnya :
- Warna putih untuk obat dalam/oral.
- Warna biru untuk obat luar dan suntik.
- Menempelkan label ‘kocok dahulu’ pada sediaan bentuk atau emulsi.
4. Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk obat yang berbeda
untuk menjaga mutu obat dan menghindari penggunaan yang salah.
4
Apoteker di apotik juga dapat melayani obat non resep atau pelayanan swamedikasi.
Apoteker itu harus memberikan edukasi kepada pasien yang memrlukan obat non resep untuk
penyakit ringan dengan memilihkan obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai.(Kemenkes
RI,2015)
2.2 Manufacturing
Pengertian Manufacturing menurut CIRP 1983 adalah suatu rangkaian kegiatan yang
meliputi desain produk, pemilihan barang, perencanaan, manufaktur (pembuatan),
jaminan kualitas, manajemen dan penjualan yang di lakukan perusahaan. Perusahaan
manufaktur memiliki beberapa karakteristik dan juga ciri-ciri, diantaranya sebagai
berikut :
1. Pengertian Manufakturing secara teknis adalah merupakan pengolahan bahan
mentah melalui proses kimia dan fisika untuk mengubah bentuk, sifat atau
tampilan untuk membuat komponen atau produk. Manufaktur juga mencakup
perakitan berbagai komponen sehingga menjadi produk. Secara umum,
manufaktur mempunyai beberapa tahap operasi, dan setiap tahapan operasi
membuat bahan mentah lebih dekat ke bentuk akhir.
2. Pengertian manufaktur secara ekonomis adalah proses transformasi bahan mentah
pada bentuk yang mempunyai nilai tambah melalui satu atau lebih operasi atau
proses perakitan sehingga memiliki nilai jual.
3. Good manufacturing practice (GMP) merupakan bagian dari manajemen mutu
yang menjamin bahwa produk diproduksi dan dikendalikan secara konsisiten
sesuai standar mutu dan sesuai dengan tujuan pengunaannya. Seperti yang
dipersyaratkan oleh otoritas pemasaran, otoritas penelitian klinis atau spesifikasi
produk. GMP ditujukan untuk mengurangi resiko yang terjadi dalam produk
farmasi. (
Pemerintah indonesia melaui kementrian kesehatan berupaya untuk mewujudkan
penyediaan obat yang ,bermutu, aman dan berkhasiat dan melalui penerapan cara pembuatan
obat yg baik (CPOB) bagi seluruh industri farmasi. Cara pembuatan obat yang baik (CPOB)
merupakan pedoman yang mengacu pada Good Manufacturing Practice (GMP) yang
bertujuan untuk menjamin mutu dan kualitas obat secara konsisten sekaligus memenuhi
persyaratan yang telah di tetapkan agar sesuai dengan tujuan penggunaannya (Badan Pom,
2012).
5
2.3 Fungsi Atau Tugas Apoteker
6
dilakukan revisi terhadap keputusan menteri kesehatan nomor
1072/Menkes/SK/IX/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di Apotek.
1. Ruang lingkup
Pelayanan kefarmasian di apotek meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu kegiataan
yang bersifat manajerial berupa pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai dan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus didukung oleh
sumber daya manusia, sarana dan prasarana.
2. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan,
pengendalian, pencatatan dan pelaporan.
a. Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya
dan kemampuan masyarakat.
b. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi
harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi,
jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan
dengan kondisi fisik yang diterima.
d. Penyimpanan
1. Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal
pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus
dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah
baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama obat, nomor Batch dan tanggal
kadaluwarsa.
2. Semua obat / bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga
terjamin keamanan dan stabilitasnya.
3. Sisitem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas
terapi obat serta disusun secara alfabetis.
7
4. Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FiFO (First in
First Out)
e. Pemusnahan
1. Obat kadaluarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk
sediaan. Pemusnahan obat kadaluarsa atau rusak yang mengandung narkotika dan
psikotropika dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh dinas kesehatan kabupaten /
kota. Pemusnahan obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh apoteker dan
disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat ijin praktek atau surat
ijin kerja, pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan menggunakan
formulir 1 sebagai terlampir.
2. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat dimusnahkan.
Pemusnahan resep dilakukan oleh apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya
petugas lain di apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan
dengan berita acara pemusnahan resep menggunakan formulir 2 sebagaimana
terlampir dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/ kota.
f. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai
kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan,
penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya
kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluarsa. Kehilangan serta
pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan menggunkan kartu stok
baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang-kurangnya memuat
nama obat, tanggal kadaluarsa, jumlah pemasukan, jumlah peneluaran dan sisa
persediaan.
g. Pencatatan dan pelaporan
Pencacatan dilakukan pada setiap proses pengolahan sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan media habis pakai meliputi pengadaan (Surat pesanan,dan faktur),
penyimpanan (Kartu stok), penyerahan (nota,struk pembayaran) dan pencatatan
lainnya disesuaikan dengan kebutuhan
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal, dan eksternal. Pelaporan internal merupakan
pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan menejemen apotek meliputi keuangan,
barang dan laporan lainnya.
8
Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan meliputi pelaporan narkotika
(menggunakan formulir 3 sebagai mana terlampir), psikotropika (menggunakan
formulir 4 sebagaimana terlampir) dan pelaporan lainnya.
Bab III
Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
Berdasarkan kemampuan dan ilmu yang dimilikii oleh seorang apoteker sudah
seharusnya apoteker mempunyai rasa tanggung jawab atas apa yang sudah diperolehnya.
9
Daftar pustaka
Abdulrahman. (2016). Makalah ilmu resep 1 compounding dan dispensing, sekolah tinggi
farmasi borneo lestari program studi S-1 farmasi banjar baru.
https://www.cfpr.org/files/CONF 8 COMPOUDING.pdf
http://sitnaham-industrialengineering.blogspot.com/2022/03/pengertian-manufaktur-industri-
dan.html
10