Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH TEKNOLOGI BUDIDAYA TANAMAN INDUSTRI &

PERKEBUNAN
TEKNOLOGI BUDIDAYA TANAMAN ROSELLA DENGAN PERLAKUAN
TANPA NAUNGAN dan PENGURANGAN VOLUME PENYIRAMAN AIR
TERHADAP PRODUKTIFITAS BUNGA

Dosen Pengampu:
Ir. Ellen Rosyelina S., MP.

Disusun Oleh :
Imam Sumantri

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanaman rosella sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia sejak tahun
1922 sebagai tanaman hias, tanaman pagar dan tanaman penghasil serat.
Rosella saat ini menjadi tanaman yang diminati oleh masyarakat karena
berbagai produk yang dapat dihasilkan dari bunga dan seratnya sehingga
mengalami peningkatan budidaya yang cukup tinggi.
Varietas tanaman dari famili Malvaceae ini yang umum dibudidayakan
ada 2 jenis yaitu rosella berkelopak bunga kuning (Hibiscus sabdariffa var.
Altisima) dan rosella berkelopak bunga merah (H. sabda-riffa var. Sabdariffa).
Rosella berkelopak bunga kuning biasanya dimanfaatkan serat batangnya
sebagai bahan membuat tali dan karung goni (Anonim, 2008). Varietas lain-
nya yaitu rosella berkelopak bunga merah (H. sabdariffa var. Sabdariffa) juga
mulai dibudidayakan. Penelitian terbaru me- nemukan berbagai senyawa
kimia yang terkandung pada kelopak bunganya antara lain adalah : gosipetin,
antosianin, dan glukosid hibiscin yang bermanfaat obat untuk penyakit
kanker dan radang, menurunkan tekanan darah, melancarkan peredaran
darah, menurunkan kekentalan darah. Selain itu, dapat mencegah ter-
bentuknya batu ginjal dan melancarkan buang air besar atau sebagai peluruh
air seni (Anonim, 2007). Meningkatnya pengetahuan tentang manfaat bunga
rosella dan semakin tinginya nilai ekonomi tanaman rosella membuat petani
semakin tertarik untuk mulai membudidayakannya secara intensif agar
mendapatkan produksi bunga yang maksimal.
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman rosella merupakan peristiwa
yang sangat kompleks yang dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor
lingkungan. Faktor lingkungan antara lain meliputi cahaya, air, temperatur,
kelembaban dan hara. Pengaruh intensitas cahaya terhadap pertumbuhan
generatif berhubungan dengan tingkat fotosintesis yaitu sumber energi bagi
proses pembungaan yang juga melalui mekanisme hormon tanaman. Pada
proses pembungaan, kekurangan air dapat memacu inisiasi bunga karena
menurunnya aktivitas meristem apikal sehingga terjadi pemindahan energi
dan cadangan makanan untuk membentuk meristem lateral.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Klasifikasi dan morfologi tanaman Rosella?
2. Apa syarat tumbuh tanaman rosella?
3. Bagaimana Pengaruh Perlakuan Tanpa Naungan Dan Pengurangan Volume
Penyiraman Terhadap Produktivitas bunga Rosella?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Klasifikasi dan morfologi Tanaman Rosella


Menurut Morton (1987) rosela merupakan tanaman asli Afrika dan mulai
menyebar secara luas ke negara-negara tropik dan subtropik seperti Amerika
Tengah dan India Barat. Dalam taksonomi tumbuhan, rosela diklasifikasikan
sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Malvaceales
Famili : Malvaceae
Genus : Hibiscus
Spesies : Hibiscus sabdariffa var. Sabdariffa L.
Rosela merupakan tanaman herba tahunan dengan tinggi mencapai 4.5
m. Batang membulat berwarna keseluruhan hijau, hijau dengan bercak merah
atau seluruhnya merah. Kedudukan daun berseling dan terbagi dalam tiga
atau lima lobi dengan tepi daun bergerigi. Daun yang panjang dan lebar
biasanya terdapat pada rosela batang hijau atau hijau dengan bercak merah,
sedangkan daun berukuran lebih kecil pada rosela batang merah. Tangkai
daun berbulu serta berduri atau berduri saja dan terdapat kelenjar madu
pada pangkal tulang daun (Loebis, 1970). Daun berwarna hijau dengan
panjang 7.5-12.5 cm dan urat daun kemerahan dengan tangkai daun yang
panjang atau pendek (Morton, 1987). Ahmad dan Vossen (2003)
menambahkan bahwa rosela memiliki daun yang panjangnya mencapai 6-15
cm dan lebarnya 5-8 cm. Sementara tangkai daun berbentuk bulat, berwarna
hijau, dengan panjang 4-7 cm.
Menurut Morton (1987) bunga rosela muncul dari ketiak daun dengan
diameter mencapai 12.5 cm, berwarna kuning atau kekuningan dan berubah
menjadi merah muda saat sore hari. Kaliks rosela berwarna merah, berdaging
renyah namun mengandung banyak air dengan panjang 3.2-5.7 cm.
Sastrahidayat dan Soemarno (1991) menambahkan bunga rosela merupakan
bunga hermafrodit. Bentuk bunga soliter, aksiler, bercuping lima, berwarna
hijau, merah atau keputihan. Mahkota bunga berbentuk lonceng, berdaging,
ujung membulat, gundul hingga berambut, berwarna kuning hingga kuning
kemerahan pada bagian tengah dalam. Buah rosela beruang lima, tiap ruang
terdapat dua barisan biji. Buah muda diselaputi kulit tipis berwarna hijau
serta berbulu halus. Buah berbentuk kapsul atau bulat telur, tiap buah berisi
30-40 biji. Bentuk biji mengginjal dengan panjang 4-4.5 mm. Biji berwarna
hitam kelabu dengan banyak titik-titik kecil coklat kekuningan (Loebis, 1970)

B. Syarat Tumbuh Tanaman Rosella

1. Suhu
Tanaman rosella tumbuh optimal di daerah dengan ketinggian 600 meter
dpl. Semakin tinggi dari permukaan laut, pertumbuhan rosella akan
terganggu. Rosella dapat tumbuh didaerah tropis dan subtropis dengan
suhu rata-rata 24-32°C. Namun rosella masih toleran pada kisaran suhu
10-36°C. Untuk menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan yang
optimal, rosella memerlukan waktu 4-5 bulan dengan suhu malam tidak
kurang dari 21°C.
2. Air
Jika curah hujan tidak mencukupi dapat diatasi dengan pengairan yang
baik. Periode kering dibutuhkan rosella untuk pembungaan dan produksi
biji. Sedangkan hujan atau kelembaban yang tinggi selama masa panen dan
pengeringan dapat menurunkan kualitas kelopak bunga dan dapat
menurunkan produksi.

3. Cahaya,
panjang hari dan waktu tanam Rosella merupakan tanaman berhari
pendek (untuk induksi pembungaan memerlukan panjang hari waktu
kurang dari 12 jam). Bila ditanam pada bulan- xix bulan foto periode
pendek akan cepat berbunga dan pendek. Untuk keperluan diambil
bunganya, waktu yang tepat adalah bulan April—Mei. Rosella toleran
terhadap sedikit naungan dan dapat tumbuh di green house, tetapi
pertumbuhan terbaik ditunjukkan pada tanaman yang ditanam di lapangan
pada kondisi cahaya penuh. Waktu tanam juga dapat mempengaruhi
kandungan kimia kelopak rosella. Rosella yang ditanam pada bulan Mei
menghasilkan antosianin, protein dan karbohidrat total lebih tinggi
dibandingkan dengan yang ditanam pada bulan April atau Juni.
4. Tanah
Tanaman rosella dapat diusahakan disegala macam tanah akan tetapi
yang paling cocok pada tanah yang subur dan gembur maksudnya yang
mempunyai struktur yang dalam, bertekstur ringan dan berdrainase baik.
Rosella masih dapat toleran terhadap tanah masam dan agak alkalin, tetapi
tidak cocok ditanam di tanah salin atau berkadar garam tinggi. Kemasaman
tanah (pH) optimum untuk rosella adalah 5,5-7 dan masih toleran juga
pada pH 4,5-8,5. Selama pertumbuhan rosella tidak tahan terhadap
genangan air. Curah hujan yang dibutuhkan untuk lahan tegal adalah 800
—1670 mm/5 bulan atau 180 mm/bulan. Apabila ditanam pada wadah
yang terbatas ukurannya seperti pada polibag yang berukuran sedang
(diamater 30 cm), pertumbuhan tanaman rosella menjadi tidak optimal
dengan tinggi tanaman kurang dari 1 m. Akibatnya produksi bunga
menjadi lebih rendah (Mardiah dkk, 2009).

C. Pengaruh Perlakuan Tanpa Naungan dan Pengurangan Volume


Penyiraman

Dalam perlakuan Uji Digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola


faktorial dengan 2 faktor yaitu faktor pertama adalah naungan (I0= tanpa
naungan , I1= naungan paranet 55% dan I2= naungan paranet 75%) dan
faktor kedua adalah volume penyiraman ( P1= 240 mL, P2= 48 mL dan P3=
720 mL). Penentuan volume air perlakuan dilakukan berdasarkan kapa- sitas
lapang tanah yang akan digunakan untuk menanam. Masing-masing
perlakuan dengan 5 ulangan. Variabel yang diukur adalah: kecepatan
pembungaan, jumlah bunga dan berat kering kelopak bunga. Data yang
diperoleh dianalisis dengan uji ANOVA (analysis of varian) dan dilanjutkan
dengan uji Duncan dengan taraf kepercayaan 95% (Hanafiah, 2001).
Produktivitas bunga rosella dapat diketahui dari 2 variabel yang diamati yaitu
kecepatan pembungaan dan jumlah bunga
Perlakuan naungan, volume penyiraman yang berbeda dan interaksi
kedua faktor memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kecepatan
pembungaan rosella. Tanaman tanpa naungan yang berarti mendapat
intensitas cahaya tertinggi paling cepat berbunga diikuti naungan 55% dan
yang paling lama berbunga pada naungan 75%. Volume penyiraman 240 mL
menghasilkan kecepatan pembungaan paling cepat sama dengan penyiraman
480 mL, tetapi berbeda dengan penyiraman 720 mL. Sedangkan penyiraman
480 mL menghasilkan kecepatan pembungaan yang sama dengan dengan
penyiraman 720 mL. Interaksi kedua faktor menunjukkan bahwa pada
perlakuan tanpa naungan (intensitas cahaya yang tertinggi) pada semua
volume penyiraman menghasilkan kecepatan pembungaan yang sama, yaitu
paling cepat dibandingkan perlakuan naungan paranet 75% pada semua
tingkat penyiraman.
Pengukuran dengan luksmeter menunjukkan bahwa perlakuan tanpa
naungan menunjukkan rata-rata intensitas cahaya 315,17 luks, paling tinggi
dibandingkan naungan paranet 55% dan 75% sehingga kecepatan
pembungaan pada tanaman tanpa naungan lebih cepat dibandingkan
perlakuan naungan paranet 55% dan 75% (Tabel 1, Gambar 1). Hal ini
disebabkan cahaya yang tinggi akan memacu inisiasi bunga dengan
mensintesis hormon GA endogen yang berperan aktif dalam proses inisiasi
bunga. Proses inisiasi pembungaan merupakan proses transisi dari fase
vegetatif menuju fase reproduktif atau pembungaan yang terjadi pada ujung
tunas. Proses ini diakibatkan oleh respon dari stimulus lingkungan pada
tanaman yang telah matang atau siap. Stimulus lingkungan berupa cahaya
akan diterima oleh daun yang akan menyebabkan terjadinya perubahan pada
daun dan akan mengawali produksi hormon pembungaan tanaman yang
disebut dengan hormon florigen. Hormon ini akan ditranslokasikan ke ujung
tunas vegetatif tanaman dan akan mengubahnya menjadi tunas reproduktif,
sehingga pada cahaya yang tinggi inisiasi bunga lebih cepat (Ting, 1982;
Krishna-moorthy, 1983).

Gambar 1: Histogram Kecepatan Pembungaan yang Diperlakukan dengan Intensitas


Cahaya dan Volume Penyiraman Air yang Berbeda
Volume penyiraman 240 mL menghasilkan kecepatan pembungaan paling
cepat dan sama dengan penyiraman 480 mL tetapi berbeda dengan
penyiraman 720 mL, sedangkan penyiraman 480 mL menghasilkan kecepatan
pembungaan yang sama dengan dengan penyiraman 720 mL (Tabel1).
Penyiraman 240 mL menyebabkan tanaman mengalami kekurangan air
karena kurang dari kapasitas lapang sehingga tanaman lebih cepat berbunga.
Hal ini diduga karena adanya perubahan pertumbuhan dari vegetatif ke
generatif yang diakibatkan penurunan aktivitas meristem apikal pada
tanaman yang kekurangan air. Hal ini sesuai dengan pendapat Retnaningrum
(2001) yang menyatakan bahwa kekurangan air pada tanaman akan
mengakibatkan aktivitas meristem apikal untuk pertumbuhan vegetatif
menurun sehingga terjadi mobilisasi energi dan cadangan makanan dari
meristem apikal ke meristem lateral untuk pembentukan bunga.
Interaksi kedua faktor menunjukkan bahwa perlakuan tanpa naungan
(intensitas cahaya yang tinggi) pada semua perlakuan volume penyiraman
menghasilkan kecepatan pembungaan yang sama dengan hasil tercepat
(Tabel1). Hal ini disebabkan cahaya yang tinggi segera menstimulus tanaman
menuju fase reproduktif meskipun air yang tersedia mencukupi untuk
aktivitas sistem apikal.
Tabel 2. Jumlah Bunga yang Diperlakukan dengan Naungan dan Volume
Penyiraman Air yang Berbeda

Perlakuan naungan, volume penyiraman dan interaksi kedua faktor


memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah bunga rosella.
Perlakuan tanpa naungan (I0) menghasilkan jumlah bunga terbanyak
berturut-turut diikuti naungan 55% (I1) dan naungan 75% (I2). Perlakuan
volume penyiraman 240 ml (P1) menghasilkan jumlah bunga terbanyak,
sedangkan hasil perlakuan volume penyiraman 480 mL (P2) sama dengan
volume penyiraman 720 mL (P3). Interaksi kedua faktor menunjukkan bahwa
pada intensitas cahaya tinggi dan tingkat penyiraman terkecil menghasilkan
jumlah bunga terbanyak.
Gambar 2. Histogram Jumlah Bunga yang Diperlakukan dengan Naungan
dan Volume Penyiraman Air yang Berbeda
Gambar 2 menunjukkan bahwa tanaman tanpa naungan pada semua
perlakuan penyiraman menghasilkan jumlah bunga terbanyak
dibandingkan berturut-turut dengan tanaman pada naungan paranet 55%
dan 75%. Penyiraman 240 mL menghasilkan jumlah bunga paling banyak
dibandingkan dengan peniraman 480 mL dan 720 mL.
Perlakuan tanpa naungan yang berarti intensitas cahaya paling tinggi
menghasilkan jumlah bunga terbanyak dibandingkan dengan tanaman
pada naungan paranet 55% dan 75% (Tabel 2, Gambar 2). Hal ini
disebabkan intensitas cahaya akan meningkatkan induksi pembungaan
melalui suplai energi fotosintesis tanaman yang akan digunakan hasilnya
berupa fotosintat untuk induksi bunga. Fosket (1994) menyatakan bahwa
induksi bunga hanya akan terjadi jika kuantitas substansi induksi bunga
yang berada di tunas meristem apikal mencukupi, sehingga akumulasi
hasil fotosintesis selama fase vegetatif sangat mempengaruhi jumlah
substansi yang akan disiapkan untuk fase reproduktif. Intensitas cahaya
yang tinggi akan meningkatkan jumlah cahaya yang diterima oleh setiap
luasan permukaan daun dalam jangka waktu tertentu, sehing- ga laju
fotosintesis dan sintesis karbohidrat meningkat. Hal ini diperkuat oleh
Warieng (1978), yang menyatakan bahwa jumlah pembungaan meningkat
dengan meningkatnya intensitas cahaya. Sebaliknya, tanaman yang berada
pada kondisi ternaungi, cahaya yang dapat dimanfaatkan untuk proses
fotosintesis sangat sedikit sehingga pada naungan paranet 75% jumlah
bunga rosella sangat sedikit bahkan sebagian besar tanaman tidak
berbunga.
Penyiraman 240 mL menghasilkan jumlah bunga paling banyak Hal ini
disebabkan adanya pemacuan inisiasi bunga pada tanaman yang
kekurangan air karena menurunnya aktivitas meristem apikal sehingga
energi dan cadangan makanan akan dipindahkan dari meristem apikal
menuju meristem lateral. Sebaliknya, pada tanaman yang persediaan
airnya mencukupi, aktivitas meristem apikal akan terus berlangsung
untuk pertumbuhan vegetatif kecuali adanya stimulus respon
pembungaan yang lain.
Interaksi kedua faktor perlakuan menunjukkan bahwa pada intensitas
cahaya tinggi dan tingkat penyiraman terkecil menghasilkan jumlah bunga
terbanyak (Tabel 2). Hal ini disebabkan adanya penurunan meristem
apikal karena kekurangan air, didorong dengan suplai energi yang lebih
untuk proses fotosintesis dari cahaya yang tinggi sehingga akumulasi
fotosinta untuk pembentukan bunga meningkat dan menghasilkan jumlah
bunga terbanyak.
BAB III
KESIMPULAN

Produksi bunga dari tanaman rosella yang ditanam di tempat yang


tanpa naungan mempunyai produksi bunga lebih tinggi dibandingkan yang
dinaungi paranet 55% dan 75%. Produksi bunga terbesar dihasilkan pada
kombinasi perlakuan tanpa naungan dan penyiraman 240 mL. Interaksi
kedua faktor perlakuan menunjukkan bahwa pada intensitas cahaya tinggi
dan tingkat penyiraman terkecil menghasilkan jumlah bunga terbanyak
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, S. and H.A.M. V. D. Vossen. 2003. Fibre plants. Prosea (17):162-167.


Fosket, D.E. 1994. Plant Growth and Development: A Molecular Approach.
Academic Press. California.
Hanafiah, K.A 2001. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. PT Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Loebis, A. 1970. Pengantar Bertjotjok Tanam Rosela. CV Yasaguna. Djakarta.
Mardiah, dkk. 2009. Budidaya dan Pengolahan Rosella Si Merah Segudang
Manfaat. Agromedia Pustaka. Jakarta
Morton, J. 1987. Roselle, In: Fruits of Warm Climates. Florida. p 281-286.
Retnaningrum. 2001. Pembungaan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi.
http://jakarta.litbang.deptan.go.id/klinikagribisnis/index.php?
option=content& task=view&id=27&Itemid=67. 10 Desember 2007.
Sastrahidayat, I. R. dan Soemarno, D. S. 1991. Budidaya Berbagai Jenis
Tanaman Tropika. Usaha Nasional. Surabaya. 524 hal.
Ting, I.P. 1982. Plant Physiology. Addison Willey Publishing Company.
Phillipines.
Warieng, P.F & Philips, I.D.J. 1978. The Control Growth and Differentiation in
Plants, edisi ke-4. Pergamon. New York.

Anda mungkin juga menyukai