Anda di halaman 1dari 39

PROPOSAL PENELITIAN

PENYELESAIAN PERMASALAHAN KLAIM MALAYSIA

ATAS BUDAYA INDONESIA

Ditulis sebagai bagian persyaratan akademik


guna memenuhi kelulusan mata kuliah Metode Penelitian Sosial

Oleh:
Jeniffer Gracellia (00000020745)
Silvia Etiara Tantianty (00000021326)
Stella Simiwijaya (00000021817)
Syifa Salsabila (00000024882)
Vanessa Joanne (00000028327)

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
KARAWACI
2018
ABSTRAK

Indonesia dan Malaysia adalah negara tetangga yang selalu dianggap ‘serumpun’
atau saudara. Dengan banyaknya kesamaan antar budaya, sering menyebabkan
permasalahan klaim antar budaya oleh kedua negara tersebut. Salah satu budaya
yang akan dibahas penulis adalah mengenai klaim Tari Pendet yang digunakan
umat Hindu di Bali. Hubungan antara Indonesia dan Malaysia yang kerap tidak
stabil pun terpengaruh akan permasalahan ini. Tulisan yang didasarkan dengan
studi pustaka dari beberapa sumber menekankan pada cara Indonesia menanggapi
dan menyelesaikan permasalahan klaim yang dilakukan Malaysia mengenai
budaya milik Indonesia.

Kata kunci: Indonesia, Malaysia, serumpun, klaim budaya, Tari Pendet,


penyelesaian masalah, resolusi konflik

1
I. Pendahuluan

Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman budaya yang

tersebar di pelosok nusantara, dan sudah menjadi suatu ciri khas yang telah

ada sejak dahulu, dan wajib dijaga agar generasi-generasi mendatang dapat

ikut merasakan keberagaman budaya Indonesia dan ikut melestarikannya.

Dalam tulisan ini, hal yang penulis titik beratkan adalah mengenai

multikulturalisme di Indonesia. Negeri ini tidak hanya kaya akan SDA dan

SDM, tetapi juga kaya akan budayanya yang unik. Tidak heran jika begitu

banyaknya budaya yang kita miliki, justru membuat negara lain mengklaim

budaya di Indonesia, dan yang akan dibahas penulis dalam tulisan ini ialah

mengenai klaim Malaysia atas budaya di Indonesia. Penulis juga akan

menjelaskan penyelesaian dari permasalahan tersebut. Terkaitan terjadinya

kasus pengklaiman budaya yang dilakukan Malaysia terhadap Indonesia pada

tahun 2007 hingga 2012, yang pada saat itu menjadi ramai di setiap media dan

mengakibatkan terjadinya suatu konflik antara pihak Malaysia dan pihak

Indonesia. Malaysia telah mengklaim budaya bangsa Indonesia sebagai hak

atas kekayaan intelektual mereka. Sebut saja Batik, Angklung Sunda, lagu

daerah Rasa Sayange, Wayang Kulit, serta Kuda Lumping.

Konflik ini bukanlah yang pertama kalinya, karena pada masa Orde

Lama pemerintahan Ir. Soekarno Malaysia pun melakukan hal yang sama

seperti pengklaiman pulau Sipadan-Ligitan serta Blok Ambalat hingga muncul

jargon pertahanan dari Indonesia yaitu “Ganyang Malaysia.” Konflik ini

2
didasari oleh hubungan antar kedua negara yang memiliki perbedaan

perkembangaan demokrasi dan pemerintahan yang menimbulkan perselisihan,

baik di sisi pengklaiman budaya maupun persaingan kedua negara dalam

perekonomian seperti di era Soeharto pada saat itu.

Sehingga penulis membuat sebuah rumusan pertanyaan seputar

bagaimana sajakah penyelesaian kedua negara atas masalah klaim Malaysia

terhadap budaya Indonesia. Permasalahan lainnya dalam kasus ini adalah

respon dari pemerintah yang sangat lamban dalam menangani pengklaiman

budaya Indonesia oleh Malaysia tersebut. Tentunya masyarakat banyak yang

bertanya-tanya bagaimana tindakan pemerintah saat budaya Indonesia diklaim

oleh negara Malaysia.

Adapun tujuan penulis memilih tema ini adalah karena penulis ingin

meneliti dan mengetahui keragaman budaya Indonesia yang harus dilindungi

sehingga budaya yang dimiliki bangsa ini tidak hilang dan terus dapat

bertahan seiring berjalannya waktu, serta mengetahui cara menyelesaikan

masalah klaim budaya antara Indonesia dengan Malaysia agar penyelesaian

konflik dapat diketahui secara transparan oleh masyarakat. Dalam

menyelesaikan penelitian, penulis mengambil jenis penelitian kualitatif,

metode yang diaplikasikan ialah metode historis - analisis naratif dan teknik

pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan yang didapatkan dari buku

perpustakaan, internet, dan berbagai sumber berita.

II. Latar Belakang

3
Hubungan Indonesia dengan Malaysia merupakan salah satu hubungan

antar negara yang penting di Asia Tenggara. Ini dikarenakan Indonesia

merupakan negara keempat yang memiliki populasi terbanyak di dunia dan

juga negara demokrasi terluas ketiga. Sedangkan Malaysia yang lebih kecil

dibanding Indonesia, memiliki ekonomi yang lebih baik berdasarkan

pendapatan GDP Perkapita1. Hubungan antar kedua negara ini sering

dikaitkan dengan tradisi kebudayaan yang sama, yang biasanya disebut

dengan stock atau serumpunan. Latar belakang hubungan kebudayaan

Indonesia dengan Malaysia amat dekat dan tidak dapat dipisahkan dari konsep

serumpun. Serumpun ini dapat terjadi dikarenakan dilakukan inter-migration

sesama bangsa Melayu sehingga menimbulkan kesamaan adat, hidup

bermasyarakat dan keturunan keluarga2.

Hubungan diplomatik diawali pada tahun 1957 dimana Indonesia yang

telah mencapai kemerdekaan 12 tahun lebih awal, menyambut baik

kemerdekaan Malaysia. Kemerdekaan ini dianggap menjadi sebuah babak

baru dari hubungan yang baik. Tetapi hubungan tidak bertahan lama

dikarenakan Perang Dingin dimana Indonesia dipimpin Soekarno lebih

memilih bekerjasama dengan blok Komunis dan Malaysia dipimpin Tuanku

Abdul Rahman lebih memilik blok Kapitalis3. Hubungan kedua negara

1
Index Mudi. Country Comparisons: Malaysia vs Indonesia.
https://www.indexmundi.com/factbook/compare/malaysia.indonesia/economy (diakses 27 Maret
2018)
2
Joseph Chinyong Liow. 2006. The politics of Indonesia-Malaysia relations: one kin, two nations.
Abingdon: Routledge.
3
Anuar, Nik. Konfrontasi Malaysia-Indonesia. 2000. Bangi, Selangor: Penerbit Universiti
Kebangsaan Malaysia.

4
semakin sering terjadi setelah terjadinya Konfrontasi (1963-1966) yang

merupakan ketegangan akan kepemilikan Sabah, Sarawak dan Brunei

Darussalam.

Pada masa pemerintahan Soeharto, hubungan Indonesia-Malaysia begitu

baik dengan kestabilan ekonomi Indonesia dan niat Soeharto untuk

memperbaiki hubungan antar negara tetangga setelah masalah Konfrontasi.

Soeharto juga melakukan sebuah perjanjian untuk menyelesaikan

permasalahan Konfrontasi pada 11 Agustus 1966 dengan Malaysia. Hubungan

kedua negara pun pulih diikuti dengan lahirnya Association of Southeast

Asian Nations (ASEAN) pada tahun 1967. Pada 2001 dan 2005, perdagangan

bilateral berkembang pesat dengan investasi masyarakat Malaysia di

Indonesia. Hubungan juga membaik ditandai dengan semakin banyak turis

dari kedua negara saling berkunjung dan semakin tinggi angka TKI yang

bekerja di Malaysia. 4

Walaupun dengan banyaknya perkembangan baik antar kedua negara ini

setelah Konfortasi, tidak menutupi permasalahan yang timbul. Hubungan

kedua negara yang terlihat hangat dan ramah di pertemuan antar negara justru

lebih menunjukkan permusuhan, konflik dan perlawanan yang sengit 5.

Permasalahan yang terjadi antara lain adalah asap dari kebakaran hutan dari

Indonesia, Tenaga Kerja Indonesia yang diperlakukan dengan buruk,

penyeledupan barang import, krisis Ambalat, permasalahan di Selat Malaka


4
Clark, Marshall. 2013. The Politics of Heritage: Indonesia-Malaysia cultural contestations.
Indonesia and the Malay World. Vol. 41, No. 121, pp 397.
5
Joseph Chinyong Liow. 2006. The politics of Indonesia-Malaysia relations: one kin, two nations.
Abingdon: Routledge.

5
dan illegal logging6. Sedangkan permasalahan yang kami angkat dari makalah

kami adalah klaim budaya Indonesia yang dilakukan oleh Malaysia.

Permasalahan tersebut antara lain adalah Malaysia yang mengklaim pemilikan

Batik, Wayang, Gamelan dan Angklung pada UNESCO’s Representative List

of Intangible Cultural Heritage. Selain kebudayaan tersebut, Malaysia juga

mengklaim beberapa lagu tradisional Indonesia berupa ‘Rasa Sayange’ dan

‘Kakatua’ dari Maluku, ‘Injit-injit Semut’ dari Jambi, ‘Musik Indang Sungai’

dari Sumatera Barat, ‘Soleram’ dari Riau, ‘Jali-jali’ dari Jakarta dan ‘Anak

Kambing Saya’ dari Nusa Tenggara. Selain permasalahan klaim budaya, lagu

kebangsaan Malaysia yang berjudul ‘Negaraku’ juga dicap melakukan

plagiatrisme dari lagu balada keroncong asal Indonesia yang berjudul ‘Terang

Bulan’.7

Pada 2009, permasalahan Tari Pendet yang merupakan tarian sakral dari

Bali ditayang oleh Discovery Channel melalui perusahaan produksi

dokumenter asal Singapura sebagai milik Malaysia. Masyarakat Indonesia pun

melakukan demonstrasi di Denpasar untuk memprotes tindakan Malaysia yang

mencuri kebudayaan Indonesia. Bukan hanya Tari Pendet, Reog Ponorogo

juga dijadikan sebagai simbol budaya Malaysia dalam iklan pariwisata yang

berjudul Malaysia Truly Asia Campaign8. Masyarakat dan media dari

Indonesia terus melakukan perlawanan karena tindakan Malaysia yang terus-

terusan melakukan klaim budaya asal Indonesia. Banyak buku, jurnal atau
6
Rezasyah, Teuku. 2011. 17 Bom Waktu Hubungan Indonesia-Malaysia. Bandung: Penerbit
Humaniora
7
Clark, Marshall. Op cit. Page 398-399.
8
Ibid.

6
blog dipublikasi oleh masyarakat sebagai cara mereka mengemukakkan

pendapat, seperti ‘Maumu apa Malaysia?’ Oleh G.C.Lazuardi9, ‘Ancaman

negeri jiran’ oleh Usman dan Din10 dan ‘Ganyang Malaysia’ oleh Efantino dan

Arifin11. Slogan ‘Ganyang Malaysia’ juga sering dikemukan oleh masyarakat

Indonesia yang merupakan slogan yang dipopulerkan oleh Presiden pertama

Indonesia, Soekarno, pada masa Konfrontasi12.

Kedua negara memiliki banyak persamaan dilihat dari sejarah, budaya,

agama dan bahasa. Sebagai 2 negara yang merdeka, ini tentu seharusnya

menjadi sebuah alat pemersatu dan pererat dalam politik internasional. Tetapi

justru persamaan ini menjadi awal dari banyak permasalahan antara kedua

negara ini, khususnya klaim Malaysia atas budaya Indonesia. Menurut penulis,

penyelesaian masalah antar kedua negara mengenai klaim budaya ini tidak

dipublikasikan dan diinformasikan dari pemerintah untuk masyarakat.

Permasalahan ini terasa “mengantung” dan tidak terselesaikan. Maka, penulis

merasa bahwa penting membahas tentang bagaimana kedua negara tetangga

ini menyelesaikan masalah yang menarik perhatian masyarakat.

III. Rumusan Masalah

Permasalahan klaim budaya yang dilakukan Malaysia terhadap Indonesia

tercatat tidak hanya sekali atau dua kali. Malaysia telah mengklaim budaya
9
Lazuardi, G.C. 2009. Maumu apa, Malaysia? Konflik Indo-Malay dari kacamata seorang WNI
di Malaysia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
10
Usman, S. and Din, I. 2009. Ancaman negeri jiran: Dari ‘GANYANG MALAYSIA’ sampai
konflik Ambalat. Yogyakarta: MedPress.
11
Efantino, F. and Arifin, S.N. 2009. ‘Ganyang Malaysia’: hubungan Indonesia–Malaysia sejak
konfrontasi sampai konflik Ambalat. Yogyakarta: Bio Pustaka.
12
Clark, Marshall. Loc cit.

7
Indonesia pada beragam jenis budaya mulai dari tarian, batik, lagu, hingga alat

musik seperti yang sudah dijabarkan sebelumnya.

Terkait aksi klaim yang dilakukan Malaysia telah menimbulkan protes dari

berbagai kalangan masyarakat Indonesia, baik itu dari warga daerah setempat,

hingga masyarakat luas. Klaim budaya yang dilakukan oleh Malaysia ini pun

selalu menimbulkan pertikaian yang panjang antara Malaysia - Indonesia.

Mengatasi permasalahan seperti ini, tentu saja negara yang merasa

dirugikan karena budayanya yang diklaim tidak akan tinggal diam, begitu juga

Indonesia. Indonesia akhirnya menindaklanjuti atas kasus yang terjadi, dan

diketahui Indonesia dan Malaysia diketahui telah menyelesaikan kasus

pengklaiman budaya ini.

Sesuai dengan penjelasan yang telah kami jabarkan, maka dari itu kami

telah membuat sebuah rumusan pertanyaan yaitu;

Bagaimana Indonesia dan Malaysia menyelesaikan masalah klaim Malaysia

atas budaya Indonesia?

IV. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Melalui rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian kami adalah:

1. Mengetahui apa penyebab klaim budaya yang dilakukan oleh Malaysia

terhadap Indonesia.

2. Memahami proses resolusi konflik terkait klaim budaya Malaysia atas

Indonesia.

8
Dengan ini, kami berharap bahwa penelitian kami mampu bermanfaat untuk

menambah wawasan masyarakat akan pentingnya warisan budaya yang dimiliki

Indonesia dalam mendukung kelestarian budaya dan ikut turut serta dalam

menjaga budaya nasional, menjadi rakyat yang memiliki kesadaran untuk lebih

mencintai budaya negeri sendiri dan diharapkan mampu berpartisipasi dalam

upaya menjaga kelestarian budaya seperti mengikuti ajaran tari daerah, berlibur ke

daerah-daerah khususnya yang ada di dalam negeri serta mendapat pengetahuan

baru mengenai bagaimana cara penyelesaian konflik atas klaim budaya yang

dilakukan oleh negara lain khususnya yang dilakukan oleh Malaysia terhadap

Indonesia.

V. Tinjauan Pustaka

Berikut beberapa pendapat para ahli di berbagai buku yang berbeda-beda

mengenai konflik atas klaim budaya antara Indonesia dengan Malaysia:

1) Menurut Teuku Rezasyah (2011), di dalam buku ini terdapat 17 jenis

alasan yang menurut penulis mengapa Indonesia dan Malaysia terus

menghadapi berbagai konflik. 17 alasan tersebut antara lain adalah

permasalahan Hak Atas Kepemilikan Intelektual (HAKI) dan Hak Cipta

(copyrights), perbatasan darat dan laut, permasalahan Ambalat, Tenaga

Kerja Indonesia (TKI), Selat Melaka, ketimpangan ekspor impor,

penyeludupan, dan lain lain. Menurut penulis klaim budaya yang

dilakukan Malaysia karena budaya tersebut telah tumbuh didalam diri

masyarakat dari dulu. Contohnya adalah lagu-lagu daerah Indonesia yang

9
tentu telah dinyanyikan masyarakat dari kecil yang dianggap sebagai

bagian dari kehidupan masyarakat secara tiba-tiba di klaim dan dikatakan

bukan milik Indonesia.

2) Menurut Joseph Chinyong Liow (2005), penulis dalam bukunya

menjelaskan perjalanan politik antara Indonesia dan Malaysia, khususnya

dalam kasus ‘serumpun’. Indonesia dan Malaysia selalu menganggap

bahwa mereka adalah serumpun, yang artinya adalah sebagai satu nenek

moyang atau satu keturunan, yaitu bangsa Melayu. Pemerintah dari kedua

negara menggunakan kekerabatan ini sebagai cara untuk membangun

hubungan bilateral lebih kuat, tetapi justru karena dasar kekerabatan ini

hubungan antara kedua negara menjadi ambiguitas yang belum

terselesaikan. Kekerabatan antara 2 negara ini, dijelaskan melalui

antropologi sosial, bahwa tidak hanya didefinisikan melalui silsilah

keluarga dan keadaan biologis saja. Kekerabatan ini juga tumbuh dan

dapat didefinisikan dari sisi sosial dan kebudayaan. Ini dapat menjelaskan

mengapa permasalahan klaim budaya yang dilakukan oleh Malaysia.

Malaysia dapat melakukan klaim tersebut karena mereka berpendapat

bahwa budaya Indonesia adalah budayanya juga karena kekerabatan

tersebut.

3) Menurut Marshall Clark (2013), penulis dalam jurnalnya membahas

mengenai konflik-konflik yang terjadi antara Malaysia dan Indonesia.

Konflik antara 2 negara ini bukanlah hal yang baru terjadi, tetapi sudah

terjadi ketika presiden pertama Indonesia, I.R.Soekarno menjabat.

10
Menurut penulis, hubungan yang tidak stabil ini dikarenakan oleh

perbedaan waktu antara kedua negara ini dalam meraih demokrasi. Ini

membuat perkembangan masing-masing negara menjadi berbeda dan

berefek pada pengambilan keputusan pemerintahan. Penulis juga secara

khusus membahas tentang permasalahan klaim Batik yang dilakukan oleh

Malaysia dengan menuliskan batik sebagai miliknya pada UNESCO’s

Intangible Cultural Heritage List. Indonesia pun merespon dengan segara

mendaftarkan batik sebagai budaya milik Indonesia. Masalah kedua yang

dibahas adalah ketika SEA Games 2011 yang dilaksanakan di Jakarta dan

Palembang menjadi ajang masyarakat Indonesia untuk menujukkan rasa

anti-Malaysia dan juga Malaysia yang memenangkan medali emas di final

sepak bola melawan Indonesia di Stadion Gelora bung Karno, Jakarta.

4) Menurut Ali Maksum (2014), penulis membahas mengenai permasalahan

klaim budaya yaitu Tari Pendet yang meningkatkan ketegangan hubungan

antara Indonesia dan Malaysia. Dengan menggunakan perspektif realisme

dalam studi Hubungan Internasional, artikel ini memberikan argumen

mengenai permasalahan Tari Pendet menjadi 3 bagian yaitu analisis

skenario perselisihan Tari Pendet, faktor-faktor yang mempengaruhi

masalah dan dampaknya kepada hubungan Indonesia dan Malaysia.

Menurut penulis, isu Tarian Pendet ini menarik perhatian masyarakat dari

kedua negara, tetapi reaksi lebih esktrim ditemukan di Indonesia. Hal itu

dikarenakan perselisihan Tari Pendet dijadikan sebagai skenario politik

internal pasca pemilihan Presiden di Indonesia. Isu ini diekspoiltasi tetapi

11
sebenarnya hubungan antara kedua negara dari pemerintah ke pemerintah

tetap stabil. Tetapi isu ini tentu berpengaruh kepada hubungan dari orang

ke orang masyarakat kedua negara dan isu ini menjadi sejarah baru yang

tidak baik dalam sejarah dua negara.

5) Menurut Jinn Winn Chong (2012), penulis berpendapat bahwa sebagai

negara yang bertetangga, Indonesia dan Malaysia memiliki akar sejarah

dan warisan budaya yang hampir sama, bahasa yang dipakai pun sama,

yakni bahasa Melayu. Perselisihan mengenai ikon budaya telah menjadi

perselisihan yang kerap kali terjadi antara kedua negara tersebut.

Misalnya, masalah pihak ketiga salah dalam menggambarkan tarian

tradisional Indonesia sebagai orang Malaysia. Penulis menganalisis

kompleksitas yang disisipkan dalam perselisihan yang melibatkan warisan

budaya yang saling diperebutkan oleh kedua negara tersebut. Hal ini

menekankan bahwa permasalahan mengenai konfik-konflik kecil seolah-

olah merupakan gejala dari konflik politik yang berkepanjangan. Dari

contoh Tari Pendet, menunjukkan bagaimana kegagalan untuk mengatasi

ketegangan ini berpotensi mengakibatkan manifestasi.

VI. Metodologi Penelitian

Metodologi dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk

mencapai tujuan penelitian melalui metode penelitian, bagaimana cara

peneliti memproses dengan ide dan konsep yang sudah direncanakan.

Metode penelitian adalah tata cara untuk mengumpulkan data

12
kemudian melakukan investigasi terhadap data tersebut seperti teknik

pengumpulan data, proses pengolahan data serta analisis data. Penulis

menggunakan pendekatan kualitatif sebagai acuan dalam

menyelesaikan penelitian, karena data riset berupa soft data. Dalam

penelitian ini penulis mengumpulkan data-data berupa, teori dari

beberapa buku, artikel, berita, dan jurnal.

1) Waktu dan Tempat Pelaksanaan


1.1) Waktu Pelaksanaan
Penulis memulai penelitian yang berjudul “Penyelesaian
Permasalahan Klaim Malaysia Atas Budaya Indonesia” mulai
Selasa, 30 Januari 2018 sampai Minggu, 22 April 2018.
1.2) Tempat Pelaksanaan
Penelitian ini dilaksanakan di The Johannes Oentoro Library,
Universitas Pelita Harapan.

2) Pendekatan Ilmiah
Sebagai peneliti membutuhkan langkah-langkah untuk
menguji hipotesis, mengevaluasi sebuah penjelasan,
memberikan dukungan empiris untuk sebuah teori, atau
mempelajari sebuah isu yang diterapkan. Pendeketan penelitian
dilakukan melalui dua cara yaitu pendekatan kuantitatif dan
pendekatan kualitatif menurut W. Lawrence.13
Dalam pengukuran kuantitatif memiliki terminologi dan
teknik khusus karena tujuannya adalah untuk secara tepat
menemukan data empiris dan mengungkapkan apa yang kita
temukan dalam bentuk jumlah atau angka. Berbeda dengan

13
W. Lawrence Neuman .2014. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative
Approaches (Seventh Edition). Pearson Education. United Kingdom . Hlm 91-201.

13
pendekatan kualitatif karena berdasarkan dari data dimana lebih
sering ditulis atau kata-kata, tindakan, suara, simbol, objek fisik,
atau gambar visual (misal: peta, foto, video), memanfaatkan
teori yang ada sebagai bahan penjelas dan berakhir dengan
sebuah teori. Hasil penelitian kualitatif lebih menekankan
makna dari pada generalisasi dengan proses induktif. Tahapan
yang dilakukan melalui metode kualitatif adalah mengangkat
permasalahan, memunculkan pertanyaan penelitian,
mengumpulkan data yang relevan, melakukan analisis data, dan
menjawab pertayaan penelitian.
Penulis menggunakan pendekatan kualitatif karena
penelitian ini bertujuan untuk memahami sebuah kasus yang
sudah terjadi dimasa lalu tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian dengan cara deskripsi dalam pengumpulan data-data
teori berbentuk kata-kata dan bahasa. Sesuai dengan latar
belakang tema yang dipilih adalah budaya Indonesia yang
diklaim oleh Malaysia. Melalui pendekatan kualitatif penulis
dapat mengumpulkan data, teori dan bukti untuk dikumpukan
menjadi satu hasil penelitian.

3) Metode Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, kami juga merefleksikan
konsep sebelum mengumpulkan data. Penulis memeriksa
kembali dan merenungkan data dan konsep secara bersamaan
dan interaktif. Seiring kita mengumpulkan data, kita sekaligus
merenungkannya dan menghasilkan sebuah metode yang terkait
dengan pendekatan kualitatif tersebut yaitu metode historis.
Metode ini adalah penelitian yang fokus dalam peristiwa-
peristiwa yang sudah berlalu dan melakukan rekonstruksi masa
lalu dengan sumber data atau saksi sejarah yang masih ada saat

14
ini.14 Mengkaji peristiwa-peristiwa yang telah berlalu, maka ciri
khas dari penelitian metode historis ialah waktu. Dimana
fenomena dilihat perkembangan atau perubahannya berdasarkan
pergeseran waktu. Sumber data tersebut diperoleh dari berbagai
catatan sejarah, referensi buku dan laporan verbal.
Pendekatan historis dilakukan lebih dalam menggunakan
Narrative Analysis. Tujuannya adalah berkaitan dengan narasi
serta gagasan untuk menganalisis urutan kejadian, memiliki
banyak arti dan digunakan dalam antropologi, arkeologi,
sejarah, linguistik, kritik sastra, ilmu politik, psikologi, budaya
dan sosiologi. Alat pendekatan yang dilakukan melalui analisis
naratif ini adalah kontroversi sejarah, yaitu sebuah gagasan
analitik dalam analisis naratif yang menjelaskan suatu proses,
peristiwa, atau situasi dengan mengacu pada kombinasi faktor-
faktor yang digabungkan dalam waktu dan tempat tertentu.
Analisis data kualitatif yang berfokus pada kasus yang tidak
sesuai dengan harapan teoritis dan menggunakan rincian dari
kasus tersebut untuk memperbaiki teori.
Dalam melakukan pengumpulan data tersebut penulis
melalukan studi kepustakaan. Peneliti mengkaji literatur yang
terdapat pada perpustakaan mengenai penyelesaian klaim
budaya Indonesia oleh Malaysia. Harapan dan tujuan penulis
menggunakan metode ini adalah agar mendapat jawaban yang
akurat mengapa hal yang penulis teliti dapat terjadi dengan
menghubungkan beberapa kisah yang terjadi dari periode waktu
tertentu.

4) Jenis data
Penulis menggunakan jenis data sekunder dalam proses
penyusunan penelitian ini. Alasannya adalah penulis

14
Ibid.

15
mengumpulkan berbagai kejadian dan data melalui literature
buku, artikel, jurnal, berita dan internet. Penelitian ini dapat
dimulai dengan memperhatikan dan menelaah pada kasus
lampau yang sudah berlalu untuk diteliti dengan melihat
berbagai aspek subjektif dari perilaku objek. Penelitian ini
diperoleh secara tidak langsung, melalui media perantara dan
mengamati kejadian yang pernah terjadi untuk dipelajari dan
diambil kesimpulan dari kejadian tersebut berupa data kualitatif
dengan metode historis antara budaya Indonesia - Malaysia
yang mengalami perdebatan karena kemiripan budayanya.
5) Teknik Pengumpulan Data
5.1) Metode Pengumpulan Data
Penulis menggunakan metode literatur untuk
mengumpulkan data. Hasil literatur dari perpustakaan juga
didukung oleh beberapa data dari website resmi, artikel dan
buku menurut ahli. Pendapat para ahli juga sudah teruji
validitasnya, sehingga data tersebut tidak diragukan lagi.
5.2) Alat Pengumpulan Data
Dalam menganalisa data, penulis menggunakan beberapa
alat. Alat tersebut berupa Kamera, handphone, laptop, buku,
jurnal, dan internet

6) Teknik Analisis Data


Metode pengolahan data yang digunakan penulis dalam
pengumpulan data adalah dengan sumber literatur sebagai
context analysis dengan tujuan untuk lebih megkausalitaskan
kasus yang menyita perhatian Indonesia- Malaysia. Penulis
mengolah data tersebut sehingga menjadi suatu rangkaian data
untuk dianalisis. Penulis juga berusaha untuk mengaitkan teori
yang sudah dikumpulkan dengan fakta yang ada, sehingga
rumusan masalah dan hipotesis yang ada dapat terjawab.

16
Data yang diperoleh alalu dikelompokan dan dianalisis
sesuai aspek yang terdapat dalam penelitian. Kumpulan data
dikaji secara mendalam berdasarkan fenomena kejadian nyata
dua budaya yaitu Indonesia dan Malaysia. Data yang dicari
haruslah akurat sehingga penulis menyusun beberapa kejadian
dan dalam tahapan editing kata untuk menyampaikan kembali
bagaimana suatu kasus tersebut dapat terjadi.
Dalam penyusunannya penulis menggunakan teknik
penyajian data dalam bentuk tulisan yang menjelaskan kembali
kasus tersebut secara rinci mulai dari latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan dan bagaimana
solusi permasalaha tersebut. Dalam analisis data ini penulis
mengalami kendala untuk mengakuratkan kejadian berdasarkan
urutan waktu dan aktor yang terlibat serta bagaimana peran
nyata hubungan kedua negara yaitu Indonesia dan Malaysia saat
ini.

7) Lampiran:
Time line penelitian yang dilakukan pada Selasa, 30 Januari 2018
sampai dengan 22 April 2018.

NO TANGGAL KEGIATAN
1. 30 Januari 2018 Diskusi pemilihan tema dan rumusan masalah secara kasar
2. 6 Februari 2018 Pembagian tugas dalam kelompok
3. 13Februari 2018 Penyusunan kata dan perumusan masalah yang tepat
4. 20 Februari 2018 Penentuan judul tetap sesuai dengan tema
5. 23 Februari 2018 Pergi ke Perpustakaan untuk meminjam literatur buku / jurnal
6. 2 Maret 2018 Pengecekan proposal bersama kelompok dengan deadline masing-
masing sebelum dikumpulkan
7. 7 Maret 2018 Pencarian berita dan artikel terkait revisi
8. 12 Maret 2018 Melanjutkan penulisan dengan benar sesuai revisi

17
9. 20-25 Maret 2018 Menambahkan kekurangan dan melanjutkan BAB II-III
10. 3 Maret-15 AprilMenambahkan Abstrak, metodelogi penelitian, rumusan masalah
2018 dan daftar pustaka.
11. 16-22 April 2018 Melanjutkan BAB IV dan kesimpulan

8) Analisis

a. Hubungan Bilateral antara Indonesia dan Malaysia

Indonesia dan Malaysia merupakan dua negara yang bertetangga. Kedua


negara tersebut memiliki sejarah hubungan bilateral yang panjang. Hubungan
kedua negara ini pun kerap mengalami pasang surut. Pada masa pemerintahan
orde lama, hubungan kedua negara sempat mengalami masa yang cukup buruk.
Beberapa kontroversi terus menerpa hubungan Indonesia dengan Malaysia
sebelum pemerintahan Orde Baru muncul. Pada saat era Presiden Soekarno,
politik “Ganyang Malaysia” yang dikeluarkan sebagai senjata untuk memberontak
sekaligus menentang pembentukan persemakmuran Inggris, federasi Malaysia.
Malaysia dinilai sebagai bentuk pengaruh imperialisme barat yang disebarkan
oleh Inggris, dan kemudian, memberikan suatu ide “Konfrontasi” yang bersifat
radikal terhadap kebijakan luar negeri Indonesia yang dikeluarkan Presiden
Soekarno pada masa Orde Lama.
Pemulihan Hubungan Indonesia-Malaysia atas konfrontasi yang dibuat oleh
Soekarno, diakhiri pada tahun 1967 dan sekaligus menggantikan posisi
pemerintahan Soekarno yang jatuh karena pemberontakan G- 30S PKI, kemudian
berganti menjadi pemerintahan Soeharto yang sekaligus merupakan awal mula
dari pemerintahan Orde Baru. Upaya menggalakkan pemulihan hubungan
diplomatik Indonesia-Malaysia pada khususnya dan Indonesia-PBB pada
umumnya dicerminkan melalui kembalinya Indonesia dalam keanggotaan PBB.
Indonesia dan Malaysia pun juga merupakan negara yang masih satu
rumpun. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian rumpun memiliki arti
antara lain, kelompok tumbuhan yang tumbuh anak-beranak seakan-akan
mempunyai akar yang sama, golongan besar bangsa, atau bahasa yang sama asal

18
dan jenisnya atau orang-orang yang seketurunan sama nenek moyangnya. Begitu
juga dengan Malaysia dan Indonesia yang mempunyai beberapa kesamaan.

Hubungan diplomatik antara kedua-dua negara serumpun sebagai dua negara


merdeka secara rasminya bermula pada tahun 1957. Indonesia yang telah
mencapai 12 tahun kemerdekaan lebih awal, amat menyambut baik kemerdekaan
Malaysia. Walau bagaimanapun, hubungan ini tidak bertahan lama disebabkan
timbulnya perbedaan pemahaman antara kedua negara dalam berhubung politik
antara bangsa semasa Perang Dingin. Presiden Indonesia, Soekarno lebih memilih
bekerjasama dengan Blok Komunis, sementara Perdana Menteri Malaysia, Tunku
Abdul Rahman pula cenderung bersandar ke arah pengaruh kuat Blok Kapitalis.
Adapun masalah- masalahnya lainnya seperti perebutan Irian Barat, dan
pengklaiman budaya - budaya lainnya yang dimiliki oleh Indonesia.

Lebih dari itu, berhasilnya Malaysia memenangkan kedaulatan terhadap


pulau-pulau Sipadan dan Ligitan serta klaim Malaysia terhadap wilayah laut blok
Ambalat di Laut Sulawesi telah memacu protes serius di Indonesia. Dalam
beberapa tahun belakangan ini, masyarakat Indonesia sangat sering berselisih
dengan Malaysia. Pemicu perselisihan bermacam-macam dan silih berganti.
Setidaknya yang masih diingat, setelah konfrontasi Indonesia-Malaysia tahun
1963 - 1965, ialah masalah pulau Sipadan dan Ligitan. Masalah tersebut banyak
menyita perhatian masyarakat di kedua negara, karena kasus ini dibawa ke
Mahkamah Internasional di Den Haag Belanda, dan dimenangkan oleh Malaysia.
Sampai sekarang, sebagian masyarakat Indonesia masih menganggap kedua pulau
itu adalah milik Indonesia yang dirampas oleh Malaysia melalui konspirasi
internasional. Kurang lebih ada 20 budaya Indonesia yang diklaim oleh Malaysia.
Tidak tanggung-tanggung pengklaiman yang terjadi, dari naskah kuno sampai
motif batik, dari alat musik angklung sampai tarian pendet, yang notabene adalah
tarian kebanggaan masyarakat pulau Bali. Dapat dikatakan bahwa pengklaiman
kebudayaan yang dilakukan oleh Malaysia ini tergolong lemah karena sebelum
diklaim oleh Malaysia seperti batik tulis, reog ponorogo, tari pendet, dan
angklung sudah lebih dulu dikenal dunia sebagai budaya asli Indonesia. Akan

19
tetapi yang membuat bangsa tidak terima adalah Malaysia menggunakan hasil
klaim budaya Indonesia untuk dijadikan promosi pariwisata Malaysia. Apa yang
dilakukan Malaysia dengan mengklaim kebudayaan Indonesia adalah bagian dari
krisis identitas yang dialami Malaysia dan sebagai upaya mempertahankan
eksistensinya maka Malaysia mengklaim beberapa budaya milik Indonesia.
Kebudayaan yang diklaim oleh Malaysia seperti batik, tari pendet, tari tor-tor,
reog ponorogo, angklung, lagu rasa sayang-sayange. Tentu saja hal ini membuat
gempar bangsa Indonesia sebagai pemilik budaya tersebut, budaya asli yang digali
dari warisan luhur nenek moyang diakui oleh bangsa lain sebagai budayanya.

b. Peran Media

Sejak dulu, media sudah menjadi alat publikasi yang cukup mampu meraih
kalangan masyarakat untuk mendapatkan informasi, walaupun belum begitu
efektif, namun media sudah menjadi sebuah perantara yang sangat dibutuhkan
dalam hal publikasi. Seiring berjalannya waktu, teknologi pun semakin
berkembang mengikuti arus perkembangan zaman. Pada era millennials saat ini,
media merupakan salah satu sumber utama untuk memperoleh segala macam
informasi, dimana teknologi sudah semakin canggih sehingga dapat
mempublikasikan segala informasi kepada masyarakat hanya dalam beberapa
waktu, bahkan menit dan detik.

Menurut Denis McQuail (1987) mengemukakan sejumlah peran media


massa, antara lain;15
1. Industri pencipta lapangan kerja, barang, dan jasa serta menghidupkan industri
lain utamanya dalam periklanan/promosi.
2. Sumber kekuatan –alat kontrol, manajemen, dan inovasi masyarakat.
3. Lokasi (forum) untuk menampilkan peristiwa masyarakat.

15
Romeltea Online. (2012). Media Massa: Pengertian, Karakter, Jenis, dan Fungsi. [online]
Available at: http://romeltea.com/media-massa-makna-karakter-jenis-dan-fungsi/ [Accessed 23
Apr. 2018].

20
4. Wahana pengembangan kebudayaan –tatacara, mode, gaya hidup, dan norma.
5. Sumber dominan pencipta citra individu, kelompok, dan masyarakat.

Dari hal tersebut kita dapat mengetahui bahwa efek dari media merupakan
efek yang besar di dalam kehidupan sehari-hari manusia. 16 Media massa dapat
mempengaruhi kehidupan seseorang dikarenakan beberapa efek media menurut
para ahli. Menurut Keith R. Stamm & John E. Bowes (1990), efek media dalam
mempengaruhi manusia, dibagi menjadi dua bagian, yaitu efek primer dan efek
sekunder;17

 Efek Primer merupakan efek yang timbul karena adanya terpaan,


perhatian dan juga pemahaman. Jika manusia tidak bisa lepas dari media
massa, maka efek yang ditimbulkan sungguh-sungguh terjadi. Semakin
memahami apa yang disampaikan oleh media, maka semakin kuat pula
efek primer yang terjadi

 Efek Sekunder merupakan efek yang timbul karena adanya perubahan


tingkat kognitif (perubahan pengetahuan dan sikap) dan perubahan
perilaku (menerima dan memilih), dan yang termasuk efek sekunder
adalah perilaku penerima yang ada dibawah kontrol langsung si pemberi
pesan.

Berbicara tentang peran media dalam konflik Malaysia yang mengklaim


budaya Indonesia, tentunya media sangat berperan penting. Dalam konflik ini,
media Indonesia kerap mempublikasi informasi bahwa Malaysia mengklaim
budaya Indonesia, baik itu dari tarian, makanan, minuman, batik, dan lain
sebagainya. Beberapa media Indonesia yang meliput tentang konflik ini antara
lain media Tempo.co, “Malaysia Sudah Tujuh Kali Mengklaim Budaya RI”.
Selanjutnya, CNN Indonesia, “Indonesia Kumpulkan Bukti Kuda Lumping yang
Diklaim Malaysia”, dan juga media Liputan 6, “Lagi-lagi masalah klaim dari
16
Nurudin, M.Si., Pengantar Komunikasi Massa, PT. Raja Grafindo Persada, 2007

17
Keith R. Stamm & John E. Bowes, The mass communication process: a behavioral and social
perspective, 1990

21
Malaysia terhadap kebudayaan Indonesia.”, dan masih banyak media lainnya yang
ikut serta dalam mempublikasikan konflik Malaysia ini.

Tentu saja dengan banyaknya media yang mem-posting konflik ini


membuat informasi ini sampai ke telinga masyarakat Indonesia dengan cepat. Hal
ini pun mengakibatkan banyaknya masyarakat Indonesia yang sudah geram,
menjadi semakin geram terhadap negeri Jiran atas tindakan klaim budaya yang
dilakukannya berulang-ulang kali sesuai dari informasi yang disajikan oleh media
Indonesia. Karena media massa dapat merubah gaya hidup atau budaya lokal
setempat, dengan cara mempengaruhi cara berfikir suatu kelompok atau kalangan
masyarakat tertentu agar menyukai atau mengikuti suatu hal yang baru atau asing
bagi mereka.18 Berbagai aplikasi media sosial pun kerap menjadi ajang
masyarakat millennials unjuk rasa atas kekesalannya terhadap negeri Jiran, yang
ternyata hal itu dapat membuat sebuah konflik menjadi terpublikasi semakin luas.

c. Respon Pemerintah Indonesia

Kebudayaan sangat berkontribusi pada kemajuan suatu bangsa.19 Oleh sebab


itu, budaya yang ada didalam suatu negara haruslah selalu diperkuat terkait
dengan pembentukan karakter suatu bangsa itu sendiri, diplomasi, warisan
budaya, sumber daya manusia, sarana serta prasarana khususnya di Indonesia
yang memiliki banyak keanekaragaman etnik/suku bangsa serta karya-karya
intelektual yang merupakan warisan kekayaan budaya yang perlu dilindungi dan
dilestarikan. Konflik atas klaim budaya oleh Malaysia bermula pada saat Malaysia
meluncurkan program iklan yang berisi promosi bidang pariwisatanya dengan
nama “Malaysia Truly Asia”. Iklan tersebut lalu mendapat protes khususnya dari

18
KOMPASIANA. (2013). Peranan Media Massa dalam Kehidupan Sosial dan Politik Indonesia.
[online] Available at: https://www.kompasiana.com/yuhdyanto/peranan-media-massa-dalam-
kehidupan-sosial-dan-politik-indonesia_552a36486ea834f649552d3c [Accessed 22 Apr. 2018].

19
Pramesti, Olivia. “Warbudnas, Program Perlindungan Budaya RI dari Klaim Bangsa Lain.”
nationalgeographi.co.id. http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/07/warbudnas-program-
perlindungan-budaya-ri-dari-klaim-bangsa-lain (diakses 26 April 2018.

22
pihak (pemerintah) Indonesia karena budaya yang ditampilkan dalam iklan
tersebut sama dengan warisan budaya khas Indonesia.20
Tetapi sebenarnya dalam hal ini, pemerintah Indonesia juga termasuk lambat
dalam mengambil tindakan, pemerintah baru peduli terhadap warisan kebudayaan
Indonesia setelah adanya banyak kasus pengklaiman yang terjadi, jika tidak ada
kasus pengklaiman mungkin pemerintah kurang memperhatikan kebudayaan
Indonesia. Pemerintah juga seharusnya mendaftarkan dan menginvetarisasikan
semua daftar kebudayaan milik Indonesia sebagai hak cipta milik Negara
Indonesia. Namun akhirnya, dalam menghadapi permasalahan klaim kebudayaan
Malaysia atas Indonesia, pemerintah Indonesia menanggapi hal tersebut secara
serius dan mengambil langkah-langkah khusus untuk membicarakan dan
menyelesaikan sengketa tersebut, seperti yang kita ketahui bahwa Malaysia sudah
tujuh kali melakukan klaim atas budaya Indonesia sejak 2007. Dimulai dari
kesenian budaya Reog, lalu lagu daerah yang berasal dari Maluku yaitu Rasa
Sayange, kerajinan Batik, Tari Pendet dari Bali juga sempat diklaim oleh
Malaysia lewat salah satu iklan pariwisatanya hingga yang baru-baru ini terjadi
adalah Tari Tor-Tor dan alat musik Gordang Sambilan yang berasal dari
Mandailing.21 Dalam kasus terakhir, pemerintah menanggapi klaim Malaysia atas
tari Tor-Tor dan alat musik Gordang Sambilan dengan menyiapkan surat
keberatan atas tindakan Malaysia yang ingin mencantumkan tari Tor-Tor kedalam
warisan nasionalnya. Pemerintah Indonesia juga langsung meminta klarifikasi
tertulis kepada pemerintah Malaysia tetapi tidak kunjung mendapat nota
penjelasan tersebut. Dengan munculnya konflik ini, Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemdikbud) juga sedang membentuk Komite Penetapan Warisan
Budaya Nasional dimana Komite ini akan mencatat seluruh budaya nasional yang
dimiliki oleh Indonesia.22 Hal tersebut juga dilakukan untuk mencegah dan

20
Sunarti, Linda. “Menelusuri Akar Konflik Warisan Budaya antara Indonesia dengan Malaysia.”
Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan Vol. 6 No. 1 (2013)
21
Syailendra, Prihandoko. “Malaysia Sudah Tujuh Kali Mengklaim Budaya RI.” TEMPO.co, 21
Juni 2012.
22
“Reaksi atas Tor Tor dan Gordang Sambilan.” BBC News Indonesia, 18 Juni 2012, diakses 26
April 2018.

23
memberikan klarifikasi atas klaim-klaim budaya yang dilakukan oleh negara lain
terhadap Indonesia.

Terkait dengan konflik atas klaim budaya Malaysia terhadap Indonesia,


pemerintah Indonesia juga menyiapkan strategi jangka pendek, menengah dan
jangka panjang.23 Yang meliputi strategi pendeknya adalah pemerintah Indonesia
menyiapkan nota diplomasi yang menyatakan keberatan terhadap klaim Malaysia
atas tarian Tor-Tor. Tentunya strategi ini juga sebenarnya tidak sepenuhnya
menjadi solusi dalam menyelesaikan masalah karena sewaktu-waktu bisa muncul
masalah baru lagi, untuk jangka menengah pemerintah akan menyiapkan dan
melakukan perundingan dan perjanjian bilateral antar kedua negara untuk
membahas masalah kepemilikkan kebudayaan, kedua negara akan membawa
masing-masing daftar warisan kebudayaan untuk dilakukan perbandingan, hal
tersebut dilakukan untuk mendapat kejelasan agar tidak perlu lagi terjadi
pengklaiman. Untuk mencapai hal ini, tentunya dibutuhkan persetujuan antara
Indonesia dan Malaysia untuk menentukan lebih lanjut waktu pelaksanaan
perundingan. Strategi jangka panjangnya, pemerintah akan membawa persoalan
klaim budaya ini ke International Court of Justice (Mahkamah Internasional)
yang dimana langkah dan proses ini butuh waktu yang cukup lama dan juga dana
yang besar, meski demikian, langkah ini dapat menyelesaikan persoalan kasus
klaim kebudayaan secara tuntas.

Kita juga mengetahui bahwa mengenai klaim budaya ini, Indonesia dan
Malaysia tidak hanya sebagai negara tetangga yang lokasinya berdekatan namun,
hubungan antar Indonesia dan Malaysia sudah terjalin lama sejak dahulu, tetapi
akhirnya untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi antara Indonesia dengan
Malaysia perihal pengklaiman kebudayaan yang dituduhkan kepada Malaysia,
kedua negara melewati beberapa metode penyelesaian masalah yang berbeda-beda
di setiap masalah klaim yang terjadi. Misalnya, penyelesaian terhadap sengketa
Lagu Rasa Sayange, langkah resolusi yang diambil oleh kedua negara adalah

23
“Pemerintah Siapkan Strategi Hadapi Klaim Budaya Malaysia.” Suara Pembaruan (Berita
Satu), 26 Juni 2012, diakses 26 April 2018.

24
melalui Eminent Persons Group/EPG yang dibentuk khusus untuk melakukan
sejumlah komunikasi, pertemuan dan juga konsultasi yang disebut dengan
Committee of MICE and Arts yang berisikan para tokoh terkemuka dari Indonesia
dan Malaysia untuk menyelesaikan masalah-masalah yang muncul dalam
hubungan di antara kedua negara tersebut. 24 Indonesia juga menempuh jalur
diplomasi melalui UNESCO yang dimana merupakan salah satu Organisasi
Internasional dalam upaya resolusi konflik antar negara untuk mematenkan salah
satu budaya (batik) Indonesia sebagai national heritage.

Disamping itu, negara-negara yang tergabung dalam LMCs (Like Minded


Countries) termasuk Indonesia, mendesak agar hukum internasional dapat
terwujud guna menyelesaikan persoalan jika suatu negara mengalami klaim
budaya oleh negara lain.25 Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional
Kementerian Luar Negeri juga menyampaikan bahwa Indonesia juga sudah
mengusulkan pentingnya hukum internasional untuk mengatur klaim mengenai
aset budaya. Hal tersebut juga merupakan salah satu bentuk respons pemerintah
terhadap maraknya kasus mengenai klaim budaya Indonesia yang sering kali
diakui pihak asing.

Oleh sebab itu, dengan adanya konflik klaim budaya yang terjadi diantara
kedua negara tetangga, Indonesia dengan Malaysia maka dengan ini pemerintah
khususnya bagian Departemen Hukum dan HAM menjalin kerja sama dengan
Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata mengenai perlindungan, pengembangan
dan pemanfaatan HAKI (Hak Kekayaan Intelektual/Hak Cipta) terhadap budaya
warisan nasional milik negara Indonesia dan terus menginventarisir seni
kebudayaan Indonesia agar dengan melalui cara itu diharapkan tidak ada lagi
kasus-kasus mengenai pengklaiman budaya, dengan adanya inventarisasi, maka
Indonesia dapat membuat written declaration kepada World Intellectual Property
Organization sehingga semua daftar kebudayaan Indonesia tercacat disana dan

24
Maksum, Ali, dan Reevany Bustami, Ketegangan Hubungan Indonesia-Malaysia Dalam Isu
Tarian Pendet. Kajian Malaysia. Vol.32. No.2, 2014 p.41-72
25
“Hukum Internasional Tangani Konflik Budaya.” Koran SINDO. 30 Juni 2012, diakses pada 26
April 2018.

25
bila terjadi suatu konflik lagi, Indonesia dapat menggugat pihak tersebut karena
seluruh kebudayaan yang dimiliki Indonesia telah terdaftar disana, pemerintah
juga menghimbau masyarakat agar membangkitkan kesadaran masyarakat akan
pentingnya Hak Kekayaan Intelektual.

d. Respon Pemerintah Malaysia


Malaysia merupakan negara tetangga terdekat dengan Indonesia. Wilayahnya
berbatasan dengan Kalimantan sehingga membuat beberapa budaya Indonesia
bisa di klaim milik Malaysia. Apalagi kesamaan ras tidak jauh berbeda, hanya
bahasa melayu dan Indonesia yang mencirikan kewarganegaraan seseorang.
Petinggi Malaysia banyak keturunan Indonesia juga seperti yang dilansir oleh
menteri Malaysia yaitu Ahmad Zahid26. Tanah kelahiran tersebut berbeda-beda
daerahnya ada yang lahir di tanah Minang, Jawa, Bugis dan lainnya. Tidak heran
budaya Indonesia banyak di klaim oleh Malaysia karena pembawaan tanah lahir
yang dibesarkan di Malaysia.
Terdapat alasan Pemerintah Malaysia selalu mengklaim budaya Indonesia
diakibatkan tidak jelasnya historis pengakuan oleh Indonesia sendiri. Terlalu
banyak kesamaan budaya membuat Malaysia dan Indoensia menyiapkan berbagai
strategi jangka pendek hingga panjang. Pemerintah Malaysia akan menyiapka
nota diplomasi untuk jangka pendek apabila Indonesia mempunyai klaim
keberatan akibat kesamaan tarian, makanan dan lainnya. Lalu dalam jangka
menegah Malaysia akan mempersiapkan waktu dan tempat untuk berunding
secara bilateral terhadap Indonesia untuk membicarakan masalah dalam daftar
warisan budaya apa saja yang dimiliki dan Indonesia. Jika terdapat kesamaan
maka masalah tersebut yang akan dibicarakan. Dalam jangka panjang pemerintah
Malaysia akan mendaftrakan warisan budaya kepada Mahkamah Internasional
apabila terdapat kesamaan dengan Indonesia masalah tersebut akan
dinegosiasikan ulang dan dilihat secara historis asal usul negara mana yang lebih
26
A.S.Ichsan, Banyak Orang Indonesia Jadi Menteri di Malaysia, Republika, 02 September 2013,
< http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/09/03/msibrj-banyak-orang-indonesia-jadi-
menteri-di-malaysia > diakses 22 April 2018

26
dulu mewarisi budaya tersebut. Namun sayangnya dengan cara ini membutuhkan
waktu dan biaya yang cukup besar.
Selama ini Pemerintah Malaysia sudah menggunakan ketiga cara tersebut
dalam menghadapi isu keberatan yang dilontarkan oleh Indonesia. Mengapa
masih terjadi? Dikarenakan seeiring berjalannya waktu muncul berbagai warga
malaysia yang mengakui beberapa kerajinan tangan seperti batik, tarian daerah,
makanan, pakaian adat dan lainnya. Mereka mendapatkan itu semua dari
kunjungan daerah ke Indonesia biasanya, lalu entah bagaimana warga Malaysia
yang memiliki rasa bahwa itu merupakan warisan Malaysia yang hilang membuat
Pemerintah Malysia pun ikut mendukung reaksi dari warga tersebut dan
dibenarkan tanpa dikaji dulu bahkan belum ditelusuri apakan benar itu milik
Malaysia atau Indoenesia.
Selain faktor diatas Pemerinah Malaysia pun menganggap kurangnya
keamanan dari Indonesia sendiri yang kurang ketat dalam wilayah maupun
budaya bisa dimanfaatkan Malaysia. Secara Historis negara Malaysia dan
Indonesia dahulu dianggap menyatu, hanya karena kejadian bencana alam mebuat
kedua pulau yang terhubung terpisah. Reaksi Pemerintah Malaysia sendiri
terkadang cukup lamban dalam membahas isu yang membuat rakyat Indonesia
geram karena pengakuan warisan nenek moyang yang diambil. Namun beberapa
kejadian telah membuat hubungan anatara Pemerintah Malaysia dan Indonesia
semakin membaik dan lebih sering bersidkusi secara bilateral, jadi lebih
mendukung hubungan antar kedua negara ini dan menurunkan jumlah klaim
budaya Indonesia yang diambil oleh Malaysia.

e. Studi kasus: Permasalahan Tari Pendet

Tari Pendet adalah sebuah tarian yang awalnya digunakan untuk


melakukan pemujaan dan dilakukan di pura tempat ibadah umat Hindu di Bali,
Indonesia. Tarian pendet memiliki makna penyambutan atas turunnya dewa
kepercayaan umat Hindu ke alam dunia. Seiringan dengan berkembangnya waktu,
tarian pendet ini digunakan sebagai tarian ucapan selamat datang, meskipun masih

27
terdapat makna-makna sakral dan religius. Awal permasalahan klaim tari Pendet
dimulai dari iklan pariwisata selama 30 detik yang ditayangkan di channel
Discovery Networks Asia-Pasific dengan judul Enigmatic Malaysia pada 2009.
Iklan ini dibuat oleh KRU Studios yang merupakan perusahaan media dan
entertainment di Kuala Lumpur. Pembuatan iklan ini tidak berhubungan dengan
pemerintah Malaysia, karena KRU Studios adalah sebuah perusahaan swasta
bebas. Menurut keterangan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di
Kuala Lumpur, yang menjadi permasalahan adalah munculnya tayangan foto atau
disebut still photo yang menujukkan tarian pendet sebagai budaya dari Malaysia 27.
Selain tarian pendet, terdapat juga muncul gambar bunga Raflesia dan wayang
kulit. Sedangkan pernyataan dari Discovery Channel yang berpusat di Singapura
mengambil foto tarian pendet tersebut dari pihak ketiga, tanpa persetujuan KRU
Studios28. Selain dari tarian pendet, bunga raflesia dan wayang kulit, masih
terdapat budaya asli Indonesia yang diklaim oleh Malaysia sebagai milik mereka.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia berkata bahwa sepanjang
2007-2012, sekurang-kurangnya terdapat 7 tindakan klaim budaya yang dilakukan
Malaysia. 7 klaim tersebut antaranya adalah tarian Reog Ponorogo, lagu Rasa
Sayange, batik, tarian pendet, alat musik Angklung, beras padi adan krayan dan
tarian tor-tor29.

Masyarakat Indonesia memberikan respon terdapat permasalahan tarian


pendet ini dengan pembakaran bendera Malaysia yang disertai dengan slogan
“Ganyang Malaysia”. Selain aksi pembakaran tersebut, beberapa website
pemerintahan Malaysia diretas oleh peretas asal Indonesia bertepatan pada hari
kemerdekaan Malaysia, 31 Agustus 2009. Kedutaan Malaysia di Jakarta juga
senantiasa dihiasi dengan demonstrasi dan pemasangan poster dengan slogan
“Ganyang Malaysia”30. Respon yang parah juga dilakukan masyarakat lewat non-
27
A.Maksum;R.Bustami, Ketegangan Hubungan Indonesia-Malaysia Dalam Isu Tarian Pendet,
Malaysia: Centre for Policy Research and International Studies Universiti Sains Malaysia, Kajian
Malaysia, Vol. 32,No.2, 2014,hal 41-72
28
Ibid.
29
Ibid.
30
Farish A. Noor. 2009. Malaysian-Indonesian relations and the "cultural conflict" between the
two countries. Malaysia update. Singapore: Graduate School of Nanyang Technological

28
govermental organization seperti Benteng Demokrasi Rakyat (BENDERA),
Barisan Muda Betawi, Relawan Ganyang Malaysia dan Relawan Pembela
Demokrasi (Repdem). BENDERA melakukan penyapuan warga negara Malaysia
yang tinggal di Indonesia.

Sedangkan dari pemerintah Malaysia telah melakukan permohonan maaf


dan penjelasan bahwa KRU Studios dan Discovery Networks Asia-Pasific tidak
memiliki hubungan dengan pemerintahan dan juga permasalahan klaim budaya
tarian pendet. Sayangnya permohonan maaf itu tidak digubris oleh masyarakat.
Pemerintah Indonesia juga melakukan pernyataan lewat juru bicara Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono, Andi Mallarangeng bahwa pihak Presiden sangat
menyesali aksi penyapuan warga Malaysia di Indonesia31. Pihak Kementerian
Luar Negeri Indonesia juga menyatakan keprihatinannya dan jaminan akan
keselamatan warga Malaysia di Indonesia32. Tindakan penyapuan tersebut
dipandang menggangu kehidupan masyarakat dan membuat image buruk
Indonesia di mata Internasional33. Untuk merespon permasalahan penyapuan yang
dilakukan oleh BENDERA, Kepolisian Republik Indonesia (POLRI)
menghentikan aksi penyapuan tersebut yang dilakukan kurang lebih oleh 40
aktivis. POLRI juga melakukan penangkapan terhadap 6 petinggi organisasi
BENDERA yang bertanggung jawab atas tindakan tersebut34.

Untuk memperbaiki dan mempertahankan hubungan antar kedua negara,


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk Eminent Persons Group
(EPG). EPG dibentuk pada 7 Juli 2008 dan merupakan hasil dari pertemuan
dengan Menteri Malaysia Ahmad Badawi di Putrajaya, Malaysia pada 11 Januari
200835. EPG ini berisi tokoh-tokoh terkemuka Indonesia dan Malaysia untuk

University. http://www.europe2020.org/spip. php?article620/ . Diakses 22 April 2018.


31
Sekretariat Negara Republik Indonesia. 2009. Tidak bisa dibenarkan, sweeping terhadap warga
negara Malaysia. 9 September. http://www.setneg.go.id/. diakses 22 April 2018
32
Koran JAKARTA. 12 September 2009.
33
Malay Mail. 15 September 2009.
34
New straits times. 7 Oktober 2009
35
M.Masri.2012. Perbaiki Hubungan Indonesia-Malaysia dengan EPG. Sindonews.13 Desember.
https://nasional.sindonews.com/read/697077/12/perbaiki-hubungan-indonesia-malaysia-dengan-
epg-1355354548.diakses 22 April 2018

29
menyelesaikan permasalahan antar kedua negara dari sisi akademis. Selain
pembentukan EPG, Menteri Luar Negeri Malaysia Datuk Anifah Aman
melakukan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Indonesia di Jakarta pada 17
September 2009. Setelah itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga
melakukan perjalanan resmi ke Malaysia setelah ia dilantik menjadi Presiden pada
periode keduanya. Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak, menegaskan bahwa
Malaysia dan Indonesia tidak akan membiarkan isu-isu kecil yang dibangkitkan
oleh pihak-pihak tertentu mempengaruhi kerjasama antara dua negara tetangga
tersebut36.

Dari kasus ini dilihat dari segi politik, agresifitas politik Malaysia dalam
politik kebudayaan lebih baik dibandingkan Indonesia. Tahap klaim dilanjuti
dengan dipatenkan ke PBB membuat Malaysia lebih serius ingin menggunakan
kebudayaan tersebut untuk menarik masyarakat Internasional untuk datang
berwisita. Sedangkan pemerintah Indonesia dianggap tidak berdaya dalam
menanggulangi permasalahan ini. Pemerintah Indonesia juga bersikap reaktif,
bukan preventif. Ketika kejadian klaim ini terjadi, pemerintah baru memberikan
reaksi. Kelambatan respon ini menunjukkan bahwa politik Indonesia yang masih
belum matang dan perlu ditingkatkan. Dengan budaya Primordialisme dan
identitas suku-suku di Indonesia yang kuat, dikhawatirkan bahwa budaya asli
suku-suku tersebut dapat memicu pemikiran bahwa pemerintah Indonesia tidak
serius dalam melindungi kekayaan-kekayaan budaya tersebut. Pemikiran tersebut
dapat mempengaruhi persatuan bangsa Indonesia. Klaim budaya juga
mempengaruhi sektor pariwisata dimana Indonesia kehilangan budaya asli yang
khas. Kehilangan budaya ini membuat daya tarik Indonesia di mata wisatawan
menjadi berkurang.

Permasalahan ini juga memberikan sisi positif yaitu munculnya persatuan dari
seluruh masyarakat yang berpendapat dan sadar akan permasalahan ini. Budaya
asli Indonesia mulai digemari dan dijadikan sebagai bagian dari identitas nasional

36
Bernama. 2009. Active year for Malaysia’s International Relations. 18 Desember.
http://www.bernama.com/bernama/v3/news_lite.php?id=463158/ diakses 22 April 2018

30
masyarakat. Masyarakat mulai mengecam pemerintah Indonesia yang terus
melakukan tindakan klaim budaya milik Indonesia yang menjadikan masyarakat
sadar bahwa budaya Indonesia berharga. Unjuk rasa yang dilakukan ratusan
mahasiswa menjadi salah satu bukti bahwa persatuan masyarakat yang tidak
setuju dengan apa yang Malaysia lakukan dan sadar akan berharganya budaya
tersebut. Mahasiswa tersebut tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Hindu Bali
(AMHB) menggelar aksi demonstrasinya di depan kantor Dewan Provinsi Bali,
Denpasar. Demonstran tersebut membawa poster dengan tulisan “Jangan Curi
Warisan Budaya Kami”, “Malaysia Jangan Jadi Pencuri”, “Segera Urus Hak atas
Kekayaan Budaya”, dan lain lain37. Selain demonstrasi, mahasiswa juga
menyanyikan lagu-lagu nasional dan kebangsaan Indonesia Raya.

3. Penutup

A. Kesimpulan

Hubungan antara Malaysia dan Indonesia tidak dapat dipisahkan dari konsep
serumpun, dimana dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti satu
nenek moyang atau satu keturunan. Serumpun dari kedua negara ini dikarenakan
sesama bangsa Melayu yang akhirnya menimbulkan persamaan adat istiadat dan
budaya. Konsep serumpun ini menjadi salah satu latar belakang akan seringnya
terjadi klaim budaya diantara kedua negara. Sedangkan hubungan bilateral antara
kedua negara dimulai ketika Malaysia mendeklarasikan kemerdekaannya pada 31
Agustus 1957. Hubungan kedua negara menjadi buruk dengan terjadinya
Konfrontasi pada 1962-1966 dimana Malaysia ingin mengabungkan Brunei,
Sabah dan Sarawak menjadi satu kesatuan bersama Malaysia. Keinginan ini
akhirnya tidak disetujui Presiden Soekarno karena dianggap merupakan salah satu
proses kolonialisme dan imperialisme. Dalam ketegangan Konfrontasi, hubungan
kedua negara juga semakin buruk dengan Malaysia yang dilantik menjadi non-
permanent member di United Nations Security Council (UNSC). Dengan
37
R.Hasan, 2009, Bali Ramai Demo Tari Pendet, Tempo.co,
<https://nasional.tempo.co/read/194673/bali-ramai-demo-tari-pendet > ,diakses 22 April 2018

31
pelantikan ini, Indonesia kemudian keluar dari Perserikatan Bangsa-Bangsa pada
7 Januari 1965 walaupun akhirnya masuk kembali pada September 1966.
Sekarang pada abad ke 21, permasalahan antara kedua negara yang sering menjadi
sorotan publik adalah klaim budaya Indonesia yang dilakukan oleh Malaysia.
Klaim ini meningkatkan ketegangan antar kedua negara dengan respon
masyarakat yang tidak setuju akan klaim tersebut. Dalam penelitian kami, kami
akan meneliti mengenai bagaimana proses penyelesaian permasalahan klaim
budaya Indonesia yang dilakukan oleh Malaysia.

Dalam konflik klaim budaya ini, peran media sangat berperan penting. Media
Indonesia kerap mempublikasikan berbagai informasi menegenai Malaysia yang
melakukan klaim budaya Indonesia. Contoh dari media Indonesia tersebut adalah
media Tempo.co dengan berita berjudul “Malaysia Sudah Tujuh Kali Mengklaim
Budaya RI” atau Liputan 6 dengan judul “Lagi-lagi Masalah Klaim dari Malaysia
terhadap Kebudayaan Indonesia. Dengan gencarnya publikasi media mengenai
klaim ini, masyarakat Indonesia pun bertindak dengan berbagai cara untuk
menyuarakan ketidaksetujuan mereka akan tindakan Malaysia. Media dari
Malaysia juga tidak tinggal diam dan membalas berbagai publikasi dari media
Indonesia. Peran media dalam permasalahan ini sebagai salah satu sumber
informasi dan juga mengendalikan pendapat masyarakat.

Dalam menyikapi permasalahan ini, pemerintah Indonesia dianggap lambat


dalam mengambil tindakan. Tindakan yang diambil juga bersifat reaktif, bukan
preventif. Ketika permasalahan klaim terjadi, barulah pemerintah Indonesia
melakukan tindakan untuk melindungi kebudayaan Indonesia. Dalam menyikapi
permasalahan ini, pemerintah membuat strategi jangka pendek, menengah dan
panjang. Dalam menyikapi permasalahan ini, Malaysia memiliki strategi yang
sama untuk ‘membalas’ dan ikut serta dalam strategi Indonesia. Strategi pendek
yang dianggap reaktif dari pemerintah adalah membuat nota diplomasi yang
menyatakan keberatan terhadap klaim Malaysia. Untuk jangka menengah,
pemerintah menyiapkan dan melakukan perundingan perjanjian bilateral antara
kedua negara untuk membahas masalah kepemilikkan kebudayaan. Perundingan

32
ini dinyatakan dalam pembentukan Eminent Persons Group (EPG) yang dibentuk
pada 7 Juli 2008. EPG ini diharapkan untukmenyelesaikan permasalahan antar
kedua negara dari sisi akademis dengan bantuan keompok tokoh-tokoh terkemuka
dari kedua negara. Strategi panjang dari pemerintah Indonesia adalah membawa
persolan klaim budaya ke International Court of Justice. Strategi jangka panjang
ini masih belum diambil oleh kedua negara dikarenakan dibutuhkan waktu yang
lama dan biaya yang besar. Sampai saat ini, pemerintah terus mempertahankan
hubungan antara kedua negara tetangga ini dengan cara perjalanan resmi
pemimpin negara ke kedua negara tersebut.

B. Saran

Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki begitu banyak keberagamaan

budaya. Dengan populasi hampir 270.054.853 juta jiwa pada tahun 2018, tentu

banyak budaya asli Indonesia yang diharus dilestarikan. Dengan sekitar 300

kelompok etnis, sebuah pendataan akan budaya-budaya asli Indonesia sangat

dibutuhkan. Dari permasalahan klaim budaya Indonesia yang dilakukan Malaysia,

dapat terjadi karena tidak ada informasi atau daftar jelas mana budaya yang asli

dari Indonesia dengan keaslian asal usulnya. Ketiadaan informasi yang jelas akan

membuat potensi klaim oleh negara lain menjadi lebih besar. Negara lain yang

ingin memanfaatkan budaya tersebut dapat dengan mudah melakukan klaimnya

sendiri ke badan budaya yang resmi seperti The United Nations Educational,

Scientifc, and Cultural Organisation (UNESCO). Pendataan ini diharapkan dapat

dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia lewat Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Indonesia. Dari informasi yang diakses oleh penulis dari Statistik

Kebudayaan 2016 yang dipublikasikan oleh Kementerian Pendidikan dan

33
Kebudayaan dan Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayan, statisik

tersebut masih tidak informatif mengenai asal usul budaya-budaya Indonesia.

Diharapkan juga pendataan budaya tersebut dapat dipublikasikan kepada

masyarakat sebagai bentuk pendidikan akan keberagamaan budaya Indonesia

yang harus dijaga bersama. Seiringan dengan pendataan budaya tersebut, penulis

juga memberikan saran akan peningkatan nasionalisme dengan rasa cinta terhadap

budaya lokal oleh masyarakat Indonesia, khususnya dari kaum muda. Dengan

proses globalisasi yang cepat, masyarakat Indonesia cenderung lebih memilih

budaya dari negara lain. Dengan degradasi nasionalisme ini, budaya Indonesia

kerap ditinggalkan. Maka, diharapkan dengan berbagai aktifitas masyarakat

Indonesia dapat lebih mencintai dan melestarikan budaya asli. Jangan sampai

budaya Indonesia diklaim oleh negara lain dikarenakan masyarakat asli Indonesia

yang sudah lupa akan budayanya sendiri.

34
DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Anissa, Khoridatul. Malaysia Macan Asia. Garasi. 2009.

Clark, Marshall. The Politics of Heritage: Indonesia-Malaysia Cultural


Contestations. Indonesia and The Malay World. Vol. 41, No. 121, p. 396-417,
2013.

F, Efantino dan Arifin, S.N. Ganyang Malaysia’: Hubungan Indonesia–Malaysia


Sejak Konfrontasi Sampai Konflik Ambalat. Yogyakarta: Bio Pustaka, 2009.

Khalid, Khadijah dan Shakila Khalid. Managing Malaysia-Indonesia Relations in


the Context of Democratization: The Emergence of Non-State Actors.
International Relations of the Asia-Pacific (Vol. 12 (3). 2012) page 355–87.

Lazuardi, Genuk. Maumu Apa, Malaysia? Konflik Indo-Malay Dari Kacamata


Seorang WNI di Malaysia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009.

Mahmud, Anuar. Konfrontasi Malaysia-Indonesia. Bangi, Selangor: Penerbit


Univesiti Kebangsaan Malaysia, 2000.

Maksum, Ali dan Reevany Bustami, Ketegangan Hubungan Indonesia-Malaysia


Dalam Isu Tarian Pendet. Kajian Malaysia. Vol.32. No.2, 2014 p.41-72.

Neuman, W. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches.


United Kingdom: Pearson Education (Seventh Edition) . p.91-201, 2014.

Nurudin, M.Si, Pengantar Komunikasi Massa. PT. Raja Grafindo Persada, 2007.

Peter, Barston. 2006. Modern Diplomacy. Pearson: Third Edition.

Rezasyah, Teuku. 17 Bom Waktu Hubungan Indonesia-Malaysia. Bandung:


Penerbit Humaniora. 2011.

Stamm, Keith dan John E. Bowes, The Mass Communication Process: A


Behavioral and Social Perspective, 1990.

Usman, Syarifuddin, dan Isnawita Din. Ancaman Negeri Jiran: Dari ‘GANYANG
MALAYSIA’ Sampai Konflik Ambalat. Yogyakarta: MedPress, 2009.

35
Yong, Joseph. The politics of Indonesia-Malaysia relations: one kin, two nations.
Abingdon: Routledge. 2006.

Jurnal :

Chong, Jinn. “Mine, Yours or Ours? The Indonesia-Malaysia Disputes Over


Shared Cultural Heritage”. Journal of Social Issues in Southeast Asia 27,
no.1(2012): 1-53.

Sunarti, Linda. “Menelusuri Akar Konflik Warisan Budaya antara Indonesia


dengan Malaysia.” Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, Vol. 6 No.
1 (2013).

Media Daring (Online) :

Anto, Yuhdy “Peranan Media Massa dalam Kehidupan Sosial dan Politik
Indonesia.” 24 Juni 2015. https://www.kompasiana.com/yuhdyanto/peranan-
media-massa-dalam-kehidupan-sosial-dan-politik-
indonesia_552a36486ea834f649552d3c. [Diakses pada 23 April 2018].

Bayuni, Endy. “Malaysia’s Arrogance Versus Indonesia’s Envy”. 2010. [Diakses


pada 23 Februari 2018].
http://www.thejakartapost.com/news/2010/09/04/commentary-malaysia
%E2%80%99s-arrogance-versusindonesia%E2%80%99s-envy.html.

Country Comparison: Malaysia vs Indonesia. Index Mudi.


https://www.indexmundi.com/factbook/compare/malaysia.indonesia/economy
[Diakses pada 27 April 2018].

Hasan, Rofiqi. “Bali Ramai Demo Tari Pendet.” Tempo.co, 27 Agustus 2009.
https://nasional.tempo.co/read/194673/bali-ramai-demo-tari-pendet [Diakses pada
22 April 2018].

Ichsan, A. “Banyak Orang Indonesia Jadi Menteri di Malaysia.” Republika, 02


September 2013.
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/09/03/msibrj-banyak-orang-
indonesia-jadi-menteri-di-malaysia [Diakses pada 22 April 2018].

36
Koran JAKARTA. 12 September 2009.

Malay Mail. 15 September 2009.

Masri, Melinda. “Perbaiki Hubungan Indonesia-Malaysia dengan EPG.”


SINDONEWS, 13 Desember 2012.
https://nasional.sindonews.com/read/697077/12/perbaiki-hubungan-indonesia-
malaysia-dengan-epg-1355354548 [Diakses pada 22 April 2018].

Media Massa: Pengertian, Karakter, Jenis, dan Fungsi. Romeltea Online. 2012.
http://romeltea.com/media-massa-makna-karakter-jenis-dan-fungsi/. [Diakses
pada 23 April 2018].

New straits times. 7 Oktober 2009.

Noor, Farish. “Malaysian-Indonesian Relations and The "Cultural Conflict"


Between The Two Countries.” Malaysia update. Singapore: Graduate School of
Nanyang Technological, 2009. University. http://www.europe2020.org/spip.php?
article620/ . [Diakses pada 22 April 2018].

Pramesti, Olivia. “Warbudnas, Program Perlindungan Budaya RI dari Klaim


Bangsa Lain.” nationalgeographic.co.id.
http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/07/warbudnas-program-perlindungan-
budaya-ri-dari-klaim-bangsa-lain. [Diakses pada 26 April 2018].

Sekretariat Negara Republik Indonesia. 2009. Tidak bisa dibenarkan, sweeping


terhadap warga negara Malaysia. 9 September. http://www.setneg.go.id/.
[Diakses pada 22 April 2018].

Syailendra, Prihandoko. “Malaysia Sudah Tujuh Kali Mengklaim Budaya RI.”


TEMPO.co, 21 Juni 2012. [Diakses pada 26 April 2018].

“Active Year for Malaysia’s International Relations.” Bernama, 18 Desember


2009. http://www.bernama.com/bernama/v3/news_lite.php?id=463158/ [Diakses
pada 22 April 2018].

“Hukum Internasional Tangani Konflik Budaya.” Koran SINDO. 30 Juni 2012,


[Diakses pada 26 April 2018].

37
“Pemerintah Siapkan Strategi Hadapi Klaim Budaya Malaysia.” Suara
Pembaruan (Berita Satu), 26 Juni 2012. [Diakses 26 April 2018].

“Reaksi atas Tor Tor dan Gordang Sambilan.” BBC News Indonesia, 18 Juni
2012. [Diakses pada 26 April 2018].

38

Anda mungkin juga menyukai