Doku - Pub - Sop Perawatan Pre Post Ectdocx PDF
Doku - Pub - Sop Perawatan Pre Post Ectdocx PDF
1. Pengertian
ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dan
menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik. Tindakan ini adalah
bentuk terapi pada klien dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang
ditempelkan pada pelipis klien untuk membangkitkan kejang grandmall.
2. Indikasi
Indikasi terapi kejang listrik adalah klien depresi pada psikosa manik depresi,
klien schizofrenia stupor katatonik dan gaduh gelisah katatonik. ECT lebih efektif
dari antidepresan untuk klien depresi dengan gejala psikotik (waham, paranoid, dan
gejala vegetatif), berikan antidepresan saja (imipramin 200-300 mg/hari selama 4
minggu) namun jika tidak ada perbaikan perlu dipertimbangkan tindakan ECT. Mania
(gangguan bipolar manik) juga dapat dilakukan ECT, terutama jika litium karbonat
tidak berhasil. Pada klien depresi memerlukan waktu 6-12x terapi untuk mencapai
perbaikan, sedangkan pada mania dan katatonik membutuhkan waktu lebih lama
yaitu 10-20x terapi secara rutin. Terapi ini dilakukan dengan frekuensi 2-3 hari sekali.
Jika efektif, perubahan perilaku mulai kelihatan setelah 2-6 terapi.
3. Kontraindikasi
a. Kontraindikasi
b. Komplikasi
2) Fraktur vetebra
4) Apnoe
6) Amnesia
8) Demensia
4. Peran Perawat
5. Persiapan Alat
Adapun alat-alat yang perlu disiapkan sebelum tindakan ECT, adalah sebagai
berikut:
c. Kain kasa
e. Spuit disposibel
h. Stetoskop
i. Slim suiger
j. Set konvulsator
6. Persiapan klien
a. Anjurkan klien dan keluarga untuk tenang dan beritahu prosedur tindakan yang
akan dilakukan.
e. Lepas gigi palsu, lensa kontak, perhiasan atau penjepit rambut yang mungkin
dipakai klien
g. Klien jika ada tanda ansietas, berikan 5 mg diazepam IM 1-2 jam sebelum ECT
7. Pelaksanaan.
a. Setelah alat sudah disiapkan, pindahkan klien ke tempat dengan permukaan rata
dan cukup keras. Posisikan hiperektensi punggung tanpa bantal. Pakaian
dikendorkan, seluruh badan di tutup dengan selimut, kecuali bagian kepala.
b. Berikan natrium metoheksital (40-100 mg IV). Anestetik barbiturat ini dipakai
untuk menghasilkan koma ringan.
c. Berikan pelemas otot suksinikolin atau Anectine (30-80 mg IV) untuk menghindari
kemungkinan kejang umum.
e. Kedua pelipis tempat elektroda menempel dilapisi dengan kasa yang dibasahi caira
Nacl.
f. Penderita diminta untuk membuka mulut dan masang spatel/karet yang dibungkus
kain dimasukkan dan klien diminta menggigit
g. Rahang bawah (dagu), ditahan supaya tidak membuka lebar saat kejang dengan
dilapisi kain
h. Persendian (bahu, siku, pinggang, lutu) di tahan selama kejang dengan mengikuti
gerak kejang
i. Pasang elektroda di pelipis kain kasa basah kemudia tekan tombol sampai timer
berhenti dan dilepas
j. Menahan gerakan kejang sampai selesai kejang dengan mengikuti gerakan kejang
(menahan tidak boleh dengan kuat).
k. Bila berhenti nafas berikan bantuan nafas dengan rangsangan menekan diafragma
m. Kepala dimiringkan
8. Setelah ECT
b. Jaga keamanan
c. Bila klien sudah sadar bantu mengembalikan orientasi klien sesuai kebutuhan,
biasanya timbul kebingungan pasca kejang 15-30 menit.
KONSEP ELECTRO CONVULSIVE THERAPY (ECT)
1.Pengertian
Electro convulsive therapy adalah suatu pengobatan untuk penyakit psikiatrik berat
dengan menggunakan arus listrik singkat pada kepala untuk menghasilkan suatu
kejang tonik klonik umum dengan efek terapeutik (Martin Szuba & Alison Doupe,
1997 ).
Adapun kontra indikasi dari ECT menurut Martin Szuba & Alison Doupe, 1997
adalah:
Pasien dengan masalah pernafasan berat pada resiko terbesar karena pasien harus
mampu mentolerir efek anastesi umum singkat.
Pasien dengan ganguan system kardiovaskuler, seperti: infark mikard akut atau infark
miokard berat.
Pasien dengan peningkatan tekanan intra kranial.Karena dengan pemberian tindakan
ECT dapat meningkatkan tekanan intra cranial.
Pasien dengan hipertensi berat.
Pasien dengan kehamilan dan pasien usia lanjut.
6. Efeksamping Dari Tindakan ECT
Adapun efek samping yang timbul dari tindakan ECT secara konvensional
adalah dislokasi vertebra,takikardi, hipertensi,spasme laring paralise nervus
peronosus, status epileptikus, dan kerusakan gigi. Sedangkan efek samping dari ECT
pre-medikasi adalah aspirasi pneumonia, apnoe, alergi obat-obatan pre-medikasi, dan
bradicardi paska kejang. Secara umum efek samping akibat kejang antara lain
heamaptoe, fraktur dan panas (RSJ Pusat Semarang, 1995).
Tahap periapan
Persiapan pasien
Sebelum melakukan tindakan ECT perawat harus melakukan pengkajian baik fisik
maupun psikologis, serta pasien dipuasakan minimal 6 jam, dan perawat harus
membuat surat persetujuan untuk dilakukan tindakan ECT pada pasien gangguan jiwa
yang ditanda tangani oleh keluarga sebagai informed consent.
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi :
Pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi TD, nadi, pernafasan.
Keadaan rambut dan kulit pasien
Pemeriksaan rambut, gigi geligi.
Pengosongan Vesica urinaria dan rectum.
Timbang berat badan.
Dukungan mental agar pasien tidak takut dengan tindakan yang akan dilakukan.
Menjelaskan hal-hal yang akan dilakukan pada pasien trauma yang pertama kali
mendapatkan tindakan ECT.
Perhatikan obat-obatan yang sudah diberikan pada pasien yang kemungkinan dapat
berinteraksi daengan otot-otot premedikasi.
Pemeriksaan penunjang diagnostik bila diperlukan seperti : EKG, EEG, dan
pemeriksaan laboratorium.
Persiapan alat
Persiapan alat –alat yang dibutuhkan untuk tindakan ECT mulai dari monitor Electro
convulsive Therapy Appartus (MECTA) sampai pada elektroda-elektrodanya dan
peralatan-peralatan lain.
Tahap pelaksanaan
Adapun peran perawat pelaksana dalam tahap pelaksanaan electro convulsive therapy
secara konvensional meliputi :
Persiapan pasien
Pasien diberi penjelasan dan dukungan mental untuk siap menghadapi tindakan yang
akan dilakukan, perhiasan-perhiasan yang melekat ditubuh dilepaskan, pakaian
dilonggarkan dan pasien disuruh berbaring ditempat tidur yang telah disediakan.
Melakukan fiksasi pada anggota gerak psien .
Bersihkan bagian kepala yang ditempelkan elektroda.
Diantara rahang atas dan rahang bawah ditempat gigi yang masih kuat diberi bahan
lunak (sepotong kain yang dilipat-lipat) yang disuruh gigit oleh pasien. Perhatikan
bahwa bibir atau pipi tidak terjepit.
Dagu pasien ditahan supaya mulut tidak terbuka besar pada waktu pase tonik dan
klonik.
Ikuti semua gerakan-gerakan yang terjadi pada pasien pada saat kejang tonik klonik
berlangsung.
Sedangkan pelaksanaan ECT secara pre-medikasi antara lain :
Pasien diberi pre-medikasi anastesi injeksi atrofin 1-2 cc kurang lebih sampai 1 jam
Sebelum melakukan anastesi.
Pasang INT (semacam wing nedle) dan tensimeter/
Pasang elektroda untuk EKG, EEG,ECT.
Monitor dicoba dulu (self test) bila elektroda pemasangannya sudah benar, akan
terlihat dilayar monitor berhasil (self test passed) bila gagal (failed) letak elektroda
harus diperbaiki sampai berhasil.
Masukkan obat anastesi 1-2 cc durmikum atau phentotal 4-6 cc (disesuaikan dengan
berat badan) melalui INT, aspirasi dulu untuk mengetahui INT buntu atau tidak.
Apabila pakai phetanol, cara memasukkan harus pelan-pealn, setiap masuk 1cc
aspirsi dulu betul masuk vena atau tidak kemudian baru diteruskan sampai selesai
karena kalau tidak masuk ke vena akan menyababkan nekrose jaringan .
Naikkan tensimeter diantara 180-200 (paling sedikit 10-20 diatas sistole). Ini
dimaksudkan agar obat pelemas otot succinyl choline tidak masuk kebagian distal
lengan, sehingga lengan akan tetap kontraksi sebagai kontrol kejang.
Masukkan obat pelemas otot succinyl choline 3-4 cc (disesuaikan dengan berat badan
) secara cepat.
Perhatikan fasikulasi yang terjadi, beri nafas buatan dengan respirator selama kurang
lebih 1-2 fasikulasi hilang.
Pasang spatel agar lidah tidak tergigit.
Pasien dilepaskan, tidak dipegang sama sekali.
Lakuakan ECT dengan monitor, biarkan sampai kejang pada lengan berhenti setelah
kejang berhenti tensimeter diturunkan lagi tapi tidak dilepaskan.
Beri nafas buatan kembali sampai pasien dapat bernafas sendiri secara adekuat. Ini
dapat dilihat melalui gerakan otot perutnya selama kurang 4-5 menit. Tekanan pada
pompa respirator tidak boleh terlalu cepat atau lambat, frekuensi antara 12-20 kali
permenit.
Setelah pasien sadar, tensimeter,elektroda dan INT dapat dilepas.
Tahap evaluasi
Tahapan evaluasi merupakan tahapan akhir dari penatalaksanaan tindakan ECT, disini
perawat berperan dalam pemberian asuhan kepearwatan pasca ECT baik secara
konvensional dan pre-medikasi.
Adapun asuhan keperawatan yang diberikan antara lain :
Mengkaji tingkat kesadaran & mengontrol tanda-tanda vital
Miringkan kepala pasien
Catat dan laporkan efeksamping yang timbul.
Kolaborasi dengan dokter
Lakukan tindakan sesuai dengan order dokter
Perawatan lanjutan di bangsal
Berdasarkan ketetapan yangada di RSJ Prof.Dr.HBsa’anin padang, standar
operasional prosedur (SOP) yang harus dilakuakan untuk pasien yang mendapatkan
tindakan ECT adalah:
Tahap Pre ECT
Ada bukti tertulis yang merupakan advis dokter ditulis dalam status pasien.
Mengisi blanko permintaan ECT yang ditanda tangani oleh dokter yang meminta dan
ditilis nama jelas dekter tersebut.
Meminta izin dari keluarga pasien dan disimpan dalam status.
Periksa tanda-tanda vital pasien yang mencakup takanan darah, nadi, suhu,
pernafasan, yang ditulis dalam balanko permintaan ECT.
Serahkan blanko permintaan ECT yang diisi lengkap kebagian elektro medis paling
lambat satu hari sebelum ECT.
Kaji tingkat pengetahuan pasien maupun keluarga,terhadap prosedur, kegunaan,
maupun efek terapi dari ECT.
Kaji mekanisme koping yang digunakan oleh pasien maupun keluarga.
Memberiksn pendidikan tentang ECT termasuk tindakan dan prosedur.
Menjelaskan efek yang diharpkan.
Puasakan passion 4-6 jam sebelum ECT dilaksanakan.
Tahap pelaksanaan
Menganjurkan pasien untuk menggunakan baju yang bersih dan longgar .
Sebelum ECT rambut dan kulit kepala dibersihkan.
Sebelum dibawa keruang ECT diperiksa kembaki tanda-tanda vital pasien (tensi,
nadi, suhu, pernafasan).
Pemeriksaan gigi pasien, terutama yang pakai gigi palsu.
Pemeriksaan mata, bagi yang menggunakan kontak lens agar dilepas.
Vesica urinaria dan rectum pasien dikosongkan.
Perhatikan obat-obatan yang digunakan pasien, terutama obat yang dapat
menghambat, memperlambat maupun memperrpanjang ambang kejang.