Anda di halaman 1dari 129

PEMBAHASAN I

PEMBAHASAN II
PEMBAHASAN III

LANDASAN FILOSOFIS DAN PSIKOLOGIS SERTA METODOLOGI DASAR


YANG MENDASARI PEMBELAJARAN IPA DI SD

A. Penegertian IPA
IPA merupakan singkatan dari “Ilmu Pengetahuan Alam” yang merupakan
terjemahan dari Bahasa Inggris “Natural Science”. Natural berarti alamiah atau
berhubungan dengan alam. Science berarti ilmu pengetahuan.
IPA adalah pengetahuan yang rasional dan obyektif tentang alam semesta dengan
segala isi (Hendro Darmodjo, 1992: 3). Menurut Nash 1963 (dalam Hendro Darmodjo,
1992: 3) IPA adalah cara atau metode untuk mengamati alam yang bersifat
analisi,lengkap, cermat serta menghubungkan antara fenomena alam yang satu dengan
fenomena alam yang lainnya. Sedangkan menurut Powler (dalam Winaputra, 1992: 122)
IPA merupaka ilmu yang berhubungan dengan geala-gejala alam dan kebendaan yang
sistematis yang tersusun secara taratur dan berlaku umum berupa kumpulan hasil
observasi dan eksperimen.
Berdasarkan pengertian IPA di atas dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya IPA
terdiri atas 3 unsur utama. Ketiga unsur tersebut yaitu produk, proses ilmiah, dan
pemupukan sikap. IPA bukan hanya pengetahuan tentang alam yang disajikan dalam
bentuk fakta, konsep, prinsip atau hukum (IPA sebagai produk), tetapi sekaligus cara
atau metode untuk mengetahui dan memahami gejala-gejala alam (IPA sebagai proses
ilmiah) serta uapaya pemupukan sikap ilmiah (IPA sebagai sikap).

B. Tujuan Pembelajaran IPA


Pembelajaran IPA di SD ditunjukan untuk memberi kesempatan siswa memupuk
rasa ingin tahu secara alamiah, mengembangkan kemampuan bartanya dan mencari
jawaban atas fenomena alam berdasarkan bukti, serta mengembangkan cara berpikir
ilmiah. Tujuan mata pelajaran IPA di SD berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP).

C. Pembelajaran IPA di SD
Sesuai dengan tujuan pembelajaran dan hakikat IPA, bahwa IPA dapat dipandang
sebgai produk, proses dan sikap, maka dalam pembelajaran IPA di SD harus memuat 3
dimensi IPA tersebur. Pembelajaran IPA tidak hanya mengajarkan penguasaan fakta,
konsep, dan prinsip tentang alam tetapi juga mengajarkan metode memecahkan masalah,
melatih kemampuan berpikir kritis dan mengambil kesimpulan melatih bersikap
objektif, bekerja sama dan menghargai pendapat orang lain. Model pembelajaran IPA
yang sesuai untuk anak usia sekolah dasar adalah model pembelajaran yang
menyesuaikan situasi belajar siswa dengan situasi kehidupan nyata di masyarakat.

D. Pengertian Pembelajaran Terpadu


Ada dua istilah yang memiliki hubungan yang saling terkait, yaitu kurikulum
terpadu (integrated curriculum) dan pembelajaran terpadu (integrated learning).
a. Kurikulum terpadu adalah kurikulum yang menggabungkan sejumlah disiplin ilmu
melalui pemanduan isi, keterampilan, dan sikap (Wolfinger, 1994:133). Rasional
pemanduan itu disebabkan oleh beberapa hal berikut :
1. Pengalaman belajar bersifat interdisipliner sehingga diperlukan multi-skill.
2. Tuntutan interaksi kolaboratif.
3. Memudahkan anak membuat hubungan antar seksama.
4. Efesiensi.
5. Tuntutan keterlibatan anak tinggi dalam proses pemeblajaran.
Pembelajaran terpadu sebagai suatu konsep dapat diartikan sebagai pendekatan
pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman
yang bermakna kepada siswa. Bermakana artinya siswa akan memahami konsep-konsep
yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan menggabungkannya dengan
konsep lain yang sudah mereka pahami. Menurut Aminudin, (1994). Penegertian
pembelajaran terpadu dapat dilihat sebagai berikut :
a. Suatu pendekatan pembelajaran yang menghubungkan sebagai mata pelajaran yang
mencerminkan dunia nyata di sekeliling serta dalam rentang kemampuan dan
perkembangan anak.
b. Suatu cara untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan anak secara
serempak (simultan);
c. Merakit atau menggabungkan sejumlah konsep dalam beberapa mata pelajaran
yang berbeda, dengan harapan siswa akan belajar dengan lebih baik dan bermakna.
E. Landasan Pembelajaran Terpadu
Landasan ini pada hakikatnya adalah faktor-faktor yang harus diperhatikan dan
dipertimbangka oleh para guru pada waktu merencanakan, melaksanakan, serta menilai
proses dan hasil pembelajaran.
1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis adalah landasan yang berdasarkan atau bersifat filsafat
(falsafat, falasafah). Kata filsafat (philosophy) bersumber dari bahasa Yunani,
philein berarti mencintai, dan sophos atau sophis berarti hikkmah, arif, atau
bijaksana. Perumusan kompetensi dan materi pada dasarnya bergantung pada
pertimbangan-pertimbangan filosofis.
Pembelajaran IPA berlandaskan pada filsafat pendidikan:
a. Progresivisme, yaitu proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan
kreatifitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah (natural), dan
memperhatikan pengalaman siswa.
b. Konstruktivisme, anak mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan
obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya.
c. Humanisme, melihat siswa dari segi keunikan/kekhasannya, potensi, dan
motivasi yang dimilikinya.
Secara filosofis bahwa anak didik mempunyai kemampuan untuk melakukan
perubahan secara signifikan dalam kehidupannya walaupun bersifat evolusionis,
karena lingkungan hidup anak didik merupakan suatu dunia yang terus berproses
(becoming) secara evolusionis pula.
Pengetahuan anak didik adalah kumpulan kesan-kesan dan informasi yang
terhimpun dalam pengalaman empirik yang partikular seharusnya setiap untuk
digunakan. Kesan-kesan di luar itu diterima oleh indera, dimana indera jasmani
merupakan satu kesatuan dengan rohani. Oleh karena itu jasmani dan rohani perlu
mendapatkan kebebasan dalam menerima kesan-kesan dari lingkungannya dan
dalam memanifestasikan kehendak dan tingkah lakunya. Dengan demikian
pendidikan yang diperlukan bagi anak didik adalah pendidik yang menyeluruh dan
menyentuh aspek jasmani dan rohani dengan memberikan tempat yang wajar pada
anak didik.
2. Landasan Psikologis
Psikologis atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia. Jiwa itu
sendiri adalah roh dalam keadaan mengendalikan jasmani, yanag dapat dipengaruhi
oleh alam sekitar. Karena itu jiwa atau psikis dapat dikatakan inti dan kendali
kehidupan manusia, yang berada dan melekat dalam manusia itu sendiri. Jiwa
manusia berkembang sejajar dengan pertumbuhan jasmani. Dalam perkembangan
jiwa dan jasmani inilah seyogiyanya anak-anak belajar, sebab pada masa ini mereka
peka untuk belajar, punya waktu banyak untuk belajar, dan bertanggung jawab
terhadap kehidupan keluarga. Masa belajar ini bertingkat-tingkat sejalan dengan
fase-fase perkembangan mereka. Oleh karena itu layanan-layanan pendidikan
terhadap mereka harus pula dibuat bertingkat-tingkat agar pelajaran itu dipahami
anak-anak.
Secara teoritik maupun praktik pembelajaran berlandasan pada psikologi
perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan diperlukan terutama
dalam menentukan isi/materi pemebelajaran yang diberikan kepada anak didik agar
tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan tahap perkembangan peserta
didik. Psikologi belajar memeberikan kontribusi dalam hal bagaiman isi/materi
pembelajaran tersebut disampaikan kepada anak didik dan bagaimana pula anak
didik harus memepelajari.
Pembelajaran dilakukan pada kelas awal ketika usia anak didik mencapai usia
sekitar 6-9 tahun. Anak didik dalam rentangan usia demikian biasanya secara fisik
berkembang sedemikian rupa dan sudah dianggap matang untuk belajar di sekolah
formal. Ia dapat melakukan sesuatu secara mandiri, seperti makan, minum, mandi,
dan berpakaian. Secara psikis mereka telah dianggap matang dalam membedakan
satu benda dengan benda lainnya dan kemampuan bahasa sudah cukup untuk
menerjemahkan isi pikiranya. Sedangkan secara emosional ia telah dapat mengontrol
emosinya. Untuk perembangan kecerdasannya ditunjukkan dengan kemampuannya
mengelompokkan obyek, berminat terhadap angka dan tulisan, meningkatnya
perbendaharaan kata, senang bicara.
Teori perkembangan mental Piaget yang biasa juga disebut teori
Perkembangan Intelektual atau Teori Perkembangan Kognitif bahwa setiap tahap
perkembangan intelektual dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi
ilmu pengetahuan, (Ruseffendi, 1988: 132). Pada anak kecil perkembangan
berfikirnya ditandai dengan gerak-geraknya, kemudian berpikir melalui konkret
sampai berpikir secara abstark. Kemampuan berpikir semacam ini tidak sama persis
antara satu anak dengan anak lainnya, tetapi tergantung dan sesuai dengan irma
perkembangan anak. Ketika anak Berfikir secara konkret maka yang terjadi pada
pengetahuannya itu dibangun melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah
peyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomondasi adalah menyusun
kembali stuktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut
mempunyai tempat (Ruseffendi 1998: 133). Atau akomodasi adalah proses mental
yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan rangsangan itu
(Suparno, 1996: 7).
Pengetahuan menurut Piaget, tidak diperoleh secara pasti melainkan melalui
tindakan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif
memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya (Poedjiadi, 1999:61). Dengan
demikian tahap perkembangan kognitif anak dalam memperoleh pengetahuan dan
pengalaman pada tahap tertentu terjadi dengan cara berbeda-beda berdasarkan
kematangan intelektualnya. Belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan
skemata sehingga pengetahuan terkait bagaikan jaring laba-laba dan bukan sekedar
tersusun secara hirarkis (Hudoyo, 1998:5).
Dari pengertan di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas
yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pembelajaran
dengan faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku.
Setiap tahap pembelajaran itu didefinisikan oleh Piaget dengan cluster pengurutan,
pengekalan, pengelompokkan, pembuatan hipotensis, dan penarikan kesimpulan.
Demikian menunjukkan adanya operasi mental yang ditanda dengan adanya perilaku
intelektual.
Dari sisi psikologi belajar bahwa anak didik:
a. Memiliki kognitif, tidak diperoleh secara pasif, tetapi anak didik secra aktif
mengkonstruksi struktur kognitifnya.
b. Belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses ketertiban anak didik.
c. Pengetahuan sesuatu dikontruksi secara personal.
d. Pembelajaran perlu melibatkan pengetahuan situasi kelas.
e. Kurikulum adalah seperakat pembelajaran, materi, dan sumber, (Susan,
Marlilyn, dan Tony, 1995: 222).
Dalam interaksi anak didik dengan lingkungan ini (lingkungan sosial maupun
material), anak didik sangat mungkin memperoleh penemuan. Arti penting interaksi
anak didik dengan lingkungannya sebagaimana tersebut di atas adalah bahwa
pengetahuan anak didik tidak semata dapat ditransfer dari pengetahuan orang lain
melainkan juga melalui pengalaman langsung yang hnaya bisa didapat didik harus
aktif secara mental membangun srtuktur pengetahuannya berdasarkan kematangan
kognitif yang dimilikinya. Fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu
pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak. Anak didik tidak
diharapkan sebagai bank yang menerima setoran dari berbagai pihak. Sehingga perlu
ditekankan pada anak didik:
a. Peran aktif anak didik dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna.
b. Pentingnya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara
bermakna.
c. Mengkaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima. Tasker (1992:
30).
Kalimat diatas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak secara
aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu
pengetahuan melalui lingkungan. Bahakan anak didik lebih mudah mempelajari
sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang mendorong tercapainya
pembelajaran dari sisi psikologi belajar, maka ada baiknya mengambil saran dari
Tytler, (1996: 20) bahwa pembelajaran adalah sebagai berikut:
a. Memberi kesempatan kepada anak didik untuk mengemukakan gagasannya
dengan bahasa sendiri.
b. Memberi kesempatan kepada anak didik untuk berfikir tentang pengalamannya
sehingga menjasi lebih kreatif dan imajinatif.
c. Memberi kesempatan kepada anak didik untuk mencoba gagasan batu.
d. Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki
anak didik.
e. Mendorong anak didik untu memikirkan perubahan gagasan mereka.
f. Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Beberapa pandangan bagaimana disebutkan di atas, memeberikan arah bahwa
pemebelajaran lebih menfokuskan pada kesuksesan anak didik dalam
mengorganisasikan pengalaman mereka, bukan sekedar refleksi atas berbagai
informasi dan gejala yang di amati. Anak didik lebih diutamakan untuk
mengkonstruksi sendiri pengetahuannya melalui asimilasi dan akomondasi.
3. Pengertian Metodologi
Kata ‘Metodologi’ berasal dari bahasa Yunani methodos yang berarti cara, dan
logos yang berarti ilmu. Dengan demikian Metodologi dapat diartikan ; Suatu
disiplin ilmu yang berhubungan dengan metode, peraturan, atau kaedah yang diikuti
dalam ilmu pengetahuan (Komaruddin dan Yooke,2000). Metode, menurut Kmaus
Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2002: 741), berarti “ilmu tetntang metode,
uraian tentang metode”.

4. Pengertian Pembelajaran
Istilah “pembelajaran” sama dengan “instruction atau pengajaran”. Pengajaran
mempunyai arti cara mengajar atau mengajarkan (Purwadinata, 1967, hal 22).
Dengan demikian pengajaran diartikan sama dengan perbuatan belajar (oleh siswa)
dan mengajar (oleh guru). Kegiatan belajar mengajar adalah satu kesatuan dari dua
kegiatan yang searah. Kegiatan belajar adalah kegiatan primer, sedangkan mengajar
adalah kegiatan sekunder yang dimaksudkan agar terjadi kegiatan secaara optimal.
Dan dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah usaha sadar dari guru
untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkat laku pada diri
siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru
yang berlaku dalam waktu yang relative lama dan karena adanya usaha.
Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi yang dilakukan pendidik
kepada peserta didik untuk memunculkan keinginan belajar dan mencapai tujuan
yang telah ditetapkan melalui media, lingkungan, dan lainnya.

5. Pengertian Metodologi Pembelajaran


Metodologi dapat diartikan ; suatu disiplin ilmu yang berhubungan dengan
metode, peraturan, atau kaedah yang diikuti dalam ilmu pengetahuan. Pembelajaran
adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya
perubahan tingakah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan
didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan
karena adanya usaha. Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa metodologi
pemebelajaran adalah :
a. Metodologi pembelajaran adalah ilmu yang memebahas tentang cara-cara yang
digunakan untuk melaksanakan suatu proses interaksi antara pembelajar dan
pebelajar agar tujuan yang telah ditentukan dalam pendidikan dapat tercapai.
b. Metodologi pembelajaran adalah ilmu yang memepelajari tentang bagaimana
cara-cara seorang guru dalam membimbing, melatih, memberi contoh, dan
mengatur serta memfasilitasi berbagai hal kepada peserta didik agar biasa belajar
sehingga pengajaran tersebut sesuai dengan daya serap peserta didik.
c. Metodologi pembelajaran adalah ilmu yang membahas tentang segala usaha
seorang guru yang sistematis dan pragmatis untuk mencapai tujuan pendidikan
melalui proses pembelajaran dengan berbagai aktivitas baik itu di dalam
lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah.

6. Pengertian Metode Pembelajaran


Metode menurut Djamaluddin dan Abdullah Aly dalam Kapita Selekta
Pendidikan Islam, (1999: 144) berasal dari kata meta berarti melalui, dan hodos
jalan. Jadi metode adalah jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.
Sedangkan menurut Depag RI dalam buku Metodologi Pendidikan Agama Islam
(2001: 19) Metode berarti cara kerja yang bersistem untuk memudahkan
pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Menurut WJS.
Poerwadarminta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (1999: 767) Metode adalah
cara yang telah teratur an terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud.
Berdasarkan definisi di atas, penulis dapat megambil kesimpulan bahwa metode
merupakan jalan atau cara yang ditempuh seseorang untuk mencapai tujuan yang
diharapkan.
Mengajar adalah suatu usaha yang sangat kompleks, sehingga sulit
menentukan bagaimana sebenarnya mengajar yang baik. Metode adalah salah satu
alat untuk mencapai tujuan. Sedangkan pembelajaran adalah suatu kegiatan yang
dilakukan oleh guru sedemikian rupa sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah
yang lebih baik (Darsono, 2000: 24). Menurut Ahmadi (1997: 52) metode
pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang
dipergunakan oleh guru atau instruktur.
Jadi pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajar merupakan bantuan
yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemeroleh ilmu dan pengetahuan.
Jadi dapat dikatakan Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan
bagaimana manusia belajar, sehingga membantu kita semua memahami proses
inhern yang kompleks dari belajar.
7. Macam-macam Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran banyak macam-macam dan jenisnya, setiap jenisnya
metode pemebelajaran mempunyai kelemahan dan kelebihan masing-masing, tidak
menggunakan satu macam metode saja, mengkombinasikan penggunaan beberapa
metode sampai saat ini masih banyak digunakan dalam proses belajar mengajar.
Menurut Nana Sudjana (dalam buku Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, 1989: 78-
86) terdapat bermacam-macam metode dalam pembelajaran, yaitu Metode ceramah,,
Metode Tanya Jawab, Metode Kelompok, Metode Demonstrasi dan Eksperimen,
Metode sosiodrama (roleplaying), Metode problem solving, Metode sistem regu
(team teaching), Metode latihan (drill), Metode karyawisata (Field-trip), Metode
survai masyarakat, dan Metode simulasi. Beberapa jenis metode pembelajaran
sebagai berikut:
a) Metode Ceramah
Metode ceramah adalah penuturan bahan pelajaran cecara lisan. Metode ini
tidak senantiasa jelek bila penggunaannya betul-betul disiapkan dengan baik,
didukung dengan alat dan media, serta memperhatikan batas-batas kemungkinan
penggunaannya. Menurut Ibrahim, (2003: 106) metode ceramah adalah suatu
cara mengajar yang digunakan untuk menyampaikan keterangan atau informasi
atau uraian tentang suatu pokok persoalan serta masalah secara lisan.
Metode ini seringkali digunakan guru dalam menyampaikan pelajaran
apabila menghadapi sejumlah siswa yang cukup banyak, namun perlu
diperhatikan juga bahwa metode ini akan berhasil baik apabila didukung oleh
metode-metode yang lain. Guru harus benar-benar siap dalam hal ini. Karena
jika disampaikan hanya cermah saja dari awal pelajaran smapai selesai, siswa
akan bosan dan kurang berminat dalam mengikuti pelajaran, bahkan bisa-bisa
siswa tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh gurunya.
a. Kelebihan metode ceramah:
1. Guru lebih menguasai kelas.
2. Mudah mengorganisasikan tempat duduk/kelas.
3. Dapat diikuti oleh jumlah siswa yang besar.
4. Mudah mempersiapkan dan melaksanakannya.
5. Guru mudah menerangkan pelajaran dengan baik.
b. Kelemahan metode ceramah
1. Mudah menjadi verbalisme (pengertian kata-kata).
2. Yang visual menjadi rugi, yang auditif (mendengar) lebih biasa
menerima.
3. Membosankan bila selalu digunakan dan terlalu lama.
4. Sukar menyimpulkan siswa mengerti dan tertarik pada ceramahnya.

b) Metode Tanya Jawab


Metode Tanya Jawab adalah metode mengajar yang memungkinkan
terjadinya komunikasi langsung yang bersifat ywo way traffic, sebab pada saat
yang sama terjadi dialog antara guru dan siswa. Guru bertanya siswa menjawab.
Dalam komunikasi ini terlihat adanya hubungan timbal balik secara langsung
antara guru dengan siswa.
a. Kelebihan metode tanya jawab
1. Pertanyaan dapat menarik dan memusatkan perhatian siswa.
2. Merangsang siswa untuk melatih dan mengembangkan daya pikir,
termasuk daya ingat.
3. Mengembangkan keberanian dan keterampilan siswa dalam menjawab
dan mengemukakan pendapat.
b. Kelemahan metode tanya jawab
1. Siswa merasa takut bila guru kurang dapat mendorong siswa untuk
berani dengan menciptakan suasana yang tidak tegang.
2. Tidak mudah membuat pertanyaan yang sesuai dengan tingkat berpikir
dan mudah dipahami siswa.
3. Sering membuang banyak waktu.
4. Kurangnya waktu untuk memberikan pertnyaan kepada seluruh siswa.

c) Metode Diskusi
Metode Diskusi adalah bertukar informasi, berpndapat, dan unsur-unsur
pengalaman secara teratur dengan maksud untuk mendapat pengertian bersama
yang lebih jelas dan lebih cermat tentang permasalahan atau topik yang sedang
dibahas.
Metode Diskusi adalah metode pembelajaran berbentuk tukar menukar
pengalaman secra teratur dengan maksud untuk mendapat pengertian yang sama,
lebih jelas dan lebih teliti tentang sesuatu atau untuk mempersiapkan dan
merampungkan keputusan bersama.
a. Kelebihan metode diskusi
1. Merangsang kreatifitas anak didik dalam bentuk ide, gagasan, prakarsa
dan terobosan baru dalam pemecahan maslah.
2. Mengembangkan sikap saling menghargai pendapat orang lain.
3. Memperluas wawasan.
4. Membina untuk terbiasa musyawarah dalam memecahkan suatu
masalah.
b. Kelemahan metode diskusi
1. Membutuhkan metode diskusi.
2. Tidak dapat dipakai untuk kelompok yang besar.
3. Peserta mendapat informasi yang terbatas.
4. Dikuasai ornag-orang yang suka bebrbicara atau ingin menonjolkan diri.

d) Metode Demokrasi
Metode Demokrasi dan eksperimen merupakan metode mengajar yang
sangat efektif, sebab membantu para siswa untuk mencari jawaban dengan usaha
sendiri berdasarkan fakta yang benar. Demokrasi yang dimaksud ialah suatu
metode mengajar yang memperlihatkan bagaimana proses terjadinya sesuatu.
Metode demokrasi adalah metode mengajar yang cukup efektif sebab
membantu para siswa untuk memperoleh jawaban dengan mengamati suatu
proses atau peristiwa tertentu.
a. Kelebihan metode demokrasi
1. Menghindari verbalisme.
2. Siswa lebih mudah memahami apa yang dipelajari.
3. Proses pengajaran lebih menarik.
4. Siswa dirangsang untuk efektif mengamati, menyesuaikan antara teori
dengan kenyataan dan mencoba melakukannya sendiri.
b. Kelemahan metode demokrasi
1. Memerukan keterampilan guru secara khusus.
2. Kurangnya fasilitas.
3. Membutuhkan waktu yang lama.
e) Metode Eksperimen
Metode Eksperimen, metode ini bukan sekedar metode mengajar tetapi
juga merupakan satu metode berfikir, sebab dalam ekspermen dapat
menggunakan metode lainnya dimulai dari menarik data sampai menarik
kesimpulan.
Metode eksperimen adalah cara penyajian pelajaran, di mana siswa
melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang
dipelajari (Djamarah, 2002: 95).
Metode demokrasi dan eksperimen merupakan metode mengajar yang
sangat efektif, sebab membantu para siswa untuk mencari jawaban dengan usaha
sendiri berdasarkan fakta yang benar.
a. Kelebihan metode eksperimen
1. Membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan
berdasarkan percobaan.
2. Membina siswa membuat terobosan baru.
3. Hasil percobaan yang berharga dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran
umat manusia.
b. Kelemahan metode eksperimen
1. Cenderung sesuai bidang sains dan teknologi.
2. Kesulitan dalam fasilitas.
3. Menuntut ketelitian, kesabaran, dan ketabahan.
4. Setiap percobaan tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan.

f) Metode Latihan (drill)


Metode latihan adalah suatu teknik mengajar yang mendorong siswa untuk
melaksankan kaegiatan latihan agar memiliki ketangkasan atau keterampilan
yang lebih tinggi dari apa yang dipelajari.
a. Kelebihan metode latihan
1. Untuk memperoleh kecakapan motoris.
2. Untuk memperoleh kecakapan mental.
3. Untuk memperoleh kecakapan dalam bentuk asosiasi yang dibuat.
4. Pembentukan kebiasaan serta menambah ketetapan dan kecepatan
pelaksanaan.
5. Pemanfaatan kebiasaan yang tidak membutuhkan konsentrasi.
6. Pembentukan kebiasaan yang lebih otomatis.
b. Kelemahan metode latihan
1. Menghambat bakat dan inisiatif siswa.
2. Menimbulkan penyesuaian secara statis kepada lingkungan.
3. Menoton, mudah membosankan.
4. Membentuk kebiasaan yang kaku.
5. Dapat menimbulkan verbalisme.

g) Metode Pemberian Tugas (Resitasi)


Metode resitasi adalah metode penyajian bahan di mana guru memberikan
tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan baelajar.
a. Kelebihan metode resitasi
1. Merangsang siswa dalam melaksanakan aktivitas belajar baik individual
maupun kelompok.
2. Dapat mengembangkan kemandirian.
3. Membina tanggung jawab dan disiplin siswa.
4. Mengembangkan kreatifitas siswa.
b. Kelemahan metode reistasi
1. Sulit dikontrol
2. Khusus tugas kelompok yang aktif siswa tertentu.
3. Sulit memberikan tugas yang sesuai perbedaan individu.
4. Menimbulkan kebosanan.

h) Metode Simulasi
Metode simulasi. Simulasi berasal dari kata simulate yang artinya pura-
pura atau berbuat seolah-olah. Kata simulasition artinya tiruan atau perbuatan
yang pura-pura. Dengan demikian, simulasi delam metode mangajar dimaksud
sebagai cara untuk menjelaskan sesuatu (bahan pelajaran) melalui proses tingkah
laku imitasi atau bermaian peran mengenai suatu tinkah laku yang dilakukan
seolah-olah dalam keadaan yang sebenarnya.
a. Kelebihan metode simulasi
Terdapat beberapa kelebihan dengan menggunkan simulasi sebagai metode
mengajar, diantaranya adalah:
1. Simulasi dapat dijadikan sebagai bekal bagi siswa dalam menghadapi
situasi yang sebenarnya kelak; baik dalam kehidupan keluarga,
masyarakat, maupun menghadapi dunia kerja.
2. Semulasi dapat mengembangkan kreativitas siswa, karena melalui
simulasi siswa diberi kesempatan untuk memainkan peran sesuai dengan
topik yang disimulasikan.
3. Simulasi dapat memupuk keberanian dan percaya diri siswa.
4. Memperkaya pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diperlukan
dalam menghadapi berbagai situasi sosial yang problematis.
5. Simulasi dapat meningkatkan gairah siswa dalam proses pembelajaran.
b. Kelebihan metode simulasi
Disamping memiliki kelebihan, simulasi juga mempunyai kelemahan,
diantaranya:
1. Pengalaman yang diperoleh melalui simulasi tidak selalu tepat dan
sesuai dengan kenyataan di lapangan.
2. Pengelolaan yang kurang baik, sering simulasi dijadikan sebgai alat
hiburan, sehingga tujuan pembelajaran menjadi terabaikan.
3. Faktor psikologis seperti rasa malu dan takut sering mempengaruhi
siswa dalam melakukan simulasi.
PEMBAHASAN VI

TEORI PIAGET, TEORI AUSUBLE, TEORI GAGNE DAN PENERAPANNYA


DALAM PEMBELAJARAN IPA SD

A. Teori Piaget
1. Piaget
Piaget merupakan salah satu pioner konstruktivis, ia berpendapat bahwa anak
membangun sendiri pengetahuannya dari pengalamannya sendiri dengan lingkungan.
Dalam pandangan Piaget, pengetahuan datang dari tindakan, perkembangan kognitif
sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh anak anak aktif memanipulasi dan
aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai
fasilitator dan buku sebagai pemberi informasi. Kecenderungan anak anak SD
beranjak dari hal-hal yang konkrit, memandang sesuatu kebutuhan secara terpadu.
Berdasarkan kecenderungan diatas maka, belajar adalah suatu proses yang aktif,
konstruktif, berorientasi pada tujuan, semuannya bergantung pada aktifitas mental
peserta didik.

2. Teori Piaget
Teori piaget menguraikan perkembangan kognitif dari bayi sampai dewasa.
Dalam pandangan Piaget, struktur kognitif merupakan kelompok ingatan yang
tersusun dan saling berhubungan, aksi dan strategi yang dipakai oleh anak-anak
untuk memahami dunia sekitarnya. Pada bayi, struktuf kognitif yang dimiliki adalah
refleks. Contoh: bayi secara otomatis mengisap benda – benda yang menyentuh
bibirnya. Selain mengisap , menjangkau, menyepak, melihat dan memukul
merupakan kegiatan sensorimotor yang terorganisir. Struktur kognitif ini cepat
dimodifikasi ketika bayi tumbuh dan berinteraksi dengan dunia. Pada masa anak-
anak sudah mulai ada pemahaman dan kegiatan mental. Proses kognitif pada bayi
dimulai dengan mempunyai respon mengisap, respon melihat, respon menggapai,
respon memegang yang berfungsi secara terpisah. Lama-lama respon ini
diorganisasikan ke dalam sistem yang lebih tinggi, yang merupakan koordinasi dari
respon-respon tersebut. Contoh: bayi yang menjangkau botol susu memasukkannya
kedalam mulutnya untuk diisap.
Teori Piaget ini banyak dipakai dalam penentuan proses pembelajaran di kelas
SD terutama pembelajaran IPA. Berdasarkan teori di atas, hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam penyusunan pembelajaran di kelas antara lain: bahwa Piaget
beranggapan anak bukan merupakan suatu botol kosong yang siapun untuk diisi,
melainkan anak secara aktif akan membangun pengetahuan dunianya. Suatu hal lagi,
teori Piaget mengajarkan kita pada suatu kenyataan bahwa seluruh anak mengikuti
pola perkembangan yang sama tanpa mempertimbangkan kebudayaan dan
kemampuan anak secara umum. Hanya umur anak di mana konservasi muncul sering
berbeda. Poin yang penting ini menjelaskan kita mengapa pembelajaran IPA di SD
banyak menggunakan percobaan-percobaan nyata dan berhasil pada anak yang lemah
dan anak yang secara kebudayaan terhalangi.
Penerapan selanjutnya adalah guru harus selalu ingat bahwa anak menangkap dan
menerjemahkan sesuatu secara berbeda. Sehingga walaupun anak mempunyai umur
yang sama tetapi ada kemungkinan mereka mempunyai pengertian yang berbeda
terhadap suatu benda atau kejadian yang sama. Jadi setiap individu anak adalah unik
(khas). Implikasilainnya yang perlu diperhatikan, apabila hanya kegiatan fisik yang
diterima anak, tidak cukup untuk menjamin perkembangan intelektual anak yang
bersangkutan. Ide- ide anak harus selalu dipakai.
Piaget memberikan contoh sementara beliau menerima seluruh ide anak, beliau
juga mempersiapkan pilihan-pilihan yang dapat dipertimbangkan oleh anak.
Sehingga apabila ada seorang anak yang mengatakan bahwa air yang ada di luar
gelas berisi es berasal dari lubang-lubang kecil yang ada pada gelas maka guru harus
menjawab pernyataan itu dengan “bagus”. Tetapi setelah beberapa saat guru harus
mengarahkan sesuai dengan apa yang seharusnya bahwa sebenarnya air yang ada di
permukaan luar gelas bukan berasal dari lubang-lubang kecil pada gelas, melainkan
berasal dari uap air di udara yang mengembun pada permukaan gelas yang dingin.
Jadi guru harus selalu secara tidak langsung memberikan idenya tetapi tidak
memaksakan kehendaknya. Dengan demikian anak akan menyadari bagaimana anak
tersebut bisa mendapatkan idenya.
Dengan memberikan kesempatan kepada anak untuk menilai sumber ide-idenya
akan memberikan kesempatan kepada mereka untuk menilai proses pemecahan
masalah. Hal ini juga perlu dilakukan di dalam kelas. Sebagai contoh, apabila kelas
telah menyelesaikan suatu masalah, sebaiknya guru menanyakan kembali kepada
siswa tentang cara mendapatkan jawaban tersebut. Misalnya dengan “Bagaimana kita
bisa samapai pada jawaban ini?” dan membantu kelas untuk mengulas kembali
tahapan-tahapan yang dilalui hingga menemukan jawaban atau kesimpulan itu.
Dengan demikian guru lebih membantu anak dalam proses perkembangan
intelektualnya. Dari pembahasan di atas, terlihat bahwa proses pembelajaran di kelas
menurut Piaget harus meletakkan anak sebagai faktor yang utama. Hal ini sering
disebut sebagai pembelajaran yang berpusat pada anak (child center).
Seperti telah dikatakan di atas bahwa pembelajaran berlandaskan teori Piaget
harus mempertimbangkan keadaan tiap siswa (dikatakan sebagai terpusat pada siswa)
dan siswa diberikan banyak kesempatan untuk mendpatkan pengalaman dari
penggunaan inderanya. Berikut akan disampaikan rancangan pembelajaran secara
garis besar.
1. Tahap Sensori Motor
Salah satu ciri khusus anak pada usia ini adalah penguasaan, yang Piaget
sebut sebagai konsep objek , suatu pengertian bahwa benda atau objek itu ada
dan merupakan kekhasan dari benda tersebut, dan akan tetap ada walaupun
benda tersebut tidak tampak atau tidak dapat di pegang/ diraba ole anak. Selain
ciri di atas, tidak ada bahasa pada awal tahapan ini tetapi ada permulaan
simbolisasi. Piaget beranggapan bahwa representasi internal dari benda atau
kejadian dihasilkan melalui imitasi.
Ada tiga kemampuan penting yang dicapai anak pada masa sensori motor ini
yaitu:
a. Kemampuan mengontrol secara internal,yaitu terbentuknya kontrol dari
dalam pikirannya terhadap dunia nyata. Dengan kata lain, sampai dengan
usia dua tahun anak mengalami pergantian persepsi dari motor murni ke arah
gambaran yang berupa simbol (lambang).
b. Perkembangan konsep kenyataan. Pada akhir tahap ini anak akan menyadari
bahwa dunia ini ada dan tetap ada, sehingga anak akan mengetahui bahwa
benda itu ada.
c. Perkembangan pengertian beberapa sebab dan akibat.

3. Penerepan teori Piaget dalam pembelajaran IPA SD


Dengan beranggapan anak bukan merupakan suatu botol kosong yang siapun
untuk diisi, melainkan anak secara aktif akan membangun pengetahuan dunianya.
Penerapan selanjutnya adalah guru harus selalu ingat bahwa anak menangkap dan
menerjemahkan sesuatu secara berbeda. Ide- ide anak harus selalu dipakai. Tetapi
setelah beberapa saat guru harus mengarahkan sesuai dengan apa yang seharusnya.

B. Teori Ausuble
1. Teori Ausubel
David Ausubel terkenal dengan teori belajar yang dibawanya yaitu teori belajar
bermakna (meaningful learning). Menurut Ausubel belajar bermakna terjadi jika suatu
proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat
dalam struktur kognitif seseorang, selanjutnya bila tidak ada usaha yang dilakukan
untuk mengasimilasikan pengertian baru pada konsep-konsep yang relevan yang sudah
ada dalam struktur kognitif, maka akan terjadi belajar hafalan. Ia juga menyebutkan
bahwa proses belajar tersebut terdiri dari dua proses yaitu proses penerimaan dan
proses penerimaan dan proses penemuan. (Ratna Wilis Dahar, 2006). Tahap-Tahap
Penerapan Teori Ausebel, yaitu :

a. Pengaturan Awal (advance organizer)


Pengaturan awal atau dapat disebut juga sebagai bahan pengait maka dapat
mengaitkan aatara konsep lama yang telah dimiliki siswa dengan konsep baru yang
maknanya jauh lebih tinggi. Pengaturan awal ini dapat kita lihat pada RPP pada
kegiatan awal bagian apresiasi, dimana guru menghubungkan materi yang telah
dimiliki siswa dengan materi pelajaran yang baru. Misalnya dalam pembelajaran
IPA di SD, guru mengajarkan tentang bagian-bagian tumbuhan yang terdiri dari
akar, daun, batang, bunga, buah, dan biji. Maka guru dapat bertanya kepada siswa
dengan beberapa pertanyaan, misalnya: apakah kalian tahu daun? Apa warna daun
itu? Daun pada tumbuhan berguna untuk apa?. Jadi pada pengaturan awal ini dapat
mengaitkan antara konsep lama siswa yang sudah tahu warna daun kemudian
dihubungkan dengan konsep baru yaitu kegunaan dari daun.

b. Diferensiasi Progresif
Diferensiasi progresif adalah suatu proses menguraikan masalah pokok
menjadi bagian-bagian yang lebih rinci dan khusus. Proses penyusunan pelajaran
yang mengenalkan pada siswa dari konsep yang umum atau inklusif kemudian
menuju ke konsep yang khusus. Sehingga pelajaran dimulai dari yang umum
menuju ke yang khusus. Misalnya dalam pembelajaran IPA di SD, guru
memberikan materi mengenai jenis hewan berkaki empat, kemudian guru dapat
mengajukan pertanyaan yaitu hewan apa saja yang berkaki empat?, diantara hewan
berkaki empat, hewan apa sajakah yang pemakan rumput dan pemakan daging?.
Dari pertanyaan guru tersebut maka siswa dapat mengetahui bahwa hewan berkaki
empat itu ada yang pemakan rumput dan ada juga yang pemakan daging. Sehingga
pelajaran dari umum-khusus.

c. Consolidasi (belajar subordinatif)


Dalam konsilidasi (consolidation) guru memberikan pemantapan atas materi
pelajaran yang telah diberikan untuk memudahkan siswa memahami dan
mempelajari selanjutnya. Dalam hal ini guru dapat memberikan pertanyaan kepada
siswa, misalnya dalam materi tumbuhan. Guru dapat menanyakan pada siswa
tentang bagian-bagian dari tumbuhan serta fungsi dari bagian tumbuhan tersebut.
Belajar superordinat adalah proses struktur kognitif yang mengalami pertumbuhan
ke arah diferensiasi, terjadi sejak perolehan informasi dan diasosiasikan dengan
konsep dalam struktur kognitif tersebut. Proses belajar tersebut akan terus
berlangsung hingga pada suatu saat ditemukan hal-hal baru. Belajar superordinat
akan terjadi pada konsep-konsep yang lebih luas dan inklusif.

d. Rekonsiliasi Integratif
Menurut konsep rekonsiliasi integratif dalam mengajar, konsep-konsep perlu
diintegrasikan dan disesuaikan dengan konsep-konsep yang telah dipelajari
sebelumnya. Dengan kata lain guru hendaknya menunjukkan pada siswa
bagaimana konsep dan prinsip tersebut saling berkaitan. Guru menjelaskan dan
menunjukkan secara jelas perbedaan dan persamaan materi yang baru dengan
materi yang telah dijelaskan terlebih dahulu yang telah dikuasai siswa. Dengan
demikian siswa akan mengetahui alasan dan manfaat materi yang akan dijelaskan
tersebut. Contoh dalam pembelajaran, misal mempelajari materi tentang bagian
tumbuhan yaitu daun. Siswa pada kelas sebelumnya telah mempelajari tentang
daun, tetapi hanya sebatas mengetahui tentang apa itu fungsi daun. Dan pada kelas
berikutnya siswa kembali mempelajari tentang daun, akan tetapi dalam materi ini
siswa akan lebih mendalami tidak hanya sebatas pada fungsi daun saja melainkan
macam-macam tulang daun.
2. Penerepan teori Ausuble dalam pembelajaran IPA SD
Faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar adalah apa yang telah
diketahui oleh siswa. Informasi yang baru diterima akan disimpan di daerah tertentu
dalam otak. Banyak sel otak tang terlibat dalam penyimpanan pengetahuan tersebut.
David P. Ausubel menyebutkan bahwa pengajaran secara verbal adalah lebih efisien
dari segi waktu yang diperlukan untuk menyajikan pelajaran dan menyajikan bahwa
pembelajar dapat mempelajari materi pelajaran dalam jumlah yang lebih banyak.

C. Teori Gagne
1. Teori Gagne
Gagne berpendapat bahwa belajar dipengaruhi oleh pertumbuhan dan
lingkungan, namun yang paling besar pengaruhnya adalah lingkungan individu
seseorang. Lingkungan indiviu seseorang meliputi lingkungan rumah, geografis,
sekolah, dan berbagai lingkungan sosial. Berbagai lingkungan itulah yang akan
menentukan apa yang akan dipelajari oleh seseorang dan selanjutnya akan
menentukan akan menjadi apa ia nantinya.
Bagi Gagne, belajar tidak dapat didefinisikan dengan mudah karena belajar itu
bersifat kompleks. Dalam pernyataan tersebut, dinyatakan bahwa hasil belajar akan
mengakibatkan perubahan pada seseorang yang berupa perubahan kemampuan,
perubahan sikap, perubahan minat atau nilai pada seseorang. Perubahan tersebut
bersifat menetap meskipun hanya sementara.
Menurut Gagne, ada tiga elemen belajar, yaitu individu yang belajar, situasi
stimulus, dan responden yang melaksanakan aksi sebagai akibat dari stimulasi.
Selanjutnya, Gagne juga mengemukakan tentang sistematika delapan tipe belajar,
sistematika lima jenis belajar, fase-fase belajar, implikasi dalam pembelajaran, serta
aplikasi dalam pembelajaran.

2. Penerepan teori gagne dalam pembelajaran IPA SD


Memperoleh Perhatian Kegiatan ini merupakan proses guru dalam memberikan
stimulus kepada siswa dengan cara meyakinkan siswa bahwa mempelajari materi
tersebut itu penting. Hal ini bisa dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan ringan
seputar materi yang akan disajikan.
Contoh : Mengenalkan hutan dengan cara mengajak siswa TKA seolah-olah
kemping. Dengan mendekorasi ruangan kelas seperti hutan (tanaman dengan pot
yang ditutup kain atau kertas, batu batuan, bunga, ranting dll). Hari sebelumnya,
Guru meminta siswa membawa peralatan dan perlengkapan berkemah seperti
makanan, pakaian, sepatu, tas ransel, senter, dll. Ketika kegiatan ini dilaksanakan
biarkan siswa memperlihatkan kemampuan menolong dirinya sendiri serta
bersosialisasi dengan temannya. Kenalkan hutan melalui temuan-temuan siswa/yang
dilihat siswa di hutan (ruangan yang sudah disiapkan) dan cocokkan dengan buku
tentang hutan yang dibawa guru. Ajak siswa mendengarkan bunyi-bunyian yang
berkaitan, misalnya rekaman air dan suara binatang. Lampu dapat dimatikan seolah-
olah malam hari di hutan. Untuk siswa TKB, dapat diajak langsung melihat hutan
(misalnya ke hutan di Cibubur), memasang tenda sungguhan dan berkemah (sekitar 1
jam). Ajak pula siswa menonton film dokumenter tentang hutan.
1. Memberikan Informasi Tujuan Pembelajaran
Dalam hal ini guru harus mengupayakan untuk memberitahu siswa akan
tujuan pembelajaran. Sehingga siswa mengetahui tujuan dari materi
pembelajaran yang dipelajarinya. Ini sangat penting dilakukan agar siswa lebih
termotivasi untuk bisa mencapai tujuan pembelajaran.
Contoh: Kegiatan diawali dengan tanya jawab, untuk mengetahui sejauh
mana kemampuan siswa, dilanjutkan menyampaikan tujuan pembelajaran.
Sebelum kegiatan berkemah, guru mengadakan tanya jawab dengan siswa.
Seperti mengatakan “Siapa yang pernah ke hutan?” “Seperti apa ya hutan itu?”
“Apa saja isinya?” “Siapa yang mau ke hutan?” “Nanti teman-teman akan
melihat hutan, juga mengetahui isi hutan!
2. Merangsang siswa untuk mengingat kembali apa yang telah dipelajari
Upaya merangsang siswa dalam mengingat materi yang lalu bisa dilakukan
dengan cara bertanya tentang materi yang telah diajarkan.
Contoh: Di pertemuan berikutnya, untuk mengingat kembali pengetahuan
tentang hutan, ajak siswa TKA mengklasifikasikan kepingan gambar yang
disediakan. Menklasifikasikan gambar yang berkaitan dengan hutan dengan yang
bukan hutan. Untuk siswa TKB kegiatan dapat berupa mengklasifikasikan
kepingan gambar misalnya ke dalam kelompok binatang, tanaman, bunga. Atau
dapat berupa klasifikasi benda hidup dan benda mati.
3. Menyajikan stimulus
Menyajikan stimulus bisa dilakukan dengan cara guru menyajikan materi
pembelajaran secara menarik dan menantang. Sehingga siswa merasa tertarik
untuk mengikuti pembelajaran yang sedang berlangsung.
Contoh: Guru menyampaikan materi “hutan” dengan bercerita
menggunakan wayang hutan (dibuat sendiri, berupa gambar-gambar seperti :
pohon, binatang, jamur, batu, matahari, air dll yang diberi tongkat). Guru juga
mengajak siswa ikut memainkan wayang yang disediakan.
4. Memberikan bimbingan kepada siswa
Seyogyanga guru harus membimbing siswa dalam proses belajarnya.
Sehingga siswa dapat terarah dalam pembelajarannya.
Contoh: Kegiatan berupa membuat peta pikiran di atas sebuah kertas besar
atau papan tulis dengan spidol warna warni. Guru menuliskan kata “hutan” di
tengah papan. Ajukan pertanyaan misalnya “Kalau mendengar kata hutan, apa
yang terlintas di pikiranmu?” Biarkan siswa menjawab dan tuliskan /gambarkan
jawaban siswa. Tidak ada jawaban salah. Arahkan siswa ke pada tema kali ini.
Misalnya ketika siswa menjawab “Harimau.” Guru dapat balik bertanya “Kenapa
harimau?” siswa menjawab “Kan adanya di hutan.” dan seterusnya. Atau siswa
lain mengatakan pendapatnya tentang hutan, siswa tersebut mengatakan “Takut”
Guru dapat menayakan “Kenapa takut?” Misalnya siswa menjawab “Gelap”
Guru dapat menanyakan “Kenapa gelap? Misalnya siswa menjawab “banyak
pohon.” dan seterusnya. Dalam kegiatan ini, dapat juga menggunakan potongan-
potongan gambar dari koran atau majalah atau clip-art dan lain-lain.
5. Memancing Kinerja
Memantapkan apa yang dipelajari dengan memberikan latihan-latihan untuk
menerapkan apa yang telah dipelajari itu.
Contoh: Di pertemuan berikutnya, untuk siswa TKA kegiatan berupa
membuat gambar hutan, dan guru dapat memancing siswa bercerita tentang
hutan melalui gambar yang siswa buat. Untuk siswa TKB kegiatan dapat berupa
membuat maket hutan. Siswa TKB dapat membuat “hutan” nya sendiri atau
berkelompok dengan bahan-bahan yang disediakan (karton, kertas warna,
gunting, lem, dll) dan guru dapat memancing siswa bercerita tentang hutan
malalui maket yang siswa buat.
6. Memberikan balikan
Memberikan feedback atau balikan dengan memberitahukan kepada murid
apakah hasil belajarnya benar atau tidak.
Contoh: Berkaitan dengan poin sebelumnya yaitu memperoleh unjuk kerja
siswa, guru dapat memberikan balikan atas hasil karya yang siswa buat.
Misalnya, ketika siswa menunjukkan maket hutan buatannya, guru dapat
mengajukan pujian atau mengajukan beberapa pertanyaan yang memancing
siswa menceritakan hasil karyanya. Misalnya ketika siswa membuat gajah
berkaki dua guru dapat bertanya “Ini apa?” “Menurutmu kaki gajah ada berapa?”
jika siswa mengalami kesulitan, ajak siswa melihat buku, gambar atau foto gajah
hingga siswa memahami.
7. Menilai hasil belajar
Menilai hasil-belajar dengan memberikan kesempatan kepada murid untuk
mengetahui apakah ia telah benar menguasai bahan pelajaran itu dengan
memberikan beberapa soal.
Minta siswa memilih sebuah kartu kata atau gambar berkaitan dengan hutan
(siapkan kata atau gambar yang berbeda sejumlah siswa). Misalnya gambar
pohon, batu, jamur dll. Ajak siswa bercerita di depan kelas sekitar 1-2 menit
mengenai kata atau gambar tersebut. Guru dapat merekam cerita siswa tersebut
dan memutarnya kembali setelah siswa selesai bercerita. Ajak siswa
mendengarkan suaranya sendiri. Kegiatan ini juga mengajak siswa lainnya
belajar menghargai temannya yang sedang bercerita.
8. Mengusahakan transfer
Mengusahakan transfer dengan memberikan contoh-contoh tambahan untuk
menggeneralisasi apa yang telah dipelajari itu sehingga ia dapat
menggunakannya dalam situasi-situasi lain.
Contohnya: Ajak siswa membaca/melihat gambar/mendengar guru
membacakan koran anak (misalnya dalam lembar anak Koran Kompas edisi
Minggu, Desember 2007 tentang pemanasan global). Ajak siswa kembali
mengingat tema hutan dengan mengajak siswa menanam biji dari buah yang
biasa mereka makan dan jadikan ini proyek berkelanjutan (menanam dan
merawat pohon yang nantinya tumbuh)
PEMBAHASAN V

TEORI BRUNER DAN TEORI VYGOTSKY SERTA PENERAPANNYA DALAM


PEMBELAJARAN IPA SD

A. Teori Belajar Bruner


1. Teori Bruner
Jerome Seymour Bruner dilahirkan dalam tahun 1915. Jerome S. Bruner, seorang
ahli psikologi yang terkenal telah banyak menyumbang dalam penulisan teori
pembelajaran, proses pengajaran dan falsafah pendidikan. Bruner bersetuju dengan
piaget bahwa perkembangan kognitif anak-anak adalah melalui peringkat-peringkat
tertentu. Walau bagaimana pun, Bruner lebih menegaskan pembelajaran secara
penemuan yaitu mengolah apa yang diketahui pelajar itu kepada satu corak dalam
keadaan baru.
Jerome S. Bruner adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi
belajar kognitif. Pendekatanya tentang psikologi adalah eklektik. Penelitiannya yang
demikian banyak itu meliputi persepsi manusia, motivasi, belajar, dan berfikir. Dalam
mempelajari manusia, ia menganggap manusia sebagai pemroses, pemikiran dan
pencipta informasi. Bruner menganggap, bahwa belajar itu meliputi tiga proses
kognitif yaitu, memperoleh informasi baru, transformasi pengetahuan, dan menguji
relevansi dan ketetapan pengetahuan.
Menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan.
Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama, dan
mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran
dan kemampuan berfikir secara bebas dan melatih keterampilan-keterampilan
kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah.
Bruner menganggap bahwa belajar dan persepsi merupakan suatu kegiatan
pengolahan informasi yang menemukan kebutuhan-kebutuhan untuk mengenal dan
menjelaskan gejala yang ada di lingkungan kita. Kegiatan ini meliputi pembentukan
kategori-kategori (konsep) yang dihasilkan melalui pengabstraksian dari kesamaan
kejadian-kejadian dan pengalaman-pengalaman. Suatu konsep merupakan suatu
kategori. Dikatakan demikian karena kategori atau konsep merupakan perwakilan
benda atau kejadian yang mempunyai persamaan. Misalnya konsep burung : burung
adalah suatu kategori yang mewakili binatang yang mempunyai bulu, sayap, dua kaki
dan paruh. Dengan demikian kategori dapat pula dipandang sebagai ketentuan atau
hukum. Jadi kategori adalah suatu ketentuan untuk mengelompokkan benda-benda
atau kejadian yang sama atau ekuivalen, sebab apabila dua buah objek dimasukkan
kedalam kategori yang sama, implikasinya mereka itu sama, paling tidak kalau
dipandang dari beberapa segi. Contohnya : burung ; kalau dua benda dimasukkan ke
dalam kategori burung maka kedua benda tersebut merupakan benda yang sama atau
mirip, artinya bahwa masing-masing dari mereka memiliki bulu, sayap, dua kaki, dan
paruh sebagai ketentuan yang harus dimiliki oleh kelompok burung.
Sebagai suatu ketentuan, kategori mempunyai spesifikasi karakteristik yang
penting dari benda-benda atau kejadian-kejadian di dalamnya. Spesifikasi tersebut
adalah :
1. Atribut yang harus dimiliki oleh suatu objek. Atribut adalah ciri-ciri atau
karakteristik yang dimiliki oleh suatu objek
2. Cara penentuan atribut-atribut yang ada atau penggabungan
3. Pentingnya ragam atribut; ada yang sendiri atau kombinasi dari atribut
4. Batas bagi penilaian (value) dari atribut tersebut. Nilai adalah keragaman yang
ada pada suatu atribut. Misalnya : warna merah : mempunyai nilai dari merah
muda hingga merah muda
Berikut adalah contoh penerapan ketentuan-ketentuan di atas.
1. Hewan dikatakan serangga apabila tidak mempunyai tulang belakang,
mempunyai sayap, tiga pasang kaki, dan kepala terpisah dari badanya.
2. Kepala terletak di depan badan, keenam kaki dan sayap ada pada badan.
3. Yang dianggap serangga bisa memiliki satu pasang sayap atau dua pasang sayap.
4. Untuk bisa dikatakan sayap, benda tersebut harus memiliki karakteristik utuh.

Bruner beranggapan bahwa interaksi kita dengan lingkungan sekeliling kita selalu
menggunakan kategori-kategori. Aktivitas-aktivitas seperti persepsi, konseptualisasi,
dan pengambilan keputusan, semuanya dapat dijelaskan dari sudut pandang
pembentukan dan penggunaan kategori. Pembentukan dan penggunaan kategori ini
bukan hanya bermanfaat tetapi juga penting untuk mempelajari dan berinteraksi
dengan sekeliling kita. Sebagai contoh : apabila seseorang menemukan makhluk yang
bergerak, orang itu akan berpikir bahwa benda yang dia lihat itu bukanlah tumbuhan
melainkan hewan karena atribut bergerak tidak dimiliki oleh tumbuhan tetapi oleh
hewan. Kemudian lebih meningkat lagi, dilihat bahwa hewan tersebut mempunyai
kaki empat. Dari kenyataan ini orang tersebut bahwa hewan ini tentu bukan ikan dan
bukan burung karena baik ikan maupun burung tidak mempunyai empat kaki; yang
mempunyai empat kaki adalah hewan reptil atau mamalia; demikian dan seterusnya.
Cara seperti ini berlaku untuk semua objek dan kejadian yang dijumpai.
Lebih lanjut bruner mengatakan bahwa pengkategorisasian mempunyai beberapa
keuntungan, anata lain mengurangi kompleksitas dari benda atau kejadian di sekitar
kita. Dengan kategorisasi memungkinkan kita untuk mengenali objek dengan benar.
Kategorisasi mengurangi keharusan untuk selalu belajar. Pengkategorisasian juga
memberikan arahan dan tujuan terhadap aktivitas kita, dan memberikan kesempatan
pada kita untuk menghubungkan objek dengan kelas dari kejadian alam. Kategori-
kategori yang ada memungkinkan berhubungan satu dengan yang lain membentuk
kelas yang lebih besar. Hal ini akan menurunkan jumlah ciri-ciri khusus dan
meningkatnya ciri-ciri yang lebih umum (general). Dalam hal ini bruner
menyebutnya sebagai koding. Penemuan lebih banyak kategori umum dalam sistem
koding ini merupakan hal yang penting dala belajar, mengingat, dan untuk
menemukan dan menghasilkan informasi atau pengetahuan baru. Kalau
diumpamakan mental kita merupakan suatu filing system ( sistem pengarsipan ) di
dalam suatu almari yang didalamnya terdapat banyak map. Satu map diumpamakan
sebagai suatu kategori, sedangkan mapnya berisi atribut dan nilai dari kategori
tersebut, dan ada kemungkinan beberapa map mempunyai hubungan yang dinamakan
koding. Apabila ada informasi baru maka kita tinggal menentukan termasuk kategori
yang mana informasi baru ini, dan akhirnya setelah ditemukan map yang sesuai
informasi ini akan masuk ke dalam map tersebut.
Menurut Eisler (1993) bruner merupakan salah satu ahli psikologi yang paling
berhasil dalam menerapkan prinsip-prinsip yang dikembangkan oleh piaget. Teori
bruner tentang cara seorang anak memperoleh dan memproses informasi baru sejajar
dengan teori piaget. Anak tumbuh melalui tahap-tahap yang berbeda-beda. Penentuan
tahap ini didasarkan pada penampilan mentalnya.
Ada tiga tahap penampilan mental yaitu tahap enaktif, tahap ikonik, dan tahap
simbolik. Tahap penampilan enaktif sejajar dengan tahap sensori motor pada piaget,
dimana anak pada dasarnya mengembangkan keterampilan motorik dan kesadaran
dirinya dengan lingkungannya. Pada tahap ikonik, penampilan mental anak sangat
dipengaruhi oleh presepsinya; dimana presepsi itu bersifat egosentris dan tidak stabil.
Mereka belum mengembangkan kontrol pada presepsinya yang memungkinkan
mereka melihat dirinya sendiri dengan suatu pola yang tetap. Kalau disejajarkan
dengan teori piaget maka tahapan ini sejajar dengan tahapan pre-operasional. Ketika
mekanisme kontrol dari dirinya berkembang, anak tersebut telah masuk ketahap
penampilan simbolik. Inti dari tahap penampilan simbolik ini adalah pengembangan
keterampilan berbahasa dan kemampuan untuk mengartikan dunia luar dengan kata-
kata dan idenya. Anak yang memulai untuk secara simbolik memproses informasi,
mereka masuk ke dalam tahap operasi logis (formal) yang dismpaikan oleh piaget.
Tidak seperti piaget, pembagian tahapan oleh bruner bukanlah merupakan suatu hal
yang kaku melainkan bersifat fleksibel tidak dimaksudkan untuk menentukan
kesiapan anak untuk belajar. Bruner beranggapan bahwa semenjak kecil secara
intuitif, manusia sudah dapat menangkap konsep-konsep IPA.
Berdasarkan teori yang dikemukakan diatas, bruner menyusun suatu model
belajar yang disebut sebagai model belajar penemuan (discovery learning). Bruner
beranggapan bahwa model belajar penemuan sesuai dengan hakiki manusia yang
mempunyai sifat untuk selalu ingin mencari ilmu pengetahuan secara aktif,
memecahkan masalah dan informasi yang diperolehnya, serta akhirnya akan
mendapatkan pengetahuan yang bermakna.
Model belajar penemuan dapat dipandang sebagai suatu belajar yang terjadi
apabila seseorang (siswa) tidak diberikan dengan konsep atau teori, melainkan siswa
sendiri yang harus mengelola dan melakukan penemuan sehingga dapat menemukan
konsep atau teori itu. Hal ini mensyaratkan siswa untuk menemukan hubungan-
hubungan diantara informasi yang ada. Di dalam teori kategorisasi bruner diatas,
penemuan merupakan suatu pembentukan kategorisasi atau lebih seringnya disebut
dengan pembentukan sistem koding. Sistem koding ini didasarkan atas perbedaan dan
persamaan yang ada pada benda atau kejadian-kejadian.
Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan mempunyai kelebihan-
kelebihan. Kelebihan-kelebihan tersebut antara lain : pengetahuan yang diperoleh
akan bertahan lama atau dengan kata lain akan lama untuk diingatnya dan akan lebih
mudah untuk diingat dibandingkan dengan cara-cara belajar yang lainnya. Sebagai
contoh apabila seseorang anak diberi tahu bahwa api itu panas, ada kemungkinan
besar sekali dia akan segera lupa apa yang baru saja diberi tahu. Tetapi apabila suatu
ketika anak memegang api dan dia merasakan panasnya, maka kemungkinan besar
anak tersebut akan mengingatnya. Hasil belajar melalui penemuan akan lebih mudah
dipindahkan. Jadi prinsip-prinsip atau konsep yang telah dimiliki akan lebih mudah
untuk disesuaikan dengan kondisi baru. Selain itu, malalui belajar penemuan akan
meningkatkan penalaran siswa dan mengembangkan kemampuan untuk berpikir
secara bebas. Model belajar ini akan menumbuhkan siswa untuk belajar bagaimana
belajar secara mandiri.
Model penemuan ini juga dapat mengubah motivasi belajar pencarian pujian dari
luar (motivasi luar), ke puasan batin (motivasi dari dalam diri). Model penemuan juga
membekali siswa atau pembelajar dengan prosuder yang praktis untuk memecahkan
masalah. Prosedur atau langkah yang telah dimiliki itu akan dapat membantu
memecahkan masalah yang dihadapi. Apabila mendapatkan masalah, orang tersebut
akan secara otomatis menggunakannya.

2. Penerapan Model Belajar Bruner dalam Pembelajaran IPA di SD


Dikatakan diatas bahwa bruner menggunkan model belajar yang disebut model
belajar penemuan. Seiring dengan hal tersebut, dalam penerapannya dikelas bruner
juga mengemukakan model pembelajaran dikelas yang disebut sebagai model
pembelajaran penemuan (discovery teaching). Sesuai dengan teori belajar penemuan,
tujuan pembelajaran penemuan ini bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan saja
melainkan untuk memberikan motivasi kepada siswa, melatih kemampuan berpikir
intelektual, dan merangsang keingintahuan siswa.
Bruner mengemukakan bahwa proses pembelajaran dikelas bukan untuk
menghasilkan perpustakaan hidup untuk suatu objek keilmuan, tetapi untuk melatih
siswa berpikir kritis untuk dirinya, mempertimbangkan hal-hal yang ada
disekelilingnya, dan berpartisipasi aktif didalam proses mendapatkan pengetahuan.
Disini jelas bahwa proses pembelajaran yang dianjurkan oleh bruner merupakan
proses pembelajaran dimana siswa secara aktif mencari sendiri pengetahuan yang
diinginkan.
Lalu bagaimana peranan guru? Satu ciri utama dari proses pembelajaran
penemuan ini adalah keterlibatan guru yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan
metode pembelajaran lainnya. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa seorang guru
terbebas dari pemberian bimbingan kepada siswa saat siswa diberikan masalah yang
harus dipecahkan. Secara singkat, bruner memberikan tiga ciri utama pembelajaran
penemuan, yaitu:
1. Keterlibatan siswa dalam proses belajar.
2. Peran guru adalah sebagai seorang petunjuk (guide) dan pengarah bagi siswa nya
yang mencari informasi. Jadi guru bukan sebagai penyampaian informasi.
3. Umumnya dalam proses pembelajaran digunakan barang-barang nyata.
Ada dua macam model pembelajaran penemuan, yaitu model pembelajaran
penemuan murni dan model pembelajaran penemuan terarah. Model pembelajaran
penemuan murni merupakan model pembelajaran penemuan tanpa adanya petunjuk
atau arahan. Sebagai contoh siswa diberikan material seperti kabel listrik, bola lampu,
dan beberapa baterai dan siswa diberikan waktu yang cukup untuk bermain
(mencoba) dengan material tersebut. Guru tidak memberikan petunjuk tentang apa
yang harus dilakukan oleh siswa terhadap material tersebut, melainkan memberi
petunjuk tentang keselamatan dan pemeliharaan terhadap alat atau material yang
dipakai. Ada beberapa kemungkinan yang dilakukan oleh siswa; mungkin ada siswa
yang mencobakan bagaimna lampu tersebut bisa menyala, atau ada juga yang
membuat seri (menghubungkan) beterai yang ada, dan sebagainya. Jadi setiap siswa
atau kelompok siswa akan memanipulasi dan belajar dengan kecepatan masing-
masing.
Selama pembelajaran penemuan murni, ada kemungkinan setiap grup di dalam
kelas melakukan penemuan yang berbeda. Guru sebaiknya berjalan dari satu grup ke
grup yang lainnya untuk memberikan petunjuk apabila diperlukan. Seperti
memberikan pengarahan kepada siswa untuk membuat daftar informasi yang mereka
miliki tentang problem yang dihadapi. Atau pada grup yang telah memiliki hipotesis
tentang problem yang dihadapi, guru akan mengajukan pertanyaan seperti
“bagaimana kita dapat mengujinya?”, “bagaimana dapat menemukanya?” dan
sebagainya.
Pembelajaran penemuan terarah sedikit berbeda dari pembelajaran penemuan
murni. Guru sedikit lebih banyak berperan dibanding dengan pembelajaran penemuan
murni. Disini mungkin guru menginginkan seluruh siswa melakukan kegiatan yang
sama atau hampir sama. Sebagai contoh, dengan material yang sama seperti diatas
(kabel listrik, baterai, dan bohlam) guru mengarahkan dengan memberikan
pertanyaan-pertanyaan seperti :
1. Dapatkah kita menyalakan lebih dari satu bohlam?
2. Bagaimanakah kalau kita menyusun lebih dari satu baterai?
Yang perlu diingat adalah bahwa banyaknya bantuan dan bimbingan yang
diberikan guru kepada siswanya tidak membatasi kebiasaan siswa untuk melakukan
penemuan sendiri. Tetapi hal tersebut ditentukan oleh tujuan pembelajaran dan waktu
yang tersedia.
Tidak sedikit guru yang masih ragu untuk menerapkan pembelajaran
penemuan di kelasnya. Salah satu penyebabnya adalah mereka masih khawatir akan
kesemrawutan siswa, terutama untuk anak-anak yang sukar diatasi. Untuk mengatasi
hal tersebut ada beberapa saran yang diberikan oleh guru yang sudah berpengalaman
menerapkan pembelajaran penemuan. Saran-saran tersebut adalah:
1. Bagilah siswa di dalam kelas menjadi beberapa grup, masing-masing grup terdiri
dari empat sampai enam siswa.
2. Berikan tugas kepada siswa anggota grup.
3. Bicarakan secara klasikal terlebih dahulu tanggung jawab masing-masing petugas
di dalam grupnya.
4. Berikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan aturan-aturan yang
akan digunakan untuk seluruh kelas atau di dalam grupnya.
5. Berikan arahan terhadap aktivitas yang akan dilakukan sebelum alat dan bahan
yang akan dipakai dibagikan.
6. Guru berkeliling mendekati setiap grup secara bergantiaan untuk memberikan
bantuan yang diperlukan.

B. Teori Belajar Vygotsky


1. Teori Vygotsky
Kritikus yang pertama dan terbaik atas piaget adalah vygotsky, ahli pendidikan
uni sovyet yang dimasa-masa 1924-1934 mengerjakan satu alternatif yang konsisten
dengan ide-ide piaget. Tragisnya ide-ide Vygotsky baru diterbitkan di Uni Sovyet
setelah kematian stalin, dan baru dikenal dibarat ditahun 1950-an dan 1960-an ketika
ide-ide itu telah diterima luas dikalangan ahli pendidikan.
Vygotsky melangkah jauh mendahului rekan-rekan sejawatnya ketika ia
menerangkan peranan penting dari bahasa tubuh dalam perkembangan bahasa. Ide ini
telah dihidupkan kembali baru-baru ini oleh para psikololinguis yang mengungkap
asal-usul bahasa. Bruner dan lain-lain telah menunjuk pada dampak luar biasa yang
dibuat oleh bahasa tubuh terhadap perkembangan bahasa yang terjadi kemudian pada
seorang anak.
Sementara piaget lebih menekankan pada aspek biologis dari perkembangan
seorang anak, Vygotsky lebih berkosentrasi pada kebudayaan, seperti yang dilakukan
pula oleh orang-orang seperti Bruner. Satu bagian penting dalam kebudayaan
dimainkan oleh peralatan, apakah dalam bentuk tongkat dan batu pada tahap awal,
atau pensil, penghapus, dan buku yang dimiliki anak-anak modern.
Penelitian mutakhir telah menunjukkan bahwa bayi lebih banyak memiliki
kemampuan pada usia-usia awal ketimbang anggapan piaget. Idenya tentang bayi
yang masih sangat muda kelihatnya telah terbantahkan, namun banyak ide-ide
lainnya yang tetap sahih. Karena piaget memiliki latar belakang ilmu biologis
tidaklah mengherankan kalau ia lebih menekankan pada aspek biologis dari
perkembangan anak.
Vygotsky mendekati permasalahan itu dari sudut yang berbeda, tapi tentu saja
masih terdapat persamaan-persamaan diantara mereka. Contohnya dalam telaahnya
atas tahun-tahun pertama masa kanak-kanak, ia membahas “pikiran non-linguistik”
seperti yang dijelaskan piaget dalam uraiannya tentang “aktivitas sensomotorik”
seperti penggunaan satu alat untuk menjangkau mainan yang ada di seberang.
Vygotsky memberikan pandangan berbeda dengan piaget terutama pandanganya
tentang pentingnya faktor sosial dalam perkembangan anak. Vygotsky memandang
pentingnya bahasa dan orang lain dalam dunia anak-anak. Meskipun Vygotsky
dikenal sebagai tokoh yang memfokuskan kepada perkembangan sosial yang disebut
dengan sosiokultural, dia tidak mengabaikan individu atau perkembangan kognitif
individu.
Yang mendasari teori Vygotsky adalah pengamatan bahwa perkembangan dan
pembelajaran terjadi di dalam konteks sosial, yakni didunia yang penuh dengan orang
yang berinteraksi dengan anak sejak anak itu lahir.
Belajar lewat intruksi dan perantara adalah ciri intelegensi manusia. Dengan
pertolongan orang dewasa, anak dapat melakukan dan memahami lebih banyak hal
dibandingkan dengan jika anak hanya belajae sendiri. Konsep inilah yang disebut
Vygotsky sebagai ‘Zone of proximal development’ (ZPD). ZPD memberikan makna
baru terhadap kecerdasan. Kecerdasan tidak diukur dari apa yang dapat dilakukan
anak dengan bantuan semestinya. Belajar melakukan sesuatu dan belajar berpikir
terbantu dengan berinteraksi dengan orang dewasa.
Menurut Wretsch (dalam Helena, 2004) internalisasi bagi Vygotsky bukannya
transfer, melainkan sebuah transformasi. Maksudnya, mampu berpikir tentang
sesuatu yang secara kualitatif berbeda dengan mampu berbuat sesuatu. Dalam proses
internalisasi, kegiatan interpersonal seperti bercakap-cakap atau berkegiatan bersama,
kemudian menjadi interpersonal, yaitu kegiatan mental yang dilakukan oleh seorang
individu.
2. Konsep Sosiokultural
Banyak developmentalis yang bekerja di bidang kebudayaan dan pembangunan
menemukan dirinya sepaham dengan Vygotsky, yang berfokus kepada konteks
pembangunan sosial budaya. Teori Vygotsky menawarkan suatu potret
perkembangan manusia sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan dari kegiatan-
kegiatan sosial dan budaya.
Vygoysky menekankan bagaimana proses-proses perkembangan mental seperti
ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran menggunakan temuan-
temuan masyarakat seperti bahasa, sistem matika, dan alat-alat ingatan. Ia juga
menekankan bagaimana anak-anak dibantu berkembang dengan bimbingan dari
orang-orang yang sudah terampil di dalam bidang-bidang tersebut.
Vygotsky lebih banyak menekankan peranan orang dewasa dan anak-anak lain
dalam memudahkan perkembangan si anak. Menurut Vygotsky anak-anak lahir
dengan fungsi mental yang relatif dasar seperti kemampuan untuk memahami dunia
luar dan memusatkan perhatian. Namun anak-anak tak banyak memiliki fungsi
mental yang lebih tinggi seperti ingatan, berpikir dan menyelesaikan masalah.
3. Zona Perkembangan Proksimal
Meskipun pada akhirnya anak-anak akan mempelajari sendiri beberapa konsep
melalui pengalaman sehari-hari, vygotsky percaya bahwa anak akan lebih jauh
berkembang jika berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tidak akan pernah
mengembangkan pemikiran operasional formal tanpa bantuan orang lain.
Vygotsky membedakan ‘actual development dan potensial development’ pada
anak. Actual development ditentukan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu
tanpa bantuan orang dewasa. Sedangkan potensial development membedakan
apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu, atau memecahkan masalah di bawah
petunjuk orang dewasa atau kerja sama dengan teman sebaya.
Menurut Vygotsky zona perkembangan proksimal merupakan celah antara
actual development dan potensial development dimana antara apakah seorang anak
dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa dan apakah seorang anak
dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang dewasa.
Maksud dari ZPD adalah menitik beratkan ZPD pada interaksi sosial akan
dapat mempermudahkan perkembangan anak. Ketika siswa mengerjakan
pekerjaannya disekolah sendiri perkembangan mereka akan berjalan lambat. Untuk
memaksimalkan perkembangannya siswa seharusnya bekerja dengan teman yang
lebih terampil yang dapat memimpin secara sistematis dalam memecahkan masalah
yang lebih kompleks. Ada 4 tahapan dari perkembangan ZPD yaitu:
a. Tahap pertama
Tahap dimana kinerja anak mendapat banyak bantuan dari pihak lain seperti
teman sebaya, orang tua, guru, masyarakat, dan lain-lain. Dari sini lah muncul
model pembelajaran kooperatif atau kolaboratif dalam mengembangkan kognisi
anak secara konstruktif.
b. Tahap kedua
Tahap dimana kinerja anak tidak lagi terlalu banyak mengharapkan bantuan
dari pihak lain, tetapi lebih kepada self assistance, lebih banyak anak membantu
dirinya sendiri.
c. Tahap ketiga
Tahap dimana kinerja anak sudah lebih terinternalisasi secara otomatis.
Kesadaran akan pentingnya pengembangan diri dapat muncul dengan
sendirinya tanpa paksaan dan arahan yang lebih besar dari pihak lain, walaupun
demikian, anak pada tahap ini belum mencapai kematangan yang sesungguhnya
dan masih mencari identitas diri dalam upaya mencapai kapasitas diri yang
matang.
d. Tahap keempat
Tahap dimana kinerja anak mampu mengeluarkan perasaan kalbu, jiwa dan
emosinya yang dilakukan secara berulang-ulang.

4. Konsep Scaffolding
Scaffolding merupakan istilah yang ditemukan oleh seorang ahli psikologi
perkembangan kognitif masa kini , Jerome Bruner, yakni suatu proses yang
digunakan orang dewasa untuk menuntun anak-anak melalui zona perkembangan
proksimalnya. Pengaruh karya Vygotsky dan Bruner terhadap dunia pengajaran
dijabarkan oleh Smith et al. (1998) yaitu: walaupun Vygotsky dan Bruner telah
mengusulkan peranan yang lebih penting bagi orang dewasa dalam pembelajaran
anak-anak daripada peran yang diusulkan piaget, keduanya tidak mendukung
pengajaran didaktis diganti sepenuhnya. Sebaliknya mereka malah menyatakan
walupun anak tetap dilibatkan dalam pembelajaran aktif guru harus secara aktif
mendampingi setiap kegiatan anak-anak.
Secara khusus Vygotsky mengemukakan bahwa disamping guru, teman sebaya
juga berpengaruh penting pada perkembangan kognitif anak. Berlawanan dengan
pembelajaran lewat penemuan individu, kerja kelompok secara kooperatif
tampaknya mempercepat perkembangan anak.
Gagasan tentang kelompok kerja kreatif ini diperluas menjadi pengajaran
pribadi oleh teman sebaya, yaitu seorang anak mengajari anak lainnya yang agak
tertinggal dalam pelajaran.

5. Penerapan Teori Vygotsky dalam Pembelajaran IPA


Implikasi dari teori vygotsky ini dikehendakinya susunan kelas yang berbentuk
pembelajaran kooperatif. Dimana terdapat enam langkah utama dalam tahapan di
dalam pengajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran
dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa untuk
belajar. Fase ini diikuti dengan penyajian informasi, seringkali dengan bahan
bacaan daripada secara verbal. Selanjutnya siswa dikelompokkan ke dalam tim-tim
belajar. Tahap ini diikuti dengan bimbingan guru pada saat siswa bekerja
menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase terakhir pembelajaran kooperatif
meliputi hasil akhir kerja kelompok atau evaluasi tentang apa yang telah mereka
pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun
individu.
Contohnya dalam pembelajaran ipa mengenai sifat-sifat cahaya.
Fase 1 : guru menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.

Maksudnya dalam materi sifat-sifat cahaya : memotivasi siswa dengan


meminta siswa menceritakan pengalamannya tentang “lampu padam” di malam
hari ketika siswa sedang belajar. Tanyakan kepada siswa apakah mereka dapat
melihat benda-benda disekitarnya. Apa yang harus dilakukan supaya benda-benda
disekitanya itu dapat terlihat kembali. Lalu guru menuliskan dipapan tulis,
tuliskan kata-kata “CAHAYA” serta “SIFAT-SIFAT CAHAYA”. Kemudian guru
menyampaikan kompetensi dasar dan indikator pembelajaran.
Menurut Vygotsky perkembangan kognitif dan bahasa anak tidak berkembang
dalam suatu situasi sosial yang hampa. Vygotsky mencari pengertian bagaimana
anak-anak berkembang dengan melalui proses belajar, dimana fungsi kognitif
belum matang, tetapi masih dalam proses pematangan.

Fase 2 : menyajikan informasi.

Menyajikan informasi kepada siswa tentang manfaat cahaya dengan meminta


siswa mendemonstrasikan “kegiatan penyelidikan : akan seperti apa jadinya.”
Menanyakan kepada siswa tentang apa yang dirasakan ketika matanya ditutup
rapat.
Vygotsky menekankan bagaimana proses-proses perkembangan mental seperti
ingatan, perhatian, dan penalaran. Melibatkan pembelajaran menggunakan
temuan-temuan masyarakat.

Fase 3 : mengorganisasikan siswa

Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok belajar dan meminta


siswa duduk dalam tatanan pembelajaran kooperatif sambil mengingat
keterampilan kooperatif yang akan dilatihkan dan bagaimana cara mengikuti
pelatihan keterampilan kooperatif.
Kemudian membagikan lembar kerja siswa kelompok 1 mengenai “ bagaimana
cahaya merambat” dan pada kelompok 2 “bayang-bayang” serta memberi
seperangkat alat dan bahan untuk melakukan praktek tersebut.

Fase 4 : membimbing kelompok bekerja dan belajar.

Meminta siswa untuk melakukan tugas tersebut dan guru memimbing masing-
masing kelompok untuk melakukan tugasnya.

Fase 5 : evaluasi

Dimana guru meminta dua kelompok tersebut menuliskan dipapan tulis


jawaban dari analisisnya. Disaat kelompok 1 menuliskan jawabanya dipapan tulis,
siswa yang lain diminta menanggapi jawaban tersebut. Tujuannya adalah agar
semua siswa mengetahui jawaban yang benar tersebut.
Fase 6 : memberikan penghargaan

Memberikan penghargaan kepada siswa atau kelompok yang kinerjanya


bagus.
PEMBAHASAN VI

STRATEGI, PENDEKATAN, METODE DAN MODEL PEMBELAJARAN IPA SD


(DIRECT INSTRUCTION & KETERAMPILAN PROSES)

A. MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG (Direct Instruction/DI)


1. Pengertian Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction/DI)
Model Pembelajaran Langsung (DI) adalah pembelajaran yang menekankan
kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada
sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran
secara optimal. Siswa tidak dituntut untuk menemukan materi itu. Materi pelajaran
seakan-akan sudah jadi. Wina Sanjaya (2008: 179), menyebut model ini sebagai
model Ekspositori, yang sering juga disebut dengan “chalk and talk”.
Menurut Arends (Trianto, 2011 : 29) Pembelajaran Langsung adalah “Salah
satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar
siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif (pengetahuan tentang sesuatu)
dan pengetahuan prosedural (pengetahuan mengenai bagaimana orang melakukan
sesuatu) yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan
yang bertahap, selangkah demi selangkah”.
Model ini paling sesuai untuk mata pelajaran yang berorientasi pada
penampilan atau kinerja seperti menulis, membaca, matematika, musik dan
pendidikan jasmani. Di samping itu, pengajaran langsung juga cocok untuk
mengajarkan komponen-komponen keterampilan dari mata pelajaran sejarah dan
sains. Menurut Silbernam (2006), strategi pembelajaran langsung melalui berbagai
pengetahuan secara aktif merupakan cara untuk mengenalkan siswa kepada materi
pelajaran yang akan diajarkan. Guru juga dapat menggunakannya untuk menilai
tingkat pengetahuan siswa sambil melakukan kegiatan pembentukan tim. Cara ini
cocok pada segala ukuran kelas dengan materi pelajaran apapun.

2. Ciri-Ciri Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction/DI)


Terdapat beberapa ciri / karakteristik model DI ini, yaitu:
a. DI dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran secara verbal. Artinya
bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan strategi ini, oleh
karena itu sering diidentikkan dengan ceramah.
b. Adanya sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar
kegiatan pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan baik.
c. Materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi,
seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehingga tidak
menuntut siswa untuk berfikir ulang. Ada yang menyebut dengan istilah
pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif.
d. Adanya tujuan utama pembelajaran yaitu penguasaan materi pelajaran itu
sendiri. Artinya, setelah proses pembelajaran berakhir siswa diharapkan dapat
memahaminya dengan benar dengan cara dapat mengungkapkan kembali materi
yang telah diuraikan.

3. Tujuan Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction/DI)


1. Pengetahuan Deklatarif
Pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan ‘mengenai sesuatu’ dan dapat
diungkapkan dengan kata-kata. Contoh pengetahuan deklaratif misalnya bahwa
‘presiden RI dipilih melalui pemilu yang dilaksanakan setiap 5 tahun sekali.’
Contoh lain, ‘di dalam daun terdapat mesofil daun yang terdiri dari jaringan
palisade dan jaringan spons.’
2. Pengetahuan Prosedural
Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang ‘bagaimana
melakukan sesuatu.’ Contoh pengetahuan prosedural misalnya, ‘bagaimana tata
cara dan langkah-langkah pelaksanaan pemilu di Indonesia’. Atau, ‘bagaimana
cara melakukan pengamatan struktur anatomi daun untuk melihat jaringan
palisade dan jaringan spons yang menyusun mesofil daun’.

Kembali ke tujuan-tujuan pembelajaran yang dapat dicapai bila


mengimplementasikan model pembelajaran langsung (direct instruction), model
pembelajaran ini dirancang khusus untuk mengembangkan pembelajaran siswa baik
yang berkaitan dengan pengetahuan prosedural maupun pengetahuan deklaratif yang
tersusun dengan baik dan dapat diajarkan selangkah demi selangkah.
4. Strategi (Langkah-Langkah) Model Pembelajaran Langsung (Direct
Instruction/DI)

Sebelum diuraikan tahapan (sintaks) model pembelajaran DI ini, terlebih dahulu


diuraikan beberapa hal yang harus dipahami oleh setiap guru yang akan
menggunakan model DI ini, yaitu:

1) Rumuskan tujuan yang ingin dicapai.


Tujuan pembelajaran yang baik harus berpatokan pada beberapa syarat berikut:
a. Mengacu pada siswa
b. Bersifat spesifik (khusus)
c. Uraian tentang situasi penilaian (kondisi evaluasi) jelas
d. Mengandung kriteria keberhasilan (tingkat pencapaian kinerja yang
diharapkan)
2) Memilih Materi Pembelajaran
Menurut Jerome Brunner, dalam memilih materi pembelajaran guru harus
memahami:
a. Prinsip Ekonomi dalam Menentukan Materi Pembelajaran
Yaitu guru melakukan pembatasan tujuan pembelajaran untuk
mengoptimalkan alokasi waktu, sarana pembelajaran, sumber dan media
pembelajaran, atau hal-hal lainnya saat memberikan penjelasan secara lisan
(verbal) atau selama demonstrasi.
b. Prinsip Power dalam Menentukan Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran yang disajikan oleh guru akan memiliki power
(kekuatan) bila materi pembelajaran yang telah dipilih disajikan secara
lugas dan logis. Materi pembelajaran harus diorganisasikan secara logis
sehingga siswa memperoleh kemudahan untuk mempelajari hubungan
antara fakta-fakta, prinsip-prinsip, atau konsep-konsep kunci dalam suatu
pokok bahasan.
c. Melakukan Analisis Tugas (Task Analysis)
Analisis tugas (task analysis) adalah sebuah teknik yang harus dilakukan
guru, di mana guru membagi-bagi suatu keterampilan yang kompleks
menjadi komponen-komponen bagian, dengan demikian dapat diajarkan
dengan pola sesuai urutan yang paling baik dan logis selangkah demi
selangkah.
Pada kenyataannya, sebuah keterampilan yang kompleks tidak dapat
dipelajari dengan mudah dalam satu waktu tertentu melalui pemodelan
(demonstrasi). Keterampilan tersebut harus diajarkan bagian per bagian
secara berurutan. Pengetahuan atau keterampilan yang kompleks harus
dipecah menjadi komponen-komponen bagian,tahap demi tahap.
Bayangkan, bagaimana siswa dapat menarikan Tari Pendet dengan baik
bila setiap bagian gerakan tidak diajarkan atau didemonstrasikan satu per
satu secara berurutan? Atau, siswa tentu tidak akan dapat melakukan
pengamatan benda-benda mikroskopis bila mereka tidak diajarkan sub-sub
keterampilan melakukan pengamatan dengan mikroskop.
Guru, pada saat melakukan perencanaan model pembelajaran langsung
(direct instruction) dengan mudah dapat melakukan analisis tugas (task
analysis) dengan cara:
1) Meminta penjelasan kepada orang yang menguasai dan dapat
melakukan keterampilan kompleks itu, atau amati pada saat orang
tersebut melakukan keterampilan tersebut. Bila guru sendiri juga
menguasai keterampilan itu, maka tentu lebih mudah lagi. Guru tinggal
melakukan keterampilan kompleks itu sendiri.
2) Memecah-mecah keterampilan kompleks tersebut menjadi komponen-
komponen bagian (keterampilan-keterampilan bagian).
3) Menyusun keterampilan-keterampilan bagian tersebut dengan urutan
yang logis sehingga tampak jelas bahwa suatu keterampilan bagian
akan menjadi keterampilan prasyarat bagi keterampilan balian yang
lain.
4) Menetapkan perencanaan strategi untuk mengajarkan atau
mendemonstrasikan setiap keterampilan bagian tersebut, lalu
mempersatukannya menjadi keterampilan kompleks yang utuh yang
harus dipelajari siswa tersebut.
d. Merencanakan Alokasi Waktu
Sewaktu melakukan perencanaan alokasi waktu, guru harus
mempertimbangkan:
1) Apakah waktu yang disediakan cukup, sesuai dengan kemampuan
siswa?
2) Pemberian motivasi kepada siswa, sehingga semua tetap berada dalam
tugas belajarnya dengan atensi (perhatian) yang optimal. Ingat, model
pembelajaran langsung (direct instruction) sebagai model pembelajaran
yang berpusat pada guru (teacher centered) menuntuk siswa selalu
memiliki perhatian yang optimal terhadap penjelasan atau demontrasi
yang diberikan oleh guru.
e. Merencanakan Pengaturan Ruang Kelas
Dikarenakan model pembelajaran langsung (direct instruction)
membutuhkan atensi siswa kepada guru (model) yang sedang melakukan
presentasi dan demonstrasi, maka pengaturan ruang kelas juga menjadi
sesuatu hal yang penting untuk diperhatikan. Formasi tempat duduk dan
pengaturan ruang kelas harus memungkinkan siswa mudah mengamati
semua sesi demonstrasi yang dilakukan. Guru sebaiknya berada pada posisi
di depan kelas, kalau perlu di tempat yang lebih tinggi, yang dapat
dipandang atau diamati seluruh siswa dari setiap arah. Formasi kelas
tradisional sangat cocok digunakan untuk penerapan model pembelajaran
langsung (direct instruction).
Berikut disajikan tabel 1, tentang sintaks Model Pembelajaran
Langsung (Direct Instruction/DI).
Fase dan Peran Guru dalam Model Pembelajaran Langsung

No Fase Peran Guru


1 Menyampaikan Menjelaskan Tujuan, Materi Prasyarat,
Tujuan memotivasi siswa, dan mempersiapkan siswa
Pembelajaran dan
mempersiapkan
siswa
2 Mendemonstrasikan Mendemonstrasikan keterampilan atau
Pengetahuan dan menyajikan informasi tahap demi tahap
Keterampilan
3 Membimbing Guru memberi latihan terbimbing
Pelatihan
4 Mengecek Mengecek kemampuan siswa dan memberikan
pemahaman dan umpan balik
memberikan umpan
balik
5 Memberikan latihan Mempersiapkan latihan untuk siswa dengan
dan penerapan menerapkan konsep yang dipelajari pada
konsep kehidupan sehari-hari.

Sumber :Kardi & Nur (Trianto 2011:31)

Mengacu pada fase-fase tersebut, berikut merupakan ilustrasi


pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran langsung yang akan
digunakan dalam penelitian sebagai berikut :

1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi peserta didik


untuk belajar.
2. Guru menyampaikan materi dengan membahas bahan ajar melalui
kombinasi ceramah dan demonstrasi.
3. Setelah materi selesai disampaikan, guru memberikan Lembar Kerja
Peserta Didik (LKPD) kepada peserta didik untuk dikerjakan sebagai
latihan secara individu.
4. Selanjutnya guru bersama peserta didik membahas Lembar Kerja
Peserta Didik (LKPD).
5. Di akhir pembelajaran guru memberikan soal-soal latihan sebagai
pekerjaan rumah.

5. Kelebihan Dan Keterbatasan Model Pembelajaran Langsung (Direct


Instruction/DI)
a. Kelebihan model pembelajaran langsung
1) Dengan model pembelajaran langsung, guru mengendalikan isi materi dan
urutan informasi yang diterima oleh siswa sehingga dapat mempertahankan
fokus mengenai apa yang harus dicapai oleh siswa.
2) Dapat diterapkan secara efektif dalam kelas yang besar maupun kecil.
3) Dapat digunakan untuk menekankan poin-poin penting atau kesulitan-
kesulitan yang mungkin dihadapi siswa sehingga hal-hal tersebut dapat
diungkapkan.
4) Dapat menjadi cara yang efektif untuk mengajarkan informasi dan
pengetahuan faktual yang sangat terstruktur.
5) Merupakan cara yang paling efektif untuk mengajarkan konsep dan
keterampilan-keterampilan yang eksplisit kepada siswa yang berprestasi
rendah.
6) Dapat menjadi cara untuk menyampaikan informasi yang banyak dalam
waktu yang relatif singkat yang dapat diakses secara setara oleh seluruh
siswa.
7) Memungkinkan guru untuk menyampaikan ketertarikan pribadi mengenai
mata pelajaran (melalui presentasi yang antusias) yang dapat merangsang
ketertarikan dan dan antusiasme siswa.
8) Ceramah merupakan cara yang bermanfaat untuk menyampaikan informasi
kepada siswa yang tidak suka membaca atau yang tidak memiliki
keterampilan dalam menyusun dan menafsirkan informasi.
9) Secara umum, ceramah adalah cara yang paling memungkinkan untuk
menciptakan lingkungan yang tidak mengancam dan bebas stres bagi
siswa. Para siswa yang pemalu, tidak percaya diri, dan tidak memiliki
pengetahuan yang cukup tidak merasa dipaksa dan berpartisipasi dan
dipermalukan.
10) Pengajaran yang eksplisit membekali siswa dengan ”cara-cara disipliner
dalam memandang dunia (dan) dengan menggunakan perspektif-perspektif
alternatif” yang menyadarkan siswa akan keterbatasan perspektif yang
inheren dalam pemikiran sehari-hari.
11) Model pembelajaran langsung yang menekankan kegiatan mendengar
(misalnya ceramah) dan mengamati (misalnya demonstrasi) dapat
membantu siswa yang cocok belajar dengan cara-cara ini.
12) Ceramah dapat bermanfaat untuk menyampaikan pengetahuan yang tidak
tersedia secara langsung bagi siswa, termasuk contoh-contoh yang relevan
dan hasil-hasil penelitian terkini.
13) Model pembelajaran langsung (terutama demonstrasi) dapat memberi siswa
tantangan untuk mempertimbangkan kesenjangan yang terdapat di antara
teori (yang seharusnya terjadi) dan observasi (kenyataan yang mereka
lihat).
14) Demonstrasi memungkinkan siswa untuk berkonsentrasi pada hasil-hasil
dari suatu tugas dan bukan teknik-teknik dalam menghasilkannya. Hal ini
penting terutama jika siswa tidak memiliki kepercayaan diri atau
keterampilan dalam melakukan tugas tersebut.
15) Siswa yang tidak dapat mengarahkan diri sendiri dapat tetap berprestasi
apabila model pembelajaran langsung digunakan secara efektif.
16) Model pembelajaran langsung bergantung pada kemampuan refleksi guru
sehingga guru dapat terus menerus mengevaluasi dan memperbaikinya.
b. Keterbatasan Model Pembelajaran Langsung
1) Model pembelajaran langsung bersandar pada kemampuan siswa untuk
mengasimilasikan informasi melalui kegiatan mendengarkan, mengamati,
dan mencatat. Karena tidak semua siswa memiliki keterampilan dalam hal-
hal tersebut, guru masih harus mengajarkannya kepada siswa.
2) Dalam model pembelajaran langsung, sulit untuk mengatasi perbedaan
dalam hal kemampuan, pengetahuan awal, tingkat pembelajaran dan
pemahaman, gaya belajar, atau ketertarikan siswa.
3) Karena siswa hanya memiliki sedikit kesempatan untuk terlibat secara
aktif, sulit bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan sosial dan
interpersonal mereka.
4) Karena guru memainkan peran pusat dalam model ini, kesuksesan strategi
pembelajaran ini bergantung pada image guru. Jika guru tidak tampak siap,
berpengetahuan, percaya diri, antusias, dan terstruktur, siswa dapat menjadi
bosan, teralihkan perhatiannya, dan pembelajaran mereka akan terhambat.
5) Terdapat beberapa bukti penelitian bahwa tingkat struktur dan kendali guru
yang tinggi dalam kegiatan pembelajaran, yang menjadi karakteristik
model pembelajaran langsung, dapat berdampak negatif terhadap
kemampuan penyelesaian masalah, kemandirian, dan keingintahuan siswa.
6) Model pembelajaran langsung sangat bergantung pada gaya komunikasi
guru. Komunikator yang buruk cenderung menghasilkan pembelajaran
yang buruk pula dan model pembelajaran langsung membatasi kesempatan
guru untuk menampilkan banyak perilaku komunikasi positif.
7) Jika materi yang disampaikan bersifat kompleks, rinci, atau abstrak, model
pembelajaran langsung mungkin tidak dapat memberi siswa kesempatan
yang cukup untuk memproses dan memahami informasi yang disampaikan.
8) Model pembelajaran langsung memberi siswa cara pandang guru mengenai
bagaimana materi disusun dan disintesis, yang tidak selalu dapat dipahami
atau dikuasai oleh siswa. Siswa memiliki sedikit kesempatan untuk
mendebat cara pandang ini.
9) Jika model pembelajaran langsung tidak banyak melibatkan siswa, siswa
akan kehilangan perhatian setelah 10-15 menit dan hanya akan mengingat
sedikit isi materi yang disampaikan.
10) Jika terlalu sering digunakan, model pembelajaran langsung akan membuat
siswa percaya bahwa guru akan memberitahu mereka semua yang perlu
mereka ketahui. Hal ini akan menghilangkan rasa tanggung jawab
mengenai pembelajaran mereka sendiri.
11) Karena model pembelajaran langsung melibatkan banyak komunikasi satu
arah, guru sulit untuk mendapatkan umpan balik mengenai pemahaman
siswa. Hal ini dapat membuat siswa tidak paham atau salah paham.
12) Demonstrasi sangat bergantung pada keterampilan pengamatan siswa.
Sayangnya, banyak siswa bukanlah pengamat yang baik sehingga dapat
melewatkan hal-hal yang dimaksudkan oleh guru.

B. KETERAMPILAN PROSES DASAR PADA PEMBELAJARAN IPA DI SD


1. Pengertian Keterampilan Proses Dasar
Pendekatan keterampilan proses dapat diartikan sebagai wawasan atau anutan
pengembangan keterampilan- keterampilan intelektual, sosial dan fisik yang
bersumber dari kemampuan- kemampuan mendasar yang prinsipnya telah ada dalam
diri siswa (DEPDIKBUD, dalam Moedjiono, 1992/ 1993 : 14)
Menurut Semiawan, dkk (Nasution, 2007 : 1.9-1.10) menyatakan bahwa
keterampilan proses adalah keterampilan fisik dan mental terkait dengan
kemampuan - kemampuan yang mendasar yang dimiliki, dikuasai dan diaplikasikan
dalam suatu kegiatan ilmiah, sehingga para ilmuwan berhasil menemukan sesuatu
yang baru.
Dimyati dan Mudjiono (Sumantri, 1998/1999: 113) mengungkapkan bahwa
pendekatan keterampilan proses bukanlah tindakan instruksional yang berada di luar
jangkauan kemampuan peserta didik. Pendekatan ini justru bermaksud
mengembangkan kemampuan - kemampuan yang dimiliki peserta didik.
2. Jenis – jenis Pendekatan Keterampilan Proses Dasar
Khusus untuk keterampilan proses dasar, proses- prosesnya meliputi
keterampilan mengobservasi, mengklasifikasi, mengobservasi, mengklasifikasikan,
mengukur, mengkomunikasikan, menginferensi, memprediksi, mengenal hubungan
ruang dan waktu, serta mengenal hubungan hubungan angka.
a. Keterampilan Mengobservasi
Keterampilan mengobservasi menurut Esler dan Esler (1984) adalah
keterampilan yang dikembangkan dengan menggunakan semua indera yang kita
miliki untuk mengidentifikasi dan memberikan nama sifat- sifat dari objek-
objek atau kejadian- kejadian. Definisi serupa disampaikan oleh Abruscato
(1988) yang menyatakan bahwa mengobservasi artinya mengunakan segenap
panca indera untuk memperoleh imformasi atau data mengenai benda atau
kejadian. (Nasution, 2007: 1.8- 1.9)
Kegiatan yang dapat dilakukan yang berkaitan dengan kegiatan
mengobservasi misalnya menjelaskan sifat- sifat yang dimiliki oleh benda-
benda, sistem- sistem, dan organisme hidup. Sifat yang dimiliki ini dapat berupa
tekstur, warna, bau, bentuk ukuran, dan lain- lain. Contoh yang lebih konkret,
seorang guru sering membuka pelajaran dengan menggunakan kalimat tanya
seperti apa yang engkau lihat ? Atau bagaimana rasa, bau, bentuk, atau tekstur?
Atau mungkin guru menyuruh siswa untuk menjelaskan suatu kejadian secara
menyeluruh sebagai pendahuluan dari suatu diskusi.
b. Keterampilan Mengklasifikasi
Keterampilan mengklasifikasi menurut Esler dan Esler merupakan
ketermpilan yang dikembangkan melalui latihan- latihan mengkategorikan
benda- benda berdasarkan pada (set yang ditetapkan sebelumnya dari ) sifat-
sifat benda tersebut. Menurut Abruscato mengkalsifikasi merupakan proses
yang digunakan para ilmuan untuk menentukan golongan benda- benda atau
kegaitan- kegiatan. (Nasution, 2007 : 1.15).
Bentuk-bentuk yang dapat dilakukan untuk melatih keterampilan ini
misalnya memilih bentuk- bentuk kertas, yang berbentuk kubus, gambar-
gambar hewan, daun- daun, atau kancing- kancing berdasarkan sifat- sifat benda
tersebut. Sistem- sistem klasifikasi berbagai tingkatan dapat dibentuk dari
gambar- gambar hewan dan tumbuhan (yang digunting dari majalah) dan
menempelkannya pada papan buletin sekolah atau papan panjang di kelas.
Contoh kegiatan yang lain adalah dengan menugaskan siswa untuk
membangun skema klasifikasi sederhana dan menggunakannya untuk
klasifikasi organisme- organisme dari carta yang diperlihatkan oleh guru, atau
yang ada didalam kelas, atau gambar tumbuh- tumbuhan dan hewan- hewan
yang dibawa murid sebagai sumber klasifikasi.
c. Keterampilan Mengukur
Keterampilan mengukur menurut Esler dan Esler dapat dikembangkan
melalui kegiatan- kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan satuan- satuan
yang cocok dari ukuran panjang, luas, isi, waktu, berat, dan sebagainya.
Abruscato menyatakan bahwa mengukur adalah suatu cara yang kita lakukan
untuk mengukur observasi. Sedangkan menurut Carin, mengukur adalah
membuat observasi kuantitatif dengan membandingkannya terhadap standar
yang kovensional atau standar non konvensional. (Nasution, 2007 : 1.20).
Keterampilan dalam mengukur memerlukan kemampuan untuk
menggunakan alat ukur secara benar dan kemampuan untuk menerapkan cara
perhitungan dengan menggunakan alat- alat ukur. Langkah pertama proses
mengukur lebih menekankan pada pertimbangan dan pemilihan instrumen (alat)
ukur yang tepat untuk digunakan dan menentukan perkiraan sautu objek tertentu
sebelum melakukan pengukuran dengan suatu alat ukur untuk mendapatkan
ukuran yang tepat.
Untuk melakukan latihan pengukuran, bisa menggunakan alat ukur yang
dibuat sendiri atau dikembangkan dari benda- benda yang ada disekitar.
Sedangkan pada tahap selanjutnya, menggunakan alat ukur yang telah baku
digunakan sebagai alat ukur. Sebagai contoh, dalam penguran jarak, bisa
menggunakan potongan kayu, benang, ukuran tangan, atau kaki sebagai satuan
ukurnya. Sedangkan dalam pengukuran isi, bisa menggunakan biji- bijian atau
kancing yang akan dimasukkan untuk mengisi benda yang akan diukur.
Contoh kegiatan mengukur dengan alat ukur standar/ baku adalah siswa
memperkirakan dimensi linear dari benda- benda (misalnya yang ada di dalam
kelas) dengan menggunakan satuan centimeter (cm), dekameter (dm), atau
meter (m). Kemudian siswa dapat menggunakan meteran (alat ukur, mistar atau
penggaris) untuk pengukuran benda sebenarnya.
d. Keterampilan Mengkomunikasikan
Menurut Abruscato (Nasution, 2007: 1.44 ) mengkomunikasikan adalah
menyampaikan hasil pengamatan yang berhasil dikumpulkan atau
menyampaikan hasil penyelidikan. Menurut Esler dan Esler ((Nasution, 2007:
1.44) dapat dikembangkan dengan menghimpun informasi dari grafik atau
gambar yang menjelaskan benda- benda serta kejadian- kejadian secara rinci.
Kegiatan untuk keterampilan ini dapat berupa kegiatan membaut dan
menginterpretasi informasi dari grafik, charta, peta, gambar, dan lain- lain.
Misalnya siswa mengembangkan keterampilan mengkomunikasikan deskripsi
benda- benda dan kejadian tertentu secar rinci. Siswa diminta untuk mengamati
dan mendeskripsikan beberapa jenis hewan- hewan kecil ( seperti ukuran,
bentuk, warna, tekstur, dan cara geraknya), kemudian siswa tersebut
menjelaskan deskripsi tentang objek yang diamati di depan kelas.
e. Keterampilan Menginferensi
Keterampilan menginferensi menurut Esler dan Esler dapat dikatakan juga
sebagai keterampilan membuat kesimpulan sementara. Menurut Abruscato ,
menginferensi/ menduga/ menyimpulakan secara sementara adalah adalah
menggunakan logika untuk memebuat kesimpulan dari apa yagn di observasi(
Nasution, 2007 : 1.49).
Contoh kegiatan untuk mengembangkan keterampilan ini adalah dengan
menggunakan suatu benda yang dibungkus sehingga siswa pada mulanya tidak
tahu apa benda tersebut. Siswa kemudian mengguncang- guncang bungkusan
yang berisi benda itu, kemudian menciumnya dan menduganya apa yang ada di
dalam bungkusan ini. Dari kegiatan ini, siswa akan belajar bahwa akan muncul
lebih dari satu jenis inferensi yang dibuat untuk menjelaskan suatu hasil
observasi. Disamping itu juga belajar bahwa inferensi dapat diperbaiki begitu
hasil observasi dibuat.
f. Keterampilan Memprediksi
Memprediksi adalah meramal secara khusus tentangapa yang akan terjadi
pada observasi yang akan datang (Abruscato Nasution, 2007 : 1.55) atau
membuat perkiraan kejadian atau keadaan yang akan datang yang diharapkan
akan terjadi (Carin, 1992). Keterampilan memprediksi menurut Esler dan Esler
adalah keterampilan memperkirakan kejadian yang akan datang berdasarkan
dari kejadian- kejadian yang terjadi sekarang, keterampialn menggunakna
grafik untuk menyisipkan dan meramalkan terkaan- terkaan atau dugaan-
dugaan. (Nasution, 2007 : 1.55).
Jadi dapat dikatakan bahwa memprediksi sebagai menyatakan dugaan
beberapa kejadian mendatang atas dasar suatu kejadian yang telah diketahui.
Contoh kegiatan untuk melatih kegiatan ini adalah memprediksi berapa lama
(dalam menit, atau detik) lilin yang menyala akan tetap menyala jika kemudian
ditutup dengan toples (dalam berbagai ukuran) yang ditelungkupkan.
g. Keterampilan Mengenal Hubungan Ruang dan Waktu
Keterampilan mengenal hubungan ruang dan waktu menurut Esler dan
Esler meliputi keterampilan menjelaskan posisi suatu benda terhadap lainnya
atau terhadap waktu atau keterampilan megnubah bentuk dan posisi suatu benda
setelah beberapa waktu. Sedangkan menurut Abruscato menggunakan
hubungan ruang- waktu merupakan keterampilan proses yang berkaitan dengan
penjelasan- penjelasan hubungan- hubungan tentang ruang dan waktu beserta
perubahan waktu.
Untuk membantu mengembangkan pengertian siswa terhadap hubungan
waktu- ruang, seorang guru dapat memberikan pelajaran tentang pengenalan
dan persamaan bentuk- bentuk dua dimensi (seperti persegi, persegi panjang,
elips, dll.). Seorang guru dapat menyuruh siswa menjelaskan posisinya terhadap
sesuatu, misalnya seorang siswa dapat menyatakan bahwa ia berada ia berada di
barisan ketiga bangku kedua dari kiri gurunya.
h. Keterampilan Mengenal Hubungan Bilangan- bilangan
Keterampilan mengenal hubungan bilangan- bilangan menurut Esler dan
Esler meliputi kegiatan menemukan hubungan kuantitatif di antara data dan
menggunakan garis biangan untuk membuat operasi aritmatika (matematika).
Carin mengemukakan bahwa menggunakan angka adalah mengaplikasikan
aturan- aturan atau rumus- rumus matematika untuk menghitung jumlah atau
menentukan hubungan dari pengukuran dasar. Menurut Abruscato,
menggunakan bilangan merupakan salah satu kemampuan dasar pada
keterampilan proses.( Nasution, 2007: 1.61- 1.62).
Kegiatan yang dapat digunakan untuk melatih keterampilan ini adalah
menentukan nilai π (baca: phi) dengan mengukur suatu rangkaian silinder,
menggunakan garis bilangan untuk operasi penambahan dan perkalian. Latihan-
latihan yang mengharuskan siswa untuk mengurutkan dan membandingkan
benda- benda atau data berdasarkan faktor numerik membantu untuk
mengembangkan keterampilan ini. Contoh pertanyaan yang membantu siswa
agar mengerti tentang hubungan bilangan antara lain adalah : “ lebih jauh mana
benda A jika dibandingkan dengan benda B?” “ Berapa derajat suhu tersebut
turun dari – 100 C ke – 200 C ? ”

3. Aspek-aspek Keterampilan Proses Sains


Aspek-aspek pada keterampilan proses sains menurut Gagne meliputi:
a. Pengamatan (observasi)
Merupakan proses pengumpulan informasi dengan menggunakan sebagian
atau semua indera. Dalam proses pengamatan mungkin saja dibantu peralatan
lain seperti kaca pembesar, teropong, dan sebagainya
b. Pengklasifikasian
Mengatur/ menyusun/ mendistribusikan obyek-obyek, kejadian-kejadian
atau informasi ke dalam golongan dengan mempergunakan cara atau sistem
tertentu. Sebagai contoh, mengklasifikasikan hewan menurut jenis makanannya,
mengklasifikasikan menurut jenis kelaminnya, dan sebagainya.
c. Pengukuran
Observasi kuantitatif dengan memperbandingkan terhadap sesuatu
standar. Misalnya untuk mengukur panjang dipergunakan standar meter, dalam
mengukur suhu digunakan standar derajat Celcius, dan sebagainya.
d. Identifikasi dan Pengendalian Variabel
Ada tiga jenis variabel di dalam eksperimen/ penelitian:
1. Variabel bebas yaitu variabel yang sengaja diubah-ubah.
2. Variabel tergantung (terikat) yaitu varibel yang nilainya bergantung pada
variabel bebas. Variabel tergantung akan berubah-berubah jika variabel
bebasnya diubah-ubah.
3. Variabel terkontrol yaitu variabel yang sengaja dibuat konstan.

Mengidentifikasikan varibel berarti menandai karakteristik variabel


eksperimen/ penelitian. Misal eksperiman tentang pengaruh air terhadap
pertumbuhan biji. Perlu dibuat kejelasan tentang karakteristik air dan biji.
Mengendalikan variabel berarti memanipulasi dan mengakomodasikan
variabel sesuai dengan karakteristik yang telah diidentifikasi. Misal dalam
eksperimen tentang pengaruh air terhadap pertumbuhan biji, ternyata ada
variabel lain yang mempengaruhi pertumbuhan biji selain air, yaitu cahaya dan
suhu. Oleh karena itu, paa saat bereksperimen tentang pengaruh air terhadap
pertumbuhan biji, maka suhu dan cahaya dikondisikan konstan.
e. Perumusan Hipotesa
Hipotesa merupakan dugaan sementara sebagai arahan dalam melakukan
eksperimen/ penelitian. Isi pernyataan dalam hipotesa mengandung dugan
tentang hubungan alasan yang mungkin ditemukan dalam eksperiman/
penelitian. Salah satu contoh hipotesa: “ pada suhu dan cahaya yang konstan,
pertumbuhan biji akan makin baik jika air makin banyak”.
f. Perancangan Eksperimen
Sebelum eksperimen dilakukan, perlu dibuat dahulu rencana yang matang
tentang rancangan eksperimen agar eksperimen dapat terlaksana dengan baik.
Dalam rancangan eksperimen sudah mencakup bagaimana cara
mengendalikan variabel-variabel penelitian, kendala-kendala apa yang mungkin
akan dihadapi dan bagaimana cara penanggulangannya, dan sebagaimana.
g. Penyimpulan Hasil Eksperimen
Data-data yang dikumpulkan dari pengamatan masih memberikan
gambaran kasar tentang hasil eksperimen. Data-data itu masih harus diolah
dengan seksama kemudian diinterpretasikan hingga dapat menunjukkan
hubungan yang logis dan jelas.
h. Pengkomunikasikan Hasil Eksperimen
Sains diperuntukkan bagi kesejahteraan umat manusia, oleh karena itu
hasil yang diperoleh dari eksperimen sains perlu dikomunikasikan pada
masyarakat luas. Mengkomunikasikan hasil eksperimen dapat dilakukan dengan
cara lisan maupun tertulis. Melalui komunikasi tertulis diharapkan banyak
orang dapat membacanya. Komunikasi tertulis dari hasil eksperimen dapat
disajikan dalam bentuk gambar, grafik, tabel, diagram, serta narasi.
PEMBAHASAN VII

STRATEGI, PENDEKATAN, METODE DAN MODEL PEMBELAJARAN IPA SD


(GUIDED DISCOVERY & GUIDED INQUIRY)

A. Guided Discovery
a. Metode Pembelajaran Guided Discovery
Hamdani ( 2010 : 184) berpendapat bahwa discovery (penemuan) adalah
proses mental ketika siswa mengasimilasikan suatu konsep atau suatu prinsip.
Adapun proses mental, misalnya mengamati, menjelaskan, mengelompokkan,
membuat kesimpulan. Guru melibatkan siswa dalam proses mental melalui tukar
pendapat yang berwujud diskusi, seminar, dan sebagainya.
Suprijono (2009 : 69) mengemukakan proses belajar discovery meliputi proses
informasi, transformasi, dan evaluasi. Proses informasi, pada tahap ini peserta didik
memperoleh informasi mengenai materi yang sedang dipelajari. Tahap transformasi,
pada tahap ini peserta didik melakukan identifikasi, analisis, mengubah,
mentransformasikan informasi yang telah diperolehnya menjadi bentuk yang abstrak
atau konseptual supaya kelak pada gilirannya dapat dimanfaatkan bagi hal-hal yang
lebih luas. Tahap evaluasi, pada tahap ini peserta didik menilai sendiri informasi
yang telah ditransformasikan itu dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala atau
memecahkan masalah yang dihadapai.

b. Langkah-langkah Guided Discovery


Menurut Hamdani (2010 : 185) langkah-langkah guided discovery, yaitu :
1. Adanya problema yang akan dipecahkan, dinyatakan dalam pertanyaan atau
pernyataan
2. Jelas tingkat atau kelasnya
3. Konsep atau prinsip yang harus ditemukan siswa melalui kegiatan tersebut perlu
ditulis dengan jelas
4. Alat atau bahan perlu disediakan sesuai dengan kebutuhan siswa dalam
melaksanakan kegiatan diskusi sebagai pengarahan sebelum siswa melaksanakan
kegiatan
5. Kegiatan metode penemuan oleh siswa berupa penyelidikan atau percobaan atau
menemukan konsep atau prinsip yang telah ditetapkan
6. Proses berfikir kritis perlu dijelaskan untuk menunjukkan adanya mental
operasional siswa, yang diharapkan dalam kegiatan.
7. Perlu dikembangkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat terbuka, yang
mengarah pada kegiatan yang dilakukan siswa.
8. Adanya catatan guru meliputi penjelasan tentang hal-hal yang sulit dan faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi hasil, terutama penyelidikan yang mengalami
kegagalan atau tidak berjalan sebagaimana seharusnya.

c. Kelebihan Metode Guided Discovery Menurut Hanafiah dan Suhana ( 2009: 79)
1. Membantu peserta didik untuk mengembangkan kesiapan serta penguasaan
ketrampilan dalam proses kognitif
2. Peserta didik memperoleh pengetahuan secara individual sehingga dapat
dimengerti dan mengendap dalam pikirannya.
3. Dapat membangkitkan motivasi dan gairah belajar pesertadidik untuk belajar
lebih giat.
4. Memberikan peluang untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuan
dan minat masing-masing.
5. Memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses
menemukan sendiri.

d. Kelemahan Metode Guided Discovery Menurut Hanafiah dan Sujana ( 2009 :


79)
1. Siswa harus memiliki kesiapan dan kemtangan mental, siswa harus berani dan
berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik.
2. Keadaan kelas di kita kenyataannya gemuk jumlah siswanya, maka metode ini
tidak akan mencapai hasil yang memuaskan
3. Guru dan siswa yang sudah sangat terbiasa dengan PBM gaya lama maka
metode discovery ini akan mengecewakan Ada kririk, bahwa proses dalam
metode discovery terlalu mementingkan proses pengertian saja, kurang
memperhatikan perkembangan sikap dan ketrampilan bagi siswa.

e. Jenis Metode Discovery


Pembelajaran penernuan dibedakan menjadi 2, yaitu:
1) Pembelajaran penemuan bebas (Free Discovery Learning) atau sering
disebut open ended discovery.Dalam hal ini siswa benar-benar dilepas dalam
mengidentifikasi masalah, dan menguji hipotesis dengan konsep-konsep, dan
prinsip yang sudah ada, dan berusaha menarik pada situasi baru. Struktur
peristiwa belajar dalam free discovery ini, siswa dilepas sepenuhnya untuk
menemukan sesuatu melalui proses asimilasi, yaitu memasukkan hasil
pengamatan ke dalam struktur kognitif yang ada, dan proses akomodasi yaitu
dengan perubahan dalam arti penyesuaian kogitif yang lama, sehingga cocok
dengan fenomena yang diamati.
2) Pembelajaran penemuan terbimbing (Guided Discovery Learning) (UT
1997).Dalam hal ini guru berperan sebagai pembimbing siswa dalam belajar.
Guru membantu siswa memperoleh pengetahuan yang dicarinya dengan cara
mengorganisasi masalah, mengumpulkan data, mengkomunikasikan,
memecahkan masalah, dan menyusun kembali data-data sehingga membentuk
konsep baru. Proses pembelajaran dengan model guided discovery menitik
beratkan pada pertanyaan-pertanyaan yang berarti dan mengarah pada
pencapaian tujuan pembelajaran, dalam hal ini daftar kegiatan yang telah
dipersiapakan. Di sekolah dasar, model pembelajaran penemuan ini lebih cocok
menggunakan model penemuan terbimbing, karena pada dasarnya siswa sekolah
dasar masih belum mampu untuk melakukan pembelajaran dengan model
penemuan ini secara mandiri.

B. Guided Inquiry
a. Metode Guided Inquiry
Inquiry termasuk dalam bahasa Inggris yang secara harfiah memiliki arti
penyelidikan. Inquiry berasal dari kata to inquire yang berarti ikut serta, atau terlibat,
dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mencari informasi, dan melakukan
penyelidikan (Yuniyanti, Sunarno & Haryono, 2012).
Inquiry merupakan suatu metode yang menggunakan hasil penelitian untuk
mempelajari dan menjelaskan suatu fakta yang ada (Colburn, 2000). Siswa dapat
menganalisis seluruh data yang mereka kumpulkan dan dapat menarik suatu
kesimpulan. Hasil dari penyelidikan atau penelitian yang berupa informasi juga
dapat meningkatkan pemahaman konsep dan teori dari siswa (Kitot, Ahmad &
Seman, 2010).
b. Langkah-langkah Guided Inquiry
Menurut Kuhlthau, et al. (2007) proses dalam Inquiry mempunyai beberapa
tingkatan meliputi:
a. Initiation, pada tahap ini guru membimbing siswa untuk memulai proses
penyelidikan dengan memperhatikan beberapa sumber serta menyiapkan
keputusan untuk memilih suatu topik.
b. Selection, (Seleksi) dimana siswa memilih topik umum mengenai proyek yang
mereka angkat di kelas.
c. Exploration, pada proses ini siswa mencari atau mengeksplor informasi
mengenai topik yang dipilih. proses ini adalah tahap yang sulit untuk sebagian
besar siswa karena akan menimbulkan kebingungan dan frustasi yang
diakibatkan banyak keraguan dari informasi yang telah meraka dapatkan.
d. Formulation, dimana siswa mulai membuat suatu kerangka penelitian
berdasarkan informasi yang telah mereka peroleh; collection,proses ini
mengikuti setelah proses sebelumnya, yaitu formulation. Siswa mengumpulkan
semua informasi yang mendukung terhadap topik yang dipilih;
e. Presentation, proses ini merupakan puncak dari proses inquiry karena siswa siap
untuk membagi pengetahuan yang mereka dapatkan selama pembelajaran;
assessment, proses ini melibatkan guru dan siswa untuk menilai semua yang
telah dipelajari mengenai konten, proses dan semua yang dibutuhkan saat
pembelajaran.

c. Kelebihan dan Kekurangan Guided Inquiry


Menurut Kuhlthau, et al. (2007) guided inquiry memiliki beberapa kelebihan,
yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, pemahaman dalam membaca,
penggunaan bahasa, keterampilan menulis,pembelajaran kooperatif dan kemampuan
bersosialisasi. Guided inquiry tidak hanya memiliki kelebihan saja, tetapi juga
memilki kelemahan. Menurut Hanafiah & Suhana (2009) guided inquiry memiliki
kelemahan, yaitu siswa harus memiliki persiapan baik dari segi mental. Jumlah
siswa dalam pembelajaran juga berpengaruh terhadap guided inquiry. Semakin
banyak siswa, maka proses inquiry kurang memuaskan.
PEMBAHASAN IX

STRATEGI, PENDEKATAN, METODE DAN MODEL PEMBELAJARAN IPA SD


(PROBLEM BASED LEARNING & PLAS)

A. Problem Based learning


1. Pengertian Problem Learning
Pengajaran berdasarkan masalah ini telah dikenal sejak zaman John Dewey.
Menurut Dewey (dalam Trianto, 2009:91) belajar berdasarkan masalah adalah
interaksi antara stimulus dan respon, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan
lingkungan. Lingkungan memberikan masukan kepada peserta didik berupa bantuan
dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara
efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis, serta dicari
pemecahannya dengan baik.
Pembelajaran Berbasis Masalah yang berasal dari bahasa Inggris Problem-
based Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan
menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah itu peserta didik
memerlukan pengetahuan baru untuk dapat menyelesaikannya.
Pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning / PBL)
adalah konsep pembelajaran yang membantu guru menciptakan lingkungan
pembelajaran yang dimulai dengan masalah yang penting dan relevan (bersangkut-
paut) bagi peserta didik, dan memungkinkan peserta didik memperoleh pengalaman
belajar yang lebih realistik (nyata).
Pembelajaran Berbasis Masalah melibatkan peserta didik dalam proses
pembelajaran yang aktif, kolaboratif, berpusat kepada peserta didik, yang
mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan belajar mandiri
yang diperlukan untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan dan karier, dalam
lingkungan yang bertambah kompleks sekarang ini. Pembelajaran Berbasis Masalah
dapat pula dimulai dengan melakukan kerja kelompok antar peserta didik. peserta
didik menyelidiki sendiri, menemukan permasalahan, kemudian menyelesaikan
masalahnya di bawah petunjuk fasilitator (guru).
Pembelajaran Berbasis Masalah menyarankan kepada peserta didik untuk
mencari atau menentukan sumber-sumber pengetahuan yang relevan. Pembelajaran
berbasis masalah memberikan tantangan kepada peserta didik untuk belajar sendiri.
Dalam hal ini, peserta didik lebih diajak untuk membentuk suatu pengetahuan dengan
sedikit bimbingan atau arahan guru sementara pada pembelajaran tradisional, peserta
didik lebih diperlakukan sebagai penerima pengetahuan yang diberikan secara
terstruktur oleh seorang guru.
Pembelajaran berbasis masalah (Problem-based learning), selanjutnya disingkat
PBL, merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan
kondisi belajar aktif kepada peserta didik. PBL adalah suatu model pembelajaran
vang, melibatkanpeserta didik untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap
metode ilmiah sehingga peserta didik dapat mempelajari pengetahuan yang
berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk
memecahkan masalah.
Untuk mencapai hasil pembelajaran secara optimal, pembelajaran dengan
pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah perlu dirancang dengan baik mulai dari
penyiapan masalah yang yang sesuai dengan kurikulum yang akan dikembangkan di
kelas, memunculkan masalah dari peserta didik, peralatan yang mungkin diperlukan,
dan penilaian yang digunakan. Pengajar yang menerapkan pendekatan ini harus
mengembangkan diri melalui pengalaman mengelola di kelasnya, melalui pendidikan
pelatihan atau pendidikan formal yang berkelanjutan.
Oleh karena itu, pengajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang
efektif untuk pengajaran proses berfikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu
peserta didik untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan
menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya.
Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks
Jonassen (1999) mendesain model lingkungan belajar konstruktivistik yang
dapat diaplikasikan dalam pembelajaran kontekstual dengan pendekatan problem-
based learning. Model tersebut memuat komponen-komponen esensial yang meliputi:

1. Pertanyaan-pertanyaan, kasus, masalah atau proyek


2. Kasus-kasus yang saling terkait satu sama lain
3. Sumber-sumber informasi
4. Cognitive tools
5. Pemodelan yang dinamis
6. Percakapan dan kolaborasi
7. Dukungan kontekstual/sosial.

Masalah dalam model tersebut mengintegrasikan komponen-komponen konteks


permasalahan, representasi atau simulasi masalah, dan manipulasi ruang
permasalahan.

2. Ciri-ciri Problem Based Learning (PBL)


Menurut Arends berbagai pengembangan pengajaran Problem Based Learning
(PBL) telah memberikan model pengajaran itu memiliki karakteristik sebagai berikut:

i. Pengajuan pertanyaan atau masalah


Pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran disekitar
pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi
bermakna untuk siswa.
j. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin
Meskipun pembelajaran berdasarkan masalah mungkin berpusat pada mata
pelajaran tertentu (IPA, matematika, ilmu-ilmu sosial), masalah-masalah yang
diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa
meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.
k. Penyelidikan autentik
Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukann penyelidikan
autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata.
l. Menghasilkan produk dan memamerkannya
Pembelajaran berdasarkan masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk
tertentu dalam karya nyata. Produk tersebut bisa berupa laporan, model fisik, video
maupun program komputer. Dalam pembelajaran kalor, produk yang dihasilkan
adalah berupa laporan.
m. Kolaborasi dan kerja sama
Pembelajaran bersdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu
dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil.

3. Langkah-Langkah Proses Problem Based Learning (PBL)


Problem Based Learning (PBL) akan dapat dijalankan bila pengajar siap
dengan segala perangkat yang diperlukan. Pemelajar pun harus harus sudah
memahami prosesnya, dan telah membentuk kelompokkelompok kecil. Umumnya,
setiap kelompok menjalankan proses yang dikenal dengan proses tujuh langkah:

a. Mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas


Memastikan setiap anggota memahami berbagai istilah dan konsep yang ada
dalam masalah. Langkah pertama ini dapat dikatakan tahap yang membuat setiap
peserta berangkat dari cara memandang yang sama atas istilah-istilah atau konsep
yang ada dalam masalah.
b. Merumuskan masalah
Fenomena yang ada dalam masalah menuntut penjelasan hubungan-hubungan apa
yang terjadi di antara fenomena itu.
c. Menganalisis masalah
Anggota mengeluarkan pengetahuan terkait apa yang sudah dimiliki anggota
tentang masalah. Terjadi diskusi yang membahas informasi faktual (yang
tercantum pada masalah), dan juga informasi yang ada dalam pikiran anggota.
Brainstorming (curah gagasan) dilakukan dalam tahap ini.
d. Menata gagasan secara sistematis dan menganalisis
Bagian yang sudah dianalisis dilihat keterkaitannya satu sama lain kemudian
dikelompokkan; mana yang paling menunjang, mana yang bertentangan, dan
sebagainya. Analisis adalah upaya memilahmemilah sesuatu menjadi bagian-
bagian yang membentuknya.
e. Memformulasikan tujuan pembelajaran
Kelompok dapat merumuskan tujuan pembelajaran karena kelompok sudah tahu
pengetahuan mana yang masih kurang, dan mana yang masih belum jelas. Tujuan
pembelajaran akan dikaitkan dengan analisis masalah yang dibuat
f. Mencari informasi tambahan dari sumber lain
Saat ini kelompok sudah tahu informasi apa yang tidak dimiliki, dan sudah punya
tujuan pembelajaran. Kini saatnya mereka harus mencari informasi tambahan itu,
dan menemukan kemana hendak dicarinya.
g. Mensistesis (menggabungkan) dan menguji informasi baru dan membuat laporan.

Kelebihan PBL dibandingkan dengan Model Pengajaran Lainnya adalah:


a. mendorong kerjasama dalam menyelesaikan tugas
b. mendorong siswa melakukan pengamatan dan dialog dengan orang lain
c. melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihan sendiri
d. membantu siswa menjadi pembelajar yang mandiri.
Kekurangan PBL
Sama halnya dengan model pengajaran yang lain, PBL juga memiliki beberapa
kelemahan/hambatan dalam penerapannya (Ricard I Arends dan Ibrahim dalam
Rusmiyati, 2007: 17). Kelemahan dari pelaksanaan PBL adalah sebagai berikut:

a. Kondisi kebanyakan sekolah tidak kondusif untuk pendekatan PBL.


Dalam pelaksanaannya, PBL memerlukan sarana dan prasarana yang tidak
semua sekolah memilikinya. Sebagai contoh, banyak sekolah yang belum
memiliki fasilitas laboratorium cukup memadai untuk kelengkapan pelaksanaan
PBL.
b. Pelaksanaan PBL memerlukan waktu yang cukup lama. Standar 40-50 menit
untuk satu jam pelajaran yang banyak dijumpai di berbagai sekolah tidak
mencukupi standar waktu pelaksanaan PBL yang melibatkan aktivitas siswa di
luar sekolah.
c. Model PBL tidak mencakup semua informasi atau pengetahuan dasar.

4. Strategi Problem Based Learning


Ada lima strategi dalam menggunakan model pembelajaran berbasis masalah
(PBL) menurut Martinis Yamin dalam Duffy & Cunningham (2011:31) yaitu:
1. Permasalahan sebagai kajian.
2. Permasalahan sebagai penjajakan pemahaman
3. Permasalahan sebagai contoh
4. Permasalahan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses
2. Permasalahan sebagai stimulus aktifitas otentik

5. Pendekatan Problem Based Learning


1. Student centered
2. Teacher centered
6. Model Problem Based Learning
Ada lima dalam model pembelajaran berbasis masalah, yaitu:
1. Orientasi siswa kepada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas
pemecahan masalah yang dipilihnya.
2. Mengorganisasi siswa untuk belajar
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas yang
berhubungan dengan masalah tersebut.
3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Guru membimbing siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai,
melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan
masalah
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai
seperti laporan video dan model dan membantu mereka untuk berbagai tugas
dengan temannya.
5. Menganalisis dan mengevaluasi
Guru membantu siswa untuk melakukan evaluasi terhadap penyelidikan mereka
dan proses-proses yang mereka gunakan

B. Pendekaatan Lingkungan Alam Sekitar (PLAS)


1. Pengertian Pendekatan Lingkungan Alam Sekitar
Beberapa pendapat mengenai pengertian dan konsep pendekatan lingkungan adalah
sebagai berikut:
a. Karli H dan Margaretha (2002: 97), mengatakan bahwa: “pendekatan lingkungan
adalah suatu strategi pembelajaran yang memanfaatkan lingkungan sebagai
sasaran belajar, sumber belajar, dan sarana belajar. Hal tersebut dapat
dimanfaatkan untuk memecahkan masalah lingkungan, dan untuk menanamkan
sikap cinta lingkunagan
b. Rustaman N (2005:94) mengatakan bahwa “Penggunaan pendekatan lingkungan
berarti mengaitkan lingkungan dalam suatu proses belajar mengajar. Lingkungan
digunakan sebagai sumber belajar “.
c. Hadiat (1976: 197) mengatakan bahwa “Pendekatan lingkungan ialah
pendekatan melalui lingkungan anak, mendasarkan pelajaran atas keadaan
tempat sehari-hari anak-kebun, sawah, hutan, sungai, kampung, industri, alat-alat
rumah dan lain sebagainya. Bahan pelajaran disusun atas dasar lingkungan
d. Nasution N (2000: 5.26), mengatakan: “Pendekatan lingkungan atau karyawisata
adalah pendekatan yang berorientasi pada alam bebas dan nyata, tidak selalu
harus ke tempat yang jauh, dapat dilakukan di alam sekitar sekolah”.
Dari beberapa pendapat tersebut di atas dapat dikatakan bahwa pengajaran
dengan menggunakan pendekatan lingkungan itu esensinya adalah menggunakan
atau memanfaatkan lingkungan siswa sebagai sumber belajar untuk keperluan
pengajaran dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Dalam pelaksanaannya
dapat membawa kelas ke lingkungan dan dapat juga lingkungan dibawa ke
sekolah. Ini berarti bahwa pengajaran akan memanfaatkan lingkungan sebagai
sumber belajar dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan.

2. Ciri-ciri Pembelajaran Alam Sekitar (PLAS)


Pendekatan lingkungan yang mengaitkan pembelajaran dengan mendayagunakan
lingkungan memiliki beberapa ciri-ciri. Menurut Slavin (Setiadi, 2012, hlm.23),
pendekatan lingkungan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Tidak melakukan eksploitasi alam.
b. Memanfaatkan lingkungan sebagai tempat menguji kebenaran.
c. Lingkungan sekolah sebagai tempat menerapkan konsep-konsep yang dipelajari
di sekolah, dan merupakan laboratorium sekolah.
d. Lingkungan manjadi tempat menemukan masalah untuk diangkat menjadi topik
pembahasan kelompok.
e. Lingkungan sebagai tempat menemukan contoh-contoh langsung yang sesuai, dan
sebagai sumber belajar.

Selain ciri-ciri yang telah dikemukakan oleh Slavin, Nurmahanani dalam jurnal
pendidikannya (2013, hlm.15) memaparkan bahwa prinsip-prinsip pembelajaran
menggunakan pendekatan lingkungan sebagai berikut :
a. Kelayakan waktu yang tersedia. Artinya pemanfaatan lingkungan harus
memperhatikan ciri ragam lingkungan, peranannya, serta waktu yang tersedia.
b. Kesesuaian lingkungan sasaran dalam interaksi belajar mengajar.
Artinya pemanfaatan lingkungan harus disesuaikan dengan tujuan pengajaran.
c. Kelayakannya untuk dimanfaatkan, baik ditinjau dari kemampuan intelektual
siswa, keterjangkauan dana dan tenaga siswa itu sendiri serta kemungkinan
kontrol maupun monitor yang ahrus dilaksanakan guru.
d. Kesesuaiannya dengan strategi belajar mengajar yang telah ditetapkan. Artinya
jika pembelajaran cukup dilakukan hanya dengan pendekatan ekspositori, maka
pemanfaatan lingkungan tidak lagi perlu dilaksanakan.
e. Keselarasan lingkungan dengan hasil yang diharapkan serta kemungkinannya
untuk dievaluasi.
Untuk itu, dapat digaris bawahi bahwa ciri-ciri terpenting dari pendekatan
lingkungan adalah lingkungan yang tersedia dialam dapat dimanfaatkan untuk
berbagai kebutuhan seperti pendidikan tanpa harus mengeksploitasi alam tersebut,
karena diharapkan dengan memenfaatkan alam, siswa dapat lebih mencintai
lingkungan alam yang berada disekitar kita.
Kelebihan Mengajar dengan pendekatan lingkungan alam sekitar yaitu:
1. Lebih menarik dan tidak membosankan
2. Hakikat belajar akan lebih bermakna
3. Bahan-bahan yang adapat dipelajari lebih karya serta lebih factual sehingga
kebenaranya lebih akurat.
4. Kegiatan belajar siswa lebih komprehensif dan lebih aktif
5. Sumber belajar menjadi lebih kaya
6. Siswa dapat memahami dan menghayati aspek-aspek kehidupan yang ada di
lingkungan
Kekurangan mengajar dengan pendekatan lingkungan alam sekitar yaitu:
1. Volume dan kekuatan suara harus lebih besar agar dapat ditangkap oleh
audiens
2. Guru/dosen harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk memusatkan perhatian
audiens.
3. Model pembelajaran harus dibuat menarik, variatif
4. Sangat tergantung cuaca
5. Konsentrasi audiens kurang

3. Pendekatan Pembelajaran Alam Sekitar (PLAS)


1. Student centered
2. Teacher centered
4. Metode Pembelajaran Alam Sekitar (PLAS)
a. Survey
b. Camping/berkemah
c. Fied Trip/karya wisata
Nasution dalam habiba (2006) mengatakan pendekatan lingkungan atau
karyawisata adalah pendekatan yang berorentasi pada alam bebas dan nyata, tidak
harus selalu ketempat yang jauh tetapi dilakukan di lingkungan alam sekitar kita.

a. Praktik lapangan
b. Berkebun
c. Bertenak

5. Model Pembelajaran Alam Sekitar (PLAS)


Joyce dan weil (2000) mengemukakan ada empat kategory yang penting
diperhatikan dalam model mengajar, yakni model informasi, model personal, model
interaksi dan model tingkah laku.

a. Model pemrosesan informasi (Information Processing Models) menjelaskan


bagaimana cara individu memberi respon yang datang dari lingkungannya dengan
cara mengorganisasikan data, memformulasikan masalah, membangun konsep
dan rencana pemecahan masalah serta penggunaan simbol-simbol verbal dan non
verbal. Karena itu model potensial untuk digunakan dalam mencapai tujuan-
tujuan yang berdimensi personal dan sosial.
b. Model personal (Personal Family) merupakan rumpun model pembelajaran yang
menekankan kepada proses pengembangkan kepribadian lingkungan siswa
dengan memperhatikan kehidupan emosional.
c. Model sosial (Social Family) menekankan pada usaha mengembangkan
kemampuan siswa agar memiliki kecakapan untuk berhubungan dengan orang
lain sebagai usaha membangun sikap siswa yang demokratis dengan menghargai
setiap perbedaan dalam realitas sosial.
d. Model sistem perilaku dalam pembelajaran (Behavioral Model of Teaching)
melalui teori ini siswa dibimbing untuk dapat memecahkan masalah belajar
melalui penguraian perilaku kedalam jumlah yang kecil dan berurutan.
e. Syaiful Sagala, (2009 : 180) mengatakan bahwa gerakan pendidikan yang
mendekatkan anak dengan alam sekitarnya adalah gerakan pengajaran alam
sekitar, perintis gerakan ini antara lain adalah Fr. Finger (1808-1888) di Jerman
dengan “ heimatkunde” adalah:
1. Dengan alam sekitar, guru dapat memperagakan secara langsung sesuai dengan
sifat-sifat atau dasar-dasar pengajaran.
2. Pengajaran alam seitar memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya agar
anak aktif atau giat tidak hanyar duduk,dengar, dan catat saja
3. Pengajaran alam sekitar memungkinkan untuk memberikan pengajaran
totalitas yaitu suatu bentuk dengan ciri-ciri:
a. suatu pengajaran yang tidak mengenai pembagian mata pengajaran dalam
daftar pengajaran, tetapi guru memahami tujuan pengajaran dan
mengarahkan usahanya untuk mencapai tujuan
b. suatu pengajaran yang menarik minat, karena segala sesuatu dipusatkan
atas suatu bahan pengajaran yang menarik perhatian dan diambilkan dari
alam sekitarnya
c. suatu pengajaran yang memungkinkan segala bahan pengajaran itu
berhubungan satu sama lain seerat-eratnya secara teratur
d. pengajaran alam sekitar memberi kepada ana bahan apersepsi intelektual
yang kukuh dan tidak verbalitas.
e. Penajaran alam sekitar memberikan apersepsi emosional,karena alam
sekitar mempunyai ikatan emosional dengan anak.
PEMBAHASAN X

STRATEGI, PENDEKATAN, METODE DAN MODEL PEMBELAJARAN IPA SD


(COOPERATIVE LEARNING & GROUP INVESTIGATION)

A. MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING

1. Pengertian Model Pembelajaran Cooperative Learning

Pembelajaran cooperative Learning adalah konsep yang lebih luas meliputi


semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru
atau diarahkan oleh guru. Teori konstruktivisme sosial Vygotsky telah meletakkan arti
penting model pembelajaran kooperatif. Konstruktivisme sosial Vygotsky
menekankan bahwa pengetahuan dibangun dan dikonstruksi secara mutual. Peserta
didik berada dalam konteks sosiohistoris. Keterlibatan dengan orang lain membuka
kesempatan bagi mereka mengevaluasi dan memperbaiki pemahaman. Vigotsky
menekankan peserta didik mengonstruksi pengetahuan dengan mentransformasikan,
mengorganisasikan dan mereorganisasikan pengetahuan dan informasi melalui
interaksi sosial dengan orang lain. Isi pengetahuan dipengaruhi oleh kultur dimana
peserta didik tinggal. Kultur itu meliputi bahasa, keyakinan, keahlian/keterampilan.

Dukungan lain dari teori Vygotsky terhadap model pembelajaran kooperatif


adalah arti penting belajar kelompok. Chaplin mendefinisikan kelompok sebagai “a
collection of individuals who have some characteristic in common or who are
pursuing a common goal. Two or more persons who interact in any way constitute a
group. It is not necessary, however, for the members of a group to interact directly or
in face to face manner”.

Berdasarkan pengertian diatas dikemukakan bahwa kelompok itu dapat terdiri


dari dua orang saja atau lebih. Menurut Shaw satu ciri yang dipunyai oleh semua
kelompok yaitu anggotanya saling berinteraksi, saling mempengaruhi antara satu
dengan yang lain. Interaksi adalah saling mempengaruhi, individu satu dengan
individu yang lain. Tujuan dalam kelompok dapat bersifat intrinsik dan ekstrinsik.
Tujuan intrinsik adalah tujuan yang didasarkan pada alasan bahwa dalam kelompok
perasaan menjadi senang. Tujuan ekstrinsik adalah tujuan yang didasarkan bahwa
untuk mencapai sesuatu tidak dapat dicapai sendiri, melainkan harus dikerjakan
bersama-sama. Struktur kelompok menunjukkan bahwa dalam kelompok diperlukan
peran semua anggota.

Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok
bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang optimal, lima
unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsur tersebut
adalah:

1. Positive interdependence (saling ketergantungan positivf)


2. Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan)
3. Face to face promotive interaction (interaksi promotif)
4. Interpersonal skill (komunikasi antar anggota)
5. Group processing (pemrosesan kelompok)

Unsur pertama pembelajaran kooperatif adalah saling ketergantungan positif.


Unsur ini menunjukkan ada bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada dua
pertanggung jawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan kepada
kelompok. Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari
bahan yang ditugaskan tersebut. Unsur kedua pembelajaran kooperatif adalah
tanggung jawab individual. Beberapa cara menumbuhkan tanggung jawab
perseorangan adalah:

1. Kelompok belajar jangan terlalu besar


2. Melakukan assesmen terhadap siswa
3. Memberi tugas kepada siswa untuk mempresentasikan hasil kelompok di
depan kelas
4. Mengamati setiap kelompokdan mencatat frekuensi individu dalam membantu
kelompok
5. Menugasi seorang peserta didik sebagai pemeriksa di kelompoknya
6. Menugasi peserta didik mengajar temannya.

Unsur ketiga pembelajaran kooperatif adalah interaksi promotif. Unsur ini


penting karena dapat menghasilkan saling ketergantungan positif. Unsur keempat
pembelajaran kooperatif adalah keterampilan sosial. Unsur kelima adalah pemrosesan
kelompok. Pemrosesan mengandung arti menilai. Model pembelajaran kooperatif
dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi,
menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial.

2. Macam-macam Metode Pembelajaran Cooperative Learning


a. Jigsaw
Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini pertama kali dikembangkan oleh
Aronson, dkk. Langkah-langkah dalam penerapan jigsaw adalah sebagai berikut.
Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok
terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat
kemampuan tinggi, sedang dan rendah serta jika mungkin anggotakelompok
berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan jender. Kelompok ini
disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan
dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai
dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe jigsaw ini, setiap
siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut.
Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam
kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG). Dalam
kelompok ahli siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta
menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke
kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok jigsaw (gigi
gergaji).
Contoh pembentukan kelompok jigsaw sebagai berikut. Misal suatu kelas
dengan jumlah siswa 40, dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai
dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka
dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8
kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan
kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh dalam
diskusi di kelompok ahli serta setiap siswa menyampaikan apa yang telah
diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli.
Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli
maupun kelompok asal. Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun
kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau
dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi
kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada
materi pembelajaran yang telah didiskusikan. Guru memberikan kuis untuk siswa
secara individual.
Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan
berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke
skor kuis berikutnya (terkini). Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi
beberapa bagian materi pembelajaran.
Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan jigsaw untuk belajar materi
baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta
cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

b. Numbered Heads Together (NHT)


Pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembangkan oleh Spencer
Kagen (1993). Pada umumnya NHT digunakan untuk melibatkan siswa dalam
penguatan pemahaman pembelajaran atau mengecek pemahaman siswa
terhadap materi pembelajaran. Langkah-langkah penerapan NHT:

1. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa


sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
2. Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan
skor dasar atau awal.
3. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari
4–5 siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor atau nama.
4. Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok.
5. Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor(nama)
anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu siswa yang ditunjuk
oleh guru merupakan wakil jawaban dari kelompok.
6. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan
memberikan penegasan pada akhir pembelajaran.
7. Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara individual .
8. Guru memberi penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan
berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar
ke skor kuis berikutnya(terkini).
c. Group Investigation
Dalam grup investigation para murid bekerja melalui enam tahap.

1. Mengidentifikasikan topik dan mengatur murid kedalam kelompok


a. Para siswa meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik dan
mengkatagorikan saran-saran.
b. Para siswa bergabung dengan kelompoknya untuk mempelajari topik yang
mereka pilih.
c. Komposisi kelompok berdasarkan pada ketertarikan siswa dan harus bersifat
heterogen.
d. Guru membantu dalam pengumpulan informasi dan memfasilitasi
pengaturan.
2. Merencanakan tugas yang ingin dipelajari.
Para siswa merencanakan bersama mengenai :
a. Apa yang kita pelajari?
b. Bagaimana kita mempelajarinya?
c. Siapa melakukan apa? (pembagian tugas)
d. Untuk kepentingan apa kita menginvestigasi topik ini?
3. Melaksanakan investigasi.
a. Para siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan membuat
kesimpulan.
b. Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan
kelompoknya.
c. Para siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi dan mensistesis
semua gagasan.
4. Menyiapkan laporan akhir.
a. Anggota kelompok menentukan pesan-pesan, esensial dari proyek mereka.
b. Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan dan
bagaimana mereka akan membuat presentasi mereka.
c. Wakil-wakil kelompok membentuk sebuah panitia acara untuk
mengkoordinasikan rencana-rencana presentasi.
5. Mempresentasikan laporan akhir
a. Presentasi yang dibuat untuk seluruh kelas dalam berbagai macam bentuk.
b. Bagian presentasi tersebut harus dapat melibatkan pendengarnya secara
aktif.
c. Para pendengar tersebut mengevaluasi kejelasan dan penampilan presentasi
berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya oleh seluruh anggota
kelas.
6. Evaluasi.
a. Para siswa saling memberikan umpan balik mengenai topik tersebut,
mengenai tugas yang telah mereka kerjakan, mengenai keefektifan,
pengalaman-pengalaman mereka.
b. Guru dan murid bekolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran siswa.
c. Penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran paling tinggi.

d. Two Stay Two Stray


Model pembelajaran Two Stay Two Stray / Dua Tinggal Dua Tamu merupakan
model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada kelompok untuk
membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lainnya. Hal ini dilakukan
dengan cara saling mengunjungi/bertamu antar kelompok untuk berbagi informasi.
Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut :
1. Siswa bekerja sama dalam kelompok yang berjumlah 4 (empat) orang.
2. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing menjadi tamu kedua kelompok
yang lain.
3. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan
informasi ke tamu mereka.
4. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan
temuan mereka dari kelompok lain.
5. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka.
6. Kesimpulan.

e. Make a Match
Teknik metode pembelajaran make a match atau mencari pasangan
dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan tehnik ini adalah
siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam
suasana yang menyenangkan. Langkah-langkah penerapan metode make a match
sebagai berikut:
1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang
cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu
jawaban.
2. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.
3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
4. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya:
pemegang kartu yang bertuliskan nama tumbuhan dalam bahasa Indonesia
akan berpasangan dengan nama tumbuhan dalam bahasa latin (ilmiah).
5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi
poin.
6. Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak
dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman,
yang telah disepakati bersama.
7. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang
berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
8. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang
kartu yang cocok.
9. Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi
pelajaran.

f. Listening Team
Pembelajaran diawali dengan pemaparan materi pembelajaran oleh guru.
Selanjutnya guru membagi kelas menjadi kelompok –kelompok, setiap kelompok
mempunyai peran masing-masing. Kelompok pertama merupakan kelompok
penanya, kelompok kedua merupakan kumpulan orang yang menjawab berdasarkan
perspektif tertentu, kelompok ketiga kumpulan orang yang menjawab dengan
perspektif yang berbeda dengan kelompok kedua dan kelompok keempat adalah
kelompok yang bertugas mereview dan membuat kesimpulan dari hasil diskusi.
Pembelajaran diakhiri dengan penyampaian kata kunci atau konsep yang telah
dikembangkan oleh peserta didik dalam berdiskusi.
g. Inside-Outside Circle
Pembelajaran inside-outside circle diawali dengan pembentukan kelompok.
Satu kelas dibagi menjadi dua kelompok besar yang terdiri dari dua kelompok
lingkaran dalam dan kelompok lingkaran luar. Anggota kelompok lingkaran dalam
berdiri melingkar menghadap keluar dan anggota kelompok lingkaran luar berdiri
menghadap kedalam sehingga saling berpasangan dan berhadap-hadapan.
Kelompok ini disebut sebagai kelompok pasangan asal. Kemudian berikan tugas.

h. The Power of Two


Langkah-langkah:

1. Berilah peserta didik satu atau lebih pertanyaan yang membutuhkan refleksi
dan pikiran.
2. Mintalah peserta didik untuk menjawab pertanyaan sendiri-sendiri.
3. Setelah semua melengkapi jawabannya bentuklah kedalam pasangan dan
mintalah mereka untuk berbagi jawaban dengan yang lain.
4. Mintalah pasangan tersebut membuat jawaban baru untuk masing-masing
pertanyaan dengan memperbaiki respon masing-masing individu.
5. Ketika semua pasangan selesai menulis jawaban baru bandingkan jawaban dari
masing-masing pasangan ke pasangan yang lain.

i. TAI ( Team Assited Individualization atau Team Accelarated Instruction)


Pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assited Individualization atau Team
Accelarated Instruction). Pembelajaran kooperatif tipe TAI ini dikembangkan oleh
Slavin. Tipe ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan
pembelajaran individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa
secara individual. Oleh karena itu kegiatan pembelajarannya lebih banyak
digunakan untuk pemecahan masalah, ciri khas pada tipe TAI ini adalah setiap
siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh
guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan
dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok
bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama.
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TAI sebagai berikut.
1. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran
secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru.
2. Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan
skor dasar atau skor awal.
3. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 – 5 siswa
dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan (tinggi,
sedang dan rendah) Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya,
suku yang berbeda serta kesetaraan gender.

Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam


diskusi kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu
kelompok. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman,
mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah
dipelajari. Guru memberikan kuis kepada siswa secara individual. Guru memberi
penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar
individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).

j. Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions).


Pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan oleh Slavin dkk. Langkah-
langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD:

1. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa


sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
2. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual sehingga akan
diperoleh skor awal.
3. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 – 5
4. siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah).
5. Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda
serta kesetaraan genre.
6. Bahan materi yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam kelompok untuk
mencapai kompetensi dasar. Pembelajaran kooperatif tipe STAD, biasanya
digunakan untuk penguatan pemahaman materi (Slavin, 1995).
7. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan
memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
8. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual.
9. Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai
peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya
(terkini).

k. CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition)


CIRC adalah salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling efektif
dalam pembelajaran membaca, menulis, dan seni berbahasa. Unsur – unsur CIRC
adalah :

1. Kelompok membaca
2. Tim
3. Kegiatan – kegiatan yang berhubungan dengan membaca.
Tahap – tahap kegiatannya adalah :
a. Membaca berpasangan
b. Mengucapkan kata – kata dengan keras.
c. Makna kata
d. Menceritakan kembali cerita.
e. Ejaan
f. Pemeriksaan oleh pasangan.
g. Tes.
h. Pengajaran langsung dan memahami bacaan.
i. Seni berbahasa dan menulis terintegrasi.
j. Membaca independen dan buku laporan.

l. TGT ( Team Game Turnament)


Secara umum, TGT sama seperti STAD. Bedanya TGT menggunakan
turnamen akademik, dan menggunakan kuis – kuis dan sistem skor kemajuan
individu, dimana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota
tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti mereka. Komponen –
komponen TGT :
a. Presentasi di kelas
b. Tim
c. Game
d. Turnamen
e. Rekognisi tim

m. Co-op Co-op
Co-op co-op adalah sebuah bentuk group investigation yang menempatkan tim
dalam kooperasi antara satu dengan yang lainnya (seperti namanya) untuk
mempelajari sebuah topik di kelas. Langkah – langkah :

a. Diskusi kelas terpusat pada siswa


b. Menyeleksi tim pembelajaran siswa dan pembentukan tim.
c. Seleksi topik tim.
d. Pemilihan topik tim.
e. Persiapan topik kecil.
f. Presentasi topik kecil.
g. Persiapan presentasi tim.
h. Presentasi tim
i. Evaluasi.

n. Jigsaw II
Kunci metode jigsaw ini adalah interdependensi adalah tiap siswa bergantung
kepada teman satu timnya untuk dapat memberikan informasi yang diperlukan
supaya dapat berkinerja baik pada saat penilaian. Beberapa modifikasi adalah
sebagai berikut :

1. Daripada membuat para siswa merujuk kepada materi naratif untuk


mengumpulkan informasi mengenai topik mereka, siswa juga bisa disuruh
mencari serangkaian materi – materi perpustakaan atau kelas untuk
mendapatkan informasi tersebut.
2. Setelah para ahli menyampaikan laporan, mintalah siswa menuliskan esai atau
memberikan laporan lisan daripada memberikan kuis.
3. Anda juga bisa memberikan tiap tim topik yang unik untuk dipelajari bersama
dan memberikan masing – masing anggota tim sebuah subtopik daripada
sekedar menyuruh mereka mempelajari materi yang sama.
4. Dan lain – lain.
.3. Kelebihan dan Kekurangan Cooperative Learning
a. Kelebihan Cooperative Learning
Cooperative Learning mempunyai beberapa kelebihan. Kelebihan belajar
kooperatif menurut Hill & Hill (1993: 16) adalah:

1. meningkatkan perestasi siswa,


2. memperdalam pemahaman siswa,
3. menyenangkan siswa,
4. mengembangkan sikap kepemimpinan,
5. menembangkan sikap positif siswa,
6. mengembangkan sikap menghargai diri sendiri,
7. membuat belajan secara inklusif,
8. mengembangkan rasa saling memiliki, dan
9. mengembangkan keterampilan untuk masa depan.
b. Kekurangan Cooperative Learning
Selain mempunyai kelebihan, belajar kooperatif juga mempunyai beberapa
kelemahan. Menurut Dess (1991: 411) beberapa kelemahan belajar kooperatif
adalah :

1. membutuhkan waktu yang lama bagi siswa, sehingga sulit mencapai target
kurikulum,
2. membutuhkan waktu yamg lama untuk guru sehingga kebanyakan guru tidak
mau menggunakan strategi kooperatif,
3. membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat
melakukan atau menggunakan strategi belajar kooperatif, dan
4. menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka bekerja sama.

B. MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION

1. Pengertian Model Pembelajaran Group Investigation


Group Investigation merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif
yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi
(informasi pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia,misalnya
dari buku pelajaran atau siswa dapat mencdari diinternet. Siswa dilibatkan sejak
perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya
melalui investigasi. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki kermampuan yang
baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok. Model
Group Investigation dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir
mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai
tahap akhir pembelajaran.
Dalam metode Group Investigation terdapat tiga konsep utama, yaitu: penelitian
atau enquiri, pengetahuan atau knowledge, dan dinamika kelompok atau the dynamic
of the learning group, (Udin S. Winaputra, 2001:75). Penelitian disini adalah
peroses dinamika siswa memberikan respon terhadap masalah dan memecahkan
masalah tersebut. Pengetahuan adalah pengalaman belajar yang diperoleh siswa baik
secara langsung maupun tidak langsung .Sedangkan dinamika kelompok menunjukkan
suasana yang menggambarkan sekelompok saling berinteraksi yang melibatkan
berbagai ide dan pendapat serta saling bertukar pengalaman melaui proses saling
beragumentasi. Slavin (1995) dalam Siti Maesaroh (2005:28), mengemukakan hal
penting untuk melakukan metode Group Investigation adalah:
a. Membutuhkan Kemampuan Kelompok
Di dalam mengerjakan setiap tugas, setiap anggota kelompok harus
mendapat kesempatan memberikan kontribusi. Dalam penyelidikan, siswa dapat
mencari informasi dari berbagai informasi dari dalam maupun di luar
kelas.kemudian siswa mengumpulkan informasi yang diberikan dari setiap
anggota untuk mengerjakan lembar kerja.

b. Rencana Kooperatif
Siswa bersama-sama menyelidiki masalah mereka, sumber mana yang
mereka butuhkan, siapa yang melakukan apa, dan bagaimana mereka akan
mempresentasikan proyek mereka di dalam kelas.

c. Peran Guru
Guru menyediakan sumber dan fasilitator. Guru memutar diantara kelompok-
kelompok memperhatikan siswa mengatur pekerjaan dan membantu siswa
mengatur pekerjaannya dan membantu jika siswa menemukan kesulitan dalam
interaksi kelompok. Para guru yang menggunakan metode GI umumnya membagi
kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 sampai 6 siswadengan
karakteristik yang heterogen, (Trianto, 2007:59). Pembagian kelompok dapat juga
didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik
tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan
penyelidikan yang mendalam atas topik yang telah dipilih, kemudian
menyiapkan dan mempresentasikan laporannya di depan kelas.

2. Langkah-Langkah dalam Menggunakan Model Group Investigation


Langkah-langkah penerapan metode Group Investigation, (Kiranawati (2007),
dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. Seleksi topik
Para siswa memilih berbagai sub topik dalam suatu wilayah masalah umum
yang biasanya digambarkan lebih dulu oleh guru. Para siswaselanjutnya
diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task
oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang . Komposisi kelompok
heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.

b. Merencanakan kerjasama
Para siswa bersama guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus,
tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan sub topik
yang telah dipilih dari langkah 1 diatas.

c. Implementasi
Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b).
Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan
variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai
sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-
menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika
diperlukan.

d. Analisis dan sintesis


Para siswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang
diperoleh pada langkah 3 dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam
suatu penyajian yang menarik didepan kelas.
e. Penyajian hasil akhir
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarikdari berbagai
topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan
mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi
kelompok dikoordinir oleh guru.

f. Evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok
terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup
tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.

3. Tahapan-tahapan Dalam Group Investigation


Enam tahapan di dalam Pembelajaran Kooperatif dengan Metode Group
Investigation dapat dilihat pada table berikut, (Slavin, 1995) dalam Siti Maesaroh
(2005:29-30):

Tahap I Guru memberikan kesempatan bag isiswa untuk memberi


kontribusi apa yang akan mereka selidiki. Kelompok dibentuk
Mengidentifiksi topik
berdasarkan heterogenitas.
dan membagi siswa
kedalam kelompok.

Tahap II Kelompok akan membagi sub topik kepada seluruh anggota.


Kemudian membuat perencanaan dari masalah yang akan diteliti,
Merencanakan tugas.
bagaimana proses dan sumber apa yang akan dipakai.
Tahap III Siswa mengumpulkan, menganalisis dan mengevaluasi informasi,
membuat kesimpulan dan mengaplikasikan bagian mereka kedalam
Membuat
pengetahuan baru dalam mencapai solusi masalah kelompok.
penyelidikan.

Tahap IV Setiap kelompok mempersiapkan tugas akhir yang akan


dipresentasikan di depan kelas.
Mempersiapkan tugas
akhir.
Tahap V Siswa mempresentasikan hasil kerjanya. Kelompok lain tetap
mengikuti.
Mempresentasikan
tugas akhir.
Tahap VI Soal ulangan mencakup seluruh topik yang telah diselidiki dan
dipresentasikan.
Evaluasi.

4. Ciri-Ciri Model Group Investigation


Model pembelajaran Group Investigation merupakan model yang sulit
diterapkan dalam pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini mempunyai ciri-
ciri, yakni sebagai berikut:

a. Pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation berpusat pada


siswa, guru hanya bertindak sebagai fasilitator atau konsultan sehingga siswa
berperan aktif dalam pembelajaran.
b. Pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerja sama dan
berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang, setiap
siswa dalam kelompok memadukan berbagai ide dan pendapat, saling berdiskusi
dan beragumentasi dalam memahami suatu pokok bahasan serta memecahkan
suatu permasalahan yang dihadapi kelompok.
c. Pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation siswadilatih untuk
memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi, semua kelompok
menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah
dipelajari, semua siswa dalam kelas saling terlihat dan mencapai suatu perspektif
yang luas mengenai topik tersebut.
d. Adanya motivasi yang mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar mulai
dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.
e. Pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation suasana belajar
terasa lebihefektif, kerjasama kelompok dalam pembelajaran ini dapat
membangkitkan semangat siswa untuk memiliki keberanian dalam
mengemukakan pendapat dan berbagi informasi dengan teman lainnya dalam
membahas materi pembelajaran.

5. Kelebihan dan Kelemahan Model Group Investigation


Di dalam pemanfaatannya atau penggunaannya model pembelajaran group
investigation juga mempunyai kelemahan dan kelebihan, yakni sebagai berikut:
Kelebihan pembelajaran model group investigation:

a. Pembelajaran dengan kooperatif model Group Investigation memiliki dampak


positif dalam meningkatkan prestasi belajarsiswa.
b. Penerapan metode pembelajaran kooperatif model Group Investigation mempunyai
pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
c. Pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan
berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latarbelakang.
d. Model pembelajaran group investigation melatih siswa untuk memiliki kemampuan
yang baik dalam berkomunikasi dan mengemukakan pendapatnya.
e. Memotivasi dan mendorongsiswa agar aktif dalam proses belajar mulai dari tahap
pertama sampai tahap akhir pembelajaran.

Kelemahan pembelajaran dengan model group investigation:

Model pembelajaran group investigation merupakan model pembelajaran yang


kompleks dan sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Kemudian
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran group investigation juga

membutuhkan waktu yang lama.


PEMBAHASAN XI

STRATEGI, PENDEKATAN, METODE, DAN MODEL PEMBELAJARAN IPA SD


(QUESTIONING & LISTENING STRATEGIES)

A. Pembelajaran IPA di SD
Pembelajaran IPA di SD bertujuan untuk mengembangkan rasa ingin tahu peserta
didik tentang gejala alam di sekitar mereka, memberikan berbagai pengalaman untuk
mengobservasi dan menyelidiki lingkungan mereka, melatihkan dan mengembangkan
keterampilan teknis dan intelektual yang diperlukan untuk mempelajari IPA lebih jauh,
membangun pengalaman dasar dalam rangka memahami konsep-konsep penting dalam
IPA, serta menghubungkan apa yang mereka pelajari di sekolah dengan kehidupan
seharihari (Howe & Jones, 1993: 17).
Tujuan-tujuan IPA seperti yang diuraikan di atas dapat tercapai apabila guru sebagai
pembelajar IPA dapat menguasai strategi mengajar dengan baik. Menurut Driver dalam
Howe & Jones (1993: 13) , ada beberapa strategi yang sebaiknya dilakukan oleh guru IPA
yaitu mengidentifikasi dan membangun pengetahuan yang dimiliki peserta didik ke dalam
pembelajaran, memberi kesempatan mereka mengembangkan dan mengorganisasi
pengetahuan melalui diskusi, pengalaman, dan bantuan guru, membantu peserta didik
memahami pengetahuan ilmiah termasuk menyelidiki kebenaran konsep serta sifat
tentatifnya IPA.
Berdasarkan strategi-strategi yang diuraikan tersebut di atas, pada intinya
pembelajaran IPA lebih mengarahkan para peserta didik untuk mengetahui bagaimana
konsep diperoleh daripada hanya sekedar mengajarkan produk atau konsep-konsep.
Membelajarkan IPA di SD berarti melatih para peserta didik berperan seperti ilmuwan
untuk menemukan konsep yang seharusnya mereka kuasai. Guru berperan sebagai
fasilitator, mediator, dan motivator, sedangkan peserta didik sebagai pelaku yang lebih
aktif dalam mencari ilmu. Pembelajaran IPA di SD harus sesuai dengan tingkat
perkembangan kognitif peserta didik. Menurut Piaget (Mohamad Nur, 2004: 12) anak usia
SD berada pada tahap operasional konkret. Pada tahap ini, anak mampu berpikir secara
logis, mampu menggunakan operasi-operasi yang reversibel, pemikiran tidak sentrasi
tetapi desentrasi. Pemecahan msalah tidak begitu dibatasi pada keegosentrisan. Dengan
memperhatikan tingkat perkembangan peserta didik yang diajar, dan menggunakan
strategi yang sesuai dengan materi dalam membuat perencanaan mengajar, guru dapat
lebih mudah mengantarkan peserta didik mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Merencanakan pengalaman belajar IPA untuk anak harus memperhatikan beberapa
hal. Aktivitas dan pengajaran yang baik sulit dicapai apabila tidak direncanakan secara
hati-hati. Neuman (1978: 47) menyarankan beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam
merencanakan suatu pengalaman belajar bagi anak. Berikut jabarannya:
1. Awalnya, tentukan sasaran apa yang ingin dicapai dari aktivitas yang akan dilakukan
menggunakan petunjuk pertanyaan-pertanyaan: Apa saja yang harusnya dicapai
anakanak? Keterampilan-keterampilan apasaja yang akan anak-anak peroleh?
Informasi apa saja? Jenis sikap apasaja?
2. Pikirkan cara-cara yang bisa dilakukan agar anak-anak dapat terlibat dalam sebuah
aktivitas sederhana. Mengacu pada usia dan kemampuan anak, apa yang dapat mereka
lakukan? Minat apa yang dapat dibangun dan dipelihara dari anak-anak?
3. Kumpulkan dan siapkan bahan-bahan yang dapat membantu belajar anak-anak. Apa
yang tersedia? (what is available?) Dimana bahan-bahan dapat ditemukan? Berapa
biayanya? Apakah bahan-bahan yang digunakan aman bagi anak-anak?
4. Ciptakan suasana belajar yang wajar bagi anak. Apakah semua bahan-bahan yang
diperlukan sudah tersedia? Apakah mereka dalam suasana bekerja (working order) ?
Apakah petunjuknya jelas? Apakah anak-anak terdorong (bukan didorong) untuk
berpartisipasi?
5. Pelajari hasil yang diperoleh setelah pembelajaran berakhir. Apa saja yang telah
dipelajari anak-anak? Apakah pembelajarannya menyenangkan?
Berdasarkan panduan pertanyaan-pertanyaan tersebut, guru dapat mengevaluasi
dirinya mengenai kesiapan mengajar. Dalam pembelajaran, guru diwajibkan menguasai
berbagai keterampilan mengajar. Salah satu keterampilan penting dalam mengajar IPA
adalah bertanya. Melalui keterampilan ini, guru dapat mengembangkan rasa ingin tahu
peserta didik, dan lain-lain tujuan pembelajaran IPA seperti yang telah diuraikan di atas.

B. Keterampilan Bertanya dalam Pembelajaran IPA


Salah satu cara yang digunakan oleh peserta didik untuk mengenali benda dan
peristiwa di dunia adalah melalui bertanya dengan berbagai pertanyaan. Bahasa akan
membantu mereka memperoleh pemahaman. Peserta didik khususnya di SD, memiliki
rasa ingin tahu yang sangat tinggi. Di rumah, anak-anak tanpa beban sering bertanya
kepada orang tuanya mengenai sesuatu yang mereka tidak tahu. Namun, di sekolah,
banyak guru yang gagal meneruskan dan memfasilitasi rasa ingin tahu anak dengan baik.
Meskipun guru telah melontarkan banyak pertanyaan, tidak semua pertanyaan mendapat
reaksi dari peserta didik seperti yang diungkap oleh Palincsar dalam Mast (2002: 16)
berikut, Only a limited amount of this talk would qualify as dialogue because the
percentage of teacher statements made in reaction to a student’s statement orteacher use
of an idea expressed by a student is a mere 3% to 5% in the primary grade).
Dengan demikian, perlu keterampilan mengungkapkan pertanyaan oleh guru agar
dapat terjadi umpan balik antar guru dan peserta didik. Peserta didik akan dapat memiliki
kesempatan untuk aktif berpartisipasi dan pengetahuan yang tidak terperangkap apabila
pembelajaran berlangsung dengan pertanyaan-pertanyaan instruksional yang baik.
Bertanya dalam pembelajaran memiliki tujuan.Tujuan guru memberikan pertanyaan
kepada peserta didik adalah (Purwiro Harjati, 2008:1):
1. Membangkitkan minat dan rasa ingin tahu peserta didik terhadap materi pelajaran
2. Memusatkan perhatian peserta didik terhadap materi pelajaran atau konsep
3. Mendiagnosis kesulitan-kesulitan khusus yang dialami peserta didik
4. Mengembangkan cara belajar peserta didik aktif
5. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengasimilasikan informasi
6. Mendorong peserta didik mengemukakannya dalam bidang diskusi
7. Menguji dan mengukur hasil belajar peserta didik
8. Mengetahui keberhasilan guru dalam mengajar
“Bertanya” seyogianya menjadi kebiasaan guru dalam mengajar untuk menuju
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Bentuk pertanyaan yang dipilih
disesuaikan dengan maksud, tujuan, dan kebermaknaannya. Pertanyaan “apakah kamu
mengerti?” adalah baik, namun akan menjadi lebih bermakna apabila dirubah menjadi “
apa saja yang telah kamu mengerti?” (Mast, 2002: 16). Adapun komponen-komponen
dalam memberikan pertanyaan adalah pengungkapan pertanyaan secara jelas, pemberian
acuan, pemusatan, pemindahan giliran, penyebaran, pemberian waktu berfikir, dan
pemberian tuntunan (Purwiro Harjati, 2008:1). Komponen-komponen tersebut dapat
diterapkan oleh guru yang cakap.
Guru yang cakap misalnya dalam mengajarkan mata pelajaran IPA, memiliki
ciriciri khusus seperti yang diungkap oleh Woolnough (1994: 43) yaitu good science
teachers are knowledgeable, competent and enthusiastic in their subject and in class
management, and understanding and sympathetic to students and their needs. Hal ini
dapat dilakukan oleh guru apabila guru memiliki kemampuan verbal yang baik khususnya
dalam hal mengungkapkan pertanyaan. Ketika guru melontarkan pertanyaan kepada
peserta didik, dia juga harus dapat menjadi pendengar yang baik. Apabila peserta didik
didengarkan saat mengungkapkan sesuatu, maka mereka akan merasa dihargai dan lebih
berantusias dalam mengikuti pelajaran. Salah satu strategi yang dapat digunakan guru agar
menguasai keterampilan bertanya yang baik, dan juga menjadi pendengar yang baik
adalah Questioning and Listening (Q/L) strategies.

C. Strategi Questioning and Listening (Q/L Strategies)


Strategi Questioning and Listening atau disingkat Q/L strategies merupakan suatu
strategi memberikan pertanyaan dan mendengarkan respon peserta didik yang digunakan
oleh pengajar dalam melakukan pembelajaran di kelas. Pertanyaan tidak hanya
dilemparkan oleh guru namun peserta didik juga berlatih untuk mengemukakan
pertanyaan. Adapun strategi-strategi yang dianjurkan dalam Q/L strategies (Carin, 1993:
129-133) adalah :
1. Memberikan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat konvergen dan divergen dengan
tepat. Sedapat mungkin menghindari pertanyaan yang hanya dijawab “ya” atau tidak”.
Apabila hal ini harus dilakukan maka harus dilanjutkan dengan pertanyaan yang
bersifat divergen dengan cara menambahkan “mengapa?”, “bagaimana kamu bisa
tahu?’, “bagaimana cara membuktikan ini?”, contoh konkret dalam IPA misalnya:
“apakah baking soda dapat menimbulkan gas? Bagaimana prosedur eksperimen yang
dapat kita lakukan untuk membuktikannya?”. Kedalaman pertanyaan divergen
disesuaikan dengan tingkat kelas di SD. Lebih lengkapnya dijabarkan pada bahasan
selanjutnya.
2. Menghindari pertanyaan yang bersifat majemuk
3. Menghindari reaksi yang berlebihan
4. Memecahkan keterbatasan pikiran peserta didik
5. Menanyakan peserta didik untuk menjelaskan bahan-bahan dan peralatan yang
digunakan
6. Berhati-hati terhadap penyamarataan sesuatu yang dilakukan peserta didik
7. Mengarahkan peserta didik dalam menyimpulkan melalui bertanya
8. Menguatkan dan menjaga konsentrasi peserta didik
9. Selalu mempertimbangkan emosi peserta didik yang berlebihan terhadap sesuatu
10. Parafrase atau ulangi dengan bahasa lain apa saja yang dikatakan peserta didik
11. Fokus terhadap apapun yang dikatakan peserta didik
12. Tidak mengalihkan perhatian ketika peserta didik berdiskusi
13. Memberikan sinyal nonverbal yang positif
14. Menggunakan waktu jeda
15. Mengamati peserta didik yang berisyarat untuk memberikan respon
16. Tidak berinterupsi ketika peserta didik memberikan respon
17. Tidak memberikan reward selama diskusi berlangsung
18. Menggunakan teknik-teknik mendengar yang sensitif yaitu dengan mendengarkan
ketika peserta didik merespon atau mengungkapkan pendapat. Maksudnya adalah guru
bereaksi atau memberikan tanggapan setelah peserta didik selesai berpendapat.
Salah satu strategi dalam Q/L yang ditulis dalam uraian di atas adalah menggunakan
pertanyaan yang bersifat konvergen dan divergen. Pertanyaan konvergen adalah
pertanyaan yang dapat dijawab dengan satu jawaban, sedangkan pertanyaan divergen
adalah pertanyaan yang bisa dijawab dengan berbagai alternatif jawaban. Berikut
dijabarkan berbagai saran cara menggunakan pertanyaan-pertanyaan tersebut dalam
pembelajaran IPA di SD (Carin, 1993: 129):
1. Menghindari pertanyaan-pertanyaan awal yang hanya dijawab dengan ya atau tidak.
Apabila pertanyaan-pertanyaan jenis ini harus digunakan, maka harus dibuat
menjadi lebih divergen dengan menambah pertanyaan dengan kata awal seperti
“mengapa, bagaimana kamu tahu, bagaimana kita dapat menemukan, apa yang
membuat kamu berpikir begitu, apa yang mambuatmu memilih ide itu”.
2. Hati-hati dengan kata-kata awal yang digunakan dalam pertanyaan karena kata-kata
tersebut akan ditiru dalam jawaban.
3. Menanyakan kepada peserta didik dengan pertanyaan yang dapat mengubah benda
atau peristiwa seperti “apa yang dapat kamu lakukan untuk membuat magnet ini
menjadi lebih kuat, bagaimana caranya agar lampu ini dapat menyala lebih terang”,
dan lain-lain.
4. Melontarkan pertanyaan yang akan membuat peserta didik melakukan perbandingan
satu peristiwa atau benda terhadap yang lain
5. Menggunakan pertanyaan yang bersifat konvergen untuk memfokuskan perhatian
peserta didik lebih spesifik
6. Mencoba lebih utama menggunakan pertanyaan yang bersifat divergen
Mengenai pertanyaan yang perlu diberikan oleh guru, misalnya untuk mengajarkan
IPA di SD, Gega (1994: 89) menyarankan hal yang serupa namun dengan istilah lain
yaitu narrow and broad questions. Sumber ini menyarankan agar dalam pembelajaran IPA
di SD menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat tertutup dan terbuka dengan
baik seperti pernyataan berikut ini (Gega, 1994: 55) If you want children to come up with
their own ideas, ask broad questions that will cause them to state what specific points they
want to tackle..What happens when youngsters cannot come up with their own ideas?
Then we need to help them by asking narrow questions.
Dengan memperhatikan berbagai saran di atas dapat dinyatakan bahwa dalam
memberikan pertanyaan, sebaiknya guru memberikan pertanyaan yang bersifat lebih
divergen atau terbuka terlebih dahulu dan apabila peserta didik mengalami kesulitan di
dalam merespon, maka dilanjutkan dengan pertanyaan yang bersifat konvergen atau
tertutup. Jenis-jenis pertanyaan ini dapat pula diterapkan dalam mengajarkan seluruh
bidang studi di SD.
Beberapa tipe pertanyaan yang dapat digunakan untuk membuat peserta didik
berpikir lebih kreatif antara lain pertanyaan dengan kata-kata awal “apa yang akan terjadi
bila, bagaimana kamu dapat/ agar, apa yang membuat, bagaimana kamu merasakan,
kesimpulan lain apa yang” dan lain-lain.
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dinyatakan bahwa Q/L adalah keterampilan
mengemukakan pertanyaan dan mendengarkan respon dalam melakukan pembelajaran
yang sebaiknya dikuasai guru melalui berbagai strategi. Strategi-strategi tersebut dapat
dikuasai oleh guru dengan lebih baik melalui suatu praktek di kelas. Penerapan strategi-
strategi Q/L dalam pembelajaran IPA di SD akan dapat lebih memacu peserta didik
berkembang pola pikirnya, dan juga membuat guru lebih kreatif untuk menarik perhatian
peserta didik.
Pengabdi sebelum kajian ini disampaikan dalam kegiatan pengabdian kepada
masyarakat, telah melakukan penelitian berjenis action research kepada mahasiswa calon
guru SD. Prosedur implementasi Questioning and Listening (Q/L) strategies dalam
penelitian dilakukan melalui pembelajaran Contextual Teaching and Learning. Prosedur
implementasi Q/L Strategies yang dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa PGSD
mengembangkan keterampilan bertanya melalui simulasi mengajar adalah sebagai berikut.
a. Pertemuan sebelumnya, dosen telah menugasi setiap mahasiswa menyusun RPP yang
akan dijadikan bahan diskusi
b. Penggalian pengetahuan awal mahasiswa melalui tanya jawab
c. Pemodelan oleh dosen yaitu berperan sebagai guru SD menerapkan Q/L strategies
d. Pembagian kelompok sudah direncanakan dosen dengan matang, sehingga mengurangi
keributan yang tidak bermanfaat
e. Setiap kelompok saling mereview RPP anggota, menentukan satu RPP yang akan
disimulasikan. Produk pembelajaran berupa revisi RPP setiap kelompok
f. Sebelum simulasi dimulai, dosen menekankan kepada peserta ketika berperan sebagai
siswa SD, agar bobot pertanyaannya menyesuaikan kemampuan anak sesuai tingkat
kelas dari materi yang diajarkan
g. Setiap perwakilan kelompok bersimulasi mengajar, dengan prosedur setiap satu wakil
kelompok selesai bersimulasi, pemberian kesempatan kelompok-kelompok lain untuk
menanggapi atau memberikan komentar
h. Setelah itu dilakukan refleksi terhadap pelaksanaan pembelajaran setelah ada
perubahan teknik. Selanjutnya pembelajaran ditutup
i. Dosen memberikan penilaian autentik.
PEMBAHASAN XII
MEDIA DAN ALAT PERAGA DALAM PEMBELAJARAN IPA SD

A. Media Pembelajaran IPA SD


1. Pengertian Media Pembelajaran
Kata media secara etimologis berasal dari kata latin, yaitu “medium” yang
artinya perantara, dalam arti umum dipakai untuk melanjutkan alat komunikasi. Secara
istilah, kata media menunjukan segala sesuatu yang membawa atau menyalurkan
informasi. Menurut EACT (1997) “media adalah segala bentuk yang dipergunakan
untuk proses penyaluran informasi”. Media Pembelajaran adalah segala sesuatu yang
digunakan untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian dan kemampuan di pelajar, sehingga dapat mendorong terjadinya proses
belajar yang disengaja, bertujuan dan terkendali (Miarso, 2005).
Berdasarkan hal-hal tersebut dapat disimpulkan bahwa media pempelajaran
adalah segala wujud yang dapat dipakai sebagai sumber belajar yang dapat
merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat
mendorong terjadinya proses pembelajaran lebih efektif dan efisien.
Dalam proses belajar mengajar, media yang digunakan untuk memperlancar
komunikasi tersebut dinamakan media pembelajaran. Dengan demikian, jelaslah
bahwa media pembelajaran adalah alat bantu yang digunakan dalam proses
pembelajaran dimaksudkan untuk mempermudah, memperlancar komunikasi antara
guru dan siswa sehingga proses pembelajaran berlangsung efektif dan berhasil dengan
baik. Media pembelajaran menempati posisi yang cukup penting sebagai salah satu
komponen dalam sistem pembelajaran. Tanpa media, komunikasi tidak akan terjadi
dan proses pembelajaran sebagai proses komunikasi juga tidak akan bisa berlangsung
secara optimal.

2. Jenis-jenis Media Pembelajaran


Secara umum media dapat dikelompokkan menjadi 5 jenis yaitu:
a. Media Cetak
Media cetak adalah cara untuk menghasilkan atau menyampaikan materi,
seperti buku dan materi visual statis terutama melalui proses percetakan mekanis
atau fotografis. Media ini menghasilakan materi pembelajaran dalam bentuk
salinan tercetak. Dua komponen pokok media ini adalah materi teks verbal dan
materi visual yang dikembangkan berdasarkan teori yang berkaitan dengan
persepsi visual, membaca, memproses informasi, dan teori belajar.
Contoh media cetak ini antara lain buku teks, modul, buku petunjuk, grafik, foto,
lembar lepas, lembar kerja, dan sebagainya.
b. Media Visual
Media yang menampilkan gambar. Media ini sangat sering dipakai dalam
proses pembelajaran.
Contohnya: foto, lukisan, grafik, diagram, bagan ,sketsa dan lain-lain.
c. Media Audio
Media audio berkaitan dengan indera pendengaran dan mengandalkan
kemampuan suara. Program audio sangat cocok untuk menyajikan materi pelajaran
yang bersifat auditif, seperti pelajaran bahasa asing dan seni suara. Program audio
mampu menciptakan suasana yang imajinatif dan membangkitkan sentuhan
emosional bagi siswa.
Contohnya : radio, musik, kaset dan lain-lain.
d. Media Audio Visual
Media yang menampilkan suara dan gambar. Media ini sudah banyak
dikembangkan untuk keperluan pembelajaran.
Contohnya : telivisi, film dan lain-lain.
e. Media Kumputer/Jaringan

Media pembelajaran berbantuan computer dan jaringan. Media komputer


merupakan cara-cara memproduksi dan menyampaikan bahan belajar dengan
menggunakan perangkat. Pada dasarnya teknologi berbasis komputer
menampilkan informasi kepada peserta didik melalui tayangan di layar monitor.
Penggunaan komputer sebagai media pembelajaran dikenal dengan nama
pembelajaran dengan bantuan komputer. Contohnya, power Point. LCD dan lain-
lain.

3. Fungsi Media Pembelajaran


Media pembelajaran berfungsi sebagai berikut :
a. Membantu memudahkan belajar bagi siswa dan juga memudahkan pengajaran bagi
guru.
b. Memberikan pengalaman lebih nyata (abstrak menjadi kongkret).
c. Menarik perhatian siswa lebih besar (jalannya tidak membosankan).
d. Mengatasi keterbatasan ruang, Waktu, dan daya indera.
e. Lebih menarik perhatian dan minat murid dalam belajar.
f. Membangkitkan keinginan dan minat baru, membangkitkan motivasi dan
ransangan kegiatan belajar.

4. Karakteristik Media Pembelajaran


Media pembelajaran memiliki karakteristik tersendiri dan berdasarkan
karakteristiknya dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
a. Media Asli (Benda Sesungguhnya)
Media asli atau benda sesungguhnya merupakan media yang paling efektif dan
sempurna, tetapi dalam banyak hal tidak mungkin dibawa ke kelas. Oleh sebab itu,
sebagian dari benda yang dibawa ke kelas disebut contoh sampel atau specimen.
1) Specimen makhluk yang masih hidup
a. Akuarium dengan ikan dan tumbuhan.
b. Terrarium dengan hewan darat dan tumbuhan.
c. Kebun binatang dengan segala binatang yang ada.
d. Kebun percobaan dengan berbagai tumbuhan.
e. Insektorium berupa kotak akca yang berisi serangga (semut, anai-anai).
2) Specimen makhluk yang sudah mati
a. Bagian tumbuhan yang sudah dikeringkan.
b. Pameran hewan dan tumbuhan yang telah dikeringkan dengan
kedudukannya seperti asli di alamnya.
c. Kulit hewan yang dibentuk kembali sesuai dengan aslinya setelah kulit
dikeringkan dan isitubuhnya diisi dengan benda lain.
d. Makhluk mati yang diawetkan dalam botol yang berisi larutan formalin,
alcohol.
e. Makhluk yang sudah mati disimpan dalam cairan plastik yang semula cair
kemudian membeku.
3) Specimen dari benda tak hidup, misalnya berbagai jenis batuan, mineral dan
lain-lain.
4) Benda asli yang bukan makhluk hidup, misalnya kereta api, radio, pesawat
terbang, teropong, mobil, jembatan, gedung dan lain-lain.
b. Media Tiruan (Benda Tiruan/Model)
Benda atau situasi yang sesungguhnya diganti dengan buatan yang tebih kecil
dan sederhana. Model adalah media tiga dimensi tiruan yang menyajikan suatu
benda sama dengan benda asli. Model dapat menggantikan benda yang terlalu
besar seperti bumi, planet dan lain-lain. Objek yang tidak bernyawa misalnya
gunung.
Macam-macam model, antara lain:
a. Model irisan. Model ini memperjelas suatu pengertian tentang objek, misalnya
menjelaskan bagian dalam dari lapisan-lapisan tanah bumi, gunung berapi dan
lain-lain.
b. Model memperkecil atau memperbesar objek. Model ini dipakai untuk
menjelaskan suatu objek atau benda yang terlalu besar untuk dibawa ke muka
kelas, seperti model matahari dan planet, model gerhana bulan dan matahari.
c. Model lapangan atau maket. Model ini dipakai dan dibuat untuk menjelaskan
suatu lingkungan atau daerah tententu, seperti perumahan, pelabuhan dan lain-
lain.
d. Model menyederhanakan objek yang kompleks. Model ini dipakai untuk
menjelaskan suatu objek yang kompleks dan membingungkan disebabkan alur
kawat, pipa, dan peralatan lain yang berhubungan cara kerja mesin yang
bersangkutan.
c. Media Grafis.
Media grafis yaitu bahan pelajaran yang menyaiikan ringkasan informasi dan
pesan dalam bentuk lukisan, sketsa, kata-kata, simbol, gambar tiruan yang
mendekati bentuk aslinya, diagram, grafik chart dan tanda-tanda lainnya.

5. Contoh Media Pembelajaran IPA di SD


Media yang digunakan dalam pembelajaran IPA di SD biasanya menggunakan
media seperti berikut:
a. Benda-Benda Kongkrit (Nyata)
Benda-benda kongkrit adalah benda apa adanya atau benda asli tanpa
perubahan. Dengan menggunakan benda konkrit kualitas pembelajaran IPA siswa
akan meningkatkan karena siswa tidak hanya belajar produk IPA tapi juga
memperoleh pengetahuan IPA melalui keterampilan proses sains.
Contoh media benda konkrit adalah rangkaian listrik, makhluk hidup seperti
tumbuhan dan hewan, pesawat sederhana, benda padat seperti batu, benda cair
seperti air dan benda gas seperti asap. Benda- benda tersebut dapat dibawa ke
ruang kelas untuk diamati, diklasifikasikan, diukur dan dipelajari melalui
keterampilan proses sains lainnya.
b. Lingkungan Alam
Untuk mengenal lingkungan alam, siswa dibawa ke tempat dimana objek yang
akan dipelajari berada atau hidup. Metoda belajar seperti ini sering disebut sebagai
metoda karyawisata. Misalnya siswa dibawa ke kebun sekolah untuk mengamati
bagian-bagian tumbuhan atau gerakan air di parit untuk mengamati pengaruh gaya
gravitasi terhadap benda-benda di bumi.
c. Kit IPA
Perangkat IPA ini terdapat di dalam suatu peti. Peti ini berisi alat bantu belajar
IPA yang sering dijumpai di dalam sebuah laboratorium. Alat-alat laboratorium ini
dapat digunakan oleh guru untuk didemonstrasikan atau dikerjakan sendiri oleh
siswa. Di dalam kit IPA terdapat beberapa benda seperti corong, tetesan obat,
tabung reaksi, gelas beaker dan gelas labu.
d. Charta, Slide Film, Dan Film
Charta dan slide film dapat membantu guru dalam membelajarkan siswa
tentang benda atau makhluk hidup yang jauh dari lingkungan siswa. Film dapat
membantu siswa untuk mengetahui berbagai ekosistem dunia seperti padang
rumput, padang pasir, hutan hujan basah, laut dan sebagainya yang letaknya jauh
dari lingkungan sekitar siswa. Selain itu film-film tentang hewan akan menarik
perhatian siswa dan memberi motivasi pada siswa untuk belajar dan bertanya.
e. Film Animasi
Film animasi tentang peredaran darah atau proses pencernaan makanan dapat
lebih mudah dipahami siswa dibandingkan bila konsep-konsep tersebut
diinformasikan kepada siswa dengan menggunakan metoda ceramah. Peredaran
darah dan proses pencernaan makanan merupakan konsep yang bersifat abstrak,
sehingga film animasi dapat membantu siswa untuk memvisualisasikan konsep-
konsep tersebut.
f. Model
Model adalah gambaran bentuk asli dari benda tiga dimensi. Misalnya model
paru-paru yang dapat dioperasikan oleh siswa agar memahami cara kerja paru-paru
manusia dan apa yang menyebabkan paru-paru mengembang dan mengempis.
g. Torso
Torso adalah model potongan tubuh manusia. Torso memudahkan siswa untuk
mempelajari anatomi tubuh manusia.
h. Globe
Globe atau bola dunia adalah sejenis peta. Pada globe terdapat pembagian
lautan dan daratan serta dapat diputarkan seperti bumi. Globe sering digunakan
untuk membantu siswa dalam belajar Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa
(IPBA) seperti letak suatu tempat di bumi, gerhana bulan dan gerhana matahari.
i. Komputer/Internet
Komputer yang dihubungkan dengan kabel telepon dapat digunakan oleh guru
dan para siswa untuk mencari informasi melalui jaringan networking atau lebih
dikenal dengan nama internet. Saat ini dibeberapa sekolah sudah tersedia area hot
spot, sehingga akses ke internet menjadi lebih mudah dan murah. Melalui internet
para siswa dan guru dapat mencari bahan dan pengetahuan sains dari seluruh
Indonesia bahkan hingga manca negara.
Misalnya saat siswa mempelajari tentang cuaca, siswa dapat mencari data curah
hujan, kecepatan angin dari berbagai tempat tanpa perlu meninggalkan ruang
kelas. Internet dapat memberikan banyak informasi dan mendorong meningkatkan
keterampilan berpikir siswa melalui informasi-informasi yang diperoleh.
j. Mikroskop Dan Kaca Pembesar
Mikroskop digunakan untuk mengamati objek-objek yang tidak teramati
dengan mata telanjang. Sedangkan kaca pembesar untuk melihat benda-benda
yang kurang jelas bila dilihat dengan mata telanjang seperti serbuk sari bunga.

B. Alat Peraga Dalam Pembelajaran IPA SD


1. Pengertian Alat Peraga
Menurut Sumad, 1972 alat peraga adalah alat untuk memberikan pelajaran atau
yang dapat diamati melalui panca indera. Alat peraga merupakan salah satu dari media
pendidikan adalah alat untuk membantu proses belajar mengajar agar proses
komunikasi dapat berhasil dengan baik dan efektif.
Alat peraga merupakan salah satu komponen penentu efektivitas belajar. Alat
peraga mengubah materi ajar yang abstrak menjadi kongkrit dan realistik. Penyediaan
perangkat alat peraga merupakan bagian dari pemenuhan kebutuhan siswa belajar,
sesuai dengan tipe siswa belajar. Pembelajaran menggunakan alat peraga berarti
mengoptimalkan fungsi seluruh panca indera siswa untuk meningkatkan efektivitas
siswa belajar dengan cara mendengar, melihat, meraba, dan menggunakan pikirannya
secara logis dan realistis. Pelajaran tidak sekedar menerawang pada wilayah abstrak,
melainkan sebagai proses empirik yang konkrit yang realistik serta menjadi bagian
dari hidup yang tidak mudah dilupakan. Alat peraga dalam mengajar memegang
peranan penting sebagai alat bantu untuk menciptakan proses belajar mengajar yang
efektif.

2. Jenis-jenis Alat Peraga


Menurut Sujana, {2002: 99). banyak ragam jenis alat peraga IPA yang dapat
dipergunakan dalam pembelajaran IPA di SD.
Alat peraga dilihat dari jenis indera dapat digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Alat bantu lihat (Visual Aids), alat ini berguna di dalam membantu menstimulasi
indera mata (penglihatan) pada waktu terjadinya proses pendidikan. Alat ini ada 2
bentuk yaitu:
1) Alat yang diproyeksikan, misalnya slide, film, film strip dan sebaginya.
2) Alat yang tidak diproyeksikan, misalnya 2 dimensi, gambar, peta, bagan dan
sebagainya. 3 dimensi missal bola dunia, boneka dan sebaginya.
b. Alat bantu dengar (Audio Aids), ialah alat yang dapat membantu
menstimulasikan indera pendengar pada waktu proses penyampaian bahan
pendidikan atau pengajaran. Misal radio, piringan hitam, pita suara dan
sebagainya.
c. Alat bantu lihat-dengar (Audio Visual Aids), misal seperti televisi, video dan
sebagainya.
Alat peraga juga dapat dibedakan menjadi 2 macam menurut pembuatannya dan
penggunaannya yaitu:

a. Alat peraga yang complicated (rumit), seperti film, film strip slide dan
sebagainya yang memerlukan listrik dan proyektor.
b. Alat peraga yang sederhana, yang mudah dibuat sendiri dengan bahan-bahan
setempat yang mudah diperoleh, seperti bambu, karton, kaleng bekas, kertas koran
dan sebagainya.
Contoh alat peraga yang sederhana yang dapat dipergunakan diberbagai tempat,
misalnya:

a. Di rumah tangga seperti model buku bergambar, benda-benda yang nyata seperti
buah-buahan, sayur-sayuran dan sebagainya.
b. Di sekolah seperti papan tulis, flipchart, poster, buku cerita bergambar, kotak
gambar gulung, boneka dan sebagainya.

Selain itu alat peraga berdasarkan dilihat dari sumbernya dapat digolongkan menjadi
dua yaitu:

a. Alat peraga alamiah (Natural), yaitu alat peraga yang sesuai dengan benda
aslinya di alam.
Contohnya : hewan, tumbuhan, danau, gunung dan lain-lain.
b. Alat peraga buatan (Artificial), yaitu alat peraga hasil modifikasi atau meniru
benda aslinya.
Contohnya : alat pernafsan, model jantung manusia, torso dan lain-lain.

3. Fungsi Alat Peraga Dalam Pembelajaran IPA


Beberapa fungsi alat peraga dalam pengajaran IPA, yaitu :
a. Memperjelas informasi atau pesan pembelajaran dalam pembelajaran.
b. Memotivasi belajar siswa dalam pembelajaran.
c. Memberi variasi dalam pengajaran.
d. Siswa lebih cepat dan mudah memahami pelajaran materi pelajaran.

4. Perbedaan Alat Peraga Dan Media Pembelajaran


Dalam kegiatan pembelajaran, terdapat dua komponen yang penting yakni
media dan alat peraga. Selama ini banyak orang yang salah kaprah dalam memaknai
apa itu media dan alat peraga. Banyak yang berpendapat bahwa keduanya adalah hal
yang sama. Namun media dan alat peraga adalah dua hal yang berbeda. Dapat kita
lihat dari beberapa pengertian media dan alat peraga sebagai berikut.
Media Pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan
pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan di pelajar,
sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar yang disengaja, bertujuan dan
terkendali (Miarso, 2005). Dengan berpedoman pada pendapat tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa media adalah suatu alat atau sarana atau perangkat, baik perangkat
keras atau perangkat lunak. Perangkat lunak berisi pesan atau informasi pendidikan
yang biasanya disajikan dengan menggunakan peralatan. Sedangkan peralatan atau
perangkat keras sendiri merupakan sarana untuk dapat menampilkan pesan yang
terkandung.

Sementara Menurut Sumad, 1972 alat peraga adalah alat untuk memberikan
pelajaran atau yang dapat diamati melalui panca indera. Alat peraga merupakan salah
satu dari media pendidikan adalah alat untuk membantu proses belajar mengajar agar
proses komunikasi dapat berhasil dengan baik dan efektif. Dari pengertian tersebut
dapat disimpulkan alat peraga merupakan media atau alat bantu yang digunakan untuk
membantu proses belajar mengajar menjadi lebih efektif, menyenangkan dan hasil
lebih optimal.

Dari penjelasan diatas, maka dapat kita simpulkan perbedaan media dengan
alat peraga . Alat peraga merupakan objek bantu dalam kegiatan belajar mengajar agar
tercapai hasil yang lebih maksimal sekaligus menjadikan suasana belajar menjadi
lebih menyenangkan. Sementara media pembelajaran merupakan objek utama yang
harus ada dalam proses kegiatan belajar mengajar.

Misalnya kita bisa menggunakan ilustrasi sebuah kelas dimana siswa sebagai
peserta didik yang akan menerima informasi atau transfer ilmu dari guru, sementara
guru sendiri disebut sebagai media. Adapun alat peraga adalah alat yang digunakan
dalam proses penyampaian informasi atau materi kepada siswa. Jenis alat peraga
sendiri sangat bervariasi dan harus disesuai dengan kebutuhan. Pemilihan alat peraga
harus relevan dengan materi yang akan dipelajari, sebagai contoh saat materi yang
akan dipeajari adalah tentang anatomi tubuh manusia, maka alat peraga bisa
menggunakan antagomi, atau jika materi geografi bisa menggunakan alat bantu berupa
globe atau tiruan bumi dan sebagainya.
PEMBAHASAN XIII

BAHAN AJAR IPA SD KELAS RENDAH (1, 2 & 3)

A. Pengertian Bahan Ajar


Salah satu tugas pendidik adalah menyediakan suasana belajar yang
menyenangkan. Pendidik harus mencari cara untuk membuat pembelajaran menjadi
menyenangkan dan mengesampingkan ancaman selama proses pembelajaran. Salah satu
cara untuk membuat pembelajaran menjadi menyenangkan adalah dengan menggunakan
bahan ajar yang menyenangkan pula, yaitu bahan ajar yang dapat membuat peserta didik
merasa tertarik dan senang mempelajari bahan ajar tersebut. Bahan atau materi
pembelajaran pada dasarnya adalah “isi” dari kurikulum, yakni berupa mata pelajaran
atau bidang studi dengan topik/subtopik dan rinciannya (Ruhimat, 2011:152). Dapat
diketahui bahwa peran seorang guru dalam merancang ataupun menyusun bahan ajar
sangatlah menentukan keberhasilan proses belajar dan pembelajaran melalui sebuah
bahan ajar.
National Center for Vocational Education Research Ltd/National Center for
Competency Based Training dalam Majid (2008:174) “bahan ajar adalah segala bentuk
bahan yang digunakan guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di
kelas. Bahan yang dimaksud dapat berupa bahan tertulis maupun tidak tertulis”. Bahan
ajar dapat juga diartikan sebagai segala bentuk bahan yang disusun secara sistematis
yang memungkinkan siswa dapat belajar secara mandiri dan dirancang sesuai kurikulum
yang berlaku. Dengan adanya bahan ajar, guru akan lebih runtut dalam mengajarkan
materi kepada siswa dan tercapai semua kompetensi yang telah ditentukan sebelumnya.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahan ajar adalah seperangkat materi
pelajaran yang dapat membantu tercapainya tujuan kurikulum yang disusun secara
sistematis dan utuh sehingga tercipta lingkungan belajar yang menyenangkan,
memudahkan siswa belajar, dan guru mengajar.

B. Tujuan dan Manfaat Penyusunan Bahan Ajar


Menurut Depdiknas (2008:10) bahan ajar disusun dengan tujuan:
1. Menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan kurikulum dengan mempertimbangkan
kebutuhan siswa, yakni bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik dan setting atau
lingkungan sosial siswa.
2. Membantu siswa dalam memperoleh alternatif bahan ajar di samping buku-buku teks
yang terkadang sulit diperoleh.
3. Memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran.
Menurut Depdiknas (2008:9) manfaat penulisan bahan ajar dibedakan menjadi dua
macam, yaitu manfaat bagi guru dan siswa. Manfaat bagi guru yaitu:
1. Diperoleh bahan ajar yang sesuai tuntutan kurikulum dan kebutuhan siswa.
2. Tidak lagi tergantung pada buku teks yang terkadang sulit diperoleh.
3. Bahan ajar menjadi lebih kaya, karena dikembangkan dengan berbagai referensi.
4. Menambah khazanah pengetahuan dan pengalaman guru dalam menulis bahan ajar
5. Bahan ajar akan mampu membangun komunikasi pembelajaran yang efektif antara
guru dan siswa karena siswa merasa lebih percaya kepada gurunya.
6. Diperoleh bahan ajar yang dapat membantu pelaksanaan kegiatan pembelajaran.

Selain manfaat bagi guru ada juga manfaat bagi siswa yaitu:

1. Kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik.


2. Siswa lebih banyak mendapatkan kesempatan untuk belajar secara mandiri dengan
bimbingan guru.
3. Siswa mendapatkan kemudahan dalam mempelajari setiap kompetensi yang harus
dikuasai.

C. Jenis-Jenis Bahan Ajar


Bahan ajar memiliki beragam jenis, ada yang cetak maupun noncetak. Bahan ajar
cetak yang sering dijumpai antara lain berupa handout, buku, modul, brosur, dan lembar
kerja siswa. Di bawah ini akan diuraikan penjelasan terkait jenis-jenis bahan ajar.
1. Handout
Handout adalah “segala sesuatu” yang diberikan kepada peserta didik ketika
mengikuti kegiatan pembelajaran. Kemudian, ada juga yang yang mengartikan
handout sebagai bahan tertulis yang disiapkan untuk memperkaya pengetahuan
peserta didik (Prastowo dalam Lestari, 2011: 79). Guru dapat membuat handout dari
beberapa literatur yang memiliki relevansi dengan kompetensi dasar yang akan
dicapai oleh siswa. Saat ini handout dapat diperoleh melalui download internet atau
menyadur dari berbagai buku dan sumber lainnya.
2. Buku
Buku sebagai bahan ajar merupakan buku yang berisi ilmu pengetahuan hasil analisis
terhadap kurikulum dalam bentuk tertulis. Buku disusun dengan menggunakan
bahasa sederhana, menarik, dilengkapi gambar, keterangan, isi buku, dan daftar
pustaka. Buku akan sangat membantu guru dan siswa dalam mendalami ilmu
pengetahuan sesuai dengan mata pelajaran masing-masing. Secara umum, buku
dibedakan menjadi empat jenis (Prastowo dalam Lestari, 2011: 79) yaitu sebagai
berikut.
1. Buku sumber, yaitu buku yang dapat dijadikan rujukan, referensi, dan sumber
untuk kajian ilmu tertentu, biasanya berisi suatu kajian ilmu yang lengkap.
2. Buku bacaan, yaitu buku yang hanya berfungsi untuk bahan bacaan saja, misalnya
cerita, legenda, novel, dan lain sebagainya.
3. Buku pegangan, yaitu buku yang bisa dijadikan pegangan guru atau pengajar
dalam melaksanakan proses pengajaran.
4. Buku bahan ajar atau buku teks, yaitu buku yang disusun untuk proses
pembelajaran dan berisi bahan-bahan atau materi pembelajaran yang akan
diajarkan.
3. Modul
Modul merupakan bahan ajar yang ditulis dengan tujuan agar siswa dapat belajar
secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru. Oleh karena itu, modul harus
berisi tentang petunjuk belajar, kompetensi yang akan dicapai, isi materi pelajaran,
informasi pendukung, latihan soal, petunjuk kerja, evaluasi, dan balikan terhadap
evaluasi. Dengan pemberian modul, siswa dapat belajar mandiri tanpa harus dibantu
oleh guru.
4. Lembar Kerja Siswa (LKS)
Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah materi ajar yang sudah dikemas sedemikian rupa
sehingga siswa diharapkan dapat materi ajar tersebut secara mandiri. Dalam LKS,
siswa akan mendapat materi, ringkasan, dan tugas yang berkaitan dengan materi.
Selain itu siswa juga dapat menemukan arahan yang terstruktur untuk memahami
materi yang diberikan dan pada saat yang bersamaan siswa diberikan materi serta
tugas yang berkaitan dengan materi tersebut.
5. Buku Ajar
Buku ajar adalah sarana belajar yang bisa digunakan di sekolah-sekolah dan di
perguruan tinggi untuk menunjang suatu program pengajaran dan pengertian modern
dan yang umum dipahami.
6. Buku Teks
Buku teks juga dapat didefinisikan sebagai buku pelajaran dalam bidang studi
tertentu, yang merupakan buku standar yang disusun oleh para pakar dalam bidang
itu buat maksud dan tujuan-tujuan instruksional yang dilengkapi dengan sarana-
sarana pengajaran yang serasi dan mudah dipahami oleh para pemakainya di sekolah-
sekolah dan perguruan tinggi sehingga dapat menunjang suatu program pengajaran.
Bahan ajar noncetak meliputi bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan
hitam, dan compact disc audio. Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti
video compact disc dan film. Bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching
material) seperti CIA (Computer Assisted Intruction), compact disc (CD) multimedia
pembelajaran interaktif, dan bahan ajar berbasis web (web based learning materials)
(Lestari, 2013: 6).

D. Lembar Kerja Siswa (LKS) IPA Kelas 2 SD

BAB 3. TEMPAT HIDUP MAKHLUK HIDUP

Standar Kompetensi : Mengenal berbagai tempat hidup makhluk hidup

Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi tempat hidup makhluk hidup

Indikator : 1. Menyebutkan tempat hidup makhluk hidup

2. Membedakan tempat hidup makhluk hidup

Tujuan Pembelajaran : 1. Setelah siswa mendengar penjelasan dari guru, siswa


mampu menyebutkan tempat hidup makhluk hidup
dengan benar

2. Setelah siswa mendengar penjelasan dari guru,


siswa mampu membedakan tempat hidup makhluk
hidup dengan benar
Tempat Hidup Makhluk Hidup

Setiap makhluk hidup memerlukan tempat hidup yang sesuai. Tempat hidup
berguna untuk melangsungkan kehidupannya. Makhluk hidup mempunyai tempat
hidup masing-masing dan berbeda-beda. Hewan dan tumbuhan juga termasuk makhluk
hidup yang tempat hidupnya di darat dan di air. Seperti halnya hewan dan tumbuhan,
manusia juga mempunyai tempat hidup tersendiri yaitu rumah. Rumah sebagai tempat
tinggal sangat berguna bagi manusia, selain untuk beristirahat juga untuk berteduhnya
manusia. Manusia hanya hidup di darat karena manusia tidak dapat hidup di air.
Meskipun bisa itu hanya sebentar dan menggunakan alat bantu pernapasan.

(Foto : Rumah)
A. Tempat Hidup Hewan
Ayo perhatikan hewan yang hidup di sekitar rumahmu hewan apa sajakah itu
di manakah tempat hidup hewan-hewan itu? Banyak sekali jenis-jenis hewan yang
ada didunia ini. Kita telah mengenal berbagai jenis hewan tersebut. Tahukah
kamu, setiap jenis hewan berkelompok memiliki tempat hidup yang beraneka
ragam. Adapun pengelompokan hewan berdasarkan tempat hidupnya, marilah kita
pelajari bersama.
1. Hewan Darat
Hewan darat adalah hewan yang hidup dan bertempat tinggal didarat.
Banyak sekali jenis hewan yang hidup didarat. Mereka hidup secara
berkelompok. Adapun jenis hewan tersebut.
a. Hewan yang hidup dilingkungan kita sedari kecil orang tua kamu pasti
sudah mengenalkan jenis-jenis hewan yang ada disekitarmu. Seperti, kuda,
kucing, kupu-kupu, anjing, ayam, dan burung. Hewan-hewan tersebut ada
yang dipelihara dan ada juga yang tidak dipelihara. Hewan yang dipelihara
biasanya untuk suatu keperluan. Selain itu ada juga jenis hewan yang liar
jenis hewan yang liar yang ada disekitar kita. Seperti tikus, kecoa, semut,
nyamuk dan sebagainya.

(Gambar a.1) (Gambar a.2)

(Gambar a.3) (Gambar a.4)

(Gambar a.5) (Gambar a.6)

(Gambar a.7) (Gambar a.8)

(Gambar a.9) (Gambar a.9)


b. Hewan yang hidup didalam hutan Hewan yang hidup di hutan biasanya
kebanyakan hewan yang buas. Hutan adalah tempat tinggal berbagai jenis
hewan. Didalam hutan terdapat berbagai jenis hewan yang buas dan lemah.
Ada yang memangsa dan ada juga yang dimangsa. Hewan yang tinggal
didalam hutan adalah harimau, singa, gajah, rusa dan macan serta ada juga
berbagai serangga.

(Gambar b.1) (Gambar b.2)

(Gambar b.3) (Gambar b.4)

(Gambar b.5)

c. Hewan yang hidup didalam tanah Selain di permukaan tanah, ada pula
hewan yang hidup didalam tanah. Mereka hanya sesekali saja keluar tanah
untuk mencari makan. Adapun jenis hewan yang hidup didalam tanah yaitu
cacing, rayap, semut, dan berbagai jenis serangga lainnya.
(Gambar c.1) (Gambar c.2)

(Gambar c.3)

2. Hewan Air
Hewan yang hidup didalam air umumnya hewan yang sering kita makan.
Seperti ikan, belut, udang. Hewan Air dikelompokkan dari hewan air tawar,
hewan air laut dan hewan air payau.
a. Hewan air tawar
Air tawar adalah jenis air yang terletak di wilayah darat seperti sungai,
danau dan kolam. Hewan yang tinggal di air tawar bisa dijadikan sebagai
hiasan dan untuk dimakan. Misalnya ikan gurame, ikan mas, ikan mujair
dan ikan gabus.

(Gambar a.1) (Gambar a.2)

(Gambar a.3) (Gambar a.4)


b. Hewan air laut
Hewan yang hidup di laut lebih banyak dari pada hewan yang tinggal di
darat. Hewan laut juga banyak dikonsumsi manusia seperti bawal, udang,
cumi-cumi, kerang dan tuna. Setiap jenis hewan memiliki ukuran yang
bermacam-macam. Ada hewan yang sangat kecil, adapun hewan yang
sangat besar seperti paus dan hiu.

(Gambar b.1) (Gambar b.2)

(Gambar b.3) (Gambar b.4)

(Gambar b.5) (Gambar b.6)

(Gambar b.7)
c. Hewan air payau
Air payau adalah perairan campuran antara air tawar dan air laut. Manusia
biasanya membuat tambak-tambak didekat pantai untuk memelihara jenis
hewan yang hidup di air payau. Jenis hewan yang hidup di air payau adalah
kepiting, kerang, udang dan bandeng.

(Gambar c.1) (Gambar c.2)

(Gambar c.3) (Gambar c.4)


d. Hewan air dan laut
Hewan air dan laut maksudnya hewan yang hidup didua alam yaitu dapat
hidup di air dan di darat. Jenis hewan ini adalah kura-kura, buaya, katak
dan anjing laut. Hewan-hewan tersebut kadang masuk ke dalam air kadang
juga naik ke daratan.

(Gambar d.1) (Gambar d.2)

(Gambar d.3) (Gambar d.4)


B. Tempat Hidup tumbuhan
Dimanakah tumbuhan hidup? Berdasarkan tempat hidupnya seperti hewan,
tumbuhan pun digolongkan berdasarkan tempa hidupnya. Tempat hidup tumbuhan
ada di darat dan ada pula di air.
a. Tumbuhan darat
Tumbuhan darat adalah tumbuhan yang sebagian besar akar, batang dan
daun berasa di darat. Misalnya pohon manga, nangka, pepaya dan jambu.
Tumbuhan darat ada yang tumbuh di atas batu, contohnya lumut.

(Gambar a.1) (Gambar a.2)

(Gambar a.3) (Gambar a.4)


b. Tumbuhan air
Tumbuhan air adalah tumbuhan yang sebagian besar akar, batang dan
daunnya berada di air. Teratai adalah contoh tumbuhan yang hidupnya di air.
Teratai hidup terapung di atas air. Daun yang lebar dan akarnya terendam
dalam air. Selain teratai, tumbuhan yang hidup di air adalah eceng gondok dan
bakau.

(Gambar b.1) (Gambar b.2)


(Gambar b.3)
c. Tumbuhan menempel
Tumbuhan yang hidup di darat, tidak hanya di tanah. Ada juga tumbuhan
yang hidup menempel di tempat lain. Contohnya, di batu dan di tumbuhan lain.
Tanduk rusa, anggrek, benalu dan tali putri adalah tumbuhan yang hidupnya
menempel di tumbuhan lain. Tanduk rusa dan anggrek menempel pada pohon
besar. Daun tumbuhan tanduk rusa bentuknya seperti tanduk rusa. Anggrek
mempunyai warna bunga yang bermacam-macam. Tanduk rusa dan anggrek
termasuk tumbuhan yang tidak merugikan tumbuhan yang ditumpangi karena
tanduk rusa dan anggrek membuat makanan mereka sendiri.
Tumbuhan lain yang menempel pada tumbuhan lain adalah benalu dan tali
putri. Benalu sering kita lihat menempel di pohon mangga atau pohon
jambu. Talu putri tidak memiliki daun. Tali putri menempel pada tanaman
pagar. Benalu dan tali putri mengambil makanan dari pohon yang ditumpangi.

(Gambar c.1) (Gambar c.2)

(Gambar c.3) (Gambar c.4)


LEMBAR KERJA SISWA

Mata Pelajaran : IPA

Hari/Tanggal :

Nama Siswa :

Tujuan Pembelajaran : Siswa diharapkan mampu mengetahui dan menyebutkan


tempat hidup makhluk hidup.

Kegiatan 1. Mengetahui Tempat Hidup Hewan dan Tumbuhan

Tujuan Praktikum : Mengetahui tempat hidup hewan yang hidup di darat, di air
dan di darat & air serta mengetahui tempat hidup tumbuhan
yang hidup di darat dan di air.

Alat dan bahan : 1. Buku

2. Pensil

3. Penghapus

4. Penggaris

5. Gambar macam-macam hewan dan tumbuhan

Langkah Kerja : 1. Sediakanlah berbagai alat dan bahan seperti buku, pensil,
penghapus dan penggaris.
2. Kemudian amatilah gambar hewan dan tumbuhan yang
ada di bawah ini.
3. Setelah mengamati gambar tersebut, lalu tuliskanlah hasil
pengamatan tabel dan berilah tanda ceklis (√) pada kolom
yang tersedia.
Tabel Pengamatan Tempat Hidup Hewan

Tempat Hidup
NO Nama Hewan
Air Darat Air dan Darat
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Pertanyaan :

1. Hewan apa sajakah yang hidup di darat?


2. Hewan apa sajakah yang hidup di air?
3. Apakah ada hewan yang hidup di darat dan air? Jika ada sebutkan!

Jawaban :

1. ...........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
2. ...........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
3. ...........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................

Tabel Pengamatan Tempat Hidup Tumbuhan

Tempat Hidup
NO Nama Tumbuhan
Darat Air
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Pertanyaan :

1. Apakah semua tempat hidup tumbuhan sama?


2. Apa saja tumbuhan yang hidup di air?
3. Apa saja tumbuhan yang hidup di darat?
Jawaban :

1. ...........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
2. ...........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
3. ...........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
Uji Kompetensi

Berilah tanda silang (X) pada huruf A, B, C, dan D di bawah dengan jawaban yang
benar!

1. Di bawah ini termasuk makhluk hidup, kecuali….


A. Ikan
B. Tumbuhan
C. Batu
D. Manusia
2. Tempat hidup manusia adalah….
A. Air
B. Pohon
C. Bawah tanah
D. Rumah
3. Tumbuhan yang termasuk tumbuhan darat adalah….
A. Lumba-lumba
B. Teratai
C. Eceng gondok
D. Pohon mangga
4. Hewan-hewan yang termasuk hewan air adalah….
A. Ikan, paus dan kambing
B. Sapi, kuda dan kucing
C. Hiu, katak dan ular
D. Kambing, kuda dan kucing
5. Pohon manga termasuk tumbuhan yang hidup di….
A. Air
B. Darat
C. Udara
D. Gurun pasir
6. Tumbuhan yang hidupnya di air adalah….
A. Pohon manggis
B. Teratai
C. Pohon pisang
D. Pohon jambu
7. Ayam termasuk ke dalam golongan hewan yang hidup di….
A. Air
B. Udara
C. Rawa-rawa
D. Darat
8. Di bawah ini yang tidak termasuk tumbuhan yang hidup di air adalah….
A. Eceng gondok
B. Rumput laut
C. Teratai
D. Pohon pisang
9. Manusia, hewan dan tumbuhan termasuk ke dalam golongan….
A. Makhluk sosial
B. Makhluk hidup
C. Makhluk tak hidup
D. Makhluk gaib
10. Benalu merupakan tumbuhan yang….. tumbuhan lain.
A. Merugikan
B. Menguntungkan
C. Memalukan
D. Menyakiti
PEMBAHASAN XIV

PENILAIAN HASIL BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN IPA SD

A. Pengertian Penilaian
Penilaian berarti pengukuran keberhasilan seseorang dalam proses maupun
keberhasilan pembelajaran. Yang diukur tidak hanya materi yang dikuasai tetapi juga
dampak materi itu terhadap jenjang proses berpikir, jenjang pengembangan kepribadian,
dan jenjang kemampuan keterampilan. Jenjang setiap ranah dapat dilukiskan sebagai
berikut:

R. Kognitif (C) R. Afektif (A) R. Psikomotor (P)


C6 Penilaian A5 Menjadi PolaHidup P5 Gerak Kompleks
C5 Sintesis A4 Mengatur Diri P4 Gerak Mekanik
C4 Analisis A3 Menghargai P3 Menirukan
C3 Penerapan A2 Menanggapi P2 Siap Bertindak
C2 Pemahaman A1 Menerima P1 Persepsi
C1 Ingatan

Tes adalah cara penilaian yang dirancang dan dilaksanakan kepada siswa pada
waktu dan tempat tertentu serta dalam kondisi yang memenuhi syarat-syarat tertentu
yang jelas.
Dalam konteks pembelajaran, evaluasi mencakup sejumlah teknik yang tidak bisa
diabaikan oleh seorang guru. Evaluasi bukanlah sekumpulan teknik semata-mata, tetapi
evaluasi merupakan suatu proses yang berkelanjutan yang mendasari keseluruhan
kegiatan pembelajaran yang baik. Evaluasi pembelajaran bertujuan untuk mengukur
efisiensi proses pembelajaran yang dilaksanakan dan efektifitas pencapaian tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Dalam rangka kegiatan pembelajaran, evaluasi dapat
didefinisikan sebagai suatu proses sistematik dalam menentukan tingkat pencapaian
tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Erman (2003:2) menyatakan bahwa evaluasi pembelajaran juga dapat diartikan
sebagai penentuan kesesuaian antara tampilan siswa dengan tujuan pembelajaran. Dalam
hal ini yang dievaluasi adalah karakteristik siswa dengan menggunakan suatu tolak ukur
tertentu. Karakteristik-karakteristik tersebut dalam ruang lingkup kegiatan belajar-
mengajar adalah tampilan siswa dalam bidang kognitif (pengetahuan dan intelektual),
afektif (sikap, minat, dan motivasi), dan psikomotor (keterampilan, gerak, dan tindakan).
Tampilan tersebut dapat dievaluasi secara lisan, tertulis, maupun perbuatan. Dengan
demikian mengevaluasi dalam konteks ini adalah menentukan apakah tampilan siswa
telah sesuai dengan tujuan instruksional yang telah dirumuskan atau belum. Apabila lebih
lanjut kita kaji pengertian evaluasi dalam pembelajaran, maka akan diperoleh pengertian
yang tidak jauh berbeda dengan pengertian evaluasi secara umum. Pengertian evaluasi
pembelajaran adalah proses untuk menentukan nilai pembelajaran yang dilaksanakan,
dengan melalui kegiatan pengukuran dan penilaian pembelajaran. Pengukuran yang
dimaksud di sini adalah proses membandingkan tingkat keberhasilan pembelajaran
dengan ukuran keberhasilan pembelajaran yang telah ditentukan secara kuantitatif,
sedangkan penilaian yang dimaksud di sini adalah proses pembuatan keputusan nilai
keberhasilan pembelajaran secara kualitatif.

B. Pembelajaran Berkualitas
Pembelajaran yang berkualitas selalu dimulai dengan perencanaan yang matang,
yang mencakup silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran dan rancangan evaluasi
yang terdiri atas prosedur dan instrumen penilaian. Penyiapan rancangan evaluasi
merupakan satu nilai plus dalam pembelajaran yang berkualitas. Prosedur dan jenis
evaluasi yang disiapkan harus sesuai dengan kompetensi yang akan diases. Oleh karena
itu, alat evaluasi yang disiapkan dapat berupa: tugas, lembar observasi, dan/atau tes.
Pelaksanaan pembelajaran yang berkualitas ditandai oleh berbagai hal, antara lain
sebagai berikut.
1. Penyajian dilakukan secara sistematis, mulai dari pendahuluan, kegiatan inti, dan
kegiatan penutup.
2. Kegiatan pembelajaran bervariasi.
3. Siswa terlibat aktif, baik dalam diskusi, maupun kegiatan lain yang dirancang
dalam pembelajaran.
4. Guru berperan sebagai fasilitator yang mendorong siswa untuk berperan aktif
dalam mengkonstruksi konsep-konsep.
5. Iklim kelas kondusif, yang ditandai oleh adanya pemberian balikan dan penguatan,
keceriaan dan keantusiasan guru dan siswa, kesediaan guru untuk membantu siswa
secara individual, atau adanya hal-hal yang menantang siswa untuk menemukan
solusi suatu masalah. Secara alami, nuansa pembelajaran yang berkualitas akan
dirasakan oleh guru dan siswa.
Penilaian proses dan hasil belajar dilakukan untuk memantau kemajuan siswa dan
menilai penguasaan kompetensi yang diharapkan. Hasil penilaian ini mencerminkan
tingkat efektivitas pembelajaran. Penilaian proses dapat dilakukan dengan berbagai cara
seperti tanya jawab, observasi partisipasi siswa dalam diskusi, atau observasi kinerja
dalam berlatih menguasai keterampilan tertentu, yang disertai dengan balikan. Oleh
karena fungsinya untuk memantau dan memperbaiki, maka penilaian proses harus
dilakukan secara berkesinambungan.
Penilaian hasil belajar dilakukan melalui prosedur dan alat penilaian yang sesuai
untuk menilai terkuasainya kompetensi yang diharapkan. Alat penilaian yang digunakan
dapat bervariasi seperti tes tertulis, tes penampilan (kinerja), atau tugas-tugas. Penilaian
dalam bentuk tes dilakukan minimal dua kali dalam satu semester, yaitu pada tengah
semester, berupa ujian tengah semester dan pada akhir semester berupa ujian akhir
semester.

C. Pelaksanaan Penilaian Pembelajaran IPA SD


Penilaian kualitas dan efektivitas pembelajaran dilakukan secara
berkesinambungan mulai awal semester sampai semester berakhir. Secara rinci, waktu
pelaksanaan penilaian dilakukan pada:
1. Awal semester, yaitu sekitar satu bulan sebelum berlangsungnya kegiatan
pembelajaran
2. Selama proses pembelajaran
3. Tengah semester, yaitu saat dilakukannya ujian tengah semseter
4. Pada akhir semester.

D. Alat Evaluasi Proses Belajar IPA SD


Alat evaluasi proses pembelajaran IPA yang dperlukan terdiri dari alat evaluasi
untuk mengukur kognitif, alat evaluasi untuk menentukan kualitas hati nurani, dan alat
untuk mengukur kemampuan keterampilan.

a. Alat evaluasi untuk mengukur kognitif


Alat evaluasi untuk mengukur kognitif berupa tes sesuai dengan tujuan
pembelajaran. Tes dapat berbentuk objektif atau uraian (esai). Teknik pemberian tes
secara tertulis dapat dengan pertanyaan objektif yaitu melengkapi pilihan. Teknik
lainnya dengan menyampaikan pertanyaan secara lisan.

b. Alat evaluasi untuk menentukan kualitas hati nurani

Penilaian afektif meliputi lima jenjang:


A5 Menjadi PolaHidup
A4 Mengatur Diri
A3 Menghargai
A2 Menanggapi
A1 Menerima

Lebih mudah melatih anak didik untuk menghapal, memahami, menerapkan


hukum, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya kognitif daripada melatih anak
didik supaya berdisiplin, menghargai pendapat orang lain, tenggang rasa, tepat
waktu, mau bekerja sama, dan sebagainya. Latihan ranah afektif dilakukan terus-
menerus selama proses pembelajaran agar meningkat menjadi jenjang A5 atau
mejadi pola hidup. Contoh yang dilatih adalah disiplin. Guru mengamati dan
mengobservasi apakah siswa tepat waktu dalam hal:

1. Datang di kelas/sekolah
2. Membayar uang sekolah
3. Mengikuti upacara bendera
4. Mengerjakan pekerjaan rumah
5. Mengerjakan tugas praktikum
6. Menepati janji
7. Mengembalikan pinjaman pada waktu yang dijanjikan.

Alat yang digunakan untuk menentukan adanya perubahan selama pelatihan


adalah melalui observasi.
c. Alat evaluasi yang akan mengukur keterampilan

Jenis keterampilan yang harus dikembangkan dalam IPA

1. Keterampilan menggunakan tangan


a) Cara memegang gelas beker, seperti memegang gelas biasa namun harus
terampil menuangkan isi yang harus dipindahkan ke tempat lain melalui
“bibir” gelas yang sudah didesain untuk itu.
b) Cara memegang termometer, menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan
kanan, tempat memegangnya di tengah termometer. Juga dilatih bagaimana
mengukur menggunakan termometer. Hal ini perlu dilakukan terus-menerus
dan perlu bimbingan.

2. Keterampilan menggunakan indera penglihat


Yang dilatihkan di SD adalah menyebutkan bagian-bagian mata

3. Keterampilan menggunakan indera pengecap


Yang dilatihkan di SD adalah mengecap rasa manis, pahit, dan asam pada
bagian tertentu dari lidah.

4. Keterampilan menggunakan indera pencium


Merasakan bau dalam proses pendidikan IPA di SD lebih banyak dilatihkan
daripada mengecap rasa. Contoh:

a) mengenali bau cuka di dapur


b) bau tape dibandingkan dengan bau cuka
c) bau di tempat pembuangan sampah,dan sebagainya.

E. Cara Menyusun Alat Evaluasi Proses Pembelajaran IPA


1. Ranah Kognitif
Untuk mengetahui kemampuan kognitif guru dapat bertanya secara lisan
maupun dalam bentuk tertulis misalya dengan menggunakan tes objektifmisalnya
pilihan ganda dengan 4 pilihan jawaban.
2. Ranah Psikomotor
Percobaan menentukan volume oksigen di udara mengembangkan
keterampilan: menelungkupkan gelas pada lilin yang sedang terbakar dan terapung
di atas air dan keterampilan lain. Guru mengamati menggunakan lembar observasi
misalnya sebagai berikut:

Lembar Observasi
Menentukan Volume Oksigen di Udara
Kualitas kegiaatn (beri tanda
check)
No Kegiatan yang Dilatihkan Sangat
Baik Kurang
Baik kurang
Sekali Baik
baik
1 Memilih alat dan bahan yang sesuai
2 Cara menyalakan lilin
3 Cara meletakkan batang penyangga
4 Cara menuangkan air di bejana
5 Cara menelungkupkan gelas kosong di
atas lilin
6 Cara memberi tanda permukaan air
sebelum percobaan
7 Cara memberi tanda permukaan air
sesudah percobaan
8 Membersihkan alat yang sudah
digunakan
9 Menyimpan alat dan bahan yang sudah
digunakan

3. Ranah Afektif
Adanya kerja kelompok dalam percobaan telah membuahkan sifat tenggang
rasa yang makin tinggi dapat dicatat melalui pengamatan. Indikator tenggang rasa
misalnya:
a. Tidak memaksakan kehendak sendiri
b. Mau menerima pendapat orag lain
c. Tidak mudah tersinggung
d. Kesediaan menjalin persahabatan tanpa pamrih
Contoh Format Observasi:

Format Observasi: Kualitas Kepribadian


Kualitas kegiaatn (beri tanda check)
Sangat
No Kegiatan yang Dilatihkan Baik Kurang
Baik kurang
Sekali Baik
baik
Tenggang rasa/toleransi
1 Tidak memaksakan kehendak sendiri
2 Mau menerima pendapat orang lain
3 Tidak mudah tersinggung
4 Bersedia menjalin persahabatan tanpa
pamrih

F. Evaluasi Hasil Belajar IPA di SD


Untuk dapat mengkur kemampuan berpikir (kognitif, C), kemampuan keterampilan
(psikomotor, P), dan kualitas kepribadian (afektif, A) diperlukan alat ukur (tes) yang
dapat dipercaya, yaitu alat tes yang memiliki:

1. validitas (ketepatan, kesahihan) yang tinggi


2. keseimbangan kesesuaian materi yang dipelajari
3. adaya pembeda yang minimal cukup
4. objektivitasnya tinggi
5. reliabilitas (ketetapan) yang tinggi.

a. Tes Evaluasi Belajar IPA di SD Ranah Kognitif


Tes hasil belajar yang baik memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Penulisan konstruksi soal melengkapi kalimat, di akhir kalimat diberi empat titik.
2. Pilihan aternatif pada butir soal objektif berbentuk pilihan ganda hendaknya
homogen.
3. Setiap butir soal tidak tergantung dengan soal lain, artinya setiap butir soal
mengukur konsep yang berdiri sendiri
4. Memperhatikan efisiensi kalimat, jangan mengunakan kata yang sama pada
pilihan jawaban.
5. Mempertimbangkan situasi dan kondisi untk memilih cara pelaksanaan secara
lisan atau tertulis, namun sebagiknya dilaksanakan tertulis jika butir yang
ditanyakan cukup banyak.

G. Evaluasi Belajar IPA di SD Ranah Psikomotor


Keterampilan peserta didik menggunakan dan merancang alat-alat IPA hanya
diperoleh dari guru IPA. Hasil belajar keterampilan melalui IPAdapat diketahui
melalui observasi cara merancang dan melaksanakan kegiatan. Alat ujinya adalah
pedoman observasi. Kualitas keterampilan berupa pernyataan baik sekali, baik,
kurang baik, dan kuang kualitas keterampilannya, diubah menjadi angka 1, 2, 3,
dan 4. Skor tertinggi adalah banyaknya butir jenis keterampilan/indikator dikalikan 4.
Contoh sebagai berikut:

Lembar Observasi

Jenis Kegiatan: Memindahan cairan dari satu bejana ke bejana

Kualitas kegiaatn
(beri tanda check)
No Kegiatan yang Dilatihkan Baik Kurang Sangat
Baik
Sekali Baik kurang baik
(3)
(4) (2) (1)
1 Cara memegang kedua bejana

2 Ketelitian menuangkan

3 Kecepatan mengerjakan tugas

4 Hasil akhir
Nilai Keterampilan IPA sebagai berikut:
NA = x 100
Nlai Akhir IPA (Teori dan Praktek)
a. Bobot Praktek Sama dengan Bobot Teori
NA =
b. Bobot Praktek berbanding teori 1 : 3
NA = (¼ x Nilai Praktek) + (¾ xNilai Teori)

H. Nilai Hasil Pembelajaran IPA di SD Ranah Afektif


Upaya peningkatan kualitas kepribadian menjadi tanggung jawab semua
guru.Jikadilakukan dengan cara observasi dapat memakan waktu lama.menyiasati hal
itu, digunakanlah angket dalam bentuk “Skala Likert” yakni skala sikap berupa
pernyataan posiitf maupun negatif terhadap suatu hal dan siswa dminta pendpatnya:
setuju sekali, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju.
Penyekoran pada skala sikap, jika pernyataan setuju, pilihan jawaban setuju
sekali, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju diberi skor 4,3,2,1. Jika pernyataan
negatif skor dibalikkan menjadi 1,2,3,4. Pada waktu merakit naskah selalu
diupayakan pernyataan yang positif diselang-seling dengan pernyataan negatif.
Contoh skala sikap:

Sikap yang diukur misalnya “tenggang rasa”

Pilihan Jawaban
Sangat Setuju Tidak Sangat

Pernyataan
Setuju Setuju Tidak

Setuju
Saya lebih senang berteman dengan
siswa yang pandai

Perkawinan antarsuku perlu


digalakkan
Pengukuran hasil pembinaan peningkatan kualitas kepribadian ini dilakukan
satu kali dalam satu periode.

Anda mungkin juga menyukai