Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN DASAR ELIMINASI

NAMA : FIFI NUR AZIZA ANNAS

NIM : 433131490120053

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN KHARISMA KARAWANG


LAPORAN PENDAHULUAN
KEBUTUHAN DASAR ELIMINASI

A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolism tubuh baik berupa urin
atau bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila
kandung kemih terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses
eliminasi urin adalah ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra.
Eliminasi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu eliminasi urin dan eliminasi fekal.
Eliminasi urin berkaitan dengan sistem perkemihan, sedangkan eliminasi fekal
erat kaitannya dengan saluran pencernaan.
Gangguan eliminasi urin merupakan suatu kehilangan urin involunter yang
dikaitkan dengan distensi berlebih pada kandung kemih. (Nanda International,
Diagnosis Keperawatan 2012 – 2014)
Gangguan eliminasi fekal merupakan penurunan pada frekuensi normal
defekasi yang disertai oleh kesulitan atau pengeluaran tidak lengkap feses atau
pengeluaran feses yang keras, kering dan banyak. (Nanda International,
Diagnosis Keperawatan 2012 – 2014)

2. Tanda Dan Gejala


a. Gangguan Eliminasi Urin
1) Intake cairan
Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yang
mempengaruhi output urin atau defekasi. Seperti protein dan sodium
mempengaruhi jumlah urin yang keluar, kopi meningkatkan
pembentukan urin intake cairan dari kebutuhan, akibatnya output urin
lebih banyak.
2) Aktivitas
Aktivitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot.
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik
untuk tonus sfingter internal dan eksternal. Hilangnya tonus otot
kandung kemih terjadi pada masyarakat yang menggunakan kateter
untuk periode waktu yang lama. Karena urine secara terus – menerus
dialirkan keluar kandung kemih, otot – otot itu tidak pernah
mereganggang dan dapat menjadi tidak berfungsi. Aktifitas yang lebih
berat akan mempengaruhi jumlah urine yang diproduksi, hal ini
disebabkan karena lebih besar metabolism tubuh.
3) Obstruksi : batu ginjal, pertumbuhan jaringan abnormal, striktur uretra
4) Infeksi
5) Kehamilan
6) Penyakit pembesaran kelenjar prostat
7) Trauma sumsum tulang belakang
8) Operasi pada daerah abdomen bawah, pelvic, kandung kemih, uretra
9) Umur
10) Penggunaan obat – obatan
b. Gangguan Eliminasi Fekal
1) Pola diet tidak adekuat / tidak sempurna
2) Cairan
3) Meningkatnya stress psikologi
4) Kurang aktivitas, olahraga dan berbaring lama
5) Obat – obatan
6) Usia
7) Penyakit – penyakit seperti obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan
pada spinal cord dan tumor
3. Pathway

Proses infeksi Infeksi pada uretra


Tumor/neoplasma disekitar ureterPembesaran
atau uretra pada uterus pada saat kehamilan

Metabolisme mengikat
Peradangan
Kompresi pada ureter / uretra Kompresi pada saluran kemih
Terbentuknya jaringan parut
Panas / demam

Obstruksi sebagian atau total aliran


Hipertermia Gagal ginjal

Urine mengalir balikKegagalan ginjal untuk membuang limbah metabolik


Obstruksi akut
Hidroureter
Urine yang keluar sedikit karena ada penyempitan ureter/ uretra
Peningkatan ureum dalam darah
Kolik renalis / nyeri pinggang Urin reflak ke pelvis ginjal
Mual muntah
Bersifat racun dalam darah

Penekanan pada medulla ginjal / pada sel – sel ginjal Defisit Nutrisi
Nyeri Akut / Nyeri Kronis Retensi Urin Sistem pencernaan

Lambung
Gangguan fungsi ginjal
Ureum bertemu dengan HCL

Kerusakan sel – sel ginjal


4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pielogram Intravena
Memvisoalisasi duktus dan pelvis renalis serta memperlihatkan ureter,
kandung kemih dan uretra. Prosedur ini tidak bersifat invasive. Klien perlu
menerima injeksi pewarna radiopaq secara intravena.
b. Computerized Axial Tomography
Prosedur sinar X terkomputerisasi yang digunakan untuk memperoleh
gambaran terperinci mengenai struktur bidang tertentu dalam tubuh. Scanner
temografik adalah sebuah mesin besar yang berisi computer khusus serta
sistem pendeteksi sinar x yang berfungsi secara simultan untuk memfoto
struktur internal berupa potongan lintang tranversal yang tipis.
c. Ultrasonografi
Alat diagnostic yang non invasive yang berharga dalam mengkaji gangguan
perkemihan. Alat ini menggunakan gelombang suara yang tidak dapat
didengar, berfrekuensi tinggi, yang memantul dari struktur jaringan.
d. Sistoscopy
Terlihat seperti kateter urin. Walaupun tidak fleksibel tapi ukurannya lebih
besar sistoscopy diinsersi melalui uretra klien. Instrumen ini memiliki
selubung plastic / karet. Sebuah obturator yang membuat skop tetap kaku
selama insersi.
e. Angiography (arteriogram)
Prosedur radiografi invasive yang mengevaluasi sistem arteri ginjal.
Digunakan untuk mendeteksi adanya penyempitan atau okulasi dan untuk
mengevaluasi adanya massa.
f. Pemeriksaan urin
Hal yang dikaji adalah warna, kejernihan dan bau urin. Untuk melihat
kejanggalan dilakukan pemeriksaan protein, glukosa, dll.
g. Tes Darah
Hal yang dikaji BUN, bersih kreatinin, nitrogen non protein, sistoskopi,
intravenous dan pyelogram.
5. Penatalaksanaan
a. Eliminasi urin
1) Retensi urin
a) Minta klien untuk berusaha berkemih pada waktu yang terjadwal dan
teratur.
b) Instruksikan klien untuk melakukan latihan dasar panggul (kegle
exercise) diluar waktu berkemihnya. Minta klien melakukan latihan ini
setiap kali berkemih.
c) Minta klien menggunakan kompresi kandung kemih (metode crede)
selama berkemih.
2) Inkontinensia
a) Lakukan penilaian kemih yang komprehensif berfokus pada
inkontinensia (misalnya output urine, pola berkemih, fungsi kognitif
dan masalah kencing praeksisten).
b) Merangsang reflex kandung kemih dengan menerapkan dingin untuk
perut.
c) Memantau asupan dan pengeluaran cairan.
d) Membantu toileting secara berkala
e) Pemasangan kateter
f) Penerapan kateterisasi intermiten
b. Eliminasi Fekal
1) Konstipasi
a) Memonitor tanda dan gejala konstipasi
b) Memonitor bising usus
c) Memonitor feces : frekuensi, konsistensi dan volume
d) Konsultasi dengan dokter tentang peningkatan dan penurunan bising
usus
e) Monitor tanda dan gejala ruktur usus atau peritonitis
f) Jelaskan etiologi dan rasionalisasi tindakan terhadap pasien
g) Identifikasi faktor penyebab dan kontribusi konstipasi
h) Dukung intake cairan
i) Kolaborasika pemberian laksatid
j) Pantau tanda-tanda dan gejala konstipasi
k) Mendorong meningkatkan asupan cairan, kecuali dikontraindikasikan
l) Evaluasi profil obat untuk efek samping gastrointestinal
m) Anjurkan pasinen atau keluarga untuk mencatat warna, volume,
frekuensi dan konsistensi tinja
n) Anjurkan pasien atau keluarga untuk diet tinggi serat
o) Anjurkan pasien atau keluarga pada penggunaan obat pencahar
p) Timbang pasien secara teratur
q) Ajarkan pasien atau keluarga tentang kerangka waktu untuk resolusi
untuk sembelit
2) Diare
a) Evaluasi efek samping pengobatan terhadap gastrointestinal
b) Ajarkan pasien untuk menggunakan obat anti diare
c) Instruksikan pasien atau keluarga untuk mencatat warna, jumlah,
frekuensi dan konsistensi dari feces
d) Evaluasi intake makanan yang masuk
e) Identifikasi faktor penyebab dari diare
f) Monitor tanda dan gejala diare
g) Observasi turgor kulit secara rutin
h) Ukur diare atau keluaran BAB
i) Hubungi dokter jika ada kenaikan bising usus
j) Instruksikan pasien untuk makan rendah serat, tinggi protein dan
tinggi kalori jika memungkinkan
k) Instruksikan untuk menghindari laksatik
l) Ajarkan teknik menurunkan stress
m) Monitor persiapan makanan yang aman
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian keperawatan
a. Pemeriksaan Fisik
1) Abdomen
Pembesaran, pelebaran pembuluh darah vena, distensi bladder,
pembesaran ginjal, nyeri tekan, tenderness, bising usus.
2) Genetalia Wanita
Inflamasi, nodul, lesi, adanya sekret dari meatus, keadaan atropi
jaringan vagina.
3) Genetalia laki-laki
4) Kebersihan, adanya lesi, tenderness, adanya pembesaran skrotum.
b. Intake dan output cairan
1) Kaji intake dan output cairan dalam sehari (24 jam).
2) Kebiasaan minum di rumah.
3) Intake : cairan infus, oral, makanan, NGT.
4) Kaji perubahan volume urine untuk mengetahui ketidakseimbangan
cairan.
5) Output urine dari urinal, cateter bag,drainage ureterostomy,
sistostomi.
6) Karakteristik urine : warna, kejernihan, bau, kepekatan.
c. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan urine (urinalisis) :
 Warna (N: jernih kekuningan)
 Penampilan (N: jernih)
 Bau (N: beraroma)
 pH (H: 4,5-8,0)
 Berat jenis (N; 1,005-1,030)
 Glukosa (n: negatif)
 Keton (N: negatif)
2) Kultur urine (N: kuman patogen negatif).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan eliminasi urin (D.0040)
b. Inkontinensia Fekal (D.0041)
c. Inkontinensia Urin berlanjut (D.0042)
d. Inkontinensia Urin berlebih (D.0043)
e. Inkontinensia Urin Fungsional (D.0044)
f. Inkontinensia Urin Refleks (D.0045)
g. Inkontinensia Urin stress (D.0046)
h. Inkontinensia Urin Urgensi (D.0047)
i. Kesiapan peningkatan eliminasi urin (D.0048)
j. Konstipasi (D.0049)
k. Retensi urin (D.0050)
l. Risiko Inkontinensia Urin Urgensi (D.0051)
m. Risiko Konstipasi (D.0052)
3. Intervensi Keperawatan
a. Dx 1 : Gangguan Eliminasi Urin
Intervensi utama : Manajemen Eliminasi Urin (I.04152)
a) Observasi
a) Identifkasi tanda dan gejala retensi atau inkontinensia urine
b) Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau inkontinensia
urine
c) Monitor eliminasi urine (mis. frekuensi, konsistensi, aroma,
volume, dan warna)
b) Terapeutik
a) Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih
b) Batasi asupan cairan, jika perlu
c) Ambil sampel urine tengah (midstream) atau kultur
c) Edukasi
a) Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih
b) Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urine
c) Anjurkan mengambil specimen urine midstream
d) Ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu yang tepat untuk
berkemih
e) Ajarkan terapi modalitas penguatan otot-otot pinggul/berkemihan
f) Anjurkan minum yang cukup, jika tidak ada kontraindikasi
g) Anjurkan mengurangi minum menjelang tidur
d) Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat suposituria uretra jika perlu
Intervensi Pendukung :
1) Kateterisasi urin
Tindakan
a) Observasi
o Periksa kondisi pasien (mis, kesadaran, tanda – tanda vital,
distensi kandung kemih, inkontinensia urin, reflex berkemih)
b) Terapeutik
o Siapkan peralatan, bahan – bahan dan ruangan tindakan
o Siapkan pasien, bebaskan pakaian bawah dan posisikan dorsal
recumbent (untuk wanita) dan supine (untuk laki – laki)
o Pasang sarung tangan
o Bersihkan daerah perineal atau preposium dengan cairan NaCl
atau aquades
o Lakukan insersi kateter urin dengan menerapkan prinsip
aseptic
o Sambungkan kateter urin dengan menerapkan prinsip aseptic
o Sambungkan kateter urin dengan urine bag
o Isi balon dengan NaCl 0,9% sesuai dengan anjuran pabrik
o Fiksasi selang kateter diatas simfisis atau dipaha
o Pastikan kantung urine ditempatkan lebih rendah dari kandung
kemih
o Berikan label waktu pemasangan
c) Edukasi
o Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan kateter urine
o Anjurkan menarik nafas saat insersi dilakukan
2) Perawatan kateter urin
Tindakan
a) Observasi
o Monitor kepatenan kateter urin
o Monitor tanda dan gejala infeksi saluran kemih
o Monitor tanda dan gejala obstruksi aliran urin
o Monitor kebocoran kateter, selang dan kantong urin
o Monitor input dan output cairan
b) Terapeutik
o Gunakan teknik aseptic selama perawatan kateter urin
o Pastikan selang kateter dan kantung urin terbebas dari lipatan
o Pastikan kantung urin diletakkan dibawah ketinggian kandung
kemih dan tidak dilantai
o Lakukan perawatan perineal minimal 1 hari sekali
o Lakukan irigasi rutin dengan cairan isotonis untuk mencegah
kolonisasi bakteri
o Kosongkan kantung urin jika kantung urin telah terisi
setengahnya.
o Ganti kateter urin dan kantung urine secara rutin sesuai
protocol atau sesuai indikasi
o Lepaskan kateter urin sesuai kebutuhan
o Jaga privasi selama melakukan tindakan
c) Edukasi
o Jelaskan tujuan, manfaat, prosedur dan risiko sebelum
pemasangan kateter.

3) Pencegahan infeksi
Tindakan
a) Observasi
o Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
b) Terapeutik
o Batasi jumlah pengunjung
o Berikan perawatan kulit pada area edema
o Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
o Pertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko tinggi
c) Edukasi
o Jelaskan tanda dan gejala infeksi
o Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
o Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
o Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
o Anjurkan meningkatkan asupan cairan
d) Kolaborasi
Kolaborasi pemberian imunisasi

b. Dx 2 : Inkontinensia Fekal
Intervensi Utama :
1) Latihan eliminasi fekal
Tindakan
a) Observasi
o Monitor peristaltic usus secara teratur
b) Terapeutik
o Anjurkan waktu yang konsisten untuk buang air besar
o Berikan privasi, kenyamanan dan posisi yang meningkatkan
proses defekasi
o Gunakan enema rendah jika perlu
o Ubah latihan program eliminasi fekal, jika perlu
o Anjurkan dilatasi rectal digital, jika perlu
c) Edukasi
o Anjurkan mengkonsumsi makanan tertentu, sesuai program
atau hasil konsultasi
o Anjurkan asupan cairan yang adekuat sesuai kebutuhan
o Anjurkan olahraga sesuai toleransi
d) Kolaborasi
o Kolaborasi penggunaan suppositoria
2) Perawatan inkontinensia fekal

Intervensi Pendukung :
1) Dukungan emosional
2) Dukungan perawatan diri : BAB/BAK
3) Manajemen diare
4) Manajemen nutrisi
5) Perawatan perineum
c. Dx 3 : Kesiapan peningkatan eliminasi urin
Intervensi Utama :
1) Manajemen eliminasi urin
a) Observasi
o Identifkasi tanda dan gejala retensi atau inkontinensia urine
o Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau
inkontinensia urine
o Monitor eliminasi urine (mis. frekuensi, konsistensi, aroma,
volume, dan warna)
b) Terapeutik
o Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih
o Batasi asupan cairan, jika perlu
o Ambil sampel urine tengah (midstream) atau kultur
c) Edukasi
o Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih
o Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urine
o Anjurkan mengambil specimen urine midstream
o Ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu yang tepat untuk
berkemih
o Ajarkan terapi modalitas penguatan otot-otot
pinggul/berkemihan
o Anjurkan minum yang cukup, jika tidak ada kontraindikasi
o Anjurkan mengurangi minum menjelang tidur
Intervensi Pendukung :
1) Promosi eliminasi urin
Tindakan
a) Observasi
o Identifikasi masalah dan faktor – faktor yang berhubungan
dengan eliminasi urin
o Periksa gejala dan tanda retensi urin atau inkontinensia urin
b) Terapeutik
o Fasilitasi berkemih sebelum prosedur tindakan
o Fasilitasi mengukur intake cairan dan output urin
o Berikan terapi modalitas penguatan otot – otot
panggul/berkemih
o Berikan minum air putih 8 gelas perhari, jika tidak ada
kontraindikasi
c) Edukasi
o Ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu yang tepat
untuk berkemih
2) Dukungan kepatuhan program pengobatan

DAFTAR PUSTAKA

NANDA International. 2012.Nursing Diagnosis : Definition & Clasification 2012 –

2014 . Jakarta : EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi

dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI


Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia

Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI

Anda mungkin juga menyukai