Anda di halaman 1dari 12

EVALUASI TIM PENEGASAN BATAS DAERAH

(Studi Kasus di Provinsi Lampung dan Kalimantan Timur)

The Evaluation of Region Emphasis Team


(Case Study in Lampung Province and East Kalimantan Province)
1) Djoko Sulistyono, 2) Deden Nuryadin, dan 3) Anung S. Hadi
Pusat Penelitian Pemerintahan Umum dan Kependudukan
Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri
Jl. Kramat Raya No. 132 Jakarta Pusat
E-mail: djoksul2013@gmail.com
Dikirim: 5 Januari 2014; direvisi: 13 Januari 2014; disetujui: 12 Februari 2014

Abstrak
Penelitian ini akan melihat masalah tapal batas yang sering menjadi persoalan pelik. Sejak dibukanya
“kran” pemekaran daerah, hingga saat ini tercatat ada sebanyak 946 konflik sengketa perbatasan, baik
antarkabupaten/kota dalam satu provinsi, maupun kabupaten/kota dalam satu provinsi dengan
kabupaten/kota di provinsi tetangga. Penelitian ini melihat lebih khusus tentang evaluasi Tim Penegasan
Batas Daerah yang merupakan salah satu bagian dalam rangka percepatan penegasan batas daerah. Metode
deskriptif kualitatif yang digunakan, melalui teknik wawancara mendalam dengan memakai pendekatan
kualitatif sebagai konsentrasi utama pada penelitian ini. Lokasi penelitian secara kasus akan melihat di
Provinsi Lampung dan Kalimantan Timur. Provinsi Lampung dipilih karena merupakan salah satu provinsi
di Indonesia yang rawan konflik batas daerah, sedangkan Kalimantan Timur dipilih karena provinsi ini
kaya sumber daya alam (SDA). Masalah umum yang dihadapi di kedua provinsi ini antara lain: adanya
keterbatasan sumber daya manusia yang profesional (tenaga ahli segmen batas), kurangnya koordinasi
antara pemerintah-pemerintah daerah yang berbatasan, sarana dan prasarana yang belum menjangkau
sampai ke daerah pelosok, serta kurangnya dukungan pimpinan di dalam program kerja Penegasan Batas
Daerah, yang dianggap belum menjadi hal yang prioritas.
Kata kunci: evaluasi, tim penegasan batas daerah

Abstract
This study examines the matter of boundary that often a thorny issue. Since opening of the “faucet”
regional expansion, until now, there were as many as 946 border dispute conflict, both between
districts/cities in the province, and district/city in the province of the district/city in the neighboring
province. This study examines only the boundary assertion evaluation team, which is one part the
acceleration of boundary assertion. Qualitative descriptive methods were used, through in-depth interview
techniques with qualitative and quantitative approaches, as well as a major consentration on the
qualitative approach. Location research purposively determined in Lampung and East Kalimantan.
Lampung chosen because it is one of the provinces in Indonesia which limits conflict-prone regions, while
the East Kalimantan province was chosen because it is rich in natural resources. A common problem
encountered in the these two provinces, among others: the limited human resources professional (expert
segment boundary), the lack of coordination between governments adjacent areas, facilities and
infrastructure that have not reached into rural areas, as well as a lack of leadership support in the work
program which is considered the limit assertion has not become a priority.
Keywords: evaluation, region emphasis team

PENDAHULUAN penentuan batas daerah secara pasti tersebut dilakukan


secara sistematis dan terkoordinasi.1 Dalam rangka
Tulisan ini bertujuan mengevaluasi kinerja tim penentuan batas daerah tersebut, maka dibentuk Tim
penegas batas daerah serta memberikan rekomendasi Penegas Batas Daerah, di tingkat pusat, provinsi dan
kebijakan maupun teknis untuk mengefektifkan kabupaten/kota, berdasarkan Peraturan Menteri Dalam
penegasan batas daerah. Seperti diketahui, Peraturan Negeri dimaksud.2
Menteri Dalam Negeri Nomor 76 Tahun 2012 tentang Mengkaji tentang wilayah, maka wilayah
Pedoman Penegasan Batas Daerah (menggantikan negara, baik berupa darat, laut dan ruang di atasnya,
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun adalah merupakan salah satu unsur utama dari suatu
2006) menyatakan, bahwa penentuan batas daerah
secara pasti, sangat diperlukan untuk melaksanakan 1
amanat undang-undang tentang pembentukan daerah Bagian “Menimbang” huruf a. dan b. Permedagri No.
76 Tahun 2012.
dan dalam rangka menciptakan kepastian hukum 2
Pasal 18-20 Permendagri No. 76 Tahun 2012 (pasal 18
wilayah administrasi pemerintahan. Pelaksanaan Permendagri No. 1 Tahun 2006).

Evaluasi Tim Penegasan Batas Daerah


(Studi Kasus di Provinsi Lampung dan Provinsi Kalimantan Timur) –
Djoko Sulisttyono, Deden Nuryadin, dan Anung S. Hadi | 53
negara. Wilayah itu merupakan satu kesatuan dan sehingga tujuan untuk mempercepat penegasan batas
sebagai tempat untuk bekerjanya suatu unsur negara daerah secara efektif, efisien dan dapat diterima para
yang lain, yaitu penyelenggara pemerintahan negara pihak, dapat tercapai.
dan rakyatnya. Dengan demikian, wilayah negara itu Jika melihat kondisi alam yang begitu sulit
merupakan wilayah kekuasaan atau wewenang dari untuk ditelusuri segmen batasnya, maka pemasangan
negara (state domain). patok batas yang ada kadang masih mengacu pada
Di dalam wilayah negara itu, terdapat adanya batas alam sehingga belum memenuhi standar yang
suatu pemisahan antara daerah satu dengan daerah ada. Kendati demikian, komitmen Pemerintah Pusat
lainnya yang disebut batas antardaerah. Dalam ruang dalam menyelesaikan batas daerah sudah terlihat
lingkup batas daerah inilah dilaksanakan antara lain dengan memberikan bantuan untuk
penyelenggaraan kewenangan masing-masing daerah. penyusunan segmen dan pilar koordinat batas daerah
Dalam arti, kewenangan pada suatu daerah pada (M. Guntur, Kepala Biro Tata Pemerintahan
dasarnya tidak boleh diselenggarakan melampaui Sekretariat Daerah Provinsi Riau, dalam goriau.com
batas daerah yang lain dan telah ditetapkan dalam pada 22 September 2012).
peraturan perundang-undangan. Cukup banyak ekses yang mungkin timbul bila
Adanya kejelasan dan kepastian hukum batas-batas antardaerah ini belum diselesaikan.
terhadap batas wilayah di suatu daerah dari hasil Masalah batas daerah tak menutup kemungkinan akan
penegasan batas yang ditetapkan Menteri Dalam memicu konflik di daerah. Setidaknya ada empat
Negeri dengan produk Peraturan Menteri Dalam faktor penyebab munculnya konflik di perbatasan
Negeri. Hal inilah yang kemudian harus dimuat di daerah, yakni: a) Ketidakjelasan undang-undang
dalam suatu peta sebagai suatu titik koordinat batas pembentukan suatu daerah otonom; b) Adanya
daerah. Penuangan di dalam suatu Peta batas daerah perebutan sumberdaya alam; c) Faktor kesukuan,
kemudian dilanjutkan sebagai titik koordinat yang kultur dan etnis; d) Proses penyelesaian sengketa batas
tercantum dalam lampiran suatu undang-undang. daerah selama ini terkesan lamban, dan di sisi lain
Penentuan titik koordinat merupakan salah satu memerlukan banyak tahapan dalam mekanisme
syarat penentuan segmen batas daerah yang mencakup penyelesaiannya (Eko Subowo, Direktur Wilayah
batas wilayah darat dan laut serta batas antarnegara. Administrasi dan Perbatasan, Direktorat Jendral
Penentuan segmen batas ini dan jika sudah disetujui Pemerintahan Umum Kemendagri, dalam Arjuna Al
oleh kedua belah pihak atau lebih, dan sudah Ichsan 13 Februari 2012).
dikeluarkan suatu regulasi oleh Menteri Dalam Negeri Memperhatikan isi ketentuan Peraturan Menteri
haruslah dianggap sudah final dan berketetapan Dalam Negeri Nomor 76 Tahun 2012 tentang Tim
hukum yang pasti. Jika masalah tersebut tidak Penegasan Batas Daerah (TPBD), terutama pada Pasal
diselesaikan secara prosedur-prosedur yang sudah 18 sampai dengan Pasal 24, terlihat bahwa TPBD
ditentukan, dikhawatirkan berpotensi untuk terjadinya tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota,
suatu konflik tapal batas. memiliki tugas yang cukup berat. Tri Ratnawati
Selain itu, akibat berlarutnya penentuan batas (2014) seorang peneliti dan pengamat sosial politik
wilayah, menyebabkan masyarakat di perbatasan tidak berpandangan, bahwa cara kerja TPBD yang sekilas
terurus dengan baik. Sehubungan dengan itu, Menteri teknis-matematis-mekanistis semata, pada
Dalam Negeri meminta gubernur untuk mempercepat kenyataannya, hasil kerja dan rekomendasi-
penyelesaian masalah batas antardaerah. Hal ini rekomendasi mereka dapat berdampak sosial politik,
dikarenakan dampak sengketa batas daerah bukan saja ekonomi dan budaya yang sangat serius terhadap
menghambat penyelenggaraan pemerintahan dan daerah.3
pemanfaatan sumber daya alam, melainkan juga Tri Ratnawati mengingatkan, hendaknya TPBD
menimbulkan konflik sosial di daerah perbatasan memiliki sikap kritis untuk tidak sekedar menjadi
(Gamawan Fauzi, Menteri Dalam Negeri, dikutip “tukang” yang bergembira ria karena banyaknya
Henricus dalam catatan.co.id pada 26 April 2012). “order” atau “proyek” untuk menentukan batas-batas
Penyelesaian tapal batas ataupun segmen batas daerah pemekaran baru yang jumlahnya tampaknya
daerah selama ini memang masuk dalam kewenangan akan terus berkembang. Saat ini saja diperkirakan
Pemerintah. Akan sangat beralasan jika Pemerintah telah ada sekitar 181 proposal pemekaran dari daerah-
dengan azas dekonsentrasi dan tugas pembantuan, daerah yang telah masuk ke Kementerian Dalam
membentuk Tim Penegas Batas Daerah Provinsi dan Negeri, DPR-RI dan DPD-RI. Padahal, dari tahun
Tim Penegas Batas Daerah Kabupaten/Kota. 1999 hingga 2009, telah terbentuk 205 daerah
Oleh karena wewenang tersebut merupakan pemekaran baru, ditambah sejumlah daerah
wewenang Pemerintah Pusat, maka implikasinya pemekaran baru yang dibentuk sesudah tahun 2009.4
adalah Pemerintah Pusat memberikan pendanaan Hingga bulan Maret 2014 ini, Indonesia telah
kepada pihak-pihak yang menerima wewenang
dekonsentrasi dan tugas pembantuan tersebut. Di
3
samping itu, Pemerintah Pusat juga seharusnya Disampaikan/dikutip dari Tri Ratnawati dalam Sidang
memberikan perbantuan tenaga ahli dan peralatan TPM II di Badan Litbang Kemendagri Jakarta tanggal
yang memadai kepada provinsi dan kabupaten/kota 15 April 2014.
4
Ibid.

54 | Jurnal Bina Praja | Volume 6 Nomor 1 Edisi Maret 2014: 53 - 64


memiliki 539 daerah otonom, yakni 34 provinsi, 93 yang rawan konflik dan penyalahgunaan kekuasaan.
kota dan 412 kabupaten. Tanpa adanya sensitivitas dan antisipasi serta
Data mengenai rendahnya kinerja TPBD preventifikasi dari para penyelenggara pemerintahan
tingkat pusat, dapat diketahui antara lain dari salah dan para politisi terhadap dampak-dampak negatif
satu media cetak lokal yang menulis berikut ini: “Soal pemekaran daerah, maka Indonesia diprediksi akan
tapal batas ini memang menjadi masalah pelik. menghadapi “bom waktu” dari maraknya pemekaran
Setidaknya, sejak dibuka kran pemekaran daerah, daerah era reformasi.7
hingga saat ini tercatat ada 946 konflik sengketa Penyelesaian masalah batas–batas daerah,
perbatasan, baik antarkabupaten/kota dalam satu menurut Ratnawati, “ending-nya” tidak selalu semata-
provinsi, maupun kabupaten/kota dalam satu provinsi mata dapat diselesaikan dengan proses-proses teknis-
dengan kabupaten/kota di provinsi tetangga. Dari mekanistis kartometris karena bisa saja setelah metode
jumlah sebanyak 131 segmen batas telah kartometris mengeluarkan hasilnya, selanjutnya akan
terselesaikan, dengan telah dikeluarkannya terjadi tawar-menawar antara para pihak yang
Permendagri yang menetapkan batas. Sedang yang berselisih sehingga mendapatkan keputusan politis
masih dalam proses penyelesaian, sebanyak 206. yang dapat bersama-sama mereka terima (win-win
“Yang belum dilakukan penegasan sebanyak 609 solutions). Oleh karena itu Ratnawati berpendapat,
segmen atau sekitar 64 persen. Ini yang sama sekali bahwa TPBD perlu juga memperdalam pengetahuan
belum tersentuh”, ujar Eko Subowo Direktur Wilayah serta kompetensi dan sensitivitas mereka di bidang
Administrasi dan Perbatasan, Direktorat Jendral budaya/adat-istiadat daerah, sosial politik dan ekonomi.
Pemerintahan Umum. Ditargetkan, pada 2012 bisa Tim tersebut menurut Tri Ratnawati juga perlu
terselesaikan lagi 50 segmen batas wilayah yang ditambah anggotanya dari kalangan pakar ilmu-ilmu
disengketakan, dan hingga 2014, ditargetkan semua sosial politik, budaya, ekonomi dan lingkungan/
sudah beres”.5 ekologi.
Menurut Tri Ratnawati (2014), keberhasilan Selanjutnya Pemerintah menurut peneliti
TPBD antara lain dapat diukur dari tingkat penerimaan tersebut, perlu segera “mengerem” pemekaran daerah
hasil kerja mereka oleh pihak-pihak yang bersengketa dan sekaligus bertanggung jawab untuk ikut
dan berhentinya konflik. Akan tetapi, mencermati data membenahi daerah-daerah pemekaran yang kurang
yang ditampilkan dalam kutipan tersebut, maka dapat berkinerja baik yang jumlahnya saat ini diperkirakan
disimpulkan bahwa TPBD tingkat pusat kurang sekitar 80 persen dari total daerah pemekaran yang
berhasil menjalankan tugas-tugasnya. Kekurang- dibentuk sejak tahun 1999.8
berhasilan tersebut, menurut Tri Ratnawati, antara lain Perlu dicatat, beberapa ketentuan pokok
disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:6 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 76 Tahun
1. Tim lebih menonjolkan unsur-unsur teknis- 2012 antara lain:
mekanistis ketimbang unsur-unsur historis- 1. Tim penegasan batas daerah antara lain: pasal 18,
sosiologis-politis-ekonomis dari batas-batas suatu 19, 20, dan 21
daerah (daerah-daerah); 2. Tata Kerja Penegasan Batas antara lain: pasal 22,
2. Kegagalan Pemerintah Pusat membendung aspirasi 23, dan 24
pemekaran dari daerah-daerah atau meningkatnya 3. Penyelesaian perselisihan batas daerah antara lain
konflik-konflik perbatasan akibat menguatnya oleh Gubernur pada: pasal 26, 27, 28, 29, 30, 31,
sentimen-sentimen primordial (kesukuan, dan 32
kedaerahan dan keagamaan), telah menyebabkan 4. Penyelesaian Perselisihan oleh Menteri, antara
TPBD kewalahan dan akhirnya tidak performed. lain pada: pasal 33, 34, 35, 36, 37, dan 38
Selanjutnya Tri Ratnawati menekankan, agar 5. Pendanaan pada Pasal 39
Pemerintah Pusat dan para penyelenggara negara 6. Pembinaan dan Pengawasan pada Pasal 40, yang
(termasuk di dalamnya TPBD), menyadari, bahwa dilakukan oleh Menteri, Gubernur dan
making new boundaries (membuat perbatasan- Bupati/Walikota.
perbatasan baru) itu haruslah sangat hati-hati dan Berdasarkan paparan di muka, maka aspek
seobyektif mungkin. Hal ini mengingat makna regulasi, sumber daya manusia (SDM), dukungan
perbatasan (boundary) tersebut bukan hanya batas fisik anggaran serta peralatan, dan koordinasi, akan tim
wilayah saja, tetapi juga menyangkut “batas-batas” non teliti untuk kemudian menyimpulkan efektif/tidaknya
fisik (seperti etnisitas, bahasa, agama, serta adat kinerja TPBD serta bagaimana pengaruhnya terhadap
istiadat/budaya) dan sumber daya alam (SDA). percepatan penyelesaian masalah sengketa batas
Pemekaran daerah bukanlah semata-mata terkait daerah.
segregasi spasial belaka, tetapi sekaligus dapat menjadi Penelitian ini mengambil lokasi penelitian di
proses segregasi budaya, sosial ekonomi dan politik, Provinsi Lampung dan Provinsi Kalimantan Timur

5 7
“Tim Kemendagri Takut Dibacok”, 11 Februari 2012, Tri Ratnawati, ibid.
8
http://sumutpos.co/2012/02/26367/tim-kemendagri- Baca: Laporan Hasil Evaluasi Daerah Otonom Hasil
takut-dibacok, Penentuan Tapal Batas Sumut-Riau tanpa Pemekaran (EDOHP). Jakarta: Ditjen Otonomi Daerah
Data Lapangan Kemendagri bekerjasama dengan Decentralization
6
Paper Tri Ratnawati ibid. Support Facility, 2011.

Evaluasi Tim Penegasan Batas Daerah


(Studi Kasus di Provinsi Lampung dan Provinsi Kalimantan Timur) –
Djoko Sulisttyono, Deden Nuryadin, dan Anung S. Hadi | 55
berdasar teknik purposive sampling (pengambilan 3. Demarkasi batas wilayah di lapangan
sampel secara bertujuan. Provinsi Lampung dipilih (Demarcation); dan
karena merupakan salah satu provinsi di Indonesia 4. Mengadministrasikan batas wilayah
yang rawan konflik, sedangkan Provinsi Kalimantan (Administration).
Timur dipilih karena provinsi tersebut kaya sumber Dalam konteks batas wilayah daerah otonom di
daya alam (SDA). Di samping itu, pemilihan Indonesia baik batas provinsi maupun batas daerah
keduanya adalah karena disesuaikan dengan dana kabupaten/kota menurut Sutisna (2010) proses
yang tersedia yang relatif terbatas. keberadaan batas daerah otonomi pada era otonomi
Dari kedua provinsi inilah yang akan dicari daerah antara lain:
permasalahan-permasalahan apa saja yang dihadapi 1. Alokasi wilayah adalah sebuah keputusan politik
TPBD di lapangan serta akan dicarikan solusi yang dalam praktiknya dituangkan dalam suatu
penyelesaiannya. Dari hasil penelitian lapangan keputusan yang mengikat dan konstitusional.
diharapkan tim peneliti mampu dan dapat mengambil Dalam praktik otonomi daerah di Indonesia
kesimpulan awal terhadap TPBD pada kedua provinsi alokasi disebut dengan istilah cakupan wilayah.
tersebut. Informasi dan data yang Tim dapatkan dari Dalam hal alokasi wilayah daerah otonom,
para anggota TPBD, kemudian akan kami “cross keputusan politik tertuang dalam konstitusi.
check” (cek silang) dengan data-data dari masyarakat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat 1 yang
dan lain-lain. berbunyi Negara Kesatuan Republik Indonesia
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah
sebagai berikut: provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang
1. Bagaimana TPBD dalam mengimplementasikan mempunyai pemerintahan daerah yang diatur
Permendagri Nomor 76 Tahun 2012 di daerah dengan undang-undang. Dalam praktiknya
(khususnya Provinsi Lampung dan Kalimantan alokasi ini untuk wilayah darat, sedangkan
Timur)? alokasi di wilayah laut dituangkan dalam berbagai
2. Bagaimana TPBD yang telah terbentuk di daerah undang-undang pembentukan daerah.
(Provinsi Lampung dan Kalimantan Timur) dapat 2. Penetapan adalah sebuah keputusan hukum dan
melaksanakan peran dan tugas fungsinya secara bagian dari administrasi publik, sehingga hal ini
optimal? merupakan “domain” Pemerintah Pusat.
Maksud dilakukannya penelitian ini adalah 3. Penegasan batas daerah dititikberatkan pada
untuk mengkaji peran dan fungsi TPBD yang upaya mewujudkan batas daerah yang jelas dan
dilaksanakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah pasti baik dari aspek yuridis maupun fisik di
berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor lapangan. Penegasan batas daerah dilakukan
76 tahun 2012. Sedangkan yang menjadi tujuan dalam rangka menentukan letak dan posisi batas
pelaksanaan penelitian antara lain: a) Mendalami secara pasti di lapangan sampai penentuan titik
implementasi TPBD dalam penegasan batas daerah di koordinat batas di atas peta. Penegasan batas
tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, khususnya di daerah berpedoman pada batas-batas daerah yang
Provinsi Lampung dan Kalimantan Timur, dan b) ditetapkan dalam undang-undang pembentukan
Tersusunnya rekomendasi yang aplikatif dalam rangka daerah (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
percepatan penegasan batas daerah. Sasaran 1 Tahun 2006, yang kemudian diganti dengan
dilakukannya penelitian adalah teridentifikasinya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 76
permasalahan yang dihadapi oleh TPBD dalam Tahun 2012).
penyelesaian sengketa batas daerah di tingkat provinsi 4. Proses panjang penentuan batas daerah yang
(khususnya provinsi Lampung dan Kalimantan Timur) dimulai dari negosiasi oleh para arsitek batas (the
dan kabupaten/kota serta diketahuinya kendala dan boundary architecs), dilanjutkan dengan
faktor-faktor penyebabnya sehingga dapat delimitasi dan pengesahan undang-undang
memberikan rekomendasi dalam rangka penguatan pembentukan daerah kemudian dilakukan tahap
TPBD dan percepatan penegasan batas daerah. demarkasi oleh “the boundary engineers” dan
akan diakhiri dengan tahap administrasi dan
Teori “Boundary Making” manajemen batas dan daerah perbatasan oleh
Pada tahun 1945 seorang ahli geografi politik masing-masing pemerintah daerah yang
Amerika Serikat Sthepen B Jones dalam bukunya berbatasan. Proses panjang tersebut merupakan
berjudul Boundary-making, merumuskan sebuah teori kulminasi dari proses politik, hukum dan teknis
tentang sejarah adanya batas wilayah suatu negara dan merupakan proses awal pengelolaan daerah
dibagi dalam empat tahap utama, proses adanya batas perbatasan. Hal ini bertujuan untuk
wilayah suatu negara yaitu: mempermudah koordinasi dan kerjasama
1. Keputusan politik untuk mengalokasi wilayah pelaksanaan pembangunan maupun pembinaan
territorial (Allocation); kehidupan dan pelayanan kepada masyarakat,
2. Delimitasi batas wilayah di dalam perjanjian khususnya di daerah perbatasan. Implementasi
(Delimitation); dalam sistem otonomi daerah antara lain adalah

56 | Jurnal Bina Praja | Volume 6 Nomor 1 Edisi Maret 2014: 53 - 64


menjadikan batas daerahdibuatkan produk hukum Sedangkan Tugas Pembantuan adalah
peraturan perundangan daerah (Perda). “penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau
Salah satu sumber lain menyatakan bahwa: desa, dari pemerintah provinsi kepada kabupaten, atau
“Memilih letak titik dan garis batas biasanya kota dan/atau desa, serta dari pemerintah kabupaten,
merupakan kompromi antara pertimbangan geografis atau kota kepada desa untuk melaksanakan tugas
dan kepentingan politik. Tahap memilih letak ini tertentu dengan kewajiban melaporkan dan
biasanya merupakan fase yang sangat kritis untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada
mencapai kesepakatan letak titik dan garis batas. yang menugaskan”.11
Sedangkan mendefinisikan garis batas merupakan Bersumber dari Tri Ratnawati (2011)12 yang
suatu proses yang sebagian besar bersifat teknis mengutip pendapat Mark Turner dan David Hulme
(kartometris). Proses ini terdiri atas penentuan posisi (1987), bahwa semua sistem pemerintahan
(koordinat) titik-titik batas secara teliti dan kemudian mempraktikkan kombinasi sentralisasi dan
mendefinisikannya yaitu menarik garis yang desentralisasi kekuasaan. Hanya saja, bagaimana
menghubungkan titik-titik batas tersebut di atas peta memadukan kombinasi yang tepat antara kontrol pusat
serta menguraikannya dalam bentuk narasi di dalam dan otonomi daerah yang memuaskan rezim yang
perjanjian (Jones, 1945). Karena kegiatan boundary berkuasa di satu pihak, dan tuntutan masyarakat di
making pada dasarnya kegiatan yang memiliki 3 lain pihak, merupakan dilema abadi bagi semua
aspek, yaitu: aspek politik, hukum, dan aspek teknis pemerintahan.
survey pemetaan, maka pada setiap tahapan Selain itu, sentralisasi dan desentralisasi juga
diperlukan adanya suatu berita acara yang mencatat bukan merupakan atribut-atribut yang bisa
semua hasil kesepakatan yang disepakati pada tiap didikotomikan karena keduanya berada dalam satu
tahapan”.9 continuum yang sama dengan indikator yang berbeda-
beda (“All systems of government involve a
Teori Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan combination of centralized and decentralized
Sebagaimana telah disebutkan dalam bagian authority. However, finding a combination of central
sebelumnya, penyelesaian tapal batas ataupun segmen control and local autonomy that satisfies regime needs
batas daerah selama ini merupakan kewenangan and popular demands is a persistent dilemma for
Pemerintah Pusat. Maka sangat beralasan bila governments. Centralization and decentralization are
Pemerintah Pusat dengan azas dekonsentrasi dan tugas not attributes that can be dichotomized: rather they
pembantuan, membentuk Tim Penegas Batas Daerah represent hypothetical poles on a continuum that can
Provinsi dan Tim Penegas Batas Daerah be calibrated by many different indices”(Hulme,
Kabupaten/Kota. Turner, 1997:159).
Oleh karena merupakan wewenang Pemerintah Merujuk pada argumen tersebut maka untuk
Pusat, maka implikasinya adalah Pemerintah Pusat menghapus sama sekali dekonsentrasi (“sentralisasi
memberikan pendanaan kepada pihak-pihak yang lunak”) dalam penyelenggaraan pemerintahan, adalah
menerima wewenang dekonsentrasi dan tugas sangat sulit. Bahkan, di negara federal yang
pembantuan tersebut. Di samping itu, Pemerintah Pusat demokratis sekali pun, di mana kekuasaan negara-
juga seharusnya memberikan perbantuan tenaga ahli negara bagian cukup besar, wewenang pertahanan
dan peralatan yang memadai kepada Provinsi dan negara dipegang secara terpusat oleh pemerintah
Kabupaten/Kota sehingga tujuan untuk mempercepat federal (Ikrar Nusa Bhakti, Irine H.Gayatri (ed.),
penegasan batas daerah secara efektif, efisien dan dapat 2001).
diterima para pihak, dapat tercapai. Di samping kurang memiliki landasan teori
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun yang kuat, bila ditinjau dari sejarah perkembangan
2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, pemerintahan daerah di Indonesia, maka
yang dimaksud dengan dekonsentrasi adalah tindakan/upaya pihak-pihak tertentu untuk menghapus
“pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada dekonsentrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
gubernur sebagai wakil Pemerintah dan/atau kepada lokal, adalah merupakan tindakan yang ahistoris. Hal
Instansi Vertikal di wilayah tertentu”.10

The World Bank, Washington DC. Turner. Mac,


9
www.scribd.com/doc/213728001/Metode-Kartometrik- David Hulme, 1987. Governance, Administration and
Solusi-Tepat-Bagi-Penyelesaian-Perselisihan-Batas- Development, Making the State Work. London:
Daerah McMillan Press. Ltd. Smith, B.C. 1985. The
10
PP No. 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Territorial Dimension of The State. London: George
Pembantuan. Referensi mengenai dekonsentrasi, baca Allen and Unwin.
11
antara lain: Tri Ratnawati, “Otonomi Daerah Era PP No. 7 Tahun 2008.
12
Reformasi dan Urgensi Dekonsentrasi Parsial Dalam Tri Ratnawati, “Otonomi Daerah Era Reformasi dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia Yang Urgensi Dekonsentrasi Parsial Dalam Negara Kesatuan
Demokratis”, orasi pengukuhan profesor riset bidang Republik Indonesia Yang Demokratis”, orasi
Ilmu Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, pengukuhan profesor riset bidang Ilmu Politik,
Jakarta, Oktober 2011. Manor, James, 1999. The Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta,
Political Economy of Democratic Decentralization. Oktober 2011.

Evaluasi Tim Penegasan Batas Daerah


(Studi Kasus di Provinsi Lampung dan Provinsi Kalimantan Timur) –
Djoko Sulisttyono, Deden Nuryadin, dan Anung S. Hadi | 57
itu karena dalam praktik penyelenggaraan kerjasama di tingkat lokal (World Bank Report
pemerintahan daerah di negara kita, desentralisasi dan 2001/2002).
dekonsentrasi senantiasa dianut sekaligus dan Berdasarkan uraian mengenai sisi-sisi positif
dipraktikkan secara bersama-sama (The Liang Gie, dan negatif dari desentralisasi tersebut maka
jilid I, 1967:45). dekonsentrasi merupakan salah satu instrumen untuk
Memang, ditinjau dari sudut pandang dapat menutup celah-celah, kelemahan-kelemahan
demokrasi, desentralisasi politik lebih “dekat” dengan desentralisasi. Sementara itu, dekonsentrasi diyakini
demokrasi. Namun, desentralisasi politik memiliki dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi seperti
kelemahan, yang mana kelemahan tersebut salah telah disebutkan sebelumnya.
satunya dapat diatasi oleh dekonsentrasi atau Pengaturan dekonsentrasi dalam Konstitusi dan
desentralisasi administrasi. Seperti disinggung di Undang-Undang tersendiri sangat penting, terutama
muka, dekonsentrasi dapat mengejar tujuan-tujuan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan
efisiensi dan efektivitas, tetapi bukan partisipasi wewenang oleh pejabat-pejabat Pusat.13
masyarakat (Turner dan Hulme,1987:161). Menurut Muhadam Labolo, dekonsentrasi,
Mark Turner dan David Hulme menyebutkan, seperti halnya desentralisasi, potensial dijadikan
bahwa rata-rata negara berkembang melaksanakan “lahan” korupsi bagi para “pemburu rente”, khususnya
dekonsentrasi atau “desentralisasi administrasi”, atau di kalangan pejabat-pejabat Pemerintah Pusat
“field administration”, dalam penyelenggaraan (Muhadam Labolo, 2004). Turner dan Hulme
pemerintahan lokal (Turner, Hulme, 1987:160). menyatakan, dekonsentrasi sering bersifat politis
Desentralisasi menurut B.C. Smith memiliki sehingga harus diawasi publik. Dekonsentrasi kadang
sejumlah sisi positif. Dari sisi politik, desentralisasi dibelokkan tujuannya oleh elit-elit Pemerintah Pusat
dapat memperkuat akuntabilitas, kecakapan- untuk memberikan keuntungan-keuntungan tertentu
kecakapan politik, dan integrasi nasional. Dari sudut kepada penguasa.
pandang ekonomi, desentralisasi dapat mengurangi Pejabat-pejabat Pusat di daerah juga sering
biaya, meningkatkan produktivitas, dan lebih efektif membawa “misi” dari atasan mereka untuk
dalam penggunaan sumber daya manusia. memelihara stabilitas politik dan menghambat
Desentralisasi mendekatkan pemerintah kepada kelompok-kelompok politik oposisi, di samping untuk
masyarakat, memberikan pelayanan yang lebih baik mengawasi peraturan-peraturan daerah agar tidak
kepada masyarakat, memperkenalkan nilai-nilai menyimpang dari ketentuan-ketentuan Pemerintah.
kebebasan, kesetaraan dan kesejahteraan, memberikan Selanjutnya, dekonsentrasi juga dapat disalahgunakan
dasar-dasar untuk partisipasi warga dan penguasa untuk memonitor loyalitas politik pejabat-
kepemimpinan politik, dan menjaga nilai-nilai dasar pejabat pusat di daerah dan loyalitas pihak-pihak lain
kemanusiaan (B.C. Smith, 1985: 4-5). (Turner dan Hulme, 1997:161).
Mendukung pendapat B.C. Smith tersebut,
Jorge V.Tigno menyatakan, desentralisasi politik
13
menggeser kekuasaan pengambilan keputusan, dari Pada tahun 1970, RUU tentang dekonsentrasi pernah
pusat, ke pemerintahan yang lebih rendah sehingga dirancang Pemerintah dan telah diajukan kepada DPR-
mendorong partisipasi warga (Jorge V.Tigno, GR. Sebelumnya, yaitu tahun 1968, RUU hubungan
2003:253). pemerintah dengan pemerintahan di daerah dan RUU
Meskipun cukup banyak sisi positifnya, tentang daerah swatantra, juga telah diajukan
menurut pendapat Bank Dunia, desentralisasi pemerintah ke DPR-GR. Ketiga paket RUU tersebut
disiapkan pemerintah saat itu untuk melaksanakan TAP
bukanlah ‘obat mujarab’ (panacea) untuk segala jenis No.XXI/MPRS/1966 yang antara lain menetapkan
“penyakit”. Bank Dunia mencatat, desentralisasi tidak pemberian otonomi seluas-luasnya kepada daerah. TAP
efisien untuk pelayanan-pelayanan stándar, rutin dan MPR ini juga menetapkan politik dekonsentrasi
berdasarkan jaringan. Desentralisasi dapat sebagai komplemen yang vital dari desentralisasi.
menyebabkan hilangnya economies of scale dan TAP MPRS tersebut setelah pemilu 1971 kemudian
hilangnya kontrol pemerintah pusat atas sumber- dicabut dengan TAP No.IV/MPR/1973 tentang Garis-
sumber keuangan yang terbatas. garis Besar Haluan Negara. TAP No.IV/MPR/1973,
Selain itu, lemahnya administrasi atau kapasitas menekankan sama pentingnya asas desentralisasi
teknis di tingkat lokal menyebabkan pelayanan publik dengan dekonsentrasi. Ketentuan ini kemudian
dilaksanakan oleh UU No.5 Tahun 1974 (tentang
kurang efektif dan efisien; tanggung jawab
Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah) yang
administrasi yang ditransfer ke pemerintahan yang memperkenalkan konsep otonomi daerah ”yang nyata
lebih rendah mungkin tidak dibarengi dengan sumber- dan bertanggung jawab” (Sumber: Dr. M.Solly Lubis,
sumber keuangan yang cukup; desentralisasi kadang S.H., Perkembangan Garis Politik dan Perundang-
menyebabkan koordinasi kebijakan-kebijakan Undangan Pemerintahan Daerah. Bandung: Penerbit
nasional semakin kompleks dan memungkinkan Alumni, 1983, hal. 2, 40. Tentang dekonsentrasi, baca
fungsi-fungsi “dibajak” oleh elit-elit pula: Muhadam Labolo, “Dilema Penyelenggaraan
lokal.Selanjutnya, ketidakpercayaan antara sektor- Dekonsentrasi”, dalam Jurnal Pamong Praja, Edisi 1-
sektor publik dan privat mungkin memperlemah 2004, hal. 81-91.

58 | Jurnal Bina Praja | Volume 6 Nomor 1 Edisi Maret 2014: 53 - 64


Untuk mencegah kemungkinan-kemungkinan 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
buruk tersebut, maka dekonsentrasi harus dibatasi, Indonesia Nomor 4737);
bukan dekonsentrasi seluas-luasnya. Dekonsentrasi 6. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007
yang terbatas tersebut dinamakan “dekonsentrasi Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan
parsial”.14 dan Penggabungan Daerah (Lembaran Negara
Eko Prasodjo dkk. menyatakan bahwa Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 162,
dekonsentrasi merupakan penghalusan dari sentralisasi Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
di mana pemerintah pusat dan aparat pusat di daerah Nomor 4791);
merupakan pemain inti (2006:8,9). Selanjutnya Eko 7. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008
Prasojo menjelaskan sebagai berikut:15 …”Dalam tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan;
integrated prefectoral system, sektor pemerintahan 8. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010
yang ada di pusat memiliki kewenangan pengawasan, Tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan
baik yang bersifat administratif maupun teknis Wewenang serta Kedudukan Keuangan Gubernur
terhadap pejabat instansi vertikal di daerah. Sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi
Sedangkan dalam unintegrated prefectoral system, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
sektor pemerintah yang ada di pusat hanya memiliki 2010 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara
kewenangan pengawasan yang bersifat administratif Republik Indonesia Nomor 5107) sebagaimana
saja, sedangkan persoalan teknis sepenuhnya menjadi diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23
kewenangan instansi vertikal di daerah. Meskipun Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan
demikian unintegrated prefectoral system memiliki Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 Tentang Tata
konsekuensi berupaya melemahnya koordinasi dan Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta
meningkatnya inefisiensi (Eko Prasodjo, 2006:10). Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil
Pemerintah di Wilayah Provinsi (Lembaran
Landasan Normatif Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor
Dasar hukum atau regulasi terkait dengan 44, Tambahan Lembaran Negara Republik
Kajian Taktis Evaluasi Tim Kinerja Penegasan Batas Indonesia Nomor 5209;
Daerah di antaranya adalah sebagai berikut: 9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 76
1. Undang-Undang Dasar Tahun 1945; Tahun 2012 tentang Pedoman Penegasan Batas
2. Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Daerah.
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Pengertian-Pengertian
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) Wilayah perbatasan memiliki arti yang sangat
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir vital dengan strategis, baik itu dilihat dari sudut
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 pandang perbatasan kabupaten/kota dalam satu
tentang Perubahan Kedua atas Undang–Undang provinsi atau perbatasan kabupaten/kota antarprovinsi.
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Hal itu karena menyangkut pertahanan dan keamanan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia suatu negara, ekonomi, sosial dan budaya. Untuk
Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran menciptakan tertib administrasi pemerintahan,
Negara Nomor 4844); memberikan kejelasan dan kepastian hukum terhadap
3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang batas wilayah suatu daerah. (Psl 2 ayat 1 Permendagri
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Nomor 76 Tahun 2012).
Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Segmen, berasal dari bahasa Inggris, artinya:
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor bagian, golongan atau ruas, (Echals & Shadily,
4916); 2005:511).
4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Batas daerah adalah pembatas wilayah
Informasi Geospasial (Lembaran Negara administrasi pemerintahan antardaerah yang
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, merupakan rangkaian titik-titik koordinat yang berada
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia pada permukaan bumi dapat berupa tanda-tanda alam
Nomor 5214); seperti igir/punggung gunung/ pegunungan
5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 (watershed), median sungai dan/atau unsur buatan di
Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara lapangan yang dituangkan dalam bentuk Peta, (Pasal 1
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan angka 3 Permendagri Nomor 76 Tahun 2012).
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Bertitik tolak dari pengertian-pengertian yang
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor dikemukakan di atas, maka pengertian Penyelesaian
Segmen Batas Darat Daerah Kabupaten/Kota, adalah
usaha atau perbuatan membereskan, menyelesaikan
bagian atau ruas pembatas wilayah administrasi
14
Tri Ratnawati, idem ditto. pemerintahan antardaerah kabupaten/kota dalam
15
Eko Prasojo dkk., Desentralisasi dan Pemerintahan bentuk rangkaian titik koordinat yang berada pada
Daerah: Antara Model Demokrasi Lokal dan Efisiensi permukaan bumi, tanda-tanda alam seperti igir
Struktural. Fisip UI Juni 2006.

Evaluasi Tim Penegasan Batas Daerah


(Studi Kasus di Provinsi Lampung dan Provinsi Kalimantan Timur) –
Djoko Sulisttyono, Deden Nuryadin, dan Anung S. Hadi | 59
gunung/punggung gunung (watershed), median, jurisdiksi Indonesia. Hal yang penting adalah
sungai dan/atau unsur buatan di lapangan yang Pemerintah, baik Pemerintah maupun Daerah, harus
dituangkan dalam bentuk Peta. Usaha atau perbuatan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal
membereskan, menyelesaikan bagian atau ruas di pulau terpencil itu.
pembatas dimaksud, sesuai dengan aturan normatifnya
sebagaimana ditegaskan dan dituangkan lebih jelas METODE PENELITIAN
dalam Permendagri Nomor 76 Tahun 2012.
Dengan perkataan lain usaha atau perbuatan Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Kajian
untuk menyelesaikan segmen batas darat daerah Tulisan/artikel ini didasarkan atas kajian yang
kabupaten/kota antarprovinsi dimaksud ditandai dilaksanakan pada dua provinsi, yaitu: di Provinsi
dengan: Lampung dan Provinsi Kalimantan Timur.
1. Waktu atau target waktu penyelesaian; Pelaksanaan kajian taktis ini berlangsung selama
2. Keakuratan (validitas) data yang mendukung kurang lebih 3 (tiga) bulan dimulai dari bulan Maret
penyelesaian; dan sampai dengan bulan Juni 2014.
3. Komitmen atau kemauan yang baik (good will)
dari masing-masing pihak. Macam/Sifat Kajian
Hal ini tergambar/terlihat pada tersedianya unit Kajian ini bersifat deskriptif dengan
kerja yang mempunyai fungsi dan tugas yang jelas, pendekatan kualitatif dan kuantitatif yang saling
tersedianya anggaran dalam APBD. Ini semua dapat melengkapi. Secara purposive sampling, Provinsi
ditetapkan dalam suatu dokumen strategis. Lampung dan Provinsi Kalimantan Timur dipilih
sebagai lokasi dalam kajian ini. Provinsi Lampung
Studi-studi/kasus-kasus terdahulu yang terkait dipilih karena merupakan salah satu daerah di
Studi terdahulu yang pernah dilakukan adalah Indonesia yang rawan konflik, sedangkan Provinsi
penelitian yang menyangkut segmen batas laut yang Kalimantan Timur dipilih karena daerah tersebut
dilakukan Tim Peneliti Puslitbang Pemerintahan merupakan salah satu daerah di Indonesia yang kaya
Umum dan Kependudukan Badan Litbang Sumber Daya Alam (SDA).
Kemendagri tahun 2011, dengan judul: “Penelitian Metode deskriptif tersebut dirancang untuk
Penyelesaian Sengketa Batas Antar Kabupaten/Kota, mengumpulkan informasi yang diperlukan dengan
dan Kabupaten/Kota di luar provinsi (Suatu Alternatif teknik survei yakni mengumpulkan data yang relatif
Solusi Penyelesaian Segmen Batas Laut Bermasalah terbatas (sampel survei) dari sejumlah kasus yang
antara Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan relatif besar jumlahnya, dan dengan cara wawancara
Provinsi Kepulauan Riau)”. mendalam/in-depth interview dengan disiapkan suatu
Ulasan pokok penelitian ini adalah tentang pedoman wawancara mendalam (Sevilla 1993:76).
konflik yang ditimbulkan akibat adanya sengketa Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
segmen batas laut bermasalah antara Provinsi adalah pendekatan kualitatif dan kuantitatif, dengan
Kepulauan Bangka Belitung dengan Kepulauan Riau. konsentrasi utama pada pendekatan kualitatif.
Dari penelitian ini diharapkan digali lebih dalam Kombinasi kedua pendekatan ini diharapkan dapat
upaya-upaya optimal apa saja yang dapat dijadikan meningkatkan tingkat kesahihan dan tingkat
sebagai suatu usulan alternatif pemecahan sengketa konfidensinya. Salah satu cara untuk menggabungkan
batas tersebut, sehingga tidak mengganggu hubungan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dalam penelitian
antardaerah dan menjaga keutuhan NKRI. kebijakan sosial, menurut Brannen (1999), adalah
Penelitian ini berasumsi bahwa fungsi esensial pemakaian hasil-hasil kualitatif untuk menjelaskan
penyelesaian sengketa batas antardaerah adalah temuan-temuan kuantitatif. Jadi macam/sifat kajian
dengan mengelola dan menyelesaikan konflik tersebut akan melihat dan mengkaji pelaksanaan
(kepentingan) di antara daerah yang bersengketa kegiatan dan program atas pelaksanaan penyelesaian
tersebut. Oleh karenanya, penelitian ini berusaha segmen batas antardaerah yang dilakukan TPBD yang
mengelaborasi lebih jauh bagaimana penyelesaian diatur secara normatif diatur dalam Peraturan Menteri
sengketa segmen batas laut antara kedua provinsi Dalam Negeri Nomor 76 Tahun 2012 tentang
tersebut dilakukan oleh Pemerintah Pusat, sehingga ke Pedoman Penegasan Batas Daerah.
dua daerah yang bersengketa dapat menerima
Keputusan Pemerintah Pusat. Metode Pengumpulan Data
Kesimpulan dari penelitian ini adalah Metode Pengumpulan Data dalam kajian ini dilakukan
perebutan suatu pulau yang dipersengketakan dengan studi kepustakaan, observasi lapangan, FGD
kepemilikannya oleh daerah, hanya akan dan wawancara melalui informan kunci (Ketua atau
menghabiskan anggaran daerah yang cukup besar. orang yang terkait langsung dengan TPBD).
Selain itu, juga menguras tenaga dan waktu Pengumpulan data sekunder diarahkan untuk
Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah mempelajari bahan-bahan tertulis yang berhubungan
Kabupaten/Kota. Perebutan Pulau Pekajang oleh dua dengan TPBD. Hal ini dapat dilakukan dengan
provinsi tersebut sebenarnya tidak perlu berlarut-larut melihat hasil-hasil penelitian sebelumnya yang terkait
mengingat ke dua pulau itu masih berada di wilayah dengan TPBD. Data sekunder ini diperoleh atas

60 | Jurnal Bina Praja | Volume 6 Nomor 1 Edisi Maret 2014: 53 - 64


kegiatan membaca semua keterangan yang ada kendala/hambatan di antaranya keterbatasan anggaran
hubungannya dengan kajian. dan keterbatasan tenaga ahli anggota TPBD (kurang
kompeten).
Metode Pengolahan dan Analisis Data
1. Metode Pengolahan Data 3. Sumber Daya Manusia (SDM)
Metode Pengolahan Data dilakukan dengan Tidak bisa dipungkiri bahwa sebaik apapun
mendeskripsikan dan interfolasi hasil wawancara suatu organisasi, faktor manusia merupakan kunci
melalui pendekatan secara induktif dengan keberhasilan sebuah organisasi sehingga dalam
mengumpulkan fenomena–fenomena yang terjadi mewujudkan komposisi ideal Tim penegasan batas
dilapangan kemudian diolah dan disimpulkan sebagai daerah diperlukan SDM yang berkompeten terkait
gambaran umum pada lokasi kajian. penegasan batas daerah. Fakta di lapangan
menyatakan bahwa Ketua TPBD lebih bersifat ex
2. Analisis Data officio sehingga sedikit mengenyampingkan unsur
Setelah data terkumpul melalui instrumen profesionalitas dalam susunan keanggotaan tim.
kajian, kemudian dianalisis menurut model Miles dan Hasil temuan di lapangan dikeluhkan bahwa
Huberman (dalam Sugiyono, 2008: 246-253) yaitu komposisi TPBD perlu dimasukan unsur kepala
aktivitas dalam analisis data melalui tiga (3) wilayah di tingkat kecamatan, kelurahan/desa, dusun
tahap/langkah sebagai berikut: 1) Data reduction atau sampai RT/RW dan dibutuhkan tim operasional
reduksi data yaitu merangkum, memilih hal-hal yang karena keterbatasan waktu dan yang tidak
pokok dan fokus, penting saja, sehingga dapat memungkinkan kepala daerah atau kepala SKPD
menggambarkan yang lebih jelas tentang penyelesaian terkait untuk turun langsung ke lapangan.
segmen batas; 2) Data display (penyiapan data)
setelah data direduksi maka selanjutnya adalah 4. Manajemen
penyajian (display) data dalam bentuk tabel, dengan Sudut pandang manajemen lebih
demikian, data tersebut dapat tersusun dalam pola menitikberatkan pada anggaran yaitu guna
hubungan atau saling terkait, sehingga dapat mendukung pelaksanaan kegiatan Tim Penegasan
membentuk pemahaman tentang Tim Penegasan Batas Batas daerah. Anggaran penegasan batas daerah sesuai
Daerah di dua daerah sampel kajian; 3) Conclusion dengan Permendagri Nomor 76 tahun 2012 yaitu
drawing (verification). Langkah ketiga adalah pendanaan pelaksanaan kegiatan penegasan batas
penarikan kesimpulan dan verifikasi, penarikan daerah bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
kesimpulan ini harus didukung data dan bukti-bukti Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja
lain yang valid dan konsisten. Melalui penarikan Daerah Provinsi, Anggaran Pendapatan dan Belanja
kesimpulan ini diharapkan dapat menjawab rumusan Daerah Kabupaten/Kota dan sumber-sumber lainnya.
permasalahan. Pendapatan yang sah dan tidak mengikat yang
tersedia untuk kegiatan TPBD di Tingkat
HASIL DAN PEMBAHASAN Kabupaten/Kota Provinsi Lampung Khususnya dalam
Penyelesaian Segmen Penegasan Batas Daerah dan
Provinsi Lampung kurang efektifnya TPBD terkait dengan anggaran
1. Umum yang sangat minim.
Pada Provinsi Lampung terdapat masalah batas
daerah, salah satu contohnya yaitu permasalahan batas Provinsi Kalimantan Timur
antara Kabupaten Lampung Selatan dengan 1. Umum
Kabupaten Lampung Timur. Hal ini disebabkan oleh Pada Provinsi Kalimantan Timur terdapat
beberapa faktor antara lain seperti keterbatasan permasalahan di beberapa segmen batas, seperti antara
sumber daya manusia yang profesional (tenaga ahli), Kabupaten Kutai Timur dengan Kabupaten Berau. Hal
sarana dan prasarana, tidak melibatkan satuan ini terkait dengan rencana DOB Berau Pesisir Selatan.
pemerintahan terendah (camat, lurah/kades, RT/RW), Juga pada sebagian batas antara Kabupaten Berau
kurangnya koordinasi antara pemerintah daerah, serta Kaltim dengan Kabupaten Bulungan Kalimantan
kurangnya dukungan pimpinan (misalnya, dalam Utara. Walaupun begitu, semangat untuk mencari
program kerja Pemerintah Provinsi Lampung solusi penyelesaian dan memang keharusan bahwa
bukanlah menjadi prioritas). permasalahan batas daerah harus diupayakan untuk
diselesaikan.
2. Kelembagaan Langkah-langkah yang diperlukan untuk
Tim Penegasan Batas Daerah provinsi maupun penyelesaian batas daerah melalui: a) membangun
kabupaten/kota di Provinsi Lampung hampir semangat persaudaraan, kebersamaan dan
seluruhnya sudah terbentuk. Hal ini bisa dilihat dari mengutamakan musyawarah dan mufakat dalam
kinerja tim dalam melakukan mediasi penyelesaian penyelesaian persoalan batas; b) menempatkan
masalah penegasan batas dan pembuatan peta. supremasi hukum dalam setiap penyelesaian
Dalam pelaksanaan tugas di lapangan, Tim permasalahan penegasan batas; c) kewenangan TPBD
Penegasan Batas Daerah mengalami beberapa Provinsi untuk memutuskan kasus yang tidak dapat

Evaluasi Tim Penegasan Batas Daerah


(Studi Kasus di Provinsi Lampung dan Provinsi Kalimantan Timur) –
Djoko Sulisttyono, Deden Nuryadin, dan Anung S. Hadi | 61
diselesaikan oleh Pemkab/Pemkot harus diperkuat TPBD sendiri seharusnya diisi dengan personel
dengan dukungan anggaran dan kemampuan teknis yang kompeten dan fokus dengan pekerjaannya, dan
yang memadai sehingga mampu mempercepat proses sebaiknya tidak ditunggangi oleh kepentingan
penyelesaian kegiatan penataan batas. kelompok-kelompok tertentu. Hal ini dimaksudkan
agar personalia TPBD memang benar-benar
2. Sumber Daya Manusia (SDM) profesional yang mencakup para ahli/pakar dari
Kapasitas TPBD pada saat ini sudah cukup multidisiplin dan termasuk teknis pemetaan, terkait
ideal karena berasal dari beberapa disiplin ilmu dan dengan penegasan batas. Hal ini mengingat bila kita
SKPD yang terkait dengan penegasan batas. Anggota cermati keanggotaan TPBD baik di tingkat Pusat,
TPBD provinsi/kabupaten/kota relatif cukup baik dan Provinsi maupun Kabupaten/Kota seperti disebutkan
telah mempunyai SDM yang memadai terutama sudah dalam Permendagri Nomor 76 Tahun 2012 terlihat
mengenal GPS, GIS, dan terutama harus dapat secara ex officio hanya mencakup para Pejabat yang
membaca Peta. Yang perlu ditingkatkan, secara ideal berada di birokrasi pemerintahan semata. Dan
keanggotaan TPBD Provinsi dan unsur Dinas teknis memang tidak disebutkan perlunya ditambah
yang memang menguasai bidang hukum, perundang- keanggotaan dari para ahli yang multi disiplin. Oleh
undangan, teknis survey pemetaan dan sosial karena itu, perlu dimungkinkan adanya revisi terhadap
kemasyarakatan. Sedangkan komposisi keanggotaan regulasi dimaksudkan dengan menambah keanggotaan
dari TPBD yang ada dirasakan sudah cukup mewakili dari berbagai pakar multi disiplin keilmuan.
dari beberapa kalangan tersebut. Sedangkan khususnya pada TPBD
Kabupaten/Kota yang tidak mau wilayahnya dikurangi
3. Manajemen atau mengalah untuk kesepakatan agar diputuskan
Untuk kegiatan penegasan batas daerah selalu penegasan batasnya oleh TPBD Provinsi dan TPBD
mendapatkan anggaran dari APBD dan khusus untuk Pusat. Pada masa depan, TPBD Kabupaten/Kota
dua tahun terakhir ini juga mendapatkan dana dari berkonsentrasi pada segmen batas Desa, Kelurahan
Anggaran Dekonsentrasi Ditjen Pemerintahan Umum dan Kecamatan, Apalagi dengan keluarnya Undang-
Kementerian Dalam Negeri dan APBN perubahan. Undang Nomor 6 Tahun 2014, berkecenderungan
Akan tetapi disayangkan anggaran tersebut hanya munculnya desa-desa baru dan ini harus
untuk melaksanakan rapat-rapat koordinasi, antara lain ditindaklanjuti dan antisipasi TPBD Kabupaten/Kota
rapat-rapat koordinasi/rapat kerja perbatasan dan rapat harus lebih tanggap. Jadi TPBD Kabupaten/Kota lebih
koordinasi. Anggaran untuk kegiatan penegasan batas konsentrasi pada internal wilayahnya saja, tanpa
daerah dirasakan sudah cukup memadai. disibuki dengan urusan segmen batas yang
bersinggungan dengan wilayah tetangganya. Terkait
4. Kelembagaan/Organisasi dengan urgensi pembentukan tim penegas batas
Hubungan koordinasi antara TPBD Provinsi daerah kabupaten/kota yang jika regulasi yang ada
dengan TPBD Kabupaten/Kota sampai saat ini sangat adalah mereka disebutkan sebagai para pihak yang
baik. Hal ini dikarenakan TPBD Kabupaten/Kota jika berkonflik sehingga sulit untuk tidak saling
menghadapi permasalahan selalu melakukan membawa/mempertahankan kepentingan masing-
koordinasi dengan TPBD Provinsi atau sebaliknya. masing. Jadi sebenarnya tim penegas batas daerah
Tidak adanya tumpang tindih kewenangan antarTPBD hanya ada di tingkat Pusat dan Provinsi saja. Hal ini
Provinsi dengan TPBD Kabupaten/Kota yang telah perlu revisi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri 76 Tahun 2012 terutama pada pasal yang menyebut
Nomor76 Tahun 2012. TPBD Pusat memiliki sebagai para pihak digantikan sebagai saksi.
kewenangan penuh untuk batas dan TPBD Provinsi Sedangkan untuk urusan penanganan segmen
memiliki kewenangan batas antarKabupaten/Kota. batas Kabupaten/Kota ditangani oleh Pemerintah dan
Peran TPBD Kabupaten/Kota di Provinsi Pemerintah Provinsi. Hanya saja dalam hal ini
Kaltim tidak ada masalah sesuai dengan kewenangan Pemerintah perlu lebih mengoptimalkan kinerja TPBD
masing-masing. Akan tetapi sebaiknya tidak perlu baik di tingkat Pusat maupun di Daerah. Mengingat
melibatkan masyarakat adat dalam penyelesaian yang menetapkan dan menegaskan batas daerah
penegasan batas. Tokoh adat dapat dilibatkan pada adalah domain Pemerintah (state domain) , maka
waktu awal TPBD dibentuk. Hal ini agar pelibatan tugas pembantuan untuk penegasan batas daerah
pada waktu awal tim bekerja untuk mengurangi kepada pihak Pemerintah Kabupaten/ Pemerintah
konflik yang akan terjadi nanti jika telah didapatkan Kota seyogyanya diberikan termasuk
segmen batas yang diinginkan kedua pihak.Jadi pembiayaan/dana dari Pusat/APBN. Hal ini termasuk
pelibatan tokoh adat tidak dimaksudkan untuk bantuan tenaga ahli dan peralatan dari Pusat
pekerjaan ketika tim teknis penegasan batas mulai sebagaimana halnya yang diterima Gubernur sebagai
bekerja. Hal ini dikarenakan memang pengetahuan alat Pusat menerima dana dekonsentrasi dari
mereka tentang batas tidak atau kurang mereka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBN).
menguasai, dan akan berakibat mereka selalu bertahan
pada prinsip masing-masing sehingga sulit untuk
mendapatkan kesepakatan terkait penegasan batas.

62 | Jurnal Bina Praja | Volume 6 Nomor 1 Edisi Maret 2014: 53 - 64


SIMPULAN pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah,
perangkat daerah, kepegawaian dan persandian maka
Pada Provinsi Lampung dan Kalimantan Timur tugas Pemerintahan Kabupaten/Kota hanyalah sebagai
masih terdapat masalah batas daerah, di Provinsi penetapan kebijakan dan pelaksanaan perbatasan
Lampung yaitu permasalahan batas antara Kabupaten kecamatan dan desa/kelurahan di kabupaten/kota
Lampung Selatan dengan Kabupaten Lampung Timur bersangkutan. Oleh karena itu, maka TPBD
sementara di Provinsi Kalimantan Timur yaitu Kabupaten/Kota diarahkan seperti disebutkan pada
Kabupaten Kutai Timur dengan Kabupaten Berau. regulasi lebih tinggi tersebut. Ketiga, penegasan
Masalah umum yang dihadapi antara lain disebabkan segmen batas kabupaten/kota langsung ditetapkan
oleh beberapa faktor seperti keterbatasan sumber daya oleh Mendagri atas usul masukan segmen batas
manusia yang profesional (tenaga ahli), kurangnya kabupaten/kota dari Gubernur sebagai wakil
koordinasi antara pemerintah daerah, sarana dan Pemerintah di daerah.
prasarana yang belum menjangkau sampai ke daerah
pelosok, serta kurangnya dukungan pimpinan di mana DAFTAR PUSTAKA
dalam program kerja Penegasan Batas Daerah belum
menjadi suatu hal yang prioritas. M. Solly Lubis. 1983. Perkembangan Garis Politik dan
Tim Penegasan Batas Daerah provinsi maupun Perundang-Undangan Pemerintahan Daerah.
kabupaten/kota di Provinsi Lampung maupun Bandung: Penerbit Alumni.
Kalimantan Timur hampir seluruhnya sudah Manor, James. 1999. The Political Economy of
terbentuk. Namun dari segi keanggotaan TPBD yaitu Democratic Decentralization, The World Bank.
belum adanya tim operasional lapangan yang Muhadam Labolo. 2004.“Dilema Penyelenggaraan
professional. Kenyataan di lapangan membuktikan Dekonsentrasi”. dalam Jurnal Pamong Praja,
bahwa Ketua TPBD lebih bersifat ex officio sehingga Edisi Kesatu
Smith, B.C. 1985. The Territorial Dimension of the State.
sedikit mengenyampingkan unsur profesionalitas
London: George Allen and Unwin.
dalam susunan keanggotaan tim.
Tri Ratnawati. “Otonomi Daerah Era Reformasi dan
Sudut pandang manajemen lebih Urgensi Dekonsentrasi Parsial Dalam Negara
menitikberatkan pada anggaran yaitu sesuai dengan Kesatuan Republik Indonesia yang Demokratis”,
Permendagri Nomor 76 tahun 2012 yaitu pendanaan orasi pengukuhan professor riset bidang Ilmu
pelaksanaan kegiatan penegasan batas daerah Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Jakarta, Oktober 2011.
Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tuner Mac, David Hulme. 1987. Governance
Provinsi, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Administrative and Development, Making the Size
Kabupaten/Kota dan lain-lain sumber. Kebanyakan Work. London: Mc.Millan Press Ltd.
dalam penyelesaian segmen Batas Daerah Kurang
epektifnya TPBD diakibatkan karena anggaran yang Peraturan perundang-undangan:
sangat minim yakni perbandingan antara luas wilayah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 76 Tahun 2012
perbatasan dengan jumlah biaya tidak seimbang tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah.
sehingga hal ini pula membatasi Tim untuk dapat Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang
menjangkau daerah-daerah yang sangat jauh dan Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang
terpencil. TPBD Provinsi harus mulai diperkuat serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai
melalui dukungan anggaran, kewenangan dan adanya Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi (Lembaran
kemampuan teknis yang memadai sehingga Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
25, Tambahan Lembaran Negara Republik
diharapkan mampu mempercepat proses penyelesaian
Indonesia Nomor 5107) sebagaimana diubah
kegiatan penataan batas.
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun
2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Rekomendasi Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 Tentang Tata
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta
ini, disampaikan rekomendasi sebagai berikut: Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil
Pertama, perlunya merevisi Permendagri Nomor 76 Pemerintah di Wilayah Provinsi (Lembaran
Tahun 2012 khususnya yang menyangkut Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor
keanggotaan TPBD baik tingkat Pusat, Provinsi 44, Tambahan Lembaran Negara Republik
maupun Kabupaten/Kota tidak hanya tim secara ex Indonesia Nomor 5209.
officio semata, tetapi harus didukung dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
keanggotaan yang professional. memiliki kewenangan Pembagian Urusan Pemerintahan antara
untuk batas antarKabupaten /Kota. Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan
Kedua, khusus untuk TPBD Kabupaten/Kota Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
diarahkan pada penegasan segmen batas desa, Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
kelurahan dan kecamatan. Hal ini jika dikaitkan 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
dengan PP Nomor 38 Tahun 2007, pada pembagian Indonesia Nomor 4737).
urusan pemerintahan bidang otonomi daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang
Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan

Evaluasi Tim Penegasan Batas Daerah


(Studi Kasus di Provinsi Lampung dan Provinsi Kalimantan Timur) –
Djoko Sulisttyono, Deden Nuryadin, dan Anung S. Hadi | 63
Penggabungan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 162,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4791).
PP No. 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan.
Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua atas Undang–Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4844).
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4916).
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi
Geospasial (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5214).
UUD 1945.

64 | Jurnal Bina Praja | Volume 6 Nomor 1 Edisi Maret 2014: 53 - 64

Anda mungkin juga menyukai