Anda di halaman 1dari 9

MENGHITUNG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

Secara umum dirumuskan sebagai berikut :

PPh Pasal 21 = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak

A. Tarif PPh Pasal 21


1. Tarif pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 dengan ketentuan
sebagai berikut:

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif


Pajak
Rp0 s.d Rp50.000.000 5%
Diatas Rp50.000.000 s.d Rp250.000.000 15%
Diatas Rp250.000.000 s.d Rp500.000.000 25%
Diatas Rp500.000.000 30%

2. Tarif Khusus
a. Tarif khusus berikut diterapkan atas penghasilan yang bersumber dari APBN yang
diterima oleh Pejabat PNS,anggota TNI/Polri ,dan pensiunannya.
- Tarif 0% dari jumlah bruto honorarium atau imbalan bagi PNS Golongan I dan
Golongan II, anggota TNI/Polri,dan pensiunannya.
- Tarif 5% dari jumlah bruto honorarium atau imbalan bagi PNS Golongan III, anggota
TNI/Polri,dan pensiunannya.
- Tarif 15% dari jumlah bruto honorarium atau imbalan bagi PNS Golongan IV, anggota
TNI/Polri,dan pensiunannya.
b. Tarif khusus berikut diterapkan atas penghasilan berupa uang pensiun yang diterima
sekaligus.
- Tarif 0% dari penghasilan bruto sampai dengan Rp50.000.000.
- Tarif 5% dari penghasilan bruto diatas Rp50.000.000 – Rp100.000.000.
- Tarif 0% dari penghasilan bruto diatas Rp100.000.000 – Rp500.000.000.
- Tarif 25% dari penghasilan bruto diatas Rp500.000.000.
c. Tarif Khusus berikut diterapkan atas penghasilanberupa uang manfaat pensiun,tunjangan
hari tua atau jaminan hari tua.
- Tarif 0% atas penghasilan bruto sampai dengan Rp50.000.000.
- Tarif 0% atas penghasilan bruto sampai diatas Rp50.000.000.
d. Tarif khusus 5% atas upah/uang saku harian,mingguan,Borongan,satuan yang diterima
oleh tenaga kerja lepas yang mempunyai total upah sebulan kurang dari 10.200.000
(dibayarkan tidak secara bulanan).
Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 yang diterapkan terhadap wajib pajak yang tidak memiliki
NPWP menjadi lebih tinggi 20% daripada yang diterapkan terhadap wajib pajak yang memiliki
NPWP.

Contoh:

Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp75.000.000

Pajak Penghasilan yang harus dipotong bagi wajib pajak yang memiliki NPWP adalah:

5% x Rp50.000.000 Rp2.500.000

15% x Rp25.000.000 Rp3.750.000 (+)

Jumlah: Rp6.250.000

Pajak Penghasilan yang harus dipotong bagi wajib pajak yang tidak memiliki NPWP adalah:

5% x 120% x Rp50.000.000 Rp3.000.000

15% x 120% x Rp25.000.000 Rp4.500.000 (+)

Jumlah: Rp7.500.000

B. Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21/26


1. Penghasilan Kena Pajak
2. Penghasilan Bruto
3. Sebesar 50% dari penghasilan Bruto
4. Sebesar 50% dari jumlah kumulatif penghasilan bruto.

Besarmya tarif dan dasar pengenaan pajak ditentukan oleh kelompok penerima penghasilan
dan jenis penghasilan.
C. Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak

Penerima Penghasilan Jenis Penghasilan Tarif Dasar Pengenaan Pajak

1. Pegawai tetap Penghasilan teratur Pasal 17 ayat (1) PKP =Penghasilan neto – PTKP
huruf a PPh Penghasilan bruto sebulan
xx
Pengurangan:
-Biaya Jabatan xx
-Iuran pensiun xx
Total Pengurangan
(xx)
Penghasilan neto sebulan
xx
Penghasilan neto setahun
xx
Penghasilan tidak kena pajak
(xx)
Peghasilan kena pajak setahun
xx
2. Penerima Pensiun Uang Pensiun Pasal 17 ayat (1) PKP =Penghasilan neto – PTKP
berkala huruf a PPh Penghasilan bruto sebulan
xx
Pengurangan:
-Biaya Jabatan
(xx)
Penghasilan neto sebulan
xx
Penghasilan neto setahun
xx
Penghasilan tidak kena pajak
(xx)
Peghasilan kena pajak setahun
xx
3. Pegawai Tidak tetap a.Upah -Tidak dipotong pajak
atau tenaga kerja harian,mingguan, 5% -Upah Sehari – Rp450.000
lepas, pemagang dan satuan,borongan, -Upah sehari - PTKP yang sebenarnya
calon pegawai. uang saku harian sehari.
tidak dibayarkan
secara bulanan.

b.Upah dibayarkan Pasal 17 ayat (1) -PKP setahun = Penghasilan bruto


secara bulanan. huruf a UU PPh disetahunkan – PTKP setahun
Dan
Jumlah upah
kumulatif
Sebulan melebihi
Rp10.200.000
4. a. Anggota dewan Honorarium atau Pasal 17 ayat (1) Jumlah Penghasilan Bruto Kumulatif
komisaris atau imbalan tidak teratur huruf a UU PPh
dewan pengawas
yang tidak
merangkap sebagai
pegawai tetap pada
perusahaan yang
sama.

b. Mantan Pegawai Jasa Pasal 17 ayat (1) Jumlah Penghasilan Bruto Kumulatif
produksi,tantiem, huruf a UU PPh
gratifikasi,bonus,atau
imbalan lain

c. Peserta Program Penarikan dana Pasal 17 ayat (1) Jumlah Penghasilan Bruto Kumulatif
pensiun yang masih pensiun dari dana huruf a UU PPh
berstatus pegawai pensiun yang telah
disahkan oleh
menteri
5. Bukan pegawai Imbalan jasa Pasal 17 ayat (1) PKP = 50% x (penghasilan bruto – PTKP
dengan ketentuan: (honorarium, fee dan huruf a UU PPh per bulan)
a. Mempunyai lain lain) Penerapan tarif didasarkan pada jumlah
NPWP berkesinambungan PKP kumulatif
b. Memperoleh
penghasilan dari
hubungan kerja
dengan satu
pemotong PPh
pasal 21
c. Tidak
memperoleh
penghasilan
lainnya.

Bukan pegawai, tidak Imbalan jasa Pasal 17 ayat (1) 50% x (penghasilan bruto – setiap kali
memenui ketentuan (honorarium, fee dan huruf a UU PPh pembayaran)
a,b,c pada nomor 5 lain lain) Penerapan tarif didasarkan pada jumlah
berkesinambungan kumulatif

6. Bukan Pegawai Imbalan Pasal 17 ayat (1) 50% x (penghasilan bruto per
(honorarium, fee dan huruf a UU PPh pembayaran)
imbalan lain)
yang tidak
berkesinambungan

7. Peserta kegiatan Imbalan (uang saku, Pasal 17 ayat (1) Jumlah penghasilan bruto per
uang rapat, huruf a UU PPh pembayaran dan tidak pecah pecah (tidak
honorarium, hadiah kumulatif)
penghargaan dan lain
lain)

8. Penjabat,PNS,a Honorarium atau - 0% bagi PNS Jumlah penghasilan bruto (final)


ngogta TNI/Polri, dan imbalan yang Golongan I dan
pensiunannya. bersumber dari Golongan II,
APBN/APBD anggota
TNI/Polri,dan
pensiunannya.
- 5% bagi PNS
Golongan III,
anggota TNI/Polri,
golongan pangkat
perwira pertama dan
pensiunananya.
- 15% bagi PNS
Golongan IV,
anggota TNI/Polri,d
golongan pangkat
perwira menengah
dan tinggi dan
pensiunannya.

9. Penrima uang a. Uang pesangon - 0% uang pesangon Penghasilan Bruto (uang pesangon)
pensiun,uang manfaat diterima sampai dengan (final)
pensiun,tunjangan sekaligus Rp50.000.000
hari tua atau jaminan - 5% uang pesangon
hari tua sekaligus diatas Rp50.000.000
s.d Rp100.000.000
- 15% uang pesangon
diatas
Rp100.000.000 s.d
Rp500.000.000
- 25% uang pesangon
diatas
Rp500.000.000

- 0% uang manfaat Penghasilan bruto(uang manfaat


b.Uang manfaat pensiun,tunjangan pensiun,tunjangan hari tua, atau jaminan
pensiun,tunjangan hari tua atau hari tua)(final)
hari tua atau jaminan s.d
jaminan hari tua Rp50.000.000
sekaligus - 5% manfaat
pensiun,tunjangan
hari tua atau
jaminan idatas
Rp50.000.000

10. Subjek pajak Honorarium,imbalan 20% atau sesuai Penghasilan Bruto(final)


luar negeri lainnya P3B
TATA CARA PENGHITUNGAN PPh PASAL 21

HITUNGAN 10
Hitungan yang diterapkan pada orang pribadi yang berstatus sebagai Pajak Luar Negeri.

PPh Pasal 26= 20% x Penghasilan Bruto

Beberapa ketentuan :

a. PPh Pasal 26 tersebut bersifat final.


b. Tarif tersebut dengan tetap memperhatikan ketentuan yang diatur dalam Penghindaran
Pajak Berganda (P3B), dalam hal orang pribadi yang menerima penghasilan adalah
subjek pajak dalam negeri dari negara yang telah mempunyai P3B dengan Indonesia.
c. Dalam hal pegawai dengan status wajib pajak luar negeri memeperoleh gaji Sebagian
atau seluruhnya dalam mata ung asing,harus terlebih dahulu dikonversi dalam mata uang
rupiah, sebelum PPh dihitung.
d. PPh Pasal 26 yang terutang dihitung berdasarkan jumlah penghasilan bruto,dan tidak
boleh diperhitungkan pengurangan-pengurangan seperti biaya jabatan dan PTKP.

Contoh 1

Mr.ika menerima honorarium sebesar Rp100.000.000 dari Hotel Melia Yogyakarta.


Honorarium tersebut di peroleh sehubungan jasa konsultasi yang telah diberikannya.

PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Hotel Melia adalah:

20% x Rp100.000.000 = Rp20.000.000

Contoh 2

Russel adalah Pegawai yang berada di Indonesia kurang dari 183 hari. Dia berstatus menikah
dan mempunyai 2 orang anak. Dia memperoleh gaji pad bulan maret 2016 sebesar US$2.500
sebulan. Kurs Menteri Keuangan pada saat pemotongan adalah Rp14.000 untuk US$1.

PPh Pasal 26 adalah 20 % x (US$2.500 x Rp14.000) = Rp7.000.000


TEKNIK PENGHITUNGAN DAN PENGISIAN SPT MASA PPh PASAL 21/26

Bentuk Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan PPh Pasal 21

Sesuai peraturan Dirjen Pajak Nomorn PER -14/PJ/2013 pemotong PPh Pasal 21 dan atau Pasal
26 wajib menggunakan SPT Masa PPh Pasal 21 dan atau Pasal 26 dalam bentuk e-SPT dalam hal
ini:

1. Melakukan pemotongan PPh Pasal 21 terhadp pegawai tetap dan penerima pensiun atau
tunjangan hari tua/jaminan hari tua berkala dan atau terhadap PNS,Anggota
TNI/Polri,penjabat Negara dan pensiunannya yang jumlahnya lebih dari 20 orang dalam
satu masa pajak.
2. Melakukan pemotongan PPh Pasal 21(Tidak Final)dan atau Pasal 24 selain pemotongan
PPh Pasal 21 pada angka 1 dengan jumlah bukti pemotongan lebih dari 20 dokumen
dalam satu masa pajak.
3. Melakukan pemotongan PPh Pasa 21(Final) dengan bukti pemotongan yang jumlahnya
lebih dari 20 Dokumen dalam satu masa pajak.
4. Melakukan penyetoran pajak dengan SSP dan atau bukti Pbk yang jumlahnya lebih dari
20 dokumen dalam satu masa pajak.

Mekanisme Pemungutan PPh Pasal 21/26

a. Pemotong Pajak setelah memotong pajak wajib menyetorkan pajak tersebut ke Bank
Persepsi atau Kas Ngara aatau Kantor Pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak
selambat2nya pada tanggal 10 bulan takwin berikutnya.
b. Pemotong Pajak wajib melaporkan penyetoran tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak
tempat Wajib Pajak terdaftar dengan menggunakan SPT Masa selambat2nya pada tanggal
20 bulan takwin berikutnya.
c. Pemotong Pajak wajib memberikan bukti pemotogan PPh Psal 21, baik diminta maupun
tidak ,pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan sebagai
pegawai tetap atau penerima pensiun atau penerima tunjangan hari tua secara berkala dan
PNS,anggota TNI/Polri, penjabat negara dan pensiunannya.
d. Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 tahunan kepada
pegawai tetap atau penerima pensiun atau penerima pensiun atau penerima tunjangan hari
tua secara berkala dan PNS,anggota TNI/Polri, penjabat negaradan pensiunanny dalam
waktu dua bulan setelah tahun takwin berakhir.
e. Pada masa pajak terakhir dalam suatu pajak, pemotongan pajak berkewajiban
menghitung Kembali jumlah PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan pegawai tetap
atau penerima pensiun atau penrima tunjangan hari tua/jaminan hari tua secara berkala
dan PNS,anggota TNI/Polri, penjabat negara dan pensiunannya.

Anda mungkin juga menyukai