Anda di halaman 1dari 30

PERBEDAAN VARIASI VOLUME DARAH PADA TABUNG

VACUTAINER K2EDTA TERHADAP JUMLAH TROMBOSIT

PROPOSAL TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Melakukan Penelitian Dalam Rangka


Penyusunan Sekripsi

SYAMSUDIN MURSIDI
G1C1219214

PROGRAM STUDI DIV ANALIS KESEHATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
SEMARANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemeriksaan laboratorium merupakan salah satu pemeriksaan yang
digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis, menetapkan penyebab
penyakit, mengikuti perjalanan penyakit, pemantauan pengobatan dan
mengevaluasi penyakit. Hasil pemeriksaan laboratorium harus akurat, tepat dan
dapat dipercaya (PERMENKES No 411/MenKes/Per/III/2010).
Pemeriksaan laboratorium terdiri atas tiga tahap, yaitu tahap pra-analitik,
tahap analitik dan tahap pasca-analitik. Pra- analitik mengacu pada semua langkah
yang harus dilakukan sebelum sampel dapat di analisis (Kiswari,2014). Tahap
analitik adalah tahap mulai dari persiapan reagen mengkalibrasi dan memelihara
alat laboratorium, uji ketepatan dan ketelitian dengan menggunakan bahan kontrol
dan pemeriksaan spesimen. Tahap pasca-analitik adalah tahap dari mencatat hasil
pemeriksaan sampai dengan pelaporan (PERMENKES No.37, 2012).
Pemeriksaan laboratorium yang sering di lakukan di laboratorium klinik
yaitu pemeriksaan hematologi. Pemeriksaan hematologi merupakan sekelompok
pemeriksaan laboratorium klinik yang terdiri dari beberapa macam pemeriksaan
seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit. Dalam prosesnya, pemeriksaan
laboratorium melalui tiga tahap yaitu tahap pra analitik, analitik dan pasca
analitik. Ketiganya penting diperhatikan karena berhubungan satu sama lain.
Namun, umumnya tahap analitik lebih mendapat perhatian, padahal tahap pra
analitik memberikan kontribusi 61% dari total kesalahan, disusul dengan tahap
analitik sebesar 25% dan pasca analitik 14% (Mengko, 2013).
Trombosit adalah sel darah yang berperan penting dalam hemostasis.
Trombosit melekat pada lapisan endotel pembuluh darah yang robek (luka)
dengan membentuk plug trombosit. Trombosit tidak mempunyai inti sel,
berbentuk cakram dengan diameter berukuran 1-4 µ dan sitoplasmanya berwarna
biru dengan granula ungu-kemerahan. Trombosit berasal dari fragmentasi
sitoplasma megakariosit, suatu sel muda besar yang berada dalam sumsum tulang.
Megakariosit matang ditandai oleh proses replikasi endomiotik inti dan makin
besarnya volume plasma, sehingga pada akhirnya sitoplasma menjadi granular
dan terjadi pelepasan trombosit. Setiap megakriosit mampu menghasilkan 3.000-
4.000 trombosit, waktu dari diferensiasi stem cell sampai dihasilkan trombosit
memerlukan sekitar 10 hari. Umur trombosit pada darah perifer adalah 7-10 hari
(Rukman, 2014).
Hitung trombosit merupakan salah satu pemeriksaan yang sangat penting
untuk berbagai kasus yang terkait dengan hemostasis maupun kasus lain yang
meliputi penegakan diagnosis, penilaian hasil terapi atau perjalanan suatu
penyakit, penentuan prognosis dan penilaian berat tidaknya suatu penyakit (Sujud,
2015).
Dalam pemeriksaan hematologi antikoagulan yang dianjurkan adalah
Ethylene Diamine Tetraacetic Acid (EDTA), karena memiliki keunggulan yaitu
tidak mempengaruhi sel-sel darah dan mempunyai pH yang mendekati pH darah.
Praktek laboratorium ada 3 macam EDTA, yaitu dinatrium (Na2EDTA),
dipotasium (K2EDTA), dan tripotasium (K3EDTA). Na2EDTA dan K2EDTA
biasanya digunakan dalam bentuk kering, sedangkan K3EDTA biasanya
digunakan dalam bentuk cair. Ketiga jenis EDTA tersebut, K2EDTA adalah yang
paling baik dan dianjurkan oleh ICSH (Internasional Council For Standardization
in Hematology) dan CLSI (Clinical and Laboratory Standards Institute).
Pemakaian antikoagulan ini adalah 1 mg K2EDTA untuk 1 ml darah. Pemakaian
dalam bentuk cair dapat dilakukan dengan membuat larutan 10% (EDTA 10 g/100
ml = 10.000 mg/100 ml), dimana 0,01 ml EDTA 10% digunakan untuk
pembekuan 1 ml darah (Riswanto, 2013).
Kelebihan penggunaan K2EDTA sebagai antikoagulan karena mempunyai
zat adiktifnya yang tidak mengubah morfologi sel dan menghambat agregasi
trombosit dengan lebih baik dari antikoagulan lainnya. Dan trombosit akan
mengalami pembengkakan sehingga tampak adanya trombosit raksasa yang pada
akhirnya mengalami fragmentasi membentuk fragmen-fragmen yang masih dalam
pengukuran trombosit sehingga dapat menyebabkan peningkatan palsu jumlah
trombosit. Pada pemberian K2EDTA yang kurang akan menyebabkan terjadinya
gumpalan sehingga terjadi penurunan pada trombosit yang terhitung (Nemec et
al., 2005)
Beberapa laboratorium klinik telah banyak yang menggunakan tabung
vacutainer EDTA untuk pengambilan darah. Penggunaan tabung vacutainer pada
pengambilan darah vena dapat mengontrol jumlah darah yang masuk ke dalam
tabung sampai volume tertentu sehingga perbandingan takaran antikoagulan
EDTA dengan volume darah menjadi tepat. Pengambilan sampel darah yang
direkomendasikan harus sebanding dengan rasio volume antikoagulan yang
diperlukan untuk mencegah koagulasi. Kurangnya pengisian volume darah pada
tabung vacutainer merupakan fenomena paling umum dilaboratorium klinis
karena masalah selama pengambilan sampel darah, terutama ketika darah diambil
dari pasien yang sangat kecil, gemuk, sangat hipotensi atau gelisah. Kurangnya
volume darah pada tabung yang mengandung EDTA menghasilkan EDTA
berlebih yang dapat mempengaruhi parameter pemeriksaan hematologi (Nemec et
al., 2005)
Jenis EDTA yang sering di gunakan pada pemeriksaan hematologi adalah
K2EDTA karena konsentrasi yang lebih stabil dibandingkan K3EDTA.
Permasalahan yang sering terjadi pada pemeriksaan apabila volume darah kurang
dari jumlah antikoagulan yang ada didalam tabung dapat menyebabkan
hipertonisitas terhadap darah dan sel darah merah menjadi mengkerut (krenasi)
sehingga mengakibatkan jumlah trombosit menjadi meningkat (Charles, 2006)
dan apabila volume darah berlebih dibandingkan dengan jumlah antikoagulan
dalam tabung dapat menyebabkan darah mengalami koagulasi (membeku) karena
darah tidak seluruhnya dihambat dari faktor pembekuan (Patel, 2009; Becton
Dickinson, 2011; Riswanto, 2013). Sehingga berdasarkan latar belakang tersebut
penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Perbandingan Variasi
Volume Darah Pada Tabung Vacutainer K2EDTA Terhadap Jumlah Trombosit”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah yang diajukan pada
penelitian ini adalah apakah terdapat perbandingan pada variasi volume darah
dalam tabung vacutainer K2EDTA terhadap jumlah trombosit?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan penelitian perbandingan pada variasi volume darah dalam
tabung vacutainer K2EDTA terhadap jumlah trombosit yaitu:
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum yaitu mengetahui ada atau tidak adanya perbandingan pada
variasi volume dalam tabung vacutainer K2EDTA terhadap jumlah trombosit.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus yaitu mengetahui jumlah trombosit pada volume darah 0,5
ml, 1,5 ml, dan 2,5 ml dalam tabung vacutainer K 2EDTA dan menganalisa ada
atau tidak adanya perbedaan terhadap jumlah trombosit pada volume darah 0,5 ml,
1,5 ml, dan 2,5 ml tabung vacutainer K2EDTA.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini antara lain adalah memberikan kontribusi dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kesehatan tentang
pengaruh variasi volume darah pada tabung vacutainer K2EDTA terhadap jumlah
trombosit.
1.5 Keaslian/ Originalitas Penelitian
N Nama Penulis dan Tahun Judul Penelitian Hasil Penelitian
o
1 Mirza Asif Baig, 2015 To study the effect of dilution of normal Jumlah total 100 sampel darah
saline with EDTA – Anticoagulated antikoagulan EDTA dipelajari
blood samples on CBC parameters untuk parameter CBC sebelum
dan sesudah pengenceran dengan
salin normal WBC, HGB, PLT &
jumlah diferensial absolut yang
diperoleh harus dikalikan dengan
2 sebagai faktor koreksi atau
dilusi Rata-rata & standar deviasi
jumlah trombosit menunjukkan
berbagai variasi karena sampel
berasal dari pasien normal,
trombositopenik & trombositosis.
RBC, MCV, MCH, MCHC,
RDW CV, PDW, MPV, P-LCR &
jumlah diferensial hampir serupa
sebelum dan sesudah pengenceran
2 Hotman Sinaga, et.,al, Perbedaan Jumlah Eritrosit Antara Darah Didapatkan hasil bahwa terdapat
2018 Yang Sebanding Dan Tidak Sebanding perbedaan jumlah eritrosit antara
Dengan K2EDTA volume darah 0,5 mL dan 2 mL
dalam tabung K2EDTA. Volume
darah yang tidak sebanding (0,5
mL) dengan K2EDTA dapat
menyebabkan hasil pemeriksaan
eritrosit mengalami penurunan.
3 Fasakin KA, et.,al, 2014 Lower Sample Volumes Collected Into Didapatkan hasil bahwa jika
Spray-Dried K2EDTA Vacuitaner volume darah tidak sesuai dengan
Bottles Are Suitable For Automated perbandingan K2EDTA maka
Complete Blood Count Analysis hasil pemeriksaan jumlah leukosit
Including Differential Leukocyte Count pada sampel berpengaruh dan jika
volume darah dibawah rata rata
dari tabung vacutainer.
Perbedaan antara penelitian akan dilakukan dan penelitian yang telah
dilakukan oleh Mirza (2014), Hotman (2018), dan Fasakin (2014) terletak pada
jumlah trombosit dan variasi volume darah yang akan di jadikan sebagai tolak
ukur dalam penelitian yang akan dilakukan. Menurut penelitian Mirzan (2014)
yang melakukan penelitian antara anikoagulan terdahap pemeriksaan hematologi
secara menyeluruh. Menurut penelitian Hotman (2018) melakukan penelitian
dengan volume darah tidak sebanding yaitu 0,5ml dan 2,5ml pada jumlah
eritrosit. Namu pada penelitian Fasakin (2018) melakukan penelitian tentang
penggunaan antikoagulan K3EDTA pada pemeriksaan hematologi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Darah
Darah adalah cairan yang selalu beredar yang menyediakan nutrisi, oksigen
dan pembuangan limbah untuk tubuh. Darah sebagian besar cair, dengan banyak
sel dan protein tersuspensi di dalamnya, membuat darah “lebih kental” daripada
air murni. Rata-rata orang memiliki sekitar 5 liter darah. Faktanya sekitar 7-10%
berat badan orang dewasa terdiri dari darah. Perempuan memiliki sekitar 4-5 liter.
Perbedaan ini terutama disebabkan oleh perbedaan ukuran tubuh antara laki-laki
dan perempuan (Sugeng, 2018).
Volume darah secara keseluruhan kira-kira merupakan 1/12 berat badan
atau kira-kira 5 liter. Sekitar 55% adalah cairan, sedangkan 45% terdiri dari sel
darah. Angka ini dinyatakan dalam nilai hematokrit atau volume sel darah yang
dipadatkan yang berkisar antara 40-47. Diwaktu sehat volume darah adalah
konstan dan sampai batas tertentu diatur oleh tekanan osmotik dalam pembuluh
darah dan dalam jaringan (Sugeng, 2018).
Darah adalah satu dari sekian macam cairan yang ada di dalam tubuh
manusia. Dalam keadaan normal, komposisi darah manusia adalah plasma darah,
sel darah, protein, dan zat terlarut lainnya. Plasma darah merupakan bagian darah
yang berbentuk cairan jernih kekuningan yang 90% nya adalah air dan bertugas
untuk mengedarkan sari makanan keseluruh tubuh. Sel darah terdiri dari tiga
macam, yaitu sel darah merah (eritosit), sel darah putih (leukosit) dan keping
darah (trombosit). Sel-sel darah ini berasal dari satu induk yang sama yaitu
hemocytoblast (Yuni A. N, 2015).
Darah merupakan komponen esensial mahluk hidup, mulai dari binatang
primitif sampai manusia (Bakta, 2014). Darah merupakan salah satu jaringan
dalam tubuh yang berbentuk cair berwarna merah. Karena sifat darah yang
berbeda dengan jaringan lain mengakibatkan darah dapat bergerak dari satu
tempat ke tempat lain sehingga dapat menyebar ke berbagai kompartemen tubuh.
Penyebaran tersebut harus terkontrol dan harus tetap berada pada satu ruangan
agar darah benar-benar dapat menjangkau seluruh jaringan di dalam tubuh melalui
suatu sistem yang disebut sistem kardiovaskuler, yang meliputi jantung dan
pembuluh darah (Nugraha, 2015). Darah sirkulasi terdiri dari sel darah merah, sel
darah putih, dan trombosit yang tersuspensi dalam plasma. Sel yang bersirkulasi
dalam darah berasal dari sumsum tulang (Bain, 2016).

2.2. Trombosit
Trombosit adalah sel darah yang berperan penting dalam hemostasis.
Trombosit melekat pada lapisan endotel pembuluh darah yang robek (luka)
dengan membentuk plug trombosit. Trombosit tidak mempunyai inti sel,
berbentuk cakram dengan diameter berukuran 1-4 µ dan sitoplasmanya berwarna
biru dengan granula ungu-kemerahan. Trombosit berasal dari fragmentasi
sitoplasma megakariosit, suatu sel muda besar yang berada dalam sumsum tulang.
Megakariosit matang ditandai oleh proses replikasi endomiotik inti dan makin
besarnya volume plasma, sehingga pada akhirnya sitoplasma menjadi granular
dan terjadi pelepasan trombosit. Setiap megakriosit mampu menghasilkan 3.000-
4.000 trombosit, waktu dari diferensiasi stem cell sampai dihasilkan trombosit
memerlukan sekitar 10 hari. Umur trombosit pada darah perifer adalah 7-10 hari
(Rukman, 2014).
Hemostatis adalah istilah kolektif untuk semua mekanisme faal yang
digunakan oleh tubuh untuk melindungi diri dari kehilangan darah. Hemostatis
adalah proses tubuh yang secara simultan menghentikan perdarahan dari tempat
yang cedera, sekaligus mempertahankan darah dalam keadaan cair didalam
aktivitas vascular. Kegagalan hemostasis menimbulkan perdarahan, kegagalan
mempertahankan darah dalam keadaan cair menyebabkan trombositosis (Sacher
et al., 2004).
Trombosit dapat bergerak aktif karena mengandung protein rangka sel yang
dapat menunjang perpindahan trombosit secara cepat dari keadaan tenang menjadi
aktif jika terjadi kerusakan pembuluh darah. Trombosit dapat dibagi dalam 3
daerah (zona), yaitu zona daerah tepi berperan sebagai adhesi dan agregasi, zona
“sol gel” menunjang struktur dan mekanisme interaksi trombosit, serta zona
organel yang berperan dalam pengeluaran isi trombosit (Rukman, 2014).
Terdapat glikoprotein yang menyelubungi permukaan trombosit yang
berperan penting dalam reaksi perlekatan selama proses pembentukan sumbat
trombosit. Pada membran terbuka (kanalikulus) dengan tujuan memperluas
permukaan sehingga protein-protein plasma dapat diserap secara selektif. Di
dalam sitoplasma trombosit mengandung tiga jenis granula simpanan, yaitu
granula α, padat dan lisosom. Granula α spesifik mengandung banyak faktor
pembekuan, Von Willbrand Factor (VWF), Platelet-Derived Growth Factor
(PDGF) dan protein lain. Granula padat lebih jarang dan mengandung Adenosis
Difosfat (ADP), Adenosin Trifosfat (ATP), serotonin dan kalsium. Lisosom
banyak mengandung enzim hidrolitik (Hoffbrand, 2013).
2.2.1. Produksi Trombosit
Trombosit dihasilkan disumsum tulang melalui fragmentasi sitoplasma pada
megakriosit, salah satu sel terbesar di tubuh. Prekursor megakarosit, yaitu
megakarioblast berasl dari proses diferensiasi dari sel punca hemopoitik.
Megakariosit mengalami replikasi sinkron endomitotik (replikasi DNA tanpa
pembelahan nukleus atau sitoplasma) yang menyebabkan volume sitoplasma
setiap kali jumlah lobus nukleus bertambah menjadi dua kali lipat. Pada tahap
awal terlihat invaginasi membran plasma, yang dinamai membran pembatas
(demarcation membrane), yang berkembang sepanjangjang pembentukan
megakariosit menjadi anyaman yang bercabang-cabang. tahap perkembangan
tertentu yang bervariasi, terutama pada tahap nukleus berjumlah delapan,
sitoplasma menjadi granular. Megakariosit matang berukuran sangat besar,
dengan satu nukleus berlobus yang terletak ditepi dan rasio nukleus sitoplasma
yang rendah (Hoffbrand, 2013).
Gambar 1. Diagram sederhana untuk memperlihatkan pembentukan
trombosit dari megakariosit (Hoffbrand, 2013).

Trombosit terbentuk dari fragmentasi ujung-ujung perluasan sitoplasma


megakariosit, setiap megakariosit menghasilkan sekitar 1000-1500 trombosit.
Interval waktu dari diferensiasi sel punca manusia menjadi produksi trombosit
adalah sekitar 10 hari. Trombopoietin adalah regulator utama pembentukan
trombosit dan secara konstitutif dihasilkan oleh hati dan ginjal. Trombopoitin
meningkatkan jumlah dan kecepatan pematangan megakariosit melalui reseptor c-
MPL. Trombosit juga memiliki reseptor c-MPL untuk trombopoietin dan
menyingkirkannya dari sirkulasi. Hitung trombosit normal adalah sekitar 250 ×
109 /L (kisaran 150-400×109/L) dan usia normal trombosit adalah 7-10 hari
(Hoffbrand, 2016).
2.2.2. Struktur Trombosit
Trombosit berukuran sangat kecil dan diskoid, bergaris tengah 3,0 × 0,5 µm,
dengan volume rerata 7-11 fL. Glikoprotein terselubung permukaan sangat
penting dalam reaksi perlekatan dan agregasi trombosit yang merupakan proses-
proses awal untuk terjadinya pembentukan sumbat trombosit selama hemostasis
(Hoffbrand, 2013).
Trombosit mengandung tiga jenis granula simpanan; padat, α, dan lisosom.
Granula α spesifik yang lebih banyak mengandung faktor pembekuan, von
willebrand factor (VWF), pletelet-drived growth factor (PDGF) dan protein lain.
Granula padat lebih jarang dan mengandung adenosin difosfat (ADP), adenosin
trifosfat (ATP), serotonin dan kalsium. Lisosom mengandung enzim-enzim
hidrolitik. Trombosit juga kaya akan protein penyalur sinyal dan protein rangka
sel yang menunjang perpindahan cepat dari keadaan tenang menjadi aktif jika
terjadi kerusakan pembuluh darah. Selama reaksi pelepasan, isi granula
dibebaskan ke sistem kanalikulus terbuka (Hoffbrand, 2013).

Gambar 2. Ultrastruktur trombosit (Hoffbrand, 2013)

2.2.3. Fungsi trombosit


Fungsi utama trombosit adalah untuk membentuk sumbatan yang
merupakan respons hemostatik normal terjadinya cedera vascular yang
dapat terjadi kebocoran spontan darah melalui pembuluh halus. Fungsi
trombosit ada tiga yaitu pelekatan (adhesi), penggumpalan (agregasi) dan
reaksi pelepasan (Hoffbrand, 2016).
Fungsi trombosit juga berhubungan dengan pertahanan, akan tetapi
terutama bukan terhadap benda atau sel asing. Trombosit berfungsi penting dalam
usaha untuk memepertahankan keutuhan jaringan bila terjadi luka. Trombosit ikut
serta dalam usaha menutup luka, sehingga tubuh tidak mengalami kehilangan
darah dan terlindung dari penyusupan benda atau sel asing. Trombosit
bergerombol (agregasi) di tempat terjadinya luka, ikut membantu menyumbat
luka tersebut secara fisik dan sebagian akan pecah dan mengeluarkan isinya, yang
berfungsi untuk memanggil trombosit dan sel-sel leukosit dari tempat lain
(Sadikin, 2013).
Trombosit memliki fungsi dalam membentuk sumbatan terhadap cedera
vaskuler dengan cara melakukan perlekatan tromboit dengan trombosit (agregasi)
sehingga terjadi pengumpulan trombosit dan reaksi pelepasan (sekresi). Trombosit
yang mengalami adhesi dan agregasi akan berubah bentuk, perubahan struktural
dan fungsional tersebut disertai dengan reaksi biokimia yang terjadi selama
aktifasi trombosit disertai dengan pelepasan molekul yang akan berperan dalam
hemostasis (Nugraha, 2015).

2.3. Tabung Vacutainer


Vacutainer adalah tabung reaksi hampa udara yang terbuat dari kaca atau
plastik, apabila dilekatkan pada jarum, darah akan mengalir masuk ke dalam
tabung dan berhenti mengalir ketika sejumlah volume tertentu telah tercapai.
Tabung vacum atau tabung evakuasi (Evacuated Tube) adalah sebuah wadah yang
hampa udara dan digunakan untuk menampung darah. Kevakuman suatu tabung
diatur sedemikian rupa dan terukur secara tepat agar dapat menghisap volume
darah dengan sistem tertutup, karena darah dari pembuluh darah akan langsung
mengalir kedalam dari pembuluh darah akan langsung mengalir kedalam tabung
melalui kedalam tabung melalui jarum tanpa kontak dengan udara luar (Nugraha,
2015).
Didalam tabung vacum berisi zat adiktif yang memiliki satu atau lebih
fungsi yang spesifik untuk tujuan pemeriksaan tertentu. Zat adiktif yang
ditambahkan akan ditandai dengan kode warna terutama pada penutup tabung. Zat
adiktif yang ditambahkan dalam tabung adalah aktivator pembekuan, antikoagulan
dan antiglikolitik (Nugraha, 2015).
Pemeriksaan laboratorium hematologi dengan spesimen darah utuh (Whole
Blood) biasanya menggunakan tabung vacutainer yang berisi antikoagulan dengan
tujuan untuk mencegah proses terbentukan bekuan darah dengan cara
menghambat atau memperlambat proses hemostatis. Darah yang tertampung pada
tabung ini dapat langsung digunakan untuk pemeriksaan atau disentrfuge untuk
mendapatkan plasma darah (Nugraha, 2015).
Antikoagulan adalah zat yang ditambahkan kedalam darah dengan tujuan
untuk menghambat atau mencegah proses pembentukan bekuan darah dengan cara
mengikat atau mengendapkan ion kalisum dan menghambat pembentukan trombin
dari protombin. Dengan pemberian antikoagulan, didapatkan spesimen atau
sampel darah utuh atau didapatkan plasma yang diperoleh dari sentrifuge
(Nugraha, 2015).
Salah satu antikoagulan yang sering digunakan dalam pemeriksaan
laboratorium hematologi adalah Ethylene Diamine Tetraacetic Acid
[CH2N(CH2CO2H2)]2 yang tidak mempengaruhi morfologi sel-sel darah, sehingga
ideal untuk pengujian hematologi, seperti pemeriksaan hemoglobin, hematokrit,
LED, hitung lekosit, hitung trombosit, retikulosit dan sebagainya.
Ada 3 macam EDTA yaitu Dinatrium Ethylene Diamine Tetraacetic Acid
(Na2EDTA), Dipotassium Ethylene Diamine Tetraacetic Acid (K2EDTA) dan
Tripotassium Ethylene Diamine Tetraacetic Acid (K3EDTA). Na2EDTA dan
K2EDTA biasanya digunakan dalam bentuk kering, sedangkan K 3EDTA biasanya
digunakan dalam bentuk cair. Dari ketiga jenis EDTA tersebut, K2EDTA adalah
yang paling baik dan dianjurkan oleh ICSH (International Council for
Standardization in Hematology) dan NCCLS (National Comitte for Clinical
Laboratory Standard) karena mampu menjaga dan mempertahankan bentuk
maupun ukuran sel sehingga baik untuk pemeriksaan hematologi (Arzoumanian,
2002).
Tabung vacutainer yang berisi antikoagulan K 2EDTA telah direkomendasi
oleh NCCLS (National Committe for Clinical Laboratory Standard) untuk
pemeriksaan hematologi, karena mempunyai stabilitas yang lebih baik dari EDTA
lain dan mempunyai pH mendekati pH darah (Tietz, 1996).
EDTA adalah antikoagulan yang biasa digunakan untuk pemeriksaan
hematologi. EDTA berfungsi sebagai antikoagulan yang dapat mengikat ion
kalsium, yang diperlukan untuk proses pembekuan. Garam kalium dan natrium
EDTA telah digunakan untuk pengumpulan spesimen darah. Kelarutan kalium
garam lebih baik dibandingkan garam natrium EDTA, pH EDTA tergantung pada
garam. Semakin banyak ion yang ditambahkan maka akan menjadi asam bebas
dan menyebabkan keasaman EDTA menurun. Larutan jenuh dari EDTA sebagai
asam bebas memiliki pH 2,5-1,0, larutan garam Tripotassium Ethylene Diamine
Tetraacetic Acid (K3EDTA) sebagai larutan 1% memiliki pH 7,5-10,0, Dinatrium
Ethylene Diamine Tetraacetic Acid (Na2EDTA) dan Dipotassium Ethylene
Diamine Tetraacetic Acid (K2EDTA) garam EDTA dalam 1% memiliki pH yng
lebih rendah. Na2EDTA meiliki pH 5,0-1,0, sedangkan K2EDTA meimiliki pH
4,8-1,0. Perbedaan pH ini mempengaruhi ukuran sel darah merah. Meskipun
semua garam EDTA bersifat hiperosmolar, yang menyebabkan air meninggalkan
sel dan sel menyusut, tetapi hal ini tidak berpengaruh pada Na 2EDTA dan
K2EDTA, pH antikoagulan yang lebih rendah menyebabkan sel membengkak,
sehingga menyeimbangkan penyusutan yang terjadi secara osmotik dan ukuran sel
tidak berubah. Efek pengenceran sampel dalam analisis otomatis akan
mengembalikan sel kebentuk aslinya (Narayan, 2000).
Kelebihan penggunaan EDTA sebagai antikoagulan karena sifat zat
aditifnya yang tidak merubah morfologi sel dan menghambat agregasi trombosit
dengan lebih baik dari antikoagulan lainnya. Kekurangan EDTA yaitu sifatnya
yang sulit larut dibandingkan antikoagulan lainnya, oleh sebab itu pencampuran
EDTA harus dilakukan sebanyak 8-10 kali dengan cara inversi (membolak
balikan tabung) (Nugraha, 2015).
EDTA mencegah koagulasi dengan cara mengikat ion kalsium sehingga
terbentuk garam kalsium yang tidak larut, dengan demikian ion kalsium yang
berperan dalam koagulasi menjadi tidak aktif, mengakibatkan tidak terjadinya
proses pembentukan bekuan darah. Darah EDTA harus segera dicampur setelah
pengumpulan untuk menghindari pembentukan gumpalan trombosit dan
pembentukan bekuan mikro (microclot) (Nugraha, 2015).
Jumlah EDTA serbuk biasanya digunakan 1 mg dalam 1 mL darah,
sedangkan EDTA cair dengan konsentrasi 10% digunakan dengan menambahkan
10 µL EDTA ke dalam 1 mL darah. Bila jumlah EDTA yang diberikan kurang
dari takarannya, darah akan mengalami koagulasi. Konsentrasi EDTA yang
berlebih menyababkan penyusutan eritrosit (Nugraha, 2015).

2.4. Makna klinis


Peningkatan jumlah tombosit disebut trombositosis, misalnya dijumpai pada
trombositemia idiopatik dan setelah splenektomi. Penurunan jumlah trombosit
atau trombositopenia dapat dijumpai pada penyakit infeksi tertentu, misalnya
demam berdarah dengue yang disebabkan oleh virus dengue adalah penyakit yang
dapat menurunkan jumlah trombosit hingga tingkat terendah. Trombositopenia
dapat disebabkan epistaksis, perdarahan pada saluran cerna. Keadaan lain yang
dapat menyebabkkan trombositopenia ialah trombositopenia purpura, anemia
aplastik, leukemia akut, setelah kemoterapi dan terapi radiasi (Nugraha, 2015).

2.5. Faktor Yang Mempengaruhi Pemeriksaan Jumlah Trombosit


1. Volume darah
Apabila volume darah kurang atau berlebih dari volume yang
ditunjukkan pada batas tabung vacutainer maka hal tersebut berpotensi
mempengaruhi keakuratan hasil pemeriksaan dan pengumpulan sampel
darah yang tidak tepat dapat menyebabkan pelepasan trombin dan jumlah
trombosit yang sangat rendah karena agregasi trombosit.
2. Volume antikoagulan
Kelebihan penggunaan K2EDTA sebagai antikoagulan karena
mempunyai zat adiktifnya yang tidak mengubah morfologi sel dan
menghambat agregasi trombosit dengan lebih baik dari antikoagulan
lainnya. Dan trombosit akan mengalami pembengkakan sehingga tampak
adanya trombosit raksasa yang pada akhirnya mengalami fragmentasi
membentuk fragmen-fragmen yang masih dalam pengukuran trombosit
sehingga dapat menyebabkan peningkatan palsu jumlah trombosit. Pada
pemberian K2EDTA yang kurang akan menyebabkan terjadinya gumpalan
sehingga terjadi penurunan pada trombosit yang terhitung (Nemec et al.,
2005)
3. Jenis antikoagulan
Antikoagulan merupakan zat yang digunakan untuk mencegah
terjadinya pemebekuan darah pada pemeriksaan hematologi. Beberapa
macam antikoagulan digunakan berdasarkan jenis pemeriksaannya. Tidak
semua macam antikoagulan dapat digunakan untuk satu pemeriksaan,
karena ada pemeriksaan yang tidak menggunakan antikoagulan dan ada
jenis antikoagulan yang dapat mempengaruhi morfologi dari sel-sel darah
yang akan diperiksa (Sianturi, 2013)
4. Konsentrasi antikoagulan
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pemeriksaan jumlah
trombosit yaitu berlebihnya konsentrasi antikoagulan yang dapat
menyebabkan terjadinya perubahan trombosit seperti sel yang menyebabkan
jumlah trombosit meningkat (Wirawan, 2004).
5. Lama waktu pemeriksaan hitung jumlah trombosit
Waktu pemeriksaan hitung jumlah trombosit juga akan mempengaruhi
hasil jumlah trombosit jika pemeriksaan dilakukan lebih dari 3 jam setelah
akan menyebabkan peningkatan hasil palsu pada jumlah trombosit
(Narayan, 2000).

2.6. Macam – Macam Metode Pemeriksaan Jumlah Trombosit


Adapun macam-macam metode pemeriksaan jumlah trombosit adalah
sebagai berikut:
2.6.1. Metode langsung (Rees Ecker)
Suatu pemeriksaan hitung jumah trombosit yang menggunakan larutan
yang mengandung zat warna Brilliant Crezyl Blue (BCB). Darah diencerkan
dengan larutan tersebut sehingga trombosit akan tampak kebiru-biruan,
kemudian trombosit dihitung pada kamar hitung dan dilihat dibawah
mikroskop. Komposisis Rees Ecker terdiri dari Natrium Sitrat 3,8%, 2 ml
Formaldehida 40%, 30 mg Brilliant Cresyl Blue dan 100 ml aquadest, hasil
jumlah trombosit yang diperoleh dikalikan dengan 2.000 dengan satuan
sel/µl (Gandasoebrata, 2010). Kelebihan dari metode ini yaitu lebih
sederhana dan murah sedangkan kelemahannya yaitu memiliki tingkat
kesalahan 16% - 25% (Nugraha, 2015).
2.6.2. Metode Barbara Brown
Semua hasil hitung trombosit baik normal maupun abnormal yang
diperiksa dengan alat otomatis maupun manual harus dilakukan crosscheck
pada SADT. Prinsip menentukan jumlah trombosit sebanyak 5-10 lapang
pandang pada daerah tipis dimana eritrosit dimana eritrosit tersusun bebas
atau sedikit overlapping. Rarata yang diperoleh dibagi jumlah lapang
pandang lalu dikalikan dengan 20.000 (Gandasoebrata, 2010).
Kelebihan dari metode ini adalah mudah dan lebih sederhana serta
biaya yang lebih murah. Sedangkan kekurangannya yaitu membutuhkan
waktu pemeriksaan yang lebih lama karena pengamatan dengan mata
sesorang sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan ketahanan pengamat
sehingga mengakibatkan penilaian jumlah trombosit yang berbeda – beda
(Gandasoebrata, 2010).
2.6.3. Metode Otomatis
Hematologi analyzer adalah alat otomatis dengan kualitas tinggi
digunakan diagnostik in vitro di laboratorium klinis. Hematology analyzer
untuk pengukuran konsentrasi leukosit (WBC), eritrosit (RBC) dan
trombosit (PLT) (Diapro, 2016). Beberapa prinsip kerja dari hematology
analyzer adalah sebagai berikut:
a. Teknologi impedansi Flowcytometry
Prisip kerja dari metode impedansi adalah larutan elektrolit (diluent)
yang telah dicampur dengan sel-sel dicampur dengan sel-sel darah dihisap
melalui aperture. Teknik impedansi berdasarkan pengukuran besarnya
resistensi elektrolit antara dua elektrode yaitu elektrode internal dan
eksternal. Kedua elektrode tersebut dilewati alur listrik yang konstan
(Mengko, 2013).
Flowcytometry didefinisikan sebagai pengukuran simultan beberapa
karakteristik fisik dari sebuah sel tunggal yang tersuspensi dan dialirkan
melalui satu celah yang disebut aperture. Cara pengukuran sel yang dapat
digunakan pada impedance flowcytometry adalah dengan mengukur
impedansi listrik dari sel impedansi adalah kualitas kompleks yang
dinotasikan dengan Ẕ. Dalam koordinat kartesius dimana bagian nyata dari
impendasi adalah resistansi (R) dan bagian imajiner adalah reaktansi (X),
secara dimensi impedansi sama dengan resistansi dan satuannya menurut
standar internasional adalah ohm. Dalam hal ini, sebuah sel dianggap sebgai
sebuah rangkaian listrik dari sebuah resistor dan kapasitor. Ketika arus
listrik melewatkan pada sel tersebut akan menjadi tahanan listrik yang
dikenal sebagai impedansi. Pada waktu sel darah melewati aperture yang
memiliki elektroda beraliran listrik konstan pada kedua sisinya, akan terjadi
perubahan tahanan listrik di antara kedua elektroda tersebut. Hal ini
mengakibatkan timbulnya pulsa litrik. Jumlah pulsa listrik yang terukur per
satuan waktu (frekuensi pulsa) dideteksi sebagai jumlah sel yang melalui
celah tersebut. Sedangkan besarnya perubahan tegangan listrik (amplitude)
yang terjadi merupakan ukuran volume dari masing-masing sel darah
(Perkins, 1998).
b. Impedansi Elektrik

Gambar 4. Prinsip kerja menggunakan metode impedansi elektrik


(Mengko, 2013)

Prinsip yang digunakan adalah sebelum pemeriksaan, sampel


diencerkan dengan larutan yang mempunyai konduktivitas tertentu dan
merupakan konduktor listrik yang kurang baik, kemudian sel darah dialirkan
melalui lubang kecil yang disebut orifice yang mempunyai ukuran teretntu.
Pada saat yang sama, suatu arus listrik dialirkan melalui elektroda yang
dipasang pada sisi luar dan sisi dalam orifice, karena sel darah adalah
penghantar listrik yang buruk, maka jika sel darah masuk melalui orifice
tadi, arus listrik yang mengalir juga akan terganggu. Gangguan ini
menimbulkan suatu pulsa elektrik. Jumlah pulsa listrik yang terukur per
satuan waktu (frekuensi pulsa) dideteksi sebagai jumlah sel yang memulai
celah tersebut. Sedangkan besarnya perubahan tegangan listrik (amplitudo)
yang terjadi, merupakan ukuran volume dari masing-masing sel darah.
Besarnya pulsa akan sesuai dengan besarnya jumlah dan besarnya sel darah
yang lewat. Jika sel darah besar, maka pulsa yang ditimbulkan besar,
sebaliknya jika sel darah kecil maka pulsa pun kecil. Dengan demikian
dapat mengenali jenis- jenis sel menurut ukuran dan menghitung jumlahnya
(Mengko, 2013).
Adapun kelebihan metode otomatis yaitu tidak melelahkan petugas
laboratorium jika harus banyak melakukan pemeriksaan jumlah trombosit.
Metode otomatis ini juga memiliki kekurangan yaitu apabila ada trombosit
yang bergerombol, trombosit besar (giant) serta adanya kotoran, pecahan sel
eritrosit dan leukosit tidak dapat terdeteksi atau tidak dapat dibedakan
(Wulandari & Siti, 2012).

2.7. Hipotesis
Ha Ha di tolak ada perbandingan variasi volume darah pada
: tabung vacutainer tehadap nilai trombosit.
Ho Ho di terima tidak ada perbandingan variasi volume
: darah pada tabung vacutainer terhdap jumlah trombosit.
BAB III
METODE PENELITIAN

2
3.1 Jenis dan Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis metode eksperimen. Metode eksperimen adalah
metode yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang
lain dalam kondisi terkendalikan (Sugiyono, 2012).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode eksperimen quasi.
Metode eksperimen quasi adalah metode yang hanya memberikan satu perlakuan
yaitu pada kelompok eksperimen saja. Tujuannya yaitu untuk mengetahui sebab
akibat suatu model pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti dengan cara
memberikan perlakuan-perlakuan tertentu pada beberapa kelompok eksperimen
yang telah ditentukan. Pada penelitian ini peneliti memberikan perlakuan dimana
volume sampel darah akan dibuat menjadi 3 variasi pada tabung vacutainer
K2EDTA ukuran 3 ml yaitu 1 ml, 2 ml dan 3 ml pada tabung guna mencari ada
atau tidak adanya perbedaan hasil jumlah trombosit berdasarkan kategori variasi
volume darah pada tabung vacutainer.

3.2 Waktu dan Tempat Penilitian


Waktu penelitian dimulai dari pembuatan proposal sampai
dilakukannya penelitian. Adapun pengambilan dan pemeriksaan sampel
dilakukan di Laboratorium Klinik Universitas Muhammadiyah Semarang.
Tabel 1. Matriks Jadwal Penelitian

N Tahapan Bulan (Tahun 200)


o penelitian
Maret Apri Mei
l
Penyusunan proposal
Pengambilan sampel
Pengumpulan data
Pengolahan dan analis data
Penyusunan laporan

3.3. Populasi Dan Sampel


Adapun populasi sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai
berikut:
3.3.1 Populasi
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa Analis
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang.
3.3.2 Sampel
Sampel sebanyak 4 orang diperoleh menggunakan teknik purposive
sampling dengan berdasarkan kriteria inklusi yaitu; Berjenis kelamin laki-laki,
tidak merokok aktif, tidak memiliki riwayat penyakit anemia atau riwayat
penyakit lainnya terkait faal koagulasi, tidak sedang sakit dan bersedia untuk
menjadi responden.Besar sampel yang diambil ditentukan dengan rumus Federer
(Hanafiah, 2008) yaitu:
(n -1) (t -1) ≥ 15
Keterangan :
n : jumlah sampel tiap kelompok perlakuan
t : jumlah kelompok perlakuan
Diketahui bahwa jumlah kelompok perlakukan (t) pada penelitian ini yaitu 5
kelompok, maka didapatkan:
(n -1) (5 -1) ≥ 15
(n-1) 2 ≥ 15
(n-1) ≥ 7,5
n ≥ 3,5
n ≥ 4 (pembulatan)
Berdasarkan perhitungan tersebut didapatkan sampel sebanyak empat orang.
Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini sebanyak lima perlakuan maka
jumlah sampel keseluruhan adalah sebanyak 20 sampel.

3.4. Variabel Penelitian


1. Variabel bebas
Independent variabel atau variabel bebas merupakan yang merupakan
variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan dalam
variabel terikat. Dalam penelitian ini yang termasuk dalam variabel bebas,
yaitu: volume darah dengan berbagai variasi.
2. Variabel terikat
Dependent variabel atau variabel terikat merupakan faktor utama yang
ingin dijelaskan. Dalam penelitian ini yang termasuk dalam variabel terikat,
yaitu: jumlah trombosit.

3.5. Definisi Operasional Variabel


Tabel 1. Definisi Operasional Variabel

Variab Def C S S
el inisi ara atuan kala
Penguk Data
uran

J Tro D / R
umlah mbosit engan mm3 asio
trombo merupaka alat
sit n fragmen otomati
atau s
potongan- (Hemat
potongan ology
kecil dari Analyze
sitoplasm r XP-
a 300)
megakari
osit,
jumlah
pada
orang
dewasa
antara
150.000-
400.000
keping/m
m3
v Vol D m R
olume ume engan l asio
darah darah skala
dengan yang penguk
berbaga ditambah uran
i variasi kan ke (spuit)
jumlah dalam
tabung
dengan
antikoagu
lan
K2EDTA
dengan
variasi
0,5 ml, 1
ml, 1,5
ml, 2 ml
dan 2,5
ml.

3.6. Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
3.6.1. Eksperimen
Eksperimen laboratorium sebagai proses mendapatkan data yang utama
pada penelitian ini.

3.6.2. Wawancara
Data dikumpulkan dari hasil wawancara yang dilakukan untuk tujuan
menentukan sampel yang sesuai dengan kriteria pemeriksaan jumlah trombosit
pada penelitian kali ini dengan menggunakan instrument angket.
3.6.3. Data Primer
Peneliti menggunakan data primer yang didapat dari hasil penelitian yaitu
hasil pemeriksaan jumlah trombosit dengan metode otomatis (Hematology
Analyzer). Data dari hasil pemeriksaan tersebut dimasukkan dalam masing-masing
kelompok data dalam suatu tabel pengumpulan data.
3.6.4. Alat dan Bahan
Alat dan Bahan serta instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Alat
a. Tabung vacuum tutup ungu (K2EDTA)
b. Spuit 10 cc
c. Tourniquet
d. Kapas alkohol 70 %
e. Kapas kering
f. Plester
Sampel 9 darah
g. Hematology analyzer sysmex XP-300
Diambil sebanyak 6 ml per-orang
2. Bahan Dibagi menjadi 3 kelompok
a. Darah Kelompok 1
Vena9 sampel,
0,5ml, 1 ml, 1,5 ml, 2Kelompok
ml dan 2,52 ml Kelompok 3
Sebanyak Sebanyak 9 sampel, Sebanyak 9 sampel,
b. Bahanmasing-masing masing-masing
kontrol alat hematology analyzer XP-300 masing-masing
ditambahkan 1
Pemeriksaan jumlahml ke ditambahkan 2 ml ke
Pemeriksaan jumlah ditambahkan
Pemeriksaan3jumlah
ml ke
c. Celltabung
Clean K EDTA tabung K EDTA tabung K EDTA
Hasiltrombosit
2
Pemeriksaan Hasiltrombosit
2
Pemeriksaan Hasiltrombosit
2
Pemeriksaan
d. Stromatolyser
Pemeriksaan jumlah
jumlah trombosit jumlah trombosit jumlah trombosit
trombosit Analisis Data
Pemeriksaan jumlah
trombosit
3.6.5. Prosedur Kerja
Adapun cara kerja pemeriksaan trombosit dalam penelitian ini melalui
beberapa tahap yaitu sebagai berikut :
1. Pengambilan darah vena (phlebotomy)
a. Pengambilan sampel darah vena
1) Posisi lengan pasien harus lurus, jangan membengkokkan siku. Pilih
lengan yang banyak melakukan aktivitas.
2) Pasien diminta menegpalkan tangan.
3) Dipasang tourniquet (kurang dari 1 menit) kurang lebih 10 cm diatas
lipatan siku.
4) Dipilih bagian vena mediana cubity atau chephalica.
5) Dibersihkan kulit bagian yang akan diambil darahnya dengan kapas
alkohol 70% dan biarkan kering untuk mencegah terjadinya hemolysis
atau rasa terbakar. Kulit yang sudah dibersihkan jangan dipegang lagi.
6) Ditusuk bagian vena tadi dengan lubang jarum mengadap keatas dengan
sudut kemiringan antara jarum dan kulit 15°, diusahakan darah dapat
keluar dengan satu kali tusuk.
7) Setelah darah masuk ke dalam spuit, pasien diminta melepaskan kepalan
tangannya.
8) Setelah vomune darah dianggap cukup tourniquet dilepas, spuit ditarik
dan segera diletakkan kapas kering diatas bekas tusukan jarum, kemudian
plester bagian ini selama kurang lebih 15 menit (Depkes RI, 2008).
b. Pelakuan sampel darah vena
1) Sampel darah pada spuit dimasukkan kedalam tabung tutup ungu dengan
volume masing-masing 0,5 ml, 1 ml, 1,5 ml, 2 ml dan 2,5 ml.
2) Darah dihomogenkan secara perlahan dengan antikoagulan K 2EDTA
yang terdapat dalam tabung vakum hingga tercampur dengan baik
(homogen) (Depkes RI, 2008).
c. Quality control (QC) alat hematology analyzer XP-300
1) Pastikan alat dalam status ready, kemudian tekan tombol [QC].
2) Layar file akan muncul, kemudian pilih kolom file yang dikehendaki.
3) Tekan [Settings] dan layar settings pertama akan muncul.
4) Tekan kolom [Lot ID], kemudian masukan lot ID. Selanjutnya tekan
tombol [Expiration] dan masukan tanggal kadaluarsa material kontrol.
5) Tekan tombol untuk masuk ke layar settings berikutnya.
6) Tekan setiap kolom parameter dan masukan nilai Target dan Limit sesuai
yang tertulis di assay sheet.
7) Setelah nilai Target dan Limit seluruh parameter sudah di masukkan,
tekan tombol [Save] untuk menyimpan nilai settings.
d. Menjalankan darah kontrol
1) Pastikan alat dalam status ready, kemudian tekan tombol [QC] pada
layar.
2) Pilih dan tekan kolom file QC yang dikehendaki, layar analisis kemudian
akan muncul.
3) Homogenisasikan darah kontrol yang akan diperiksa dengan baik dengan
membolak-balikkan botol kontrol 10 kali.
4) Buka tutup botol kontrol dan letakkan dibawah Aspiration Probe.
Pastikan ujung Probe menyentuh dasar botol darah kontrol agar tidak
menghisap udara.
5) Tekan Start Switch untuk memulai proses.
6) Setelah terdengar bunyi Beep dua kali dan [Runnining] muncul pada
layar, Tarik botol darah kontrol dari bawah Probe.
7) Setelah analisis selesai, hasil akan muncul di layar. Hasil analisis akan
tertera pada kolom [Data]. Apabila hasil melebihi Lower atau Upper
Limit maka akan tertera tanda [+] atau [-] pada kolom [Judgement] dan
alarm muncul.
8) Tekan [OK] untuk menyimpan hasil QC chart atau [NG] apabila tidak
ingin menyimpan hasil pada QC chart.
9) Tekan tombol [3] untuk memilih “3. Print” agar hasil darah kontrol
tercetak.
e. Pemeriksaan trombosit menggunakan alat hematology analyzer XP-300
1) Spesimen yang digunakan pada mode whole blood adalah darah-EDTA
dengan volume minimum 1 ml. volume darah yang diaspirasi oleh alat
adalah 50 µl.
2) Pastikan alat dalam status ready. Mode default alat adalah whole blood.
Jika sistem tidak pada mode whole blood, tekan tombol [WB] pada layar.
3) Tekan tombol [Sample No.] pada layar untuk memasukkan nomor
identitas sampel dengan cara melakukan input identitas sampel secara
manual, kemudian tekan tombol [Ent.]
4) Untuk mendaftarkan identitas operator, tekan tombol [Operator] pada
layar, kemudian daftarkan identitas operator dengan cara melakukan
input operator secara manual, kemudian tekan tombol [Ent.].
5) Pilih operator ID dengan menekan di sebelah tombol [Operator] pada
layar, kemudian tekan operator ID yang sesuai.
6) Homogenisasikan darah yang akan diperiksa dengan baik. Buka tutupnya
dan letakkan di bawah Aspiration Probe. Pastikan ujung Probe
menyentuh dasar botol sampel darah agar tidak menghidap udara.
7) Tekan Start Switch untuk memulai proses.
8) Setelah terdengar bunyi Beep dua kali, [Running] muncul di layar dan
Rinse Cup turun, tabung sampel dapat diambil dengan cara menurunkan
tabung sampel darah dari bawah Probe.
9) Hasil analisis akan tampil pada layar dan secara otomatis tercetak pada
kertas printer (Manual Book Sysmex Indonesia, 2013).

3.7. Pengolahan dan Analisa Data


Data hasil penelitian yang sudah dikumpulkan disajikan dalam bentuk tabel
dan narasi untuk mengetahui pengaruh variasi volume darah terhadap jumlah
trombosit, data di uji secara statistik dengan uji One Way ANOVA. Data yang
telah dikumpulkan dianalisa secara deskriptif dengan program SPSS dan
ditentukan normalitas data. Hasil uji menunjukkan data berdistribusi normal,
kemudian dilakukan uji normalitas shapiro-Wilk dan dilanjutkan dengan uji One
Way Anova. Adapun langkah-langkah uji Anova Satu Arah (One Way) sebagai
berikut (Gazali, 2015):
1. Sebelum anova dihitung, asumsikan bahwa data dipilih secara random,
berdistribusi normal dan variannya homogen.
2. Dibuat hipotesis (𝐻𝑎 dan 𝐻o) dalam bentuk kalimat.
3. Dibuat hipotesis (𝐻𝑎 dan 𝐻o)dalam bentuk statistik.
4. Dibuat daftar statistik induk.
5. Menghitung Jumlah Kuadrat Total (JKt)
JKt : ∑ X t −¿ ¿ ¿
6. Mengitung jumlah kuadrat antar group (𝐽𝐾𝐴) dengan rumus :
JK A =∑ ¿ ¿ ¿
7. Menghitung derajat bebas antar group dengan rumus: db A= A−1
JK A
8. Menghitung kudrat rerata antar group (𝐾𝑅𝐴) dengan rumus : KR A =
db A
9. Menghitung jumlah kuadrat dalam antar group (𝐽𝐾𝐷) dengan rumus :
2
JK D =( ∑ X T ) −∑ ¿ ¿ ¿
10. Menghitung derajat bebas dalam group dengan rumus : bd D=N −A
11. Mengitung kuadrat rerata dalam antar group (𝐾𝑅𝐷) dengan rumus :
JK D
KR D =
dbD
KR A
12. Menentukan 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 dengan rumus : Fhitung=
KR D
13. Menentukan taraf signifikansinya
14. Mencari 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 dengan rumus : Ftabel=F (1−α ) (db A, bdD )

15. Membuat Tabel Ringkasan Anava


16. Membuat kesimpulan dari hasil penelitian dengan hipotesis penelitian jika
Fhitung > : Ho ditolak ada pengaruh variasi volume darah
Ftabel terhadap jumlah trombosit.
Ha diterima tidak ada pengaruh variasi volume darah
terhadap jumlah trombosit.
Fhitung < : Ho diterima tidak ada pengaruh variasi volume darah
Ftabel terhadap jumlah trombosit.
Ha ditolak ada pengaruh variasi volume darah
terhadap jumlah trombosit.

DAFTAR PUSTAKA

Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI). 2003. Tubes and additives
for venous blood specimen collection. Approved Guideline – Fifth Edition.
H1– A5, 16 (13), 5.

Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI). 2004. Procedures for the
handling and processing of blood specimens. Approved Guideline – Third
Edition. H18-A3, 24 (21).

Depkes RI. 2008. Pedoman Praktik Laboratorium yang Benar. Direktorat


Laboratorium Kesehatan: Jakarta.
Dickinson, Becton. 2014. BD Vacutainer® Plastic K2EDTA Tubes.
http://www.krackeler.com/catalog/product/2752/BDVacutainerPlastic-
K2EDTA-Tubes. Diakses tanggal 26 November 2015.

Federer, W. 1963. Exprerimental design, theory and application. Mac Millan:


New York.

Fitriani, Dian . 2013. Perbedaan Variasi Volume Darah Dalam Tabung


Vacutainer K3EDTA Terhadap Jumlah Trombosit. UNIMUS

Gandasoebrata, R. 2010. Penuntun Laboratorium Klinik, Edisi 16. Dian Rakyat:


Jakarta.

Hoffbrand AV, Moss PAH. 2013. Kapita Selekta Hematologi Edisi 6. EGC:
Jakarta.

Hoffbrand, A.V. 2010. Kapita Selekta Hematologi .EGC: Jakarta.

Jitowiyono S. 2018. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Hematologi. Pustaka Baru Press: Yogyakarta.

Mengko, Richard. 2013. Instrumentasi Laboratorium Klinik. Penerbit ITB:


Bandung.

Novel S, Apriyani R, Setiadi H, Safitri R . 2012. Biomedik. Trans Info Media:


Jakarta.

Nugraha, Gilang. 2015. Panduan Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Dasar.


CV. Trans Info Media: Jakarta Timur.

Nurrachmat H, 2005. Perbedaan Jumlah Eritrosit, Leukosit, Dan Trombosit Pada


Pemberian Antikoagulan EDTA Konvensional Dengan EDTA Vacutainer
(Tesis). Bagian Patologi.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


411/Menkes/Per/III/2010 Tentang Laboratorium Klinik.

Rukman, K. 2014. Hematologi & Transfusi. Erlangga: Jakarta.

Sacher, Ronald A. dan Richard A. McPherson. 2004. Tujuan Klinis Hasil


Pemeriksaan Laboratorium Edisi II. Alih bahasa: Brahm U. Pendit dan
Dewi Wulandari. EGC:Jakarta.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. CV. Alfabeta.

Sujud, Ratih, H. & Anik, N. 2015. Perbedaan Jumlah Trombosit Pada Darah
EDTA Yang Segera Diperiksa dan Penundaan Selama 1 Jam
dilaboratorium RSJ Grahasia Yogyakarta. British medical journal, 1(5069),
pp. 5–25. doi: 10.1136/bmj.1.5069.508-a.

WHO. 2002. Use Of Anticoagulants In Diagnostic Laboratory Investigations.


WHO/DIL/LAB/99.1 Rev.2.

Yuni, N. A. 2015. Kelainan Darah. Nuha Medika: Yogykarta.

Anda mungkin juga menyukai