Anda di halaman 1dari 10

KEUTAMAAN NIAT DALAM MENCARI ILMU

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH HADITS TARBAWI

SEM/PRODI:

III/PAI-4

DISUSUN OLEH:

ALWAN SADNI PAHMI 0301192139


KARTIKA SARI PUTRI 0301191021
KHOFIFAH INDRA MAYA 0301192170
PUTRI ANDRIANI HARAHAP 0301193267

DOSEN PENGAMPU:

Dr. Muhammad Rozali, MA,

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

MEDAN

2020

A. PENDAHULUAN
Islam diturunkan sebagai rahmatan lil ‘alamiin. Untuk itu, maka diutuslah Rasulullah
SAW untuk memperbaiki manusia melalui pendidikan. Pendidikanlah yang
mengantarkan manusia pada derajat yang tinggi, yaitu orang-orang yang berilmu. Ilmu
yang dipandu dengan keimanan inilah yang mampu melanjutkan warisan berharga berupa
ketaqwaan kepada Allah SWT. dengan pendidikan yang baik. Tapi kenyataan dalam
hidup ini, banyak orang menggunakan akal dan kepintarannya untuk maksiat. Banyak
orang yang pintar dan berpendidikan justru akhlaknya lebih buruk dibanding dengan
orang yang tidak pernah sekolah. Hal itu terjadi karena ketidakseimbangannya Ilmu dunia
dan akhirat. Untuk mencegah hal ini, maka diperlukannya pendidikan akhlak, selain
mempelajari suatu ilmu, maka sebagai penuntut ilmu kita juga harus melaksanakan dan
mengamalkannya sebagai pembiasaan. Dalam hal ini kita dapat melihat menuntut ilmu
haruslah diawali dengan niat yang baik pula. karena dengan niat yang baik hasil yang di
dapat juga akan baik. Ilmu bukanlah hanya mengisi kekosongan otak tetapi juga mengisi
kekosongan hati.
Niat merupakan pondasi awal untuk melakukan segala sesuatu yang akan kita
kerjakan, jika pondasinya saja sudah kuat, maka keinginannya akan sulit untuk rubuh.
Dengan niat, kita juga akan lebih bersemangat dalam menggapai apa yang kita inginkan.
Ilmu dapat kita temukan dimana saja tidak hanya di lembaga pendidikan atau sekolah
saja, tetapi ilmu dapat kita temukan di lingkungan pergaulan, masyarakat dan masih
banyak lagi. Jadi ketika niat kita tulus dalam menuntut ilmu, maka Allah akan senantiasa
memberi kemudahan. Selain niat menuntut ilmu harus diiringi dengan ikhlas dan sabar
karena ilmu tidak datang begitu saja pada diri, melainkan kitalah yang harus mencari
ilmu.
Untuk itu di dalam makalah ini penulis akan menjabarkan tentang apa itu niat, fungsi-
fungsi niat, amal perbuatan tergantung pada niat, apa itu ilmu serta kewajiban menuntut
ilmu. Di dalam makalah ini penulis juga menyertakan hadist tentang keutamaan menuntut
ilmu beserta sanad dan matannya dan penjelasan tentang hadist yang dimaksud.

B. KEUTAMAAN NIAT DALAM MENCARI ILMU


1. Niat
Niat pada asalnya mempunyai arti kehendak (al-qasdu). Kemudian niat pada
umumnya diartikan sebagai keinginan (al-‘azm) hati terhadap sesuatu. Menurut al-
Ghazali anatar lafaz niat (niyyah), iradah dan qashd mempunyai makna yang sama. Ia
diartikan sebagai kehendak dan dorongan hati dengan keinginan yang kuat untuk
melakukan sesuatu yang sesuai dengan tujuan yang bersifat seketika atau tujuan yang
akan terjadi di lain waktu.
Setiap pekerjaan yang bersifat ikhtiar, tidak akan terwujud kecuali dengan adanya
pengetahuan, niat dan kemampuan. Sebuah pekerjaan tidak akan dikehendaki seseorang
jika ia tidak mengetahuinya. Pekerjaan yang diketahui tidak akan pernah terwujud
sempurna jika tidak ada niat. Dan pekerjaan yang sudah diketahui dan dikehendaki tidak
akan terwujud tanpa adanya kemampuan.
Oleh sebab itu adanya niat adalah sebuah keharusan bagi sebuah pekerjaan,sebab ia
adalah pondasi bagi semua pekerjaan,sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

ِ ‫ فَمن َكانَت ِهجرتُه اِىَّل‬،‫ وإِمَنَا لِ ُك ِّل ام ِر ٍئ ما َنوى‬،‫ات‬


( ‫اهلل َو َر ُس ْولِِه فَ ِه ْجَرتُهُ إِىَل‬ ِ ِ ُ ‫ إِمَّن ا األ َْعم‬:‫ول‬
ُ ‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َي ُق‬ ِ ُ ‫مَسِ عت رس‬
ُ َْ ْ َْ َ َ ْ َ َ‫ال بنِّي‬ َ َ ‫ول اهلل‬ َُ ُ ْ
‫اجَر إ ِلَيِ ِه‬ ِ ِ ٍ ِ ِ ِ ِ َ‫ ومن َكان‬،‫اهلل ورسولِِه‬
ِ ِ ِ ِ ِِ ِ
َ ‫ إ ِو ْامَرأَة َيْنك ُح َها فَ ِه ْجَرتُهُ إىَل َما َه‬،‫ت ه ْخَرتُهُ ل ُد ْنيَا يُصْيُب َها‬
ْ َ ‫َّق َعلَى ص ُحنه َر َو ْاه إِ َم َاما الْ ُم َحدِّث‬
ْ َ َ ْ ُ َ َ ) ‫ أَبُو َعْبد اهلل حُمَ َّم ُد‬:‫ني‬ ُ ‫ُمت‬
‫ي َر ِضي اهللُ َعْن ُه َما يِف‬ ِ ُّ ِ‫اج بْ ِن ُم ْسلِ ٍم الْ ُقشَرْي‬
َ ُّ ‫ي النَّْي َسا بُ ْور‬ ِ ‫ َوأَبُو احْلُ َسنْي ِ ُم ْسلِ ُم بْ ِن احْلَ َّج‬،‫ي‬
ُّ ‫اعْي َل بْ ِن إِْبَر ِاهْي َم بْ ِن الْ ُمغَِر ِة بْ ِن َب ْر ِد ْزبَِه اجْلُ ْع ِف ُّي الْبُ َخا ِر‬
ِ ‫بِّ ِن إِمْس‬

‫صْن َق ِة‬ ِ
َ ‫)كتَ َابْي ِه َما اللَّ َذيْ ِن مُهَا أ‬
ِ ُ‫َص ُّح الْ ُكت‬
َ ‫ب الْ ُم‬

“Aku mendengar Rasulullah Saw.bersabda, ’semua amal perbuatan itu dengan


disertai miat-niatnya dan sesungguhnya bagi setiap orang itu apa yang telah menjadi
niatnya. Maka barangsiapa yang hijrahnya itu kepada Allah dan Rasulnya, maka
barangsiapa yang hijrahnya itu pun kepada Allah dan Rasulnya. Dan barangsiapa yang
hijrahnya itu untuk harta dunia yang hendak diperolehnya, atau untuk seorang wanita
yang hendak dikawininya, maka hijrahnya pun kepada sesuatu yang dimaksud dalam
hijrahnya itu.”. (Muttafaq ‘alaih. Di riwiyatkan oleh dua imam muhaddits,yaitu abu
abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim ibnul mughirah bin bardizbah al-Ju’fi
al-Bukhari,dan Abul Husain Muslim bin Hajjaj bin Muslim al-Qusyairy an-
Naisaburi dalam kitab masing-masing yang merupakan kutab hadits paling
shahih).
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab Permulaan Wahyu dalam
kitab iman bab “Riwayat bahwa Amal itu sesuai dengan Niat yang baik, dan masing-
masing orang memperoleh apa yang diniatkannya” (1/7.15). Dan dalam kitab
pembebasan Budak, dan juga diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Keimanan bab
“Sabda Nabi: Amal itu tergantung pada niat”. (1907)
Setiap amal tergantung niatnya diterima atau tidaknya dan sah atau tidaknya suatu
amal tergantung pada niatnya. Demikian juga setiap orang berhak mendapatkan balasan
sesuai dengan niatnya dalam beramal. Dan yang dimaksud dengan amal disini adalah
semua yang berasal dari seorang hamba baik berupa perkataan,perbuatan maupun
keyakinan hati.
Niat memiliki 2 fungsi:
a. Jika niat berkitan dengan sasaran suatu amal (ma’bud), maka niat tersebut
berfungsi untuk membedakan Antara amal ibadah dengan amal kebiasaan.
b. Jika niat berkaitan dengan amal itu sendiri (ibadah), maka niat tersebut berfungsi
untuk membedakan antara suatu amal ibadah dengan amal ibadah yang lainnya.
2. Amal perbuatan tergantung dari niatnya

Menuntut ilmu memiliki beberapa penghalang yang menghalangi antara ilmu itu
dan orang tersebut adalah niat yang rusak. Niat adalah dasar dan rukun amal. Apabila
niat itu salah dan rusak, maka amal yang dilakukannya pun ikut salah dan rusak
sebesar salah salah dan rusaknya niat.

Sesungguhnya kewajiban yang paling penting untuk diperhatikan oleh seorang


penuntut ilmu adalah mengobati niat, memperhatikan kebaikannya, dan menjaganya
dari kerusakan. Baiknya niat merupakan niat merupakan penolong yang paling besar
bagi seorang penuntut ilmu dalam memperoleh ilmu, sebagaimana dikatakan Abu
‘Abdillah ar-Rudzabari (wafat th.369 H) rahimahullah, “Ilmu tergantungan amal,
amal tergantung keikhlasan, dan keikhlasan mewariskan pemahaman tentang Allah
Azza wa jalla.
Niat adalah pekerjaan hati. Dalam fiqh menjadi bagian dari rukun qalbi atau
rukun hati. Karena itu, ia bersifat tersembunyi, tidak ada orang lain yang bisa
menyaksikannya kecuali Allah dan dirinya sendiri. Bibir bisa saja berucap tujuan A,
tapi siapa yang tahu hati bekehendak untuk tujuan lain?. Itulah sebabnya ibadah
sebagus apapun apabila tidak disertai dengan niat yang baik maka akan menjadi sia-
sia belaka. Tetapi perbuatan yang sekilas terlihat remeh dengan niat yang tertata dan
baik maka akan menjadi memiliki nilai. Dalam kitab Ta’lim Muta’allim disebutkan;

ِ ِ ِ ِ ِ ‫ِ حِب‬ ُّ ‫أع َما ِل‬ ِ


ُ ِ‫ص َّو ُر ب‬
َّ‫ص ْو َرة أ َْع َم ِل األخرة مُث‬ َ َ‫ ُك ْم م ْن َع َم ٍل َيت‬،‫الد نْياَ َويَصريُ ُ ْس ِن النيَّة م ْن أ َْع َما ل اآلخَرة‬ ُ ِ‫ص َّو ُر ب‬
ْ ‫صَرة‬ َ َ‫َك ْم م ْن َع َم ٍل َيت‬
‫الد ْنيَا بِ ُس ْو ِء النِيَّة‬
ُّ ‫صرْي ِم ْن أ َْع َما ِل‬
ِ‫ي‬
َ

Artinya: “banyak perbuatan yang tampak sebagai perbuatan duniawi berubah


menjadi perbuatan ukhrawi lantaran niat yang bagus. Banyak pula perbuatan yang
terlihat sebagai perbuatan ukhrawi bergeser menjadi perbuatan duniawi lantaran niat
yang buruk.

3. Kewajiban Menuntut Ilmu


Secara etimologi,kat Ilmu berasal dari Bahasa arab, bentuk masdar dari kata
‘alima-ya’ lamu-‘ilman, dengan wazan (timbangan) fa’ila-yaf’’aan, yang berarti
pengetahuan1. Secara terminology, ilmu adalah pengetahuan tertentutentang suatu
bidangyang disusun secara bersistem menurut metode tertentu yang dapat digunakan
untuk menerangkan gejala tertentu di bidang pengetahuan itu. Ilmu juga dapat
dipahami sebagai pengetahuan atau kepadaian tentang soal duniawi, akhirat, lahir,
batin dan sebagainya. Contohnya adalah Ilmu akhirat yang berarti pengetahuan
mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan di akhirat atau yang
berhubungan dengan kehidupan setelah manusia mati, ilmu akhlak yang berarti
pengetahuan tentang tabiat manusia. Selain itu masih banyak berbagai macam ilmu
yang lainnya2.
Dalam al-Quran kata ‘ilm dan kata jadiannya disebutkan kurang lebih mencapai
800 kali3. Sedangkan kata ‘ilm itu sendiri sebanyak 80 kali. Seringnya pengulangan
1
Salminati,Filsafat Pendidikan Islam: Membangun Konsep pendidikan yang Islami (Bandung: Ciptapusaka
Media Perintis,2011),h. 78
2
Departemen Pendidikan Nasional,Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:Balai Pustaka,2007),h.423.
3
Salminati, Filsafat, h.78-79
suatu konsep dalam al-Quran mengindikasikan pentingnya konsep tersebut. Dalam al-
Quran,untuk menyebutkan ilmu pengetahuan,selain kata ‘ilm juga digunakan kata
ma;rifah dan syu’ur.
Berdasarkan hal diatas, maka dapat dipahami bahwa dalam Islam, Allah SWT.
adalah sumber segala ilmu pengetahuan. Dengan ini berarti segala ilmu pengetahuan
yang diketahui dan dimiliki manusia datangnya dari Allah Swt4.
Istilah ilmu atau science merupakan suatu perkataan yang bermakna jamak yaitu
sebagai berikut:
1. Ilmu merupakan sebuah istilah umum untuk menunjuk pada segenap
pengetahuan ilmiah.
2. Pengertian ilmu yang menunjuk pada salah satu bidang pengetahuan ilmiah
tertentu,seperti ilmu Biologi, Antropologi, Psikologi, Sejarah dan sebagainya.
Sebenarnya ilmu dalam pengertian yang kedua inilah yang lebih tepat
digunakan khususnya di lingkungan akademis5.

Nasir ad-Din at-Tusi mengawali penjelasannya tentang hakikat dan


keutamaan ilmu dengan mengutip sebuah hadis nabi Saw.,yaitu: “Menuntut ilmu
wajib bagi setiap muslim dan muslimah6.” Dari hadis tersebut dapat dipahami
bahwa menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi seluruh umat islam baik laki-
laki maupun perempuan. Tidak sempurna amal seorang muslim apabila tidak
dilandasi dengan ilmu. Hal ini membuktikan bahwa islam adalah agama yang
memandang ilmu sebagai salah satu hal yang sangat bernilai. Bahkan Allah Swt.,
akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan berilmu7.

Adapun yang dimaksud oleh Nasir ad-Din Tsur dengan ilmu yang wajib
dituntut di sini ialah ilmu hal (‘ilm al hal). Yaitu ilmu yang dibutuhkan dalam
setiap keadaan yang bermanfaat dalam memperoleh harta. Sebagaimana dikatakan
pula bahwa ilmu yang paling utama adalah ilmu hal dan amal yang paling utama
adalah menjaga harta8.
4
Ibid., h.45
5
Salminati, Filsafat, h.79
6
Nasir ad-Din at-Tusi,Kitab Adab al-Muta’allimin, diedit oleh Yahya al-Khassab (Kairo: t.p.,1975) ,h.273
7
Q.S al-Mujadilah/58:11
8
At-Tusi,Kitab Adab,h.273.
Ilmu merupakan suatu sifat pemberian Allah Swt., yang diberikan khusus
kepada umat manusia. Sedangkan sifat-sifat selain ilmu, sama-sama dimiliki oleh
manusia maupun hewan,seperti sifat pemberani, kuat, kasih sayang dan
sebagainya. Dengan ilmu pengetahuan, Allah Swt.,menampakkan kelebihan
derajat nabi Adam a.s. terhadap para malaikat dan Allah Swt., memerintahkan
para malaikat untuk bersujud kepada nabi Adam a.s.

Seorang penuntut ilmu hendaklah memilih ilmu yang terbaik dan sesuai
dengan dirinya dan dibutuhkan dalam urusan-urusan agamanya 9. Hal ini sesuai
dengan penjelasan az-Zarmuji dalam Ta’lim al-Muta’allim,agar para penuntut
ilmu yang paling baik dan sesuai dengan dirinya. Di sini unsur subjektif penuntut
ilmu itu sendiri menjadi pertimbangan penting. Para ahli psikologi mengakui
adanya perbedaan individual dalam diri manusia. Perbedaan individual adalah
cara dimana orang berbeda satu sama lain secara konsisten dan tetap. Diantara
perbedaan-perbedaan itu adalah dalam faktor inteligensi, yaitu keahlian
memecahkan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi pada, dan belajar dari
pengalaman hidup sehari-hari10.

‫ي َع ْن نَِف ٍع َع ْن ابْ ِن ُع َمَر‬


ُّ ‫اد بْ ُن َعْب ِد الرَّمْح َ ِن َح َّد َثنَا أَبُو َك ِر ٍب اأْل َْز ِد‬ ِ
ُ َّ‫َح َّد َثنَا ه َش ُم بْ ُن َع َّما ٍر َح َّد َثنَا مَح‬

‫َّاس إِلَْي ِه َف ُهو يِف‬ ِ ِ ِ ِ ُّ ‫ي بِِه‬ ِ ِ ِ َ‫صلَّى اللَهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم قَ َال َم ْن طَل‬
َ ْ َ‫الس َف َهاءَ أ َْوليُبَاه َي بِه الْ ُعلَ َماءَ أ َْولي‬
َ ‫ص ِر‬
ِ ‫ف ُو ُج ْو َه الن‬ َ ‫ب الْعْل َم ليُ َما ر‬
َ َ ِّ ‫َع ْن النَّيِب‬
‫النَّ ِر‬

Artinya:”Telah menceritakan kepada kami (Hisyam bin ‘Amr) berkata, telah


menceritakan kepada kami (Hammad bin Abdurrahman) berkata, telah
menceritakan kepada kami (Abu Kuraib Al ‘Azd) dari (Nafi’) dari (Ibnu Umar)
dar nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,beliau bersabda: “Barangsiapa menuntut
ilmu untuk meremehkan orang-orang bodoh, atau untuk mendebat para ulama’,
atau untuk menarik perhatian manusia, maka ia akan masuk ke dalam neraka.”

At-Tusi menyarankan, seharusnya seorang penuntut ilmu bermusyawarah


dalam menetapkan ilmu apa yang ingin ia dapatkan. Mintalah saran dari orang
9
At-Tusi,Kitab Adab,h.274.
10
John W.Santrock,Educational Psychology,terj.Tri Wibowo,psikologi Pendidikan
orang yang dipandang perlu, sehingga ia tidak akan salah memilih. Menutut ilmu
adalah perkara yang sangat mulia, tetapi juga sangat sulit. Karena itulah,
bermusyawarah dalam hal ini sangat penting dan harus dilakukan.

C. KESIMPULAN
Di dalam Islam menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim, dalam mencari ilmu
niat adalah hal pertama yang harus diterapkan. Setiap hal atau pun amal akan berbuah
sesuai dengan niat seseorang, bahkan dalam beridah sekalipun sah tidaknya suatu ibadah
tergantung pada niatnya.
Niat tidaklah terucap dari bibir saja tetapi keinginan hati untuk melaksanakan segala
sesuatu, niat yang baik maka akan berbuah baik, niat yang buruk akan berbuah yang
buruk juga.
Dalam menuntut ilmu hendaklah si penuntut ilmu memilih ilmu yang paling
dibutuhkannya dan dapat memuliakan dirinya di mata Allah ( ilmu akhirat ) bukan hanya
di mata manusia saja ( ilmu dunia ). Maka dari itu diperlukan keseimbangan antar
keduanya.

D. DAFTAR PUSTAKA
Ahmad bin hambal, Abu ‘Abd Allah, Musnad Ahmad bin Hambal. Beirut: al-
Maktabab al-Islami,1978
AL-Almawi,’Abd al-Basit bin Musa bin Muhammad,al-Mu’id fi Adab al-Mufid wa
al-Mustafid. Dieidt oleh ‘Abd al-Amr Syams ad-Din Beirut: Dar Iqra’,1986
Anis,Ibarhim et al.,al-Mu’jam al-Wasit. Kairo: Dar al-Ma’arif.1972.

Anda mungkin juga menyukai