Anda di halaman 1dari 9

Adab Dokter Muslim

Artikel PSKI, Artikel-artikel


Feb 242012

Oleh : dr.Dirwan Suryo Soularto, Sp.F

I.     Pendahuluan

Kata adab, dokter dan muslim merupakan tiga kata yang berbeda yang masing-masing memiliki
pengertian sendiri. Ketika ketiga kata tersebut dirangkai menyusun kalimat “Adab Dokter
Muslim”, maka akan memberikan suatu pengertian yang luas dan berdampak pada segolongan
atau sekelompok individu atau tiap individu itu sendiri yang  masuk dalam pengertian kalimat
tersebut. Baik bagi mereka yang mengaku (menghaki) secara sadar dan terang-terangan maupun
bagi mereka yang secara tidak sadar telah masuk dalam pengertian tersebut.

Sebagai mahasiswa fakultas kedokteran di salah satu perguruan tinggi berbasiskan Islam,
tentunya adalah menjadi hal essential (pokok) bagi kita untuk memahami konsep tentang Adab
Dokter Muslim.

II.    Pengertian dan Konsep Adab

Kata “adab” yang hanya dibentuk dengan empat huruf, sebenarnya mempunyai  maksud dan
konsep yang juga amat luas. Kata adab dapat dikaitkan dengan bidang bahasa, sastra, budaya,
perilaku, atau tata cara maupun etika dan kesopanan. Ia dapat diikatakan menjangkau konsep
keseluruhan kehidupan dalam arti kata yang sebenar-benarnya.

Adab adalah satu istilah bahasa Arab yang berarti adat kebiasaan. Kata ini menunjuk pada suatu
kebiasaan, etiket, pola tingkah laku yang dianggap sebagai model. Selama dua abad pertama
setelah kemunculan Islam, istilah adab membawa implikasi makna etika dan sosial. Kata dasar
”Ad” mempunyai arti sesuatu yang mentakjubkan, atau persiapan atau pesta. Adab dalam
pengertian ini sama dengan kata latin urbanitas, kesopanan, keramahan, kehalusan budi pekerti
masyarakat kota. Pelbagai pendapat dan kajian telah diutarakan oleh para sarjana mengenai adab
sejak bermulanya kemajuan ilmu.  Ahmad Fauzi menyebutkan salah satu definisi adab yakni
sebagai tingkah laku serta tutur kata yang halus (sopan), budi bahasa, budi pekerti, kesopanan.
Definisi yang diberikan amat mudah dan ringkas, namun jika diteliti maka ia merupakan kata-
kata yang amat besar konotasinya. Menurut  Rosenthal (1992), adab adalah istilah yang lebih
luas karena ia memasukkan masalah etika, moral, kelakuan dan adat istiadat. Konsep adab
memperjelas maksud dan kaitan antara nilai, norma, sikap etika dan moral.

Berdasarkan uraian tersebut, adab bisa juga dikaitkan dengan kesopanan dan ketertiban. Sopan
berarti hormat, baik budi bahasa, tahu tertib peraturan atau beradab, manakala tata tertib adalah
peraturan yang baik yang telah ditetapkan. Norma kesopanan timbul dalam pergaulan antar
manusia dalam suatu kelompok masyarakat tertentu, misalnya menghormati orang tua,
mempersilahkan wanita atau bertutur kata yang lembut kepada orang tua.
Adat kebiasaan di dalam banyak kebudayaan selain kebudayaan Islam sangat ditentukan oleh
kondisi-kondisi lokal dan oleh karena itu tunduk pada perubahan-perubahan yang terjadi di
dalam kondisi-kondisi tersebut. Menurut W.G. Summer, dari berbagai kebutuhan yang timbul
secara berulang-ulang pada satu waktu tertentu tumbuh kebiasaan-kebiasaan individual dan adat
kebiasaan kelompok. Tetapi kebiasaan-kebiasaan yang muncul ini adalah konsekuensi-
konsekuensi yang timbul secara tidak disadari, dan tidak diperkirakan lebih dulu atau tidak
direncanakan.

Ahlak dan adab Islam tidaklah bersifat “tanpa sadar” seperti dalam pengertian di atas. Adab dan
kebiasaan-kebiasaan Islam itu berasal dari dua sumber utama Islam, yaitu al-Qur’an dan Sunnah,
perbuatan-perbuatan dan kata-kata Nabi serta perintah-perintahnya yang tidak langsung sehingga
akhlak Islam itu jelas berdasarkan pada wahyu Allah SWT. Dengan demikian adab sesuatu
berarti sikap yang baik dari sesuatu tersebut. Bentuk jamaknya adalah Ādāb al-Islam, dengan
begitu, berarti pola perilaku yang baik yang ditetapkan oleh Islam berdasarkan pada ajaran-
ajarannya. Dalam pengertian seperti inilah kata adab.

Orang yang beradab dikatakan telah maju dalam tingkat kemajuan (jasmani dan rohani) atau
telah berhasil (sukses). Ini turut membawa maksud bahwa manusia yang beradab mengetahui
dan dapat membedakan antara kejahatan dengan kebaikan, keindahan dengan keburukan, sesuatu
yang berharga daripada yang tidak berharga, dan sesuatu yang benar dengan yang palsu. Plato
dalam Rosenthal (1992) menyatakan bahawa :

“tujuan adab ialah untuk melahirkan manusia yang baik dan mampu menahan diri daripada
nikmat fisik dan material, dan yang menunjukkan kestabilan emosi pada raut muka gembira dan
sedih dan segala kejadian yang lain, dan juga tetap berada dalam keadaan yang tidak
diganggui dan tidak aktif, kecuali apabila sebab dan pemikiran menandakan keinginan atau
keperluan kepada tindakan”.

Seorang pemikir Islam, Ibn ‘Abd-Rabbih dalam Rosenthal (1992) menegaskan bahwa, 
keseluruhan adab mengandung semua aspek tingkah laku manusia. Konsep tersebut,
mengkaitkan adab dengan keseluruhan tindak tanduk, perbuatan dan perlakuan manusia. Hal ini
menguatkan lagi konsep adab yang dibicarakan. Keseluruhan perbincangan tentang adab ini
akhirnya membawa kita kepada keperluan memahami hubungan antara adab dengan profesi
dokter yang ”kebetulan” seorang muslim.

III.   Konsep Dokter Muslim

Seorang dokter muslim adalah seorang muslim itu sendiri, sehingga teladan yang paling utama
adalah Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam,  apapun profesi dan jabatan seorang muslim.
Akhlak seorang dokter muslim ialah akhlak seorang muslim yang menjunjung tinggi adab
Rasulullah shalallahu Alaihi Wasallam tersebut sebagai teladan yang sempurna dan akhlak
Beliau disarikan dari Al-Qur’an itu sendiri sebagai pedoman hidup seorang muslim.

Sebagai hamba Allah, seorang dokter muslim harus mempunyai tujuan hidup: “Hasanah fid-
dunya dan hasanah fil-akhirah”. Ia semata-mata mengabdi kepada Allah (QS. Al-An’am: 112)
dengan menjauhi segala larangan (QS. Al Imran: 110) dan mematuhi semua perintah Allah,
rasul-Nya dan Ulil Amri. Seorang dokter muslim juga harus mampu mengobati penyakit
jasmani, rohani, sosial serta gangguan pada iman dan Islam pasiennya.

Etika/adab yang harus dimiliki oleh dokter muslim menurut Zuhair Ahmad al-Sibai dan
Muhmmad Ali al-Bar dalam karyanya Al- Thabib , Adabuhu wa Fiqhuh (Dokter, Etika dan
Fikih  Kedokteran), antara lain dikemukakan bahwa dokter muslim harus  berkeyakinan atas
kehormatan profesi, menjernihkan nafsu, lebih mendalami ilmu yang dikuasainya, menggunakan
metode ilmiah dalam berfikir, kasih sayang, benar  dan jujur, rendah hati, bersahaja, dan mawas
diri.

Seorang dokter muslim harus mampu mengadakan pendekatan kepada masyarakat. Pasien yang
sakit adalah mahluk sosial yang merupakan bagian dari suatu komunitas yang sakit. Oleh
karenanya, seorang dokter muslim tidak boleh hanya melihat seseorang penderita secara mikro
(individual), melainkan juga harus melihatnya dalam skala makro (ingat konsep
biopsikososiokultural dan relegius).

Seorang dokter muslim harus menyadari dan menginsyafi bahwa mengobati orang sakit karena
Allah, adalah suatu amal yang amat tinggi nilainya. Dengan demikian, ia telah melaksanakan
dakwah Islam, bahwa Allah-lah yang menurunkan penyakit dan Dia pula yang menurunkan
obatnya. Dokter hanya dapat mengenali jenis penyakit dan menuliskan resep, namun hanya Allah
jualah yang menyembuhkan. Seorang dokter muslim menghilangkan anggapan bahwa dialah
yang men yembuhkan pasiennya.

Dengan demikian, seorang dokter muslim harus menyadari bahwa ia adalah khalifah Allah
dalam pengobatan yang senantiasa berlaku sopan kepada semua pasiennya dan selalu mendoakan
agar Allah memberikan kesembuhan kepada pasien yang ditanganinya.

Meskipun sudah banyak penulis, alim maupun pakar kedokteran muslim menyampaikan
karakteristik atau ciri dokter muslim, namun sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai
rumusan tertulis dokter muslim  yang disetujui oleh segenap persatuan dokter muslim baik
ditingkat nasional, regional maupun internasional. Menurut Majid Ramadhan (2004) dalam
bukunya “Karakteristik Dokter Muslim”, ciri dokter yang diharapkan dapat menanggung amanat
juga kekahalifahan adalah :

1. Aqidahnya benar
2. Ikhlas dan tekun dalam kerjanya
3. Maksimal dalam spesialisasi profesinya
4. Jujur dalam perkataan dan perbuatan
5. Punya komitment untuk selalu dapat bermanfaat bagi manusia
6. Pemalu, jujur dan menjaga rahasia
7. Peka dan penyanyang
8. Ikut merasakan rasa sakit pasien (empati) dan membangun optimisme pada pasien
9. Rendah hati, tidak sombong dan ramah
10. Tidak melebih-lebihkan ongkos dan meringankan yang kesulitan
11. Berpenampilan indah
12. Menasehati pasiennya, dengan menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Sifat-sifat atau karakter dokter muslim seperti tersebut di atas juga banyak ditulis oleh ahli lain,
antara lain  seperti yang dinyatakan oleh Zuhair Ahmad Assi Ba’i dalam buku “Dokter-dokter,
Bagaimana Ahlakmu” (Gema Insani Press) atau juga oleh Sahid Athar dalama buku “Islam dan
Etika Kedokteran” (PSKI UMY).

IV. Adab Dokter Terhadap Allah Sebagai Pencipta

a.    Beriman

Sebab tanpa iman segala amal saleh sebagai dokter dan tenaga para medis akan hilang sia-sia di
mata Allah.

DalilnyaSuratAl-‘Ashri:

َّ ‫اصوْ ا بِال‬
)۳( ‫صب ِْر‬ ِّ ‫اصوْ ا بِ ْال َح‬
َ ‫ق َوت ََو‬ َ ‫ت َوتَ َو‬ ٍ ‫) إِ َّن اإْل ِ ْن َسانَ لَفِي ُخس‬۱( ‫َو ْال َعصْ ِر‬
ِ ‫) إِاَّل الَّ ِذينَ آَ َمنُوا َو َع ِملُوا الصَّالِ َحا‬۲( ‫ْر‬

“Demi masa, Sesungguhnya manusia selalu dalam kerugian, Selain mereka yang beriman, Dan
berbuat amal shaleh, Dan nasehat-nasehati dengan kebenaran,Dan naseha-nasehati dengan
kesabaran” (QS. Al-ashr: 1-3)

b.    Tulus-ikhlas karena Allah.

)۵( ‫ك ِدينُ ْالقَيِّ َم ِة‬


َ ِ‫صاَل ةَ َوي ُْؤتُوا ال َّز َكاةَ َو َذل‬ ِ ِ‫َو َما أُ ِمرُوا إِاَّل لِيَ ْعبُدُوا هَّللا َ ُم ْخل‬
َّ ‫صينَ لَهُ ال ِّدينَ ُحنَفَا َء َويُقِي ُموا ال‬

“Mereka hanya diperintahkan untuk mengabdikan diri kepada Allah dengan ikhlas, lurus
mengerjakan agama, karena Dia. (QS. Al Bayyinah : 5)

V. Adab Terhadap Diri Sendiri

a.   Berkeyakinan atas Kehormatan Profesi.

Bahwa profesi kedokteran adalah salah satu profesi yang sangat mulia tetapi tergantung dengan
dua syarat , yaitu :

 Dilakukan dengan sungguh sungguh dan penuh kaikhlasan .


 Menjaga akhlak mulia dalam perilaku dan tindakan tindakannya sebagai dokter .

Seorang dokter diberi amanah untuk menjaga kesehatan yang merupakan karunia Tuhan yang
paling berharga bagi manusia, sebagaimana dinyatakan dalam hadist Nabi yang berarti:
”Mohonlah kepada  Allah kesehatan, sebab tidak ada sesuatupun yang dianugerahkan kepada
hambaNya yang lebih utama dari kesehatan. (HR Ahmad al- Turmudzi , dan Ibn Majah).

Disamping itu dokter selalu menjadi tumpuan pasien, keluarga, masyarakat, bahkan bangsa.
Mengingat kedudukan profesi kedokteran tersebut seharusnya dalam menjalankan profesinya
tidak hanya berfikir tentang materi tetapi lebih kepada pengabdian dan perbaikan umat.
Keyakinan akan kehormatan profesi tersebut merupakan motivasi untuk memelihara akhlak yang
baik dalam hubungannya dengan masyarakat.

b. Berusaha Menjernihkan Jiwa

Kejernihan jiwa akan menentukan kualitas perbuatan manusia secara keseluruhan, jika seseorang
termasuk dokter hatinya jernih maka perbuatannya akan selalu positif. Hal ini sejalan dengan
penegasan Rasulullah yang artinya: ”Ingatlah bahwa tubuh manusia ada segumpal darah yang
apabila baik maka seluruh tubuh menjadi baik dan apabila buruk maka seluruh tubuh menjadi
buruk, ingatlah atau adalah hati”. (HR Al Bukhari , Muslim, Ahmad, Al Darimi , dan Ibn
Majah).

c.   Lebih Mendalam Ilmu yang Dikuasainya

Dalam hadist Nabi disebutkan bahwa mencari ilmu merupakan kewajiban sepanjang hidup.
Sebagimana diketahui bahwa ilmu pengetahuan itu dari hari ke hari selalu mengalami
perkembangan. Karena itu, agar setiap dokter tidak ketinggalan informasi dan ilmu pengetahuan
dan lebih mendalami bidang profesinya, maka dituntut untuk selalu belajar. Dalam ajaran Islam
sangat ditekankan dalam mengamalkan segala sesuatu agar dilakukan secara professional dan
penuh ketelitian . Nabi bersabda :

َُ ‫ِ اَّن هللاَ ي ُِح‬


ُ‫ب إِ َذا َع ِم َل اَ َح ُد ُك ْم اَ ْن يُ ْتقِنَه‬

“Sesungguhnya Allah menyukai bila seseorang diantara kalian mengerjakan pekerjaannya


dengan teliti”. (HR . Al-Baihaqi)

d.   Menggunakan Metode Ilmiah dalam Berfikir

Bagi dokter muslim diharuskan dalam berfikir menggunakan metode ilmiah sesuai dengan
kaidah logika ilmiah sebagaimana terjabar dalam disiplin ilmu kedokteran modern . Ajaran Islam
sangat menekankan agar berfikir atau merenung terhadap berbagai sebab, tujuannya agar
mendapatkan keyakinan yang benar. Diantara anjuran berfikir dengan metode ilmiah , antara lain
tersurat dalam firman Allah :

َّ َ‫اس َو َما أَ ْن َز َل هَّللا ُ ِمن‬


‫الس ‹ َما ِء ِم ْن‬ َ َّ‫ك الَّتِي تَجْ ِري فِي ْالبَحْ ِر بِ َما يَ ْنفَ ُع الن‬
ِ ‫ار َو ْالفُ ْل‬
ِ َ‫ف اللَّي ِْل َوالنَّه‬
ِ ‫اختِاَل‬ ِ ْ‫ت َواأْل َر‬
ْ ‫ض َو‬ ِ ‫ق ال َّس َما َوا‬ِ ‫إِ َّن فِي َخ ْل‬
‫ت لِقَ‹وْ ٍم‬ َ
ٍ ‫ض آَل يَ‹ا‬ َ ‫أْل‬
ِ ْ‫الس‹ َما ِء َوا ر‬ ْ
َّ َ‫ب ال ُم َس‹ َّخ ِر بَ ْين‬ ِ ‫الس‹ َحا‬َّ ‫‹اح َو‬ َّ
ْ ‫ض بَ ْع َد َموْ تِهَا َوبَث فِيهَا ِم ْن ُك‹ ِّل دَابَّ ٍة َوت‬َ ْ‫َما ٍء فَأَحْ يَا بِ ِه ا ر‬
َ ‫أْل‬
ِ َ‫يف ال ِّري‬
ِ ‫َص‹ ِر‬
)۱۶۴( َ‫يَ ْعقِلُون‬

Artinya :

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera
yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan
dari langit berupa air, lalu dengan air itu  Dia hidupkan bumi sesudah mati ( kering ) nya dan
Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang
dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh ( terdapat ) tanda tanda ( keesaan dan kebesaran
Allah ) bagi kaum yang memikirkan”. ( QS. Al – Baqarah : 164 )

Juga berfirman Allah :

)۱۰۱( َ‫ات َوالنُّ ُذ ُر ع َْن قَوْ ٍم اَل ي ُْؤ ِمنُون‬ ِ ْ‫ت َواأْل َر‬
ُ َ‫ض َو َما تُ ْغنِي اآْل َي‬ ِ ‫قُ ِل ا ْنظُرُوا َما َذا فِي ال َّس َما َوا‬

Artinya :

Katakanlah : “ Perhatikanlah apa yang ada dilangit dan di bumi (QS. Yunus: 101)

e.   Mawas Diri

Mengingat tugas dokter melayani masyarakat dan tanggung jawab menyangkut nyawa dan
keselamatan seseorang. Mereka sering menjadi sasaran tuduhan, itu disebabkan adanya anggapan
masyarakat yang menganggap mereka adalah orang yang paling mengetahui rahasia kehidupan
dan kematian. Dengan senantiasa mawas diri, seorang dokter muslim akan sadar atas segala
kekurangannya sehingga di masa mendatang akan memperbaikinya, juga akan terhindar dari
berbagai sifat tercela lain seperti sombong, riya, angkuh, dan lainnya.

Di sanping sifat-sifat di atas, sesuai dengan tuntunan dalam akhlak Islami, khususnya yang
berhubungan dengan profesi kedokteran, dokter muslim harus tulus ikhlas karena Allah SWT,
penyantun, peramah, sabar, teliti, tegas, patuh pada peraturan, penyimpan rahasia, dan
bertanggung jawab, dan lain-lain.

f.    Ikhlas, Penyantun, Ramah, Sabar dan Tenang.

Dokter muslim juga harus ikhlas dalam menjalankan pekerjaannya, semua dilakukan sebagai
ibadah untuk mencari ridha Allah SWT. Berbuat ikhlas sangat dituntut dalam Islam sebagaimana
dinyatakan dalam Al-Qur’an, antara dalam ayat

)۵( ‫ك ِدينُ ْالقَيِّ َم ِة‬


َ ِ‫صاَل ةَ َوي ُْؤتُوا ال َّز َكاةَ َو َذل‬ ِ ِ‫َو َما أُ ِمرُوا إِاَّل لِيَ ْعبُدُوا هَّللا َ ُم ْخل‬
َّ ‫صينَ لَهُ ال ِّدينَ ُحنَفَا َء َويُقِي ُموا ال‬

: Artinya      

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah SWT dengan memurnikan
keta’atan kepada Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus”. (QS. Al Bayyinat ; 5)

Dokter muslim juga dituntut penyantun, ikut merasakan penderitaan orang lain sehingga
berkeinginan menolongnya. Dokter muslim juga di tuntut ramah, bergaul dengan luwes dan
menyenangkan. Juga di tuntut bersikap sabar, tidak emosional dan lekas marah, tenang,
penyantun, ramah, sebagaiaman dianjurkan dalam ayat Al-Qur’an :

ِ ‹‫اورْ هُ ْم فِي اأْل َ ْم‬


‫‹ر فَ‹إ ِ َذا‬ ِ ‹‫اس‹تَ ْغفِرْ لَهُ ْم َو َش‬
ْ ‫ك فَ‹‹اعْفُ َع ْنهُ ْم َو‬ ِ ‫فَبِ َما َرحْ َم ٍة ِمنَ هَّللا ِ لِ ْنتَ لَهُ ْم َولَ‹‹وْ ُك ْنتَ فًَظ¬‹ًّا َغلِي‹ظَ ْالقَ ْل‬
ُّ َ‫ب اَل ْنف‬
َ ‹ِ‫ض‹وا ِم ْن َحوْ ل‬
)۱۵۹( َ‫َعزَ ْمتَ فَت ََو َّكلْ َعلَى هَّللا ِ إِ َّن هَّللا َ يُ ِحبُّ ْال ُمتَ َو ِّكلِين‬
Artinya :

“Maka disebabkan rahmat dari Allah SWT lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu”. (QS.Ali ‘Imran : 159)

Dokter muslim dituntut memiliki kesabaran dalam menghadapi segala masalah, tidak emosional
dan tidak cepat marah. Sikap sabar sangat dituntut dalam Islam, antara lain disebutkan dalam Al-
Qur’an :

‫‹ر إِ َّن َذلِ‹‹كَ لَ ِم ْن‬


َ ‹َ‫صبَ َر َو َغف‬ َ ِ‫ق أُولَئ‬
َ ‫) َولَ َم ْن‬42( ‫ك لَهُ ْم َع َذابٌ أَلِي ٌم‬ ِّ ‫ض بِ َغي ِْر ْال َح‬
ِ ْ‫اس َويَ ْب ُغونَ فِي اأْل َر‬ ْ َ‫إِنَّ َما ال َّسبِي ُل َعلَى الَّ ِذينَ ي‬
َ َّ‫ظلِ ُمونَ الن‬
ُ
)43( ‫ور‬ ِ ‫ع َْز ِم اأْل ُم‬

Artinya :

“Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu
termasuk hal-hal yang diutamakan”. (QS. Al- Syura : 43)

Dokter muslim juga dituntut bersikap tenang, tidak gugup dalam menghadapi segawat apapun.
Nabi barsabda  yang artinya “Bersikap tenang kamu sekalian” (HR al-Thabrani da al-
Baihaqi).

Dalam menjalankan profesinya, dokter muslim juga dituntut melakukannya dengan teliti, bersifat
hati-hati, cermat dan rapi. Nabi bersabda :

ُ‫إِ َّن هللاَ يُ ِحبُّ اَ ْن يَ ْع َم َل أَ َح ُد ُك ْم اَ ْن يَ ْتقِنَه‬

Artinya

“Sesungguhnya Allah SWT menyukai bila seseorang di antara kalian mengerjakan  pekerjannya
dengan teliti”. (HR. al-Baihaqi)

Sikap tegas, tidak ragu-ragu dalam menentukan sikap juga dituntut kepada dokter muslim. Nabi
bersabda yang artinya “Jika ada keraguan dalam hatimu, tinggalkanlah itu”. (HR.Ahmad).

Banyak peraturan yang mesti ditegakkan oleh dokter muslim, baik yang berhubungan dengan
profesi kedokteran, berbangsa dan bernegara, lebih-lebih dalam beragama. Tunduk patuh pada
peraturan sangat dianjurkan dalam Islam, sebagaimana anjuran Nabi  dari Anas bin Malik, dari
Nabi SAW bersabda: “Dengarkanlah dan patuhilah walaupun dijadikan kepala atasmu seorang
Habasyi…(HR. Bukhari)

Dalam menjalankan pekerjaannya, jika seorang dokter muslim mendapatkan sesuatu yang tidak
baik pada pasiennya maka dituntut agar merahasiakannya. Nabi bersabda :

‫َم ْن َست ََر عَوْ َرةَ ُم ْؤ ِم ِن فِي الدُن ْيا َ َستَ َر هللاُ فِي االَ ِخ َر ِة‬
Artinya :

“Barang siapa menutupi aurat seorang muslim di dunia maka Allah SWT akan menutupi
auratnya di dunia dan akhirat (HR. Ahmad).

Dokter muslim juga mesti bertanggung jawab atas segala resiko dan konsekwensi dari
profesinya. Allah SWT berfirman :

ِ ‫ش فِي اأْل َ ْر‬


ْ‫ض َم َرحً ا إِنَّ َك لَن‬ ْ ‫هُ َم‬B‫انَ َع ْن‬B‫كَ َك‬BBِ‫ ُّل أُولَئ‬B‫ص َر َوا ْلفُ َؤا َد ُك‬
ِ ‫) َواَل تَ ْم‬36( ‫ئُواًل‬B‫س‬ َ َ‫س ْم َع َوا ْلب‬ َّ ‫س لَ َك بِ ِه ِع ْل ٌم إِنَّ ال‬َ ‫َواَل تَ ْقفُ َما لَ ْي‬
‫اًل‬ ُ
)37( ‫ض َولنْ ت ْبلغ ال ِجبَا َل طو‬ ْ َ ُ َ َ َ ‫ق اأْل َ ْر‬
َ ‫ت َْخ ِر‬

Artinya :

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, smuanya itu akan diminta pertanggung
jawabnya”. (QS. al –Isra : 36)

VI.  Kepentingan Adab dalam Menjalankan Profesi Dokter

Adab amat penting dalam kehidupan manusia. Islam amat menuntut umatnya agar sentiasa
mempunyai adab-adab yang baik. Islam sebagai agama yang lengkap menggariskan berbagai
adab dalam pelbagai kegiatan harian. Dalam perkembangan berkaitan, Dr. Haji Abdullah Siddik
(1980) telah mengaitkan adab sebagai satu dasar ‘Ahkam al-Syari’ati’ yaitu salah satu garis
panduan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Menurut beliau ‘Ahkam al-Syari’ati’
ialah “tata tertib yang mesti dilakukan oleh umat manusia selama hidup di dunia, satu undang-
undang Allah untuk umat manusia, yang sempurna, yang praktis, yang dapat dipakai untuk
segala zaman dan yang dapat dilakukan oleh manusia sesuai dengan kemampuan dan
keperluannya dalam masalah hidup”.

Pada dasarnya, manusia yang dilahirkan ke dunia ini adalah ibarat kain putih yang belum
dipolakan. Adab-adab yang telah digariskan dengan dengan terperinci oleh Islam akan menjadi
panduan kepada ibu bapa, guru, pemimpin, masyarakat dan individu itu sendiri, termasuk
seorang dokter dalam mempolakan warna hidup seseorang insan. Adab memainkan peranan
penting dalam menilai buruk dan baik budi seseorang. Sebagai seorang muslim, kita dituntut
supaya menuruti adab-adab yang mulia yang telah dianjurkan oleh ajaran Islam. Semua ini
adalah bertujuan agar kita menjadi insan yang akan mendapat ganjaran baik di dunia dan di
akhirat.

Adab-adab yang digariskan oleh Islam termasuklah yang meliputi kehidupan harian, seperti adab
berpakaian, adab ke masjid, adab ketika makan, dan sebagainya, maupun adab dalam
menjalankan pekerjaan/profesinya, misal adab dokter terhadap pasien dan lingkungannya.

Pendek kata adab-adab yang digariskan adalah lengkap dan meliputi keseluruhan aktivitis dan
kegiatan harian seseorang individu muslim. Dalam hal ini, dari segi konsepnya termasuklah
adab-adab yang bersangkutan dengan kegiatan profesi seorang dokter (dan) muslim. Dokter
muslim yang diinginkan Islam adalah dokter yang mampu memberikan keteladanan, unik dan
berbeda dari yang lain, tercermin di dalamnya moral, akhlak maupun adab yang Islami. Dokter
yang mampu mencapai pada tingkatan tinggi dari ahlak yang mulia dan mampu menterjemahkan
ke dalam kehidupan riil dalam bentuk adab dokter adalah merupakan prestasi peradaban yang
terbesar.

VII.     Adab Dokter Muslim terhadap Pasien

1. Adab Dokter terhadap Bayi Baru Lahir


1.                       i.    Mengadazankan (HR. Abu Dawud & Ibnu Sunni))
2.                      ii.    Mentahnihkkannya (mencicipkan Manisan) (HR. Bukhari-
Muslim)
3.                     iii.    Mendoakannya (HR. Bukhari)

1. VIII.    Referensi
2. Ahmad Fauzi bin Mohammed, Ilmu, Adab, Belajar & Mengajar, dalam
http://www.sach.kedah.edu.my/esei_karya, dowload Maret 2008.
3. Ali Akbar, 1988, Etika Kedokteran dalam Islam, Pustaka Antara, Jakarta.
4. Majid Ramadhan, 2004, Karakteristik Dokter Muslim, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta.
5. Muhammad Agus Syafii, Pengertian Adab, dalam
http://agussyafii.blogspot.com/2009/02/pengertian-adab.html, download 15 Aprill 2009.
6. Muzhoffar Akhwan, 1987, Perawatan Orang Sakit dan Sakharatul Maut dalam
Perawatan Jenazah menurut Islam/Medis, Badan Pembina dan Pengembangan
Keagamaan, UII, Yogyakarta.
7. Shahid Athar, 2001, Islam dan Etika Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas
Muhamadiyah Yogyakarta.
8. Tharmizi Taher, 2003, Medical Ethics, Manual  Praktis Etika Kedokteran untuk
Mahasiswa, Dokter dan Tenaga Kesehatan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
9. Zuhair Ahmad Assi Ba’i, 1996, Dokter-dokter Bagaimana Ahlakmu, Gema Insani Press,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai